You are on page 1of 11

KAWISTARA

VOLUME 3 No. 2, 17 Agustus 2013 Halaman 117-226

PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS PARTISIPASI


MASYARAKAT LOKAL DI DESA WISATA JATILUWIH
TABANAN, BALI

Made Heny Urmila Dewi


Fakultas Ekonomi Universitas Udayana-Bali
Email: heny.urmila@yahoo.co.id

&KaÀd )andeli
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

M. Baiquni
Fakultas GeograÀ Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT
The development of rural tourism requires the participation of local communities in the entire development
phases starting from the planning, implementation, and supervision. However, in reality, public participation
is often completely overlooked. This study aims to examine the involvement of local communities in the
development of rural tourism and formulate the model of tourism development which uphols the participation
of local community. The study is conducted in rural tourism Jatiluwih, Tabanan Regency, Bali. The process of
collecting data through the studi literature, in-depth interviews and non-participant observation. The analytical
method used is descriptive analysis. The result of the research indicates that the development of rural tourism
in Jatiluwih still does not yet involve the local community. The role of government seems dominant, but when
referring to the clean and sustainable governance approach, the role of the government is expected to become
a facilitator by providing bigger opportunity to take part as well as the beneÀts from the development to the
local community. It is required the political will of the government to reduce the dominant role in developing
rural tourism, through opening wider space for the community to participate.

Keywords: Development, Rural Tourism, Participation, Local Community.

ABSTRAK
Pengembangan desa wisata membutuhkan partisipasi masyarakat lokal dalam keseluruhan tahap
pengembangan mulai tahap perencanaan, implementasi, dan pengawasan. Akan tetapi, dalam realitas
sering terjadi pengabaian partisipasi masyarakat. Penelitian ini bertujuan mengkaji keterlibatan
masyarakat lokal dalam pengembangan desa wisata dan merumuskan model pengembangan desa wisata
yang mengedepankan partisipasi masyarakat lokal. Penelitian dalam tulisan ini dilakukan di desa wisata
Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Bali. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, wawancara
mendalam dan observasi non-partisipan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Tulisan ini menunjukkan bahwa pengembangan desa wisata di Jatiluwih belum melibatkan masyarakat

129
Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013: 129-139

lokal. Peranan pemerintah terlihat dominan, air terjun, kesenian khas Jatiluwih bernama
padahal bila mengacu pada pendekatan tata rindik, dan wisata kuliner khas Jatiluwih
kelola pemerintah yang bersih dan berkelanjutan dengan beras merah yang berkualitas baik,
peran pemerintah diharapkan menjadi fasilitator menambah pesona Desa Jatiluwih sebagai
dengan memberikan peran dan manfaat yang
daerah wisata.
lebih besar kepada masyarakat lokal. Diperlukan
kemauan politik pemerintah untuk mengurangi
Keindahan alam Desa Jatiluwih dengan
perannya dalam pengembangan desa wisata terasering sawah telah diakui sebagai salah
dengan membuka ruang bagi masyarakat untuk satu kekuatan utama kepariwisataan di Bali
berpartisipasi. dalam peta kepariwisataan dunia. Keunikan
terasering sawah telah memosisikan Jatiluwih
Kata Kunci: Pengembangan, Desa Wisata, sebagai salah satu objek yang termasuk
Partisipasi, Masyarakat Lokal. dalam situs warisan budaya dunia sehingga
berkemampuan untuk menggerakkan minat
PENGANTAR wisatawan untuk melakukan kunjungan
Desa Jatiluwih terletak di Kecamatan ke Jatiluwih. Penetapan Jatiluwih sebagai
Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Berjarak warisan budaya dunia oleh UNESCO
26 km dari ibukota Kabupaten Tabanan, dan dinilai strategis terutama sebagai upaya
sekitar 47 km dari ibukota Provinsi Bali. Desa mendorong partisipasi masyarakat lokal
Jatiluwih adalah sebuah desa dataran tinggi dalam pelestarian sumber daya yang
yang terletak di kaki Gunung Batukaru. berbasis kekuatan nilai-nilai budaya yang
Desa ini berada di ketinggian 500-1500 meter ada, mendorong pengembangan wilayah,
dari permukaan laut dan memiliki curah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
hujan rata-rata 2500 mm/tahun. Suhu udara lokal.
berkisar antara 260-290C sehinggga udara Namun, kenyataan di lapangan
di sini tergolong sejuk. TopograÀ desa ini menunjukkan bahwa pengembangan Desa
berbukit-bukit dengan kemiringan mencapai Wisata belum berpihak kepada masyarakat
600 sehingga persawahan sebagai lahan Jatiluwih. Contohnya, sawah dan petani
utama penghidupan penduduk harus dibuat merupakan aset pariwisata yang dijual
bertingkat-tingkat (berteras). untuk kepuasan wisatawan. Namun,
Terasering sawah dibuat selain untuk pengembangan desa wisata tidak berpihak
memenuhi fungsi utamanya sebagai pengatur kepada kehidupan petani. Petani tetap miskin
irigasi persawahan, juga merupakan sementara investor meraup keuntungan
cermin dari bertahannya kebudayaan besar dari aktivitas pariwisata ini. Padahal,
lokal, khususnya bertahannya sistem mata jika tidak ada sawah dan petani pariwisata di
pencaharian di bidang pertanian. Selain itu, Jatiluwih tidak akan berkembang.
juga sebagai pemahaman petani terhadap tri Kebijakan pemerintah lebih berpihak
hita karana, yaitu menjaga hubungan yang kepada kaum kapitalis (investor). Investor
serasi dan selaras antara manusia dengan dibiarkan membangun fasilitas wisata
lingkungannya. Petani dalam membuat berupa vila di tengah hutan berdekatan
terasering sawah akan tunduk kepada dengan Pura Luhur Petali. Pembangunan
landscape alam dan tidak bisa memaksakan vila tersebut telah melanggar radius kesucian
bentuk terasering sesuai keinginan mereka. pura (kurang dari dua kilometer dari Pura
Kondisi alam Desa Jatiluwih yang masih Luhur Petali) dan melanggar Peraturan
asri, persawahan berteras yang tertata rapi Bupati Tabanan Nomor 9 tahun 2005
menjadi daya tarik utama desa ini. Selain khususnya pasal 14 ayat (5). Lokasi dan desain
keindahan terasering sawah, sumber daya vila nampak arogan dan kontras dengan
alam dan budaya yang berpotensi untuk lingkungan sekitar. Masyarakat Jatiluwih
dijadikan atraksi wisata, misalnya, bentuk menentang keras keberadaan vila tersebut
pemukiman penduduk dengan jineng-nya, karena ancaman terhadap kesucian pura.

130
Made Heny Urmila Dewi -- Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di
Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Bali

Pembangunan vila Petali bermakna bahwa masyarakat. Ide kegiatan dan pengelolaan
kepentingan ekonomi lebih diutamakan dilakukan seluruhnya oleh masyarakat
daripada kepentingan kelestarian alam dan secara partisipatif, dan manfaatnya dirasakan
budaya. Kondisi ini terjadi karena pembiaran langsung oleh masyarakat lokal. Dengan
yang dilakukan pengambil kebijakan demikian, dalam CBT peran masyarakat lokal
walaupun alam dan budaya dikorbankan sebagai pemangku kepentingan merupakan
demi kepentingan bisnis. Kerusakan pura unsur terpenting dalam pengembangan desa
ibarat neraka bagi generasi mendatang. Hal wisata.
ini berarti bahwa pembangunan pariwisata Desa wisata merupakan salah satu
berkelanjutan tidak terwujud di wilayah bentuk penerapan pembangunan pariwisata
Jatiluwih. berbasis masyarakat dan berkelanjutan.
Masuknya kaum kapitalis dalam Melalui pengembangan desa wisata
pengembangan desa wisata membangun diharapkan terjadi pemerataan yang sesuai
area kompetisi ekonomi. Kompetisi tidak dengan konsep pembangunan pariwisata
saja dalam perebutan lapangan pekerjaan yang berkesinambungan. Di samping itu,
juga dalam hal modal. Kelompok kapitalis keberadaan desa wisata menjadikan produk
lokal bersaing dengan pemodal kuat dari wisata lebih bernilai budaya pedesaan
luar desa bahkan berasal dari luar Bali. Jika sehingga pengembangan desa wisata bernilai
kondisi ini dibiarkan akan menimbulkan budaya tanpa merusaknya.
ketidakadilan ekonomi antara masyarakat Inskeep (1991) mengatakan bahwa
lokal dengan pendatang. Ketidakadilan desa wisata merupakan bentuk pariwisata,
berpotensi terjadinya konÁik. Oleh karena yang sekelompok kecil wisatawan tinggal di
itu, memberi ruang gerak bagi tumbuhnya dalam atau di dekat kehidupan tradisional
ekonomi kerakyatan sangat diperlukan. Jika atau di desa-desa terpencil dan mempelajari
tidak, kenyamanan desa wisata Jatiluwih kehidupan desa dan lingkungan setempat.
akan dipertaruhkan. Pariwisata dapat Nuryanti (1992) mendeÀnisikan desa
menghancurkan sendi-sendi kehidupan wisata merupakan suatu bentuk integrasi
masyarakat desa. antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pendukung yang disajikan dalam suatu
keterlibatan masyarakat lokal dalam struktur kehidupan masyarakat yang
pengembangan desa wisata dan mengkaji menyatu dengan tata cara dan tradisi yang
model pengembangan desa wisata berbasis berlaku. Ditegaskan pula bahwa komponen
partisipasi masyarakat lokal. Kajian ini terpenting dalam desa wisata, adalah (1)
diharapkan dapat meningkatkan akselerasi akomodasi, yakni sebagian dari tempat
pengembangan desa wisata yang mampu tinggal penduduk setempat dan atau/ unit-
merangkul semua pemangku kepentingan unit yang berkembang sesuai dengan tempat
agar dapat berperan strategis dalam tinggal penduduk, dan (2) atraksi, yakni
pengembangan desa wisata. Pihak terkait seluruh kehidupan keseharian penduduk
dapat berpartisipasi dalam peningkatan setempat beserta latar Àsik lokasi desa yang
kompetensi masyarakat lokal untuk memungkinkan berintegrasinya wisatawan
pemberdayaan masyarakat lokal. sebagai partisipan aktif, seperti kursus tari,
Pembangunan berbasis masyarakat bahasa, lukis, dan hal-hal lain yang spesiÀk .
(community based tourism-CBT) merupakan Kaitannya dengan konsep pengem-
model pembangunan yang memberikan bangan desa wisata, Pearce (1995) meng-
peluang yang sebesar-besarnya kepada artikan pengembangan desa wisata sebagai
masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi suatu proses yang menekankan cara untuk
dalam pembangunan pariwisata. CBT mengembangkan atau memajukan desa
merupakan sebuah kegiatan pembangunan wisata. Secara lebih spesiÀk, pengembangan
pariwisata yang dilakukan sepenuhnya oleh desa wisata diartikan sebagai usaha-usaha

131
Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013: 129-139

untuk melengkapi dan meningkatkan awal dari kegagalan tujuan pengembangan


fasilitas wisata untuk memenuhi kebutuhan desa wisata (Nasikun, 1997).
wisatawan. Menurut Timothy (1999) ada dua
Masyarakat lokal berperan penting perspektif dalam melihat partisipasi
dalam pengembangan desa wisata karena masyarakat dalam pariwisata. Kedua
sumber daya dan keunikan tradisi dan perspektif tersebut adalah (1) partisipasi
budaya yang melekat pada komunitas masyarakat lokal dalam proses pengambilan
tersebut merupakan unsur penggerak keputusan, dan (2) berkaitan dengan manfaat
utama kegiatan desa wisata. Di lain pihak, yang diterima masyarakat dari pembangunan
komunitas lokal yang tumbuh dan hidup pariwisata. Timothy menekankan perlunya
berdampingan dengan suatu objek wisata melibatkan masyarakat dalam pengambilan
menjadi bagian dari sistem ekologi yang saling keputusan dengan mengakomodasi
kait mengait. Keberhasilan pengembangan keinginan dan tujuan masyarakat lokal
desa wisata tergantung pada tingkat dalam pembangunan serta kemampuannya
penerimaan dan dukungan masyarakat dalam menyerap manfaat pariwisata.
lokal (Wearing, 2001). Masyarakat lokal Masyarakat yang berada di wilayah
berperan sebagai tuan rumah dan menjadi pengembangan harus didorong untuk
pelaku penting dalam pengembangan desa mengidentiÀkasi tujuannya sendiri dan
wisata dalam keseluruhan tahapan mulai mengarahkan pembangunan pariwisata
tahap perencanaan, pengawasan, dan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan
implementasi. Ilustrasi yang dikemukakan masyarakat lokal. Selain mengikutsertakan
Wearing (2001) tersebut menegaskan bahwa masyarakat lokal dalam pengambilan
masyarakat lokal berkedudukan sama keputusan, Timothy memandang pentingnya
penting dengan pemerintah dan swasta mengikutsertakan pemangku kepentingan,
sebagai salah satu pemangku kepentingan yaitu pemerintah, swasta, dan anggota
dalam pengembangan pariwisata. masyarakat lainnya untuk turut ambil bagian
dalam pengambilan keputusan dan melihat
pentingnya pendidikan kepariwisataan
Pemerintah bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan
(Fasilitator dan
kapasitas masyarakat, terutama dalam
regulator)
menerima manfaat pariwisata. Dengan
demikian, perencanaan pembangunan
pariwisata harus mengakomodasi keinginan
Masyarakat Swasta
dan kemampuan masyarakat lokal untuk
(tuan rumah, (pelaksana /
berpartisipasi serta memperoleh nilai
pelaksana/ pengembang/
manfaat yang maksimal dari pembangunan
subjek
pariwisata. Partisipasi masyarakat lokal
investor
sangat dibutuhkan dalam pengembangan
desa wisata karena masyarakat lokal sebagai
Gambar 1 pemilik sumber daya pariwisata yang
Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan
ditawarkan kepada wisatawan.
Pariwisata
Sumber: diadaptasi dari Wearing (2001) Secara umum partisipasi dapat dimaknai
sebagai hak warga masyarakat untuk terlibat
Adiyoso (2009) menegaskan bahwa dalam proses pengambilan keputusan pada
partisipasi masyarakat merupakan kom- setiap tahapan pembangunan, mulai dari
ponen terpenting dalam upaya pertumbuhan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
kemandirian dan proses pemberdayaan. dan pelestarian. Masyarakat bukanlah
Pengabaian partisipasi masyarakat lokal sekadar penerima manfaat atau objek belaka,
dalam pengembangan desa wisata menjadi melainkan sebagai subjek pembangunan.

132
Made Heny Urmila Dewi -- Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di
Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Bali

Pandangan ini serupa dengan Abe (2002) yang menggunakan metode pendekatan kualitatf.
berpendapat bahwa partisipasi masyarakat Pendekatan ini digunakan sebagai upaya
merupakan hak, bukan kewajiban. Hal ini untuk mengungkapkan fenomena secara
sudah dinyatakan dalam deklarasi PBB mendalam yang digali melalui pandangan
mengenai hak asasi manusia (Bab 21), dan pengalaman masyarakat. Kelebihan
bahwa setiap warga negara mempunyai pendekatan ini bisa mendapatkan perspektif
hak untuk berperan serta dalam urusan yang lebih alami dari suatu kehidupan
kepemerintahan, baik secara langsung masyarakat dan membuka peluang untuk
maupun tidak langsung. Pendapat Abe ini pendalaman yang lebih rinci dari pandangan-
diperkuat oleh Sanof (2000), Randolph (2004), pandangan individu dalam masyarakat
Adiyoso (2009). (Lewis, 2003).
Makna partisipasi menurut Arnstein Data yang digunakan di dalam studi
(1969) adalah sebagai kekuatan yang dimiliki ini adalah data primer dan data sekunder.
oleh masyarakat untuk mengatasi persoalannya Untuk menghasilkan data primer digunakan
pada masa kini guna mencapai kehidupan wawancara individu untuk memperoleh pan-
yang lebih baik pada masa mendatang. dangan-pandangan dan informasi mengenai
Dijelaskan bahwa partisipasi merupakan pengalaman-pengalaman keikutsertaan masya-
redistribusi kekuatan, yang memungkinkan rakat dalam proses pengembangan desa
kaum terpinggirkan secara ekonomi dan wisata. Teknik ini sangat bermanfaat dalam
politik untuk dilibatkan dalam perencanaan penelitian sosial karena wawancara mendalam
pembangunan masa depan. Makna partisipasi dapat menggali keterangan dan pandangan-
yang mengacu pada pendapat Arnstein adalah pandangan dan pengalaman-pengalaman
kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk masyarakat lebih mendalam. Panduan
mengatasi persoalannya pada masa kini guna wawancara digunakan sebagai acuan untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik pada mendapatkan data dari orang-orang yang
masa mendatang. menjadi informan.
Strategi pelaksanaan partisipasi dicapai Wawancara dan pengamatan lapangan
dengan cara melibatkan masyarakat dalam dilakukan dengan informan terpilih seperti,
sharing informasi, merumuskan tujuan, pemangku (pemimpin upacara keagamaam)
menentukan kebijakan, mengalokasikan di Pura Luhur Petali, bendesa adat (tokoh
sumber-sumber pendanaan, mengoperasikan adat), pemilik rumah makan dan penginapan,
program, serta mendistribusikan manfaat para petani, sesepuh desa, dan pemilik tanah
yang diperoleh. Masyarakat dilibatkan sejak dekat pura yang telah dijual kepada investor.
tahap perencanaan hingga implementasi dan Keseluruhan jumlah informan dalam studi
pemerataan hasil-hasilnya. ini sebanyak 22 orang. Pemilihan informan
Berdasarkan pandangan para ahli dilakukan secara snowball sampling, dengan
yang telah dikemukakan tersebut dapat tetap mempertimbangkan keterwakilan
disimpulkan bahwa pembangunan pari- unsur masyarakat. Kriteria pemilihan
wisata berbasis masyarakat, aspek parti- informan didasarkan pada (1) mereka yang
sipasi merupakan isu mendasar. Partisipasi berkaitan dengan kebijakan pengembangan
masyarakat lokal merupakan pijakan awal desa wisata, (2) mereka yang memiliki
terhadap berbagai dampak strategis yang pengetahuan dan bersikap kritis terhadp
terkait dalam pengembangan desa wisata berbagai kasus yang muncul akibat
berbasis masyarakat. Partisipasi masyarakat pengembangan desa wisata, dan (3) mereka
menjadi penting bagi pencapaian desa wisata yang berpengetahuan terkait prinsip-prinsip
yang berkelanjutan dan bagi realisasi desa pengembangan desa wisata.
wisata yang berkualitas. Selain data primer dari wawancara,
Kajian pengembangan desa wisata pengamatan langsung juga digunakan.
yang berbasis partisipasi masyarakat ini Kombinasi hasil wawancara mendalam dan

133
Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013: 129-139

pengamatan langsung dalam penelitian masyarakat lokal. Hal ini terjadi, karena
kualitatif dapat menghasilkan data (1) gagasan pengembangan desa wisata
komprehensif dan bermakna. Selain data dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
primer, digunakan juga data sekunder. Tabanan tanpa melibatkan masyarakat
Data sekunder yang digunakan berasal dari sebagai pemilik sumber daya, sehingga
buku, laporan terbitan pemerintah, jurnal- masyarakat Jatiluwih kurang memahami
jurnal, Koran, website, dan sumber-sumber latar belakang pengembangan desa wisata;
lain. Ketersediaan data di desa Jatiluwih (2) masyarakat lokal hanya menjalankan
cukup lengkap dan sangat membantu studi apa yang diprogamkan oleh pemerintah,
ini. Semua data dikumpulkan dan dianalisis misalnya, kesediaan menerima kedatangan
dengan metode analisis kualitatif. Data wisatawan dan menyerahkan lahan untuk
diinterpretasikan dan dianalisis melalui dibangun fasilitas wisata; dan (3) masyarakat
evaluasi, justiÀkasi, dan dibahas sesuai lokal tidak berkekuatan untuk berpartisipasi
dengan tinjauan pustaka dan dibandingkan aktif dalam arti ikut memberi warna terhadap
dengan data yang ada. keputusan yang akan diambil oleh penguasa.
Pada tahap ini, partisipasi yang
PEMBAHASAN dilakukan oleh masyarakat tergolong semu.
Partisipasi masyarakat dalam BeneÀt yang diperoleh dari bentuk partisipasi
pembangunan merupakan hal yang penting yang dilakukan tidak menunjukkan hasil
ketika diletakkan atas dasar keyakinan yang signiÀkan, bahkan umpan balik yang
bahwa masyarakatlah yang paling tahu disampaikan oleh masyarakat lokal atas
apa yang dibutuhkan. Partisipasi yang keputusan yang diambil oleh penguasa
hakiki akan melibatkan masyarakat dalam sering diabaikan. Padahal substansi dalam
keseluruhan tahapan pengembangan, mulai pengembangan desa wisata berbasis
dari proses perencanaan, pengambilan masyarakat, partisipasi yang dilakukan oleh
keputusan, dan pengawasan program masyarakat Jatiluwih seharusnya bersifat
pengembangan desa wisata. Keikutsertaan aktif dan langsung. Namun, selalu dihadang
masyarakat dalam perencanaan desa wisata oleh keputusan penguasa yang bersifat top-
dapat mendorong mereka berpartisipasi aktif down. Mekanisme seperti ini menjadikan
dalam pelaksanaan dan pengawasan. Berikut masyarakat Jatiluwih tidak terbiasa
ini akan dijelaskan partisipasi masyarakat berpartisipasi. Ketergantungan terhadap
dalam keseluruhan tahap pengembangan pemerintah dan investor tinggi. Kondisi
sebagai berikut. ini berakibat pada kurangnya respons,
antusiame, dan keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan dan pengembangan
Partisipasi Masyarakat dalam Tahap
asset-aset di wilayah mereka.
Perencanaan Dalam hal keaktifan masyarakat Desa
Parameter yang digunakan untuk Jatiluwih, hasil penelitian menemukan
menentukan derajat partisipasi masyarakat bahwa kehadiran warga dalam pertemuan
dalam tahap perencanaan adalah keterlibatan desa cukup antusias. Walaupun warga
dalam identiÀkasi masalah, perumusan masyarakat banyak yang hadir dalam
tujuan, dan pengambilan keputusan terkait setiap pertemuan, pada umumnya mereka
pengembangan desa wisata. Tulisan ini mengaku tidak terlibat dalam pengambilan
menunjukkan bahwa sebagian besar keputusan perihal pengembangan desa
masyarakat Jatiluwih mengaku tidak wisata. Dalam hal keterwakilan masyarakat
dilibatkan dalam identiÀkasi masalah dan pada rapat-rapat, biasanya perangkat desa
tidak ikut terlibat dalam pengambilan hanya mengundang beberapa warga yang
keputusan terkait pengembangan desa merupakan perwakilan tiap-tiap banjar.
wisata. Mereka tidak pernah diajak berdialog Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40
dalam mengidentiÀkasi kebutuhan

134
Made Heny Urmila Dewi -- Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di
Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Bali

persen warga mengaku jarang diundang kompetensi bisnis yang rendah dan
dalam pertemuan di desa. Sebanyak 25 keterbatasan modal menyebabkan mereka
persen bahkan menyatakan tidak pernah tidak mampu bersaing dengan para pemilik
diundang dalam pertemuan yang membahas modal besar yang umumnya berasal dari luar
pengembangan desa wisata. desa. Ironisnya, para pemilik modal besar
Isu menarik lainnya adalah keterwakilan tidak hanya menekuni usaha berskala besar,
masyarakat. Meskipun peserta yang hadir juga mengambil alih usaha berskala kecil
dalam perencanaan pengembangan desa yang pada mulanya dikelola masyarakat
wisata berasal dari berbagai latar belakang, lokal. Akibatnya, sebagian besar hasil usaha-
hal ini belum mencerminkan keterwakilan. usaha tersebut tidak terdistribusi di tingkat
Pertemuan-pertemuan itu biasanya dihadiri lokal melainkan mengalir keluar desa.
oleh tokoh masyarakat, pejabat di banjar adat Intervensi modal asing yang merambah
dan dinas, sekaa (kelompok) teruna-teruni, sampai wilayah pedesaan, menyebabkan
warga masyarakat yang berpendidikan, terjadinya proses marginalisasi posisi
misalnya guru, pegawai negeri sipil, dan sosial ekonomi masyarakat Jatiluwih.
rohaniawan, yang secara resmi diundang oleh Pengembangan desa wisata dipandang
kepala desa. Kondisi ini mengindikasikan sebagai neokapitalis yang hanya meng-
bahwa pengembangan desa wisata belum eksploitasi masyarakat lokal, sementara
sepenuhnya melibatkan seluruh lapisan keuntungan dan manfaat pengembangan
masyarakat karena dominasinya adalah desa wisata sebagian besar dinikmati kaum
golongan menengah ke atas, termasuk para kapitalis. Kesenjangan pendapatan dan
pelajar, orang berpendidikan, dan para kesejahteraan antar lapisan masyarakat
pemimpin informal. semakin besar, pada akhirnya, masyarakat
lokal tetap berada di posisi marginal dalam
Partisipasi Masyarakat Lokal dalam usaha yang justru terjadi di wilayahnya
Tahap Implementasi sendiri. Kondisi ini mengindikasikan
Parameter Partisipasi masyarakat dalam bahwa pengembangan desa wisata belum
tahap implementasi adalah keterlibatan di bermanfaat ekonomis bagi masyarakat
dalam pengelolaan usaha-usaha pariwisata, Jatiluwih.
misalnya, sebagai pengelola penginapan,
pengelola rumah makan, pemandu wisata, Partisipasi Masyarakat Lokal dalam
karyawan hotel, karyawan hotel, dan Tahap Pengawasan
pengelola atraksi wisata. Keterlibatan Masyarakat lokal memiliki peran
masyarakat lokal dalam tahap implentasi kontrol yang sangat substansial dalam
dalam arti pemanfaatan peluang terlihat pengembangan desa wisata karena kontrol
minim. Sekalipun wujud partisipasi itu ada, terhadap proses pengambilan keputusan
bentuknya lebih pada pengelolaan usaha- harus diberikan kepada mereka yang
usaha berskala kecil. Hal ini terlihat kontras nantinya menanggung akibat pelaksanaan
dengan partisipasi masyarakat luar yang pengembangan termasuk kegagalan
memonopoli usaha berskala besar. Misalnya, atau dampak negatip yang terjadi akibat
dari tujuh fasilitas wisata berupa 4 buah pengembangan desa wisata. Oleh karena
sarana akomodasi dan 3 buah restoran, itu, kewenangan pengambilan keputusan
lima di antaranya dikelola oleh orang asing, harus diberikan kepada masyarakat lokal.
dan hanya dua buah yang dikelola oleh Parameter partisipasi masyarakat dalam
masyarakat lokal. Penyebabnya adalah pengawasan adalah keterlibatan dalam tim
karena peluang usaha tersebut memerlukan pengawasan berikut kewenangan yang
modal besar, risiko bisnis yang tinggi, dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan
persaingan ketat, dan menuntut kompetensi bahwa Keterlibatan masyarakat lokal
yang tinggi. Masyarakat Jatiluwih dengan dalam melakukan pengawasan terhadap

135
Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013: 129-139

pengembangan desa wisata terlihat hita karana adalah falsafah hidup berdasarkan
minim. Alasannya, karena perencanaan agama Hindu yang mengajarkan perlunya
pengembangan dilakukan oleh pemeritah hubungan harmonis antara manusia dengan
secara top-down, sehingga masyarakat Tuhan (parahyangan), dengan sesamanya
tidak berkompotensi untuk melakukan (pawongan), dan dengan alam lingkungannya
pengawasan, di samping itu pengawasan (palemahan) guna mencapai kesejahteraan
oleh masyarakat dimaknai oleh pemerintah lahir batin; (2) masyarakat harus terlibat
sebagai tindakan memata-matai program penuh dalam pengembangan desa wisata;
yang dilakukan pemerintah sehingga (3) menghargai hak-hak masyarakat local; (4)
berujung terjadinya konÁik. memperhatikan kelestarian lingkungan dan
Pada akhirnya, masyarakat memilih kesucian pura-pura yang ada di sekitar Desa
berpartisipasi pada pengawasan yang Jatiluwih; (5) pemanfaatan rumah penduduk
bersifat preventif untuk mencegah tindakan- untuk akomodasi wisatawan; dan (6) ada
tindakan negatif yang dapat menggangu kelembagaan otonom dan mandiri yang
keamanan desa, misalnya, mengawasi dibentuk oleh masyarakat lokal dibawah
kehidupan anak muda yang mabuk-mabukan tanggung jawab desa adat.
di sekitar are kafe Jatiluwih di malam hari, Ada jaminan bahwa masyarakat
pengawasan terhadap pedagang acung yang harus terlibat di dalamnya agar program
berjualan di sekitar terasering sawah, dan pengembangan desa wisata berjalan sesuai
pengawasan parkir kendaraan yang tidak dengan kebutuhan masyarakat. Untuk
teratur dan sering menimbulkan kemacetan. menjamin hal itu dirumuskan hal-hal
Sedangkan pengawasan yang bersifat lebih sebagai berikut. (1) pengembangan desa
kompleks seperti pelanggaran tata ruang, wisata harus berpedomanan pada ÀlosoÀ
pelanggaran kawasan suci, sebagian besar tri hita karana; (2) masyarakat lokal menjadi
warga bersikap tidak peduli, padahal secara sentral dan menjadikan subjek dari semua
substansi seharusnya masyarakat lokal ikut proses pengembangan desa wisata. Dengan
mengawasi. Selama ini pengawasan yang menempatkan masyarakat sebagai sentral
bersifat kompleks hanya dilakukan oleh diharapkan partisipasi masyarakat sebagai
segelintir masyarakat yang kritis termasuk pemilik sumber daya pariwisata akan
elite masyarakat lokal. terdorong dan mampu menyejahterakan
masyarakat local; (3) pengembangan desa
Model Pengembangan Desa Wisata wisata membutuhkan adanya kemitraan
Berbasis Masyarakat yang solid antara tiga unsur utama, yaitu
Partisipasi masyarakat dalam pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi,
pengembangan desa wisata pada prinsipnya yang masyarakat lokal menjadi pemangku
adalah partisipasi dalam mengelola sumber kepentingan dari kerja sama tersebut.
daya. Oleh karena itu, perlu dirumuskan The golden triangle hanya dapat berhasil
model yang relevan dalam pelaksanaan diterapkan apabila pemrakarsa kemitraan
program tersebut. Model dipandang mengerti hal-hal yang menjadi pemicu
sebagai acuan dalam merencanakan, terjadinya kerja sama; (4) ketiga pemangku
mengimplementasi, dan mengevaluasi kepentingan tersebut berada pada posisi
program. Sebagai sebuah pendekatan, model yang sejajar dalam melakukan kerja sama
yang dirumuskan harus merepresentasikan serta saling menghormati; (5) perlu dibentuk
partisipasi masyarakat dalam setiap badan pengelola yang otonom dan mandiri,
aspeknya. yang saling berinteraksi, memberikan umpan
Harapan masyarakat Jatiluwih dalam balik pelaksanaan untuk mengoreksi diri
pengembangan desa wisata kedepan adalah pada setiap jenjang organisasi; (6) keputusan
(1) pengembangan desa wisata harus dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan
berpedoman pada ÀlosoÀ tri hita karana. Tri masyarakat lokal dibuat ditingkat lokal oleh

136
Made Heny Urmila Dewi -- Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di
Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Bali

warga masyarakat yang memiliki identitas sebagai unsur kenangan wisata; (2) melakukan
yang diakui peranannya sebagai partisipan penataan dan konservasi lingkungan Àsik
dalam proses pengambilan keputusan; dan kawasan yang menjadi ciri khas desa wisata; (3)
(7) fokus utama pengembangan desa wisata melakukan perbaikan/pengadaan infrastruktur
adalah memperkuat kemampuan masyarakat persampahan dan sanitasi; (4) melakukan
lokal dalam mengarahkan dan mengatasi gerakan masyarakat untuk mewujudkan sapta
ase-aset yang ada pada masyarakat lokal pesona; (5) melakukan pembuatan informasi
untuk memenuhi kebutuhannya. dan fasilitas kepariwisataan; (6) melakukan
Pada model tersebut terdapat kaitan perbaikan/peningkatan kualitas ruang publik,
antara faktor internal dan eksternal sebagai pedestrian dan landscape desa/lingkungan
pendamping dan motivator seperti institusi untuk mendukung sapta pesona; dan (7)
pemerintah, NGO, akademisi, asosiasi, dukungan pemberdayaan terhadap kelompok
dan investor. Selanjutnya, pelaksanaannya sadar wisata (Pokdarwis) dalam pelestarian
memperhatikan fungsi manajemen dan lingkungan pariwisata (kawasan Hutan, dan
sumber daya yang dimiliki (SDM, peralatan, sawah).
modal, material, dan informasi). Model Peran dan Kewenangan Swasta
pengembangan berbasis partisipasi seperti (Investor, Perguruan Tinggi, LSM, pelaku
terlihat pada gambar 2. pariwisata lainnya), yaitu (1) melakukan
promosi terintegrasi antar pengelola objek
Pengembangan Desa Wisata wisata untuk menggerakkan kunjungan
Berdasarkan THK
wisatawan antar objek wisata; (2) pembuatan
dan pemasaran paket-paket wisata yang
Pemerintah Masyarakat Swasta kompetitif yang terjangkau masyarakat;
Lokal -LSM (3) pelatihan kewirausahaan, pelatihan
-PT
keterampilan individual terkait usaha di
- Panduan Pengembangan - Teknik Pemanduan Wisata bidang pariwisata (pelatihan bahasa Inggris,
- Hospitality
Oragnisasi
- Penyuluhan dan advokasi - Pembinaan Kesenian pelatihan hospitality, pelatihan mengenal
- Pengawasan dan evaluasi
- Pendanaan
- Pelatihan Manajemen Pemasaran
- Dan lain-lain budaya, dan karakteristik wisatawan
dalam dan luar negeri); (4) pengembangan
Badan
- Perencanaan
- Pengorganisasian Pengelola
- Unsur Desa Adat
- Unsur Desa Dinas kelompok usaha bersama masyarakat; dan
- Pengarahan
- Pengawasan
- LPM
- Pecalang (5) menjalankan bisnis perhotelan, restoran,
- Sekaa Teruna Teruni
- Kelompo Seni
suvenir, dan lain-lain.
Peran masyarakat Lokal, yaitu (1)
menyediakan sebagian besar atraksi
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok sekaligus menentukan kualitas produk
Sadar Pedagang Seni Hiburan Akomodasi wisata. Pengelolaan lahan pertanian secara
Wisata Pertunjukan
tradisional, upacara adat, kerajinan tangan
Gambar 2 dan kebersihan merupakan beberapa contoh
Model Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata peran yang memberikan daya tarik bagi
Berbasis Partisipasi Masyarakat (Oleh: Made pariwisata; (2) pelaku budaya, misalnya,
Heny Urmila Dewi, 2013) kesenian yang menjadi salah satu daya tarik
wisata; dan (3) penyedia akomodasi dan
Pelaksanaan hubungan antar pemangku jasa pemandu wisata, penyediaan tenaga
kepentingan tersebut terarah, peran dan kerja, produk makanan khas, kerajinan lokal,
tanggug jawab masing-masing harus jelas. kesenian lokal, dan sebagainya.
Peran dan kewenangan masing-masing Peran dan Kewenangan Badan
pemangku kepentingan sebagai berikut. Pengelola, yaitu (1) badan pengelola sebagai
Peran dan Kewenangan Pemerintah, yaitu pengelola utama dan pengarah dalam
(1) melakukan pembinaan kualitas produk perlindungan, perawatan, pelestarian guna
dan kemasan kerajinan dan kuliner khas desa

137
Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013: 129-139

mempertahankan fungsinya sebagai desa yang dikembangkan didesain oleh orang


wisata (cultural and natural heritage); (2) luar desa. Masyarakat lokal terpinggirkan.
melakukan pengaturan yang diperlukan Pengembangan desa wisata berjalan sesuai
dalam rangka pengembangan Desa Wisata dengan kebutuhan masyarakat, harus
Jatiluwih; (3) menyediakan dan meng- ada jaminan masyarakat untuk terlibat
operasikan segala fasilitas untuk menunjang di dalamnya. Untuk menjamin hal itu
kegiatan usaha; (4) memberikan dan diperlukan kemauan politik pemerintah
mecabut izin penempatan, menetapkan untuk mengurangi peranannya dalam
persyaratan-persyaratan, dan menetapkan pengembangan desa wisata dan memberikan
serta melakukan pungutan segala usaha peranan yang lebih besar kepada masyarakat
komersial di Desa Wisata Jatiluwih; (5) dengan membuka ruang bagi masyarakat
menetapkan dan memungut biaya/retribusi untuk berpartisipasi. Selama ini masyarakat
dan pungutan lainnya atas pemanfaatan terbiasa menjalankan apa yang diperintahkan
fasilitas yang tersedia dan hasil seluruhnya oleh pemerintah dan tidak di biasakan
merupakan pendapatan badan pengelola; berpartisipasi.
(6) melakukan perencanaan dalam bidang
pengembangan atraksi/produk wisata, DAFTAR PUSTAKA
pengembangan fasilitas wisata; (8) melakukan Abe, A. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif.
pengorganisasian dalam bidang penguatan Solo: Pondok Edukasi.
dan pengembangan kelembagaan; (9) Adiyoso, W. 2009. Menggugat Perencanaan
melakukan pengarahan untuk peningkatan Partisipatif dalam Pemberdayaan
kompetensi pengelola 0bjek wisata agar Masyarakat. Jakarta: ITS Press.
sesuai dengan tujuan pengembangan
desa wisata yang berkelanjutan; dan (10) Arnstein, S.R. 1969. A Ladder Of Citizen
melakukan evaluasi dan pengawasan Participation JAIP. Vol 35. No 4,
terhadap aktivitas kepariwisataan agar pp 216--224 dilihat pada http;//
tercapainya tujuan pengembangan desa Lithgow-Schmidt/Sherry-arnstein/
wisata yang berkelanjutan. ladder-of-citizen participation. Pdf
tanggal 30 Oktober 2009.
SIMPULAN Baiquni, M. 2007. Strategi Penghidupan di Masa
Peran pemerintah dalam pengelolaan Krisis, Belajar dari Desa. <ogyakarta:
sumber daya pariwisata terlihat dominan. Ideas Media.
Padahal bila mengacu pada pendekatan Damanik, J. dan Weber, H. 2006. Perencanaan
tata kelola pemerintah yang bersih dan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi.
berkelanjutan peran pemerintah diharapkan <ogyakarta: Andi Offset.
menjadi fasilitator dengan memberikan
peran dan manfaat yang lebih besar Dewi, M.H.U. 2004. Dampak Ekonomi
kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan Pariwisata terhadap Kesejahteraan
bahwa pembangunan pariwisata berbasis Masyarakat Lokal di Tiga Desa Kawasan
partisipasi masyarakat belum terwujud di Wisata Lovina. Denpasar: Lembaga
wilayah ini. Masyarakat belum menjadi Penelitian, Universitas Udayana.
subjek pembangunan, tetapi masih menjadi Fandeli, C. Raharjana,D.T. Kaharudin. 2003.
objek pembangunan. Pengembangan Kawasan Pedesaan
Masyarakat lokal khususnya masyarakat sebagai Objek Wisata (Perencanaan
Desa Jatiluwih perlu diajak untuk mendesain Model Kelembagaan, Pasar dan Paket
sendiri model pariwisata yang akan Wisata Pedesaan Sekitar Gunung
dikembangkan. Selama ini pariwisata yang Merapi) Yogyakarata. <ogyakarta:
dikembangkan di desa wisata tersebut tidak Lembaga Penelitian Universitas
pernah di desain oleh mereka. Pariwisata Gadjah Mada.

138
Made Heny Urmila Dewi -- Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di
Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Bali

Inskeep, E. 1991. Tourism Planning, and Pateman, C. 1990. Participation and Democratic
Integrated and Sustainable Development theory. Melbourne: Cambridge
Approach. New <ork: Van Nostrand University Press.
Reinhold. Pearce, D. 1995. Tourism a Community
Lewis, J. 2003. Design Issues. In Qualitative Approach. 2nd: Harlow Longman.
Research Practice: a Guide for Social Randolph, J. 2004. Environmental Land
Science Student Researcher (eds.) Jane Use Planning and Management.
Ritchie and Janes Lewis. London: Washington. D.C.: Island Press.
SAGE Publications
Sanoff, H. 2000. Community Participation
Madiun. 2008. “Partisipasi Masyarakat Lokal Methods in Design and Planning.
dalam Pengembangan Kawasan Brisbane : John Wiley & Sons, Inc.
wisata Nusa Dua”. Disertasi:
Program Pascasarjana. Universitas Timothy, D. J. 1999. Participatory Planning a
Udayana. View of Tourism in Indonesia dalam
Annals of Research, Vol 26, No.2.
Nasikun. 1997. “Model Pariwisata Pedesaan:
Pemodelan Pariwisata Pedesaan Wearing, S.L. and Donald, Mc. 2001. “The
untuk Pembangunan Pedesaan yang Development of Community
Berkelanjutan”. dalam Prosiding Based Tourism: Re-Thinking
Pelatihan dan Lokakarya Perencanaan The Relationsgip between Tour
Pariwisata Berkelanjutan. Bandung: Operators and Development Agents
Institut Teknologi Bandung. as intermediaries in rural and
isolated area Communities.” Journal
Nuryanti, W. 1999. Heritage, Tourism and Local of Sustainable Tourism.
Communities. <ogyakarta: UGM Press.

139

You might also like