You are on page 1of 9

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No.1, Agustus 2017, pp.

1-9
http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Analisis Hazard Identification, Risk Assessment,


and Risk Control (HIRARC) di Bagian Finishing 2
Industri Serikat Pekerja Aluminium Sorosutan Tahun 2017

Dewi Kusumawardhani*, Heru Subaris Kasjono**, Purwanto**

*JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY 55293
email: dewikusumawardhani25@gmail.com
**JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Abstract

The progress in industrial sector faces many problems that is important to be studied because
hazard may lead to risks that affect health problem or even work accidents. An industry needs
Occupational Health Safety (OHS) system with Hazard Identification, Risk Assessment, and
Risk Control (HIRARC) method, that it is applied, dangerous activities can be easy to be found
and controlled immediately, according to the magnitude of the risk level (urgent, high, medium,
and low). The study was conducted in Industri Serikat Pekerja Aluminium Sorosutan and the
purpose was to know the description of hazard identification, risk assessment, and risk control
especially in finishing section 2. The study results show that the percentage of potential hazard
categorized as urgent is 5 % in the lathing room and 6 % in welding room. Meanwhile, the per-
centage of potential hazard which is categorized as high is 22 % in polishing room, 38 % in
broming room, 36 % in grinding room, 33 % in quality control room, and 20 % in product clean-
ing room. Based on the result, it can be concluded that the highest hazard which is categorized
as urgent is exist in two production rooms; i.e. lathing and welding rooms; and the production
rooms that belong to high category are polishing room, broming room, grinding room, quality
control room, and produc cleaning room.
Keywords : hazard identification, risk assessment, risk control, HIRARC

Intisari

Perkembangan di dunia industri menyebabkan banyaknya permasalahan yang penting untuk


dikaji mengingat hazard dapat mengakibatkan risiko gangguan kesehatan bahkan kecelakaan
kerja. Suatu industri membutuhkan sistem Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) dengan metoda
Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control (HIRARC), yang jika diterapkan, akti-
vitas berbahaya dapat mudah ditemukan dan dapat segera dilakukan pengendalian sesuai
besarnya tingkat risiko (urgent, high, medium, dan low). Penelitian ini dilakukan di Industri Seri-
kat Pekerja Aluminium Sorosutan dan bertujuan ingin mengetahui identifikasi bahaya, penilaian
risiko dan pengendalian risiko, khusunya di Bagian Finishing 2. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase potensi hazard yang masuk kategori urgent adalah 5 % di ruang pembubut-
an dan 6 % di ruang las. Kemudian, persentase potensi hazard yang masuk kategori high ada-
lah 22 % di ruang polish, 38 % di ruang brom, 36 % di ruang gerinda, 33 % di ruang quality
control, dan 20 % di ruang pembersihan produk. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa hazard tertinggi yang masuk kategori urgent ada di dua ruang produksi yaitu ruang
pembubutan dan las, sedangkan ruang produksi yang masuk kategori high terdapat di lima ru-
ang produksi yaitu ruang polish, brom, gerinda, quality control, dan pembersihan produk (cuci).
Kata Kunci : identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko, HIRARC

PENDAHULUAN Kesehatan kerja adalah ilmu kese-


hatan atau kedokteran beserta praktik-
Pemerintah telah menyusun kebi- nya yang bertujuan agar pekerja atau
jakan nasional dengan menerbitkan Un- masyarakat pekerja memperoleh dera-
dang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, jat kesehatan sebaik-baiknya (dalam hal
yang berusaha melindungi tenaga kerja dimungkinkan, bila tidak, cukup derajat
dari dampak negatif yang mungkin di- kesehatan yang optimal), fisik, mental,
timbulkan akibat tidak terlaksananya Ke- emosional, maupun sosial dengan upaya
sehatan dan Keselamatan Kerja (K3) de- promotif, preventif, kuratif, dan rehabi-
ngan baik. litatif terhadap penyakit atau gangguan

1
Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.1, Agustus 2017, pp.1- 9

kesehatan yang diakibatkan oleh peker- Kecelakaan kerja adalah suatu ke-
jaan dan atau lingkungan kerja, serta ter- jadian yang jelas tidak dikehendaki dan
hadap penyakit pada umumnya 1). Se- sering kali tidak terduga yang dapat me-
dangkan keselamatan kerja adalah ke- nimbulkan kerugian baik waktu, harta
selamatan yang bertalian dengan mesin, benda, atau properti maupun korban jiwa
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses yang terjadi dalam suatu proses kerja in-
pengolahannya, landasan kerja, dan dustri atau yang berkaitan dengannya 1).
lingkungan kerja serta cara-cara melaku- Menurut Tarwaka 2), secara umum
kan pekerjaan dan proses produksi 2). penyebab terjadinya kecelakaan kerja
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
keselamatan dan kesehatan kerja mem- sebab dasar dan sebab utama. Sebab
punyai arti upaya untuk mengurangi dasar merupakan faktor yang mendasari
maupun mengendalikan faktor-faktor ba- secara umum terhadap kejadian atau
haya penyebab terjadinya penyakit aki- peristiwa kecelakaan. Sebab dasar ke-
bat kerja dan kecelakaan kerja supaya celakaan di industri meliputi komitmen
tercipta derajat kesehatan yang optimal. atau partisipasi dari pihak manajemen
Tujuan penerapan kesehatan dan atau pimpinan perusahaan dalam pene-
keselamatan kerja seperti yang diama- rapan K3 di perusahaannya, manusia
natkan oleh UU No. 1 tahun 1970 di atas atau para pekerjanya sendiri, dan kon-
yaitu agar setiap tenaga kerja dan setiap disi tempat kerja, sarana kerja, dan ling-
orang lain yang berada di tempat kerja kungan.
harus selalu mendapat perlindungan Adapun sebab utama dari kejadian
atas keselamatan dan kesehatannya, kecelakaan kerja adalah adanya faktor
setiap sumber produksi dapat dipakai dan persyaratan K3 yang belum dilak-
dan dipergunakan secara aman dan efi- sanakan secara standar. Sebab utama
sien, serta setiap proses produksi dapat kecelakaan kerja antara lain meliputi fak-
berjalan secara lancar tanpa hambatan. tor unsafe action (lack of knowledge and
Oleh karena itu, pada intinya tujuan upa- skill, inadequate capability, bodily defect,
ya K3 adalah untuk mencegah kecelaka- unsafe attitude and habits, confuse and
an yang ditimbulkan karena adanya su- stress, lack of skill, difficulty in concen-
atu bahaya di lingkungan kerja 3). trating, worker’s ignorance, improper mo
Penerapan teknologi maju di dalam tivation, low job satisfaction, dan sikap
sebuah industri sampai saat ini telah kecenderungan mencelakai diri sendiri),
semakin intensif, sehingga efek samping unsafe condition, serta unsafe man-ma-
yang ditimbulkan juga semakin beragam. chine interaction.
Efek samping proses produksi dapat Sesuai persyaratan OHSAS 18001,
berakibat buruk kepada pekerjaan dan organisasi harus menetapkan prosedur
lingkungan kerja, sehingga pekerjaan mengenai identifikasi bahaya (hazard-
dan lingkungan kerja yang tidak meme- identification) penilaian risiko (risk asses-
nuhi syarat-syarat kesehatan dan tenaga ment), dan menentukan pengendalian-
kerja dapat mengakibatkan gangguan nya (risk control) atau disingkat HIRA-
kesehatan atau sakit 4). RC. Keseluruhan proses ini disebut juga
Keadaan sakit atau gangguan kese- sebagai manajemen risiko (risk manage-
hatan pada tenaga kerja dapat menu- ment) 3).
runkan kemampuan mereka untuk me- Identifikasi terhadap bahaya dilaku-
lakukan pekerjaan fisik, melemahkan ke- kan dengan tujuan menjabarkan risiko
tajaman berfikir untuk mengambil kepu- yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor
tusan yang cepat dan tepat, serta menu- bahaya di lingkungan kerja, kemudian di-
runkan kewaspadaan dan kecermatan 1). lakukan penilaian risiko dengan para-
Selain berpotensi menyebabkan penya- meter probability dan severity, kemudian
kit akibat kerja, sebuah industri juga me- digambarkan seberapa besar dampak
nempatkan pekerja dalam posisi yang dari potensi bahaya yang teridentifikasi
rentan terhadap kecelakaan kerja 5). tersebut dengan risk rating untuk meng-
p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896
Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

2
Kusumawardhani, Kasjono & Purwanto, Analisis Hazard Identification …

evaluasi besarnya risiko dan skenario tangga yang terbuat dari aluminium. In-
dari dampak yang ditimbulkan. dustri ini dalam proses produksinya me-
Tingkat risiko urgent adalah tingkat miliki bahaya yang terkait dengan ber-
bahaya yang sangat tinggi, high merupa- bagai faktor risiko penyakit akibat kerja
kan tingkat bahaya serius, medium ting- hingga kecelakaan akibat kerja pada te-
kat bahaya sedang, low adalah tingkat naga kerja. Persyaratan kesehatan ling-
bahaya kecil, dan none adalah klasifikasi kungan perkantoran dan industri di se-
tingkat bahaya yang hampir tidak memi- mua bagian juga tidak memenuhi per-
liki bahaya. Tahap selanjutnya yang di- syaratan.
lakukan adalah mengendalikan risiko da- Dengan adanya bahaya tersebut,
ri potensi bahaya dengan cara eliminasi, pihak Industri Serikat Pekerja Aluminium
subsitusi, pengendalian teknik, pengen- melakukan pengendalian dengan men-
dalian administrasi, maupun APD yang nyediakan APD, tetapi tenaga kerja tidak
bertujuan untuk meminimalisir tingkat ri- menggunakannya karena jumlahnya ter-
siko penyakit akibat kerja maupun ke- batas, tidak nyaman memakainya saat
celakaan akibat kerja. bekerja, serta tidak ada sanksi bagi me-
reka yang tidak memakai
Tabel 1. Berdasarkan hal tersebut peneliti
Matriks penilaian risiko
ingin mengetahui apakah manajemen K3
Probability di industri tersebut sudah berjalan de-
Conse-
quence
ngan baik atau belum, melalui analisis
Frequent Probable Occasional Remote
4 3 2 1 tingkat potensial hazard dan penilain ri-
20 15 10
siko disertai upaya pengendaliannya, de-
Catas- 5
tropic 5 Urgent Urgent High Medium ngan menggunakan metoda HIRARC
dan teknik daftar periksa atau checklist.
16 12 8 4
Fatal 4
Urgent High Medium Low Teknik ini belum pernah dilakukan di in-
12 9 6 3
dustri tersebut, sehingga jika berhasil di-
Critical 3
High Medium Medium Low harapkan dapat diterapkan.
8 6 4 2
Marginal 2
Medium Medium Low Low METODA
Negli- 4 3 2 1
gible 1 Low Low Low Low
Penelitian yang digunakan bersifat
deskriptif dengan metoda survei. Popu-
Tabel 2. lasi penelitian adalah seluruh hazard di
2)
Klasifikasi Tingkat Risiko bagian finishing 2 Industri Serikat Peker-
ja Aluminium dan tenaga kerja seba-
Tingkat risiko Tingkat bahaya Klasifikasi
nyak 40 orang. Sampel yang diambil
adalah seluruh populasi penelitian (total
sampling).
Urgent Sangat tinggi Hazard kelas A
Proses pengambilan data identifika-
si bahaya dilakukan dengan observasi
High Serius Hazard kelas B
pada alat, tenaga kerja, dan kondisi ling-
Medium Sedang Hazard kelas C
kungan kerja industri menggunakan daf-
tar periksa. Kemudian tahap selanjutnya
Low Kecil Hazard kelas D melakukan penilaian risiko dari data ter-
sebut dan melakukan analisis pengen-
None Hampir tdk ada Hazard kelas E dalian risiko dari data yang diperoleh da-
ri daftar periksa.
Selanjutnya, data yang diperoleh di-
Industri Serikat Pekerja Aluminium analisis secara deskriptif yang meng-
di Sorosutan Kota Yogyakarta merupa- gambarkan identifikasi bahaya, penilaian
kan home industry yang bergerak di bi- risiko, dan pengendalian risiko yang di-
dang pembuatan barang-barang rumah tabulasikan dalam bentuk tabel dan ha-
p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896
Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

3
Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.1, Agustus 2017, pp.1- 9

silnya dapat digunakan untuk membuat Tabel 3. (lanjutan)


perencanaan serta perbaikan program
Pengendalian Risiko
K3 di industri aluminium tersebut. Penila
Identifikasi
No ian A
Bahaya
Risiko E S T A P
HASIL D
7 Paha kaki v
Tabel 3 berikut ini merupakan hasil tergores atau Medium
tersayat
identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan
8 Tangan tergores v
pengendalian risiko yang diambil dari 10 atau tersayat
Medium

besar hazard tertinggi pada setiap ruang 9 Wajah tergores v


Medium
produksi di bagian finishing 2. atau tersayat
10 Kecelakaan kerja Medium v v v
Tabel 3. Ruang Brom
Tabel induk hasil identifikasi bahaya, 1 Tenaga kerja
penilaian risiko, dan pengendalian risiko tidak mengguna-
High v
kan APD yang
sesuai
Pengendalian Risiko
Penilai 2 Tenaga kerja
N Identifikasi dapat tersengat High v v
an A
o Bahaya listrik
Risiko E S T A P
D 3 Gangguan per-
napasan akibat
Ruang Pembubutan High v v
semprotan
1 Terjadi kebakaran Urgent v v larutan brom
2 Tenaga kerja tidak v 4 Tuli atau
menggunakan High gangguan High v v v
APD yang sesuai pendengaran
3 Gangguan per- v v 5 Kelelahan kerja v
napasan akibat High karena tidak
debu dapat ber- High
istirahat secara
4 Tuli atau ganggu- v v v maksimal
High
an pendengaran
6 Gangguan v v
5 Kelelahan kerja v penglihatan
karena tidak dapat akibat terkena Medium
High
beristirahat secara semprotan
maksimal larutan brom
6 Kecelakaan kerja High v v v 7 Iritasi mata v
7 Kebakaran atau v v akibat terkena
Medium
peledakan sulit High semprotan
terdeteksi larutan brom

8 Tangan terluka v 8 Iritasi kulit Medium v


Medium
hingga putus 9 Terjadi tabrakan v v v
9 Iritasi mata akibat v antara pekerja Medium
terkena debu dan Medium dengan barang
sisa bubut 10 Kaki tersandung Medium v v v
10 Kaki terluka akibat v v v Ruang Gerinda
Medium
sisa bubut
1 Gangguan
Ruang Polish pernapasan
High v v
1 Gangguan per- akibat debu hasil
napasan akibat proses gerinda
High v v
debu hasil proses 2 Tenaga kerja
polish tidak mengguna-
High v
2 Tuli atau gangguan kan APD yang
High v v v sesuai
pendengaran
3 Kelelahan kerja v 3 Tuli atau
karena tidak dapat gangguan High v v v
High pendengaran
beristirahat secara
maksimal 4 Kecelakaan kerja High v v v
4 Tenaga kerja tidak v 5 Kelelahan kerja v
menggunakan High karena tidak
APD yang sesuai dapat beristira- High
5 Kulit terkelupas Medium v hat secara
maksimal
6 Iritasi mata akibat v
terkena debu Medium 6 Tangan terluka v
Medium
polish hingga putus

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896


Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

4
Kusumawardhani, Kasjono & Purwanto, Analisis Hazard Identification …

Tabel 3. (lanjutan) Tabel 3. (lanjutan)

Pengendalian Risiko Pengendalian Risiko


Penila Penila
N Identifikasi Identifikasi
ian A No ian A
o Bahaya Bahaya
Risiko E S T A P Risiko E S T A P
D D

7 Kulit terkelupas Medium v 8 Kaki tersandung Medium v v v


8 Iritasi mata v 9 Terjadi tabrakan
akibat terkena antara pekerja Low v v v
Medium dengan barang
debu hasil
gerinda 10 Tenaga kerja
dapat tersengat Low v
9 Tangan tergores v
Medium listrik
atau tersayat
Ruang Pembersihan Produk (Cuci)
10 Kaki tersandung Medium v v v
1 Gangguan
Ruang Quality Control pernapasan High v
akibat debu
1 Tenaga kerja
tidak mengguna- 2 Iritasi mata Medium v
High v
kan APD yang 3 Kelelahan kerja Medium
sesuai karena tidak
2 Jari terluka dapat beristira- v
akibat terpukul High v hat secara
palu maksimal
4 Terjadi tabrakan Low
3 Terjadi kecela- anatara pekerja v v v
kaan kerja dengan barang
High v v v
karena ketidak
hati-hatian 5 Kaki tersandung Low v v

4 Gangguan
High v v Keterangan :
penglihatan
E : Eliminasi
5 Kelelahan kerja S : Substitusi
karena tidak T : Pengendalian teknik
dapat beristira- High v A : Pengendalian administratif
hat secara APD : Alat pelindung diri
maksimal
6 Tangan atau jari
tergores akibat Medium v
PEMBAHASAN
bor
7 Gangguan per- Ruang Pembubutan
napasan akibat
debu serpihan
Medium v v Berdasarkan Tabel 3 dapat diketa-
bor hui bahwa hazard tertinggi pada ruang
8 Tuli atau pembubutan adalah terjadinya kebakar-
gangguan Medium v v v
pendengaran an yang masuk kategori urgent. Bahaya
9 Iritasi mata kebakaran di ruang pembubutan dapat
akibat terkena Low v terjadi kapan saja karena banyak pe-
serpihan bor
luang yang dapat menjadi pemicunya, di
10 Kaki tersandung Low v
antaranya adalah korsleting listrik akibat
Ruang Las
instalasi dan kabel-kabel yang diguna-
1 Terjadi
kebakaran
Urgent v v kan tidak beraturan sehinngga sisa-sisa
2 Kelelahan kerja bubut yang tajam serta berterbangan da-
karena tidak bisa
bekerja dengan
High v pat menggores kabel dan membahaya-
maksimal kan pekerja.
3 Tidak Pengendalian risiko terjadinya keba-
menggunakan
APD yang
Medium v karan meliputi pengendalian teknik dan
sesuai administratif. Dalam pengendalian se-
4 Kecelakaan
Medium v v cara teknik, sistem yang hanya menye-
kerja
diakan APAR sebagai pengendali keba-
5 Iritasi mata
hingga karan dapat diubah menjadi sistem yang
Medium v
gangguan menggunakan standarisasi perlindungan
penglihatan
kebakaran dengan fire protection, yaitu
6 Tangan terluka Medium v
passive fire protection active fire protect-
7 Wajah terluka Medium v
ion, dan education of safety of the fire.

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896


Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

5
Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.1, Agustus 2017, pp.1- 9

Jika pengendalian teknik di atas ti- Ruang Brom


dak dapat dilaksanakan, maka dapat Pemakaian alat pelindung diri sering
digunakan pengendalian secara admi- dianggap tidak penting ataupun remeh
nistratif yaitu memberikan pelatihan ke- oleh para pekerja, terutama pada sektor
pada pekerja tentang pemeliharaan dan informal. Padahal, penggunaan APD ini
penggunaan proteksi kebakaran, pelak- sangatlah penting dan berpengaruh ter-
sanaan pekerjaan berkaitan dengan hadap keselamatan dan kesehatan kerja
pencegahan kebakaran, serta prosedur mereka 9). Selain itu, penyediaan APD
dalam menghadapi keadaan darurat ba- yang belum sesuai standar juga menjadi
haya kebakaran. Menurut Tarwaka 2), hal penghalang, padahal APD standar me-
tersebut bertujuan supaya pekerja ber- rupakan peralatan yang harus disedia-
peran dalam safety to the fire 6). kan oleh pengusaha untuk karyawannya
walaupun hanya untuk mengurangi efek
Ruang Polish atau keparahan kecelakaan kerja bukan
Reaksi pada paru-paru akibat pa- mencegah kecelakaan kerja.
paran debu yang tinggi pada ruang po- Bahaya tersebut masuk dalam ka-
lish dapat berdampak pada timbulnya tegori high yang dapat dilihat dari ruang
penyakit gangguan pernapasan yang brom yang lingkungan kerjanya potensial
masuk dalam kategori high. Dalam pro- menyebabkan penyakit akibat kerja se-
ses polish dihasilkan debu dengan rerata perti gangguan pernapasan akibat debu
sebesar 125000 mg/m3 dan jika diban- yang tinggi, tuli akibat kebisingan, dan
dingkan dengan kandungan debu mak- lain sebagainya. Tenaga kerja sebagian
simal yang diperbolehkan selama 8 jam hanya menggunakan APD seadanya be-
yaitu 10 mg/m3 sesuai Kepmenkes RI rupa masker kain, kaca mata, dan sa-
No. 1405 /Menkes/SK/XI/2002 tentang rung tangan kain dan sebagian lagi tidak
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Ker- menggunakan APD. Banyaknya APD
ja Perkantoran dan Industri 7), masih ter- yang dipakai mengakibatkan beberapa
golong tinggi dan melebihi persyaratan. perasaan tidak nyaman karena dianggap
Paparan debu lingkungan tersebut dapat menghalangi gerakan atau tanggapan
memicu gangguan kesehatan terutama panca indera si pemakai 4).
pada pernapasan. Pengendalian risiko karena tenaga
Menurut SIKERNAS POM RI 8), de- kerja tidak menggunakan APD yang se-
bu alumininum jika tehirup menyebabkan suai standar dapat dilakukan dengan
efek klinis berupa keracunan akut dan melakukan pengendalian menggunakan
kronik. Keracunan akut dapat menye- APD. Berdasarkan Pasal 12B Undang-
babkan iritasi saluran pernapasan dan Undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun
paru-paru serta membran mukosa, se- 1970, tenaga kerja diwajibkan memakai
dangkan keracunan kronik dapat me- APD yang telah disediakan. Pada ke-
nyebabkan dyspnea, batuk, asma, obs- nyataannya banyak pekerja yang masih
tructive paru-paru kronis, fibrosis paru, belum mengenakan alat ini karena ka-
pneumothorax, pneumokinosis, ensefa- rena merasakan ketidak-nyamanan da-
lopati, inkoordinasi, dan kejang epileptic- lam bekerja 10).
form 8). Selain itu, ketersediaan APD yang
Pengendalian risiko gangguan per- masih terbatas dan tidak disesuaikan
napasan akibat debu polish dapat dilaku- dengan bahaya yang dihadapi juga me-
kan secara teknik dan penggunaan APD. rupakan penghalang, sehingga peng-
Pengendalian teknik dapat dilakukan de- adaan APD yang sesuai standar perlu
ngan penggantian sistem ventilasi pe- dilakukan. Sesuai dengan ketentuan pa-
ngenceran udara menjadi ventilasi lokal sal 14C Undang-Undang Keselamatan
(local exhaust ventilation). Jika pengen- Kerja No. 1 Tahun 1970, pengusaha wa-
dalian secara teknik tersebut tidak dapat jib menyediakan alat keselamatan kerja
dilakukan, maka dapat digunakan APD secara cuma-cuma sesuai sifat dan ba-
respirator yang ber-cartridge. hayanya.
p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896
Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

6
Kusumawardhani, Kasjono & Purwanto, Analisis Hazard Identification …

Ruang Gerinda tersediaan APD yang terbatas serta ti-


Berdasarkan Tabel 3 dapat diketa- dak disesuaikan dengan bahaya juga
hui bahwa hazard tertinggi pada ruang merupakan penghalang, sehingga peng-
gerinda adalah gangguan pernapasan adaan APD yang sesuai standar perlu
akibat debu hasil proses gerinda yang dilakukan. Sesuai dengan ketentuan
masuk kategori high. Dalam proses ge- pada pasal 14C Undang-Undang Kese-
rinda, dihasilkan debu rata-rata sebesar lamatan Kerja No. 1 Tahun 1970, peng-
16000 mg/m3 yang jika dibandingkan de- usaha wajib menyediakan alat kesela-
ngan kandungan debu maksimal yang matan kerja secara cuma-cuma sesuai
diperbolehkan selama 8 jam yaitu 10 mg sifat dan bahayanya.
/m3 sesuai Kepmenkes RI No.1405/
Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Ruang Las
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantor- Berdasarkan Tabel 3 dapat diketa-
an dan Industri, masih tergolong tinggi hui bahwa hazard yang tertinggi pada
dan melebihi persyaratan 7). ruang las adalah terjadinya kebakaran
Risiko tersebut dapat dikendalikan yang masuk kategori urgent. Menurut
dengan melakukan pengendalian secara Saputra 11), sumber pengapian yang di-
teknik dan pemakaian APD. Dalam pe- keluarkan dari nozzle atau torch tabung
ngendalian secara teknik dapat diterap- las merupakan sumber api yang sangat
kan sistem ventilasi lokal (local exhaust kuat apabila kontak dengan bahan yang
ventilation). Namun, jika pengendalian mudah terbakar seperti kertas, kayu,
secara teknik tersebut tidak dapat dilaku- kardus, pakaian, karet, bahan bakar, dan
kan, maka diperlukan pengendalian be- plastik akan sangat mudah terjadi keba-
rupa pemakaian APD respirator yang karan 11).
memiliki cartridge. Pengendalian risiko terjadinya ke-
bakaran meliputi pengendalian teknik
Ruang Quality Control dan administratif. Dalam pengendalian
APD standar merupakan peralatan teknik dapat dilakukan perubahan sistem
yang harus disediakan oleh pengusaha yang hanya menyediakan APAR sebagai
untuk karyawannya walaupun hanya un- sistem pengendalian kebakaran menjadi
tuk mengurangi efek atau keparahan ke- sistem yang menggunakan standarisasi
celakaan kerja bukan mencegah ke- perlindungan kebakaran dengan fire pro-
celakaan kerja. Bahaya akibat tenaga tection (passive fire protection active fire
kerja tidak menggunakan APD yang se- protection, dan education of safety of the
suai standar seperti terlihat di ruang qua- fire).
lity control masuk dalam kategori high Jika pengendalian teknik ini tidak
yang lingkungan kerjanya potensial me- dapat diterapkan, maka dapat digunakan
nyebabkan penyakit akibat kerja atau ke- pengendalian administratif yaitu mem-
celakaan akibat kerja seperti gangguan berikan pelatihan kepada pekerja ten-
pernapasan akibat debu yang tinggi, tuli tang pemeliharaan dan penggunaan pro-
akibat kebisingan, dan lain sebagainya. teksi kebakaran, pelaksanaan pekerjaan
Pengendalian risiko karena tenaga yang berkaitan dengan pencegahan ke-
kerja tidak menggunakan APD yang se- bakaran, serta prosedur dalam meng-
suai standar dapat dilakukan dengan hadapi keadaan darurat kebakaran.
melakukan pengendalian menggunakan
APD. Berdasarkan Pasal 12B Undang- Ruang Pembersihan Produk
Undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun Dalam proses pembersihan produk
1970, tenaga kerja diwajibkan memakai (cuci), dihasilkan debu rata-rata sebesar
APD yang telah disediakan. Akan tetapi, 24665 mg/m3. Jika dibandingkan dengan
pada kenyataannya banyak dari mereka kandungan debu maksimal selama 8 jam
yang masih belum mengenakan alat ini yang diperbolehkan yaitu 10 mg/m3 se-
karena karena merasakan ketidak-nya- suai Kepmenkes RI No. 1405/Menkes/
manan dalam bekerja 10). Selain itu, ke- SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kese-
p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896
Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

7
Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.1, Agustus 2017, pp.1- 9

hatan Lingkungan Kerja Perkantoran lu dilakukan upaya pengendalian risiko


dan Industri 7), hasil tersebut masih ter- lebih lanjut dan monitoring, di antaranya
golong tinggi dan melebihi persyaratan. dengan menerapkan local exhaust ven-
Paparan debu lingkungan tersebut dapat tilation (LEV), pengaturan rotasi jadwal
memicu munculnya gangguan kesehat- kerja dan istirahat pekerja serta peng-
an terutama gangguan pernapasan. adaan APD yang sesuai standar yaitu
Pengendalian risiko gangguan per- warepack, ear muff, goggles, kneepad,
napasan dapat dilakukan secara teknik face shield, dan padded cloth; 3) di ru-
dan pemakaian APD. Pengendalian tek- ang brom perlu dilakukan upaya pengen-
nik dapat dilakukan melalui upaya peng- dalian risiko lebih lanjut dan monitoring,
gantian sistem ventilasi pengenceran di antaranya dengan merapikan kabel-
udara menjadi ventilasi lokal (local ex- kabel yang berserakan di lantai, meng-
haust ventilation) yang lebih efektif untuk atur rotasi jadwal kerja dan istirahat, me-
mengontrol kontaminan sebelum men- nempatkan material dan produk di tem-
capai zona pernapasan. pat khusus, dan pengadaan APD yang
Jika pengendalian secara teknik sesuai standar, seperti espirator ber-
tersebut tidak dapat dilakukan, maka da- cartridge, ear muff, goggles, dan ware-
pat dilakukan pengendalian dengan pe- pack; 4) di ruang gerinda, perlu dilaku-
makaian APD yaitu respirator yang ber- kan upaya pengendalian risiko lebih lan-
cartridge, dimana di dalamnya terdapat jut dan monitoring, di antaranya dengan
filter yang umumnya dibuat dari serat se- menerapkan local exhaust ventilation
lulosa, serat gelas (fiber glass), serat (LEV), mengatur rotasi jadwal kerja dan
wol, serat keramik, plastik, atau campur- istirahat, menempatkan material maupun
an dari serat-serat tersebut. Serat ini di- produk ditempat khusus, dan pengadaan
lapisi dengan resin untuk memberikan si- APD yang sesuai dengan standar yaitu
fat elektrosatik 1). ear muff, padded cloth, warepack, dan
googgles.; 5) di ruang quality control,
KESIMPULAN perlu dilakukan upaya pengendalian risi-
ko lebih lanjut dan monitoring, di antara-
Hasil penelitian menyimpulkan bah- nya dengan mengatur rotasi jadwal kerja
wa hazard tertinggi yang masuk kategori dan istirahat, mengganti lampu di ruang
urgent ada di dua ruang produksi yaitu produksi supaya pencahayaannya me-
ruang pembubutan dan las. Sedangkan menuhi syarat, dan pengadaan APD se-
ruang produksi yang masuk kategori suai standar yaitu metal mesh, respirator
high ada lima, yaitu ruang polish, ruang bercartridge, ear muff, dan googgles; 6)
brom, ruang gerinda, ruang quality con- di ruang las, perlu dilakukan upaya pe-
trol, dan ruang pembersihan produk atau ngendalian risiko lebih lanjut dan moni-
ruang cuci. toring, di antaranya dengan menerapkan
active fire protection (AFP) dan educa-
SARAN tion of safety to the fire, serta mengatur
Saran yang dapat peneliti berikan rotasi jadwal kerja dan istirahat pekerja,
berkaitan dengan hasil penelitian ini bagi merapikan kabel-ka-bel yang berserakan
perusahaaan dan pekerja adalah: 1) di di lantai, menempatkan material maupun
ruang pembubutan perlu dilakukan upa- produk di tempat khusus, dan penga-
ya pengendalian risiko lebih lanjut dan daan APD yang sesuai standar yaitu to-
monitoring, di antaranya dengan penera- peng las serta sarung tangan kulit; 7) di
pan active fire protection (AFP) dan edu- ruang pembersihan produk (cuci), perlu
cation of safety to the fire, pengadaan dilakukan upaya pengendalian risiko le-
APD yang sesuai standar seperti ear bih lanjut dan monitoring, di antaranya
muff, padded cloth, goggles, dan safety dengan mengatur rotasi jadwal kerja dan
shoes, penggunaan local exhaust ven- istirahat pekerja, menempatkan material
tilation (LEV), pengaturan rotasi jadwal maupun produk di tempat khusus, dan
kerja dan istirahat. 2) di ruang polish per- penggunaan APD yang mengikuti stan-
p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896
Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

8
Kusumawardhani, Kasjono & Purwanto, Analisis Hazard Identification …

dar yaitu respirator yang memiliki cart- 4. Soeripto, 2008. Higiene Industri, Ba-
ridge dan googgles. lai Penerbit FKUI, Jakarta.
Perusahaan juga diharapkan me- 5. Muhammad, I., 2013. Bahaya di
ningkatkan safety performance untuk Tempat Kerja: Pengecoran Logam
meminimalisir kecelakaan akibat bahaya (http://www.konsultasik3.com/2013/-
unsafe act maupun unsafe condition, 04/bahaya-di-tempat-kerja-pengecor-
dan perusahaan diharapkan memiliki te- an-logam.html.
naga khusus Health Safety Environment 6. Tarwaka, 2016. Dasar-Dasar Kese-
(HSE) untuk memberikan pengawasan lamatan Kerja serta Pencegahan Ke-
secara rutin dan mengelola manajemen celakaan di Tempat Kerja, Harapan
risiko sesuai peraturan yang berlaku. Press, Surakarta:.
Adapun saran untuk peneliti selan- 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
jutnya adalah menggunakan teknik-tek- 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang
nik identifikasi bahaya yang lainnya, ya- Persyaratan Kesehatan Lingkungan
itu teknik daftar kejadian, teknik what if, Kerja PerKantoran dan Industri,
teknik HAZOPS, teknik FMEA, maupun 2002, Kemenkes RI, Jakarta.
task analysis. 8. SIKERNAS POM RI, 2012. Alu-
minium Powder (ik.pom.go.id/ v2013
DAFTAR PUSTAKA /katalog/Aluminum Pow-der.pdf).
9. Suprianto, R. & Evendi, A., 2015.
1. Suma’mur, 2009. Higiene Perusaha- Kepatuhan Pemakaian Alat Pelin-
an dan Kesehatan Kerja (Hiperkes), dung Diri pada Pekerja Las di Indra-
CV. Sagung Seto, Jakarta. mayu (http://ejournal.unwir.ac.id/).
2. Tarwaka, 2014. Keselamatan dan 10. Anizar, 2009. Teknik Keselamatan
Kesehatan Kerja, Manajemen dan dan Kesehatan Kerja di Industri, Gra-
Implementasi K3 di Tempat Kerja, ha Ilmu, Yogyakarta.
Harapan Press, Surakarta. 11. Saputra, D., 2017. Cara Mencegah
3. Ramli, S., 2010. Sistem Manajemen Kebakaran saat Pengelasan (http://
Keselamatan dan Kesehatan Kerja www.darmawansaputra.com/2015/01
OHSAS 18001, Dian Rakyat, Jakar- /cara-mencegah-kebakaran-saat-
ta. pengelasan.html).

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896


Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

You might also like