You are on page 1of 13

MANFAAT SOSIAL EKONOMI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

BAGI MASYARAKAT KOTA BANDAR LAMPUNG

Social Economic Benefit of Open Green Space (OGS)


for Bandar Lampung Society

Oleh
Agus Setiawan1), Nivia Adriani1), dan Hari Kaskoyo1)

Abstract
The objectives of this research were to evaluate the benefit of social economy for existed
OGS, specially the society of Bandar Lampung City and to identify the perception and
expectation of society for OGS condition in current and future Bandar Lampung city. To
evaluate the social benefit, 205 people were interviewed as questionnaire. The economic
benefit of OGS was calculated based on willingness to pay. The result showed that the
usage of city OGS was generally for sport facility and city park was for recreation
facility. By assuming the total of people in Bandar Lampung around 776.582 people in
2004, the benefit value of OGS could be identified as Rp 49.135.569.330. On the other
hand, by approaching the population of OGS visitor, it could be calculated that total of
benefit for urban forest around Rp 2.306.591.496, for city park of OGS was Rp
627.900.084, and for coastal OGS was Rp 167.281.012. The society perception of
Bandar Lampung City on OGS could be shown based on the ability to evaluate the
function, usage, and support on OGS management. In general, people of Bandar
Lampung city want the OGS to be so well prepared that service public for environment
could be feasible for them.

Key Words: social benefit, economic benefit, green open space, Bandar Lampung

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Dalam Intruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1988 Ruang Terbuka Hijau (RTH)
didefinisikan sebagai ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam
bentuk areal/kawasan maupun dalam bentuk memanjang/jalur yang dalam
penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan dengan
pengisian hijau tanaman (Dahlan, 1992).

Menurut Bapedda (2003) keberadaan RTH di Kota Bandar Lampung seluas


12.341,09 ha (66%) dari luasan Kota Bandar Lampung (19.218,55 ha). Secara
agregat, diketahui luas RTH tersebut tergolong memadai mengingat masih lebih
besar dari tingkat kebutuhan RTH minimal berdasarkan ketentuan Imendagri No.

1)
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Unila
2

14 Tahun 1988 sebesar 40 % dari luas wilayah kota. Kondisi keberadaan RTH
yang besar dalam jangka pendek dapat menghilangkan kekhawatiran tentang
keterbatasan suplai RTH di Kota Bandar Lampung. Meskipun begitu, keberadaan
RTH masih mencukupi namun penggunaan RTH di Kota Bandar Lampung
terdapat penyimpangan (Bappeda, 2003) antara lain adalah :
1. Kurangnya taman-taman dan RTH; di beberapa lingkungan pemukiman belum
terdapat taman-taman lingkungan.
2. Bukit-bukit yang selayaknya dikembangan sebagai RTH telah dieksploitasi
untuk kegiatan penambangan dan pembangunan lainya.
3. Hutan kota Sukarame belum optimal berfungsi sebagai RTH karena kondisi
tanaman yang tidak terpelihara dengan baik.
4. Masih sangat kurangnya pohon-pohon peneduh dan pohon untuk mengurangi
polusi di sepanjang jalan-jalan utama kota dan di sekitar wilayah industri.
Penyimpangan penggunaan RTH mengakibatkan menurunnya mutu lingkungan
hidup di Kota Bandar Lampung. Walaupun keberadaan RTH memberikan banyak
manfaat terutama manfaat sosial dan ekonomi, penilaian terhadap manfaat sosial
ekonomi RTH belum mendapat perhatian.

Melihat hal tersebut maka diperlukan penelitian tentang pemanfaatan RTH dari
aspek sosial ekonomi yang meliputi pemanfaatan RTH oleh masyarakat kota,
intensitas penggunaan RTH, tujuan penggunaan RTH, keinginan masyarakat
untuk mempertahankan keberadaan RTH (kesediaan membayar) dan persepsi
masyarakat terhadap keberadaan RTH. Pentingnya penelitian ini adalah untuk
menunjukkan bahwa RTH merupakan ekosistem yang memberikan manfaat sosial
ekonomi. Hal ini sangat penting karena menyangkut keputusan pengembangan
RTH bagi kepentingan masyarakat Kota Bandar Lampung.

Tujuan Penelitian

1) Mengetahui manfaat sosial ekonomi keberadaan RTH bagi masyarakat Kota


Bandar Lampung
2) Mengetahui persepsi dan harapan masyarakat tentang kondisi RTH di Kota
Bandar Lampung masa kini dan yang akan datang.
3

Manfaat Penelitian

1) Sebagai masukkan bagi pemerintah daerah Kota Bandar Lampung dalam


upaya peningkatan kualitas lingkungan dengan meningkatkan dan
mengembangkan RTH di Kota Bandar Lampung,
2) Sebagai informasi bagi masyarakat dan instansi terkait seperti Bappeda, Dinas
Kebersihan dan Keindahan Kota, Dinas Tata Kota, Bapedalda akan
pentingnya RTH bagi masyarakat Kota Bandar Lampung.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Bandar Lampung dengan mengambil 3 (tiga)


jenis RTH sebagai contoh, yaitu taman Dipangga, hutan kota Sukarame,
sempadan pantai Lempasing dan pemukiman. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Februari hingga Juni 2004

Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan:

1. Manfaat sosial, adalah bentuk pemanfaatan RTH oleh warga kota secara
langsung seperti, sebagai sarana rekreasi, tempat bermain dan berolah raga,
tempat santai, pendidikan, berdagang, dan tempat komunikasi sosial.
2. Manfaat ekonomi, adalah kesediaan membayar warga kota untuk
mempertahankan keberadaan RTH jenis tertentu.
3. Pengguna langsung RTH, adalah masyarakat yang melakukan kunjungan ke
RTH atau menggunakan jasa RTH secara langsung, misalnya rekreasi.
4. Pengguna tidak langsung, adalah masyarakat yang tinggal di sekitar RTH.
5. Ruang terbuka hijau umum, adalah RTH yang terdapat di sekitar pemukiman
penduduk; dapat berupa hutan kota, sempadan sungai, sempadan pantai,
lereng/bukit/gunung, jalur hijau jalan dan perkarangan.
6. Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon
yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara
4

maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat
berwenang.
7. Taman kota, lahan yang ditanami tanaman dan ditata sedemikian rupa di
wilayah perkotaan, baik sebagian maupun seluruhnya hasil rekayasa manusia,
untuk mendapatkan komposisi jenis tertentu.
8. Ruang terbuka hijau sempadan pantai, adalah kawasan tertentu sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi pantai.
9. Kesediaan membayar, adalah nilai uang yang bersedia dikeluarkan oleh tiap
responden untuk mempertahankan keberadaan jenis RTH tertentu.
10. Total kesediaan membayar, adalah total nilai uang yang bersedia dikeluarkan
oleh seluruh responden untuk mempertahankan keberadaan RTH jenis
tertentu.
11. Nilai yang dibayarkan dihitung berdasarkan persentase jumlah responden
dikalikan dengan nilai rata-rata kesediaan membayar pada jenis RTH
tertentu.
12. Surplus konsumen, adalah selisih antara kesediaan membayar dengan jumlah
yang dibayarkan oleh konsumen untuk mempertahankan keberadaan RTH
jenis tertentu.

Metode Penelitian

Pengumpulan data primer dilakukan dengan mewawancarai 205 responden


dengan panduan kuesioner yang telah dipersiapkan. Penentuan responden
dilakukan secara purposif dengan didasarkan pada azas keterwakilan berbagai
lapisan masyarakat. Jumlah responden pengunjung RTH ditentukan dengan
menggunakan metode alokasi proposional (Sari, 2003). Berdasarkan metode
alokasi proporsional (Sari, 2003) untuk seluruh wilayah kota Bandar Lampung
diperoleh 205 responden dengan distribusi seperti disajikan pada Tabel 1.

Analisis data dilakukan secara dekskriptif dan uji statistik non parametrik.
Pengolahan data secara dekskriptif dipakai untuk menjelaskan gambaran dari
setiap bentuk hubungan antara pertanyaan dan jawaban responden, yang disajikan
dalam bentuk tabel. Sedangkan uji statistik non parametrik dengan uji Khai
5

kuadrat digunakan untuk menguji hubungan antar variabel dengan menggunakan


tabel kontingensi (Gaspersz, 1991).

Tabel 1. Distribusi responden menurut jenis RTH

No Jenis RTH Jumlah Responden Perkiraan Jumlah Populasi


1 RTH umum 97 KK 49.309 KK
2 RTH hutan kota 36 orang 19.800 orang
3 RTH taman kota 36 orang 12.600 orang
4 RTH sempadan 36 orang 20.400 orang
pantai

Nilai manfaat RTH secara ekonomi dengan berdasarkan pada kesediaan


membayar (willingness to pay) dihitung dengan menggunakan formula sebagai
berikut :
TPp  RWp xPRTH

Keterangan
TWp = Total nilai kesediaan membayar
RWp = Rata-rata kesediaan membayar seluruh individu pengunjung
PRTH = Populasi pengunjung RTH yang diteliti

TNp  % rxR wp xPRTH

Keterangan
TNp = Total nilai yang dibayarkan seluruh individu pengunjung RTH
RWp = Rata-rata kesediaan membayar seluruh individu pengunjung
%r = Persentasi responden yang bersedia membayar
PRTH = Populasi pengunjung RTH yang diteliti

RWp 
 WPr
r
Keterangan
RWp = Rata-rata kesediaan membayar seluruh individu pengunjung
WPr = Total kesediaan membayar masing-masing responden
R = Total responden yang bersedia membayar
Ts  Wp  Np xPRTH

Keterangan
6

Ts = Total surplus konsumen


Wp = Nilai kesediaan membayar
Np = Nilai yang dibayarkan seluruh individu pengunjung
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dan penelaahan
laporan-laporan pada instansi terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kota Bandar Lampung

Secara keseluruhan kondisi penggunaan lahan di Kota Bandar Lampung


dikelompokkan dalam kawasan terbangun dan ruang terbuka. Kawasan terbangun
terdiri dari lahan perkarangan, perkantoran, perdagangan, jasa, dan industri.
Sedangkan ruang terbuka berupa tegalan, kebun, hutan, kuburan, lapangan dan
lain-lain. Luas kawasan terbangun Kota Bandar Lampung mencapai sekitar 34 %
dari wilayah kota selebihnya merupakan lahan non terbangun (ruang terbuka).
Penggunaan lahan terbangun di Kota Bandar Lampung lebih didominasi oleh
permukiman yaitu sebesar 31 %. Hal ini terjadi karena tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi ke Kota Bandar Lampung (Bappeda,
2003).

Kelompok penggunaan lahan yang tidak memiliki fungsi RTH terdiri atas
pemukiman, lahan yang sudah diperuntukkan, industri, perusahaan, dan jasa.
Pada tahun 2003/2004 luas kelompok lahan yang tidak memiliki fungsi RTH
adalah 6.736,01 ha atau 35,04% Sedangkan Kelompok penggunaan lahan yang
memiliki fungsi RTH terdiri atas komponen RTH dalam permukiman, kawasan
konservasi, kebun, ladang dan tegal. Lahan pemukiman merupakan penggunaan
lahan untuk perumahan beserta sarana dan prasarananya. Dengan demikian lahan
pemukiman pada dasarnya bersifat tertutup bangunan. Tetapi pada lahan
pemukiman masih terdapat RTH sebagai bagian dari jasa layanan tata ruang yang
berbentuk: (a) taman kota, jalur hijau jalan, dan lapangan olah raga sebesar 216,26
ha; (b) tempat pemakaman umum sebesar 60 ha; dan lahan hutan kota sebesar 9
ha (Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota, 2003/2004). Dengan demikian pada
areal permukiman masih terdapat RTH sebesar 285,26 ha (1,48% luas kota).
7

Penggunaan lahan kebun, ladang, dan tegal secara umum dapat berfungsi sebagai
RTH, meskipun intensitasnya tergantung pada komoditas pertanian yang ditanam.
Tanaman tahunan mempunyai fungsi RTH efektif sepanjang tahun, sedangkan
fungsi RTH tanaman semusim tidak selalu efektif sepanjang tahun mengingat ada
masa bera. Pada tahun 2003/2004 luas ketiga penggunaan lahan adalah 8.855,72
atau 46,08%.

Manfaat Sosial

Dari hasil penelitian pengunjung RTH hutan kota, RTH taman kota dan RTH
sempadan sungai sebagian besar berasal dari rumah tangga miskin (penghasilan
per bulan Rp 251.000 — Rp 500.000), rumah tangga rawan miskin (penghasilan
per bulan Rp 501.000 – Rp 1.000.000) dan menengah keatas (penghasilan per
bulan >Rp 1.000.000).

Secara umum pemanfaatan RTH oleh masyarakat adalah sebagai sarana rekreasi,
olah raga, bedagang, santai, pendidikan, sarana bermain anak, sarana komunikasi
sosial dan sarana menunggu. Dari hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan
RTH hutan kota oleh warga kota sebagian besar sebagai sarana olah raga
(83,33%), RTH taman kota sebagai sarana santai (63,89%), RTH sempadan pantai
pemanfatannya sebagai sarana rekreasi (94,44%). Pemanfatan RTH hutan kota
sebagian besar sebagai sarana olah raga seperti lari pagi, RTH ini banyak
dikunjungi warga kota pada waktu pagi dan sore hari untuk melakukan aktivitas
olah raganya. Lain halnya untuk RTH taman kota, RTH ini sangat berperan
dalam menciptakan interaksi sosial antar warga kota karena adanya fasilitas yang
disediakan seperti tempat duduk, dan tempat olah raga.

Manfaat Ekonomi

Sebagian besar responden menyatakan bersedia berpartisipasi dalam pembiayaan


RTH, yaitu 52,56 % berasal dari responden RTH umum, responden RTH hutan
kota (94,44%), responden RTH taman kota (86,11%), dan responden RTH
sempadan pantai (88,89 %). Pernyataan kesediaan menyumbang ini merupakan
indikasi awal dari potensi partisipasi warga dalam pembiayaan RTH. Partisipasi
masyarakat terhadap masalah RTH sangat tergantung kepada tingkat kesadaran
8

dan kepedulian mereka terhadap masalah RTH. Kesadaran ini menunjukkan


bahwa masyarakat sudah merasakan pentingnya RTH sebagai aset dan komsumsi
yang berharga. Perbandingan antara biaya pembangunan dan pemeliharaan RTH
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bandar lampung dapat dilihat pada Tabel
3 dan Tabel 4. Perbandingan antara biaya dan manfaat RTH menunjukkan bahwa
keberadaan RTH memberikan manfaat yang cukup besar dibandingkan dengan
biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah Kota bandar Lampung. Dengan
demikian biaya dikeluarkan Pemda untuk pemeliharaan dan Pengembangan RTH
pada dasarnya telah memberikan preferensi kepuasan warga kota dengan adanya
jasa layanan lingkungan yang memadai.

Tabel 3. Perbandingan antara biaya pembangunan dan pemeliharaan RTH


secara umum dengan manfaatnya

Tahun Biaya RTH (B) Manfaat RTH (M)


(Rupiah/Tahun)1) (Rupiah/Tahun)2)
2002 150.000.000 47.917.845.310
2003 100.000.000 48.526.707.730
2004 - 49.135.569.330
Sumber :
1)
Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Bandar Lampung (2004); biaya
pemeliharaan RTH dari APBD sejak tahun anggaran 2002/2003
2)
Hasil perhitungan berdasarkan penelitian dengan data populasi

Tabel 4. Perbandingan antara biaya pembangunan dan pemeliharaan


beberapa jenis RTH dengan manfaatnya
Jenis RTH Biaya RTH Manfaat RTH
( Rupiah) (Rupiah)
2002 2003 2004 2004
1)
Hutan Kota 5.000.000 7.500.000 - 2.306.591.496
Taman Kota2) 65.252.500 74.055.000 - 627.900.084
Sempadan pantai3) - - 2.500.000 167.281.012
Keterangan:
1)
Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Bandar Lampung (2004); merupakan
biaya pemeliharaan hutan kota tahun 2002 dan 2003.
2)
Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Bandar Lampung (2004); merupakan
biaya pemeliharaan taman kota tahun 2002 dan 2003
3)
Pengelola Pantai Duta Wisata (2004); merupakan perkiraan biaya pemeliharaan
tanaman dan pohon.
9

Dengan asumsi jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2004 sebanyak
776.582 orang, maka diketahui bahwa nilai manfaat dari RTH bagi warga Kota
Bandar Lampung secara keseluruhan adalah Rp. 49.135.569.330. Sedangkan dari
hasil penelitian dengan pendekatan populasi pengunjung RTH diperoleh nilai
manfaat untuk RTH hutan kota Rp 2.306.591.496, RTH taman kota Rp
627.900.084 dan RTH sempadan pantai Rp 167.281.012. Nilai manfaat ini
ternyata relatif lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan
Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung. Perhitungan total kesediaan
membayar, nilai yang dibayarkan, dan surplus konsumen dari RTH taman kota,
hutan kota, dan sempadan pantai dapat dilihat pada Tabel 5, 6, dan 7.

Tabel 5. Nilai ekonomi RTH taman kota

Nilai ekonomi Rata-rata Populasi Nilai total*)


(Rp/org/th) (orang) (Rupiah)
Kesediaan membayar 57.870,97 12600 729.174.222
Nilai yang dibayarkan 49.833,34 12600 627.900.084
Surplus konsumen 8.037,63 12600 101.274.138
*)Sample x populasi

Tabel 6. Nilai ekonomi RTH hutan kota

Nilai ekonomi Rata-rata Populasi Nilai total*)


(Rp/org/th) (orang) (Rupiah)
Kesediaan membayar 123.352,94 19800 2.442.388.212
Nilai yang dibayarkan 116.494,52 19800 2.306.591.496
Surplus konsumen 6.858,42 19800 135.796.716
*) Sample x populasi

Tabel 7. Nilai ekonomi sempadan pantai

Nilai ekonomi Rata-rata Populasi Nilai total*)


(Rp/org/th) (orang) (Rupiah)
Kesediaan membayar 92.250,00 20400 1.881.900.000
Nilai yang dibayarkan 82.001,03 20400 1.672.821.012
Surplus konsumen 10.248,97 20400 209.078.988
*) Sample x populasi

Apabila dibandingkan antara nilai korbanan yang dibayarkan dengan surplus


konsumen yang diperoleh dari RTH taman kota, RTH hutan kota dan RTH
10

sempadan pantai ternyata memberikan surplus konsumen yang lebih kecil


dibandingkan nilai korbanan yang dibayarkan. surplus konsumen pada RTH
Umum, RTH hutan kota, RTH taman kota dan RTH sempadan sungai lebih
rendah dari nilai yang dibayarkan hal ini disebabkan karena keterbatasan
penelitian hanya menilai aspek kunjungan RTH sehingga terdapat manfaat lain
yang tidak dihitung.

Surplus konsumen merupakan ukuran kesejahteraan ekonomis konsumen,


sehingga para pembuat kebijakan jika ingin merumuskan suatu kebijakan bagi
kepentingan para konsumen RTH harus memperhatikan surplus konsumen.
Surplus konsumen sangat penting untuk menghormati preferensi (pilihan, atau
kecenderungan perilaku) konsumen. Hal ini disebabkan karena para konsumen
adalah para pembuat keputusan yang rasional sehingga preferensi mereka harus
dihormati.

Kelebihan manfaat (surplus konsumen) dari nilai yang dibayarkan warga kota
bermanfaat bagi warga kota yang tidak bersedia membayar artinya masyarakat
mendapat manfaat dari kelebihan manfaat masyarakat yang bersedia membayar.
Hal ini dilatarbelakangi karena sifat RTH sebagai barang publik yang cenderung
mengakibatkan berkurangnya insentif atau rangsangan untuk memberikan
kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan RTH (Yakin, 1997). Meskipun
ada kontribusi, maka sumbangan itu tidaklah cukup untuk membiayai penyediaan
RTH yang efisien, karena masyarakat cenderung memberikan nilai yang lebih
rendah dari yang seharusnya. Masyarakat cenderung menghilangkan beban dan
tanggung jawabnya dalam menyediakan sarana jasa lingkungan (RTH) jika orang
lain sudah menanganinya. Masyarakat yang tidak bersedia membayar berperan
sebagai penumpang gratis (free rider) yaitu, seseeorang yang manfaat suatu
barang, namun tidak membayarnya (Mankiw, 2000). Oleh karena itu, penanganan
masalah lingkungan dibutuhkan kesadaran seluruh masyarakat.

Keberadaan RTH yang melebihi kebutuhan masyarakat dapat mengakibatkan


kurangnya kontribusi masyarakat terhadap RTH karena masyarakat cenderung
menghilangkan beban dan tanggung jawabnya dalam menyediakan sarana jasa
lingkungan (RTH) jika orang lain sudah menanganinya. Disisi lain, keberadaan
11

RTH yang tidak mencukupi kebutuhan dapat mengurangi kesejahteraan


masyarakat dan menimbulkan masalah lingkungan sehingga memungkinkan
timbulnya biaya yang lebih besar untuk memperbaiki kualitas RTH. Biaya dalam
hal ini merupakan manfaat yang hilang karena tidak dapat menikmati RTH. Oleh
karena itu, perlu adanya perencanaan yang efisien oleh pemerintah sehingga
keberadaan RTH berkelanjutan (sustainable yield), yaitu kondisi dimana RTH
dapat dimanfaatkan tanpa mengurangi tanpa menimbulkan efek negatif (degradasi
lingkungan) yang nyata.

Persepsi dan Harapan Masyarakat

Untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai ketersediaan dan peran RTH


dilakukan pengkategorian penilaian yaitu 1) sangat baik, 2) baik, 3) cukup, 4)
kurang baik, dan 5) tidak baik. Setelah dilakukan perhitungan secara deskriptif
menunjukkan bahwa, persepsi masyarakat terhadap RTH umumnya tidak baik dan
sangat tidak baik baik, pada aspek ketersediaan RTH maupun peran RTH.
Kategori penilaian RTH sangat tidak baik pada lereng/bukit/gunung. Peran RTH
sempadan pantai berkategori baik sebagai identitas kota, peran dalam orientasi
tujuan berpergian, dan peran dalam meningkatkan interaksi sosial antar warga
kota. Peran RTH Taman kota berkategori cukup dan baik perannya dalam
orientasi tujuan berpergian, nilai keindahan tata hijaunya, peran dalam
meningkatkan kenyamanan kota dan Peran RTH meningkatkan interaksi sosial
antar warga kota . Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan ternyata penilaian
warga kota menunjukkan masih banyaknya indikator dan jenis RTH yang
memiliki nilai tidak baik dan sangat tidak baik. Hal ini berarti untuk indikator dan
jenis RTH tertentu belum mampu memberikan manfaat dan layanan yang
memadai kepada warga kota. Berdasarkan penilaian untuk masing- masing jenis
RTH ternyata penilaian kepuasan responden terhadap RTH sempadan pantai dan
RTH taman kota lebih baik dibanding RTH lainnya. Hal ini dilatarbelakangi
karena RTH sempadan pantai dan taman kota dilengkapi sarana intereaksi sosial.

Persepsi masyarakat Kota Bandar Lampung yang tinggi terhadap RTH terlihat
dari kemampuanya menilai manfaat dan fungsi, serta dukungannya dalam
pengelolaan RTH. Warga Kota Bandar Lampung sebagian besar menginginkan
12

keberadaan RTH yang lebih tertata dan terpelihara sehingga dapat memberikan
jasa layanan lingkungan yang memadai bagi warga kota.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


1. Manfaat sosial RTH hutan kota sebagian besar sebagai sarana olah raga, RTH
taman kota sebagai sarana santai, dan RTH sempadan pantai sebagai sarana
rekreasi. Dengan asumsi jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2004
sebanyak 776.582 orang, diketahui bahwa nilai RTH bagi warga Kota Bandar
Lampung secara keseluruhan adalah Rp 49.135.569.330. Sedangkan dari hasil
penelitian dengan pendekatan populasi pengunjung RTH diperoleh nilai untuk
RTH hutan kota Rp 2.306.591.496, RTH taman kota Rp 627.900.084 dan
RTH sempadan pantai Rp. 167.281.012.
2. Persepsi masyarakat Kota Bandar Lampung yang tinggi terhadap RTH terlihat
dari dukungannya dalam pengelolaan RTH. Warga Kota Bandar Lampung
sebagian besar menginginkan keberadaan RTH yang lebih tertata dan
terpelihara sehingga dapat memberikan jasa layanan lingkungan yang
memadai bagi warga kota.

Saran

1. Perlu adanya sosialisasi tentang RTH karena sebagian besar masyarakat belum
mengenal RTH.
2. Perlu adanya perbaikan kinerja RTH oleh Pemerintah kota khususnya dalam
pengelolaan RTH sempadan sungai, sempadan pantai dan lereng/bukit/
gunung mengingat fungsi lindung ketiga jenis RTH ini masih bernilai rendah.
3. Pemerintah kota perlu meningkatkan alokasi dana untuk pemeliharaan RTH
agar kualitas RTH semakin membaik.
13

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda. 2003. Evaluasi dan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah


(RTRW) Kota Bandar Lampung. Bappeda Kotamadya Daerah Tingkat II
Bandar Lampung. Bandar Lampung. 70 hlm
Dahlan, E. N. 1992. Hutan Kota, untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. APHI-IPB. Jakarta. 91 hlm
Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Penerbit Armico. Bandung.
472 hlm.
Hufschmidt, Dkk. 1996. Lingkungan Sistem Alami, dan Pembangunan.
Pedoman Penilaian Ekonomis. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.483
hlm
Sari, M. 2003. Studi Daya Dukung Kawasan Wisata Alam di Youth Camp
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Provinsi Lampung. Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mankiw, N.J. 2000. Pengantar Ekonomi Jilid I. Penerbit Erlangga . Jakarta. 477
hlm
Yakin, 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Penerbit Akademika
Presindo. Jakarta. 278 hlm.

You might also like