PENERAPAN MODEL AGNPS
UNTUK MEMPERKIRAKAN BESARNYA EROSI
DAN HASIL SEDIMEN DI SUB DAS
CITANDUY HULU
(The Application of AGNPS Model for Predicting
Erosion and Sediment Yield of Citanduy Hulu
Subwatershed)
Oleh:
Ambar Kusumandari”)
ABSTRACT
Research on erosion and sediment yield prediction by using AGNPS Model and
AWLR was conducted in Citanduy Hulu Subwatershed, West Java. Correlation
analysis was applied in the research method. T-test was used for further analysis.
The results of the research showed that the sediment yield output of AGNPS
Model and AWLR hade a high correlation coefficient i.e. 0.7458. The T-test showed
that these two results was significant. On the other hand if these two models were used
on predicting erosion rate, the results have a low correlation coefficient i.e. 0.1415,
PENGANTAR
Model Agricultural Non Point Source of Pollution (AGNPS) pernah di-
coba diterapkan di Sub DAS Citanduy Hulu. Sebagian besar data mentah
dalam tulisan ini mernpakan data hasil pengamatan penulis berserta tim
sewaktu penulis mengikuti Kursus Watershed Management IV di Bogor. Dari
data tersebui penulis mencoba untuk menganalisis lebih lanjut, yaitu dengan
menghitung besarnya erosi dan hasil sedimen per bulan selama 2 tahun.
Penerapan Model AGNPS di indonesia baru pertama kali ini dilakukan.
Sampai saat ini di negara kita Universal Soil Loss Equation (USLE) merupa-
kan model yang digunakan secara tuas untuk memperkirakan besarnya erosi
(Mannaerts, 1991). Model ini mampu memberikan hasil yang akurat, tetapi ter-
batas pada tanah yang bertekstur geluhan, panjang lereng kurang dari 150 me-
ter, kemiringan antara 3 — 8% dan pada wilayah dengan pertanaman dan
pengelolaan yang konsisten. Di samping itu Model USLE ierbatas untuk
“staf Pengajar Jurusan Konservasi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.47
mengukur erosi alur dan erosi lembar, tetapi tidak mampu memperhitungkan
besarnya hasil sedimen (Wischmeir dan Smith, 1978).
Metode terbaik untuk memperkirakan besarnya hasil sedimen adalah me-
lalui pengukuran langsung di lapangan kemudian dibuat kurva debit dan kurva
sedimennya. Kurva debit adalah kurva hubungan antara tinggi muka air dan
debit, sedangkan kurva sedimen adalah kurva hubungan antara debit dan
sedimen. Dengan mengukur tinggi muka air melalui Automatic Water. Level
Recorder (AWLR) dan menggunakan 2 kurya tersebut akan dapat diketahui
besarnya hasil sedimen. Namun demikian metode ini tergolong mahal.
Mengingat kondisi daerah aliran sungai (DAS) atau Sub DAS adalah
beraneka, baik kelerengannya maupun pertanaman dan pengelolaannya,
sementara USLE mempunyai keterbatasan-keterbatasan tersebut dan peng-
ukuran dengan AWLR membutuhkan biaya mahal, maka Model AGNPS di-
coba diterapkan pada Sub DAS Citanduy Hulu.
Penerapan Model AGNPS ini bertujuan untuk: (1) memperkirakan besar-
nya erosi dan hasil sedimen, (2) menghitung nilai Nisbah Hantar Sedimen (NHS),
dan (3) mengetahui niai korelasi erosi dan hasi! sedimen yang dihitung dengan
Model AGNPS dan melalui AWLR.
TINJAUAN PUSTAKA
Erosi merupakan masalah yang hampir terjadi di seluruh dunia. Proses
ini diawali dengan percikan dan pukulan oleh jatuhnya hujan yang mengaki-
batkan terkelupasnya tanah permukaan (top soil) yang mengandung hara bagi
tanaman kemudian diangkut oleh aliran permukaan dan gaya beratnya sendiri
(Loebis dan Sampudjo, 1983). Hal ini secara matematis dapat dirumuskan
bahwa: A = f (R, K), dengan A: jumiah tanah yang tererosi, R: erosivitas,
dan K: erodibilitas. “
Erosi tanah menimbulkan masajah pada ’’on site”’ yaitu menurunkan pro-
duksi pangan kemudian pada ’’off site’ berupa sedimentasi yang menyebabkan
pendangkalan pada waduk-waduk, mencemari air dan membawa polutan-
polutan kimia dari pertanian seperti pestisida dan pupuk. Menurut Foster (1988)
erosi ini secara fisik sulit diukur dan adanya keanekaragaman iklim maka
untuk memperolch hasil pengukuran erosi tahunan yang-akurat dibutubkan data
iklim paling sedikit 10 tahun. .
Kirkby dan Morgan (1989) menyebutkan bahwa hasil sedimen adalah
total sedimen yang mengalir keluar dari suatu DAS atau Sub DAS pada suatu
waktu tertentu. Hasil sedimen merupakan interaksi antara iklim, topografi dan
geologi (Walling, 1988). Tidak semua tanah yang hilang (tererosi) sampai ke
sungai karena sebagian ada yang mengendap di berbagai tempat pada wilayah
DAS atau Sub DAS misainya pada cekungan, dasar lereng, dan pada daerah
dataran banjir sehingga yang terbawa ke sungai ini kita kenal sebagai hasil |48
sedimen. Selanjutnya Foster (1988) menyebutkan bahwa hasil sedimen me-
rupakan sedimen yang dibawa oleh sungai dalam suatu DAS. Besarnya hasil
sedimen ini jauh lebih sedikit daripada sedimen yang dihasilkan oleh erosi
dalam suatu DAS.
Perhitungan hasil sedimen dapat diperoleh dari jumlah tanah yang ter-
erosi dikalikan dengan NHS. NHS adalah perbandingan antara sedimen yang
sampai ke ’’outlet”’ suatu DAS terhadap jumiah tanah yang tererosi dalam DAS
(Hadley dan Shown, Walling, 1988).
Kirkby dan Morgan (1989) mengatakan bahwa NHS tergantung pada luas
DAS dan karakteristik DAS seperti relief, panjang sungai. Penelitian Hadley
dan Shown cit. Walling (1988) menunjukkan bahwa 30% dari tanah yang
tererosi pada DAS kecil (05, — 5,2 km?) di Colorado mencapai outlet. The
USSCR. pada tahun 1971 telah mengembangkan hubungan NHS dengan
luas DAS sebagai berikut.
‘Luas DAS (am?) NHS
0,05 0,58
Ol 0,52
Os 0,39
i 035
5 0,25
10 0,22
50 0,553
100 0,127
500 . 0,079
1.000 0,059
Keterangan:
DAS: Daerah Aliran Sungai
NHS_: Nisbah Hantar Sedimen.
Nilai NHS dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi dan faktor lingkungan,
termasuk sumber sedimen, relief, slope, pola drainase, kondisi sungai, vege-
tasi, tata guna lahan, dan tekstur tanah (Walling, 1988). Nilai NHS yang lebih
tinggi harus digunakan bila tanah yang tererosi mempunyai kandungan debu
atau lempung yang lebih tinggi: sebaliknya NHS akan lebih rendah apabila
tanah yang tererosi bertekstur lebih kasar (Kirkby dan Morgan, 1989).
Selanjutnya disebutkan bahwa ada 3 metode untuk memperkirakan
besarnya hasil sedimen, yaitu: (1) menggunakan persamaan perkiraan (Predictive
Equation), (2) perhitungan erosi dan NHS, dan (3) pengukuran sedimen yang
terbawa sungai. Metode terbaik untuk memperkirakan hasil sedimen adalah
melalui pengukuran secara langsung dari sedimen tersuspensi (suspended load)
_dan material dasar (bed Joad) dari suatu DAS, tetapi cara ini tergolong mahal.