120
TUBERKULOSIS PERITONEAL
Lukman Hakim Zain
PENDAHULUAN
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan
Peritoneum parietal atau viseral yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering
mengenai seluruh peritoneum dan alat-alat sistem
Gastrointestinal, mesenterium, serta organ genitalia
interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasenya
‘merupaken kelanjutan proses tuberkulosis di tempat lain
terutama dari paru, namun seringkali ditemukan pada
waktu diagnosis ditegakkan, proses tuberkulosis di paru
sudah tidak kelihatan lagi
Tuberkulosis peritoneal masih sering dijumpai di
negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia,
sedangkan di Amerika dan negara Barat lainnya
‘walaupun jarang, ada kecenderungan meningkat dengan
meningkatnya jumlah pasien AIDS dan imigran. Karena
Perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara per-
lahan-lahan dan manifestasi klinisnya tidak khas, tuber-
kulosis peritoneal sering tidak terdiagnosis atau terlambat
ditegakkan, sehingga meningkatkan angka kesakitan dan
angka kematian. Tidak jarang penyakit ini mempunyai
keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati
atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu
menonjol.
INSIDENSI
Secara umum tuberkulosis peritoneal lebih sering
dijumpai pada perempuan dibandingkan pria dengan per-
bandingan 1,5: 1 dan lebih sering pada dekade ke 3 dan
4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai pada 2% dari seluruh
tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberkulosis abdominal,
Peneliti lain melaporkan dari 91 pasien tuberkulosis
Peritoneal, hanya 2 pasien (2,1%) yang dideteksi ada TBC
Parunya. Pada seat ini dilaporkan bahwa kasus tuber-
kulosis peritoneal di negara maju semakin meningkat. Di
Kanada dilaporkan pada tahun 1988 ditemukan 81 kasus
tuberkulosis abdominal, 41 kasus diantaranya merupakan
tuberkulosis peritoneal, Penyakit ini meningkat sesuai
dengan meningkatnya insidens AIDS di negara maju.
Di Asia dan Afrika dimana tuberkulosis masih banyak
dijumpai, tuberkulosis peritoneal masih merupakan
‘masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di RS
King Edward II Durban Afrika Selatan ditemukan 145
kasus tuberkulosis peritoneal selama periode 5 tahun
(1984 - 1988) dengan cara peritoneoskopi. Daldiyono,
menemukan sebanyak 15 kasus di rumah sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta, selama periode 1968 ~ 1972 dan
Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979
menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosis peritoneal,
Di Medan, Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama
Perinde 1983- 1995. Sandicki dkk di Turki melaporkait
135 kasus tuberkulosis peritoneal dengan pemeriksaan
peritoneoskopi.
PATOGENESIS
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui
beberapa cara:
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-
aru.
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi.
Dari kelenjar limfe mesenterium.
Melalui tuba fallopii yang terinfeksi.
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi
bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum,
tetapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi
pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran
hematogen proses primer terdahulu.
882‘TUBERKULOSIS PERITONEAL
883
PATOLOGI
Dikenal tiga bentuk tuberkulosis peritoneal yaitu:
Bentuk eksudatif. Dikenal juga dalam bentuk yang basah
atau bentuk dengan asites yang banyak. Gejala yang
menonjol adalah perut yang membesar dan berisi cairan
asites. Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpa
Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putin,
kekuning-kuningan nampak tersebar di peritoneum atau
pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
Bentuk ini paling cijumpai (95.5%).
Bentuk adesif. Dikenal juga dengan bentuk kering
atau palastik. Cairan asites tidak banyak dibentuk.
Usus dibungkus olen peritoneum dan omentum yay
mengalami reaksi fibrosis. Pade bentuk ini terdapat
perlengketan-perlengketan antara peritoneum dan
‘omentum. Perlengketan yang luas antara usus dan
peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor,
kedang-kadang terbentuk fisitel
Bentuk campuran. Bentuk ini kadang-kadang disebut,
bentuk kista. Pembentukan kista terjadi melalui proses,
eksudasi dan adesi sehingga terbentuk cairan dalam
kantong-kantong perlengkcton tersebut,
Pada kedua bentuk di atas peritoneum penuh dengan
nodul-nodul yang mengandung jaringan granuloma dan
tuberkel.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis bervariasi, umunya keluhan dan gejala timbul
perlahan-lahan, sering pasien tidak menyadari keadaan
ini, Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Or Clpto
Mangunkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu
Sulaiman A Sandikci_ Manohar
kk diel
Keluhan
1975-1979 (135 ps) 1984-1988
G0 ps) % % (45 ps) %
Sokit perut 57 2 359
Pembengkakan 50 96 BA
perut
Batuk 40 : :
Demam 0 oo 53,9
Keringat malam 6 : S
Anoreksia 30 B 468
Kelelahan 23 76 -
Berat badan’ 23 80 441
‘urun
Mencret 20 - -
sampai 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu.
Keluhan yang paling sering ialah; tidak ada nafsu
akan, batuk dan demam. Variasi keluhan-keluhan pasien,
‘tuberkulosis peritoneal menurut beberapa penulis(Tabel 1)
Pada pemneriksaan ficis gejala yang sering dijumpai
ialah:asites, demam, pembengkakan perut dan nyeri, pucat
dan kelelahan, Tergantung lamanya keluhan, keadaan
‘umum pasien bisa masih cukup baik, sampai kedaan yang
kurus dan kahektik. Pada perempuan sering dijumpai
tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis
pada ovarium atau tuba, sehingga pada pemeriksaan alat
genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang,
sering sukar dibedakan dari kista ovari
DIAGNosIS
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah sering ditemui anemia penyakit
kronik, leukositosis ringan atau leukopenia, trombositosis
dan sering dijumpai laju endapan darah (LED) yang
meningkat. Sebagian besar pasien mungkin negatif uji
tuberkulinnya, Uji faal hati terganggu dan sirosis hati
tidak jarang diterui bersama-sama dengan tuberkulosis
peritoneal.
Pemeriksaan cairan asites umumnya memperlihatkan
eksudat dengan protein > 3 g/dl. Jumlah sel di antara
100-3000 sel/mi, biasanya lebih dari 90% limfosit. LOH
biasanya meningkat. Cairan asites yang purulen dapat,
ditemukan, begitu juga cairan asites yang bercampur
darah (serosanguineus). Basil tahan asam didapati hasilnya,
kurang dari 5% yang positip dan kuttur cairan ditemukan,
kurang dari 20% yang positip. Ada beberapa peneliti
yang mendapatkan hampir 66 % kultur BTA positip yang,
akan meningkat sampai 83% bila menggunaken kultur
cairan asites yang telah disentrifuge dengan jumlah cairan
lebih dari 1 liter. Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh
dalam waktu 4-8 minggu.
Perbandingan albumin serum asites pada tuberkulosis
peritoneal ditemukan rasionya <1,1.gr/dl namun hal
ini dapat juga dijumpai pada keadaan keganasan,
sindrom nefrotik, penyakit pankreas, kandung empedu
atau jaringan ikat . ila ditemukan rasionya > 1,1 gr/dl
merupakan calran asites akibat pur al hiper tens.
Perbandingan glukosa asites dan darah pada
‘tuberkulosis peritoneal tersebut < 0,96, sedangkan pasien
asites dengan penyebab lain rasionya > 0,96. Pemeriksaan
cairan asites lain yang sangat membantu diagnosis
tuberkulosis peritoneal, cepat dan non invasif adalah
pemeriksaan adenosin deaminase activity (ADA), interferon
gamma (IFNy), dan PCR. Menurut Gimene dkk nilal
ADA lebih dari 0,40 ukat/| mempunyai sensitifitas 100%
dan spesifisitas 99% untuk mendiagnosis tuberkulosis,884
Peritoneal. Menurut Gupta dk nilai ADA 30 u/I mempunyai
sensitifitas 100% dan spesifisitas 94,1%, serta mengurangi
Positip palsu dari sirosis hati atau keganasan karena nilai
ADA nya 14 £ 106 u/l
Hafta A dkk melakukan penelitian untuk
membandingkan konsentrasi ADA pada pasiett luberkulosis
Peritoneal, tuberkulosis peritoneal dan sirosis hati
Didapatkan hasilnya 131,1 * 38,1 u/l, 29 + 18,6 u/l, dan
12,9 + 7 ul. Pada asites yang konsentrasi proteinnya
tendah nilai ADA nya akan rendah sehingga dapat
menyebabkan negatif palsu. Oleh sebab itu pada kasus
seperti ini dapat dilakukan pemeriksaan IFNy.
Fathy ME melaporkan angka sensitivitas IFNy 90,9%,
‘ADA 81,8% dan PCR 36,3% dengan masing-masing
spesivisitas 100% untuk mendiagnosis tuberkulosis
peritoneal. Bhargava dkk melakukan penelitian tethadap
konsentrasi ADA pada cairan asites dan serum pasien
tuberkulosis peritoneal. Konsentrasi ADA 36 u/l pada
cairan asites dan 54 u/l pada serum dan perbandingan
konsentrasi ADA pada asites dan serum > 0,984
‘mendukung diagnosis tuberkulosis peritoneal.
Pemeriksaan yang lain adalah mengukur konsentrasi
CA-125 (cancer antigen 125), CA-125 merupakan antigen
yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak
ditemukan pada ovarium orang dewasa normal namin
dilaporkan juga meningkat pada kista ovarium, gagal
ginjal kronis, penyakit autoimun, pankreas, sirosis hati dan
tuberkulosis peritoneal
Zain LH di medan menemukan pada 8 kasus
tuberkulosis peritoneal dijumpai konsentrasi CA-125
meninggi dengan konsentrasi rata-rata 370,7 u/ml (66,2-
907 u/ml). Dengan demikian disimpulkan bahwa bila
dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan
asites yang eksudat, jumiah sel > 350/m?,limfosit dominan
maka tuberkulosis peritoneal depat dipertimbarykan
sebagai diagnosa,
Beberapa peneliti menggunakan CA-125 untuk
melihat respon pengobatan seperti yang dilakukan
Mas MR dkk yang menemukan CA-125 sama tingginya
dengan kanker ovarium 475,80 + 106,19 u/ml dan setelah
emberian obat antituberkulosis konsentrasi serum CA 125,
‘menjadi 20,80 + 5,18 u/ml (normal < 35 u/mi) setelah 4
bulan pengobatan antituberkulosis,
Teruya dkk pada tahun 2000 di Jepang menemukan
peningkatan konsentrasi CA 19-9 pada serum dan cairan
asites pasien tuberkulosis peritoneal, setelah diobati
selama 6 minggu dijumpai penurunan menjadi normal.
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi. Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG)
dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum
yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-
kantong). Menurut Ramaiya dan Walter gambaran
‘TUBERKULOSIS
sonografi tuberkulosis peritoneal yang sering entara,
lain, cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga
abdomen, abses dalam abdomen, massa di daerah
ileosekal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal
Adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen,
sus dan penebalan omentum, dapat dilihat dan harus
diperiksa dengan seksama,
CT Scan. Pemeriksaan CT Scan untuk tuberkulosis
Peritoneal tidak ada suatu gambaran yang khas, secara
umum ditemukan gambaran peritoneum yang berpasir.
Rodriguez dkk melakukan suatu penelitian yang
membandingkan tuberkulosis peritoneal dengan karsinoma
Peritoneal. Didapatkan penemuan yang paling batk untuk
membedakannya dengan melihat gambaran CT scan
terhacap peritoneum parietalis. Bila pentoneumnya ficin
dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang
Jelas menunjukkan gambaran tuberkulosis peritoneal,
sedangkan karsinoma peritoneal terihat adanya nodul yang,
terianam dan penebalan peritoneum yang tak teratur.
Peritoneoskopi. Peritoneoskopi cara yang terbaik untuk
mendiagnosis tuberkulosis peritoneal. Tuberkel pada
peritoneum yang khas akan terlihat pada lebih dari
90% pasien dan biopsi dapat dilakukan dengan terarah,
selanjitnya dilakukan pemerikcaan histologi. Pada (ubeike!
Peritoneal ini dapat diterui BTA hampir 75% pasien
tuberkulosis peritoneal, Hasil histologi yang penting
adalah didapatnya granuloma. Yang lebih spesifik lagi
adalah jika didapati granuloma dengan perkejuan.
Gambaran yang dapat dilihat pada tuberkulosis
Peritoneal : 1). Tuberkel kecil ataupun besar pada
dinding peritoneum atau pada organ lain dalam rongga
peritoneum seperti hati, omentum, ligamentum atau usus;
2). Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung
yinpedu dan peritoneum; 3). Penebalan peritoneum; 4),
Adanya cairan eksudat atau purulen, mungkin cairan
bereampur darah,
Walaupun dengan cara peritoneoskopi tuberkulosis
Peritoneal dapat dikenal dengan mudah namun,
gambarannya dapat menyerupai penyakit lain seperti
Peritonitis karsinomatosis, Karena itu pengobatan baru