SEJARAH TUAN GURU HAJI UMAR KELAYU
Diceritakan oleh TGH Bahaudin tentang karomah Datuk Umar, suatu kali pada bulan Maulid Tuan Guru Umar Kelayu
‘menghadiri acara di 40 desa dalam waktu yang bersamaan. Syekh Bawean (Madura) juga pernah menceritakan,
ketika makam beliau di Mu’ala Makkah di bongkar setelah 60 tahun wafanya TGH Umar Kelayu, jenazahnya masih
utuh. Itulah tanda-tanda kemuliaan/karomah yang diberikan oleh Alloh SWT kepada beliau
Tuan Guru Haji Umar dilahirkan di Desa Kelayu Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur NTB sekitar tahun
1208 H. (1789 M) dari pasangan Kyai Retane alias Syekh Abdullah dan Haijah Siti Aminah. Dalam konteks sosial-
keagamaan lelunumya terkenal ‘alim dan tat menjalankan syari’at agama Islam. Mereka tergolong bergaris keturunan
darah biru kerajaan Selaparang, yang berasal dari keturunan Penghulu Agung kerajaan Selaparang yaitu Kyai Nurul
Huda, ia mempunyai seorang putra yang bernama Kyai Ratane, Kyal Ratane mempunyal tujuh orang anak, salah satunya
adalah TGH, Umar Kelayu. Kyai Nurul Huda dikenal juga dengan Datuk Uda, adalah kakek dari TGH Umar Kelayu yang
merupakan putra dari Penghulu Agung Kerajaan Selaparang, Sedang ayah dari TGH Umar adalah Kyai Ratane Yang
kemudian juga diangkat sebagai Qadi di Selaparang,
Menurut riwayat, sewaktu TGH Umar masih dalam kandungan, pada tanggal 27 Ramadhan 1207 H. ketika
ibundanya mengambil air wudlu’ untuk persiapan sholat Subuh menjelang fajar tiba, ia melihat cahaya yang amat
menakjubkan di sekitar lumbung di halaman rumahnya. Setalah selesai berwudlu’ ia naik ke gelamparan lumbung dan
melihat seluruh benda-benda di sekelllingnya bersama-sama merunduk, seolah-olah sedang bersujud menyembah Allah
‘SWT.” Masya Allah! Apa yang terjadi?" pikimnya, Sejenak beliau tertegun dan mengingat cerita-cerita leluhumya yang
sering didengamya semenjak kecil, bahwa salah satu pertanda malam Lailatul Qadr adalah adanya pandangan
menakjubkan yang hanya dilihat oleh orang yang dikehendaki Allah SWT. Seketika itu pula ia teringat pada anak yang
dikandungnya yang baru berusia beberapa bulan, dan seraya ia berdo'a: "Ya Allah, ku mohon kepada-Mu, berikanlah
‘arunia-Mu berupa iman yang kuat kepada anak yang kukandung ini agar ia istigomah dalam kabajikan untuk mengabdi
kepada-Mu ". Beberapa bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki dan diberi nama Umar. Ibunda yang melahirkan
beliau wafat di Kota Makkah pada malam Jum’at tanggal 7 Dzulgaidah 1317 H. TGH Umar bersaudara kandung
sebanyak tujuh orang, tiga laki-laki dan empat perempuan.Selama hayatnya, TGH Umar pernah menikah tujuh kall. Pertama, menyunting gadis Kamasan Lombok Barat
bernama Asian, yang setelah menunaikan ibadah Haji bernama Haijah Asiah, Hj Asiah melahirkan beberapa anak, yang
pertama lakilaki bemama Muhammmad Rais, sehingga di Kelayu dan di Makkah beliau lebih akrab di panggil Ma’ Rais,
‘Anak-anak yang dilahirkan sangat jarang yang berumur panjang, kafena rata-rata meninggal sewaktu belum balig,
kecuali yang bungsu bemama Akar. Setelah dewasa dan menunaikan ibadah Haji, Akar bemama TGH. Badarul Islam
(sebutannya: Tuan Guru Badar ) TGH Badar kemudian menikahi putri dari Jero Mihram alias Haji Muhammad Kasim
yang bernama Hj, Aminah sekitar tahun 1904. Sejak pernikahan tersebut TGH Badar tinggal berumah di Pancor.
TGH Umar menikah di Kota Makkah dengan Hj. Raden Roro ( Rr) Amnah binti Syekh Raden Tayyib berasal dari
Banyuwangi Jawa Timur. Hi. Rr. Amnah adalah cucu dari Temenggung Banyuwangi yang bernama Temenggung Raden
Pringgokusumo, Beliau dikarunia dua orang anak laki-laki dilahirkan di Kota Makkah pada hari Ahad tanggal 25 Robiul
‘Akhir 1320 H. bemama Haji Ahmad Badarudin yang kemudian dimasa tuanya lebih di kenal dengan Haji Ahmad Tret-tet-
tet. Di Pulau Lombok Haji Ahmad Tret-tet-tet sangat terkenal dan disegani karena karomahnnya. Salah satu karomahnya
yang disaksikan orang banyak yaitu ketika mengantar kepergian TGH Umar ke Labuhan Haji pada pemberangkatan
hralinya. Ketika terakhir kali Keberangkatannya ke Tanah Suci Makkah (Januari 1930), kapal Haji yang mengangkut
ayahandanya tidak dapat angkat jangkar pada waktu yang telah dijadwalkan. Konon, itu disebabkan haji Ahmad ingin ikut
tetapi tidak diberikan, Pada saat itu beliau menghilang selama dua hari dua malam. Akhimya kapal haji dapat
diberangkatkan sotelah beliau mengikhlaskan kepergian ayahandanya. Haji Ahmad telah wafat di Pulau Lombok pada
tahun 1988 dan dimakamkan di Karang Kelok Mataram.
Istrbistri TGH Umar selain dari dua orang yang tersebut di atas ada juga dapat melahirkan anak dan ada juga
yang tidak dapat melahirkan anak. Istrt-istri beliau yang dapat melahirkan anak masing-masing : (1) Hajjah Aisyah dari
Kelayu dinikahi pada bulan Jumadii Awwal 1324 H. beliau cikarunia dua orang anak, yaitu yang laktlaki bernama Hal
‘Abdullah yang dilahirkan di Kota Makkah pada tanggal 19 Syawal 1347 H. dan yang perempuan bemama Haijah
Hurutain, (2) Hajjah Aminah binti KH. Khalil Bangkalan Madura dan dikaruniai seorang anak bemama Hajjah Hafsah. (3)
Haljah Surati dikaruniai dua orang anak masing-masing Hajjah Subuhiyah dan Haljah Husniyah. Istr-istri beliau ada
ssebagian telah wafat semasa hayat TGH Umar, ada yang sudah dicerai sebelum wafatnya TGH Umar.
Pendidikan Dan Gurunya
Silsilah Guru-Murid
TGH Umar Kelayu
TGH Umar Kelayu mula-mula belajar membaca Al-Qur'an pada Ayahandanya Kyai Ratane, kemudian pada
Haji Muhammad Yasin yang juga berasal dari Desa Kelayu, Kemudian berguru pada Tuan Guru Haji Mustafa diSekarbela yang ketika itu disebut-sebut masyarakat ahli Nahwu dan kepada Tuan Guru Haji Muhammad Amin di Sesele
Untuk belajar Tafsir, Qawaid, dan limu Nahwu,
la menunaikan lbadah haji pertama kalinya kelika berumur 14 tahun, selama di Makkah ia mengikuti pengajian
halagah di Masjidil Haram, dan tinggal di sini selama 15 tahun, di antara gurunya adalah Syekh Musthofa Bin Muhammad
ALA‘if, salah seorang ulama abl hadis. Syekh Mustafa AL-Afifi adalah guru dari para ulama Nusantara abad 19 M,
beberapa di antaranya adalah : Hasan Mustafa Garut (1268H./1852M-1348H./1930M) ulama yang produktif menulis
dalam bahasa Sunda, KH. Ahmad Khalil Bangkalan (1235H/1820M-1341H/1923M) dikenal sebagai guru para ulama
Madura.
GH Umar juga berguru pada Syekh Zainuddin Sumbawa dan Syekh Abdulah Karim Daghestan. Syekh Abdul Karim al-
Deghestan juga merupakan guru ulama Indonesia, beberapa ulama terkenal di Indonesia pernah berguru
padanya, seperti Kyai Mugni al-Batani dari Banten.
‘Sekembalinya dari menuntut ilmu di Tanah Suci Makkah, pada usia kurang lebih 29 tahun, beliau mulai membuka
pengajian halagah ala Masjidil Haram di teras rumahnya Bawa ‘Sabo Gubug Tenga’ Kalayu. Dalam kurun waktu yang
tidak lama, nama TGH Umar sudah tersebar luas di pulau Lombok sehingga murid-murid berdatangan dari berbagai desa
baik di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah maupun Lombok Barat untuk menuntut ilmu agama di Desa Kelayu.
Setelah beberapa tahun memberikan pengajian pada masyarakat Lombok, TGH Umar berangkat ke Makkah
untuk kedua kalinya. Di Tanah suci Makkah beliau juga mengajar pada pengajian halagah ma'had di Masjidil Haram.
Pada waktu itu banyak warga asal Melayu yang tinggal di Kota Makkah dan sebagian besar di antara mereka belum
memahami bahasa Arab secara aktif, Sementara itu pengajian halagah di Masjidil Haram menggunakan kitab-kitab
berbahasa Arab yang diajarkan dengan pengantar bahasa Arab. Hal ini mengakibatkan mukimin-mukimin yang berasal
dari Melayu (Nusantara) tidak dapat mengikuti pengajian yang mereka harapkan dan niatkan dari tanah air. Atas dasar
itu, TGH Umar juga membuka pengajian halaqah menggunakan pengantar bahasa Melayu. Menurut riwayat, ia lebih
banyak memberikan pengajian di Makkah daripada di Lombok, bahkan di Kota Makkah beliau membuka toko Kitab.
Karena ketinggian munya, TGH Umar diangkat sebagai Imam di Masjidil Haram sampai Akhir hayatnya.
Beliau adalah seorang ulama Suni, dalam pengajiannya beliau memfokuskan pada pelajaran Figih Mazhab
Imam Syafii, Salah satu kitab Figih yang beliau ajarkan waktu itu adalah “Fathul Qorib". TGH Umar juga mengarang Syair
dan Nadzom-sejenis kitab Barzanji yang berisi pujian-pujian kepada Nabi Tabi'it Tabi'in, serta Kitab Burdah, berupa
kumpulan do’a-do'a sholawat, sayangnya_sampal saat ini belum di temukan kitab-kitab karangannya tersebut.
Selain Kitab Burdah, hingga akhir hayatnya baru ditemukan dua buah Kitab yang dikarang, yaitu Kitab
Usuludin Man@arul Amra« yang ditulis pada tahun 1295H, kitab ini menjelaskan tentang konsep-konsep ketuhanan,
dalam aliran Asy'ariyah, di dalamnya terdapat penjelasan tentang sifat-sifat 20. Kalau diperhatikan secara seksama kitab
ini banyak mengutip dari tulisan Syekh Zainuddin Sumbawa dari kitab Sirajul Huda yang merupakan syarah dari Ummu
al-Barahin karya mam Sanusi. Dan Lu'lyil Masyhur yang ditulis pada tahun 1342 H, kitab ini menjelaskan tentang
sejarah Rasulullah SAW dan ditulis ulang oleh Muh. Jamal bin Muhammad Amir tahun 1348 H. Kedua kita ini sudah
dicetak di percetakan Mulia Surabaya pada tahun 1369H/ 1949 M,
Murid-muridnya
TGH Umar mempunyai murid yang cukup banyak dari berbagal negeri dan daerah seperti : Palembang, Johor,
Kedah, Jawa, Bali, Perak, Lampung dan Lombok. Murid-muridnya yang terkenal dan menjadi ulama’ besar di luar
Lombok antara lain: Syekh Muhammad Zen Bawean (Makkatul Mukarramah),Tuan Guru Haji Abdul Patah Pontianak
(Kalimantan), Tuanku Haji Daud Palembang (Sumatra), Buya Haji Nawawi Lampung (Sumatra), Gurutta H. Abdurahim
Kedah, KH. Hasyim Asy'ari (Pendiri Nahdatul Ulama). Sedangkan yang dari Lombok sebagai penerus perjuanganya
antara lain; TGH. Rais Sekarbela, TGH. Saleh Hambali Bengkel, TGH. Abdul Hamid Pejeruk Mataram, TGH. As'ari
Sekarbela, TGH. Abdul Karim Praya, TGH. Mali Pagutan, TGH. Muhammad Saleh alias Tuan Guru Lopan, TGH.
‘Syarafuddin Pancor, TGH. Badarul Islam Pancor (putra beliau), TGH. Muhammad Ali Kelayu (Keponakan), TGH.
Abdullah Kelayu, TGH, Zainuddin Tanjung, TGH. Mohammad Thohir Mamben, TGH. Nuh.
Dari murid-murid TGH Umar Kelayu tersebut banyak yang kemudian menjadi tokoh-tokoh penting di organisasi
kemasyarakaatn Islam seperti NU dan NW di Lombok, juga banyak yang kemudian menjadi guru tarekat.
Para Tuan Guru ini kemudian selain membentuk jaringan yang lebih luas, mereka juga memiliki peran yang
cukup penting dalam penguatan ajaran Islam pada abad ke 19 dan awal abad 20 di Lombok. Di antara mereka ada yang
mendirikan pondok pesantren, dan melakukan rihlah dakwah. Selain keterlibatan mereka dalam transmisi ke-llmuan, para
‘Tuan Guru juga terlibat dalam Perang Lombok melawan penguasaan Bali-Sasak. Pada tahun 1891 -1894 M, dimana