Professional Documents
Culture Documents
DOKTER INTERNSHIP
Dokter Pendamping :
Pada hari ini tanggal 26 Juli 20di Wahana RSU Lasinrang dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Rezki Hidayat
Kasus : Emfisema Subkutis
Topik : Ilmu Penyakit Dalam
Nama Pendamping : dr.
Nama Wahana : RSU Lasinrang
No Nama Peserta Tanda tangan
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping
3. Assessment
Definisi
A. Definisi Emfisiema Subkutis
Emfisiema diartikan sebagai terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ.
Subkutis merupakan suatu lapisan kulit setelah dermis, sehingga definisi emfisiema subkutis
adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan,
biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai dengan
pneumothoraks dan pneumomediastinum, disebut juga pneumoderma. Emfisiema subkutis
merupakan suatu kondisi yang tidak membahayakan, namun menimbulkan masalah
kecantikan pada pasien dan keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena terdapatnya
sekumpulan udara di dalam rongga subkutan pada dinding dada yang menjalar ke jaringan
lunak di wajah, leher, dada atas, dan bahu. Terkumpulnya udara di wajah menimbulkan
pembengkakan pada kelopak mata yang menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata,
selain itu juga disertai terjadinya perubahan suara yang menjadi lebih tinggi akibat dari
pengumpulan udara di dalam laring. Udara pada jaringan subkutan yang terkumpul dapat
menyebar secara langsung ke daerah sekitar, sehingga bagian tubuh atas lebih sering terkena
daripada bagian tubuh bawah. Keadaan yang tampak pada emfisiema subkutis adalah
pembengkakan pada kulit yang jika dipalpasi teraba seperti renyah (crunchy). Pada gambaran
radiologi akan tampak pengumpulan udara pada permukaan kulit yang biasanya meliputi
sebagian besar dari tubuh.
B. Anatomi dan Histologi Kulit
Kulit adalah pembungkus tubuh yang berkontak langsung dengan lingkungan luar, akibatnya
kulit melakukan banyak fungsi penting. Beberapa fungsi kulit ini adalah sebagai perlindung
(proteksi), regulator suhu, persepsi sensorik, organ ekskretoris, dan pembentuk vitamin D.
Kulit atau integumen tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu epidermis atau kutikel, dermis,
dan subkutis atau hipodermis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan lapisan dermis dan
lapisan subkutis. Epidermis adalah lapisan superfisial nonvaskular, yang terdiri atas stratum
korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum, stratum granulosum (lapisan keratohialin),
stratum spinosum (stratum Malphigi), dan stratum basale. Menurut ilmu histologi, terdapat
empat jenis sel berbeda pada epidermis kulit, yaitu:
1. Keratosit, merupakan sel epitel terbanyak pada epidermis, membelah, bertumbuh, bergerak
ke atas, mengalami keratinisasi, dan membentuk lapisan pelindung tubuh yang disebut
sebagai stratum korneum.
2. Melanosit terletak pada bagian basal epidermis, membentuk pigmen melanin yang
kemudian bergabung ke dalam keratinosit. Sel ini banyak terdapat di stratum basale.
3. Sel Langerhans adalah sel epidermal yang berperan dalam respon imun tubuh. Sel ini
berperan dalam pengenalan antigen asing dan mungkin menjadi sel penyaji antigen.
4. Sel Merkel merupakan sel yang berhubungan erat dengan akson tanpa mielin dan diduga
berfungsi sebagai mekanoreseptor.
Demis terletak tepat di bawah epidermis. Lapisan kulit ini lebih dalam, lebih tebal, dan
vaskular. Lapisan superfisial dermis berlekuk-lekuk masuk ke epidermis yang disebut papila
dermis (stratum papilare dermis), terdiri dari jaringan ikat longgar yang tidak teratur. Lapisan
dermis yang lebih dalam dengan jaringan ikat padat adalah stratum retikulare.8,9 Subkutis
adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.
Lapisan sel-sel lemak ini disebut panikulus adiposa. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokalisasinya.
C. Penyebab Emfisiema Subkutis
Emfisiema subkutis dapat disebabkan oleh trauma pada sistem respirasi ataupun sistem
gastrointestinal. Umumnya trauma yang terjadi pada dada dan leher, dimana udara dapat
terperangkap sebagai hasil dari trauma tajam seperti luka tembak atau luka tikam, maupun
luka tumpul. Emfisiema subkutis juga dapat disebabkan oleh prosedur dan tindakan medis,
yang menyebabkan tekanan pada alveoli, sehingga alveoli menjadi ruptur. Hal ini biasanya
disebabkan oleh pneumothoraks dan kateterisasi paru (chest tube). Keadaan ini disebut
sebagai surgical emphysema. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya emfisiema
subkutis dijelaskan pada bagian dibawah ini:
1. Trauma Trauma tumpul maupun trauma penetrasi merupakan kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis. Trauma pada bagian dada merupakan penyebab
umum terjadinya emfisiema subkutis, dimana udara yang berasal dari dada dan paru dapat
masuk ke kulit dinding dada. Sebagai contoh adalah terjadinya luka tusuk atau luka tembak
pada dada yang menyebabkan robeknya pleura, sehingga udara yang berasal dari paru
menyebar ke otot-otot dan lapisan subkutan. Emfisiema subkutis juga dapat terjadi pada
pasien dengan patah tulang iga, dimana iga melukai parenkim paru yang menyebabkan
rupturnya alveolus.
2. Tindakan medis Emfisiema subkutis merupakan suatu komplikasi yang umum disebabkan
pada berbagai tindakan operasi, seperti operasi dada, operasi daerah sekitar esofagus, operasi
gigi dengan menggunakan teknik berkecepatan tinggi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy,
dan sebagainya.
3. Infeksi Udara dapat terperangkap di bawah kulit yang mengalami infeksi nekrosis seperti
pada gangren. Gejala emfisiema subkutis dapat dihasilkan ketika organisme infeksius
memproduksi gas sebagai hasil dari fermentasi. Kemudian gas ini menyebar ke sekitar lokasi
awal pembentukan infeksi, maka terbentuklah emfisiema subkutis.
D. Patogenesis
Emfisiema Subkutis Emfisiema subkutis merupakan hasil dari peningkatan tekanan di dalam
paru dikarenakan rupturnya alveoli. Udara dapat masuk ke jaringan lunak pada leher dari
mediastinum dan retroperitoneum. Pada emfisiema subkutis, udara menyebar dari alveoli
yang ruptur masuk ke interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru, masuk ke
mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala.Emfisiema pada daerah
subkutan, servikofasial, mediastinum terjadi karena udara yang masuk ke jaringan fasial
kepala dan daerah leher. Daerah ini mempunyai suatu rongga yang memungkinkan untuk
terisi dengan udara. Daerah ini dibatasi oleh fasia otot, organ, dan struktur lainnya. Udara
yang masuk ke daerah leher dapat masuk ke retrofaringeal yang terletak antara dinding
posterior dan kolumna vertebra, dari sini akan dapat terus ke posterior fasial kemudian ke
Grodinsky and Holyoke’s yang disebut sebagai daerah yang berbahaya karena berhubungan
langsung ke posterior mediastinum. Jika udara mengalir pada daerah ini akan menekan vena
trunks yang bisa menyebabkan gagal jantung atau asfiksia karena adanya tekanan di trachea.
E. Gambaran Klinis
Tanda dan gejala dari emfisiema subkutis bervariasi tergantung pada penyebab dan lokasi
terjadinya, tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher dan nyeri dada, dan
terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan kesulitan
bernafas. Pada hasil inspeksi tampak jaringan di sekitar emfisiema subkutis biasanya
membengkak. Jika kebocoran udara sangat banyak, wajah dapat menjadi bengkak sehingga
kelopak mata tidak dapat dibuka. Gejala Klinis Emfisiema Subkutis Kasus emfisiema
subkutis yang terjadi di sekitar leher, terkadang menimbulkan perubahan suara pasien
menjadi lebih tinggi, hal ini dikarenakan pengumpulan udara pada mukosa faring. Kasus
emfisiema subkutis mudah dideteksi dengan melakukan palpasi pada permukaan kulit. Hasil
palpasi akan teraba seperti kertas atau krispies. Jika disentuh maka teraba seperti balon yang
berpindah dan kadang-kadang timbul bunyi retakan “crack”. Gejala klinis emfisiema subkutis
Tahap Dini Tahap Lanjut Pembengkakan lokal Krepitus Ketidaknyamanan lokal (pegal)
Ditemukan kelainan pada radiografi Pembengkakan difus Eritema lokal Nyeri Pyrexia
F. Gambaran Radiologi
Pencitraan diperlukan untuk mendiagnosa emfisiema subkutis atau untuk mengkonfirmasi
diagnosa berdasarkan temuan klinis. Pada radiologi dada, emfisiema subkutis mungkin
terlihat sebagai gambaran radiolusen pada otot pektoralis mayor. Emfisiema subkutis lebih
baik dikonfirmasikan dengan pemeriksaan CT-scan, dimana tampak kantung udara yang
berwarna hitam pada daerah subkutan.
G. Tatalaksana
Emfisiema subkutis biasanya bersifat jinak, sehingga tidak membutuhkan penanganan karena
dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara
menyeluruh karena udara diserap secara spontan dan terjadi penyembuhan. Pada kasus
emfisiema subkutis yang berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk
mengeluarkan udara. Irisan kecil atau lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk
mengeluarkan udara. Penanganan emfisiema subkutis tidak hanya dengan istirahat total,
tetapi juga dengan penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri, serta pemberian sejumlah
oksigen. Dengan pemberian sejumlah oksigen dapat membantu tubuh untuk mempercepat
penyerapan udara di lapisan subkutan. Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal
penting dalam tatalaksana emfisiema subkutis.
H. Prognosis
Udara di jaringan subkutan biasanya tidak menimbulkan kematian, sejumlah kecil udara
dapat di reabsorbsi oleh tubuh. Terkadang pneumothoraks atau pneumomediastinum yang
menyebabkan emfisiema subkutis, dengan atau tanpa tindakan medis emfisiema subkutis ini
biasanya akan hilang sendiri. Meskipun jarang, emfisiema subkutis dapat menjadi suatu
kondisi yang bersifat emergensi, seperti terjadinya gagal nafas dan henti jantung, sehingga
diperlukan tindakan medis.