You are on page 1of 3

TRIBUNPEKANBARU.

COM, SIAK - Sejumlah wisatawan yang meramaikan tepian sungai di


Kabupaten Siak, tampak menggelar tikar di bawah-bawah pohon. Mereka membawa bekal
makan minum dari rumah masing-masing, untuk disantap bersama di tepian sungai Siak itu.

Beberapa wisatawan yang tidak membawa bekal sendiri juga tampak duduk kawasan yang
memang sengaja dijadikan wisata kuliner di Siak. Masyarakat sekitar menyebut turap, kawasan
pinggiran sungai yang memang dibangun turap sejak dulu.

Banyak juga penyedia kuliner di Siak kesal dengan wisatawan yang membawa bekal sendiri.
Karena penyedia kuliner tentu ingin wisatawan dapat membeli makan dan minum di gerai
mereka. Apalagi, bagi penyedia kuliner di kawasan turap yang sangat berharap dengan
kedatangan wisatawan.

"Kalau mereka bawa bekal gimana kami-kami ini mau berkembang. Padahal kami juga sewa
tempat lo di sini," celoteh seorang penyedia kuliner di kawasan turap yang tidak mau namanya
dituliskan, Minggu (19/2/2017).

Mereka berharap, Pemkab Siak melalui Satpol PP pariwisata bisa melarang wisatawan membawa
bekal makan minum sendiri. Sebab, harapan penyedia kuliner dapat mengais keuntungan
berlebih pada hari-hari libur.

"Untuk Sabtu dan Minggu kami melebihkan stok, karena kami berpikir wisatawan ramai datang
ke Siak," kata salah seorang pemilik rumah makan di kawasan turap.

Sedangkan wisatawan juga punya alasan cukup masuk akal untuk membawa makanan ke
pinggiran sungai. Apalagi mereka bukan kali pertama datang ke Siak. Tribun sempat
mewawancara beberapa wisatawan tentang kuliner di tepian sungai.

Ali, warga Depok, Jawa Barat yang memanfaatkan waktu libur kerjanya untuk pelesir ke Siak
sudah memahami kondisi kuliner di turap. Sebagai karyawan perusahaan swasta di Riau, Siak
tidak asing lagi bagi dirinya dan keluarganya. Karena kunjungan Ali ke Siak pada Minggu
kemarin bukanlah kunjungan perdana baginya.

"Saya sering mengajak keluarga ke Siak, karena memang dekat dengan tempat kerja saya. Saya
sudah tahulah gimana di sini, harga selangit rasa tak menarik. Makanya saya membawa nasi dari
rumah dan menikmati view sungai Siak bersama keluarga," kata dia.

Ali menerangkan, dia pernah makan siang di kawasan Turap. Untuk makan berdua saja, lengkap
dengan keripik dan es teh manisnya, Ali harus membayar sekitar Rp 80 ribu. Padahal, rasa dan
tempat makannya biasa saja.

Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul Wisatawan Lebih Suka Bawa
Bekal ke Kawasan Pinggir Sungai di Siak,
http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/02/23/wisatawan-lebih-suka-bawa-bekal-ke-kawasan-
pinggir-sungai-di-siak.
Penulis: Mayonal Putra
Editor: harismanto

"Saya juga pernah beli nasi goreng seafood. Saya kira benar seafood, tapi hanya ada udang kecil-
kecil dan kulitnya tak dibuang. Ada juga rada-rada amis, tapi harganya Rp 20 ribu. Ya, saya
tentu mikir," kata si Ali tanpa memberitahukan ia membeli di resto yang mana.

Ali juga menyebut, mungkin dirinya saja yang kebetulan dapat tempat kuliner dengan rasa yang
tidak bersahaja. Ia yakin dari puluhan gerai serta kafe dan resto, tentu ada rasa yang enak dan pas
sebagai daerah wisata. Namun ia belum menemukan itu di kawasan turap. "Kalau harga saya
yakin rata-rata sama mahallah," kata dia.

Tidak hanya Ali, Rahman juga mengakui hal yang sama. Ia sangat tidak terkesan dengan jajanan
dan kuliner di turap. Ia punya pengalaman membeli nasi goreng dengan kemasan bungkus.

"Nasi yang sangat berminyak dan panas itu langsung ditarok di dalam bungkusan steorofoam,
tanpa dialas lagi. Inikan bahaya, stereofoam itu dibuat tentu ada zat kimiawinya, dan ditaruh nasi
goreng panas habis dimasak. Harusnya dialas lagi pakai daun atau kertas nasi," kata dia.

Selain itu, goreng telur mata sapi pada penyedia jajanan nasi goreng, digoreng tidak dengan
minyak makan yang bersih. Sehingga telur yang digoreng itu berwarna coklat kehitaman dan
berminyak-minyak. "Kadang tak termakan lagi," kata dia.

Selain itu ia juga mengkritik penjual makanan di turap. Sebab, penjual makanan di turap
kebiasaan membuang kulit kelapa muda ke dalam sungai.

"Abis minum kelapa muda, saat pelayan membersihkan mereka buang itu ke dalam sungai. Saya
heran, kok tak ada yang melarang perilaku seperti itu," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Parowisata Siak Hendrisan tidak menafikan kritik dari wisatawan
tersebut. Ia sendiri juga mengakui para pedagang di turap belum ramah turis. Sedangkan harga
jual juga sangat mahal.

"Kita sudah memetakan masalah itu. Himbauan dari Bupati kepada para pedagang sudah
disampaikan, kita sudah sosialisasi juga agar ramah kepada turis. Mengenai harga ini yang
sangat sulit diubah, dan saya akan segera sampaikan ke Kadisperindag," kata dia.

Selain itu, Hendrisan juga akan mencari cara untuk membina SDM pedagang makanan di tepian
sungai. Sehingga mereka mendukung program wisata Kabupaten Siak. "Pelan-pelan kita harus
membenahi ini," kata dia. (myo)

Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul Wisatawan Lebih Suka Bawa
Bekal ke Kawasan Pinggir Sungai di Siak,
http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/02/23/wisatawan-lebih-suka-bawa-bekal-ke-kawasan-
pinggir-sungai-di-siak?page=2.
Penulis: Mayonal Putra
Editor: harismanto

You might also like