You are on page 1of 9

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN ASUPAN SERAT, LEMAK, DAN POSISI


BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI
PADA LANSI

Vita Rizky Pradani S*), M. Zen Rahfiludin**), Suyatno**)


*)Mahasiswa Peminatan Gizi FKM UNDIP **)Dosen
Bagian Gizi FKM UNDIP e-mail : rizkyvitta@gmail.com

ABSTRACT
Constipation is considered it is normal, but if not addressed can lead to more
serious situations such as impaction (stool become hard and dry) and
obstruction. An increase in these complaints with increasing age, around 30–40%
of people over 65 years old complaining of constipation. The purpose of this
research is to analyze the relationship of the intake fiber, fat, and position of
defecation with constipation in the elderly in Social Rehabilitation Unit “Pucang
Gading” Semarang. This research use a kind of explanatory research with cross
sectional approach. The population of the research was the whole of the elderly
living in Social Rehabilitation “Pucang Gading” Semar ang with a total 77 people.
The subject of research as many as 35 people selected by purposive. Data
analysis using Chi Square and Rank Spearman. The results showed as much as
40% elderly experiencing constipation, fiber intake enough category of elderly
54,3%, fat intake enough category of elderly 74,3%, and the position of the
defecation squat of 68,6%. There is a relationship between fiber intake with
constipation (p = 0,013) and there is a relationship between fiber intake with a
period of defecation (p=0,026). There is no relationship between fat intake with
constipation (p = 0,432) and there is a relationship between fat intake with a
period defecation (p=0,010). There is a relationship between the position of
defecation with constipation (p = 0,011). The study recomemends to the chef or
manager Social Rehabilitation “Pucang Gading” Semaran g serves food with the
texture that is soft that the elderly can chew the food especially food containing
sources of fiber such as vegetables and fruits.
Keywords : constipation, elderly, fiber intake, fat intake, position of defecation
Bibliography : 88, 1995-2015

PENDAHULUAN
Konstipasi adalah persepsi gangguan cara peningkatan kesehatan dan kualitas
buang air besar berupa berkurangnya hidup. Kelompok usia lanjut merupakan
frekuensi buang air besar kurang dari 3 kelompok yang rentan terhadap masalah
kali seminggu atau 3 hari tidak buang air kesehatan karena berbagai perubahan
besar atau buang air besar diperlukan fisiologi dan psikologi yang umum terjadi.3
mengejan secara berlebihan.1 Hal ini Konstipasi merupakan keluhan saluran
terjadi pada semua kelompok umur tetapi cerna yang terbanyak pada usia lanjut.
lebih sering terjadi pada mereka yang Terjadi peningkatan keluhan ini dengan
berusia lebih dari 65 tahun dan umur bertambahnya usia, sekitar 30-40% orang
dibawah 4 tahun.2 Seiring dengan berusia di atas 65 tahun mengeluh
peningkatan usia harapan hidup, konstipasi.4 Hasil penelitian pada pasien
perhatian yang lebih besar difokuskan usia 17 – 93 tahun menunjukkan bahwa
pada populasi usia lanjut menyangkut prevalensi konstipasi sebesar 81% pada
257
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pasien usia 17-93 tahun yang datang maka frekuensi defekasi akan semakin
berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat H. berkurang yaitu dibawah 3 kali / minggu.11
Adam Malik, Sumatera Utara.5 Hasil Riset Puslitbang Gizi Depkes RI
Pada masyarakat lanjut usia, tahun 2001, rata – rata asupan serat
penyakit-penyakit kronis dan masyarakat Indonesia hanya 10,5 gram
ketidakmampuan (disability) banyak per hari. Hal itu menunjukkan bahwa
dijumpai seiring dengan penurunan fungsi asupan serat masyarakat Indonesia hanya
organ tubuh dan berbagai perubahan sekitar 1/3 dari kebutuhan total.12
fisik.6 Penurunan fungsi organ tubuh pada Penelitian pada mahasiswa gizi FKM
lansia yaitu pada sistem gastrointestinal UI menunjukkan bahwa sebesar 58,2%
yang mengalami perubahan struktur dan seseorang yang mengkonsumsi rendah
fungsi usus besar. Pada usus besar lansia serat mengalami konstipasi.10 Hal ini
terjadi peningkatan kelokan-kelokan dikarenakan serat makanan memiliki
pembuluh darah sehingga motilitas kolon kemampuan mengikat air di dalam kolon
menjadi berkurang. Keadaan ini akan membuat volume feses menjadi lebih
menyebabkan absorpsi air dan elektrolit besar dan akan merangsang saraf pada
meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi rektum sehingga menimbulkan keinginan
absorpsi makanan), feses menjadi lebih untuk defekasi. Dengan demikian feses
keras, sehingga keluhan sulit buang air lebih mudah dieliminir. Pengaruh nyata
besar merupakan keluhan yang sering yang telah dibuktikan dengan
didapat pada lansia.7 mengkonsumsi serat adalah
Pada umumnya konstipasi dianggap bertambahnya volume feses, melunakkan
sebagai hal yang biasa namun jika tidak konsistensi feses dan memperpendek
diatasi konstipasi dapat menimbulkan waktu transit di usus.13
situasi yang lebih serius seperti impaksi Asupan lemak ke dalam tubuh
(feses menjadi keras dan kering) dan berfungsi sebagai cadangan energy yang
obstruksi. Konstipasi kronis dapat disimpan di jaringan lemak. Lemak yang
mengakibatkan divertikulosis, kanker paling banyak dalam makanan adalah
kolon, dan terjadinya hemoroid.8 Kanker trigliserida yang tersusun dari sebuah inti
kolon terjadi karena konsistensi tinja yang gliserol dan tiga rantai panjang asam
keras memperlambat pengeluaran tinja lemak.14 15 Kebiasaan mengkonsumsi
sehingga bakteri memiliki waktu yang makanan tinggi lemak seperti fast food
cukup lama untuk memproduksi dan gorengan dapat mengakibatkan
karsinogen dan karsinogen yang terjadinya konstipasi.16 Sebab makanan
9
diproduksi menjadi lebih konsentrat. tersebut banyak mengandung sumber
Penyebab konstipasi pada lansia lemak, kolestrol yang tinggi dan rendah
bukan hanya dari penurunan fungsi organ serat.17
tubuh seperti sistem gastrointestinal tetapi Posisi yang salah saat buang air
dapat disebabkan oleh beberapa faktor besar dapat menyebabkan buang air
antara lain diet rendah serat, kurang besar menjadi sulit, rasa tidak tuntas, dan
minum, kebiasaan buang air besar yang membutuhkan usaha mengejan untuk
tidak teratur, kurang olahraga, dan mengeluarkan feses dimana jika hal
penggunaan obat-obatan.1 Selain itu tersebut tidak diatasi dapat menyebabkan
konstipasi juga dapat disebabkan oleh konstipasi. Posisi jongkok saat buang air
asupan serat, asupan cairan, aktivitas besar merupakan cara yang paling baik
fisik, stres, konsumsi kopi, konsumsi dibandingkan dengan posisi duduk. Ketika
minuman probiotik, dan posisi saat buang keinginan buang air besar muncul,
air besar.10 diafragma akan memberikan tekanan
Asupan serat yang kurang dapat yang kuat pada sisa-sisa pencernaan agar
menimbulkan konstipasi. Semakin sampai pada rektum.18 Hasil penelitian
tercukupi asupan serat maka frekuensi pada mahasiswi gizi menunjukkan bahwa
defekasi semakin normal yaitu diatas 3 konstipasi fungsional lebih banyak terjadi
kali dalam seminggu dan sebaliknya pada responden yang memiliki posisi
semakin tidak tercukupi asupan serat kurang baik atau posisi duduk pada saat

258
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

buang air besar 65,9% dibandingkan menggumpal atau membatu.20 Kategori


dengan responden yang memiliki posisi tingkat konsumsi serat dan lemak
baik atau posisi jongkok saat buang air berdasarkan WNPG 2012.21
besar 43,1%.10 Pada penelitian yang Uji statistik menggunakan
dilakukan pada siswa taman kanak-kanak uji Chi
menunjukkan adanya keterkaitan antara Square, yang digunakan untuk
posisi saat buang air besar dengan mengetahui hubungan asupan serat,
konstipasi fungsional.19 asupan lemak, dan posisi buang air besar
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan kejadian konstipasi yang memiliki
yang dilakukan pada 12 lansia di Unit skala nominal, sedangkan uji statistik
Rehabilitasi Sosial “Pucang Gading” Rank Spearman digunakan untuk variabel
Semarang diperoleh hasil bahwa 25 % asupan serat dan asupan lemak dalam
lansia mengalami kesulitan buang air gram dengan frekuensi kebiasaan buang
besar. Lokasi tersebut dipilih karena air besar (hari) yang memiliki skala rasio,
populasi lansia yang memungkinkan untuk interval.
diteliti, letaknya strategis, sering dijadikan
sebagai lokasi penelitian dan kemudahan HASIL PENELITIAN
dalam mengurus perijinan. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Unit
Berkaitan dengan data yang telah Rehabilitasi Sosial “Pucang
diuraikan diatas dan penelitian mengenai Gading” Semarang merupakan perangkat
kejadian konstipasi pada lansia belum Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri
banyak dilakukan maka peneliti tertarik Semarang II yang berkedudukan di bawah
untuk mengadakan suatu penelitian yang dan bertanggung jawab kepada kepala
mengkaji tentang asupan gizi dan balai, yang mempunyai tugas pokok
konstipasi dengan judul “Hubungan melaksanakan sebagian kegiatan teknis
Asupan Serat, Lemak, dan Posisi Buang operasional atau kegiatan teknis
Air Besar dengan Kejadian Konstipasi penunjang Balai di bidang Pelayanan dan
Pada Lansia” rehabilitasi sosial meliputi pemenuhan
kebutuhan hidup, bimbingan fisik, mental,
METODE PENELITIAN sosial, dan ketrampilan serta perlindungan
Jenis penelitian ini adalah penelitian sosial terhadap lanjut usia terlantar.
eksplanatori (Explanatory Research) Jumlah pegawai di Unit Rehabilitasi
dengan metode yang digunakan adalah Sosial Pucang Gading Semarang adalah
survey analytic dan rancangan penelitian 38 orang yang terdiri dari PNS dan non
cross sectional. PNS. Pada Bulan Mei 2015 jumlah lansia
Populasi dalam penelitian ini adalah di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading
seluruh lansia yang tinggal di Unit Semarang adalah 77 orang yang terbagi
Rehabilitasi Sosial “Pucang Gading” ke dalam 5 bangsal yaitu anggrek,
Semarang dengan jumlah 77 orang. flamboyan, dahlia, cempaka dan edelweis.
Pengambilan sampel dengan teknik Unit Rehabilitasi Sosial “Pucang
purposive sampling yang didasarkan pada Gading” Semarang terletak di Jl.
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat Plamongansari Kota Semarang yang
oleh peneliti sendiri yaitu sebesar 35 memiliki luas tanah ± 4400 m 2 dengan
orang. luas bangunan fisik ± 1800 m2. Fasilitas
Pengumpulan data primer dilakukan yang dimiliki adalah ruang aula, asrama /
melalui wawancara menggunakan bangsal, poliklinik, dapur, ruang makan,
kuesioner dan pencatatan penimbangan dan musholla serta pemulasaran jenazah.
pangan yang dikonsumsi responden. Sasaran pelayanan Unit Rehabilitasi
Penilaian konstipasi menggunakan Sosial “Pucang Gading” Semarang adalah
kuesioner Kriteria Rome III yaitu BAB lanjut usia potensial, lanjut usia tidak
setiap 3 hari sekali, feses yang cair keluar potensial, keluarga lansia, organisasi
tanpa disadari, sering menahan BAB, sosial, dan masyarakat.
mengalami nyeri ketika BAB, merasa tidak Gambaran Umum Responden
puas setelah selesai BAB, feses Usia

259
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia pada menggumpal


Lansia atau
Usia (tahun) n % membatu
60 – 64 11 31,4 Dari 14 orang yang mengalami
65 – 69 6 17,1 konstipasi kriteria konstipasi yang paling
70 – 74 6 17,1 banyak dialami adalah buang air besar
75 – 79 12 34,3 setiap 3 hari sekali dan feses
Jumlah 35 100
menggumpal atau membatu (78%).
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Periode
diketahui bahwa usia responden paling
banyak pada usia 75 tahun - 79 tahun Buang Air Besar (hari) Pada Lansia
dengan persentase sebesar 34,3 %. Periode N %
Buang Air
Jenis Kelamin Besar (hari)
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis 1 hari sekali 21 60,0
Kelamin pada Lansia 2 hari sekali 7 20,0
Jenis Kelamin N % 3 hari sekali 7 20,0
Laki – Laki 14 40,0 Jumlah 35 100
Perempuan 21 60,0 Dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa
Jumlah 35 100 sebagian besar periode buang air besar
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa lebih responden adalah setiap 1 hari sekali
banyak responden yang berjenis kelamin (60,0%).
perempuan (60,0 %) dibandingkan Asupan Serat
responden yang berjenis kelamin laki–laki Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Asupan
(40,0 %). Serat pada Lansia
Konstipasi Asupan N %
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kejadian Serat
Konstipasi pada Lansia Kurang 16 45,7
Konstipasi N % Cukup 19 54,3
Ya 14 40,0 Jumlah 35 100
Tidak 21 60,0 Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan
Jumlah 35 100 bahwa responden yang memiliki asupan
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat serat cukup lebih banyak (54,3 %)
diketahui bahwa lebih banyak responden dibandingkan dengan responden yang
yang tidak mengalami konstipasi (60,0 %) memiliki asupan serat kurang (45,7 %).
dibandingkan responden yang mengalami Asupan Lemak
konstipasi (40,0 %). Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Asupan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kriteria Lemak pada Lansia
Konstipasi Lansia Asupan n %
Kriteria N % Lemak
Buang air 11 78 Kurang 9 25,7
besar setiap 3 Cukup 26 74,3
hari sekali Jumlah 35 100
Sering 1 7,1 Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan
menahan bahwa responden yang memiliki asupan
buang air lemak cukup lebih banyak (74,3 %)
besar dibandingkan dengan responden yang
Mengalami 4 28
memiliki asupan lemak kurang (25,7 %).
nyeri ketika
buang air Posisi Buang Air Besar
besar Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Posisi
Merasa masih 8 57 Buang Air Besar pada Lansia
ada feses Posisi Buang n %
yang tersisa Air Besar
Feses 11 78 Kurang 11 31,4
Baik/Duduk

260
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Baik/Jongkok 24 68,6 Cukup 9 (34,6 %) 17 (65,4 %)


Jumlah 35 100 Berdasarkan uji statistik
Dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa menggunakan Chi Square dengan taraf
responden yang menggunakan posisi signifikansi 95 % diperoleh nilai p = 0,432
jongkok saat buang air besar lebih banyak (p > 0,05) sehingga secara statistik dapat
(68,6 %) dibandingkan responden yang dikatakan bahwa tidak ada hubungan
menggunakan posisi duduk pada saat antara asupan lemak dengan kejadian
buang air besar (31,4 %). konstipasi pada lansia.
Hubungan Asupan Serat dengan Tabel 4.12 Hubungan Asupan Lemak
Konstipasi (gram) Dengan Periode Buang Air Besar
Tabel 4.9 Hubungan Asupan Serat Dengan (hari) Pada Lansia
Kejadian Konstipasi Pada Lansia Periode Buang Air Besar
Asupan Konstipasi P Variabel N (hari)
Serat Ya Tidak Koefisien P
Kurang 10 (62,5 %) 6 (37,5%) 0,013 Korelasi
Cukup 4 (21,1 %) 15 (78,9 %) Asupan 35 -0,432 0,010
Lemak
Berdasarkan uji statistik (gram)
menggunakan Chi Square dengan taraf Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukkan
signifikansi 95 % diperoleh nilai p = 0,013 bahwa uji statistik menggunakan Rank
(p < 0,05) sehingga secara statistik dapat Spearman diperoleh nilai koefisien
dikatakan bahwa ada hubungan antara korelasi (ρ)-0,432 maka dapat
asupan serat dengan kejadian konstipasi diinterpretasikan memiliki kekuatan
pada lansia. korelasi lemah dengan arah korelasi
Tabel 4.10 Hubungan Asupan Serat (gram) negatif yang artinya semakin besar
Dengan Periode Buang Air Besar (hari) asupan lemak semakin sering periode
Pada Lansia buang air besar, sedangkan dari asupan
Periode Buang Air Besar
lemak (gram) diperoleh nilai p=0,010
Variabel N (hari)
(p<0,05) maka dapat disimpulkan adanya
Koefisien P
Korelasi hubungan antara asupan lemak (gram)
Asupan 35 -0,376 0,026 dengan periode buang air besar (hari).
Serat Hubungan Posisi Buang Air Besar
(gram) dengan Konstipasi
Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan Tabel 4.13 Hubungan Posisi Buang Air
bahwa uji statistik menggunakan Rank Besar Dengan Kejadian Konstipasi Pada
Spearman diperoleh nilai koefisien Lansia
korelasi (ρ) -0,376 maka dapat Posisi Konstipasi
diinterpretasikan memiliki kekuatan Buang Ya Tidak P
korelasi lemah dengan arah korelasi Air
Besar
negatif yang artinya semakin besar
Duduk 8 (72,7 %) 3 (27,3 %) 0,011
asupan serat semakin sering periode
Jongkok 6 (25,0 %) 18 (75,0 %)
buang air besar (hari), sedangkan dari
asupan serat (gram) diperoleh nilai Berdasarkan uji statistik
p=0,026 (p<0,05) maka dapat disimpulkan menggunakan Chi Square diperoleh nilai p
adanya hubungan antara asupan serat = 0,011 (p < 0,05) sehingga secara
(gram) dengan periode buang air besar statistik dapat dikatakan bahwa ada
(hari). hubungan yang bermakna antara posisi
Hubungan Asupan Lemak dengan buang air besar dengan kejadian
Konstipasi konstipasi pada lansia.
Tabel 4.11 Hubungan Asupan Lemak
Dengan Kejadian Konstipasi Pada Lansia PEMBAHASAN
Asupan Konstipasi P Konstipasi
Lemak Ya Tidak Pada penelitian ini sebanyak 40,0 %
Kurang 5 (55,6 %) 4 (44,4 %) 0,432 responden mengalami konstipasi.

261
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Responden dikatakan mengalami 30 gram per hari.24 Hal ini dikarenakan


konstipasi jika responden menjawab konsumsi serat responden hanya berasal
minimal dua dari enam kriteria konstipasi dari makanan yang disediakan oleh
dalam kurun waktu 2 bulan terakhir. pengelola panti seperti nasi, sayur, lauk
Kriteria yang paling banyak dialami pauk, buah, dan snack yang jika dihitung
responden adalah buang air besar setiap jumlah asupan seratnya masih kurang dari
3 hari sekali dan feses menggumpal atau angka kecukupan serat yang dianjurkan
membatu yaitu sebesar 78 %. Hal ini sehingga responden yang memiliki
dikarenakan responden kurang asupan serat cukup mereka cenderung
mengkonsumsi makanan sumber serat. membeli jajanan diluar panti yang tinggi
Jenis dan jumlah serat yang dimakan karbohidrat dan lemak seperti gorengan,
akan menjadi salah satu penentu dari jagung rebus, roti dll.
berat dan volume feses.22 Seseorang Asupan Lemak
yang mengkonsumsi makanan tinggi serat Asupan lemak yang dikonsumsi
cenderung akan meningkatkan berat responden berasal dari sayur tahu, kue
feses, menurunkan waktu transit di dalam timus, sayur sop, ayam goreng, bakso,
saluran cerna, dan membuat metabolisme dan tempe. Asupan lemak responden
glukosa dan lipid dapat terkontrol. berkisar antara 33,70 gram – 73,70 gram.
Sebaliknya jika sesorang mengkonsumsi Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rendah serat akan menyebabkan feses sebagian besar rata-rata asupan lemak
menjadi keras dan kering sehingga untuk responden berada pada kategori cukup.
mengeluarkan feses tersebut dibutuhkan Rata- rata asupan lemak responden
peningkatan tekanan saluran cerna yang sebesar 57,42 gram per hari dengan
lebih, keadaan inilah yang disebut dengan asupan lemak terendah sebesar 33,70
konstipasi.23 gram per hari dan asupan lemak tertinggi
Sebagian besar responden yang sebesar 73,70 gram per hari. Hal tersebut
mengeluh mengalami gangguan buang air menunjukkan bahwa asupan lemak
besar adalah responden yang sering tidak responden telah mencukupi angka
menghabiskan makanan yang telah kecukupan lemak yang dianjurkan oleh
disediakan oleh pengelola panti meskipun lansia menurut WNPG 2012. Hal ini
pengelola panti telah menyediakan dikarenakan responden banyak
makanan sesuai porsinya. Hal ini mengkonsumsi makanan yang berlemak
dikarenakan terjadi penurunan nafsu seperti gorengan.
makan responden yang dipengaruhi oleh Posisi Buang Air Besar
penurunan kemampuan indera pengecap Posisi buang air besar responden
yang menyebabkan sensitivitas rasa lebih banyak pada posisi jongkok (68,6%)
manis dan asin berkurang, dibandingkan dengan posisi duduk pada
ketidakmampuan mengunyah akibat saat buang air besar (31,4 %). Sebagian
kehilangan gigi, dan kondisi psikis yang besar responden memilih menggunakan
terganggu karena merindukan keluarga. posisi buang air besar jongkok karena
Asupan Serat tidak terbiasa menggunakan toilet duduk,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan responden merasa tidak nyaman jika
konstipasi lebih banyak terjadi pada menggunakan toilet duduk karena toilet
responden yang memiliki asupan serat tersebut digunakan oleh banyak lansia.
kurang (62,5%) dibandingkan asupan Selain itu alasan responden
serat cukup (21,1 %). Rata - rata asupan menggunakan posisi buang air besar
serat responden sebesar 18,5 gram per duduk adalah keluhan nyeri pada sendi
hari dengan asupan serat terendah sehingga mereka lebih memilih toilet
sebesar 7,05 gram per hari dan asupan duduk. Gejala nyeri sendi yang muncul
serat tertinggi sebesar 33,25 gram per hanya terjadi di beberapa sendi seperti
hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada jari-jari, pinggang, pinggul, dan lutut.
asupan serat responden masih berada di Penyakit tersebut terjadi akibat adanya
bawah angka kecukupan serat yang endapan Kristal yang terkumpul di dalam
dianjurkan oleh WHO yaitu sebesar 25 –

262
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

sendi sebagai akibat tingginya kadar asam masih sedikit sehingga masih diperlukan
urat di dalam darah. lebih banyak kasus untuk membuktikan
Hubungan Asupan Serat dengan bahwa asupan lemak mempunyai
Konstipasi hubungan terhadap kejadian konstipasi
Berdasarkan hasil uji statistik Chi pada lansia. Selain itu penelitian lain
Square menunjukkan bahwa ada mengenai asupan lemak dengan
hubungan antara asupan serat dengan konstipasi juga belum pernah dilakukan
kejadian konstipasi, sedangkan hasil uji sehingga memerlukan penelitian lebih
Rank Spearman menunjukkan adanya lanjut untuk mengetahui hubungan asupan
hubungan antara asupan serat (gram) lemak dengan kejadian konstipasi.
dengan periode buang air besar (hari) dan Namun hasil uji statistik
nilai koefisien korelasinya yang negatif menggunakan Rank Spearman
menjelaskan bahwa semakin besar menunjukkan adanya hubungan antara
asupan serat semakin kecil periode buang asupan lemak (gram) dengan periode
air besar atau dapat dikatakan buang air buang air besar (hari) dan nilai koefisien
besarnya semakin sering. korelasi memiliki arah korelasi negatif
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang artinya semakin besar asupan lemak
penelitian yang dilakukan pada anak semakin sering periode buang air besar
sekolah dasar di Kota Bogor yang (hari). Oleh karena itu hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak sejalan dengan teori yang
yang signifikan antara asupan serat menyebutkan bahwa kebiasaan
dengan konsistensi feses (p = 0,016) mengkonsumsi makanan tinggi lemak
artinya semakin tercukupi asupan serat seperti fast food dan gorengan dapat
maka konsistensi feses semakin lembut, mengakibatkan terjadinya konstipasi
bervolume dan dapat dikeluarkan dengan sebab makanan tersebut banyak
lancar begitupula sebaliknya.11 mengandung sumber lemak dan kolesterol
Lansia yang mengalami konstipasi yang tinggi serta rendah serat.17 Faktor
sebagian besar dikarenakan asupan penyebab hasil penelitian tidak sejalan
seratnya kurang sebab sering tidak dengan teori kemungkinan dikarenakan
menghabiskan makanan yang telah responden yang asupan lemaknya tinggi
disediakan oleh pihak panti. Hasil seimbang dengan asupan serat dan
penelitian tersebut serupa dengan cairan yang diperlukan oleh tubuh
penelitian yang dilakukan pada lansia di sehingga frekuensi buang air besar
Panti Tresna Werdha Abdi Desa Cengkeh mereka menjadi sering.
Turi Kecamatan Binjai Utara Kabupaten Hubungan Posisi Buang Air Besar
Binjai yang menunjukkan bahwa lansia dengan Konstipasi
yang mengalami konstipasi (20,4%) Berdasarkan hasil uji statistik Chi
cenderung dikarenakan konsumsi serat Square menunjukkan bawa ada hubungan
yang tidak cukup. Hal ini terjadi karena antara posisi buang air besar dengan
lansia tidak menghabiskan makanannya kejadian konstipasi. Hasil penelitian ini
dengan alasan tidak menyukai makanan sejalan dengan penelitian yang dilakukan
yang dihidangkan dan lebih senang untuk pada anak berusia 10-15 tahun yang
membeli jajanan yang cenderung tinggi menunjukkan adanya hubungan yang
karbohidrat dan lemak.25 bermakna antara posisi buang air besar
Hubungan Asupan Lemak dengan dengan kejadian konstipasi (p < 0,05).26
Konstipasi Penelitian ini serupa dengan studi
Berdasarkan uji statistik yang dilakukan di Jepang dengan
menggunakan Chi Square menunjukkan pengukuran tekanan abdomen dan sudut
bahwa tidak ada hubungan antara asupan anorektal menggunakan video manometri
lemak dengan kejadian konstipasi pada pada tiga posisi saat buang air besar yaitu
lansia. Faktor yang dapat menjadi duduk, duduk dengan kaki membentuk
penyebab ketidakbermaknaan antara sudut 600 dan posisi jongkok menjelaskan
asupan lemak dengan kejadian konstipasi bahwa sudut rektoanal atau sudut yang
adalah jumlah kasus konstipasi yang terbentuk antara anus dan rektum pada

263
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

posisi buang air besar jongkok adalah 3. Untuk penelitian selanjutnya,


126o, sedangkan pada posisi buang air diharapkan peneliti lain mengukur
besar duduk adalah 100o dan posisi kecukupan asupan serat dan lemak
duduk dengan kaki membentuk sudut 60o sesuai dengan berat badan dan tinggi
adalah 990. 27 Hal ini berarti posisi buang badan subjek yang diteliti dan
air besar yang baik adalah pada posisi menambah jumlah variabel yang diteliti
jongkok sebab sudut yang dihasilkan sehingga dapat mengetahui gambaran
semakin besar yang mempermudah konstipasi pada lansia.
proses defekasi dan tidak memerlukan
tenaga mengejan yang kuat. Daftar Pustaka
1. Djojoningrat Dharmika. Pendekatan
KESIMPULAN Klinis Penyakit Gastroenterology.
1. Angka kejadian konstipasi pada lansia Dalam Sudoyo W, Aru. Ed Buku Ajar
sebesar 40%. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal
2. Sebagian besar asupan serat lansia Publishing, 2006 : 444-445
pada kategori cukup dan lansia yang 2. Orenstein, Amy E Foxx et al. Update on
mengalami konstipasi asupan seratnya Constipation : One Treatment Does Not
berada pada kategori kurang. Fit All. Cleveland Clinic Journal of
3. Sebagian besar asupan lemak lansia Medicine Vol 75 No 11, 2008
berada pada kategori cukup. 3. Athena, P.2000. Geriatric Dentistry
4. Sebagian besar posisi buang air besar Aging and Oral Health Tufts University
yang dilakukan oleh lansia adalah School of Dental Medicine Boston
posisi jongkok. Massachusetts. Dentistry, Vol 1, YB
5. Ada hubungan antara asupan serat Lipincot Co : Philadelphia
dengan kejadian konstipasi pada lansia
4. Martono, H. Hadi dan Pranaka, Kris.
(p = 0,013 < 0,05) dan ada hubungan
Geriatri (Keperawatan Usia Lanjut).
antara asupan serat dengan periode
buang air besar (p= 0,026 < 0,05). Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2009
5. Sari, Astinal Eka. Hubungan Pola
6. Tidak ada hubungan antara asupan
Makan Berserat dengan Kejadian
lemak dengan kejadian konstipasi pada
Konstipasi di Rumah Sakit Haji Adam
lansia (p = 0,432 > 0,05) dan ada
Malik Tahun 2011. Karya Tulis Ilmiah :
hubungan antara asupan lemak
Fakultas Kedokteran, Universitas
dengan periode buang air besar (p =
Sumatera Utara, 2011
0,010 < 0,05).
6. Power, M., Schmidt, S., and WHOQOL-
7. Ada hubungan antara posisi buang air
OLD group.The WHOQOL-OLD
besar dengan kejadian konstipasi pada
Module
lansia (p = 0,011 < 0,05).
– manual , World Health Organization,
European Office (Copenha gen), 2006,
SARAN
p.1-58
1. Disarankan untuk pramuboga atau
7. Darmojo, B dan Martono. Geriatri (Ilmu
pengelola Unit Rehabilitasi Sosial
Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Balai
Pucang Gading Semarang menyajikan
Penerbit FK UI, 2006
makanan dengan tekstur yang lunak
8. Sudoyo,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
sehingga lansia dapat mengunyah
Dalam edisi 4.Jakarta : Departemen
makanan tersebut terutama makanan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
yang mengandung sumber serat
9. Hadi S.Gastroenterologi edisi 6.
seperti sayuran dan buah-buahan.
Bandung : PT Alumni,1995
2. Pengelola Unit Rehabilitasi Sosial
10. Oktaviana, Eka Safrita. Hubungan
Pucang Gading Semarang diharapkan
Asupan Serat dan Faktor- Faktor Lain
memberikan informasi kepada lansia
dengan Konstipasi Fungsioanal Pada
tentang faktor yang memicu terjadinya
Mahasiswi Reguler Gizi Fakultas
konstipasi seperti asupan serat, lemak,
Kesehatan Masyarakat Universitas
dan posisi buang air besar.
Indonesia Tahun 2013. Skripsi :

264
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Program Studi Gizi, Fakultas 22. Beck, Mary. Ilmu Gizi dan Diet
Kesehatan Masyarakat, 2013 Hubungannya dengan Penyakit-
11. Ambarita, Elyzzabeth Mayorga et al. Penyakit untuk Perawat dan Dokter.
Hubungan Asupan Serat Makanan dan Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
Air dengan Pola Defekasi Anak (YEM), 2011
Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal 23. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi dan Pangan, Maret 2014, 9 (1) : 7- Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
14 Utama, 2003
12. Sari, Sri Kumala. Tingkat Pengetahuan 24. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Universitas Sumatera Utara tentang Utama, 2004
Pentingnya Serat untuk Mencegah 25. Sinurat, Drosif. Gambaran Konsumsi
Konstipasi Tahun 2009. Skripsi : Serat Serta Kaitannya Dengan
Fakultas Kedokteran, Universitas Penyakit dan Konstipasi Pada Lansia di
Sumatera Utara, 2009 Panti Tresna Werdha Abdi Desa
13. Kusharto CM. Serat Makanan dan Cengkeh Turi Kecamatn Binjai Utara
Peranannya bagi Kesehatan. Jurnal Kotamadya Binjai Tahun 2003. Skripsi :
Gizi dan Pangan,2006, 1(2), 45—54 Fakultas Kesehatan Masyarakat,
14. Guyton, Arthur C dan J.E.Hall.Buku Universitas Sumatera Utara, 2003
Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. 26. Tanjung, Fahrul Azmi. Hubungan Posisi
Penerjemah Irawati Setyawan, LMA Saat Buang Air Besar Dengan Kejadian
Ken Ariata T, Alex Santoso. Judul Asli Konstipasi Fungsional Pada Anak.
Medical Textbook Of Physiology. Tesis : Program Magister Kedokteran
Jakarta : EGC, 2007 Klinik – Spesialis Ilmu Kesehatan Anak,
15. Mayes, PA.Lipid yang Memiliki Makna Fakultas Kedokteran, Universitas
Fisiologis. In : Murray RK, Granner DK, Sumatera Utara. 2011
Mayes PA, Rodwell VW (eds). Biokimia 27. Sakakibara, Ryuji. Influence of Body
Harper edisi 25. Jakarta : EGC, 2003a, Position on Defecation in Humans.
pp 151-2 Lower Urinary Tract Symptoms 2.
16. Chhajer. Biman Constipation. New 2010 : 16 - 21
Delhi : Fusion Books, 2005
17. Khomsan, Ali et al. Pengantar Pangan
dan Gizi. Jakarta : Penebar
Swadaya,2004
18. Isbit, Jonathan.Health Benefits of the
Natural Squatting Position.
http://www.naturesplatform.com/health_
benefits.html (Diakses pada 9 Maret
2015), 2001
19. Tanjung, Fahrul Azmi. Hubungan Posisi
saat Buang Air Besar dengan Kejadian
Konstipasi Fungsional pada Anak.
Tesis. Program Magister Kedokteram
Klinik Spesialis Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, 2011
20. Richmond JP, Wright ME. Development
of a constipation risk assesment scale.
Elsevier. 2005; 9: 37-48
21. Kartono, Djoko dkk. Penyempurnaan
Kecukupan Gizi Untuk Orang
Indonesia dalam Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi. Jakarta : Auditorium
LIPI, 2012

265

You might also like