You are on page 1of 4

Minggu, 07 Agustus 2016

Konflik Sosial di Indonesia 2016


Akhir-akhir ini terjadi beberapa konflik sosial yang cukup meretakkan persatuan dan
kesatuan bangsa. Banyak timbul karena masih kurangnya rasa saling menghargai dan
toleransi antarsesama. Apalagi yang menyangkut SARA (Suku Agama Ras Antargolongan).
Tapi tidak ada gunanya untuk menyesali kejadian yang terlanjur terjadi. Malah sepatutnya
kita harus belajar dari kejadian yang telah lalu itu. Mari mengambil pelajaran berharga dari
konflik yang terjadi, agar dapat meminimalisir potensi terjadinya lagi konflik serupa. Berikut
beberapa konflik sosial yang baru-baru terjadi beserta pesan yang moga-moga berguna. No
Konflik!

Konflik SARA di Tanjungbalai Pecah


Karena Suara Azan, 2016

Gambar di atas adalah hasil dari konflik anarkis yang terjadi di Tanjungbalai, Asahan,
Sumatera Utara. Konflik bernuansa SARA ini bermula dari seorang wantita keturunan Tionghoa
M (41) yang mengajukan protes pada takmir masjid untuk mengecilkan volume suara azan di
masjid Al-Makhsum, karena merasa terganggu. Teguran tersebut katanya telah dilayangkan
beberapa kali.
Beberapa waktu kemudian datang takmir masjid bersama jamaah mendatangi M di
rumahnya, Jalan Karya, Tanjungbalai, pada Jum’at 29 Juli 2016. Namun, aksi tersebut berhasil
dicegah, dan kumpulan massa berangsur pulang.
Namun, karena terprovokasi postingan media sosial, massa tersebut kembali datang ke
rumah M untuk menghancurkan dan membakar rumah tersebut. Beruntung, aksi itu gagal karena
dicegah warga komplek setempat. Tak puas, ratusan warga kemudian mendatangi Vihara dan
Klenteng lalu melampiaskan kemarahan mereka dengan membakar tempat ibadah tersebut.
Konflik berunjung pada terbakarnya 2 Vihara dan 5 Klenteng.
PESAN:
Kita sebagai rakyat Indonesia yang kaya dengan segala perbedaan, hendaknya saling menghargai
satu sama lain. Jangan malah membuat provokasi yang dapat menimbulkan perpecahan
antarumat beragama. Kita juga harus mengambil sikap yang tidak mudah terprovokasi atas
sesuatu yang tidak jelas.

Konflik Karo, 2016

Gambar di atas adalah refleksi dari konflik di Karo. Kerusuhan terjadi karena rencana
pembangunan tempat relokasi mandiri untuk 1.683 kepala keluarga korban erupsi Gunung
Sinabung di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat, Karo, Sumatera Utara, mendapat
penolakan masyarakat setempat. Konflik terjadi pada Jum’at 29 Juli 2016.
Pihak pengembang mengatakan telah beberapa kali mengadakan pendekatan, namun
upaya itu gagal. Penolakan pun berakhir pada konflik yang menewaskan satu orang dan satu
orang luka parah.

PESAN:
Konflik di atas menunjukkan kurangnya keharmonisan dan toleransi antarmakhluk sosial.
Sebagai manusia dengan perbedaan yang beragam, sangat diperlukan sifat tolenrasi yang tinggi.
Jika memang terjadi pertentangan, harusnya diselesaikan dengan musyawarah. Bukan malah
mengokohkan arumentasi masing-masing lantas menyerang jika argumen ditolak.

Konflik di Mimika, 2016

Gambar di atas merupakan sebagian kecil dari peristiwa konflik di Mimika. Sebenarnya
konflik di Mimika sudah dimulai sejak 24 Mei 2016. Bentrok antar warga tersebut pecah di Jalan
Budi Utomo, Kota Timika. Kejadian tersebut diduga karena buntut dari kasus pemukulan yang
terjadi pada dua anak laki-laki asal Toraja beberapa hari sebelumnya di Jalan Busiri Ujung.
Dalam bentrok tersebut, dua unit rumah warga dibakar ditambah satu unit sepeda motor,
bahkan dua orang warga dikabarkan mengalami luka. Massa dari salah satu kelompok pemuda
lebih dulu merengsek ke Jalan Budi Utomo dan berkumpul di depan Bank BRI. Massa sempat
terlibat adu mulut dengan petugas kepolisian yang sedang berjaga di situ. Aksi ini sempat
membuat lalulintas macet total.
Dan akhir-akhir ini, 25 Juli 2016, konflik ini kembali menyala. Dan lebih parah lagi,
kerusuhan ini menghasilkan korban yang lebih banyak. Dari hasil pengecekan sementara, tercatat
17 rumah terbakar, 13 orang luka-luka dan 2 orang tewas.

PESAN:
Daerah Mimika memang rawan dengan konflik. Tapi hal itu tidak menjadi alasan satu-satunya
konflik terjadi di Mimika. Perlu adanya komunikasi, interaksi, dan keharmonisan yang baik di
Mimika, toleransinya juga harus ditingkatkan. Maka hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintahan Mimika untuk membangun sifat-sifat anti konflik tersebut.

Demikian tadi beberapa contoh konflik sosial di Indonesia pada tahun 2016. Harapannya,
postingan ini dapat lebih membuat kita peduli dengan sesama sehingga secara tidak langsung
kita berpartisipasi menanggulangi konflik sosial.

You might also like