You are on page 1of 10

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN EKSTRAVASASI

INFUS PADA PASIEN ANAK

Lela Marleni1, Riri Novayelinda2, Ari Pristiana Dewi3


Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Email: lelamarleni2@gmail.com

Abstract
Infusion therapy was one of the most commonly used measure patients in hospitalization. One of the complications
infusion therapy was extravasation. This studied determine affect factors the incidence extravasation infusion in
pediatric patients. Research used descriptive correlative. The sample of this research was children treated and installed
infusion in space Merak 1 RSUD Arifin Achmad Riau Province which amounted to 38 respondents. Results this studied
showed that most of the infected children were extravasated (44.7%) and affected factors extravasation were therapy (p
value = 0,000), fluid osmolarity (p value = 0,000), location installation of infusion (p value = 0.011) and number of
infusions (p value = 0,000). It was also known there no correlation between age (p value = 0,192), gender (p value =
0,770), size IV chat (p value = 0,132) and nutrition (p value = 0,828) with extravasation in child. This studied
suggested nurses to be able conducted further research on intravenous antibiotik dilution techniques so as to prevent
extravasation

Keywords: extravasation, fluid osmolarity, infusion, infusion stabbing, infusion site location and intravenous therapy.

PENDAHULUAN 58% anak mempunyai risiko cedera


Terapi infus merupakan salah satu ekstravasasi Ekstravasasi telah menyebabkan
tindakan yang paling sering diberikan pada hilangnya 0,24% lapisan epidermis kulit pada
pasien yang menjalani rawat inap sebagai anak (Mubarakh, 2013). Penyebab terjadinya
jalur terapi infus, pemberian obat, cairan dan ekstravasasi pada anak adalah antibiotik,
pemberian produk darah atau sampling darah larutan bikarbonat dan kalsium. Menurut
(Wahyunah, 2011). Komplikasi lokal terapi Gippland Oncology Nurse Group (GONG)
infus antara lain plebitis, infiltrasi dan tahun 2008, faktor-faktor risiko yang
ekstravasasi sementara komplikasi sistemik berpotensi tinggi terjadi ekstravasasi di
antara lain emboli, kelebihan cairan, reaksi antaranya adalah usia, vena kecil, posisi
alergi dan sepsis. Salah satu komplikasi infus pemasangan infus, balutan infus, injeksi
yang paling banyak terjadi pada pasien rawat bolus, ukuran dan tipe Intravena catheter,
inap adalah ekstravasasi. Ciri-ciri cairan infus, obat yang multipel, penyakit
ekstravasasi adalah rasa nyeri, bengkak, vaskuler umum (penyakit pembuluh darah
kaku, teraba dingin aliran melambat atau perifer, diabetes, hipertensi), kurangnya
terhenti dan balutan yang basah (Mubarakh, pengetahuan paramedis, jenis obat.
2013). Perawat hendaknya menghindari vena
Kejadian ekstravasasi melalui jalur yang kecil, rapuh dan tidak pada daerah
intravena rata-rata 0,1% sampai 7% melalui pergelangan atau punggung tangan,
jalur vena perifer. Angka kejadian melalui menghindari vena sebelah sendi, tendon,
kateter vena sentral 0,3% sampai 4,7%. saraf dan area dekat siku serta menghindari
Kejadian ekstravasasi pada anak lebih besar penusukan kanul berulang pada tempat yang
dari pada dewasa, diperkirakan 4,65% anak sama.
mengalami ekstravasasi. Hal ini dikarenakan Injeksi bolus dan obat yang multipel
jumlah garis intravena yang jaringannya mempengaruhi ekstravasasi, hal tersebut
tinggi pada anak sebsar 11-58% (Gault, pernah di teliti oleh Rosdiana (2009), dimana
2009). dalam penelitiannya diketahui bahwa
Anak merupakan kelompok umur yang terdapat 3 jenis obat yang menyebabkan
rentan mengalami komplikasi selama ekstravasasi yakni obat vesicant (bersifat
pemasangan infus, 20-80% anak mengalami lepuh, lecet dan menyebabkan kerusakan
komplikasi dari pemasangan infus dan 11- jaringan), obat iritan (obat anti nyeri) dan
133
obat nonvesicant (obat yang jarang Adapun hasil analisa univariat dapat dilihat
menghasilkan reaksi akut dan neksrosis pada uraian berikut:
jaringan). Tabel 1
Berdasarkan wawancara yang peneliti Karakteristik Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Ekstravasasi Infus pada Pasien Anak di
lakukan pada perawat di ruang anak RSUD Ruangan Rawat Inap Anak Merak 1 RSUD Arifin
Arifin Achmad Provinsi Riau, kepada 19 Achmad Provinsi Riau
pasien anak di ruangan Merak 1 RSUD Karakteristik Pasien di Jumlah Persentase
Arifin Achmad Provinsi Riau didapatkan Rawat Inap N %
hasil bahwa 6 dari 19 anak (31,6%) 1. Usia
mengalami ekstravasasi dimana 3 a. Bayi 6 15,8
b. Balita 13 34,2
diantaranya berusia kurang dari 1 tahun c. Sekolah 14 36,8
(50%) mengalami ekstravasasi setiap shift d. Remaja 5 13,2
sehingga pemasangan infus dilakukan 3x 2. Jenis Kelamin
sehari dengan tusukan minimal 2-3x tusukan a. Laki-Laki 20 52,6
pada setiap orang sedangkan 3 anak yang b. Perempuan 18 47,4
3. Frekuensi terapi
lainnya berusia 1-3 tahun (50%) mengalami
antibiotik secara
ekstravasasi setiap 1x sehari dan mengalami intravena
penusukan infus sebanyak 2x tusukan pada a. Sering 4 19,6
setiap anak. Perawat mengakui ekstravasasi b. Jarang 10 71,4
ini timbul karena usia anak, vena kecil, posisi 4. Ukuran IV Chateter
pemasangan infus yang dekat dengan sendi a. IV chat 22 6 15,8
b. IV chat 24 31 81,6
dan adanya tusukan berulang –ulang. c. IV chat 26 1 2,6
Berdasarkan fenomena diatas peneliti 5. Osmolaritas Infus
tertarik untuk mengangkat penelitian yang a. Hipertonis 12 31,6
berjudul “Faktor – faktor yang b. Isotonis 26 68,4
mempengaruhi kejadian ekstravasasi infus 6. Tusukan infus
a. >2x penusukan 11 28,9
pada pasien anak di ruangan rawat inap anak b. <2x penusukan 27 71,1
Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi 7. Status nutrisi
Riau”. a. Sangat Kurus 4 10,5
b. Kurus 9 23,7
METODE c. Normal 22 57,9
d. Gemuk 3 7,9
Jenis penelitian yang digunakan adalah
8. Lokasi Pemasangan
penelitian deskriptif korelatif yaitu suatu Infus 13 34,2
metode yang dilakukan dengan tujuan utama a. Tidak Tepat 25 65,8
untuk melihat dan menghubungkan faktor – b. Tepat
faktor yang mempengaruhi ekstravasasi infus 9. Kejadian
pada pasien anak di ruangan rawat inap yang Ekstravasasi 17 44,7
a. Ya 21 55,3
meliputi usia, status nutrisi, jumlah b. Tidak
penusukan pemasangan infus, ukuran Total 38 100
Intravena chateter, lokasi pemasangan infus,
terapi intravena antiobiotik, osmolaritas Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan
cairan infus dan jenis kelamin. Pengambilan bahwa dari 38 pasien didapatkan data bahwa
sampel yang digunakan adalah purpossive sebagian besar responden berada pada usia
sampling dengan jumlah sampel sebanyak 38 sekolah (36,8%), sebagian besar responden
responden. berjenis kelamin laki-laki (52,6%), pasien
dalam penelitian ini jarang diberikan terapi
HASIL PENELITIAN antibiotik secara intravena (71,4%), Intravena
Analisa univariat digunakan untuk chateter yang paling sering digunakan pasien
menjelaskan atau mendeskripsikan adalah Intravena chateter ukuran 24 (81,6%),
karakteristik variabel-variabel yang akan sebagian besar osmolaritas infus yang
diteliti untuk mendapatkan gambaran umum digunakan pasien adalah hipertonis (31,6%),
berkaitan dengan karakteristik responden. banyaknya tusukan perawat dalam melakukan
134
pemasangan infus adalah < 2x penusukan Hasil analisis pada tabel 3
(71,1%), sebagian besar status nutrisi menunjukkan bahwa dari 20 pasien berjenis
responden adalah normal (57,9%), lokasi kelamin laki- laki didapatkan 8 pasien (100%)
pemasangan infus pasien adalah tepat (65,8%) yang mengalami ekstravasasi. Berdasarkan uji
dan sebagian besar pasien mengalami statistik chi square, didapatkan nilai p value =
ekstravasasi (44,7%). 0,770, ἀ>0,05, maka tidak terdapat hubungan
Analisa bivariat adalah analisa yang jenis kelamin dengan kejadian ekstravasasi
menghubungkan antara variabel independen infus pada pasien anak di ruangan rawat inap
dan dependen. Penelitian ini akan anak.
menghubungkan faktor-faktor yang
mempengaruhi ekstravasasi infus pada anak: Tabel 4
Hubungan Frekuensi Terapi Antibiotik Secara
Intravena dengan Kejadian Ekstravasasi Infus pada
Tabel 2 Pasien Anak di Ruangan Rawat Inap Anak Merak 1
Hubungan Usia dengan Kejadian Ekstravasasi Infus RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
pada Pasien Anak di Ruangan Rawat Inap Anak Merak
Terapi Ekstravasasi p
1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Total
intravena Tidak Ya val
Ekstravasasi p atau ue
Usia Total valu N % N % N %
Tidak Ya antibiotik
Pasien N % N % N % e
Sering 7 33, 17 100 24 63,
3 2 0,0
Bayi - 8 38, 11 64, 19 50
Balita 1 7 0,19 Jarang 14 66, 0 0 14 36, 0
Sekolah - 13 61, 6 35, 19 50 2 7 8
Remaja 9 3 Total 21 100 17 100 38 100
Jumlah 21 100 17 100 38 100
Hasil analisis pada tabel 4
Hasil analisis pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari 24 pasien yang
menunjukkan bahwa dari 19 pasien yang mendapatkan antibiotik didapatkan 17 pasien
berusia bayi-balita didapatkan 11 pasien (100%) yang mengalami ekstravasasi.
(64,7%) yang mengalami ekstravasasi, Berdasarkan uji statistik chi square,
sedangkan dari 19 pasien yang berusia didapatkan nilai p value = 0,000, ἀ < 0,05,
sekolah-remaja didapatkan 13 pasien (61,9%) maka terdapat hubungan terapi antibiotik
yang tidak mengalami ekstravasasi. dengan kejadian ekstravasasi infus pada pasien
Berdasarkan uji statistik chi square, anak di ruangan rawat inap anak.
didapatkan nilai p value = 0,192, ἀ > 0,05,
maka tidak terdapat hubungan usia dengan Tabel 5
Hubungan Ukuran Intravena Chateter dengan Kejadian
kejadian ekstravasasi infus pada pasien anak di Ekstravasasi Infus pada Pasien Anak di Ruangan Rawat
ruangan rawat inap anak Merak 1 RSUD Inap Anak Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Arifin Achmad Provinsi Riau. Ekstravasasi p
IV Total val
Tidak Ya
Tabel 3 Chat ue
N % N % N %
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Ekstravasasi
Infus pada Pasien Anak di Ruangan Rawat Inap Anak IV 16 76,3 16 94,1 32 84,
Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Chat 2
Ekstravasasi p 22
Jenis Total val
Tidak Ya IV 5 23,8 1 5,9 6 15,8
Kelamin N ue 0,132
% N % N % Chat
24 &
Laki- 12 57, 8 47, 20 52,
laki 1 1 6 0,7 26
Peremp 9 42, 9 52, 18 47, 70 Total 21 100 17 100 38 100
uan 9 9 4
Total 21 100 17 100 38 100
Hasil analisis pada tabel 5
menunjukkan bahwa dari 32 pasien yang
menggunakan Intavena chateter 22 didapatkan
135
16 pasien (94,1%) yang mengalami square, didapatkan nilai p value = 0,000, ἀ <
ekstravasasi. Berdasarkan uji statistik pearson 0,05, maka terdapat hubungan penusukan infus
chi square, didapatkan nilai p value = 0,132, ἀ dengan kejadian ekstravasasi infus pada pasien
> 0,05, maka tidak terdapat hubungan ukuran anak di ruangan rawat inap anak.
Intravena chateter dengan kejadian
ekstravasasi infus pada pasien anak di ruangan Tabel 8
Hubungan Status Nutrisi dengan Kejadian Ekstravasasi
rawat inap anak Infus pada Pasien Anak di Ruangan Rawat Inap Anak
Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Tabel 6
Hubungan Osmolaritas dengan Kejadian Ekstravasasi Ekstravasasi p
Status Total
Infus pada Pasien Anak di Ruangan Rawat Inap Anak Tidak Ya value
Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau nutrisi
N % NN % %
Sangat 8 38, 5 29,
13 34,
Ekstravasasi p Kurus - 1 2 4 0,828
Osmolari Total
Tidak Ya value Kurus
tas
N % N % N % Normal - 13 61, 12 70, 25 65,
Hiperto 1 4,8 11 64, 12 31, Gemuk 9 6 8
0,00 Total 21 100 17 100 38 100
nis 7 6
Isotonis 20 95, 6 35, 26 68,
2 3 4 Hasil analisis pada tabel 8
Tot 21 100 17 100 38 100 menunjukkan bahwa dari 22 pasien yang
al memiliki status nutrisi normal didapatkan 11
pasien (64,7%) yang mengalami ekstravasasi.
Hasil analisis pada tabel 6 Berdasarkan uji statistik chi square,
menunjukkan bahwa dari 12 pasien yang didapatkan nilai p value = 0,828, ἀ > 0,05,
memiliki osmolaritas hipertonis didapatkan 11 maka tidak terdapat hubungan status nutrisi
pasien (64,7%) yang mengalami ekstravasasi. dengan kejadian ekstravasasi infus pada pasien
Berdasarkan uji statistik chi square, anak di ruangan rawat inap anak Merak 1
didapatkan nilai p value = 0,000, ἀ < 0,05, RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
maka terdapat hubungan osmolaritas cairan
dengan kejadian ekstravasasi infus pada pasien Tabel 9
Hubungan Lokasi Pemasangan Infus dengan Kejadian
anak di ruangan rawat inap anak. Ekstravasasi Infus pada Pasien Anak di Ruangan Rawat
Inap Anak Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Tabel 7
Hubungan Frekuensi Penusukan Infus dengan Kejadian Lokasi Ekstravasasi
Ekstravasasi Infus pada Pasien Anak di Ruangan Rawat Total p
Pemasa Tidak Ya
Inap Anak Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau value
ngan N % N % N %
Infus
Frekue Ekstravasasi Tidak 3 14. 10 58. 13 34.2
nsi Total p
Tidak Ya tepat 3 8
penusu value 0,011
N % N % N % Tepat 18 85. 7 41. 25 65.8
kan 7 2
Infus Total 21 100 17 100 38 100
>2x 0 0 11 64.7 11 28.
penusu 9 0,00
kan Hasil analisis pada tabel 9
<2x 21 100 6 35.3 27 71. menunjukkan bahwa dari 13 pasien yang
penusu 1 lokasi pemasangan infus yang tidak tepat
kan didapatkan 13 pasien (34,2%) yang mengalami
Total 21 100 17 100 38 100
ekstravasasi. Berdasarkan uji statistik chi
square, didapatkan nilai p value = 0,011, ἀ <
Hasil analisis pada tabel 7 0,05, maka terdapat hubungan lokasi
menunjukkan bahwa dari 11 pasien yang pemasangan infus dengan kejadian
penusukan infusnya >2x penusukan ekstravasasi infus pada pasien anak di ruangan
didapatkan 11 pasien (100%) yang mengalami rawat inap anak.
ekstravasasi. Berdasarkan uji statistik chi
136
PEMBAHASAN lokal seperti plebitis dan ekstravasasi,
Hubungan usia dengan kejadian maupun komplikasi sistemik. Infeksi dapat
ekstravasasi infus pada pasien anak terjadi melalui perantara IVD atau cannula
Usia adalah umur individu yang maupun larutan infus (infusate) (Philips,
terhitung mulai dari dilahirkan sampai saat 2011).
berulang tahun (Notoadmojo, 2010). Anatomi Injeksi bolus dikenal dengan
fisiologi pembuluh darah pada anak, dewasa intermitten langsung yakni larutan obat dalam
dan lanjut usia akan berbeda struktur dan isi volume yang sedikit diberikan melalui alat
produk darah itu sendiri (misalnya pada orang akses pembuluh darah perifer atau kanula.
yang masih muda dan produktif dengan Injeksi bolus diberikan selama 3-10 menit
aktivitas yang aktif membuat kelenturan tergantung pada jenis obat. Adapun injeksi
dinding pembuluh darah dan sebaliknya bolus dapat meningkatkan potensi efek
dengan orang yang sudah lanjut usia akan samping terutama jika obat diberikan terlalu
mengalami kekakuan pada pembuluh darah cepat berpotensi menyebabkan kerusakan
yang dapat menimbulkan resiko terhadap pada vena misalnya ekstravasasi dan plebitis
tertusuknya dinding pembuluh darah pada (Boyd, 2015).
saat pemasangan infus (Darmawan, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Usia dan ukuran vena berkaitan dengan oleh Adiputra dan Mirah (2012), diketahui
pemilihan vena, pemilihan vena yang baik bahwa ekstravasasi yang disebabkan oleh
adalah vena yang lurus, besar, lembut, paling antibiotik dapat dicegah dengan cara
lentur, tidak rapuh, tidak pada daerah menghindari pemasangan infus di dorsum
pergelangan atau punggung tangan, tangan dan didekat sendi yang dapat
menghindari vena sebelah sendi, tendon, saraf menyebabkan kerusakan fungsional, serta
dan area dekat siku serta menghindari lakukan pembilasan vena dengan cairan
frekuensi penusukan kanul berulang pada intravena setiap 2-3 menit antara injeksi bolus
tempat yang sama (Mubarakh, 2013). Faktor- obat terutama antibiotik dan sitotoksik
faktor risiko yang berpotensi tinggi terjadi Hubungan ukuran Intravena Chateter
ekstravasasi juga diungkapkan oleh Gippland dengan kejadian ekstravasasi infus pada
Oncology Nurse Group (GONG, 2008), dan pasien anak
salah satu diantaranya adalah usia dan ukuran Ukuran kateter yang digunakan dalam
vena yang kecil dll penelitan ini telah sesuai dengan ukuran
Usia dalam penelitian ini juga erat pembuluh darah pasien dimana secara umum
kaitannya dengan ketidakmampuan untuk ukuran kateter yang lebih kecil sebaiknya
berkomunikasi, contoh nya adalah pada dipilij untuk mencegah kerusakan intima
neonatus (bayi dan anak – anak usia muda) pembuluh darah dan mempertahankan aliran
dam pasien dengan koma atau menggunakan darah sekitar kanula untuk mencegah
sedasi (pasien yang gelisah dan kurang terjadinya inflamasi. Pemilihan ukuran kateter
istirahat). Pasien yang tidak mampu dala penelitian ini juga dipengaruhi beberapa
berkomunikasi dan bekerja sala akan hal lainnya yakni durasi dan komlokasi cairan
menimbulkan sikap kontra pada saat infus, kondisi klinis, usia pasien, ukuran dan
melakukan pemasangan infus, aktivitas kondisi vena.
dengan infus dan sebagainya Hal ini sesuai dengan penelitian yang
Hubungan terapi intravena/ antibiotik telah dilakukan oleh oleh Webster dkk
dengan kejadian ekstravasasi infus pada (2008), dimana ukuran Intravena Chateter
pasien anak bukanlah indikasi timbulnya ekstravasasi.
Pemberian terapi obat melalui jalur Kateter intravena bisa dibiarkan aman di
intravena perifer (peripheral intravenous) tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada
atau dikenal juga dengan istilah injeksi bolus kontraindikasi dalam pemasangannya. Untuk
merupakan tindakan yang banyak dilakukan mencegah infeksi pada pemasangan infus
pada pasien rumah sakit. Efek samping dan maka The Centers for Disease Control and
komplikasi yang muncul akibat penggunaan Prevention (2011) menganjurkan penggantian
rute intravena perifer antara lain infeksi, efek
137
kateter setiap 72-96 jam meskipun tanpa Nurhasanah (2012) di RSUD Ungaran
indikasi. Kabupaten Semarang. Dimana melalui
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti penelitiannya diketahui bahwa dari 86
dapat menyimpulkan bahwa penempatan responden yang mengalami plebitis sebanyak
kanula yang dimasukan pada daerah lekukan 41 responden (47.7%). Hasil uji Chi Square
dan tidak sesuai dengan ukuran pembuluh didapatkan variabel yang berpengaruh
darah akan sering menghasilkan ekstravasasi, terhadap kejadian ekstravasasi adalah jenis
ukuran kanula yang tepat juga menjadi cairan dengan p-value = 0,04 (α = 0,05), dan
indikator utama untuk mencegah terjadinya ukuran kateter dengan p value = 0,043 (α =
ekstravasasi dan kejadian infeksi pemasangan 0,05).
infus lainnya. Dua cairan yang paling sering
Hubungan osmolaritas dengan kejadian digunakan dalam penelitian ini adalah cairan
ekstravasasi infus pada pasien anak yakni isotonis dan hipertonis. Contoh larutan
Saat melakukan pemasangan infus, isotonis yang digunakan dalam penelitian ini
perawat harus mempertimbangkan adalah cairan Ringer-Laktat (RL), KAEN 3A,
osmolaritas suatu larutan, hal ini dikarenakan KAEN I B dan normal saline/larutan garam
osmolaritas plasma adalah berkisar 300 fisiologis (NaCl 0,9%). Pasien yang
m0sm/ L (SI:300 mmol/L). Cairan menggunakan cairan ini memiliki resiko lebih
berdasarkan osmolaritas terdiri dari 3 macam kecil untuk mengalami ekstravasasi
yakni isotonis (280 – 300 mosm/L), dibandingkan cairan hipertonis. Cairan
hipotonis (< 280 mosm/L) dan hipertonis (> hipertonis merupakan cairan yang
300 mosm/L). Cairan dalam penelitian ini osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
terdiri dari cairan isotonic dan cairan serum, sehingga “menarik” cairan dan
hipertonik. Cairan Isotonik memiliki elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
osmolalitas total yang mendekati cairan pembuluh darah. Hipertonis yang sering
ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel digunakan dalam penelitian ini adalah
darah merah mengkerut atau membengkak. gabungan antara larutan NaCl 3%, D5 ½ Ns
Sedangkan cairan hipertonik adalah cairan dan D5 ¼ Ns. Hipertonis dalam penelitian ini
yang memiliki osmolalitas total yang memiliki resiko lebih besar mengalami
menjauhi cairan ekstraseluler dan ekstravasasi.
menyebabkan sel darah merah mengkerut Ada hal lain yang menyebabkan
atau membengkak (Smeltzer and Bare, 2010). terjadinya ekstravasasi yakni infus yang
Tidak hanya osmolaritas dari cairan itu merupakan suatu rumatan khusus seperti
sendiri, kecepatan pemberian cairan juga akan KCL, Ca Glukonas, NaCl 3%, Bicnat,
mempengaruhi ekstravasasi infus, artinya mannitol, albumin. Dalam aplikasi klinis
apabila cairan hipertonik diberikan dalam cairan khusus yang diindikasikan untuk
kondisi yang cepat maka resiko ekstravasasi koreksi khusus memiliki osmolaritas yang
akan semakin tinggi dan apabila semakin tinggi dan memiliki sifat panas yang dapat
lambat infus larutan hipertonik tersebut menyebabkan kerusakan pembuluh darah
diberikan maka risiko ekstravasasi akan sehingga dalam penggunaannya harus
semakim rendah pula. Osmolaritas yang dicampur dengan larutan isotonic agar tidak
tinggi yang mencapai 1000 mOsm/L harus menimbulkan ekstravasasi pada infus yang
diberikan dalam durasi beberapa jam. Durasi terpasang (Gafathar, 2010). Melalui
sebaiknya kurang dari tiga jam untuk penelitian ini terlihat bahwa 8 pasien yang
mengurangi waktu kontak campuran yang menggunakan larutan isotonis yang dicampur
iritatif dengan dinding vena. Untuk dengan rumatan khusus KCL (100%)
mengurangi resiko ekstravasasi dapat juga mengalami ekstravasasi infus. KCL yang
dilakukan dengan cara memilikh vena perifer digabung dengan larutan isotonis lain,
yang paling besar dan menggunakan kateter berfungsi untuk mengurangi efek ekstravasasi
yang kecil dan pendek (Potter & Perry, 2010). dengan mencegaha kerusakan pembuluh
Hasil penelitian ini sesuai dengan darah, mengurangi efek peningkatan kadar
penelitian yang telah dilakukan oleh kalium secara cepat dalam darah. Hal ini
138
dikarenakan efek samping dari KCL adalah penyisipan kateter oleh seorang perawat
gangguan irama jantung dan kejang pada otot, bahwa saat kateter diinsersikan kedalam vena
gagal nafas dan kematian maka setelah itu kateter telah terkontaminasi,
Tidak hanya KCL, NaCl 3% juga kateter yang menembus kulit terkontaminasi
mampu menimbulkan ekstravasasi sama hal mikroorganisme yang ada pada kulit. Itulah
nya dengan pasien dan efek samping mengapa INS merekomendasikan maksimal
pemberiannya juga berdampak pada kematian dua kali insersi dari satu kateter jika terjadi
jika tidak diberikan secara benar dan akurat. kegagalan insersi.
Pada kasus pasien dengan natrium yang berat, Penelitian ini sesuai dengan penelitian
maka harus diberikan infus NaCl 3% sesuai yang telah dilakukan Lindayanti dan Priyanto
dengan kondisi dan kadar natrium darah pada (2012). Hasil penelitian didapatkan ada
pasien. Pemberiannya sendiri menggunakan hubungan antara tehnik insersi kateter
rumus yang sudah ditentukan. Cepat atau intravena dengan kejadian phlebitis dan
lambatnya pemberian juga tergantung kepada ekstravasasi di RSUD Ambarawa (p value
penilaian klinis apakan kondisi kekurangan 0,027) dan terdapat hubungan antara lokasi
natrium ini bersifat akut atau kronik. Jika pemasangan kateter intravena dengan
pemberian infus NaCl 3% terlalu cepat dan kejadian phlebitis di RSUD Ambarawa (p
melebihi kebutuhan, maka akan berbahaya value 0,007)
terhadap pasien. Tidak hanya kerusakan Hubungan jenis kelamin dengan kejadian
pembuluh darah perifer namun pemberian ekstravasasi infus pada pasien anak
yang terlalu cepat akan meningkatan kadar Jenis kelamin adalah identitas
natrium dalam darah secara tiba – tiba responden yang dapat digunakan untuk
sehingga timbul kerusakan selaput sel saraf membedakan seseorang laki-laki atau
dan menyebabkan otak menjadi bengkak. perempuan (Notoadmojo, 2010). Pembuluh
Gejala klinis yang terlihat yaitu terjadi darah berjenis kelamin perempuan memiliki
penurunan kesadaran mendadak pada pasien resiko terhadap komplikasi pemasangan
bahkan kematian batang otak yang intravena, kejadian ini dipengaruhi secara
menyebabkan pasien gagal nafas dan anatomis bahawa pembuluh darah perempuan
akhirnya terjadi kematian (Elfa, 2017). lebih kecil yang di karenakan timbunan lemak
Hubungan frekuensi penusukan infus yang banyak dan sebaliknya pada pembuluh
dengan kejadian ekstravasasi infus pada darah laki-laki lebih sedikit dikaranakan
pasien anak sedikitnya timbunan lemak akibat dari
Keterlibatan perawat terkait dengan tingginya aktivitasnya sehingga tidak terlalu
tindakan intravena sangat besar, perawat berisiko dalam kejadian komplikasi
terlibat mulai dari persiapan alat, persiapan pemasangan intravena.
pasien, pemasangan kateter intravena baik Pernyataan jenis kelamin terbukti tidak
satu kali atau beberapa kali insersi sampai mempengaruhi ekstravasasi infus sesuai
dengan memonitor kelangsungan selama dengan hasil penelitian tentang kejadian
pasien terpasang kateter intravena. Perawat komplikasi pemasangan intravena yang di
perlu mengidentifikasi kejadian ekstravasasi lakukan Safirudin (2013) di RSUD. Prof.Dr.
pada pasien yang terpasang kateter intravena Aloei Saboe kota Gorontalo. Dimana melalui
berdasarkan lokasi pemasangan, karena penelitiannya didapatkan data dari 35
kejadian ekstravasasi memiliki pengaruh responden, terdapat 19 orang yang berjenis
terhadap kemampuan gerak ekstremitas, kelamin perempuan dengan presentase 54.3%
keefektifan pengobatan dan suplai cairan serta dan laki-laki sebanyak 16 orang dengan
nutrisi bagi pasien selama menjalani masa presentase 45.7% tidak mempengaruhi
perawatan. kejadian ekstravasasi sebesar p value= 0,243.
Jumlah frekuensi penusukan infus Hal serupa sesuai dengan penelitian ini,
(insersi) adalah jumlah insersi kateter yang dimana diketahui jenis kelamin tidak
dilakukan oleh perawat sebelum insersi yang mempengaruhi kejadian ekstravasasi (p value
berhasil (Ignatacivus et al, 2010). INS = 0,770), hal ini bisa terjadi karena jumlah
merekomendasikan tidak lebih dari dua upaya responden antara laki-laki dan perempuan
139
tidak sebanding sehingga data jenis kelamin, dan kaki serta siku dalam merupakan area
diagnosa penyakit dan tingkat ketergantungan persendian dan daerah yang kemungkinan
yang berbeda –beda setiap anak tidak bisa besar akan mengalami pergerakan.
menentukan pengaruh ada tidaknya jenis Pergerakan yang terlalu sering pada lokasi
kelamin terhadap komplikasi pemasangan pemasangan infus didaerah persendian akan
intravena. menyebabkan kateter infus melukai dinding
Hubungan status nutrisi dengan kejadian pembuluh darah yang pada akhirnya akan
ekstravasasi infus pada pasien anak menyebabkan kebocoran ataupun infiltrasi
Salah satu bentuk infeksi nosokomial pembuluh darah.
adalah infeksi melalui jarum infus. Apabila Darmawan (2012) menyatakan bahwa
tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi penempatan katheter pada area fleksi lebih
dan protein, pada tahap awal akan sering menimbulkan kejadian ekstravasasi
menyebabkan rasa lapar kemudian dalam dan phlebitis, oleh karena pada saat
jangka waktu tertentu berat badan akan ekstremitas digerakkan katheter yang
menurun disertai dengan menurunnya terpasang ikut bergerak dan menyebabkan
produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang trauma pada dinding vena. Penggunaan
berlanjut akan menyebabkan status gizi ukuran katheter yang besar pada vena yang
kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada kecil juga dapat mengiritasi dinding vena,
perbaikan konsumsi energi dan protein yang pada vena proxsimal (kubiti atau lengan
mencukupi, tubuh akan mudah terserang bawah) sangat dianjurkan untuk infus dengan
penyakit infeksi yang dapat menyebabkan osmolaritas > 500 m0sm/L, misalnya
kematian (Mustika, 2012). Dexstrose 5%, NaCl 0,9%, Produk Darah,
Penilaian status gizi dalam penelitian dan Albumin.
ini dilakukan dengan melakukan tubuh Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
manusia yang dikenal dengan Antropometri. Hanskins (2011), tempat pemasangan infus
Melalui penelitian ini diketahui bahwa pada daerah yang sering digunakan untuk
apabila seseorang yang memiliki masalah beraktivitas klien dapat meningkatkan kejadian
status nutrisi memiliki kemungkinan untuk ektsravasasi dan phlebitis. Penempatan kateter
mudah terserang penyakit baik penyakit biasa pada daerah yang bergerak misalnya siku atau
maupun penyakit infeksi yang dapat pergelangan tangan akan menyebabkan resiko
menyebabkan kematian. terjadinya plebitis lebih banyak, dibandingkan
Hubungan lokasi pemasangan infus dengan yang memiliki pergerakan minimal,
dengan kejadian ekstravasasi infus pada karena ketika pasien bergerak dapat memicu
pasien anak pergerakan kanul atau kateter sehingga
Pengetahuan dan pengalaman perawat melukai dinding pembuluh darah, dan
dalam melakukan pemasangan infus sebaiknya pada saat melakukan penusukan
menentukan ada tidaknya komplikasi lebih baik dilakukan mulai dari vena yang
pemasangan infus. Ekstravasasi bisa terjadi lebih distal, apabila penusukan tidak berhasil
jikalau lokasi pemasangan infus dam intuisi maka bisa di teruskan ke vena yang medial
perawat tidak tepat. Ekstravasasi akan terjadi atau proksimal.
apabila infus dipasang pada daerah
pergelangan tangan, menghindari vena SIMPULAN
sebelah sendi, tendon, saraf dan area dekat Karakteristik responden penelitian adalah
siku. sebagian besar responden berada pada usia
Melalui hasil penelitian terlihat bahwa sekolah (36,8%), sebagian besar responden
infus yang terpasang pada kepala bagian berjenis kelamin laki-laki (52,6%), pasien
frontal (2,6%), lipatan dalam kaki dan tangan dalam penelitian ini jarang diberikan terapi
(5,2%), pergelangan tangan (5,2%), antibiotik secara intravena (71,4%), IV chat
pergelangan kaki (15,8%), siku dalam (5,2%) yang paling sering digunakan pasien adalah IV
mengalami ekstravasasi infus. Hal ini chat ukuran 24 (81,6%), sebagian besar
dikarenakan posisi infus didaerah lipatan osmolaritas infus yang digunakan pasien
dalam kaki dan tangan, pergelangan tangan adalah hipertonis (60,5%), banyaknya tusukan
140
perawat dalam melakukan pemasangan infus dan perbandingan efektifitas teknik pemberian
adalah < 2x penusukan (71,1%), sebagian injeksi antibiotik dilarutkan dalam Ns 100 ml
besar status nutrisi responden adalah normal dengan teknik pemberian injeksi antibiotik
(57,9%), lokasi pemasangan infus pasien melalui injeksi bolus dengan menggunakan
adalah tepat (65,8%) dan sebagian besar syringe terhadap kejadian ekstravasasi.
pasien mengalami ekstravasasi (44,7%) Penelitian selanjutnya dapat memperbesar
Hasil penelitian menunjukkan tidak jumlah sampel dan memfokuskan karakteristik
terdapat hubungan usia (p value = 0,192), sampel menjadi lebih spesifik lagi seperti
jenis kelamin (p value = 0,770), ukuran IV sampel dibagi dalam kategori infeksi dan non
chat (p value = 0,132) dan nutrisi (p value = infeksi, sampel dispesifikkan berdasarkan
0,828) dengan kejadian ekstravasasi kelompok usia seperti sampel anak usia
Faktor – faktor yang mempengaruhi sekolah, sampel usia balita dll.
ekstravasasi adalah pemberian terapi
intravena/ antibiotik (p value = 0,000), UCAPAN TERIMAKASIH
osmolaritas cairan (p value = 0,000), lokasi Terimakasih yang tak terhingga atas
pemasangan infus (p value = 0,011) dan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak
banyaknya penusukan infus (p value = 0,000). dalam penyelesaian laporan skripsi ini.
Penelitian ini menyarankan perawat dapat ____________________________________
1
mengidentifikasi faktor-faktor yang Lela Marleni: Mahasiswa Program Studi
mempengaruhi kejadian ekstravasasi infus Ilmu Keperawatan Universitas Riau,Indonesia
2
pada pasien anak Riri Novayelinda: Dosen Departemen
Keperawatan Anak Program Studi Ilmu
SARAN Keperawatan Universitas Riau,Indonesia
3
Bagi Pendidikan Keperawatan Ari Pristiana Dewi: Dosen Departemen
Penelitian ini disarankan dapat dijadikan Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu
sebagai bahan acuan bagi perkembangan ilmu Keperawatan Universitas Riau,indonesia
keperawatan yang dapat meningkatkan mutu _____________________________________
pendidikan sebagai penyedia sumber
pengetahuan khususnya tentang faktor- faktor DAFTAR PUSTAKA
yang mempengaruhi kejadian ekstravasasi Boyd, C. (2015). Keterampilan
infus pada pasien anak di ruangan rawat inap penatalaksanaan obat untuk perawat.
anak Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Jakarta: Bumi Medika
Riau. Elfa, M. M. (2017). Jika salah pemberian obat
Bagi Praktek Keperawatan obat ini bisa berbahaya untuk nyawa.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai Diperoleh pada tanggal 11 Januari
informasi tambahan bagi tenaga kesehatan 2018 dari
khususnya perawat sebagai sumber informasi https://www.kompasiana.com/meldyelf
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang a/jika-salah-pemberian-obat-obat-ini-
mempengaruhi kejadian ekstravasasi infus bisa-berbahaya-untuk-
pada pasien anak di ruangan rawat inap anak nyawa_58898b87d77a618110734763
Merak 1 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Gippland Oncology Nurse Group (GONG).
Sehingga nantinya diharapkan dengan (2008). Assessment, Prevention &
diketahuinya faktor-faktor yang Management of Extravasation of
mempengaruhi ekstravasasi tersebut dapat Cytotoxic Agents. Columbia: Gippsland
mencegah kejadian ekstravasasi infus. Oncology Nurses Group.
Bagi Peneliti Selanjutnya Infusion Nurses Society (2011). Infusion
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai nursing standards of practice. Journal
bahan ilmu pengetahuan dan informasi kepada of Infusion Nursing. Diakses tanggal 22
peneliti selanjutnya tentang ketepatan September 2017 dari
pemilihan lokasi pemasangan infus dalam https://books.google.co.id/books?hl=en
mencegah ekstravasasi, pengaruh teknik &lr=&id=ffMQ-
insersi terhadap kejadian ekstravasasi infus aTYzhYC&oi=fnd&pg=PP5& dq=.
141
Mirah, I. G. A . (2013). Komplikasi, Salimi, Y dan Bialangi, N. (2014). Kajian
pencegahan dan penanganan senyawa antioksidan dan antiinflamasi
ekstravasasi agen kemoterapi. tumbuhan obat binahong (andredera
Diperoleh pada tanggal 11 September cordifolia (ten.) steenis) asal
2017 dari gorontalo. Universitas negeri
download.portalgaruda.org/article.php Gorontalo. Tesis (Publikasi) Diperoleh
?article=14455&val=970 tanggal 17 September 2017 dari
Mubarakh, C. (2013). Risk Factors Affecting http://repository.ung.ac.id/get/simlit/2/
Extravasation Event Of Peripheral 1006/1/Kajian-Senyawa-Antioksidan-
Intravenous Chemotherapy At Dr dan-Antiinflamasi-Tanaman-Obat-
Sardjito General Hospital Yogyakarta Binahong-Anredera-cordifolia-Ten-
In 2011-2013. Departement of Internal Steenis-Asal-Gorontalo.pdf.
Medicine, Faculty of Medicine Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2010). Buku
GMU/Dr. Sardjito Hospital. Tesis Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(Publikasi) Diperoleh pada tanggal 11 Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume
November dari 1). Jakarta: EGC
http://etd.repository.ugm.ac.id/.../S2- The Centers for Disease Control and
2013-291990.pdf Prevention (2011). Guidelines for The
Mubarokh, Iqbal dan Chayatin. (2013). Buku Prevention of Intravasculer Cateter-
Ajar: Kebutuhan Dasar Manusia. Related Infections. Diperoleh pada
Jakarta: EGC tanggal 17 September 2017 dari
Mustika. (2012). Bahan Pangan, Gizi dan http://www.cdc.gov/hicpac/BSI/BSIgui
Kesehatan. Bandung. Alfabeta delines2011.html.Guidelines for The
Notoadmojo. (2010). Metodologi Penelitian Prevention of Intravasculer Cateter –
Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Related Infections.
Perry, A.G, & Potter, P.A. (2010). Clinical Wahyunah. (2011). Hubungan Pengetahuan
Nursing Skill & Techniques. Sixth Perawat tentang Terapi Infus dengan
Edition. St Louis Missouri: Mosby Inc. Kejadian Plebitis dan Kenyamanan
Philips (2011). Ekstravasasi. Dieperoleh pada Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah
tanggal 11 Januari 2018 dari Sakit Umum Daerah (RSUD)
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloa Kabupaten Indramayu. Tesis
dfile/66276/potongan/S2-2013- (Publikasi) Diperoleh tanggal 19
275900-chapter1.pdf September 2017 dari
Rosdiana, N. (2009). Tata Laksana http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2028
Ekstravasasi Karena Pemakaian 2715-T%20Wayunah.pdf
Kemoterapi. Divisi Haematologi-
Onkologi, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK-USU/RS H. Adam Malik,
Medan. Indonesian Journal of Cancer
Vol. III, No. 2. Tesis (Publikasi)
Diperoleh pada tanggal 15 Agustus
2017 dari
https://media.neliti.com/media/publicat
ions/69915-ID-tata-laksana-
ekstravasasi-karena-pemakai.pdf.

142

You might also like