You are on page 1of 12

1) Kehamilan dan Persalinan dengan Riwayat Seksio Sesarea

a. Kehamilan dengan Riwayat Seksio Sesarea

Riwayat Seksio Sesarea merupakan suatu jaringan parut akibat

pembedahan uterus sebelumnya. Berdasarkan studi yang ada

bahwa lebih dari 50% ibu dengan kasus jaringan parut akibat

riwayat sektio sesarea transversal rendah dapat melahirkan

pervaginam. Frekuensi jaringan parut pada saat ini lebih banyak

diakhiri dengan seksio sesarea untuk mengurangi kasus ruptur

uteri. Jaringan parut dapat menyebabkan uterus lemah yang pada

akhirnya dapat menyebabkan ruptur uteri pada saat persalinan

(Saifuddin, 2014 : 616).

Menurut Saifuddin (2014 : 616), konseling wanita hamil dengan

parut uterus umumnya adalah sama seperti kehamilan normal,

hanya yang harus diperhatikan bahwa konseling ditekankan pada :

1) Persalinan harus dilakukan di rumah sakit dengan peralatan

yang memadai untuk kasus persalinan dengan parut uterus.

2) Konseling mengenai rencana keluarga berencana untuk

memilih keluarga kecil dengan cara kontrasepsi mantap.

b. Persalinan dengan Riwayat Seksio Sesarea

Diktum dari Cragin (1916) bahwa sekali dilakukan seksio sesarea

selanjutnya persalinan harus dilakukan seksio sesarea ulang.

Diktum ini sekarang sudah tidak dipakai lagi. Dahulu seksio sesarea

dilakukan dengan sayatan vertikal pada korpus uteri (secara klasik),

sekarang umumnya memakai teknik sayatan melintang pada

segmen bawah rahim. Kejadian dehisens parut uterus dan uterus


ruptur meningkat dengan bertambahnya jumlah seksio sesarea

pada kehamilan berikutnya (Saifuddin, 2014 : 616).

Seksio sesarea elektif dilakukan pada wanita hamil dengan parut

uterus yang akan melakukan sterilisasi tubektomi. Konseling

mengenai keluarga berencana perlu ditekankan, karena morbiditas

dan mortalitas meningkat pada wanita dengan parut uterus. Makin

sering bersalin dengan seksio sesarea makin besar bahaya

terjadinya ruptura uteri. Seksio sesarea elektif dilakukan pada

kehamilan cukup bulan dengan paru-paru janin yang matur dan

dianjurkan pula dilakukan tubektomi partialis (Saifuddin, 2014 :

616).

Penelitian yang pernah dilakukan bahwa 50 % pasien dengan kasus

jaringan parut karena sectio caesarea dapat melahirkan pervaginam

dengan terlebih dahulu melakukan informed consent bahwa

persalinan dengan luka parut dapat mengakibatkan ruptur uteri

(Saifuddin, 2010 : 615).

Pada saat akan melakukan partus percobaan harus memperhatikan

kondisi yang dapat mendukungnya seperti : riwayat operasi

sebelumnya adalah insisi transversa rendah, presentasi janin

adalah presentasi vertek normal. Jika syarat tersebut tidak dapat

dipenuhi dapat dilakukan sectio caesarea (Saifuddin, 2014 : 617).

Di beberapa rumah sakit dapat dilakukan induksi/akselarasi

persalinan dengan parut uterus dengan oksitosin. Induksi atau

akselarasi persalinan pada parut uterus dengan menggunakan

oksitosin atau derivat prostaglandin sangat berbahaya.


Tidak dianjurkan untuk melakukan induksi atau akselarasi pada

kasus persalinan dengan parut uterus.

Hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan prognosis persalinan

pervaginam dengan parut uterus sebagai berikut :

a) Jenis sayatan uterus yang telah dilakukan pada operasi

terdahulu.

b) Indikasi opersasi seksio sesarea terdahulu.

c) Apakah jenis operasi terdahulu adalah seksio sesarea elektif

atau emergensi.

d) Apa komplikasi operasi terdahulu.

Hal yang perlu diperhatikan dalam antisipasi terjadinya komplikasi

kehamilan maupun persalinan ini adalah sebagai berikut:

a) Selama kehamilan perlu konseling mengenai bahaya

persalinan pada kasus parut uterus.

b) Tidak diperkenankan ibu bersalin di rumah atau Puskesmas

pada kasus parut uterus. Perlu konseling bahwa resiko

persalinan untuk terjadinya dehisens dan ruptura uteri adalah

tinggi, sehingga perlu dilakukan rujukan segera.

c) Di rumah sakit perlu fasilitas yang memadai untuk menangani

kasus seksio sesarea emergensi dan dilakukan seleksi ketat

untuk melakukan persalinan pervaginam dengan parut uterus.

Menurut Saifuddin (2014 : 617), prosedur persalinan pervaginam

dengan parut uterus (Menurut ALARM Internasional) adalah

Hal dasar yang perlu diperhatikan


a) Identifikasi pasien apakah memenuhi syarat untuk dilakukan

pertolongan persalinan pervaginam.

b) Jelaskan dengan cermat mengenai rencana pertolongan

persalinan dengan diakhiri penandatanganan persetujuan

pasien/keluarga (informed consent).

c) Persiapkan pemantauan ibu dan janin dalam persalinan secara

terus menerus termasuk pencatatan denyut jantung tiap 30

menit.

d) Persiapkan sarana operasi segera untuk menghadapi

kegagalan VBAC (Vaginal Birth After Cesarean) /TOLAC (Trial

of Labor After Cesarean)

Pemilihan pasien

a) Kenali jenis operasi terdahulu.

b) Bila mungkin mengenal kondisi operasi terdahulu dari laporan

operasinya (adalah kesulitan atau komplikasinya).

c) Dianjurkan VBAC dilakukan hanya pada uterus dengan luka

parut sayatan transversal Segmen Bawah Rahim (SBR).

Kontraindikasi VBAC

a) Kontraindikasi dilakukan persalinan pervaginam secara umum.

b) Luka parut uterus jenis klasik.

c) Jenis luka T terbalik atau jenis parut yang tidak diketahui.

d) Luka parut pada otot rahim di luar SBR.

e) Bekas uerus ruptur.

f) Kontraindikasi relatif, misalnya panggul sempit relatif.

g) Dua atau lebih luka parut transversal di SBR.


h) Kehamilan ganda.

c. Seksio Sesarea

1) Pengertian

Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Seksio

Caesarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat

badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus

yang utuh. (Wiknjosastro, 2010)

2) Indikasi SC

Indikasi seksio sesarea menurut Gary Cuningham (2005) yakni

a) Riwayat Seksio Sesarea

Selama bertahun-tahun, uterus yang memiliki jaringan

parut dianggap merupakan kontraindikasi untuk melahirkan

karena kekhawatiran akam terjadinya rupture uteri. Pasien

dengan jaringan parut yang melintang yang terbatas pada

segmen bawah uterus kecil kemungkinan mengalami

robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan

berikutnya.

b) Distosia Persalinan

Keadaan ini adalah indikasi tersering untuk seksio sesarea.

c) Gawat Janin.

d) Presentasi Bokong.
Janin presentasi bokong mengalami peningkatan resiko

prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila

dilahirkan pervaginam dibandingkan dengan janin

presentasi kepala.

Menurut Manuaba (2007), indikasi ibu dilakukan seksio

caesarea adalah ruptur uteri iminem, perdarahan

antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari

janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4000

gram. Dari beberapa faktor sekstio sesarea diatas dapat

diuraikan beberapa penyebab dilakukan seksio sesarea :

a) CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran

lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat

melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul

merupakan susunan beberapa tulang yang

membentuk rongga panggul yang merupakan jalan

yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara

alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan

atau panggul patologis juga dapat menyebabkan

kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga

harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis

tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi

asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi

abnormal.
b) PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan

penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan,

sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah

perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi

merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal

paling dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini

amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan

mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

c) KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum

terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum

terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini

adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan

dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak.

d) Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara

caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko

terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran

satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat

mengalami sungsang atau letak lintang sehingga sulit

untuk dilahirkan secara normal.

e) Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir

yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,


adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,

tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

f) Kelainan Letak Janin

(1) Kelainan pada letak kepala

(a) Letak kepala menengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada

pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling

rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala

bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,

kerusakan dasar panggul.

(b) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga

bagian kepala yang terletak paling rendah ialah

muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %

(c) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi

berada pada posisi terendah dan tetap paling

depan. Pada penempatan dagu, biasanya

dengan sendirinya akan berubah menjadi letak

muka atau letak belakang kepala.

(2) Letak Sungsang

Menurut Saifuddin (2008), letak sungsang

merupakan keadaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala difundus uteri dan

bokong berada di bagian bawah kavum uteri.


Dikenal beberapa jenis letak sungsang yakni

presentasi bokong, presentasi bokong kaki

sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna

dan presentasi kaki.

3) Jenis – jenis operasi seksio sesarea

Menurut Wiknjosastro (2010) jenis- jenis seksio sesarea adalah

a) Seksio sesarea klasik dengan pembedahan secara sanger,

insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan

membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira

10 cm.

b) Seksio sesarea transperitoneal profunda, dilakukan dengan

melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah

rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.

c) Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi.

d) Seksio sesarea ekstraperitoneal.

e) Seksio sesarea vaginal.

4) Prognosis

Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi.

Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam

teknik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi

dan antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu

pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan

oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per


1000. Nasib Janin yang ditolong secara sectio caesarea

sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan

operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan

antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna,

angka kematian perinatal sekitar 4-7 % (Wiknjosastro,2010).

5) Komplikasi

Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea

adalahsebagai berikut :

a) Infeksi puerperial yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi

berat. Infeksi ringan ditandai dengan kenaikan suhu

beberapa hari dalam masa nifas, infeksi yang berat

ditandai dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi bisa

terjadi sepsis, infeksi ini bisa terjadi karena partus lama dan

ketuban yang telah pecah terlalu lama.

b) Perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-

cabang atonia uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.

c) Terjadi komplikasi lain karena luka kandung kencing,

embolisme paru dan deep vein trombosis.

d) Terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.

6) Perawatan Setelah Operasi

Menurut Manuaba (2007) perawatan setelah operasi adalah :

Observasi komplikasi meliputi:

a) Kesadaran penderita
b) Pengukuran dan memeriksa TTV

Pengukuran

(1) Tekanan darah, suhu, nadi, dan pernafasan

(2) Keseimbangan cairan meliputi produksi urine, dengan

perhitungan

Produksi urine : 500-600 cc

Penguapan badan : 900-1000 cc

(3) Pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc

dengan perhitungan 20 tetes/menit (1 cc/menit).

(4) Infus setelah operasi

Pemeriksaan

(1) Paru

Kebersihan jalan nafas.

Ronkhi basal untuk mengetahui adanya oedema paru.

(2) Bising usus menandakan berfungsinya usus (dengan

adanya flatus).

(3) Perdarahan lokal pada luka operasi.

(4) Kontraksi rahim yang menutupi pembuluh darah.

(5) Perdarahan pervaginam adalah : evaluasi pengeluaran

lochea, adanya atonia uteri yang meningkatkan

perdarahan berkepanjangan.

c) Profilaksis antibiotika

Pertimbangan pemberian antibiotika yaitu profilaksis,

bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi, berpedoman


pada hasil tes sensitifitas, kualitas antibiotik yang akan

diberikan.

d) Mobilisasi penderita

(1) Mobilisasi fisik

Setelah sadar pasien boleh miring berikutnya duduk,

bahkan jalan dengan infus infus dan kateter dibuka

pada hari kedua ketiga.

(2) Mobilisasi usus

Setelah hari pertama dan keadaan pasien baik,

penderita boleh minum, diikuti makan bubur saring dan

pada hari ketiga makan bubur, hari keempat kelima

nasi biasa dan boleh pulang.

You might also like