You are on page 1of 23

BAB I

LAPORAN KASUS

Status Pasien
I. Identitas
Nama : Tn. M K
Usia : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Mrapen RT I No.10 Sumber Kejayan Mayang, Jember
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Guru Ngaji (Ustad)
Suku : Madura
Agama : Islam
Tanggal MRS : 28 Desember 2013
Tanggal Pemeriksaan : 28 Desember 2013
Tanggal KRS : 2 Januari 2014

II. Anamnesis
Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada tanggal 31 Desember 2013 di
ruang rawat inap Anturium RSD. dr. Soebandi Jember pukul 10.00 WIB.

a. Keluhan Utama
Sesak nafas dan luka pada kaki

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sesak nafas berat tanggal 25 Desember 2013 malam dini
hari (24.00 WIB). Saat itu juga pasien langsung dibawa ke salah satu rumah sakit
di sekitar rumah nya dan sempat dirawat selama ± 3 hari. Namun, karena belum
membaik pasien dirujuk ke RSUD dr.Soebandi Jember tanggal 28 Desember 2014
pukul 15.45 WIB. Sesak yang dirasakan datangnya tiba-tiba terlebih saat tidur di
malam hari hingga pasien tidak bisa tidur karena merasa tidak bisa bernafas.
Sebenarnya pasien mengalami sesak nafas dimulai ± 2 bulan yang lalu. Sesak
dirasakan hanya saat malam hari, namun sesak tidak separah sekarang. Sesak
dirasakan mulai memberat ± 1 mingguan. Pasien juga merasakan badannya agak
lemah.
Sudah ± 2 bulan pasien merasakan nyeri pada pinggangnya, terutama
pinggang sebelah kiri. Pinggang terasa seperti ditusuk-tusuk dan terkadang kaku.
Untuk Buang Air Kecil (BAK) pasien mengaku lancar, namun malam pertama
saat MRS BAK pasien mulai tidak lancar (sedikit-sedikit tapi tidak nyeri). Semasa
muda, pasien sering mengkonsumsi minuman-minuman berenergi (seperti extra
joss) dan konsumsi jamu-jamu tradisional sudah ± 20 tahunan. Pasien
mengeluhkan tekanan darahnya yang selalu tinggi ± 2 tahun (sampai pernah 200
mmHg) dan pundak terasa kaku. Semenjak tau memiliki hiprtensi, pasien rutin
mengkonsumsi obat-obatan untuk hipertensi.
Pada kaki kanan pasien terdapat luka ± 1 minggu yang masih terasa nyeri,
bengkak, agak kaku dan sedikit mati rasa. Sebelum MRS di RSUD dr.Soebandi
Jember, pasien sering dirawat di salah satu rumah sakit sekitar rumahnya karena
diabetes yang di deritanya. Pasien memang memiliki diabetes mellitus ± sudah 3
tahunan dan sudah sering konsumsi obat-obatan diabetes secara oral. Kaki kiri
pasien pernah di operasi akibat luka yang disebabkan oleh diabetes nya yang
parah, namun tidak sampai di amputasi. Pasien mengaku kedua kaki nya sering
bengkak. Menurut keluarganya, pasien sering kejang dan tidak sadarkan diri.
c. Anamnesis Saat Pemeriksaan
Pasien mengaku sesak sudah mulai berkurang dan sudah bisa tidur
nyenyak di malam hari. Pinggang masih terasa kaku namun sudah tidak nyeri lagi
dan BAK mulai lancar. Luka pada kaki sudah mengering, tidak nyeri dan sudah
tidak bengkak namun masih terasa agak kaku.

d. Riwayat Pemakaian Obat


Obat Diabetes Oral (OAD), obat Hipertensi.

e. Riwayat Penyakit Dahulu


Diabetes mellitus dan hipertensi.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal.

g. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien adalah seorang kepala keluarga dengan 1 orang istri dan 3 orang
anak. Pasien merupakan guru ngaji di musholla dekat rumahnya, sedangkan
istrinya seorang ibu rumah tangga namun memiliki usaha toko kecil-kecilan
dirumahnya. Penghasilan pasien dari guru ngaji dan usaha tokonya perbulan
cukup untuk membiayai sekolah anak-anaknya dan biaya hidup. Anak pertama
usia 25 tahun dan sudah bekerja, anak kedua berusia 15 tahun dan anak ketiga
berusia 3 tahun. Keduanya masih bersekolah. Pasien tinggal dalam rumah dengan
kondisi ruangan dan fasilitas menurut pasien sudah cukup baik. 1 rumah dihuni 5
orang. Hubungan pasien dengan tetangga sangat baik.
Kesan : Riwayat sosial lingkungan dan ekonomi cukup.

h. Anamnesis Sistem
1. Kepala : pusing (+), demam (-), luka (-), benjolan (-), odem
wajah (-), pucat (+).
2. Leher : nyeri telan (-), benjolan (-)
3. Sistem kardiovaskular : palpitasi (-), nyeri dada (-)
4. Sistem pernapasan : sesak (+), batuk (-), pilek (-)
5. Sistem gastrointestinal : nafsu makan turun (+), mual (-), muntah (-), nyeri
perut (-), BAB (+) normal.
6. Sistem urogenital : BAK tidak lancar berwarna kuning, nyeri (-).
7. Sistem integumentum : pitting oedem (+), luka pada kaki kanan.
8. Sistem muskuloskeletal : oedema kaki (+), atrofi(-), akral hangat(+), nyeri
pinggang (+).
Kesan : pusing, nafsu makan menurun, sesak, BAK tidak lancar, pitting oedem
(+), luka pada kaki kanan, oedem kaki kanan (+), nyeri pinggang (+).

III. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran
- Kualitatif : Komposmentis
- Kuantitatif : GCS 4-5-6
3. Tanda vital
- Tekanan Darah: 170/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 92 kali/menit
- Frekuensi nafas: 24 kali/menit
- Suhu axilla : 36,2 O C
4. Kulit : anemis, pitting oedem dan luka kaki kanan (+).
5. Kelenjar Limfe : Limfonodi leher, aksila, dan inguinal tidak membesar
6. Otot : Dalam batas normal.
7. Tulang :Tidak ada deformitas, krepitasi dan false movement pada
tulang tubuh.
Kesimpulan: keadaan umum lemah, tekanan darah tinggi, sesak nafas, kulit dan
mukosa anemis, oedem dan luka pada kaki kanan.

Pemeriksaan Khusus

2. Kepala
Bentuk : bulat, simetris, normocephal.
Rambut : pendek, warna hitam bercampur putih, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-,
mata cowong -/-, hematom peripalpebra -/-, reflek cahaya +/+.
Hidung : tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, nafas tidak
cuping hidung.
Telinga : tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.
Mulut/bibir : tidak sianosis, tidak ada sariawan.
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi
Tenggorok : Faring dbn, tidak terjadi pembesaran tonsil, tidak ditemukan
ulkus.
Kesan : pasien anemis.
3. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : tidak tampak pembesaran KGB leher serta tidak terjadi
pembesaran kelenjar tiroid.
Kaku kuduk : tidak ada
JVP : tidak meningkat
Kesan : pada pemeriksaan leher tidak didapatkan perbesaran kelenjar
getah bening.
Dada
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS V PSL dextra
Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal
Kesan : terdapat pelebaran batas jantung
Paru:
Anterior Posterior

I Simetris, retraksi +/+, Simetris, retraksi -/-


ketinggalan gerak -/- Ketinggalan gerak -/-

P Fremitus raba +/+ normal Fremitus raba +/+ normal


P Sonor +/+ Sonor +/+
A Vesikuler, Rh-/-, Wh -/- Vesikuler, Rh-/-,Wh -/-
Kesan : ditemukan retraksi pada pemeriksaan paru
Perut
Inspeksi : cembung, tidak terlihat massa.
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), soepel, turgor kulit
normal, undulasi (-).
Perkusi : timpani, pekak beralih (-), nyeri ketok pinggang (+)
Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit
Kesan : pada pemeriksaan perut didapatkan nyeri ketok pinggang. Tidak
ditemukan tanda-tanda ascites.

4. Anogenital
Dalam batas normal

5. Anggota Gerak
Superior : akral hangat +/+, oedem -/-
Inferior : akral hangat +/+, oedem +/-, luka +/-
Kesan : ditemukan oedem dan luka kaki kanan

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium (28 Desember 2013)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi
Hemoglobin 9,7 13,4 – 17,7 gr/dl

Lekosit 26,0 4,3 – 10,3 x 10/L

Hematokrit 28,6 38 – 42 %

Trombosit 554 150000 – 450000


Faal hati

SGOT 18 10 – 35 U/L

SGPT 10 9 – 43 U/L

Elektrolit

Natrium 137,7 135-155 mmol/L

Kalium 4,52 3,5-5,0 mmol/L

Clorida 105,8 90-110 mmol/L


Calsium 2,23 2,15-2,57 mmol/L

Magnesium 1,08 0,73-1,06 mmol/L

Phosfor 2,57 0,85-1,60 mmol/L

Faal Ginjal

Kreatinin serum 8,8 0,6-1,3 mg/dL

BUN 67 6-20 mg/dL

Urea 143 10-50 mg/dL

Asam Urat 9,3 3,4-7 mg/dL

Pemeriksaan laboratorium (31 Desember 2013)


Jenis pemeriksaan Hasil Normal

Urine Lengkap

Warna Kuning agak keruh

pH 6,5 4,8-7,5

Berat jenis 1,020 1,015 – 1,025

Protein Positip 3 ~ 150 mg/dl negatip

Reduksi Normal Normal

Urobilin Normal Normal

Bilirubin Negatip Negatip

Eritrosit Negatip 0-1 sel/Lpb

Leukosit 2-5 1-4 sel/Lpb

Epitel 0-2 5-15 sel/Lpb

Kristal Negatip Negatip

Silinder Granulla 0-2 Negatip

Bakteri Negatip Negatip

Yeast Positip
Keton Negatip

Pemeriksaan Laboratorium GDA


Tanggal Hasil Pemriksaan Normal
28 Desember 2013
19.00 36 < 200 mg/dL
21.00 56 < 200 mg/dL
24.00 70 < 200 mg/dL
29 Desember 2013
10.00 40 < 200 mg/dL
16.00 49 < 200 mg/dL
19.00 65 < 200 mg/dL
21.00 67 < 200 mg/dL
30 Desember 2014
05.10 33 < 200 mg/dL
11.00 66 < 200 mg/dL
16.30 98 < 200 mg/dL
23.00 230 < 200 mg/dL
31 Desember 2014
06.00 150 < 200 mg/dL
18.00 145 < 200 mg/dL
01 Januari 2014
06.00 103 < 200 mg/dL
08.00 101 < 200 mg/dL
09.45 128 < 200 mg/dL
16.00 136 < 200 mg/dL
V. Resume
Pasien mengeluh sesak nafas berat tanggal 25 Desember 2013 malam dini
hari (24.00 WIB). Saat itu juga pasien langsung dibawa ke salah satu rumah sakit
di sekitar rumah nya dan sempat dirawat selama ± 3 hari. Namun, karena belum
membaik pasien dirujuk ke RSUD dr.Soebandi Jember tanggal 28 Desember 2014
pukul 15.45 WIB. Sesak yang dirasakan datangnya tiba-tiba terlebih saat tidur di
malam hari hingga pasien tidak bisa tidur karena merasa tidak bisa bernafas.
Pasien juga merasakan badannya agak lemah. Sudah ± 2 bulan pasien merasakan
nyeri pada pinggangnya, terutama pinggang sebelah kiri. Untuk Buang Air Kecil
(BAK) pasien mengaku lancar, namun malam pertama saat MRS BAK pasien
mulai tidak lancar (sedikit-sedikit tapi tidak nyeri). Pada kaki kanan pasien
terdapat luka ± 1 minggu yang masih terasa nyeri, bengkak, agak kaku dan sedikit
mati rasa. Pasien mengaku kedua kaki nya sering bengkak. Menurut keluarganya,
pasien sering kejang dan tidak sadarkan diri.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 170/80 mmHg, frekuensi nadi 92 kali/menit,
frekuensi nafas 24 kali/menit, dan suhu axilla 36,2 oC, kulit dan mukosa anemis.
Pemeriksaan thorax cor melebar dan pulmo dalam batas normal. Pemeriksaan
abdomen, anogenital dalam batas normal, nyeri ketok pinggang (+) dan
ekstrimitas bawah kanan didapatkan oedema dan luka.
Hasil lab menunjukkan kesan anemia, leukositosis, trombositosis,
peningkatan kreatinin serum, BUN, urea dan asam urat, peningkatan magnesium
dan phosfor, protein urine positip 3 dan hipoglikemia. Foto thorax: kardiomegali,
EKG dalam batas normal.
GFR= (140- 54) x 70: (72 x 8,8) = 9,5 mL / menit
GFR < 15 , artinya pasien terkena gagal ginjal stadium V.
VI.
Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja

Diagnosis Banding : Nefropati diabetik

Diagnosis : CKD grade V + DM hipoglikemia + Hipertensi
grade II + Decomp cordis grade II.
VII. Penatalaksanaan
i. Planning Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium: hematologi, faal hati, elektrolit, faal ginjal,
urine lengkap, dan GDA rutin.

ii. Planning Terapi


a. Infus D10 14 tetes per menit
b. Injeksi Cefotaxim 3x1gr
c. Injeksi Norages 3x1ampul
d. Injeksi Radin 3x1ampul
e. Injeksi Lasix 3x1 ampul
f. ISDN 3x5 mg
g. Valsartan 3x80 mg
h. Amlodipin 1x 5 mg

iii. Planning Monitoring


a. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
nafas, dan suhu axilla.
b. Pemeriksaan hematologi dan GDA rutin.
iv. Planning Edukasi
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita penderita mulai dari penyebab,
perjalanan penyakit, perawatan, dan prognonis, komplikasi, serta pencegahan
komplikasi.

VIII. Prognosis
Dubia ad bonam

IX. Follow up
Kondisi Pasien 28 Desember 2013 29 Desember 2013
Keluhan Sesak nafas hingga susah Sesak nafas terlebih saat
tidur, mudah lelah, berbaring, kaki masih
pusing, luka di kaki sakit, perut kembung, dan
kanan terasa sakit, tadi sudah bisa BAK
malam tidak bisa kencing
Tekanan Darah 170/90 mmHg 140/90 mmHg
Nadi 108 x/ menit 88 x/ menit
Respiratory Rate 39 x/menit 26 x/menit
Suhu Tubuh 36,3°C 36,5°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/+ a/i/c/d : +/-/-/+
Cor I Ictus cordis tidak tampak Ictus cordis tidak tampak
P Ictus cordis tidak teraba Ictus cordis tidak teraba
P Redup melebar Redup melebar
A S1 S2 tunggal S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi +/+ Simetris, retraksi -/-
P Fremitus raba +/+ Fremitus raba +/+
P Sonor +/+, Redup -/+ Sonor +/+, Redup -/+
A Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
Rhonki -/- Rhonki -/-
Whezing -/- Whezing -/-
Abdomen I Cembung Cembung
A Bising usus normal Bising usus normal
P tymphani tymphani
P Soepel, Nyeri ketok Soepel, Nyeri ketok
ginjal +/+ ginjal +/+
Ekstermitas Akral Hangat Akral Hangat
 Superior +/+  Superior +/+
 Inferior +/+  Inferior +/+
Oedem Oedem
 Superior -/-  Superior -/-
 Inferior +/-  Inferior +/-
Gangren Gangren
 Superior -/- • Superior -/-
 Inferior +/- • Inferior +/-
Diagnosis CKD grade V, DM CKD grade V, DM
Hipoglikemia, HT grade Hipoglikemia, HT grade
II, DC II, DC
Terapi Infus PZ:D5 14 tpm Infus PZ:D5 14 tpm
Inj.Cefotaxim 3x1 gram Inj.Cefotaxim 3x1 gram
Inj. Ranitidin 3x1 ampul Inj. Ranitidin 3x1 ampul
Inj.Norages 3x1 ampul Inj.Norages 3x1 ampul
Inj. Furosemid 1x1 ampul Inj. Furosemid 1x1 ampul
Keterangan 19.00 GDA=36 mg/dL
Lapor dr.IGD karena
pasien mengalami
penurunan kesadaran
a/p infus D10% dan inj.
Intravena D40% bolus 2
flakon. Cek GDA.

Kondisi Pasien 30 Desember 2013 31 Desember 2013


Keluhan Sesak mulai berkurang, Sesak berkurang,
sulit makan dan minum terkadang masih terasa
pasca kejang dan gemetar
mengalami penurunan
kesadaran pukul 05.10
WIB, kaki masih terasa
sakit.
Tekanan Darah 170/80 mmHg 130/90 mmHg
Nadi 92 x/ menit 92 x/ menit
Respiratory Rate 24 x/menit 24 x/menit
Suhu Tubuh 36,6°C 36,2°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/+ a/i/c/d : +/-/-/+
Cor I Ictus cordis tidak tampak Ictus cordis tidak tampak
P Ictus cordis tidak teraba Ictus cordis tidak teraba
P Redup melebar Redup melebar
A S1 S2 tunggal S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris Simetris
P Fremitus raba +/+ Fremitus raba +/+
P Sonor +/+, Redup -/+ Sonor +/+, Redup -/+
A Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
Rhonki -/- Rhonki -/-
Whezing -/- Whezing -/-
Abdomen I Cembung Cembung
A Bising usus normal Bising usus normal
P tymphani tymphani
P Soepel, Nyeri ketok Soepel, Nyeri ketok
ginjal (S) ginjal (S)
Ekstermitas Akral Hangat Akral Hangat
 Superior +/+  Superior +/+
 Inferior +/+  Inferior +/+
Oedem Oedem
 Superior -/-  Superior -/-
 Inferior +/-  Inferior +/-
Gangren Gangren
 Superior -/-  Superior -/-
 Inferior +/-  Inferior +/-
Diagnosis CKD grade V, DM CKD grade V, DM
Hipoglikemia, HT grade Hipoglikemia, HT grade
II, DC II, DC
Terapi Infus PZ:D5 14 tpm Infus D10 14 tpm
Inj.Cefotaxim 3x1 gram Inj.Cefotaxim 3x1 gram
Inj. Ranitidin 3x1 ampul Inj. Ranitidin 3x1 ampul
Inj. Norages 3x1 ampul Inj. Norages 3x1 ampul
Inj. Furosemid 1x1 ampul Inj. Furosemid 1x1 ampul
p/o ISDN 3x5mg
Saat kejang pukul 05.10 p/o Valsartan 1x80 mg
WIB (GDA=33 mg/dL) p/o Amlodipin 1x5mg
→ inj. Intravena D40%
bolus 5 flakon. Cek
GDA.
Kondisi Pasien 01 Januari 2014
Keluhan Sesak sudah berkurang,
sudah tidak pernah
kejang lagi, nafsu makan
membaik, kaki sudah
tidak sakit
Tekanan Darah 140/80 mmHg
Nadi 90 x/ menit
Respiratory Rate 19 x/menit
Suhu Tubuh 36,3°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/+
Cor I Ictus cordis tidak tampak
P Ictus cordis tidak teraba
P Redup melebar
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris
P Fremitus raba +/+
P Sonor +/+, Redup -/+
A Vesikuler +/+
Rhonki -/-
Whezing -/-
Abdomen I Cembung
A Bising usus normal
P tymphani
P Soepel, Nyeri ketok
ginjal (S) berkurang
Ekstermitas Akral Hangat
 Superior +/+
 Inferior +/+
Oedem
 Superior -/-
 Inferior +/-
Gangren
 Superior -/-
 Inferior +/-
Diagnosis CKD grade V, DM
Hipoglikemia, HT grade
II, DC
Terapi Infus D10 14 tpm
Inj.Cefotaxim 3x1 gram
Inj. Ranitidin 3x1 ampul
Inj. Norages 3x1 ampul
Inj. Furosemid 1x1 ampul
p/o ISDN 3x5mg
p/o Valsartan 1x80 mg
p/o Amlodipin 1x5mg
BAB 2
Pembahasan

2.1 Gagal ginjal kronik


2.1.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit
ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan
(Sumber: Chonchol, 2005)
dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1
adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2
kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3
kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4
kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah
gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik

Stadium Deskr ipsi LFG (mL/menit/1.73


m²)
0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor
risiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau ≥ 90
meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Sumber: Clarkson, 2005)
2.1.2 Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),
hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik
(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan
atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal
seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo
(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul
secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung
lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan
diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi
(Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga
hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini
dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks
maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang
lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult
polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi
pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,
bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai
daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).
2.1.3 Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun,
dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
2.1.4 Patofisiologi
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus
meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini
menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan
pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti
lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran
histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh
penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah
kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat
dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini
berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal
(Noer, 2006).
2.1.5 Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan
neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin
kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi
oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan
iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan
saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet
protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan
pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi
maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan
gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati
mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat
penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering
dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput
serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental
berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga
sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini
sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung
dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.
2.1.6 Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran
berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible
factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus
(Sukandar, 2006).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal
ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk
kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin,
dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal
ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan
tujuannya, yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG).
2.1.7 Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah
mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya
pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal
dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah
makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak
darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009).
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah
ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-
kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80%
faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

You might also like