Professional Documents
Culture Documents
Anti Difteri Serum (ADS) atau antitoksin difteri dihasilkan dari serum kuda, yang
bekerja dengan menetralisir eksotoksin bebas sebelum memasuki sel. ADS
sebaiknya diberikan sesegera mungkin setelah melakukan tes hipersensitivitas
terhadap ADS. Pemberian antitoksin secara dini sangat penting dalam menentukan
kesembuhan.
Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit terlebih dahulu untuk menilai
sensitivitas pasien terhadap ADS. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml
ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan. Hasil positif bila
dalam 20 menit terjadi indurasi >10 mm.
Bila uji kulit positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi. Bila uji kulit
negatif, ADS diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan secara
empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada berat
badan penderita. Dosisnya berkisar antara 20.000-100.000 unit.
Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml dekstrosa
5% dalam 1-2 jam. Lakukan pengamatan terhadap efek samping obat dilakukan
selama pemberian antitoksin dan selama dua jam berikutnya. Selain itu, perlu juga
dilakukan pengawasan terhadap terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat (serum
sickness).
Kemungkinan terjadi reaksi anafilaksis sekitar 0,6% yang terjadi beberapa menit
setelah pemberian ADS. Untuk itu, pemantauan ketat dan injeksi epinefrin harus
selalu tersedia pada pasien yang baru mendapatkan ADS.
Pemberian antibiotika
Tata laksana dengan antibiotik paling efektif pada tahap awal penyakit serta
mampu menurunkan angka penularan dan meningkatkan kesembuhan dari difteri.
Antibiotik yang diberikan adalah golongan makrolid sebagai lini pertama dan
golongan penisilin.
Golongan makrolid:
Eritromisin: 40-50 mg/kg/hari dalam dosis per oral terbagi interval 6 jam atau
intravena dengan dosis maksimal 2 g/hari selama 14 hari.
Azitromisin:
Kortikosteroid
Pada fase konvalesens diberikan vaksin diteri toksoid disesuaikan status imunisasi
penderita. Jika terdapat tanda-tanda syok, lakukan resusitasi dengan hati-hati
karena syok pada difteri dapat terjadi akibat sepsis atau gagal jantung. Jika tidak
terdapat tanda-tanda gagal jantung dan/atau kelebihan cairan, berikan terapi cairan
dengan hati-hati. Jika syok dicurigai akibat gagal jantung, gunakan obat-obatan
inotropik dan jangan berikan cairan. Jika terdapat demam atau nyeri,
berikan paracetamol.[1,2,14]
Penanganan Kontak Erat
Siapapun yang kontak erat dengan kasus dalam 7 hari terakhir dianggap berisiko
tertular. Kontak erat penderita dan karier meliputi:
Kontak cium/seksual
Semua kontak erat harus diperiksa adanya gejala difteri serta diawasi setiap hari
selama 7 hari dari tanggal terakhir kontak dengan kasus. Status imunisasi kontak
harus ditanyakan dan dicatat. Kontak erat harus mendapat profilaksis dengan
antibiotik eritromisin dengan dosis 50 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 4 kali
pemberian selama 7 hari dengan pengawasan dari pengawas minum obat (PMO).
Selain itu perlu diberikan vaksin difteri sesuai strategi WHO dengan
memprioritsakan vaksinasi pada anak-anak. Vaksinasi yang diberikan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Pentavalen untuk usia 6 minggu -6 tahun atau Td untuk usia >7 tahun
Cukup satu dosis jika tercatat sudah menyelesaikan imunisasi dasar dengan
lengkap
Jika belum menyelesaikan imunisasi dasar dengan lengkap atau tidak ada bukti
lengkapnya imunisasi dasar, diberikan 3 dosis dengan jarak minimal 4 minggu
antar setiap dosis. [2,16]
Prosedur/Tindakan bedah
Jika terdapat tanda ancaman obstruksi komplit pada jalan napas (stridor inspirasi,
peningkatan laju napas, retraksi dinding dada, dan penggunaan otot bantu napas),
segera amankan jalan napas. Pengamanan jalan napas dilakukan dengan
pendekatan bertingkat. Metode pertama yang dapat dilakukan adalah intubasi
orotrakeal. Namun jika setelah terpasang intubasi, jalan napas belum aman, dapat
dilakukan trakeostomi atau needle cricoidthyroidotomy. Jika penderita sudah
mengalami obstruksi komplit pada jalan napas (sianosis, SpO2 90-94%, letargi),
lakukan trakeostomi emergensi jika ada ahli bedah berpengalaman atau
lakukan needle crichoidthyroidotomy sebagai prosedur emergensi sementara. Pada
kondisi ini, intubasi orotrakeal mungkin tidak dapat dilakukan dan dapat membuat
membrane terlepas sehingga obstruksi tidak teratasi. [2]
Bronkoskopi juga dapat dilakukan untuk membantu mengangkat pseudomembran
yang ada.[1,2,16]
Pada saat memeriksa tenggorok, gunakan masker bedah, pelindung mata, dan topi
Apabila kontak langsung dengan penderita (jarak <1 meter), gunakan masker
bedah, sarung tangan, gaun, dan pelindung mata
Saat mengambil spesimen, gunakan masker bedah, pelindung mata, topi, baju
pelindung, dan sarung tangan