You are on page 1of 6

Metode

Di Denmark, COPD ringan dan sedang yang stabil umumnya dikelola dalam perawatan
primer, sedangkan pasien dengan COPD lebih parah dengan eksaserbasi yang sering atau
penyakit yang berkembang cepat dirujuk ke klinik rawat jalan paru khusus nasional. Pada
tahun 2008, telah diinisiasi secara nasional untuk terus memantau pasien rawat jalan sesuai
dengan Daftar Penyakit COPD di denmark. Secara singkat, semua kontak antara pasien
dengan COPD dan klinik rawat jalan terdaftar dalam National Patient Register (NPR) untuk
tujuan penggantian. Dengan DrCOPD klinik berkomitmen untuk mendaftarkan satu set
variabel klinis untuk setiap pasien bersamaan dengan tanggal kontak setidaknya sekali
setahun yang di unggah melalui DrCOPD dengan anekaragam informasi baik dari status
merokok dan status klinis lainnya.

Hasil
Studi ini merupakan studi kohort yang melibatkan 18,206 pasien dengan COPD
dimana 38% memiliki latar belakang perokok dan telah diukur menggunakan standard GOLD
1 – 4 , (1 = 38% , 2 = 40% , 3 = 37 % dan 4 = 37 %) . Pada penelitian ini pula juga di
observasi 951 pasien yang sudah berhenti merokok dengan rentan waktu 4.9 tahun dengan
rata-rata 320 hari telah berhenti merokok
Pada tabel dibawah ini menyajikan data pasien yang berhenti merokok dan mengidap
penyakit lanjut , dispnea , dan eksaserbasi selama tahun sebelumnya. Prevalensi depresi
adalah 31% dan setengah dari pasien megampu pendidikan yang rendah bahkan hidup sendiri
dan sulit mencari informasi mengenai COPD.
Efek dari gejala klinis di sajikan pada tabel 2. Data dibawah menunjukkan bawah pasien yang
pernah mengalami riwayat kanker , depresi dan pernah dianjurkan oleh dokter untuk berhenti
merokok lebih sulit untuk berhenti merokok dibanding pasien yang tidak depresi tidak
memiliki riwayat kanker dan juga pernah dianjurkan oleh dokter untuk berhenti merokok .
Pasien yang memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk berhenti merokok adalah pasien yang
mengidap COP yang ringan. Pada pasien muda sulit untuk menganjurkan pasien untuk
berhenti merokok dibandingkan pasien diatas 70 tahun. Kemungkinan untuk berhenti
merokok juga rendah pada pasien dengan pemasukan yang rendah dan relatif sama pada
pasien yang tidak bekerja. Secara gender perempuan lebih mungkin untuk berhenti merokok
daripada pria.

Diskusi
Analisis hubungan antara faktor keparahan sosiodemografi PPOK terhadap berhenti
merokok dalam populasi pada pasien rawat jalan dengan COPD. Selama 5 tahun setelah
memulai penelitian terhadap PPOK rawat jalan, kemungkinan berhenti merokok adalah 45%.
Didapat bahwa berhenti merokok adalah Intervensi yang paling penting yang mempengaruhi
prognosis jangka panjang pada PPOK, tingkat penghentian yang diamati ini tampak agak
rendah. Di sini juga dapat dilihat ada hubungan yang signifikan dimana keparahan PPOK
lebih rendah yang didefinisikan sebagai GOLD A-D terhadap peluang untuk berhenti
merokok. Sebagai pengetahuan kita, ini adalah pertama kalinya GOLD A-D dikaitkan
berhenti merokok. Di sini juga ditemukan ada hubungan antara keparahan COPD menjadi
lebih rendah seperti yang didefinisikan oleh GOLD 1-4 dan kemungkinan lebih rendah untuk
berhenti merokok.

Studi sebelumnya telah menilai hubungannya dengan FEV1 tetapi hasilnya masih
kurang jelas. Suatu penelitian menemukan hubungan antara mengurangi FEV1 dan berhenti
merokok, tetapi ini tidak diterapkan pada pasien dengan PPOK. Didapatkan bahwa
pembatasan aktivitas pasien dengan PPOK telah dikaitkan dengan pasien untuk berhenti
merokok, tetapi hal yang terpenting bahwa memburuknya kesehatan pasien akan membuat
pasien sadar dan meningkatkan motivasinya untuk berhenti merokok, yang didukung juga
oleh dokter untuk berhenti merokok sepenuhnya. Selanjutnya ditemukan juga bahwa ada
hubungan antara usia yang lebih muda dengan kesulitan berhenti merokok, dimana usia lebih
tua lebih mengusahakan untuk berhenti merokok. Schiller dan Ni menemukan bahwa perokok
muda berusaha menghentikan aktivitas merokoknya tetapi pasien yang lebih tua cenderung
lebih berhasil dalam menghentikan aktivitas merokoknya.
Depresi dikaitkan dengan tingkat usaha berhenti merokok yang lebih rendah pada
pasien PPOK. Pasien PPOK dengan gangguan kejiwaan kemungkinan 83% gagal berhenti
merokok. Klaim penggunaan antidepresan mungkin telah meragukan prevalensi terjadinya
depresi yang sebenarnya. Prevalensi 31% studi kohort menunjukkan antidepresan mungkin
telah meningkatkan gejala depresi di titik dimana mereka tidak lagi berurusan dengan usaha
berhenti merokok.
Pendapatan seseorang yang rendah dikaitkan dengan peluang yang lebih rendah pula
untuk berhenti merokok. Pendapatan rendah ini menghalangi akses terapi pengganti nikotin,
terutama yang dijual bebas dan tanpa subsidi. Ada penelitian populasi umum yang
menunjukkan korelasi pengaruh pendapatan dengan keberhasilan penghentian rokok, tetapi
ada pula penelitian yang tidak menemukan korelasi. Selain itu, ditemukan bahwa pasien yang
hidup sendiri lebih sulit berhenti merokok dibanding dengan pasien yang hidup dengan orang
lain. Tetapi di sebuah penelitian lain (di Rumania) menemukan bahwa pasien yang hidup
bersama dengan perokok akan lebih kecil kemungkinan untuk berhenti daripada pasien hidup
sendiri atau hidup dengan bukan perokok.
Pengangguran dikaitkan pula dengan tingkat berhenti merokok dimana orang
pengangguran lebih tinggi tingkat berhenti merokok-nya dibanding dengan orang yang
sedang bekerja. Selain itu, diamati pasien dengan kanker memiliki kecil kemungkinan untuk
berhenti merokok. Penjelasan logis mengenai ini adalah pasien terus merokok setelah
terdiagnosis kanker (perokok yang lebih bandel). Justru, ditemukan pasien yang tidak
mendapatkan saran untuk berhenti merokok cenderung melakukannya setelah mendapat
intervensi motivasi di klinik paru-paru.
Kekuatan Dan keterbatasan
Desain prospektif memastikan temporalitas antara karakteristik dasar dan penghentian
merokok, sedangkan sampel yang besar memberikan variasi yang baik terhadap keparahan
COPD.
Meskipun faktor faktor dapat dinsesuaikan mungkin terdapat faktor perancu dari jenis
tembakau yang dihisap, seperti perokok cerutu memiliki tingkat penghentian yang lebih
tinggi daripada perokok rokok dan pipa.Dari populasi sumber, 3.699 perokok dikeluarkan
karena tidak ada data tindak lanjut tentang merokok
Penelitian ini didapatkan bahwa perokok dengan COPD berat lebih cenderung untuk
melakukan follow up daripada perokok dengan COPD ringan, kemungkinan karena orang
dengan COPD ringan dipindahkan kembali ke perawatan primer. Namun, bias seleksi karena
tidak melakukan (mangkir) follow up akan berdampak pada hasil penelitian.
Hal ini mungkin terjadi karena pasien dengan COPD berat yang berhenti merokok cenderung
hidup lebih lama daripada pasien yang tidak berhenti merokok, sedangkan pasien dengan
COPD ringan dan berhenti merokok distabilkan dan dipulangkan ke perawatan primer dan
mangkir dari follow up
Ini akan mengarah pada perkiraan yang berlebihan dari hubungan antara COPD ringan dan
penghentian merokok. Keterbatasan lain adalah kemungkinan kesalahan klasifikasi status
merokok, karena ini tidak divalidasi secara biologis
Stelmach dkk membandingkan tingkat merokok yang dilaporkan sendri dengan kadar
cotinine urin (biomarker paparan tembakau) pada pasien rawat jalan dengan COPD dan
menemukan bahwa prevalensi merokok yang dilaporkan sendiri secara signifikan lebih
rendah dibandingkan dengan prevalensi merokok yang divalidasi dengan pengukuran kotinin
urin.
Konsekuensinya, kita mungkin melebih-lebihkan penghentian selama masa follow up.
Selanjutnya, perubahan dalam merokok hanya dapat dinilai pada kontak, yang mungkin
menyebabkan terlalu lama waktu untuk berhenti merokok. Akhirnya, penelitian ini
melibatkan pasien rawat jalan saja, dan ekstrapolasi hasil untuk pasien diikuti oleh dokter
umum dan ahli paru berbasis rumah sakit harus dilakukan dengan hati-hati.

You might also like