You are on page 1of 17

Pengertian Gedung Multi Fungsi

ge·dung n 1 bangunan tembok dsb yg berukuran besar sbg tempat kegiatan, spt perkantoran,
pertemuan, perniagaan, pertunjukan, olahraga, dsb; 2 rumah tembok yg berukuran besar;

mul·ti- bentuk terikat 1 banyak; lebih dr satu; lebih dr dua: multivalen; multipora; multilateral;
2 berlipat ganda: multimilioner

fung·si n 1 jabatan (pekerjaan) yang dilakukan: jika ketua tidak ada, wakil ketua melakukan –
ketua; 2 faal (kerja suatu bagian tubuh): -- jantung ialah memompa dan mengalirkan darah; 3
Mat besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah, besaran yang lain juga
berubah; 4 kegunaan suatu hal; 5 Ling peran sebuah unsure bahasa di satuan sintaksis yang
lebih luas (seperti nomina berfungsi sebagai subyek)
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Jadi, pengertian gedung multi fungsi adalah bangunan berukuran besar sebagai tempat
melakukan bermacam-macam fungsi (kegiatan) di dalamnya.

Pengertian Mixed Use

 Mixed Use merupakan penggunaan campuran berbagai tata guna lahan atau fungsi dalam
bangunan. (Dimitri Procos, Mixed Land Use from Revival Too Innovation, Stroud’s burg,
Pennsylvania: Dowdin Hutchinson & Ross. Inc, 1976, pIX)
 Mixed Use Center adalah suatu kompleks dimana terdapat berbagai fungsi kegiatan termasuk
hotel, pusat konveksi, apartemen & perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan dan pusat
kebudayaan lainnya. (Dudley H. William, Encyclopedia of American Architecture, USA: Mc.
Graw Hill)
 Mixed Use Building adalah salah satu upaya pendekatan perancangan yang berusaha
menyatukan berbagai aktivitas dan fungsi yang berada di bagian area suatu kota (luas area
terbatas, harga tanah mahal, letak strategis, nilai ekonomi tinggi) sehingga terjadi satu struktur
yang kompleks dimana semua kegunaan dan fasilitas saling berkaitan dalam kerangka integrasi
yang kuat (dikembangkan oleh Meyer, 1983). (Endy Marlina, Panduan Perancangan Bangunan
Komersial, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008, p280).
Dapat disimpulkan bahwa pengertian definisi Mixed Use Building adalah sebuah bangunan
yang didalamnya terdapat beberapa fungsi yang berbeda jenisnya sehingga perlu adanya organisasi
ruang yang baik dan berpengaruh pada struktur bangunan tersebut.

Perkembangan Mixed Use diawali di Amerika, yang lebih dikenal dengan istilah ‘superblok’,
yaitu ketika proyek-proek berskala besar di tengah kota mulai dibangun setelah berakhirnya Perang
Dunia II. Kota-kota di Amerika Seriakat umumnya ditata oleh jaringan jalan berbentuk grid. Petak-
petak lahan itu kemudian disebut blok. Bangunan besar yang dibangun meliputi beberapa blok
untuk mewadahi berbagai fungsi dan aktivitas itu kemudian disebut sebagai superblok. Rangkaian
bangunan antar blok yang dirancang secara integrasi ini (tanpa menghilangkan batas masing-
masing blok) menimbulkan citra suatu blok imajiner yang besar dan oleh karenanya disebut
superblok. Besarnya skala proyek seperti ini selalu mengandung berbagai fungsi yang saling
terkait atau saling melengkapi satu dengan lainnya. Rangkaian multifungsi ini erat kaitannya
dengan tingkat persaingan bisnis properti yang terjadi di kota. Setiap pengembang berusaha
menawarkan sarana yang lebih lengkap agar lebih menarik, misalnya gabungan gedung kantor,
pertokoan dan apartemen, atau gabungan hotel, pertokoan dan kantor. Kesemuanya pada dasarnya
menawarkan “kepraktisan dan kenyamanan”.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka ciri Mixed Use Development Project sebagai
berikut:

1. Mewadahi 3 fungsi urban atau lebih, misalnya terdiri dari retail, perkantoran, hunian hotel, dan
entertainment/cultural/ recreation.
2. Terjadi integrasi dan sinergi fungsional.
3. Terdapat ketergantungan kebutuhan antara masing-masing fungsi bangunan yang memperkuat
sinergi dan integrasi antar fungsi tersebut

Manfaat dari pembangunan Mixed Use bagi negara-negara maju yang terus dilakukan hingga
saat ini yaitu:

1. Kelengkapan fasilitas yang tinggi, memberikan kemudahan bagi pengunjungnya.


2. Peningkatan kualitas fisik lingkungan. Kelengkapan fasilitas yang dirancang dengan matang
dapat memperbaiki kualitas lingkungan.
3. Efisiensi pergerakan karena adanya pengelompokkan berbagai fungsi dan aktivitas dalam satu
wadah.
4. Vitalitas dan generator pertumbuhan. Kehadirannya berpotensi meningkatkan pertumbuhan
kawasan sekitarnya sebagai respon terhadap kebutuhan akan layanan bagi para pengguna
bangunan.
5. Penghematan pendanaan pembangunan. Pembangunan berbagai fasilitas salam satu kompleks
atau kawasan dapat mengefisiensikan dana pembangunan misalnya dengan efisiensi dana
pembangunan infrastuktur.
6. Menghambat perluasan kota karena perkembangannya yang ke arah vertikal sehingga
meminimalkan perluasan kota secara horizontal.
7. Integrasi sistem-sistem merupakan salah satu syarat pembangunan Mixed Use Building dimana
pembangunan fungsi-fungsinya harus dirancang secara terintegrsi, saling menguntungkan antar
fungsi.

Di sisi lain, ada pula dampak negatifnya, yang harusnya diantisipasi, yaitu:

1. Terjadinya skala usaha, dominasi kegiatan. Pemusatan berbagai fungsi dalam satu kawasan
berpotensi menimbulkan dominasi kegiatan dalam bangunan skala besar bagi investor yang
mempunyai dana yang besar.
2. Pembangunan Mixed Use berpotensi untuk menumbuhkan bangunan dengan skala yang sangat
besar sehingga dapat menimbulkan ketidakseimbangan dengan skala bangunan yang lainnya di
dalam kota.
3. Terjadinya ruang-ruang mati. Berkembangnya bangunan Mixed Use dapat mengakibatkan
matinya ruang-ruang di bagian kota yang lain karena kelengkapan bebagai fungsi, aktivitas, dan
fasilitas.
4. Penggusuran beberapa pemukiman secara paksa untuk mendapatkan luasan lahan yang luas
agar culup untuk membangun Mixed Use.
5. Menghilangkan sense of identity karena hilangnya ruang-ruang kota yang merupakan pentas
dari aktivitas dan budaya masyarakat kota tersebut.
6. Masalah pembebanan kota terutama infrastukturnya karena pemusatan berbagai fungsi
mengakibatkan ketidakseimbangan beban bagi infrastuktur kota.

Penggabungan berbagai fungsi ini memerlukan wadah atau ruang-ruang transisi yang akan
mengakomodasikan berbagai aktivitas dari fungsi-fungsi yang berbeda tersebut. Salah satu langkah
penting dalam proses perancangan Mixed Use adalah mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan
setiap jenis konsumen. Salah satu cara identifikasi ini adalah dengan melakukan analisa pengguna
– aktivitas – dan ruang yang dibutuhkan dari masing-masing pengguna.

Dalam proyek ini, Mixed Use yang ingin dibangun untuk mewadahi 3 fungsi urban, yaitu:

1. Apartemen atau hotel


2. Pusat perbelanjaan
3. Fasilitas seni dan budaya, perkantoran, dan lain-lain
Apartemen

Pengertian Apartemen

apar·te·men /apartemén/ n 1 tempat tinggal (terdiri atas kamar duduk, kamar tidur,
kamar mandi, dapur, dsb) yg berada pd satu lantai bangunan bertingkat yg besar dan
mewah, dilengkapi dng berbagai fasilitas (kolam renang, pusat kebugaran, toko, dsb);
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Apartemen adalah satu ruangan atau lebih, biasanya merupakan bagian dari sebuah
struktur hunian yang dirancang untuk ditempati oleh lebih dari satu keluarga.
Normalnya, berfungsi sebagai perumahan sewa dan tidak pernah dimiliki oleh
penghuninya yang dikelola oleh pemilik atau pengelola properti.

(Dictionary of real estate, Wiley, 1996)

An apartment is a self-contained housing unit that occupies only part of a building.


Apartments may be owned (by an owner/occupier) or rented (by tenants). Terjemahan:
Sebuah apartemen adalah sebuah unit rumah yang hanya satu bagian dari sebuah
bangunan. Apartemen dapat dimiliki (oleh pemilik/pengelola) atau disewa (oleh
tenant).

(http://en.wikipedia.org/wiki/Apartment , 11 Maret 2009)

Dari beberapa pengertian apartemen tersebut dapat disimpulkan bahwa bangunan


hunian yang terdiri dari beberapa tipe unit hunian yang dapar disewa / dibeli oleh personal
(single person) atau oleh 1 keluarga dengan fasilitas pendukung hunian seperti laundry, kolam
renang, tempat olahraga, dll.

Dalam buku ‘Panduan Perancangan Bangunan Komersial’, pengertian apartemen


adalah bangunan yang memuat beberapa grup hunian yang berupa rumah flat atau rumah
bertingkat yang diwujudkan untuk mengatasi masalah perumahan akibat kepadatan tingkat
hunian dan keterbatasan lahan dengan harga yang terjangkau di perkotaan. Pengertian
‘terjangkau’ ini disesuaikan dengan sasaran konsumen bagi setiap apartemen.

Berbeda dengan hotel, jenis hunian ini dapat dikomersialkan dengan system sewa
maupun beli. Sistem sewa dalam apartemen berlangsung dalam jangka panjang, serupa dengan
sistem sewa rumah dalam lingkungan perumahan. Apabila diperjualbelikan, secara umum
serupa dengan jual beli perumahan atau real estate dalam suatu lingkungan perunahan di mana
pengelolaan lingkungan tersebut masih dilakukan dengan terstruktur. Bedanya, apartemen
merupakan kumpulan hunian yang disusun secara vertikal, umumnya sebagai respon terhadap
tingginya harga tanah. Apalagi apartemen umumnya dibangun di tempat-tempat yang strategis
sebagai solusi terhadap masalah jarak hunian dan tempat kerja.

Pertimbangan pemilihan lokasi merupakan yang utama dalam pembangunan


apartemen dan bangunan komersial yang lain. Secara umum terdapat beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi sebuah apartemen menurut Ditjen Cipta Karya, DPU
(1980, p11), yaitu:

1. Waktu tempuh paling lama 30 menit untuk mencapai tempat kerja dan pusat-pusat
pelayanan di perkotaan.
2. Sudah terdapat jaringan infrastruktur yang lengkap. Kelengkapan jaringan infrastruktur
dapat meminimalkan biaya pengadaan jaringan baru pada pengembangan sebuah
apartemen.
3. Aksesibilitas baik, meliputi ketersediaan sarana dan prasarana transportasi dengan kualitas
baik.

Perkembangan Apartemen di Jakarta

Kehadiran hunian vertikal (apartemen) di Jakarta berawal pada 3 dasawarsa yang lalu.
Sekitar tahun 1974 berdiri sebuah apartemen Ratu Plaza di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta
Selatan dengan jumlah unit apartemen 54 unit. Ratu Plaza adalah mixed use building antara
hunian dan pusat perbelanjaan, Pusat perbelanjaan Ratu Plaza sendiri sampai tahun 1980-an
adalah pusat perbelanjaan tempat kaum the haves Jakarta berbelanja.

Pada tahun 1980-an berdiri sebuah apartemen di kawasan Kuningan Jakarta Selatan,
tepatnya di Jalan Rasuna Said, yaitu Apartemen Taman Rasuna. Apartemen ini banyak dihuni
oleh kaum ekspartriat karena kawasan Kuningan dikelilingi oleh gedung-gedung perkantoran
yang kebanyakan berskala internasional dan kantor-kantor kedutaan dari berbagai negara.
Apartemen Taman Rasuna inilah yang menjadi pelopor perkembangan pembangunan
apartemen lainnya di Jakarta.

Klasifikasi Apartemen Menurut Kepemilikan

Secara umum, berdasarkan kepemilikannya apartemen dibedakan menjadi :

1. Apartemen Sewa
Merupakan apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama
dengan unit-unit apartemen yang disewakan kepada masyarakat dengan harga dan jangka
waktu tertentu.Persewaan semacam itu mendatangkan keuntungan bagi pemilik apartemen.
Di sini ketertarikan antara pengelola dan penghuni sangat erat. Pengelola bertanggung
jawab penuh pada pemeliharaan dan layanan apartemen, sementara penyewa berkewajiban
membayar biaya pengelolaan maupun layanan tersebut, yang dapat dibayarkan secara
terpisah maupun bersamaan dengan uang sewa apartemen.
2. Apartemen Beli
Merupakan apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama
dengan unit-unit apartemen yang dijual kepada masyarakat dengan harga tertentu.
Meskipun unit huniannya dapat dibeli, pengelolaan apartemen tetap diselenggarakan oleh
manajemen tertentu. Alasannya, unit-unit hunian tersebut berada dalam satu bangunan
(keberadaannya sangat terkait antara satu unit hunian dengan lainnya) dan masalah layanan
keamanan penghuni sangat ditekankan. Apartemen seperti ini dapat dimiliki oleh
masyarakat secara menetap. Kepemilikannya dapat dibedakan lagi sebagai berikut:
a. Apartemen milik bersama (cooperative)
Merupakan apartemen yang dimiliki bersama oleh penghuni yang ada. Pembiayaan
perawatan dan pelayanan dalam apartemen dilakukan bersama oleh semua penghuni
sehingga tanggung jawab pengembangan gedung menjadi tanggung jawab semua
penghuni.
b. Apartemen milik perseorangan (condominium)
Merupakan apartemen yang unit-unit huniannya dapat dibeli dan dimiliki oleh
penghuni. Penghuni tetap berkewajiban membayar pelayanan apartemen yang mereka
gunakan kepada pihak pengelola.

Klasifikasi Apartemen Menurut Jumlah Kamarnya

Berdasarkan jumlah anggota keluarganya, penghuni apartemen memiliki kapasitas


apartemen yang berbeda-beda. Sebagai respons terhadap variasi kebutuhan penghuni ini,
apartemen dapat dirancang dengan berbagai tipe berdasarkan jumlah kamar dalam setiap unit
apartemennya, sebagai berikut:

1. Tipe efisien
Tipe ini memiliki ukuran: 18 m2 – 45 m2 . adapun susunan ruang yang biasanya terdapat
dalam tipe ini adalah:
a. Terdapat sebuah ruang besar yang merupakan kombinasi dari aktivitas hidup sehari-
hari di tempat tinggal, makan dan tidur. Oleh karena ruang besar ini difungsikan
sekaligus untuk mewadahi berbagai aktivitas yang berbeda, fleksibilitas ruangan
menjadi pertimbangan penting. Hal ini dapat ditempuh dengan penyediaan sebuah
convertible sofa bed dan entry foyer sebagai dining area, permasalahan yang sering
dilupakan pada rancangan ruang seperti ini adalah kurangnya tempat penyimpanan
pakaian dan area ganti baju.
b. Terdapat sebuah ruang kecil (alcove) untuk dapur kecil (kitchenette) dengan fasilitas
minimum dan kamar mandi.

Tipe ini biasanya dimiliki oleh single person atau pasangan yang baru menikah tanpa anak
sehingga jumlah maksimum penghuni adalah dua orang.

2. Tipe satu ruang tidur


Tipe ini memiliki satu ruang tidur dalam setiap unitnya. Ukurannya berkisar antara 36 m2
– 54 m2 atau menyesuaikan dengan kebutuhan., dengan kapasitas 2-3 orang. Secara umum
kelengkapan ruang pada tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Ruang duduk dan ruang makan dibuat menyatu tanpa penyekat.
b. Area dapur
c. Sebuah ruang tidur
d. Kamar mandi
e. Teras
3. Tipe dua ruang tidur
Tipe ini memiliki dua ruang tidur, dengan ukuran berkisar 45 m2 – 90 m2 dan kapasitas 3-
4 orang. Kebutuhan ruang pada tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Ruang duduk
b. Ruang makan
c. Dua ruang tidur
d. Dapur
e. Kamar mandi (pada apartemen mewah, disediakan sebuah half bath tambahan, yang
terdiri dari water closet dan wastafel).
f. Teras
4. Tipe tiga ruang tidur
Tipe ini memiliki tiga ruang tidur, dengan luasan berkisar 54 m2 – 108 m 2 untuk 4-5 orang.
Kebutuhan ruang pada unit jenis ini adalah sebagai berikut:
a. Ruang duduk
b. Ruang makan
c. Tiga ruang tidur
d. Dapur
e. 1-2 kamar mandi
f. Teras
5. Tipe 4 ruang tidur
Tipe unit ini memiliki luasan berkisar 100 m2 – 135 m2 dengan kapasitas 5-8 orang.
Kebutuhan ruang pada tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Ruang duduk
b. Ruang makan
c. 4 ruang tidur
d. Dapur
e. 2 kamar mandi
f. 2 teras
g. Gudang

Klasifikasi Apertemen Menurut Jumlah Lantainya

Besar kecilnya luasan tiap unit apartemen akan mempengaruhi pengaturan ruang-ruang
pada setiap unit apartemen tersebut, yang dapat saja dirancang dalam 1 lantai yang sama
ataupun meliputi beberapa lantai yang berbeda, berdasarkan hal ini, apartemen dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu:

1. Apartemen simplex, merupakan apartemen dengan 1 unit hunian terdiri dari 1 lantai.
2. Apartemen duplex, merupakan apartemen dengan 1 unit hunian terdiri dari 2 lantai.
3. Apartemen triplex, merupakan apartemen dengan 1 unit hunian terdiri dari 3 lantai.

Hotel

Pengertian Hotel

Pengertian Hotel menurut Hotel Prpictors Act, 1956 (Sulatiyono, 1999:5) adalah suatu
perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan makanan, minuman, dan
fasilitas kamar untuk tidur kepada orang orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu
membatar dengan jumlah wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian
khusus (perjanjian membeli barang yang disertai dengan perundingan perundingan
sebelumnya).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM.
37/PW.304/MPPT-86 : Hotel sebagai jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian besar
atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum serta jasa
lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial.
Definisi hotel menurut Webster New World Dictionary “Hotel as a commercial
establishment providing lodging and usually meals and other services for the public, especially
for travels.” (Fred R.Lawson, 1988). Yang artinya hotel adalah suatu bangunan yang
menyediakan jasa penginapan, makanan, minuman, serta pelayanan lainnya untuk umum yang
dikelola secara komersial terutama untuk para wisatawan.
Sedangkan pengertian yang dimuat oleh Grolier Electronic Publishing Inc.(1995) yang
menyebutkan bahwa : Hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat menginap,
makanan, dan pelayanan-pelayanan lain untuk umum.
Maka dari beberapa pernyataan itu dapat disimpulkan bahwa hotel adalah suatu
akomodasi yang menyediakan jasa penginapan, makan, minum, dan bersifat umum serta
fasilitas lainnya yang memenuh syarat kenyamanan dan dikelola secara komersil.

Penggolongan Hotel
Pemerintah telah menetapkan kualitas dan kuantitas hotel yang menjadi
kebijaksanaan yang berupa standar jenis klasifikasi yang ditujukan serta berlaku bagi suatu
hotel. Penentuan jenis hotel berdasarkan letak, fungsi, susunan organisasinya dan aktifitas
penghuni hotel sesuai dengan SK Mentri Perhubungan RI No. 241/4/70 tanggal 15 Agustus
1970. Hotel digolongkan atas :
1. Residential Hotel, yaitu hotel yang disediakan bagi para pengunjung yang mnginap
dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi tidak bermaksud menginap.
Umumnya terletak dikota, baik pusat maupun pinggir kota dan berfungsi sebagai
penginapan bagi orang-orang yang belum mendapatkan perumahan dikota tersebut.
2. Transietal Hotel, yaitu hotel yang diperuntukkan bagi tamu yang mengadakan
perjalanan dalam waktu relative singkat. Pada umumnya jenis hotel ini terletak
pada jalan jalan utama antar kota dan berfungsi sebagai terminal point. Tamu yang
menginap umumnya sebentar saja, hanya sebagai persinggahan.
3. Resort Hotel, yaitu diperuntukkan bagi tamu yang sedang mengadakan wisata dan
liburan. Hotel ini umumnya terletak didaerah rekreasi/wisata. Hotel jenis ini pada
umumnya mengandalkan potensi alam berupa view yang indah untuk menarik
pengunjung.
Penentuan jenis hotel yang didasarkan atas tuntutan tamu sesuai dengan keputusan
Mentri Perhubungan RI No.PM10/PW.301/phb-77, dibedakan atas:
1. Bussiness hotel, yaitu hotel yang bertujuan untuk ,melayani tamu yang memiliki
kepentingan bisnis.
2. Tourist hotel, yaitu bertujuan melayani para tamu yang akan mengujungi objek
objek wisata.
3. Sport hotel, yaitu hotel khusus bagi para tamu yang bertujuan untuk olahraga atau
sport
4. Research hotel, yaitu fasilitas akomodasi yang disediakan bagi tamu yang
bertujuan melakukan riset.
Sedangkan penggolongan hotel dilihat dari lokasi hotel menurut Keputusan Dirjen
Pariwisata terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Resort hotel (pantai/gunung), yaitu hotel yang terletak didaerah wisata, baik
pegunungan atau pantai. Jenis hotel ini umumnya dimanfaatkan oleh para
wisatawan yang datang untuk wisata atau rekreasi.
2. City hotel (hotel kota), yaitu hotel yang terletak diperkotaan, umumnya
dipergunakan untuk melakukan kegiatan bisnis seperti rapat atau pertemuan-
pertemuan perusahaan.
Penggolongan berbagai jenis hotel serta bentuk akomodasi tersebut pada dasarnya tidak
merupakan pembagian secara mutlak bagi pengujung. Dapat juga terjadi overlapping yaitu
saling menggunakan satu dengan yang lainnya, misalnya seorang turis tidak akan ditolak jika
ingin menginap pada sebuah city hotel, ataupun sebaliknya.

Klasifikasi Hotel
Berdasarkan keputusan Dirjen Pariwisata No. 14/U/II/1988, tentang usaha dan
pengelolaan hotel menjelaskan bahwa klasifikasi hotel menggunakan sistem bintang.Dari kelas
yang terendah diberi bintang satu, sampai kelas tertinggi adalah hotel bintang lima.
Sedangkan hotel-hotel yang tidak memenuhi standar kelima kelas tersebut atau yang
berada dibawah standar minimum yang ditentukan disebut hotel non bintang. Pernyataan
penentuan kelas hotel ini dinyatakan oleh Dirjen Pariwisata dengan sertifikat yang dikeluarkan
dan dilakukan tiga tahun sekali dengan tata cara pelaksanaan ditentukan oleh Dirjen Pariwisata.
Dasar penilaian yang digunakan antara lain mencakup:
 Persyaratan fisik, meliputi lokasi hotel dan kondisi bangunan.
 Jumlah kamar yang tersedia.
 Bentuk pelayanan yang diberikan
 Kualifikasi tenaga kerja, meliputi pendidikan dan kesejahteraan karyawan.
 Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia seperti kolam renang
lapangan tenis dan diskotik.
Klasifikasi hotel berbintang tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :
a. Hotel bintang satu
 Jumlah kamar standar minimal 15 kamar dan semua kamar dilengkapi kamar
mandi didalam.
 Ukuran kamar minimum termasuk kamar mandi 20 m2 untuk kamar double
dan 18 m2 untuk kamar single
 Ruang public luas 3m2 x jumlah kamar tidur tidur, minimal terdiri dari lobby,
ruang makan (> 30m2) dan bar.
 Pelayanan akomodasi yaitu berupa penitipan barang berharga.
b. Hotel bintang dua
 Jumlah kamar standar minimal 20 kamar (termasuk minimal 1 suite room, 44
m2).
 Ukuran kamar minimum termasuk kamar mandi 20m2 untuk kamar double dan
18 m2 untuk kamar single.
 Ruang public luas 3m2 x jumlah kamar tidur, minimal terdiri dari lobby, ruang
makan (>75m2) dan bar.
 Pelayanan akomodasi yaitu berupa penitipan barang berhargam penukaran
uang asing, postal service, dan antar jemput.
c. Hotel bintang tiga
 Jumlah kamar minimal 30 kamar (termasuk minimal 2 suite room, 48m2).
 Ukuran kamar minimum termasuk kamar mandi 22m2 untuk kamar single dan
26m2 untuk kamar double.
 Ruang publik luas 3m2 x jumlah kamar tidur, minimal terdiri dari lobby, ruang
makan (>75m2) dan bar.
 Pelayanan akomodasi yaitu berupa penitipan barang berharga, penukaran uang
asing, postal service dan antar jemput.
d. Hotel bintang empat
 Jumlah kamar minimal 50 kamar (temrasuk minimal 3 suite room, 48 m2)
 Ukuran kamar minimum termasuk kamar mandi 24 m2 untuk kamar single dan
28 m2 untuk kamar double.
 Ruang public luas 3m2 x jumlah kamar tidur, minimal terdiri dari kamar mandi,
ruang makan (>100 m2) dan bar (>45m2)
 Pelayanan akomodasi yaitu berupa penitipan barang berharga, penukaran uang
asing, postal service dan antar jemput.
 Fasilitas penunjang berupa ruang linen (>0,5m2 x jumlah kamar), ruang
laundry (>40m2), dry cleaning (>20m2), dapur (>60% dari seluruh luas lantai
ruang makan).
 Fasilitas tambahan : pertokoan, kantor biro perjalanan, maskapai perjalanan,
drugstore, salon, function room, banquet hall, serta fasilitas olahraaga dan
sauna.
e. Hotel bintang lima
 Jumlah kamar minimal 100 kamar (termasuk mminimal 4 suite room, 58m2)
 Ukuran kamar minimum termasuk kamar mandi 26 m2 untuk kamar single dan
52m2 untuk kamar double.
 Ruang public luas 3m2 x jumlah kamar tidur, minimal terdiri dari lobby, ruang
makan (>135m2) dan bar (>75m2).
 Pelayanan akomodasi yaitu berupa penitipan barang berharga, penukaran uang
asing, postal service dan antar jemput.
 Fasilitas penunjang berupa ruang linen (>0,5m2 x jumlah kamar), ruang laundry
(>40m2), dry cleaning (>30m2), dapur (>60% dari seluruh luas lantai ruang
makan).
 Fasilitas tambahan : pertokoan, kantor biro perjalanan, maskapai perjalanan,
drugstore, salon, function room, banquet hall, serta fasilitas olahraaga dan
sauna.
 Dengan adanya klasifikasi hotel tersebut dapat melindungi konsumen dalam
memperoleh fasilitas yang sesuai dengan keinginan.Memberikan bimbingan
pada pengusaha hotel serta tercapainya mutu pelayanan yang baik.
Bentuk
Menurut Ernst Neufert dalam Data Arsitek (1987;213), disebutkan bahwa bentuk-
bentuk kamar tidur merupakan bagian terbesar pembangunan suatu hotel. Bagian yang
menunjukkan berbagai penataan yang mungkin dapat dilaksanakan sebgai bentuk-bentuk
rencana denah untuk kamar kamar hotel adalah sebgai berikut:
1. Bentuk blok ganda
Dapat dikembangkan menurut bentuk L dan U, yang diterapkan pada lahan yang
luas dan membentuk taman ditengahnya. Bentuk ini hanya membutuhkan dua
daerah tangga dan memungkinkan penataan blok yang ekonomis.
2. Bentuk blok T
Memungkinkan dibangun dengan ekonomis walaupun dibutuhkan tiga daerah
tangga
3. Bentuk blok deret tunggal
Dapat juga dikembangkan menjadi bentuk L dan U diatas lahan yang luas dengan
taman ditengah. Bukan pemecahan yang ekonomis, walaupun bentuk ini banyak
dipakai. Bila bentuk ini dikembangakan lebih lanjut, akan dapat memperjelas
bentuk taman yang ada ditengahnya dan dapat digunakan untuk memberi kesan
bentuk atrium.
4. Bentuk blok bujur sangkar
Dengan menyatukan semua sirkulasi vertical pada core, baik untuk sirkulasi
pelayanan maupun untuk sirkluasi petugas hotel dan sebagainya.Bentuk ini cukup
terpadu dan dapat diterapkan pada lahan yang semput dan dapat dikembangkan
bentuk menara.
5. Bentuk denah Y
Membutuhkan tiga empat tangga, stukturnya lebih rumit dibandingkan dengan
bentuk blok yang tegas. System struktur ini akan menyulitkan pembentukan ruang-
ruang yang bersifat umum.
6. Bentuk lengkung tiga sudut
Sama dengan bentuk Y walaupun tempat sirkulasi lebih luas.Lengkung yang ada
memungkinkan penambahan luas beberapa kamar tidur.
7. Bentuk melingkar
Perhitungan yang seksama diperlukan untuk memperhitungkan kerumitan dalam
pengaturan kamar saling membelakangi ataupun berhadapan.
8. Bentuk melingkat dengan blok ditengah
Bentuknya mirip blok bujur sangkar, tetapi lebih membutuhkan perhitungan
seksama bagi ruang-ruang yang saling membelakangi.
Pusat Perbelanjaan
Dalam buku ‘Panduan Perancangan Bangunan Komersial’, istilah pusat perbelanjaan memiliki
beberapa pengertian, di antaranya adalah:
1. Bentuk usaha perdagangan individual yang dilakukan secara bersama melalui penyatuan modal
dengan tujuan efektivitas komersial. (Beddington, Design for Shopping Centre)
2. Suatu tempat kegiatan pertukaran dan distribusi barang/jasa yang bercirikan komersial,
melibatkan perencanaan dan peancangan yang matang karena bertujuan memperoleh
keuntungan (profit) sebanyakbanyaknya. (Gruen, Centers for Urban Environment: Survival of
the Cities).
3. Kompleks perbelanjaan terencana, dengan pengelolaan yang bersifat terpusat, dengan sistem
menyewakan unit-unit kepada pedagang individu, sedangkan pengawasannya dilakukan oleh
pengelola yang bertanggung jawab secara menyeluruh. (Beddington, Design for Shopping
Centre).
4. Sekelompok kesatuan pusat perdagangan yang dibangun dan didirikan pada sebuah lokasi yang
direncanakan, dikembangkan, dimulai, dan diatur menjadi sebuah kesatuan operasi (operation
unit), berhubungan dengan lokasi, ukuran, tipe toko, dan area perbelanjaan dari unit tersebut.
Unit ini juga menyediakan parkir yang dibuat berhubungan dengan tipe dan ukuran total toko-
toko. (Urban Land Institute, Shopping Centre Development Handbook)
5. Suatu wadah dalam masyarakat yang menghidupkan kota atau lingkungan setempat. Selain
berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan berbelanja atau transaksi jual beli, juga berfungsi
sebagai tempat untuk berkumpul atau berekreasi. (Beddington, Design for Shopping Centre)
Dari berbagai pengertian di atas, terdapat beberapa kata kunci terait dengan pusat
perbelanjaan, yaitu:
1. Adanya kegiatan jual beli atau pertukaran barang dan jasa, dan
2. Dapat berfungsi juga sebagai tempat berkumpul dan berekreasi.
Perkembangan Pusat Perbelanjaan
Konsep dibangunnya pusat perbelanjaan, shopping center, shopping mall, atau mal bukan
merupakan suatu inovasi baru. Mal, merupakan satu bentuk evolusi dari pasar tradisional yang pada
intinya adalah satu lokasi pusat perdagangan yang dikunjungi oleh banyak orang (konsumen) untuk
membeli segala sesuatu yang dibutuhkan. Konsep mal ternyata sudah ada sejak abad pertengahan. Di
Timur Tengah, Grand Bazaar Isfahan adalah suatu lokasi pusat perdagangan yang terdiri dari kumpulan
beberapa toko independent yang bernaung di bawah satu struktuur, berdiri sejak abad ke 10. Begitu
juga dengan Grand Bazaari Tehran, pasar tertutup sepanjang 10 km. The Burlington Arcade di London
dibuka tahun 1819. Konsep pembangunan mal ini diperkenalkan di Amerika Seriat pada tahun 1828
dengan dibangunnya The Arcade di daerah Providence, Rhode Island. Pembangunan shopping center
atau mal ini pun diikuti oleh kota-kota besar lainnya di berbagai negara pada akhir abad ke 19 dan awal
abad 20.
Dasar pemikiran terbentuknya jenis-jenis shopping center seperti : suburb mall, super mall,
giant mall, dan mega mall adalah adanya permasalahan yang ditimbulkan oleh shopping center atau mal
di dalam kota yang menyebabkan kota menjadi penuh sesak dan kotor. Permasalahan ini dirasakan
sekitar abad 20 di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa, sehingga pemerintah Amerika Serikat
dan Eropa bersama masyarakatnya memperbaiki kualitas hidup mereka dengan pembangunan shopping
center atau mal di luar kota dan daerah suburb.
Perkembangan shopping center di Indonesia berawal pada era 1970- an di Jakarta, muncul pusat
perbelanjaan seperti aldiron plaza, pusat pertokoan senen dan pasar-pasar yang dikelola oleh PD Pasar
Jaya. Pada pertengahan 1980-an, ternyata muncul gagasan baru dengan arsitek asing yang mulai masuk
bersama modal dari luar negeri. Akhir 1980-an dan pemulaan 1990-an mulai bermunculan mal
perbelanjaan dengan konsep atrium yang lebih besar yang memungkinkan pengunjung memperluas
jangkauan pandangan ke seluruh lantai bangunan.
Dalam perkembangannya, Pusat Perbelanjaan memiliki beberapa konsep dalam rancangannya,
seperti:
Klasifikasi Pusat Perbelanjaan Berdasarkan Skala Pelayanan
Berdasarkan skala pelayanannya, pusat perbelanjaan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Pusat perbelanjaan lokal (neighborhood centers)
Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan yang meliputi 5,000 sampai
40,000 penduduk, dengan luas bangunan berkisar antara 2,787 - 9,290 m2 . Unit penjualan
terbesar pada pusat perbelanjaan golongan ini adalah supermarket.
2. Pusat perbelanjaan distrik (community center)
Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan 40,000 sampai 150,000
penduduk dengan luas bangunan antara 9,290 – 27,870 m 2 . Unit-unit penjualannya terdiri
dari junior department store, supermarket dan toko-toko.
3. Pusat perbelanjaan regional (main center)
Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan seluas 150,000 sampai
400,000 penduduk dengan luasan bangunan 27,870 – 92,990 m2 . Pusat perbelanjaan
golongan ini terdiri dari 1-4 department store, 50 -100 toko retail, yang tersusun mengitari
pedestrian, dan dikelilingi oleh area parkir. (the Community Builders Council of ULIthe
Urban Land Institute, 1977, p23).
PERANCANGAN ARSITEKTUR 5
STUDI PUSTAKA MIXED USE

Disusun oleh :

 Andre Hirda (41216010067)


 Hadian Firdaus (41216010052)
 Irza Cahyanda (41216010069)
 Lutfi Ariska Ramadani (41216010046)
 Muhammad Fajriansyah (41216010029)
 Syifa Abdul Fatah (41216010030)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA

You might also like