You are on page 1of 8

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

A. Definisi
Dengue haemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian, terutam pada anak (Nursalam, 2005).
Demam dengue adalah contoh dari penyakit yang disebarkan oleh vektor. Penyakit
ini disebabkan oleh virus yang disebarka melalui populasi manusia yaitu oleh nyamuk
aedes aegypti. Nyamuk hidup didaerah tropis dan berkembang biak pada sumber air yang
pendek (Brunner & Sudart, 2002).
Demam berdarah atau demam berdarah dengue adalah penyakit febril akut dengan
penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu
dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup
berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe
(hiperendemisitas) dapat terjadi.

B. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4
serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III,
sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3
merupakan serotif yang paling banyak.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis,dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu tipe serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe lain.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh
dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe
yang paling banyak beredar.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula
Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
- Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
- Warnanya hitam dan belang-belang
- Menggigit pada siang hari
- Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap
- Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
- Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum
penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak
bersentuhan dengan tanah.
- Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.
Faktor predisposisi terjadinya DHF meliputi :
- Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih
- Banyaknya genangan air pada musim hujan
- Tidak menutup tempat penampungan air
- Kurangnya informasi mengenai DHF

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa
inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara
mendadak berupa:
1. Suhu tinggi (>37,5 oC)
2. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah),
3. Nyeri pada otot dan tulang, abdomen dan ulu hati
4. Mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan, lidah kotor, tidak ada nafsu makan
5. Diare, konstipasi
6. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan
retroorbital.
7. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin
ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk makula besar yang
kemudian bersatu dan muncul kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak
petekie. Pada awalnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh
tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-
bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau
lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari
dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis,
hematemesis, epistaksis melena, hematuria. Hati, limpa dan kelenjar getah
bening. umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan
beratnya penyakit.uga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah
menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda anak menjadi makin lemah, ujung jari,
telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat.
Klasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
ialah uji bendung (uji tourniquet). Panas 2-7 hari,trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena atau perdarahan gusi.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

D. Patofisiologi
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada
daya tahan manusia.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam
sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001). Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh
virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah
terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi
kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi .
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggorokan dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan
karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.Adanya kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam
rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga
pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang
cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi
yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan
klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan
pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau
akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh
darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat. Jika renjatan
atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan
kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan
koagulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena
pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi
trombosit dan kelainan fungsi trombosit.Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam
peredaran darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktivasi system koagulasi. Terjadinya
trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan
hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Trombositopenia yang
dihubungkan dengan menungkatnya megakariosit muda dalam sum-sum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi
trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit
terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Yang menentukan beratnya penyakit adalah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara
akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik.

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan
DHF, meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk penderita DBD adalah jumlah trombosit dan
kadar hematokrit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat menjadi pertanda
penyakit demam berdarah adalah:
- Ig G dengue positif.
- Trombositopenia, yaitu menurunnya jumlah trombosit darah hingga kurang dari
100.000/mm3
- Hemokonsentrasi; peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.
- Dua kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi
pleura (tampak melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia menjadi bukti
penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada
pasien yang anemia dan atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah
hematokrit yang tinggi dan trombositopenia memperkuat diagnosis terjadinya
Dengue Shock Syndrom (WHO, 2004).
- Leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan
basofilyang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit
pada saat peningkatan suhu pertama kali.
2. Isolasi virus
3. Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
4. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam
apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto
dada, BUN, creatinin serum.
5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokloremia.
- SGOT/SGPT mungkin meningkat.
- Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
- Waktu perdarahan memanjang.
- Asidosis metabolik.
- Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
6. Foto toraks lateral dekubitus kanan
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler

F. Penatalaksanaan
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue :
1. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau
kejang-kejang
2. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif,
kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
3. Panas disertai perdarahan
4. Panas disertai renjatan
Belum atau tanpa renjatan:
1. Grade I dan II :
a. Oral ad libitum atau
b. Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB
< 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari
c. Untuk anak dengan BB < 10 kg bersama-sama diberikan minuman oralit, air buah
atau susu secukupnya
d. Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebnyak-
banyaknya dan sesering mungkin.
e. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24
jam yang diestimasikan sebagai berikut :
· 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
· 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
· 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
· 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
· Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti
panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan Renjatan :
2. Grade III
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan
Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus
tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun
waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24
jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan
kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
· 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
· 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
· 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
· 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander ( dextran L atau
yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30
mL/KgBB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan
cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau
plasma ekspander ( dextran L atau lainnya ) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan
dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

You might also like