You are on page 1of 6

cerita perjalanan cinta

Kemarin sore ketika aku mau shalat ashar di salah satu masjid. Secara kebetulan aku bertemu
dengan teman lama ku semasa SMP. Tadinya sempat kaget juga sih, tiba-tiba ada yang
memanggil ku dari belakang, aku terdiam cukup lama, sempat mengingat kembali orang ini,
memang wajahnya sudah tidak asing lagi, tapi aku lupa kapan dan dimana kami bertemu
sebelumnya.

“Hei Azzam, gimana kabarnya? waah udah lama ya kita ga ketemu” ucapnya sambil
bersalaman.

aku masih kaku karena sedang mencoba mengingat-ingat kembali siapa orang ini. Tapi aku
tak mau dia tersinggung dengan sikapku itu yang sudah tidak kenal namanya lagi.

“Hei,alhamdulillah sehat, kalau antum sendiri gimana kabarnya? Jawabku sambil bertanya
balik.

Kemudian iqomat pun di kumandangkan dan kami menunda obrolan kami sementara untuk
menunaikan kewajiban kami terlebih dahulu. Seusai shalat aku berdoa, aku berharap agar aku
mampu mengingat nama sahabatku tadi. Aku terdiam sesaat dan sempat mulai ada bayangan-
bayangan sedikit, yang aku ingat nama dia di akhiri dengan ‘wan’. Ah, siapa dia, astagfirullah
aku betul-betul lupa. “Ucapku dalam hati” Iwan, Wawan, Ridwan,...ah siapa yaa aku ga
ingat.

Di teras depan masjid yang kebetulan begitu sejuk kami berdua bercerita tentang pengalaman
kami masing-masing dari semenjak kami berpisah hingga bertemu lagi. Ternyata aku baru
tahu bahwa temanku ini sudah beristri. Aku sedikit tidak percaya, tapi memang kenyataannya
seperti itu.

Sungguh dari cerita pengalaman hidupnya yang membuatku tertarik adalah tentang kisah
cintanya bersama isterinya Zahra yang sekarang sudah menjadi isterinya. Cerita yang
membuatku begitu termotivasi dan begitu menyentuh hati.

“Seperti yang antum tau zam, ana dari SMP ga pernah rasain yang namanya pacaran.”

kok bisa ya, ga pernah pacaran tapi menikah? gimana ceritanya?kemudian dia melanjutkan
ceritanya.
sempat aku iri dengan remaja-remaja sekarang, setiap malam minggu mereka main kerumah
pacarnya, dan kadang jalan-jalan sama pacanya. Dan membuatku tergoda untuk berpacaran.
Tapi sayangnya selama 1 tahun aku mencari gadis untuk kujadikan pacarku begitu sulit.
Perempuan memang banyak, tapi dari jumlahnya yang sekian banyak itu tak satupun yang
sesuai dengan kriteriaku. Aku ingin gadis yang menjadi pacarku adalah gadis yang baik-baik,
cantik, dan yang terpenting adalah shalihah. Mungkin itu terlalu sempurna tapi apa yang tidak
mungkin bagi Allah, jika dia sudah berkehendak, “jadilah, maka terjadilah”

Lama-lama aku berfikir bahwa, jika aku mencari gadis yang shalihah untuk aku jadikan pacar
mana mau, tentunya tak ada gadis shalihah yang pacaran. Dan akhirnya aku berhenti mencari
pacar,dan mulai bekerja keras untuk menikah. Aku bekerja pada perusahaan bagus, sehingga
aku diangkat menjadi karyawan tetap. Dan mungkin selanjutnya aku akan bekerja lebih baik
lagi agar naik jabatan.

Aku pikir penghasilanku sudah cukup, dan aku rasa aku sudah siap untuk menikah, di usiaku
yang sudah 24 tahun ini memang sudah waktunya untuk mempersunting seorang gadis.
Kemudian aku bertemu Zahra dan adiknya di salah satu supermaket, dan ketika mereka
beranjak untuk pulang aku melihat di parkiran motor ternyata motornya mogok. Aku
mencoba mendekati mereka, berharap bisa membantunya. “kenapa motornya ukhti? tanyaku
padanya, dan juga sedikit grogi juga sih, apalagi dia seorang akhwat yang hijabnya begitu
panjang. Seluruh tubuhnya hampir tertutup “eh akhi, ini motornya mogok, kenapa ya?”
Jawabnya dengan inotasi suara yang begitu lembut. Kemudian ia menyerahkan motornya
padaku. Dan aku mulai mengotak-atik motor tersebut, kebetulan aku sudah terbiasa dengan
motor mogok seperti ini.

Tak lama kemudian akhirnya motornya menyala juga, tanpa aku sadari saking gerah dan
groginya keringatku bercucuran begitu banyak. Ya Allah aku menjadi salah tingkah. Akhwat
itu memandangku sambil tersenyum. Sungguh aku tidak bisa membayangkan seperti apa
mimik wajahku ketika itu. Aku begitu malu.

“Alhamdulillah, akhirnya nyala juga, makasih ya akhi” katanya sambil berterimakasih


padaku. Aku hanya tersenyum saja

tiba-tiba adiknya nyeletuk aneh, “ciee..cieee.. kayanya ada yang jatuh cinta niih.” ucapnya.
Kami berdua langsung tertunduk malu. “ssttt ade apa-apaan sih” ucap Vella pada adiknya.
“kakak, sebagai ungkapan terimakasih kami, nanti malam main ya kerumah kami. Tenang
kami suguhin makanan yang enak-enak deeh” kata si adik kecil tadi.

“Iya...Insya Allah dek, kalau ada waktu” jawabku singkat.

Mereka berdua pamitan padaku untuk pulang. Dan kami berdua pun berpisah. Aku begitu
senang bisa berkenalan dengan mereka. Mungkin malam ini aku akan memberanikan diri
untuk pergi kerumah Zahra sekalian silaturahi, dengan harapan siapa tau aja aku bisa
mendapatkan hatinya.

.......

Begitulah cerita dari temanku, lama ia bercerita tapi aku masih belum ingat namanya, aku
terus beristighfar. Aku malu jika dia tahu bahwa aku tidak tahu namanya. Dia bilang
ceritanya belum sampai disitu. Masih panjang lagi, ketika proses ta’aruf, sampai ke
pernikahan belum ia ceritakan.

Tiba-tiba datang seorang akhwat menghampiri kami berdua. Dan ternyata itu adalah
isterinya. Ternyata ia yang bernama Zahra, subhanallah ia begitu anggun, dan pakaiannya
begitu tertutup. Sungguh beruntug temanku ini.

“Eh zam, kayanya udah sore nih ana mau pulang dulu ya takut kemaleman. Nanti deh
ceritanya di lanjut lagi” katanya. Aku pun tanpa keberatan menyetujuinya. Sebelum temanku
pulang aku sempat meminta nomor dan alamat rumahnya. Mungkin jika ada waktu aku akan
main kerumahnya untuk silaturahmi dan sekalian penasaran dengan cerita yang belum selesai
itu.

Hari ini cuaca terasa begitu panas, lebih panas dari hari-hari sebelumnya mungkin aku harus
menghentikan perjalananku dan berhenti sebentar untuk beristirahat. Tepat di halaman
masjid aku memakirkan motorku, lalu bergegas untuk masuk ke dalam dan bertedu, dari layar
hp kujam menunjukkan pukul 10.00, masuh lama untuk memasuki waktu dzuhur.

Sudah hal yang biasa bagiku untuk beristirahat di masjid ini, jika pulang kuliah dalam cuaca
yang sangat panas seperti ini aku selalu berhenti untuk beristirahat hingga ba’da dzuhur.
Kadang juga bisa sampai waktu ashar aku berada disini.
Aku teringat teman lamaku yang dulu bertemu disini, dia berjanji akan menceritakan
perjalanan cintanya itu yang dulu sempat terpotong. Aku berharap bisa bertemu dia lagi
disini, karena dia juga pernah bilang bahwa dia bekerja dekat sekitar masjid ini.

Adzan pun berkumandang, seketika aku terbangun dalam tidurku, ternyata aku telah tertidur
dengan pulasnya, tanpa kusadari telah masuk waktu dzuhur. Para jamaah masjid pun mulai
berdatangan, begitu antusias nya mereka untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq. Aku
pun bergegas untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat dzuhur berjamaah.

Usai shalat seperti biasa aku tidak langsung pulang, aku sempatkan untuk tilawah quran dulu,
agar hati menjadi tenang dari segala permasalahan duniawim. Aku baca surah Ar-rahman
dengan penuh penghayatan. Di dalamnya terdapat ayat yang terus di ulang ulang “fabi ayyi
ala irabbikuma tukazziban” (Maka nikmat tuhanmu manakah yang engkau dustakan) begitu
indahnya ayat-ayat Allah ini, secara tidak langsung Allah menyuruh hambanya untuk selalu
bersyukur atas nikmat yang telah Allah kasih, walau sekeccil apapun itu.

“Assalammu’alaikum” ucap suara dari belakangku, suara yang aku rasa tidak asing lagi
bagiku, yaa suara itu adalah suara teman lamaku yang aku tunggu, akhirnya kami bertemu
kembali di tempat yang sama. Seketika aku menoleh kebelakang dan menutup qur’anku.
“Waalaikumussalam” jawabku dengan semangat. Akhirnya aku bisa bertemu teman lamaku
lagi.

“Gimana kabarnya Azzam?”

“Alhamdulillah sehat, kalau antum sendiri bagaimana?

“Alhamdulillah ana juga sehat”

“ohh ya, ana mau nagih janji antum kemarin nih?”

“hmmm janji yang mana ya?”

“Ituu cerita tentang perjalanan cinta antum yang dulu antum cerita ke ana”

“Ooohh itu, ternyata antum penasaran zam, baiklah ana akan coba lanjutkan ceritanya ya,
semoga aja bisa dijadikan pelajaran buat antum juga.”

.........
Seperti yang telah aku ceritakan dahulu, aku di undang untuk main kerumahnya. Tanpa pikir
panjang aku pun mengiyakannya. Ya sekalian untuk menjalin silaturahmi

Singkat cerita, aku tiba dirumahnya, dan aku ditemani oleh ayahnya di ruang tamu, kami
berdua mengobrol cukup santai, sementara zahra membantu ibunya untuk membuat minum di
dapur. Tak lama kemudian ibunya mengampiri kami dan Zahra di belakangnya membawa
makanan ringan. “Ohh jadi ini yang mau melamar anak saya. ayuk atuuh diminum airnya”
ucap Ibu Zahra dengan logat sunda, sementara Zahra hanya senyum saja sambil menaruh
makanan di meja.

Aku mendengar ucapan Ibunya itu hanya bisa senyum-senyum saja, malah jadi salah tingkah,
padahal niatku datang kesini hanya untuk sekedar silaturahmi saja, tapi kenapa orang tuanya
bisa berbicara seperti itu.

“Lho kok bengong, ayuk diminum dulu minumannya” perintah ayahnya Zahra

“Ehh iya pak” jawabku gugup

Aku dan ayahnya mengobrol cukup lama dan tak terasa malam pun sudah semakin larut, aku
bergegas untuk pulang, aku masih ingat kalimat terakhir dari ayahnya sebelum aku beranjak
pergi.

“ kalian ta’arufan aja dulu”, nanti jika memang sudah sama-sama cocok langsung persiapan
untuk ke jenjang pernikahan”

dan lagi aku jadi salah tingkah. “hmmm jadi salah persepsi gini” kataku dalam hati. Tapi gak
apalah emang tujuanku datang kesini salah satunya yaitu ingin mendapatkan zahra.

Hanya butuh waktu satu minggu bagi kami berdua untuk saling mengenal atau istilahnya
ta’aruf, dan setelah itu kami langsung menikah, karena aku pikir pacaran setelah menikah itu,
mau pegangan tangan, ciuman, atau saling memandang pun bisa mendapatkan pahala.

Pernah satu pagi di hari pertama setelah pernikahan kami, istriku bingung untuk membuatkan
sarapan pagi untukku. Dia tidak tahu aku sarapan biasanya aku minum apa, minum kopi,
minum teh, atau minum susu. Aku lihat dia tampak kebingungan di balik pintu dapur,
mungkin ia hendak bertanya padaku namun ia malu.

Hari demi hari berganti, banyak hal-hal baru yang aku temukan dari dirinya. Ternyata dia
sangat suka melantunkan surah Ar-rahman setiap ba’da shalat maghrib. Katanya, untuk
mengingatkan agar dia harus senantiasa bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Allah
kasih kepadanya.

Begitulah cerita dari teman lamaku, yang namanya Irwan, aku baru tau namanya pas ada
orang yang memanggilnya. He..hee. maafkan aku ya kawan kalau aku baru tau namamu lagi,
maklum kita gak bertemu cukup lama sekali.

You might also like