You are on page 1of 26

LBM 2- URIN BERWARNA MERAH SEPERTI TEH

STEP 1

1. Enzim transaminase /amino transverase : tdk punya fungsi fisiologis dalam darah,
dikeluarkan jika ada kerusakan pada jaringan. SGPT : banyak di hepar, SGOT : di otot,
jantung, otak
2. Ikterik : kekuningan pada kulit atau sclera, karena peningkatan bilirubin >2mg mg/dl.

STEP 2

1. Bagaimana fisiologis dari enzim transaminase?


2. Mengapa pada pasien ditemukan demam, mual, muntah dan urin berwarna seperti teh?
3. Mengapa pasien bisa mengalami ikterik dan mengapa hanya pada sclera?
4. Apa hubungan pasien suka makan dipinggir jalan dengan keluhan?
5. Mengapa saat px pasien merasa sakit pada perut bagian kuadran kanan atas dan
hepatomegali?
6. Apa pemeriksaan fisik dan penunjang dari skenario?
7. Apa Diagnosis dan DD?
8. Bagaimana etiologi dari skenario?
9. Diet seperti apa yang diberikan kepada pasien?
10. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan enzim transaminase?
11. Bagaimana penatalaksanaan?
12. Bagaimana pencegahan dari diagnosis tersebut?
13. Apa komplikasi dari penyakit pasien?
14. Apa saja Vitamin yang diresepkan oleh dokter?

STEP 3

1. Bagaimana fisiologis dari enzim transaminase?


Enzim ini delepaskan ke darah jika ada kerusakan jaringan pada hati bisa dengan nekrosis
maupun tdk hepatosit rusak  pelepasan isi intraselular ke aliran darah.
Fungsi: melalui proses transaminase, memindahkan asam alfa amino menjadi alfa keto. Alfa
keto: as. Piruvat, as. Alfa keto glutarat,
Berperan dalam hepatosit untuk metabolisme.

2. Mengapa pada pasien ditemukan demam, mual, muntah dan urin berwarna seperti teh?
Urin seperti teh
Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan kerusakan
sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini,
pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli.
Penyakit hepatoselular biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubinsehingga
bilirubin tidak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk melalui pembuluh darah menuju
ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukan urin normal tapi karena kadarnya
meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang akhirnya urin menjadi warna merah
kecoklatan.
Gambaran Hemolitik (prahepatik) Hepatoselular Obstruktif
(hepatik) (pascahepatik)
Warna kulit Kuning pucat Orange-kuning muda Kuning-hijau muda
atau tua atau tua
Warna urine Normal (atau gelap gelap (bilirubin Gelap (bilirubin
dengan urobilin) terkonjugasi) terkonjugasi)
Warna feses Normal atau gelap Pucat (lebih sedikit Warna dempul (tidak
(lebih banyak sterkobilin) ada sterkobilin)
sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap
Bilirubin serum meningkat Meningkat Meningkat
indirect atau tak
terkonjugasi
Bilirubin serum direk Normal Meningkat Meningkat
atau terkonjugasi
Bilirubin urine Tidak ada Meningkat Meningkat
Urobilinogen urine Meningkat Sedikit meningkat Menurun
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit ed 6 Sylvia A. Price.EGC
Mual
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah
medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat
muntah,dan mual dapat disebabkan oleh impuls iritasi yang datang dari traktus
gastrointestinal,impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion
sickness(muntah oleh karena obat2an).iritasi duodenum menyebabkan suatu
rangsangan khusus yang kuat untuk muntah.impuls ditransmisikan oleh saraf aferen
vagal ke pusat muntah bilateral dimedula yang dekat dengan traktus solitarus lebih
kurang pada tingkat nucleus motorik dorsalis vagus.reaksi motorik otomatis yang sesuai
kemudian menimbulkan perilaku muntah.impuls2 motorik yang menyebabkan muntah
ditransmisikan dari pusat muntah kesaraf kranialis5,7,9,dan 10 ke traktus gastro
intestinal bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafraghma dan abdomen
(Buku ajar fisiokogi kedokteran Guyton-Hall)
Demam
Banyak protein, hasil pemecahan protein dan beberapa zat tertentu lain terutama toksin
liposakarida yang dilepaskan oleh bakteri dapat menyebabkan peningkatan set point
termasuk hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen.
Bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau darah, keduanya akan
difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit bergranula besar. Seluruh
sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke
dalam cairan tubuh, yang disebut juga pirogen leukosit atau pirogen endogen. Interleukin-1
saat mencapai hipotalamus segera menimbulkan demam, meningkatkan temperature tubuh
dalam waktu 8-10 menit.
Interleukin-1 menyebabkan demam dengan menginduksi pembentukkan salah satu
prostaglandin, terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dan selanjutnya zat ini bekerja
dalam hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam.
Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall

3. Mengapa pasien bisa mengalami ikterik dan mengapa hanya pada sclera?
Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan
menjadi kuning dan disebut ikterus. Ikterus dapat dideteksi pada sklera, kulit atau urine yang
menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg/dl. Bilirubin serum normal
adalah 0,3-1,0 mg/dl
Mekanisme patofisologi ikterik
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin
4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik
dan ekstra hepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis

Ikterus dapat dibagi berdasarkan tiga mekanisme utama

 Prahepatik
Peningkatan degradasi heme (karena hemolisis) mengarah pada konsentrasi
heme yang tidak dapat dibersihkan oleh mekanisme konjugasi normal, yang
mengakibatkan dominasi hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi
 Hepatik
Kerusakan dan/atau inflamasi hati mempengaruhi kemampuan konjugasi dan
eksresi hati, sehingga muatan bilirubin normal tidak dapat dieksresikan,
mengakibatkan dominasi hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi atau campuran
dari hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tidak terkonjugasi
 Pasca hepatik
Obstruksi saluran pengeluaran bilier pada tingkat manapun, menyebabkan
ketidakmampuan untuk mengekresikan bilirubin terkonjugasi di empedu,
mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi

Gambaran Hemolitik (prahepatik) Hepatoselular Obstruktif


(hepatik) (pascahepatik)
Warna kulit Kuning pucat Orange-kuning muda Kuning-hijau muda
atau tua atau tua
Warna urine Normal (atau gelap gelap (bilirubin Gelap (bilirubin
dengan urobilin) terkonjugasi) terkonjugasi)
Warna feses Normal atau gelap Pucat (lebih sedikit Warna dempul (tidak
(lebih banyak sterkobilin) ada sterkobilin)
sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap
Bilirubin serum meningkat Meningkat Meningkat
indirect atau tak
terkonjugasi
Bilirubin serum direk Normal Meningkat Meningkat
atau terkonjugasi
Bilirubin urine Tidak ada Meningkat Meningkat
Urobilinogen urine Meningkat Sedikit meningkat Menurun
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit ed 6 Sylvia A. Price.EGCGastroentererologi
dan hepatologi Anton Emmanuel Erlangga

4. Apa hubungan pasien suka makan dipinggir jalan dengan keluhan?


HAV terutama ditularkan peroral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi
feses. Penyakit ini sering terjadi pada anak anak atau terjadi akibat kontak dengan orang
terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan atau air minum, atau dengan menelan
kerang mengandung virus yang tidak dimasak dengan baik. Penularan ditunjang oleh sanitasi
yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak yang intim (tinggal serumah atau
seksual). Masa inkubasi rata rata adalah 30 hari. Mas penularan tertinggi adalah pada
minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus.
Virus hepatitis A bersifat sangat stabil, yang dapat bertahan pada kondisi panas,
pengeringan, pH rendah dan detergen. Hal ini menunjukkan bahwa virus hepatitis A dapat
bertahan dilingkungan (termasuk didalam makanan dan minuman yang dikonsumsi) dan
asam lambung, dan dieksresikan melalui empedu dan dikeluarkan lewat feses
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit ed 6 Sylvia A. Price.EGC
Gastroentererologi dan hepatologi Anton Emmanuel Erlangga

5. Mengapa saat px pasien merasa sakit pada perut bagian kuadran kanan atas dan
hepatomegali?

Hipokondriaka dextra hepar, vesica vellea ada gangguankemungkinan inflamasi pada


organ region tersebut

Pada keadaan urin yang berwarna seperti teh (merah kecoklatan), menunjukkan bahwa terjadi
kelainan atau gangguan pada metabolisme bilirubin (bilirubinuria), dimana metabolisme
tersebut terjadi di hepar. Menurut lokasinya secara anatomis, posisi organ hepar berada pada
regio hipokondriaka dextra dan epigastrika, bahkan kadang-kadang meluas sampai regio
hipokondriaka sinistra. Karena terjadinya proses peradangan pada hepar, maka akan
menimbulkan nyeri tekan pada perut kanan atas.

Patofisiologi vol 1, Sylvia & Wilson, EGC

6. Apa pemeriksaan fisik dan penunjang dari skenario?


Px. Fisik :
Keadaan umum : sklera ikterik
pf abdomen : hepatomegali 2cm dibawah arcus costa kanan, batas kiri 4cm
px. Penunjang:
SGPT, SGOT, kadar bilirubin, albumin,

7. Apa Diagnosis dan DD?


HEPATITIS A
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV menular melalui makanan/minuman yang
tercemar kotoran (tinja) dari seseorang yang terinfeksi masuk ke mulut orang lain. HAV terutama
menular melalui makanan mentah atau tidak cukup dimasak, yang ditangani atau disiapkan oleh
seseorang dengan hepatitis A (walaupun mungkin dia tidak mengetahui dirinya terinfeksi).Minum air
atau es batu yang tercemar dengan kotoran adalah sumber infeksi lain, serta juga kerang-kerangan
yang tidak cukup dimasak. HAV dapat menular melalui ‘rimming’(hubungan seks oral-anal, atau
antara mulut dan dubur). HAV sangat jarang menular melalui hubungan darah-ke-darah. Hepatitis A
adalah bentuk hepatitis yang akut, berarti tidak menyebabkan infeksi kronis. Sekali kita pernah
terkena hepatitis A, kita tidak dapat terinfeksi lagi. Namun, kita masih dapat tertular dengan virus
hepatitis lain.
Gejala hepatitis A (dan hepatitis akut pada umumnya) dapat
termasuk:
 Kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus)
 Kelelahan
 Sakit perut kanan-atas
 Hilang nafsu makan
 Berat badan menurun
 Demam
 Mual
 Mencret atau diare
 Muntah
 Air seni seperti teh dan/atau kotoran berwarna dempul
 Sakit sendi
Infeksi HAV juga dapat meningkatkan tingkat enzim yang dibuat oleh hati menjadi di atas
normal dalam darah. Sistem kekebalan tubuh membutuhkan sampai delapan minggu untuk
mengeluarkan HAV dari tubuh. Bila timbul gejala, umumnya dialami dua sampai empat
minggu setelah terinfeksi. Gejala hepatitis A umumnya hanya satu minggu, akan tetapi
dapat lebih dari satu bulan. Kurang lebih 15 persen orang dengan hepatitis A mengalami
gejala dari enam sampai sembilan bulan. Kurang lebih satu dari 100 orang terinfeksi HAV
dapat mengalami infeksi cepat dan parah (yang disebut ‘fulminant’), yang – sangat jarang
– dapat menyebabkan kegagalan hati dan kematian.
DIAGNOSIS
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Dokter akan meminta tes ini bila kita
mengalami gejala hepatitis A atau bila kita ingin tahu apakah kita pernah terinfeksi HAV
sebelumnya. Tes darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai
IgM dan IgG (Ig adalah singkatan untuk imunoglobulin). Pertama, dicari antibodi IgM,
yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul,
dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari antibodi IgG, yang
menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV.
 Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita
kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan
untuk divaksinasi terhadap HAV.
 Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG, kita
kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan
sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.
 Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG,
kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah
divaksinasikan terhadap HAV. Kita sekarang kebal terhadap HAV.

Pengobatan umum untuk hepatitis A adalah istirahat di tempat tidur. Juga ada penting
minum banyak cairan, terutama bila kita mengalami diare atau muntah. Obat penawar
rasa sakit yang dijual bebas, misalnya ibuprofen dapat mengurangi gejala hepatitis A,
tetapi sebaiknya kita membicarakannya lebih dahulu dengan dokter. Bila kita merasa
kita mungkin terpajan pada HAV – misalnya bila seseorang dalam rumah tangga kita
baru didiagnosis hepatitis A – sebaiknya kita memeriksakan diri ke dokter untuk
membicarakan manfaat suntikan immune globulin (juga disebut sebagai gamma
globulin). Immune globulin mengandung banyak antibodi terhadap HAV, yang dapat
membantu mencegah timbulnya penyakit bila kita terpajan pada virus. Immune
globulin harus diberikan dalam dua hingga enam minggu setelah kita mungkin terpajan
pada HAV. Bila kita menerima immune globulin untuk mencegah hepatitis A,
sebaiknya kita juga menerima vaksinasi hepatitis A.

HEPATITIS B

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). HBV adalah virus nonsitopatik,
yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati.
Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati. Seperti halnya dengan virus
hepatitis A, kita dapat divaksinasikan terhadap HBV untuk mencegah infeksi. Cara
penularan HBV sangat mirip dengan HIV. HBV terdapat dalam darah, air mani, dan
cairan vagina, dan menular melalui hubungan seks, penggunaan alat suntik narkoba
(termasuk jarum, kompor, turniket) bergantian, dan mungkin melalui penggunaan sedotan
kokain dan pipa ‘crack’. Perempuan hamil dengan hepatitis B juga dapat menularkan
virusnya pada bayi, kemungkinan besar saat melahirkan. Jumlah virus (viral load)
hepatitis B dalam darah jauh lebih tinggi daripada HIV atau virus hepatitis C, jadi HBV
jauh lebih mudah menular dalam keadaan tertentu (misalnya dari ibu-ke-bayi saat
melahirkan).

Seperti hepatitis A, hepatitis B dapat menyebabkan hepatitis akut bergejala. Tetapi


berbeda dengan hepatitis A, hepatitis B dapat menjadi infeksi kronis (menahun). Ini
berarti bahwa sistem kekebalan tubuh tidak mampu memberantas virus dalam enam bulan
setelah terinfeksi. Dengan kata lain, virus tersebut terus berkembang dalam hati selama
beberapa bulan atau tahun setelah terinfeksi. Hal ini meningkatkan risiko kerusakan hati
dan kanker hati. Lagi pula, seseorang dengan HBV kronis dapat menularkan orang lain.

GEJALA

Tidak semua yang terinfeksi HBV mengalami gejala hepatitis. Antara 30 dan 40 persen
orang terinfeksi virus ini tidak mengalami gejala apa pun. Gejala, bila ada, biasanya
timbul dalam empat sampai enam minggu setelah terinfeksi, dan dapat berlangsung dari
beberapa minggu sampai beberapa bulan.Gejala hepatitis B akut serupa dengan gejala
infeksi HAV

Beberapa orang yang mengalami gejala hepatitis B akut merasa begitu sakit dan lelah
sehingga mereka tidak dapat melakukan apa-apa selama beberapa minggu atau bulan.
Seperti dengan HAV, kurang dari 1 persen orang terinfeksi HBV dapat mengalami infeksi
cepat dan berat (‘fulminant’); walaupun hal ini sangat jarang tetapi dapat menyebabkan
kegagalan hati dan kematian.

Bila sistem kekebalan tubuh tidak mampu mengendalikan infeksi HBV dalam enam
bulan, gejala hepatitis B kronis dapat muncul. Tidak semua orang dengan hepatitis B
kronis mengalami gejala. Beberapa orang kadang kala mengalami gejala yang hilang
setelah beberapa waktu, sementara yang lain mengalami gejala terus-menerus.

Gejala hepatitis B kronis dapat serupa dengan yang dialami dengan hepatitis B akut.
Gejala ini cenderung ringan sampai sedang dan biasanya bersifat sementara. Gejala
tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah lama mengalami hepatitis B
kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria (kaligata– rasa gatal yang berbintik-bintik
merah dan bengkak), artritis (peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa
terbakar pada lengan dan kaki).

PEMERIKSAAN LAB

Tersedia tes laboratorium untuk mendiagnosis infeksi HBV dan tes lain untuk memantau
orang dengan hepatitis B kronis. Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari
antigen (pecahan virus hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem
kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi
HBV mencari satu antigen – HbsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan
dua antibodi – anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc
(antibodi terhadap antigen bagian inti, atau core, HBV). Sebetulnya ada dua tipe antibodi
anti-HBc yang dibuat: antibodi IgM dan antibodi IgG. Tes darah yang dipakai untuk
diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan, karena ada berbagai kombinasi antigen
dan antibodi yang berbeda, dan masing-masing kombinasi mempunyai artinya sendiri.
Berikut adalah arti dari kombinasi yang mungkin terjadi:

Tergantung pada hasil ini, tes tambahan mungkin dibutuhkan. Bila kita tidak pernah
terinfeksi HBV atau pernah divaksinasikan terhadap HBV, kita tidak membutuhkan
testambahan. Bila kita baru-baru ini terinfeksi HBV atau kita hepatitis B akut, sebaiknya
kita tes ulang setelah enam bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan kekebalan yang
dibutuhkan.

Bila kita hepatitis B kronis, kita membutuhkan tes tambahan.Tes ini diminta oleh dokter
untuk mengetahui apakah infeksinya aktif dan berapa luas kerusakan pada hati:

HBeAg dan Anti-HBe: HBeAg adalah antigen sampul hepatitis B, dan anti-Hbe adalah
antibodi yang terbentuk untuk melawan antigen tersebut. Bila HBeAg dapat terdeteksi
dalam contoh darah, ini berarti bahwa virus masih aktif dalam hati (dan dapat ditularkan
pada orang lain). Bila HBeAg adalah negatif dan anti-HBe positif, umumnya in berarti
virus tidak aktif. Namun hal ini tidak selalu benar. Beberapa orang dengan hepatitis B
kronis terinfeksi dengan apa yang disebut sebagai “precore mutant” (semacam mutasi)
HBV. Hal ini dapat menyebabkan HbeAg tetap negatif dan anti-HBe menjadi positif,
walaupun virus tetap aktif dalam hati.
Viral Load HBV: Tes viral load, yang serupa dengan tes yang dilakukan untuk mengukur
jumlah virus HIV dalam darah,dapat mengetahui apakah HBV menggandakan diri dalam
hati.

Viral load HBV di atas 100.000 menunjukkan bahwa virusadalah aktif dan mempunyai
potensi besar untuk menyebabkan kerusakan pada hati. Bila viral load di atas 100.000,
terutama jika enzim hati juga tinggi, sebaiknya pengobatan dipertimbangkan. Bila viral
load di bawah 100.000, terutama jika HBeAg negatif dan anti-HBe positif, ini
menunjukkan bahwa virus dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, walaupun
begitu, virus masih dapat menular padaorang lain.

Tes Enzim Hati: Tingkat enzim hati – yang disebut SGPT danSGOT (atau ALT dan AST
di daerah lain) – diukur dengan tes enzim hati, yang sering disebut sebagai tes fungsi hati.
Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi semestinya, dan
mungkin ada risiko kerusakan permanen pada hati. Selama infeksi hepatitis B akut,
tingkat enzim hati dapat tinggi untuk sementara, tetapi hal ini jarang menimbulkan
masalah jangka panjang pada hati. Pada hepatitis B kronis, enzim ini, terutama SGPT,
dapat menjadi lebih tinggi, secara berkala atau terus-menerus, dan hal ini menunjukkan
risiko kerusakan hati jangka panjang.

Alfa-fetoprotein (AFP): Ada tes yang mengukur tingkat AFP, yaitu sebuah protein yang
dibuat oleh sel hati yang kanker. Karena orang dengan hepatitis B kronis berisiko lebih
tinggi terhadap kanker hati, tes ini sering diminta oleh dokter setiap 6 sampai 12 bulan.
Memakai tingkat AFP untuk mengetahui keberadaan tumor dapat disalah tafsirkan, jadi
tes ini mungkin paling berguna untuk orang dengan sirosis, karena mereka mempunyai
kemungkinan lebih tinggi mendapatkan kanker hati.

Ultrasound: Banyak spesialis hati juga mengusulkan pemeriksaan ultrasound atau “gema”
untuk mengetahui timbulnya kanker hati pada orang dengan hepatitis B kronis, karena tes
ini lebih peka dalam mendeteksi tumor dibandingkan AFP.

Biopsi Hati: tes darah tidak dapat memberikan semua informasi tentang keadaan hati
seseorang. Mengukur viral load HBV, tingkat enzim hati, dan AFP dalam darah tidak
dapat menentukan apakah ada kerusakan, dan bila ada, tingkat kerusakan. Untuk ini,
dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati hanya diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV
yang tinggi (diatas 100.000 kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi.

PENGOBATAN

Orang dengan hepatitis B akut tidak membutuhkan pengobatan. Biasanya seorang yang
mengalami gejala hepatitis B akut hanya membutuhkan istirahat di tempat tidur, minum
banyak cairan, dan obat penawar rasa sakit yang dapat dibeli tanpa resep, misalnya
ibuprofen. Pengobatan hanya disarankan untuk orang dengan hepatitis B kronis. Tujuan
terapi adalah untuk mengurangi viral load HBV menjadi tingkat yang tidak terdeteksi dan
mengembalikan enzim hati menjadi normal, dengan harapan untuk menghilangkan baik
HBeAg maupun HbsAg. Jika kedua antigen ini dapat dihilangkan dari darah, kemungkin
kecil viral load akan meningkat kembali.

Waktu terbaik untuk mulai terapi anti-HBV adalah saat viral load HBV di atas 100.000
kopi dan tingkat SGPT sedikitnya dua kali lipat di atas tingkat normal. Memulai terapi
pada saat SGPT normal atau hanya sedikit lebih tinggi kemungkinan tidak sama efektif.

Ada tiga jenis pengobatan yang disetujui di AS untuk hepatitis B kronis:

Interferon-alfa: Obat ini meniru kegiatan interferon-alfa yang berada secara alami dalam
tubuh kita dan berfungsi sebagai antivirus. Dosis yang diberikan 5 juta satuan (IU) setiap
hari atau 10 juta IU tiga kali seminggu – disuntik di bawah kulit atau ke dalam otot –
selama empat bulan.Bila dipakai tanpa obat lain pada orang HIV-negatif dan (selain
HBV-nya) sehat, interferon-alfa dapat memberantas HBeAg untuk sampai 40 persen
orang, dan HbsAg untuk sampai 15 persen orang.

Pegylated interferon, sebuah obat yang mengandung butir polietalin glikol yang sangat
kecil yang terikat pada molekul interferon, sedang diujicobakan untuk mengobati HBV
kronis. Obat ini disuntikkan sekali seminggu, dan hasil uji coba klinis awal memberi
kesan bahwa obat ini lebih efektif daripada interferon biasa. Uji coba klinis tambahan
sedang dilakukan untuk meyakinkan keamanan dan tingkat efektifitasnya pegylated
interferon untuk mengobati hepatitis B kronis.

Lamivudine (3TC): Setelah disetujui untuk mengobati HIV, 3TC juga disetujui untuk
mengobati hepatitis B kronis. Orang yang hanya terinfeksi HBV (dan tidak HIV)
meminum satu tablet 100mg 3TC setiap hari. Pada uji coba klinis dengan dosis 100mg
sehari, pengobatan dengan 3TC memberikan hasil HBeAg negatif setelah satu tahun
pengobatan pada 17–33 persen orang dengan hepatitis B kronis. Pasien yang diberikan
3TC juga mengalami tingkat fibrosis yang lebih rendah. Seperti dengan HIV, HBV dapat
menjadi resistan (kebal) terhadap 3TC. Bila 3TC dipakai sendiri tanpa obat anti-HBV
lain, kurang lebih 14–32 persen orang menjadi resistansi terhadap obat ini dalam satu
tahun. Setelah empat tahun penggunaan 3TC, kurang lebih 66 persen orang mempunyai
jenis HBV yang resistan terhadap obat ini, dan persentase ini lebih tinggi lagi pada orang
dengan HIV dan HBV. Walaupun hal ini memberi kesan bahwa manfaat dari penggunaan
3TC sendiri (tanpa obat lain) adalah terbatas, ada kesan juga bahwa resistansi terhadap
3TC berkembang lebih cepat dengan HIV dibandingkan dengan HBV. Dan bahkan waktu
resistansi terhadap HBV terjadi, obat ini tampaknya masih membantu menekan viral load
HBV tetap rendah dan memperlambatkan kelangsungan penyakit hati akibat HBV.

Adefovir dipivoxil: Penelitian obat ini pada awal untuk pengobatan HIV, tetapi dosis
yang efektif untuk HIV menimbulkan efek samping pada ginjal. Dosis yang dibutuhkan
untuk mengobati HBV jauh lebih rendah – hanya satu tablet 10mg sehari – dan karena itu
risiko efek samping pada ginjal juga lebih rendah. Pada uji coba klinis, adefovir ternyata
efektif untuk pengobatan orang dengan hepatitis B kronis yang baru memakai terapi
untuk pertama kali, dan juga untuk orang dengan HBV yang sudah resistan terhadap 3TC.
HEPATITIS C

Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus ini dapat mengakibatkan
infeksi seumur hidup, sirosis hati, kanker hati, kegagalan hati, dan kematian. Belum ada
vaksin yang dapat melindungi terhadap HCV, dan diperkirakan 3 persen masyarakat
umum di Indonesia terinfeksi virus ini.

Infeksi HCV umum dijumpai di antara orang dengan HIV, dan kegagalan hati disebabkan
oleh infeksi HCV sekarang adalah salah satu penyebab utama kematian Odha. Infeksi
HCV dapat menyebabkan perjalanan penyakit hati lebih cepat pada orang yang juga
terinfeksi HIV. Oleh karena ini, beberapa pihak menganggap hepatitis C sebagai infeksi
oportunistik, walaupun infeksi HCV bukan kriteria untuk AIDS.

Pengguna narkoba suntikan (IDU) yang memakai jarum suntik dan alat suntik lain secara
bergantian berisiko paling tinggi terkena infeksi HCV. Antara 50 dan 90 persen IDU
dengan HIV juga terinfeksi HCV. Hal ini karena kedua virus menular dengan mudah
melalui hubungan darah-ke-darah. HCV dapat menyebar dari darah orang yang terinfeksi
yang masuk ke darah orang lain melalui cara yang berikut:

 Memakai alat suntik (jarum suntik, semprit, dapur, kapas, air) secara bergantian;
 Kecelakaan ketusuk jarum;
 Luka terbuka atau selaput mukosa (misalnya di dalam mulut, vagina, atau dubur);
dan
 Produk darah atau transfusi darah yang tidak diskrining.

Berbeda dengan HIV, umumnya dianggap bahwa HCV tidak dapat menular melalui air
mani atau cairan vagina kecuali mengandung darah. Ini berarti risiko terinfeksi HCV
melalui hubungan seks adalah rendah. Namun masih dapat terjadi, terutama bila berada
infeksi menular seksual seperti herpes atau hubungan seks dilakukan dengan cara yang
meningkatkan risiko luka pada selaput mukosa atau hubungan darah-ke-darah, misalnya
akibat kekerasan. Diusulkan orang dengan HCV melakukan seks lebih aman dengan
penggunaan kondom untuk melindungi pasangannya.

Perempuan dengan HCV mempunyai risiko di bawah 6 persen menularkan virusnya pada
bayinya waktu hamil atau saat melahirkan, walaupun risiko ini meningkat bila viral load
HCV-nya tinggi. Kemungkinan HCV tidak dapat menular melalui menyusui.

Bila kita belum dites HCV, atau tidak mengetahui apakah kita pernah dites, kita
sebaiknya membicarakannya dengan dokter. Tes HCV sangat disarankan untuk siapa pun
yang HIV-positif.

GEJALA

Seperti dibahas di atas, hanya satu dari empat orang mengalami gejala saat pertama
terinfeksi hepatitis C. Banyak orang dengan hepatitis C kronis juga tidak mengalami
gejala penyakit hati. Artinya, mereka tidak merasa atau kelihatan sakit. Bila terjadi, gejala
biasanya ringan, tidak sangat khusus, cenderung bersifat sementara, dan mirip dengan
gejala yang dialami dengan hepatitis C akut.

Bila infeksi HCV menyebabkan kerusakan yang parah pada hati dan/atau sirosis, gejala
bisa terjadi atau memburuk. Selain kelelahan, gejala ini dapat termasuk hilang nafsu
makan, mual, sakit kepala, demam, muntah, sakit kuning, kehilangan berat badan, gatal,
depresi, suasana hati berubah-ubah, bingung, sakit pada otot dan sendi, sakit perut, dan
pembengkakan pada pergelangan kaki dan perut membuncit.

TES LABORATORIUM

Tes Antibodi HCV: Mendiagnosis infeksi HCV mulai dengan tes antibodi. Antibodi
terhadap HCV biasanya dapat dideteksi dalam darah dalam enam atau tujuh minggu
setelah virus tersebut masuk ke tubuh, walaupun kadang kala untuk beberapa orang
dibutuhkan tiga bulan atau lebih. Bila tes antibodi HCV positif, tes ulang biasanya
dilakukan untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau tes PCR. Bila
kita tes positif untuk antibodi terhadap HCV, ini berarti kita pernah terpajan oleh virus
tersebut pada suatu waktu. Karena kurang lebih 20 persen orang yang terinfeksi HCV
sembuh tanpa memakai obat, biasanya dalam enam bulan setelah terinfeksi, langkah
berikut adalah untuk mencari virus dalam darah.

Tes Viral Load HCV: Untuk mencari HCV, dokter kita mungkin meminta tes PCR
kualitatif untuk menentukan adanya virus hepatitis C di darah kita. Dokter juga dapat
meminta tes PCR kuantitatif – mirip dengan tes yang dipakai untuk mengukur viral load
HIV – untuk mengetahui apakah ada HCV dan menentukan viral load HCV kita. Tes viral
load ini adalah tes laboratorium yang sangat penting. Berbeda dengan tes viral load untuk
HIV, yang dapat membantu meramalkan cepat-lambatnya perjalanan penyakit menuju
AIDS, tes viral load HCV tidak dapat menentukan bila atau kapan seseorang dengan
hepatitis C akan menjadi sirosis atau gagal hati. Namun viral load HCV dapat membantu
meramalkan keberhasilan pengobatan. Sebagai petunjuk praktis, semakin rendah viral
load HCV, semakin mungkin kita berhasil dalam pengobatan untuk HCV. Tes viral load
HCV juga terpakai pada waktu kita dalam pengobatan untuk menentukan apakah terapi
berhasil.

Tes Genotipe: Tidak semua virus hepatitis C adalah sama. Ada sedikitnya enam genotipe
HCV yang berbeda – yang berarti bentuk genetis saling berbeda. Lagi pula, beberapa
genotipe ini dibagi menjadi subtipe. Hal ini dapat termasuk keputusan mengenai obat
yang terbaik serta lamanya pengobatan.

Tes Enzim Hati: Seperti dengan hepatitis A dan B, enzim hati yang paling penting
dipantau adalah SGPT dan SGOT. Pada kurang lebih dua pertiga orang dengan hepatitis
C kronis, tingkat SGPT terus-menerus tinggi, dan hal ini menunjukkan pengrusakan
terus-menerus pada sel hati. Namun untuk sepertiga orang dengan hepatitis C kronis,
tingkat SGPT tetap normal. Banyak di antara orang ini akan hidup dengan infeksi HCV
tanpa masalah apa pun pada hati. Tetapi sebagian orang ini dengan tingkat SGPT yang
normal bahkan rendah dapat mengalami kerusakan pada hati yang terjadi pelan-pelan.
Tingkat SGOT juga sering tinggi pada orang dengan hepatitis C kronis. Namun tingkat
SGOT biasanya lebih rendah daripada tingkat SGPT. Bila sirosis terjadi, tingkat SGOT
dapat naik di atas tingkat SGPT – ini tanda bahwa kerusakan hati bertambah buruk.

Biopsi Hati: Viral load HCV dan pemeriksaan enzim hati adalah tes yang sangat berguna.
Namun, tes ini tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan pada hati oleh infeksi
HCV, dan bila ada, berat kerusakan tersebut. Untuk menentukan ini, biopsi hati sering
dibutuhkan, terutama untuk mengetahui kapan sebaiknya memulai terapi.

PENGOBATAN

Umumnya, pedoman di AS mengusulkan agar terapi dimulai sebelum terjadinya sirosis –


ini dapat ditentukan melalui biopsi hati – tetapi hanya untuk orang yang dianggap
berisiko tinggi menjadi sirosis pada waktu yang akan datang. Ini termasuk orang dengan
semua persyaratan berikut:

 SGPT yang tinggi;


 Viral load HCV yang terdeteksi;
 Biopsi hati yang menunjukkan tanda fibrosis yang sedang atau berat, radang, atau
nekrosis (kematian sel); dan
 Tidak ada kontraindikasi pengobatan

Bila kriteria ini dipenuhi, seorang pasien sebaiknya ditawarkan pengobatan, tidak peduli
adanya atau tiadanya gejala, genotipe HCV, atau tingginya viral load HCV.

Sebaiknya dokter dan pasien berdiskusi bersama untuk mengambil keputusan untuk
memulai pengobatan:

 Hasil SGPT yang normal, walaupun HCV terdeteksi dengan


 PCR (pengobatan mungkin belum dibutuhkan);
 Pencangkokan hati sebelumnya;
 Masalah ginjal;
 Penggunaan narkoba atau alkohol secara aktif;
 Riwayat masalah yang mungkin mengganggu keamanan atau keefektifan terapi,
misalnya depresi parah yang belum diobati (yang dapat diperburuk oleh
interferon-alfa, obat yang baku untuk hepatitis C).

Pengobatan tidak boleh dimulai dalam keadaan berikut:

 Penyakit hati yang parah misalnya sirosis dekompensasi, yaitu bila hati tidak
lagi mampu mengkompensasi kerusakan yang dialami (pencangkokan hati
mungkin pilihan terbaik dalam keadaan ini);
 Pencangkokan ginjal atau jantung sebelumnya;
 Perempuan yang hamil;
 Perempuan yang tidak mampu atau sanggup memakai KB (terapi hepatitis C
dapat menyebabkan cacat lahir yang berat).
satu-satunya obat yang tersedia untuk hepatitis C adalah interferon-alfa, versi
sintetis (buatan manusia) sebuah protein yang mempunyai sifat antivirus dan
meningkatkan kekebalan..

Walaupun interferon kadang kala dipakai sampai sekarang, versi yang lebih
efektif sudah tersedia. Pegylated interferon (Pegasys, Peg-Intron) mengandung
butir polietalen glikol yang sangat kecil terikat pada molekul interferon, yang
menyebabkan obat di darah lebih lama. Ini memungkinkan suntikan seminggu
sekali (interferon biasa harus disuntik setiap hari atau tiga kali seminggu). Lagi
pula, dengan pegylated interferon, tingkat obat dalam darah lebih tinggi dan
bertahan lebih lama, dan oleh karena ini obatnya lebih efektif terhadap HCV.
Walaupun efek samping pegylated interferon serupa dengan interferon biasa,
manfaat pengobatan lebih jelas.

Obat antiviral yang kedua, ribavirin, disetujui untuk dipakai dalam kombinasi
dengan interferon sebagai pengobatan untuk hepatitis C. Obat ini meningkatkan
kemungkinan mencapai ETR dan SR bila digabungkan dengan interferon biasa
atau pegylated interferon. Terapi kombinasi dengan ribavirin dan pegylated
interferon menjadi pengobatan HCV yang terpilih saatini. Berikut adalah rincian
mengenai obat-obatan ini:

Interferon-alfa: Bila dipakai sendiri, tanpa ribavirin, dosis yang dipakai adalah
3 juta satuan (MU), tiga kali seminggu, disuntik di bawah kulit. Terapi ini
diteruskan selama satu tahun. Catatan: terapi tunggal dengan interferon biasa
ini disarankan tidak dipakai lagi.

Hanya 10–20 persen orang yang hanya memakai interferon-alfa mencapai SR


– viral load yang tidak terdeteksi enam bulan setelah terapi selesai. Hasilnya
serupa dengan orang dengan hepatitis C yang HIV-positif maupun HIV-
negatif. Efek samping interferon-alfa adalah umum, walaupun beratnya
berbeda-beda. Efek samping ini terjadi baik dengan interferon biasa maupun
pegylated interferon, dan dapat termasuk:

 Kelelahan
 Sakit sendi atau otot
 Demam ringan dan/atau panas dingin
 Sakit kepala
 Gatal-gatal pada tempat suntikan
 Hilang berat badan
 Darah merah dan putih menurun
 Kehilangan rambut yang ringan tetapi dapat pulih
 Lekas marah
 Depresi
 Rasa ingin bunuh diri (jarang)

Efek samping ini cenderung lebih berat pada minggu-minggu pertama terapi,
terutama setelah suntikan pertama, tetapi biasanya semakin berkurang dengan waktu.
Suntikan interferon pada malam mungkin mengurangi efek samping karena terjadi
waktu tidur. Ibuprofen dapat mengurangi efek samping seperti gejala flu, dan
antidepresi dapat membantu mengurangi depresi bila bersifat terus-menerus.

Pegylated Interferon: Bila dipakai sendiri (bukan dalam kombinasi),


pengobatan disarankan diberikan selama satu tahun. Dosis yang dipakai tergantung
pada versi yang dipakai. Versi dengan nama merek Peg-Intron (dari Schering-Plough)
berbeda-beda tergantung pada berat badan, sementara untuk Pegasys (dari Roche),
dosis tetap sama untuk semua orang. Pegylated interferon disuntik di bawah kulit
sekali seminggu.

Ribavirin: Ribavirin harus dipakai dalam kombinasi dengan interferon-alfa


biasa atau pegylated interferon – obat ini tidak efektif terhadap hepatitis C bila
dipakai sendiri. Ribavirin diminum dua kali sehari, dan dosis berkisar dari 800mg
hingga 1.200mg per hari tergantung pada genotipe HCV dan berat badan.

Selain efek samping terkait interferon, ribavirin dapat menyebabkan anemia


(kurang darah merah), gatal-gatal, ruam, hidung mampet, dan batuk. Anemia dapat
berat dan kadang kala harus diobati – cara terbaik adalah dengan eritropoetin, tetapi
obat ini sulit didapatkan di Indonesia dan harganya sangat mahal, jadi sering kali
harus dilakukan transfusi darah. Ribavirin juga dapat menyebabkan cacat bawaan
yang berat. Perempuan harus hati-hati agar tidak menjadi hamil saat dirinya atau
pasangan seksualnya memakai ribavirin atau enam bulan setelah berhenti
memakainya. Baik perempuan maupun laki-laki sebaiknya memakai KB waktu
memakai ribavirin dan untuk enam bulan kemudian. Bila mungkin, ribavirin
sebaiknya tidak dipakai bersama dengan ARV seperti ddI atau d4T. Efek samping
tertentu dari obat ini lebih mungkin terjadi bila dipakai bersama dengan ribavirin.

HEPATITIS D

Agen hepatityis delta atau virus hepatitis D, merupakan virus RNA detektif yang
infeksinya bersamaan atau memerlukan bantuan fungsi HBV untuk replikasi dan ekspresinya

HDV dapat menginfeksi manusia secara simultan dengan HBV (koinfeksi) atau memperberat
pasien yang telah terinfeksi HBV. Selama infeksi HDV akut, anti HDV dari kelas IgM
dominan dan berlangsung selama 30 hingga 40 hari setelah timbulnya gejala, namun sebelum
anti HDV dapat dideteksi. Pada infeksi, titer anti HDV rendah dan ringan, jarang tetap
terdeteksi setelah hilangnya HbsAg dan anti HDV. Pada infeksi kronik, titer anti HDV tinggi
dalam darah dan baik IgM maupun IgG anti HDV dapat terdeteksi. Antigen HDV dalam hati
dan RNA HDV dalam serum dan hati dapat dideteksi selama replikasi HDV

Patogenesis: pada manusia, HDV tidak dapat bereplikasi tanpa adanya HBV, karena
setidaknya diperlukan tiga protein selubung HBV untuk bereplikasi. Rakitan partikel HBV
sangat tidk efektif dan sebagian besar dari rakitan partikel ini kosongatau tidak mengandung
nukleokapsid atau genom HBV. Rakitan HDV menggunakan produksi berlebih dari protein
selubung ini dengan memasukkan RNA genomik HDVdan protein lain kedalam partikel
kosong tersebut.

Manifestasi klinis

Superinfeksi akut HDV membawa ririko yang lebih besar untuk terjadinya hepatitis fulminan
dan berujung pada kegagalan hati dan bukan infeksi HBV itu saja. Infeksi kronis HDV terkait
dengan progresivitas kerusakan hati yang cepat

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis HDV harus dipertimbangkan pada semua pasien yang telah didiagnosis dengan
HBV. Penting untuk mempertimbangkan adanya superinfeksi pada pasien dengan HBV yang
sedang mengalami aktivitas penyakitnya

 HDV memproduksi dua protein, yaitu antigen delta kecil dan besar (HDAg-S dan
HDAg-L). Meskipun kedua antigen ini 90% identik, namun keduanya memiliki efek
yang berbeda dalam infeksi
- HDAg-S diproduksi lebih cepat dan dibutuhkan untuk replikasi virus
- HDAg-L diproduksi kemudian dan merupakan penghambat replikasi virus,
namundibutuhkan untuk merakit partikel virus
 Total antibodi anti-HDV digunakan untuk menegakkan diagnosis infeksi
 Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) digunakan untuk
mengukur HDV RNA dalam memantau infeksi kronis

Tata laksana
vaksinasi untuk HBV juga akan melindungi dari HDV dan sudah terdapat penurunan
insidensi superinfeksi HBV diseluruh dunia dengan inisiasi dari program vaksinasi HBV.

Antivirus, seperti lamivudin tidak menurunkan titer HDV

Penanganan penyakit ini terbatas untuk

 Terapi IFN-alfa yang luas


 Pada kasus berat dilakukan transplantasi
Seri Buku Kecil Hepatitis virus dan HIV Tim Horn dan James Learned, dan
diterbitkan oleh AIDS Community Research Initiative of America (ACRIA):
www.acria.org

Gastroentererologi dan hepatologi Anton Emmanuel Erlangga


8. Bagaimana etiologi dari skenario?
Abses Amubiasis  dilihat dari feses terdapat amuba
intoksikasi obat  anamnesis obat yang pernah dikonsumsi
virus
parasit
malaria  gigitan
bakteri (e. Coli, Salmonella thypi)

9. Diet seperti apa yang diberikan kepada pasien?


Penderita harus mendapat cukup kalori dengan ukuran 30-35 kalori per kilogram
berat badan atau sekitar 150-175% dari kebutuhan kalori basal. Makanan yang kaya hidrat
arangkompleks yaitu 300-400 gram per hari agar dapat melindungi protein tubuh.protein
atau asam amino diberikan sebanyak 0,75 gram per kilogram berat badan.
Perencanaan makan (meal planing) merupakan istilah yang pemakaiannya akhir-
akhir ini mulai dikembangkan secara internasional pada penderita hepatitis. Tujuan
perencanaan makanan dalam jangka pendek adalah mempertahankan status gizi optimal
tanpa memberatkan fungsi hati sehingga dapat menghilangkan keluhan penyakit hepatitis.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah meningkatkan regenerasi jaringan hati,
mencegah kerusakan lebih lanjut, meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa dan
mencegah koma hepatik (Hartono, 2010).
Menghindari makan terlalu berlemak tinggi seperti makanan gorengan, kentang
goreng dan sebagian besar makanan cepat saji. Penting untuk mempertahankan pemasukan
protein dan berat badan yang cukup. Protein hewani mencakup daging, ikan, telur, unggas
dan produk susu. Daging tidak berlemak adalah yang terbaik.
Penderita hepatitis A harus mendapat asupan kalori dengan ukuran 35-45 kalori per
kilogram berat atau sekitar 2100 kalori perhari. Makanan yang kaya hidrat arang kompleks
yaitu 350-400 gram per hari agar dapat melindungi protein tubuh. Protein atau asam amino
diberikan sebanyak 0,75 gram dan lemak sedang tidak lebih dari 55 gram per hari. Bentuk
makanan tergantung kesanggupan penderita. Apakah dapat menerima jenis makanan biasa
atau lunak.
Pada penderita hepatitis B, membutuhkan asupan kalori dengan ukuran 30-35 kalori
per kilogram berat badan atau sekitar 150-175% dari kebutuhan kalori basal atau sekitar
1800-1900 kalori perhari. Dengan rincian makanan yang kaya hidrat arang kompleks yaitu
300 gram per hari agar dapat melindungi protein tubuh. Protein atau asam amino diberikan
sebanyak 60 gram dan lemak rendah tak lebih dari 40 gram perhari. Bentuk makanan lunak
bila ada keluhan mual dan muntah, atau makanan biasa sesuai dengan kemampuan saluran
cerna.
Sedangkan penderita hepatitis C, penderita harus mendapat asupan kalori dengan
ukuran 25-30 kalori per kilogram berat badan atau sekitar 1500-1600 kalori perhari. Dengan
rincian makanan yang kaya hidrat arang kompleks yaitu 286 gram per hari. Protein atau
asam amino diberikan sebanyak 53 gram dan lemak rendah tak lebih dari 38 gram perhari.
Makanan diberikan sebaiknya dalam bentuk cincang atau lunak.
Dalam penentuan perencanaan makanan yang harus diperhatikan adalah jumlah
kalori yang diberikan harus habis, jadwal pengaturan makanan harus diikuti sesuai dengan
intervalnya yaitu tiga jam dan jenis makanan yang dihindari adalah makanan yang
mengandung tinggi lemak.
Hartono, Andry dr. Sp.KG. 2010. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC

10. Apa saja Vitamin yang diresepkan oleh dokter?

11. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan enzim transaminase?

12. Bagaimana penatalaksanaan?

13. Bagaimana pencegahan dari diagnosis tersebut?


pencegahan terhadap infeksi hepatitis dengan penularan secara enetrik :
HAV
Pencegahan dengan imunoprofilaksis
Imunoprofilaksis sebelum paparan
a. Vaksin HAV yang dilemahkan
- efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
- sangat imunogenik (hampir 100% pada subyek sehat)
- antibodi protektif terbentuk dalam 15 hari pada pada 85-90% subjek
- aman,toleransi baik
- efektifitas proteksi selama 20-50 thn
- efek samping utama adalah nyeri ditempat penyuntikan.
b.dosis dan jadual vaksin HAV
- > 19 thn 2 dosis of HAVRIX (1440 unit Elisa) dengan interval 6-12 bln
- anak > 2 tahun 3 dosis HAVRIX (360 Unit Elisa),0,1,dan 6-12 bulan atau 2 dosis (720
Unit Elisa),0,6-12 bulan.
c. indikasi vaksinasi  - pengunjung kedaerah risiko tinggi
- homoseksual & biseksual
- pasien yg rentan dengan peny.hati kronik
- pekerja laboratoriumyg menangani HAV
- pramusaji
- pekerja pd pembuangan air
imunoprofilaksis paska paparan
- keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
- keberhasilan imunoglobulin sudah nyata akan tetapi tdk sempurna
- dosis dan jadual pemberian imunoglobulin
dosis 0,02 ml/kg,suntikan pada daerah deltoid sesegara mungkin setelah paparan.
Toleransi baik,nyeri pd daerah suntikan
Indikasi : kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dgn infeksi HAV akut.
HEV
Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat bersifat
proteksi,akan tetapi efektifitas dari imunoglobulin yang menagndung anti HEV masih
blm jelas.
- pengembangan imunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan
- vaksin HEV sedang dalam penelitian klinis pada daerah endemik
pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah.
HBV
1. imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
vaksin rekombinan ragi
- mengandung HbsAg sebagai imunogen
- sangat imunogenik,menginduksi kadar proteksi anti HBsAg pada > 95 % pasien
dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis
- efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV.
- Efek samping utamanyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25% &
demam ringan dan singkat pada < 3 %
- Booster tdk direkomendasikan walaupun setelah 15 thn imunisasi awl
- Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer dibawah
10mU/mL
Dosis dan jadual vaksinasi HBV pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa,untuk bayi,anak sampai umur 19 thn dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa)
diulang pada 1 & 6 bulan kemudian.
Indikasi :
- imunisasi universal untuk bayi baru lahir.
- vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 thn (bila belum divaksinasi)
- Grup resiko tinggi :
- pasangan dan anggota keluarga yang kontak karier hepatitis B
- pekerja kesehatan dan pekerja yg terpapar darah.
- IVDU
- homoseksual dan biseksual pria
- individu dgn banyak pasangan seksual
- resipien transfusi darah
- pasien hemodialisis
- sesama narapidana
- individu dgn penyakit hati yang sudah ada (misal hepatitis C kronik)
2. imunoprofilaksi pasca paparan dgn vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG)
indikasi :
kontak seksual dengan idividu yang terinfeksi hepatitis akut
- dosis 0,04-0,07 mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan
- vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yg sama pada
deltoid sisi lain
- vaksin kedua dan ketiga diberikan 1-6 bln kemudian
neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HBsAg positif :
- setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir dibagian anterolateral otot paha atas.
- Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug,diberikan dalam waktu 12 jam
pada sisi lain,diulang pada 1 dan 6 bulan.
Vaksin kombinasi untuk perlindungan dari hepatitis A & B
Vaksin kombinasi (Twinrix-GlaxoSmithKline) mengandung ug protein HBsAg (Engrix) dan
720 Unit Elisa hepatitis A virus yang dilemahkan (Havrix) memberikan proteksi ganda
dengan pemberian suntikan 3 kali berjarak 0,1 dan 6 bln.
Diindikasi untuk individu dengan resiko baik terhadap infeksi HAV maupun HBV.
(BUKU AJAR PENYAKIT DALAM . JILID 1. EDISI IV)

Pencegahan terhadap hepatitis virus diperlukan untuk :

 individu yang diketahui terpajan makanan / minuman yang terkontaminasi virus


hepatitis
 pegawai Rumah Sakit yang terpajan produk darah, yang beresiko tertular hepatitis B dan
C
 pasien yang menerima transfusi darah dan produk darah, yang juga beresiko hepatitis B
dan C
dengan cara pemberian :

 imunisasi pasif dan aktif untuk HAV maupun HBV pada saat sebelum dan sesudah
terpajan
- dewasa 18 th dan >> tua = 2 dosis  dosis ke 2 diberikan setelah 6 – 12 bln setelah
dosis pertama
- anak > 2 th / remaja = 3 dosis  dosis ke 2 diberikan satu bln setelah dosis pertama,
dosis ke 3 diberikan 6 – 12 bln berikutnya
- anak < 2 th  tidak divaksinasi, tapi dengan suntikan IM ( intramuskular ) dalam
otot deltoideus
 pemberian Imunoglobulin ( globulin serum imun )  untuk perlindungan sebelum dan
sesudah terpajan HAV yang mengandung anti-HAV
- sebelum terpajan  untuk wisatawan mancanegara yang akan berkunjung ke
negara2 endemis HAV. Jika kunjungan < 3 bln mk dosis tunggal IG ( 0,2 ml/ kgBB)
secara IM, jika kunjungan . lama mk dosis 0,06 ml/kg setiap 4 – 6 bln
- setelah terpajan  efektif untuk mencegah/mengurangi keparahan infeksi HAV.
Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegera mungkin / dlm waktu 2 minggu setelah
terpajan.
 Pemberian suntikan HBIG ( 0,06 ml/kg ) adl pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi
HBV setelah suntikan perkutan/mukosa terpajan darah HbsAg positif. Segera diberikan
dalam waktu 7 – 14 hari bila individu yg terpajan belum divaksinasi. CDC
merekomendasikan pemberian HBIG dan HBV dalam 12 jam setelah lahir pada bayi yg
lahir dari ibu yang HbsAg ( + ).
 Penyediaan makanan dan air bersih yang aman, serta sistim pembuangan sampah yg
efektif.
 Perhatikan hiegin umum, mencuci tangan, serta membuang urine dan feses pasien
terinfeksi dengan aman.
 Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali pakaian akan menghilangkan sumber
infeksi penting.
 Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima
menjadi panel donor
Ringkasan Patologi Anatomi, Parakrama Chandrasoma & Clive R. Taylor, 2006

Patofisiologi, Sylvia A Price & Lorraine M. Wilson, 2006

14. Apa komplikasi dari penyakit pasien?

komplikasi tersering adl perjalanan klinis yg lebih lama 2 – 8 bln (


hepatitis kronik persisten, terjadi pada 5 – 10 % pasien. Walupun
pemulihan terlambat, penderita hepatitis kronik persisten
hampir seluruhnya sembuh
5 – 10 % pasien hepatitis virus mengalami kekambuhan setelah
sembuh dari serangan awal. Terjadii karena individu berada
dalam faktor resiko tinggi ( penyalahgunaan zat, penderita
kanker )
Setelah hepatitis virus akut, sebagian kecil pasien mengalami
hepatitis kronis aktif bila terjadi kerusakan hati seperti digerogoti
dan terjadi sirosis. Prognosisnya buruk, kematian biasanya terjadi
dlm 5 th pd lebih dari separuh pasien2 ini akibat gagal
hati/komplikasi sirosis.
Komplikasi lanjut hepatitis yang cukup bermakna adl
berkembangnya karsinoma hepatoseluler primer. Faktor
penyebab utamanya adl infeksi HBV kronis dan sirosis terkait
(Patofisiologi, Sylvia A Price & Lorraine M. Wilson, 2006)
15. Bagaimana cara membedakan demam akibat virus, bakteri, dan obat?

16. Apa perbedaan kencing seperti teh pada sirosis dan fibrosis?

17. Apakah ikterik bisa disebabkan oleh selain bilirubin?

(Patofisiologi. Sylvia)

(Ilmu Penyakit Hati. Ali Sulaiman)


Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Ikterus Fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,
namun kurang 12,9 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus
fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin
serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6
mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang
dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin
terkonjugasi < 2 mg/dL.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain.
Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih
tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa
minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum
pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus
fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia
relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan
dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Terjadi kernikterus (>20mg/dl), yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus
subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
2. Ikterus Patologis
1. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya
pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang
berlebih.Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia
sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak
terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin
dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini
menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus
pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira grippotyphosa.

2. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi
oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut
disebabkanpenurunan pengambilan karena rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut
atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin
oleh sel hati.Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). Ikterus

3. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin
terkonjugasi sehingga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.Bilirubin
terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin
(bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurangsehingga warna
feses terlihat pucat.Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor
fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis,
infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang
melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular necrosis (nekrosa sel hati).
Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering
terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan
menyebabkan cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada
penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing
adalah Capillaria hepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing
antara lain Taenia hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang
berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoelium dendriticum, Ophisthorcis
tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus, M. albidus, Parametorchis
complexus, dan lain-lain (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).

Carlton WW dan MD. McGavin. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed. 2.
Mosby-Year Book, Inc.
STEP 4

HEPAR
Manifestasi Klinis:

- mual muntah
- urin merah spt teh Virus Berasal dari
- nyeri perut kuadran kanan makanan dan
Bakteri
atas feces
- demam amuba
- hepatomegali

Infeksi hepar Gngguan sistem


enterohepatik

Terganggu
HIPERBILIRUBINIA
Pemeriksaan Lab: metabolisme
lemak
- SGOT
- SGPT Urin merah
- Kadar bilirubin IKTERUS pekat
- Albumin

PREHEPATIK INTRAHEPATIK POSTHEPATIK

You might also like