Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 4/B
I. Kekuatan Sediaan
Atropin Sulfat 10 mL/botol
Tiap 10 mL mengandung Atropin sulfat, Benzalkonium Klorida, Dinatrii
Edetas, NaCl, Aquadest steril.
1. Atropin Sulfat
Alasan digunakannya zat aktif Atropin sulfat pada formula ini karena
mengacu sesuai sebagaimana literatur yang ada yang menjelaskan
bahwa sediaan obat tetes mata atropin yang digunakan Atropin sulfat
(Lund, W 1994:750)
2. Bezalkonium Klorida
Tujuan dilakukannya penambahan zat ini karena berperan sebagai
pengawet. Pengawet akan ditambahkan pada sediaan ini karena
pertimbangan wadah sediaan yang multiple dose. Selain itu, pada
sediaan ini mengandung air. Sedangkan air adalah media yang baik
untuk pertumbuhan mikroba yang dapat mengganggu stabilitas
sediaan farmasi. Alasan digunakannya zat pengawet benzalkonium
klorida karena zat ini tidak inkompatibilitas dengan zat lainnya.
Selain itu, kadar yang digunakan adalah 0,02% dan ini sesudai
dengan sebagaimana rentang literatur yang ada (0,01%-0,02%).
(Rowe et al,2009:56).
3. EDTA
Alasan digunakannya EDTA adalah karena EDTA berperan dan
biasanya dalam sediaan obat tetes mata dikombinasikan dengan zat
pengawet benzalkonium klorida sebagaimana yang digunakan. Kadar
yang digunakan adalah 0,1% (Rowe et al,2009:56).
4. NaCl
Alasan dilakukan penambahan zat pengisotonis karena pada sediaan
obat tetes mata yang praktikan buat memiliki tonisitas yaitu hipotonis
sehingga diperlukan zat pengisotonis. Alasan digunakannya NaCl
karena NaCl tidak inkompatibilitas dengan zat yang terdapat pada
formula sediaan obat tetes mata (Rowe et al, 2009: 638).
IV Perhitungan Tonisitas
(%zat x E)
Maka dapat disimpulkan sediaan yang dibuat merupakan sediaan yang hipotonis
Karena kurang 0,9% NaCl sehingga agar didapat isotonis dilakukan penambahan
zat pengisotonis :
0,82 gram
x 10 mL = 0,082 gram atau
100 mL
0,082gram
x 100 = 0,82%
10 mL
V. Formula Akhir
NaCl 0,82%
4. NaCl (0,82%)
0,82 g
x 10 mL = 0,082 gram
100
Air untuk natrium klorida (1:2,8)
0,082 gram x 2,8 mL = 0,23 mL
Tabel 7.1 Data Perhitungan dan Penimbangan Zat sediaan obat tetes mata
2,5 mL x 5
Air untuk EDTA 2,5 mL
=12,5 mL
0,23 mL x 5
Air untuk NaCl 0,23 mL = 1,15 mL
Aqua pro
Ad 10 mL Ad 50 mL
Injection
VIII. Sterilisasi Alat dan Bahan
(Lund W, 1994:750)
IX. Evaluasi
Evaluasi Fisik
1. Volume Terpindahkan
Sediaan yang telah jadi dimasukkan ke dalam wadah
↓
Diperiksa apakah volume yang terukur telah tepat/sesuai dengan
yangtertera pada penandaan menggunakan gelas ukur yang sesuai
(Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV)
↓
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji
satupersatu.
2. Uji Bahan Partikulat (Ditjen POM, 1995 : 981-985)
Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran
↓
lalu membrantersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
100x
↓
Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama
atau lebihbesar dari 25 μm dihitung
Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas (Ditjen POM, 1995 : 855-863)
Dilakukan evaluasi uji sterilitas pada setiap sediaan
↓
Diinkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
dalam medium Tioglikonat cairdan Soybean Casein Digestprosedur uji
dapat menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-
35oC selama tidak kurang dari 7 hari. Untuk melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba
↓
Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan
pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau
pertumbuhan mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian
dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji tidak absah, maka dilakukan
pengujian Tahap Kedua.
Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan
mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap
2. Uji Kebocoran (Ditjen POM, 2014)
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan cara
unjungnya di bawah.ini digunakan pada pembuatan dalam skala kecil.
Jika terjadi kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan
wadah menjadi kosong.
X. Hasil Evaluasi
Alasan digunakannya zat aktif berupa atropin sulfat karena zat aktif ini
memiliki sifat medriatris merupakan golongan obat yang mempengaruhi dilatasi
atau ukuran pupil bola mata (dapat membesar pupil mata), midriasis dapat
mengakibatkan fotopobia. Selain itu atropin dapat digunakan untuk siklopegia
(dengan melemahkan otot siliari) sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada
obyek yang dekat. (Siswandono et al, 1995). Atropin sulfat bekerja dengan
menghambat reseptor muskarinik constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa mata,
sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis mekanisme
akomodasi). Atropin memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik
secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropin dalam
dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam
dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat
ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti
pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang diakibatkan oleh asetilkolin atau
antagonis muskarinik lainnya. (Tan Hoan. Tjay dkk, 2002). Konsentrasi atropin
sulfat untuk memberikan efek pada sediaan tetes mata yaitu 100 mg dalam 10 ml
volume tetes mata (Departemen Kesehatan RI, 1979 :99).
Pada pembuatan sediaan obat tetes mata ini ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan yaitu: ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan,
sterilitas akhir dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat
pertumbuhan dari mikroorganisme selama penggunaan serta isotonisitas dari
larutan. Berdasarkan hal tersebut pembuatan tetes mata ini dibuat dengan metode
sterilitas teknik aseptik (Departemen Kesehatan RI, 1979). Walaupun atropin
sulfat merupakan senyawa yang bersifat termostabil (tahan panas) tetapi sediaan
tetes mata ini menggunakan kemasan plastik sehingga pemilihan metodenya
menjadi aseptik. Selain itu semua alat yang akan digunakan pada pembuatan
disterilkan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi pada sediaan.
Keadaan steril pada tetes mata sangat diperlukan, karena apabila tetes mata yang
digunakan telah terkontaminasi mikroorganisme maka dapat terjadi rangsangan
berat yang dapat menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau terlukanya mata.
Atropin sulfat memiliki sifat sangat mudah larut dalam air sehingga pada
pembuatanya digunakan pembawa air yaitu aquadest steril. Pada sediaan tetes
mata ini, selain dilakukan sterilisasi aseptik dilakukan pula proses penyaringan
dengan kertas saring untuk memastikan bahwa sediaan tidak mengandung
partikulat atau endapan yang ada pada larutan. Tetes mata steril selain harus bebas
mikroba harus isotonis dan isohidris. Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat
mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat
menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan obatnya.
Larutan hipertonis relatif lebih dapat diterima dari pada hipotonis. Jika tonisitas
tetes mata tidak mendekati cairan mata, maka pada pemakaian dapat
menimbulkan rasa nyeri dan iritasi. Untuk mencapai hal itu pada formulasinya
ditambahakan zat tambahan Natrium klorida (NaCl) sebagai pengisotonis.
Berdasarkan hasil perhitungan tonisitas maka larutan yang dibuat memilki sifat
hipotonis yaitu dengan konsentrasi tonisitas 0,82% sehingga perlu ditambahkan
NaCl agar menjadi isotonis. Untuk mencapai isohidris pH sediaan harus tetap
diperhatikan dalam rentang kestabilan bahan. Obat tetes mata dengan zat aktif
atropin sulfat ini memiliki stabilitas pH sediaan pada rentang 3,5-6,0 (Ditjen
POM, 2014: 186). Pada sediaan dilakukan cek pH setelah proses pembuatan,
dimana diperoleh pH sediaan sebesar 6 hal ini telah masuk rentang sesuai dengan
pH stabilitas tetes mata atropin sulfat yaitu 3,5-6,0. Uji Ini merupakan uji yang
sangat penting dan erat kaitannya terhadap stabilitas bahan yang terdapat dalam
sediaan. Selain NaCl, pada formulasi ini digunakan benzalkonium chloridium
sebagai bahan pengawet. Semua larutan untuk mata harus dibuat steril dan bila
mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas
selama pemakaian. Walaupun Obat tetes mata yang dibuat sudah steril tetapi perlu
penambahan pengawet karena obat tetes mata yang dibuat ini digunakan dalam
multiple dose, sehingga besar kemungkinan terjadi kontaminasi mikroba dari
udara saat obat tetes mata dibuka ketika akan digunakan. Pengawet dalam Obat
tetes mata harus memenuhi syarat yaitu efektif dan efisien (harus aktif terhadap
Pseudomonas aeruginosa), tidak berinteraksi dengan zat aktif dan eksipien lain,
tidak iritan terhadap mata dan tidak toksik. Pengawet yang dipilih adalah
benzalkonium klorida karena efektif dalam dosis rendah (0,01 – 0,02 %) sangat
aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa, reaksi antimikrobanya cepat dan
stabilitas tinggi pada rentang pH lebar, tetapi masih kompatibel dengan zat aktif
dan eksipien lain. Zat tambahan lain yang digunakan yaitu dinatrium edetat
sebagai agen pengkhelat dengan konsentrasi 0,005%-0,1% b/v. Umumnya
Na2EDTA ditambahkan untuk meningkatkan aktivitas amonium kuartener salah
satunya yaitu benzalkonium klorida. Dalam sediaan obat mata, benzalkonium
klorida adalah pengawet yang sering digunakan kombinasi dengan pengawet atau
eksipien lain, terutama dengan dinatrium EDTA untuk meningkatkan aktivitas
melawan Pseudomonas aeruginosa (Rowe et al, 2009: 56).
Tetes mata steril dikemas dalam botol tetes mata plastik yang tertutup
kedap dilengkapi dengan penetes kemudian dilakukan evaluasi sediaan. Evaluasi
umum yang dilakukan pada sediaan tetes mata yaitu uji kejernihan, penentuan
bobot jenis, penetapan pH, penentuan viskositas, penetapan bahan partikulat,
volume terpindahkan, uji sterilitas (Ditjen POM, 1995). Namun uji yang
dilakukan pada sediaan ini yaitu berupa penetapan pH, uji volume terpindahkan,
uji kebocoran dan uji kejernihan.
Uji penetapan pH dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pH sediaan
sesuai dengan persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan. Selain itu,
pengujian ini memiliki prinsip pengukuran menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi sebelumnya dan hasil pengukuran pH larutan tersebut dicocokan
dengan menggunakan indikator universal. Hasil pH yang diperoleh harus sesuai
dengan spesifikasi formulasi sediaan dan pH harus sesuai atau mendekati dengan
pH darah manusia. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh data
pengamatan sebagaimana yang tercantum pada tabel 10.1 hasil pH yang diperoleh
dari ketiga botol berisi larutan obat tetes mata tersebut berturut turut adalah pHnya
6. Hal ini masih lazim karena pH tersebut masuk ke dalam rentang pH stabilitas
zat aktif tersebut (3,5-6,0).
Menurut (Departemen Kesehatan RI, 1978:32), Hasil sediaan obat tetes mata
atropin sulfat adalah memiliki pH obat tetes mata 3,5-6,0. Sedangkan hasil pH
sediaan obat tetes mata atropin sulfat yang didapat oleh praktikan adalah 6,0.
Sehingga hasilnya adalah sesuai sebagaimana dengan literatur yang ada.
Uji volume terpindahkan obat tetes mata dalam wadah dengan tujuan
menetapkan volume obat tetes mata yang dimasukkan dalam wadah agar volume
obat tetes mata yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
Selain itu, pengujian ini memiliki prinsip penentuan volume dilakukan dengan
cara mengambil sampel dengan dimasukkannya ke dalam gelas ukur yang sesuai.
Hasil volume yang diperoleh adalah harus tidak kurang dari volume yang tertera
pada wadah bila diuji satupersatu. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh
data pengamatan bahwa pada botol 1 hingga botol 3 berturut turut volumenya
adalah 10 mL.
Uji kebocoran dilakukan dengan tujuan memeriksa keutuhan kemasan
untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. Selain itu, pengujian
ini memiliki prinsip yaitu untuk cairan bening tidak berwarna, wadah takaran
tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan
masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut
sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan berwarna
dengan posisi terbalik, wadah dengan takaran tunggal diletakkan diatas kertas
saring, jika terjadi kebocoran maka kertas saring akan berwarna. Hasil yang
diperoleh sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru
dan kertas saring tidak menjadi basah. Namun, pada percobaan ini pengujian
kebocoran hanya dilakukan dengan cara membalikan posisi wadah botol tersebut
dan melihat terjadi kebocoran atau tidak dari sediaan obat tetes mata larutan
tersebut. Hasil pengujian data pengamatan yang diperoleh adalah ketiga botol
berturut turut tidak mengalami kebocoran hal ini sesuai dengan literatur yang ada.
karena syarat dari pengujian kebocoran dalam 10 wadah adalah tidak boleh ada 1
pun wadah yang mengalami kebocoran apabila ada yang bocor maka pengujian
dilakukan penambahan 20 wadah dan isi sampel larutan.
Uji kejernihan larutan dilakukan dengan tujuan memastikan larutan
terbebas dari pengotor. Selain itu, uji ini memiliki prinsip yaitu membandingkan
kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan, dilakukan di bawah cahaya yang
terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan latar belakang hitam. Namun
pada praktikum ini yang dilakukan praktikan hanya melihat partikel pengotor
yang berwarna gelap dengan latar belakang putih dan melihat partikel pengotor
berwarna putih pada latar belakang hitam. Berdasarkan hasil pengujian ini hasil
yang diperoleh dari ketiga botol tersebut larutanya jernih tidak ada pengotor.
Menurut (Agoes Goeswin,2012:57), Hal ini sesuai dengan literatur yang ada
bahwa sediaan obat tetes mata larutan adalah sama halnya dengan sediaan larutan
dimana zat aktifnya larut sempurna dalam air sehingga menghasilkan cairan
larutan yang jernih.
XII. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil percobaan yang dilakukan sehingga dapat
disimpulkan bahwa:
1. Dari hasil uji evaluasi yang dilakukan sediaan obat tetes mata ini hampir
memenuhi syarat sediaan obat tetes mata sebagaimana mestinya. Dari hasil
uji penetapan pH diperoleh pH 6 hal ini sesuai dengan range pH stabilitas
zat aktif (3,5-6,0). Dari hasil uji kebocoran dan uji kejernihan hasilnya
yaitu wadah yang digunakan tidak bocor sehingga keutuhan kemasan
masih dalam keadaan utuh serta sedian yang diperoleh dalam keadaan
jernih karena sediaan obat tetes mata yang dibuat adalah berupa larutan.
Sedangkan hasil uji penetapan volume terpindahkan obat tetes mata dalam
wadah, hasilnya volume sediaan yang diperoleh adalah 10 mL (sesuai
aturan FI IV), Hal ini sesuai dengan literatur yang ada.
2. Dari hasil perhitungan tonisitas, sediaan obat tetes mata yang praktikan
buat termasuk sediaan obat tetes mata yang hipotonis maka dalam formula
akhir, praktikan menambahkan zat pengisotonis untuk memperoleh
sediaan obat tetes mata yang isotonis (sesuai syarat sediaan steril obat tetes
mata). Karena kondisi hipotonis dalam sediaan obat tetes mata ini tidak
bisa ditoleransi, maka harus melakukan penambahan zat pengisotonis
yaitu natrium klorida.
X. Kemasan, Etiket dan Brosur
S teril
Tetes Mata
ATROPADEF
Atropin Sulfat 0,5%
Penyimpanan: Indikasi:
Lihat brosur Lihat brosur
ATROPADEF
Atropin Sulfat 0,5% Atropin Sulfat 0,5%
ATROPADEF
Peringatan: Komposisi:
Lihat brosur Atropin Sulfat.............0,5%
Dosis:
Lihat brosur
Cara Penggunaan:
Batch no.: FLP35252 Lihat brosur
Mfg. Date: 19/12/2018
Exp. Date: 19/12/2020
Tetes Mata Tetes Mata
Steril HET: Rp49.500,00 Steril
Netto: 10 ml Netto: 10 ml
Diproduksi Oleh:
SS PT Sedep Sehat HANYA DENGAN Diproduksi Oleh:
Bandung - Indonesia RESEP DOKTER SS PT Sedep Sehat
Bandung - Indonesia
No. Reg.: DKL1827334526C2
Gambar 5.1 Kemasan sekunder obat tetes mata steril atropin sulfat 0,5% “Atropadef”
ATROPADEF
No. Reg.: DKL1827334526C2
Te te s M a ta
S te r i l
HANYADENGAN
Netto: 10 ml RESEPDOKTER
Indikasi : Lihat brosur
D osis lazim: Lihat brosur
Exp. date : 19/12/2020
Mfg. date : 19/12/2018
Diproduk s i Oleh:
SS P T S edep S ehat
B andung - I ndones ia
Gambar 5.2 Etiket obat tetes mata steril atroin sulfat 0,5% “Atropadef”
ATROPADEF
OBAT TETES MATA
ATROFIN SULFAT 0,5%
KOMPOSISI
Tiap botol (10mL) mengandung Atropin Sulfat 5mg/mL.
FARMAKOLOGI
Menghambat aktivitas kelenjar yang diatur oleh sistem saraf parasimpatis. Hal ini terjadi karena atropin adalah
antagonis reversibel yang kompetitif dari reseptor asetilkolin muskarinik. Asetilkolin adalah neurotransmiter utama
yang digunakan oleh system saraf parasimpatis
INDIKASI
Meredakan rasa nyeri yang disebabkan pembengkakan dan peradangan pada mata (anterior uveitis). Melemasnya
otot-otot mata setelah diberikan obat ini bisa mengurangi nyeri dan membantu proses pemulihan bagian mata yang
meradang.
KONTRA INDIKASI
Sebagai antimuskarinik yang berfungsi membuat pupil mata terbuka lebih lebar dan melemaskan otot-otot pada mata.
EFEK SAMPING
Beberapa efek samping atropin sulfat yang umumnya terjadi adalah:
Pandangan kabur.
Iritasi mata.
Berkonsultasilah dengan dokter untuk menentukan dosis bagi anak-anak. Namun, biasanya dokter akan menyarankan
satu tetes tiap bola mata, dua kali dalam sehari, selama satu sampai tiga hari sebelum menjalani pemeriksaan refraksi
mata. Untuk mengatasi peradangan atau pembengkakan pada pasien anak-anak, dokter umumnya meresepkan satu
tetes tiap bola mata, maksimal tiga kali sehari.
Harap berhati-hati bagi yang sedang menderita glaukoma, sindrom down, kerusakan otak, atau
paralisis spastik.
Disarankan tidak mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan alat berat, karena atropin bisa
mengganggu indera penglihatan.
PENYIMPANAN
Harus terlindung dari cahaya dan disimpan dalam wadah tertutup baik.
KEMASAN
Botol @ 10mL
NO. REGISTRASI
No. Reg. DKL. 1827334526C2
KETERANGAN
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Diproduksi oleh
PT. Sedep Sehat, Bandung. Indonesia
Gambar 5.3 Brosur obat tetes mata steril atroin sulfat 0,5% “Atropadef”
XI. Daftar Pustaka