You are on page 1of 5

Ambliopia

Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani, amblyos yang berarti tumpul atau pudar, dan
opia yang berarti mata. Jadi ambliopia berarti penglihatan yang tumpul atau pudar.5,9,
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang
terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan
kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.

Epidemiologi Ambliopia
Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap
literatur, berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3% pada anak dengan
problema mata. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Eye Institute menyatakan
bahwa ambliopia merupakan penyebab nomor satu kehilangan penglihatan pada populasi
berusia kurang dari 70 tahun.
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu
pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang
perkembangannya terlambat, prematur dan/atau dijumpai adanya riwayat keluarga ambliopia.

Klasifikasi Ambliopia
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang
menjadi penyebabnya.
a. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi konstan.
Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita esotropia dan jarang pada mata yang
eksotropia.
Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi
antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya
menyebabkan dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama
kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.
b. Fiksasi Eksentrik
Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio nonfoveal retina terus menerus
untuk penglihatan monokular oleh mata ambliopia. Fiksasi eksentrik terdapat sekitar 80% dari
penderita ambliopia. Fiksasi eksentrik ringan (derajat minor), hanya dapat dideteksi dengan
uji khusus, seperti visuskop, banyak dijumpai pada penderita ambliopia strabismik dan
hilangnya tajam penglihatan ringan.
c. Ambliopia Anisometropik
Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik adalah ambliopia anisometropik, terjadi
ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama kelamaan
bayangan pada satu retina tidak fokus.
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi
interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik) dengan yang terjadi pada
ambliopia strabismik.
d. Ambliopia Isometropia
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi,
yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. Khas untuk ambliopia tipe ini
yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi
abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab.
e. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau ”disuse ambliopia” masih sering digunakan
untuk ambliopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan media kongenital atau
dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya
menimbulkan ambliopia.

Patofisiologi
Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah
penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang
serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang
peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang
diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.
Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding
strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan strabismus
ataupun anisompetropia. Periode kritis tersebut adalah :
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu pada saat
lahir sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di usia
beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Gejala Klinis
Ambliopia pada satu mata (seperti dalam ambliopia anisometropik dan strabismik)
biasanya hanya menimbulkan sedikit gejala karena pasien biasanya memiliki ketajaman
visual yang baik pada mata normal. Masalah yang paling signifikan biasanya terjadi akibat
penurunan stereopsis, yang dapat mengakibatkan gangguan dalam berbagai kegiatan dan
kurang efisiennya penglihatan dalam melakukan berbagai kegiatan seperti mengemudi dan
kegiatan yang memerlukan koordinasi antara mata dan tangan. 2,9

Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan ambliopia.
A. Anamnesis
Ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap
apabila kita menemukan pasien yang menderita ambliopia, yaitu : 1
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus, anisometropia,
dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
B. Tajam Penglihatan
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang
tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan
dengan meletakkan balok disekitar huruf tunggal (Gambar 1). Hal ini disebut ”Crowding
Phenomenon”.

C. Neural Density (ND) Filter Test


Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik. Filter densitas
netral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50) dengan densitas yang cukup unruk menurunkan
tajam penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40 (6/12) ditempatkan di depan
mata yang ambliopik. Bila pasien menderita ambliopia, tajam penglihatan dengan NDF tetap
sama dengan visus semula atau sedikit membaik. (Gambar 3).
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila digunakan
filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian tangan. Keuntungan tes ini
bisa, digunakan untuk screening secara tepat sebelum, dikerjakan terapi oklusi, apabila
penyebab ambliopia tidak jelas. 1
Gambar 3 . Tes Filter Densitas Netral

Penatalaksanaan
a) Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia diberi dengan
koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa
kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan
penampilannya atau estetika buruk.
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun,
maka ia tidak dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak
normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan
terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat.
Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya
dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan. 1
b) Oklusi dan Degradasi Optikal
− Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau
paruh waktu (part-time).
− Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas bayangan
(degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari mata yang
ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization).

Komplikasi
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya ambliopia
pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau
dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi
dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4
minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak
perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler tetap penting.
Prognosis
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih
sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami kekambuhan, yang
selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah dengan
memakai pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi
optikal dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari
per minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi
lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik sampai usia 8 – 10
tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk follow-up dapat dilakukan
tiap 6 bulan

You might also like