You are on page 1of 20

MAKALAH

PULPITIS KRONIS HIPERPLASTIK

Disusun Oleh:
Siti Handayani G99172153
Periode: 4 – 17 Februari 2019

Pembimbing:
Dr. Risya Cilmiaty, AR., drg., MSi., SpKG

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Referensi makalah dengan judul:

Leukoplakia

Hari, tanggal : Februari 2019

Oleh:
Siti Handayani G99172153

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Makalah

drg. Vita Nirmala Ardanari, Sp.Pros., Sp.KG.


NIP. 19660827 199403 2 003

ii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2
A. Definisi ........................................................................................... 2
B. Anatomi .......................................................................................... 2
C. Epidemiologi .................................................................................. 5
D. Etiologi ........................................................................................... 5
E. Patofisiologi ……………………………………………………….. 7
F. Tanda dan Gejala ............................................................................. 7
G. Klasifikasi …………………………………………………………. 8
H. Diagnosis ………………………………………………………….. 10
I. Terapi …………………………………………………… .............. 13
J. Prognosis ………………………………………… ........................ 14
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 15
A. Kesimpulan ..................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pada tahun 1877, Schimmer menggunakan istilah leukoplakia untuk


menerangkan sebuah. Leukoplakia memiliki gambaran tipis, berupa bercak putih pada
gusi, pipi bagian dalam dan kadang-kadang ditemukan pada lidah. Inisiden terjadinya
leukoplakia pada suatu populasi sekitar 0,1% (Neville dan Day, 2002). World Health
Organization (WHO) mendefinisikan leuoplakia sebagai plakat putih risiko yang
dipertanyakan telah mengeluarkan penyakit atau gangguan lain yang diketahui yang
tidak meningkatkan risiko kanker. Leukoplakia sendiri hanya istilah klinis lesi putih
pada lidah yang kemungkinan merupakan gambaran klinis glositis sifilis, dan
definisinya biasnyaa dimodifikasi setelah evaluasi histopatologis. Sebagai contoh,
kesan klinis leukoplakia pada pemeriksaan biopsi mungkin menunjukkan kandidiasis,
gigitan keratosis, atau lichen planus.
Dalam sebuah penelitian oleh Martorell-Calatayud et al. menentukan
prevalensi leukoplakia berada di kisaran 0,4% hingga 0,7%. Pada penelitian yang
dilakukan di India terdapat 3,28% mengalami leukoplakia, di Amerika leukoplakia
ditemukan sebanyak 2,9% dari 23.616 orang dewasa kulit putih, Di negara
berkembang, leukoplakia didiagnosis pada individu usia 30-50 tahun dan meningkat
seiring bertambahnya usia. Rasio laki-laki-perempuan sendiri tergantung pada
distribusi geografis penyakit.
Kendala dalam menegakkan diagnosis leukoplakia masih sering terjadi. Hal
ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti etiologi leukoplakia yang belum
jelas serta perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai
hiperkeratosis ringan tetapi pada akhirnya menjadi karsinoma sel skuamosa dengan
angka kematian yang tinggi. Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut
lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara lainnya di seluruh dunia. Keadaan ini
diduga kebiasaan mengkonsumsi tembakau di wilayah Asia.

1
BAB II
LEUKOPLAKIA

A. Definisi
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga
mulut berupa penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang dan sering
berpotensi menjadi suatu keganasan (Kayalvizhi, 2016). WHO mendefinisikan
leukoplakia sebagai lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa
mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan dan
secara klinis maupun histologis berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut serta
tidak dapat dihubungkan dengan sebab fisik atau kimia kecuali penggunaan
tembakau. Sebagian besar lesi ini timbul pada lidah, namun bisa juga timbul
dibagian lainnya seperti ginggiva, palatum, mukosa buccal, area alveolar dan bibir
bawah (Brouns et al, 2013).
B. Anatomi Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka yang merupakan jalan masuk sistem
pencernaan berisi organ asesoris berfungsi dalam proses awal pencernaan.


Gambar 1. Rongga Mulut

2
Bagian-bagian yang terdapat pada mulut:
1. Bibir
Terdiri atas otot rangka dan jaringan ikat. Permukaan luar bibir yang
dilapisi kulit dan mengandung folikel rambut, kelenjar keringat serta kelenjar
subasea. Sedangkan permukaan dalam bibir adalah membran mukosa.
2. Gigi (dens)

Gambar 2. Anatomi gigi


a. Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi.
Terdiri atas:
1) Lapisan email, merupakan lapisan yang paling keras.
2) Tulang gigi (dentin), di dalamnya terdapat saraf dan pembuluh darah.
3) Rongga gigi (pulpa), merupakan bagian antara corona dan radiks.
4) Leher gigi atau kolum, merupakan bagian yang berada di dalam gusi.
5) Akar gigi atau radiks, merupakan bagian yang tertanam pada tulang
rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantaraan
semen gigi.
6) Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap
melekat pada gusi. Terdiri atas:
a) Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dalam gusi.
b) Gusi, merupakan tempat tumbuh gigi.

3
3. Lidah
Lidah berfungsi untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau
ditelan, atau untuk pengecapan dan berbicara.

Gambar 3. Anatomi Lidah

4. Kelenjar ludah (glandula sallivatorius)


Kelenjar saliva terdiri atas kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva
minor. Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar
submandibular, dan kelenjar sublingual, sedangkan kelenjar saliva minor terdiri
atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar palatinus (kelenjar Weber),
kelenjar retromolar (kelenjar Carmalat), dan kelenjar lingualis.

4
Gambar 4. Anatomi kelenjar saliva

C. Epidemiologi
Berbagai studi ilmiah mengenai leukoplakia memiliki prevalensi yang
bervariasi. Tetapi tinjauan secara global yang komprehensif memiliki prevalensi
2,6% dan tingkat konversi ke keganasan berkisar antara 0,1% hingga 17,5%.
Adapun analisis statistik dari beberapa penelitian yang diujicobakan pada anak-
anak di India menyimpulkan bahwa prevalensi leukoplakia mulai dari 0,2% hingga
5,2% dan transformasi keganasan sekitar 0,13% hingga 10%. Peningkatan dalam
prevalensi leukoplakia di India dapat disebabkan oleh faktor budaya, etnis dan
geografinya (Muhammed, 2017). Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki, dan
prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Diperkirakan bahwa
mempengaruhi pria di atas 40 tahun.

D. Etiologi
Penyebab yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui secara
pasti. Predisposisi leukoplakia terdiri dari beberapa faktor yaitu faktor lokal, faktor
sistemik dan malnutrisi vitamin. Faktor lokal yang diperkirakan menjadi penyebab

5
leukoplakia meliputi trauma yang menyebabkan iritasi kronis, misalnya akibat
gigitan tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi yang malposisi, kebiasaan
menggigit-gigit jaringan mulut, pipi maupun lidah. Faktor lain yang menjadi
penyebab terjadinya leukoplakia adalah tembakau, alkohol dan bakteri.
Menurut Schepman et al., perokok mempunyai risiko 6 kali lebih tinggi terkena
leukoplakia, meski lesi pada non-perokok mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk berubah menjadi kanker. Pada waktu merokok, terjadi iritasi pada jaringan
mukosa mulut yang disebabkan oleh asap rokok, panas ketika merokok dan zat-zat
yang terkandung dalam tembakau yang ikut terkunyah. Hal ini dibuktikan dengan
insidensi leukoplakia tertinggi ditemukan pada perokok (Brzak, 2012).
Leukoplakia juga menjadi faktor resiko tinggi untuk mengarah ke suatu lesi
ganas pada infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang dapat mengakibatkan
karsinoma sel skuamosa pada daerah mulut. Zat-zat iritan yang terkandung pada
rokok dan alkohol juga sering mengakibatkan timbulnya leukoplakia pada
seseorang yang perokok berat atau alkoholik (Caldeira et al., 2011). Pada penderita
kandidiasis kronis dapat ditemukan gambaran yang menyerupai leukoplakia.
Infeksi Candida juga berperan dalam perubahan menjadi keganasan dan faktor
risiko tertinggi perubahan menjadi kanker (Roed-Petersen, 1972; Banoczy, 1977;
Krogh, 1987). Untuk mengetahui diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan
klinis, histopatologi dan latar belakang etiologi terjadinya lesi.
Banoczy menemukan adana penurunan signifikan pada vitamin A, B12, C,
beta carotene dan asam folat pada pasien dengan leukoplakia. Soames dan Southam
melaporkan adanya perubahan pada perkembangan leukoplakia lebih pada area
atrofi epitelial dan kondisi yang berkaitan dengan hal tersebut meliputi defisiensi
besi, vitamin dan fibrosis submukus mulut. Mutasi p53 dari sel juga didapatkan
pada penderita leukoplakia yang merokok dan minum alkohol (E.B Kayalvizhi,
2016).

6
E. Patofisiologi
Leukoplakia idiopatik memiliki risiko tinggi berkembang menjadi kanker.
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah diferensiasi
abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan aktivitas keratinisasi
pada permukaan selnya yang memproduksi penampakan klinis yang mukosa yang
berwarna putih. Proses ini juga dibersamai dengan perubahan ketebalan dari
jaringan epitelial (Reibel J, 2003). Dasar molekulernya belum diketahui secara
pasti. Beberapa penelitian menyebutkan adanya perubahan ekspresi onkogen/TSG,
ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, akumulasi stres oksidatif dan displasia
epitel berperan dalam perubahan yang terjadi pada leukoplakia (Kawanishi S &
Murata M, 2016). Stres oksidatif dan kerusakan DNA akibat produk nitrogen
reaktif, seperti induksi nitrit oksida dan mekanisme inflamasi, juga memiliki
implikasi pada leukoplakia dan transformasinya dari displasia menjadi karsinoma.
F. Tanda dan Gejala
Tanda leukoplakia adalah adanya plak putih pada regio oral yang merupakan
lesi prakanker yang paling banyak dari semua lesi prakanker. Lesi ini sering
ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum, daerah dasar mulut,
gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge.
Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan,
berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas
tetapi dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu
sampai bulan menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi
ini biasanya tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas
dan iritan lainnya. Selanjutnya leukoplakia dapat berkembang menjadi granular
atau nodular leukoplakia. Leukoplakia juga dapat berkembang dan berubah bentuk
menjadi eritroplakia.

7
G. Klasifikasi
Secara klinis, leukoplakia dibagi menjadi dua yaitu homogen dan non
homogen. Lesi homogen berbentuk datar dan tipis, biasanya asimptomatis.
Sedangkan lesi non homogen lesinya berupa lesi putih disertai warna merah pada
sekitarnya. Lesi non homogen pada umumnya simtomatis dan memiliki bentuk
yang bervariasi, diantaranya:
1. Proliferative verrucous leukoplakia (PVL): Hansen et al., menjelaskan PVL
memiliki tingkat transformasi ganas yang tinggi, dimana menurut WHO, PVL
adalah lesi progresif multifokal yang sering ditemukan pada wanita. Daerah
yang sering terkena adalah gingival bawah, lidah dan mukosa bukal
(Warnakulasuriya, 2007).

Gambar 5. Proliferative verrucous leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)

2. Oral erythroleukoplakia (OEL): lesi non-homogen dengan warna campuran


putih dan merah. Ini didefinisikan sebagai tambalan merah yang berapi-api
yang tidak bisa dicirikan seara klinis atau patologis sebagai penyakit definitive

8
lainnya. OEL menunjukkan potensi transformasi ganas yang lebih tinggi
daripada leukoplakia homogen (Warnakulasuriya, 2007).

Gambar 6. Oral erythroleukoplakia (Guilgen et al., 2014)

3. Sublingual keratosis: plak putih lembut di daeraqh sublingual dengan


permukaan keriput, tidak beraturan namun terdefinisi dengan baik garis besar
dan kadang berbentuk kupu-kupu (Scully et al., 1999)

Gambar 7. Sublingual keratosis (Scully dan Felix, 2005)

4. Candidal leukoplakia (CL): leukoplakia dengan gambaran lesi yang luas, putih
pekat, keras dan kasar pada permukannya (Scully et al., 1994)

9
Gambar 8. Candidal leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)

5. Oral hairy leukoplakia (OHL) atau dikenal sebagai lesi Greenspan : ditandai
dengan bercak putih bergelombang dimana terdapat rambut-rambut yang
tumbuh pada permukaan lesi dan sering terdapat pada lidah. Sering disebabkan
oleh reaktivasi dari Epstein Barr-Virus (Van der Waal et al., 1997)

Gambar 9. Oral hairy leukoplakia (Cade, 2017)

H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan
klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan

10
perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan
yang terakhir dengan pemeriksaan biopsi.
a. Anamnesis
Anamnesis meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan
umum, kebiasaan sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol,
mengunyah sirih dan menyuntil tembakau. Dahulu, penderita
leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat penurunan daya tahan
tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda akibat
konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang
karena sudah banyak wanita yang merokok (Budiyanto, 2011).
Penderita leukoplakia tidak mengeluhkan rasa nyeri, tetapi lesi
pada mulut tersebut sensitif terhadap rangsangan sentuh, makanan
panasm dan makanan yang pedas. Dari pemeriksaan klinis ternayat oral
leukoplakia mempunyai bermacam-macam bentuk. Pada umumnya lesi
ini sering ditemukan pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan
lebih banyak pada pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena sebagian
besar pria adalah perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah
alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum mole dan durum, daerah dasar
mulut, ginggiva, mukosa lipatan bucal, serat mandibular alveolar rodge.
b. Pemeriksaan fisik
Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening
dan putih keruh. Selanjutnya plak meninggi dengan tipe yang
berkembang tidak teratur. Lesi berwarna putih kabur. Kemudian lesi
menjadi tebal, berwarna putih, menunjukkan tanda pengerasan,
membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah pembentukan ulkus.
Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang di dasar
mulut) cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular,
berbintik dan erosiva mempunyai risiko tinggi, khususnya jika

11
mempunyai displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang
kemudian berubah menjadi ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk
nodular (Budiyanto, 2011).
Secara klinis lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir,
berbatas tegas, dan permukaan tampak melipat. Bila dilakukan palpasi
akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol.
Kadang kala lesi ini dapat berwarna seperti mutiara atau kekuningan.
Pada perokok berat warna jaringan yang terkena berwarna putih
kecoklatan.
Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah,
bibir, palatum, daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta
mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah
terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap
individu akan berbeda.6

Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang
agak transparan, berfissura atau keriput dan secara khas lunak dan datar.
Biasanya batasnya tegas tetapi dapat juga berbatas tidak tegas.Lesi
dapat berkembanga dalam minggu sampai bulan menjadi tebal, sedikit
meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi ini biasanya tidak sakit,
tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas dan iritan
lainnya.

c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan
mikroskop dengan pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin (HE).
2) Pemeriksaan sitologik eksfoliatif
Digunakan untuk menegakkan diagnosis keganasan.
Pemeriksaan sitologik eksfoliatif memiliki kelebihan yaitu dapat

12
mendeteksi keadaan keganasan sedini mungkin dan merupakan
kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari biopsi yang
tidak perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan
adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan lapisan keratin atau keadaan
hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang mengalami
diskeratosis sulit untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi.

Gambar 10. Alur Diagnostik Leukoplakia


I. Terapi
Terapi leukoplakia oral terbagi atas dua, yaitu terapi non-bedah dan terapi
bedah.
a. Terapi Non-Bedah
Terapi non bedah dipilih pada pasien dengan lesi yang luas, dengan riwayat
masalah kesehatan yang beresiko tinggi terhadap tindakan pembedahan, atau
pada pasien yang menolak dilakukan tindakan pembedahan (Amagasa T et al.,
2011). Terapi non bedah antar lain: farmakologis (bleomycin, asam retinoat,
karotenoid), cryotherapy, terapi fotodinamik (Arruda JAA et al., 2016).

13
b. Terapi bedah
Terapi bedah pada leukoplakia dilakukan untuk mencegah perkembangan yang
menuju ke arah kanker sel skuamosa. Namun, reseksi ini tidak berhubungan
dengan prevensi terhadap rekurensi. Transformasi maligna dipengaruhi oleh
tingkat keparahan displasia pada sel epitel. Derajat displasia yang sedang
hingga berat dapat menjadi indikasi dilakukannya tindakan pembedahan,
sedangkan derajat displasia ringan dapat diberi tindakan alternatif yakni
menggunakan laser CO2 dengan ablasi atau vaporisasi terhadap lesi
(Kuribayashi et al., 2012; Chandu A & Smith AC, 2005).

Menurut Longshore dan Camisa, berikut tatalaksana leukoplakia:

1. Hilangkan semua faktor penyebabnya


2. Tidak ada displasia atau ada displasia ringan  bedah eksisi / operasi laser
pada lesi pada ventral / lateral lidah, lantai mulut, langit-langit lunak dan
orofaring. Observasi dan tindak lanjut untuk semua lokasi anatomi lainnya
3. Adanya displasia sedang atau berat  bedah eksisi atau terapi laser adalah
perawatan pilihan
4. Lesi merah (erythroplakia atau leukoerythroplakia)  bedah adalah yang
terbaik
5. Proliferative verrucous leukoplakia  bedah lengkap eksisi / operasi laser
jika memungkinkan
6. Evaluasi tindak lanjut untuk semua lesi (Longshore dan Camisa, 2002).

J. Prognosis
Prognosis leukoplakia sangat bagus dan deformitas akibat operasi juga bisa
diminimalkan bila penyakit ditemukan pada stadium awal. Selain itu, kanker pada
mukosa mulut yang diasosiasikan dengan leukoplakia sebagai lesi prakankernya
juga menunjukkan prognosis yang baik.

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Leukoplakia merupakan lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada
mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dan berbeda dengan penyakit lain di dalam
mulut. Predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang multipel yiatu: faktor
lokal, faktor sistemik, dam malnutrisi vitamin. Perubahan patologis primer yang
terdapat pada leukoplakia adalah diferensiasi abnormal dari epitel mukosa.
Leukoplakia dapat di klasifikasikan berdasarkan onset kedalam 3 kelompok, yaitu:
acute leukoplakia, chronic leukoplakia, dan intermediate leukoplakia. Selain itu
leukoplakia juga dapat dibedakan berdasarkan dua tipe klinis leukoplakia yaitu
homogen dan non homogen.

Diagnosis definitif leukoplakia dari penemuan lesi putih di area mukosa oral
pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya etiologi seperti riwayat merokok,
infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis atau pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
penunjang seperti biopsi sangat direkomendasikan untuk melihat perubahan histologis
yang terjadi karena leukoplakia memiliki kemungkinan untuk menjadi ganas dalam
beberapa tahun. Penatalaksanaan leukoplakia dilakukan dengan menghilangkan semua
faktor penyebabnya, dapat berupa pembedahan cryo (cryosurgery), pembedahan laser
(laser surgery) atau menggunakan bloemycin topical. Prognosis leukoplakia sangat
bagus bila ditemukan pada tingkat awal.

B. SARAN

Leukoplakia perlu diwaspadai karena memiliki kemungkinan menjadi


keganasan. Sehingga diperlukan diagnosis secara tepat termasuk pemeriksaaan
penunjang berupa biopsi apabila di curigai mengarah ke keganasan, kemudian dapat
dilakukan intervensi dini. Penganan saat awal dan baik memiliki prognosis baik dan
deformitas minimal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brouns ER, Baart JA, Bloemena E, Karagozoglu H, van der Waal I (2013). The
relevance of uniform reporting in oral leukoplakia: definition, certainty factor
and staging based on experience with 275 patients. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal 18(1):e19-26
Budiasuri AM (2002). Leukoplakia: lesi praganas rongga mulut yang sering dijumpai.
Burket. Lesi merah dan lesi putih pada mukosa mulut. Dalam Ilmu Penyakit Mulut,
Diagnosis dan terapi. Alih Bahasa : Drg. P. P. Sianita Kurniawan. Edisi
kedelapan. 1994: 299-316.
Cade JE (2017). Hairy Leukoplakia. Diakses tanggal 25 Juli 2017 pada
http://emedicine.medscape.com/article/279269-overview
Feller L, Lemmer J. (2012). Oral leukoplakia as it relates to HPV infection: A review.
International Journal of Dental Hygiene, 2: 540-561.
Guilgen NGBV, Kang S, Tommasi MHM, Vieira I, Machado MAN, Lima AAS
(2014). Oral erythroleukoplakia – a potentially malignant disorder. Polski
Przeglad Otorynolaryngologiczny 4: 20-24
Hasibuan S (2004). Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Rongga Mulut. USU Digital
Library.
Ibsen OAC, Phelan JA (2004). Oral pathology for dental hyegienist, 4th ed. St. Louis,
Missouri: Saunders; 260-3.

Kai HL, Ajith DP (2009). Oral white lesions: pitfalls of diagnosis. MJA volume 190.
No. 5. 190: p. 276
Kayalvizhi EB, Lakshman VL, Sitra G, Yoga S, Kanmani R, Megalai N (2016). Oral
leukoplakia: A review and its update. Journal of Medicine, Radiology,
Pathology & Surgery 2(2):18-22
Lodi G, Porter S (2008). Management of potentially malignant disorders: evidence and
critique. Journal of Oral Pathology and Medicine 37(2): 63-69
Longshore SJ, Camisa C (2002). Detection and management of premalignant oral
leukoplakia. Dermatol Ther 15: 229-235
Parlatescu I, Gheorghe C, Coculescu E, Tovaru S (2014). Oral Leukoplakia – an
Update. Maedica Buchar 9(1): 88-93
Roed-Petersen B, Gupta PC, Pindborg JJ, Singh B (1972). Association between oral
leukoplakia and sex, age, and tobacco habits. Bull World Health Organ 47:13-
9

16
Soames JV, Southam JC (1999) Oral Pathology. Oxford: Oxford University of Press.
p: 139-140
Soukos N (2008). Oral Leukoplakia, Idiopathic. In Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com/article/853864-overview#showall - diakses 13
Desember 2017
Van der Waal, I (2009) Potentially malignant disorders of the oral and oropharyngeal
mucosa; terminology, classification and present concepts of management. Oral
Oncol 45: 317-323
Warnakulasuriya S, Johnson NW, can der Waal I. (2007). Nomenclature and
classification of potentially malignant disorders of oral mucosa. Journal of Oral
& Pathology Medicine, 36: 575-580

17

You might also like