Professional Documents
Culture Documents
Kristal
Kata kristal berasal dari bahasa Yunani yaitu crystallon yang berarti tetesan yang
dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan
pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan
tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-
bidangnya memenuhi hukum geometri. Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu
tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar
yang jumlah dan kedudukannya tertentu.
Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang
datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai
bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan
besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya
ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal,
sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat
kristal.
Bila ditinjau dan ditelaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung
pengertian sebagai berikut :
a. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :
1) Tidak termasuk didalamnya cair dan gas
2) Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana.
3) Terbentuknya oleh proses alam.
b. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang- bidangnya mengikuti
hukum geometri :
1) Jumlah bidang suatu kristal selalu tetap
2) Macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
3) Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.
Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti
hukum-hukum di atas atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses
alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai
kristal.
Struktur kristal terjadi pada semua kelas material, dengan semua jenis ikatan
kimia. Hampir semua ikatan logam ada pada keadaan polikristalin, logam amorf atau
kristal tunggal harus diproduksi secara sintetis, dengan kesulitan besar. Kristal ikatan ion
dapat terbentuk saat pemadatan garam, baik dari lelehan cairan maupun kondensasi
larutan. Kristal ikatan kovalen juga sangat umum, contohnya adalah Intan, Silika
dan Grafit. Material polimer umumnya akan membentuk bagian-bagian kristalin.
Struktur kristal terdapat dalam bentuk-bentuk yang sederhana sampai ke bentuk
yang kompleks. Secara umum biasanya struktur kristal yang sederhana dapat diwakilkan
oleh kebanyakan bahan logam, sedangkan struktur yang kompleks biasanya diwakilkan
oleh bahan-bahan polimer, keramik dan lain lain. Bagian terkecil dari kristal disebut sel
satuan (unit cells). Satu kristal tentunya tersusun oleh sel-sel satuan tersebut, sehingga
karena pola atom yang berulang-ulang tersusun dalam kristal sedemikian banyaknya.
Untuk lebih mudahnya kisi-kisi kristal yang mewakilinya dibagi dalam sel satuan (unit
cells) saja.
Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses
yang dialami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses
ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal
tersebut terbentuk. Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya
terjadi pada pembentukan kristal.
a. Fase cair ke padat, kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas
dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk
kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan.
b. Fase gas ke padat (sublimasi), kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair.
Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal
form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat
karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas
vulkanis atau dari gunungapi dan membeku karena perubahan temperatur.
c. Fase padat ke padat, proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh
tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan
susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah
terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara
signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya.
Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain
yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.
(Anonim, 2015)
Kristal memiliki sistem kristal yang terdiri dari 7 sistem kristal. Dasar
penggolongan sistem kristal tersebut ada tiga hal yaitu :
a. Jumlah sumbu kristal
b. Letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain
c. Parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu kristal
Adapun ke tujuh sistem kristal tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing
sumbunya.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis
dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan
sama dengan sumbu c dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya (α , β dan γ) tegak lurus satu sama lain
(90˚). Sistem isometrik dibagi menjadi 5 kelas yaitu :
1) Tetaoidal
2) Gyroida
3) Diploida
4) Hextetrahedral
5) Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, dan fluorite.
f. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu (n) dan tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu
b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c, yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang
atau berbeda satu sama lain. Serta juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal
ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak
lurus (miring). Sistem monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
1) Sfenoid
2) Doma
3) Prisma
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Monoklin ini adalah azurite,
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot.