You are on page 1of 9

34 Subchan et al Respon superovulasi

PERBEDAAN WAKTU PENYUNTIKAN HORMON FSH TERHADAP RESPON


SUPEROVULASI SAPI ANGUS
TIME DIFFERENCE INJECTING FSH HORMONES AGAINST SUPEROVULATION
RESPONSES OF ANGUS CATTLE
FA Subchan1a, R Handarini1, dan SW Siswanti2
1Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak
Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.
2 Balai Embrio Ternak CIpelang.

ABSTRACT
Efforts to increase the cattle population can be done by applying embryo transfer biotechnology.
Superovulation is the key to success of embryo transfer. The purpose of this study to examine the
time difference injecting FSH hormones against superovulation responses of Angus Cattle. This study
using 12 Angus Cattle donor which have been on rectal palpation to determine the ovaries condition
and then synchronized with progesterone preparat. The study design used is RAL, consist of three
treatments: intramuscularly FSH injections in P1: 7th day, P2: 8th day, P3: 9th day. FSH injection is
performed by reducing the doses in the morning and afternoon i.e 4 ml, 3ml, 2ml, 1ml. In the 3rd day
after injection of FSH, Angus injected with PGF2α in the morning and remove the progesterone
preparat the afternoon. Two days later, IB is performed and seven days after IB, embryo were
collected. Data analysis using variance analysis. The results show that the time difference of FSH
hormone injections doesn’t have significant effect (P> 0.05), but the parameters of FSH hormone
injections on day 9 show a better superovulation response to the number of CL, number of embryos,
and the proportion of transfer decent embryo.
Keywords: FSH hormone injections, superovulation renponse, Angus cattle

ABSTRAK
Upaya peningkatan populasi sapi dapat dilakukan dengan menerapkan bioteknologi transfer embrio.
Superovulasi merupakan kunci keberhasilan transfer embrio. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
perbedaan waktu penyuntikan hormon FSH terhadap respon superovulasi sapi angus. Penelitian ini
menggunakan sapi donor angus sebanyak 12 ekor sapi yang telah di palpasi rektal untuk mengetahui
kondisi ovarium kemudian disinkronisasi dengan preparat progesteron. Rancanngan penelitian yang
digunakan yaitu RAL, dengan 3 perlakuan yaitu penyuntikan FSH secara intramuscular pada P1: hari
ke-7, P2: hari ke-8, P3: hari ke-9. Penyuntikan FSH dilakukan dengan dosis menurun pada pagi dan
sore hari masing-masing 4ml, 3ml, 2ml, 1ml. Hari ke-3 setelah penyuntikan FSH, pagi hari disuntik
dengan PGF2α dan sore harinya dilakukan pencabutan preparat progesteron. Dua hari kemudian
dilakukan IB dan tujuh hari setelah IB dilakukan koleksi embrio. Data hasil penelitian dianalisis
dengan analisis ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan waktu penyuntikan hormon
FSH tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05), namun secara parameter penyuntikan
hormon FSH pada hari ke-9 cenderung memberikan hasil respon superovulasi yang lebih baik
terhadap jumlah CL, jumlah embrio, dan proporsi embrio layak transfer.
Kata Kunci: penyuntikan hormon FSH, respon superovulasi, sapi Angus

FA Subchan, R Handarini dan SW Siswanti. 2016. Perbedaan Waktu penyuntikan Hormon FSH
Terhadap Respon Superovulasi Sapi Angus. Jurnal Peternakan Nusantara 2(2): 159 – 166.
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 2 Nomor 1, April 2016 35

MATERI DAN METODE


PENDAHULUAN
Produktivitas dan mutu genetik Materi
ternak merupakan permasalahan yang Penelitian dilaksanakan selama 40
dihadapi dalam bidang peternakan di hari. Lokasi penelitian di Balai Embrio
Indonesia. Direktorat Jendral Ternak Cipelang Bogor pada bulan
Peternakan (2015) menyatakan bahwa Maret sampai bulan April 2016.
pada tahun 2015 populasi sapi potong Penelitian ini akan menggunakan 12
pada Tahun 2015 sebanyak 15.494.288 ekor sapi angus sebagai sapi donor.
ekor. Hal ini menunjukan bahwa Syarat sapi donor: kisaran umur 4 – 7
peningkatan permintaan untuk tahun, bobot badan 500 – 700 kg, telah
memenuhi protein hewani tidak beranak minimal 1 kali.
diimbangi dengan ketersediaan daging Bahan lain yang digunakan: hormon
dan susu sapi nasional yang progesteron, hormon superovulasi
mengakibatkan harga daging sapi Follicle Stimulating Hormone, hormon
menjadi relatif mahal. Solusi pemerintah prostaglandin (PgF2α), gel pelumas
untuk mengatasi hal tersebut adalah (sebagai bahan pelicin agar tidak terjadi
melakukan impor ternak hidup untuk luka) untuk aplikator progesteron,
meningkatkan produksi ternak. Namun, iodine povidone, alkohol, kapas, tissue,
solusi tersebut dalam jangka panjang media laktat ringer (NaCl fisiologis
dapat menyebabkan ketergantungan sebagai media pembilas embrio) yang
impor ternak kepada negara lain. Oleh ditambah antibiotik (penicilin,
karena itu, teknologi transfer embrio streptomycin), fetal calf serum (media
(TE) menawarkan jalan untuk flushing yang berasal dari serum fetus
meningkatkan dan mengembangkan sapi yang mengandung zat yang
produksi daging secara berkelanjutan dibutuhkan oleh oosit selama proses
melalui peningkatan efektivitas kultur in vitro) serta lidocaine (untuk
reproduksi betina produktif. anastesi epidural).
Superovulasi merupakan salah satu Alat yang digunakan sesuai dengan
syarat utama yang harus dipenuhi dan tahapan pelaksanaan yaitu:
merupakan perlakuan rekayasa superovulasi, inseminasi buatan, koleksi
sehingga seekor sapi donor dapat embrio dan evaluasi embrio.
menghasilkan lebih dari dua sel telur
Pelaksanaan superovulasi
pada satu kejadian proses ovulasi.
menggunakan alat: aplikator preparat
Superovulasi bertujuan memperbanyak
hormon progesteron, spuit berukuran 5
oosit yang diovulasikan dengan
ml dengan jarum suntik berukuran 18
menggunakan hormon gonadotropin
dan 22 G untuk penyuntikan FSH dan
eksogen seperti Follicle Stimulating
PGF2α, tambang dan sarung tangan.
Hormone (FSH) dengan cara
penyuntikan hormon secara terus- Alat untuk pelaksanaan inseminasi
menerus selama empat haridengan buatan (IB): gun IB, plastic sheet IB,
dosis menurun. Pemberian hormon kontainer N2 cair, semen beku, tweezer
tersebut dengan dosis tertentu dan gunting straw.
akanmenstimulasi proses pertumbuhan, Alat pelaksanaan koleksi embrio:
perkembangan, pematangan dan ovulasi servix expander untuk membuka lumen
dari sejumlah besar folikel pada ternak servic, folley catheter, inner stilet, selang
sapi. Penelitian ini bertujuan untuk silicon dengan Y-konektor, spuit 5 ml
menguji waktu penyuntikan hormon untuk anastesi epidural, spuit 20 ml
FSH yang tepat terhadap respon untuk fiksasi balon kateter, spuit 50 ml
superovulasi, jumlah embrio, dan untuk spul (desinfeksi saluran
kualitas embrio sapi angus. reproduksi) dengan iodine povidon,
36 Subchan et al. Respon Super Ovulasi Sapi Angus

botol media 500 ml untuk penampungan (Silva et al., 2009). Rumus response
media flushing, jarum ukuran 18 G, rate:
infusion tube, plastic glove dan gun spul. 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑠 𝑅𝑎𝑡𝑒
Alat untuk pelaksanaan evaluasi ∑ sapi donor menunjukkan respon
embrio: mikroskop stereo (Olympus =
∑ sapi donor yang disuperovulasi
SZ61 trinokuler digital) dengan × 100%
pembesaran 10 x, pipet pasteur, filter 2. Jumlah Corpus Luteum (CL), adalah
embrio, mikro pipet, balon pipet, petri jumlah CL yang terbentuk pada
dish 90x15 mm (searching dish) dan ovarium kiri maupun kanan.
petri dish 35 x 12 (storage dish).
3. Embryo Recovery Rate (ERR), yaitu
Perlakuan jumlah embrio yang dikoleksi
dibagi jumlah CL yang terbentuk.
Perlakuan yang diberikam pada sapi e𝑚𝑏𝑟𝑦𝑜 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑒 (𝐸𝑅𝑅) =
donor angus adalah sebagai berikut: P1 ∑ embrio yang dikoleksi
× 100%
= penyuntikan hormon FSH dimulai ∑CL yang terbentuk
pada hari ke-7. P2 = penyuntikan 4. Kualitas embrio layak transfer,
hormon FSH dimulai pada hari ke-8. P3 grade: A, B, C. yaitu embrio yang
= penyuntikan hormon FSH dimulai mempunyai persentase embrio
pada hari ke-9. layak transfer dihitung dengan
rumus
Rancangan Percobaan :
Presentase Embrio Layak Transfer =
Rancangan yang digunakan dalam ∑ embrio layak transfer
penelitian ini adalah Rancangan Acak ∑ embrio yang dikoleksi
× 100%
Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan.
Masing-masing perlakuan diulang Analisis Data
sebanyak 4 kali. Ternak yang digunakan
dalam penelitian ini sejumlah 12 ekor. Data yang diperoleh dianalisis dengan
Model matematika untuk RAL menurut sidik ragam (ANOVA) dan jika perlakuan
Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut: berpengaruh nyata terhadap peubah
yang diamati maka analisis dilanjutkan
Yij = µ + τi + Ɛij
dengan uji lanjut jarak ganda Duncan
Keterangan : dengan menggunakan bantuan piranti
Yij = respon percobaan karena pengaruh program SPSS 16.
perbedaan waktu penyuntikan FSH pada
waktu penyuntikanyang berbeda (i) dan Prosedur Pelaksanaan
ulangan ke-j.
Pemilihan Sapi Donor
µ = rataan umum hasil percobaan.
Seleksi sapi donor yaitu menyeleksi
τi = perlakuan ke-i. sapi donor yang layak untuk di
Ɛij = nilai galat perlakuan ke-i dan superovulasi. Cara seleksi sapi donor
ulangan ke-j. yaitu dengan memilih sapi yang tidak
memiliki gangguan reproduksi,
Peubah yang Diamati kemudian melakukan palpasi rektal
Parameter yang diuji adalah : pada calon sapi donor untuk
memastikan bahwa sapi tidak bunting,
1. Respons Rate, yaitu perbandingan
dilakukan dengan cara mengecek
jumlah ternak donor yang
kondisi folikel dan CL pada ovarium
menunjukkan respon. Sapi
calon sapi donor.
dianggap memberikan respon
apabila memiliki jumlah CL ≥ 3
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 2 Nomor 1, April 2016 37

Pemasangan Preparat Hormon Progesteron Koleksi Embrio


Sapi angus yang digunakan untuk Pada hari ke-7 setelah Inseminasi
penelitian di implant dengan preparat Buatan (IB), dilakukan palpasi rektal
hormon progesteron pada hari ke 0 untuk mengetahui respon superovulasi
selama 11 hari. Preparat hormon dengan mengecek kondisi ovarium.
progesteron merupakan alat yang Dilakukan pencatatan jumlah CL yang
terbuat dari batang silikon berbentuk terbentuk. Setelah itu lakukan koleksi
huruf T dan mengandung hormon embrio dengan metode pembilasan
progesteron. (flushing). Sapi yang akan di-flushing,
dimasukkan kedalam kandang jepit,
Perlakuan Hormon FSH kemudian dilakukan anastesi epidural
(antara sacrum terakhir dan tulang
Penyuntikan hormon FSH dilakukan pertama coccygeal) dengan lidocaine
secara intramuscular dan dilakukan chloride 2%. Setelah anastesi efektif,
pada waktu pagi dan sore selama 4 hari. servix expander (pembuka serviks)
Dosis hormon FSH sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam vagina dan
dengan cara penyuntikan yang ditempatkan pada bagian lumen serviks
dilakukan selama 4 hari yaitu pagi dan untuk memanipulasi serviks sehingga
sore masing-masing: 4 ml, 3 ml, 2 ml, 1 lintasan balon diangkat sedemikian rupa
ml. Jarak penyuntikan normal yaitu 8 – untuk memastikan media dapat
12 jam antara pagi dan sore. mengalir keluar semua. Pembilasan
dilakukan 8 – 10 kali sampai media
Penyuntikan Hormon PGF2α dan laktat ringer habis (500 ml).
Pencabutan Preparat Hormon Progesteron Pembilasan dilakukan berulang untuk
kornua yang kiri/kanan dan juga pada
Pada hari ke-3 setelah penyuntikan
bagian corpus uteri dengan prosedur
FSH dilakukan penyuntikan PGF2α pada
yang sama, dengan harapan semua
pagi hari pada semua perlakuan.
embrio dapat tertampung dalam media
Kemudian pada sore harinya dilakukan
flushing. Selanjutnya media flushing
pencabutan preparat hormon
yang sudah tertampung dalam botol
progesteron.
media segera dibawa ke laboratorium
untuk dilakukan evaluasi
Inseminasi Buatan embrio.kateter terbuka.
Setelah dilakukan penyuntikan FSH, Tahap berikutnya adalah
PGF2α dan pencabutan preparat memasukkan folley cathether dengan
hormon progesteron maka dilakukan menggunakan stilet seperti ketika
inseminasi buatan pada hari ke 2 setelah melakukan IB dan ditempatkan pada
pencabutan preparat progesteron kornua uteri bagian kanan/kiri. Setelah
dengan interval 3 kali. Jika IB dilakukan folley cathether berada dalam uterus,
pada hari ke-11 di pagi dan sore hari udara di isi untuk fiksasi balon dengan
maka pada hari ke-12 IB dilakukan menggunakan spuit 20 ml sampai balon
hanya pagi hari, apabila IB dilakukan menutupi bagian dalam kornua untuk
pada hari ke-11 saat sore hari maka menghindari cairan (medium) keluar
pada hari ke-12 IB dilakukan pada pagi dari uterus ketika dilakukan flushing.
dan sore hari. Semen yang digunakan Setelah balon terfiksasi, stilet dicabut
adalah semen beku impor dari pejantan secara perlahan-lahan. Selang Y
bangsa angus dengan kualitas yang baik konektor disambungkan ke folley
dan silsilah pejantan yang jelas. cathether. Kedua selang silicon masing-
masing disambungkan ke media flushing
(laktat ringer) untuk memasukkan
media kedalam uterus dan yang satu lagi
38 Subchan et al. Respon Super Ovulasi Sapi Angus

ke botol media sebagai penampung HASIL DAN PEMBAHASAN


media hasil flushing.
RESPON SUPEROVULASI (RESPONS
Flushing (pembilasan) dengan RATE) DAN JUMLAH CORPUS
media laktat ringer yang sudah LUTEUM (CL)
ditambahkan antibiotik dilakukan
Keberhasilan dari perlakuan
secara bertahap sebanyak 20 – 50 ml.
superovulasi dapat dilihat dari respon
Setelah kornua uterus terisi 50 ml ovarium yang diukur dari banyaknya CL
media flushing, katup penghubung dari yang terbentuk akibat proses ovulasi
media laktat ringer ditutup dan katup dari folikel yang matang (de Graaf).
penghubung ke botol media dibuka Semakin banyak CL yang terbentuk
sehingga media yang ada dalam kornua dapat dikatakan semakin tinggi pula
mengalir ke dalam botol media. respon dari program superovulasi.
Dengan metoda palpasi kornua Menurut Muawanah (2000) beberapa
faktor yang mempengaruhi respon
Evaluasi Embrio ternak donor terhadap superovulasi
Media hasil pembilasan disaring antara lain faktor umur ternak donor,
menggunaan penyaring embrio dengan dosis ret). Namun gangguan pencernaan
diameter 70 μm untuk mendapatkan tersebut tidak mengganggu tingkat
embrio dan dievaluasi. Embrio konsumsi sehingga tidak dilakukan
ditempatkan dalam cawan petri besar penggantian untuk kedua domba
100 x 100 mm (berisi medium pembilas tersebut. FSH yang digunakan dan
diambil dengan mikro pipet dengan jumlah pemakaian ternak tersebut
bantuan mikroskop stereo dengan sebagai donor. Saito (1997),
pembesaran (10 – 20 kali). Embrio yang menyatakan ada dua parameter utama
dikoleksi kemudian dipindahkan ke yang dapat digunakan untuk
dalam cawan petri kecil 35 x 10 mm menganalisis dan menginterpretasikan
(berisi media penyimpan). Pembesaran hasil superovulasi yaitu tingkat respon
mikroskop diperbesar hingga 50 – 100 ovarium dan tingkat perolehan embrio.
kali untuk mengevaluasi embrio lebih Semakin banyak CL yang terbentuk
cermat. Berdasarkan morfologi evaluasi pada ovarium maka semakin tinggi
embrio dilakukan untuk mengetahui tingkat respon superovulasi. Tingkat
embrio yang normal dan embrio yang respon superovulasi dan jumlah CL yang
abnormal. terbentuk pada sapi angus dapat dilihat
Jumlah embrio yang telah dikoleksi pada Tabel 4.
dihitung berdasarkan gradenya sesuai
Tabel 1 Respon Superovulasi/Respons
dengan pedoman dari International
rate dan rataan jumlah CL yang
Embryo Transfer Society (IETS), yaitu:
terbentuk
grade A, B, dan C (layak transfer) dan
grade D (tidak layak transfer). Embrio Donor (ekor) Corpus Luteum
Perla
grade A, B (dapat langsung dibekukan Jumla Respon
kuan
dan grade C dapat langsung h rate (%) Jumlah (Rataan
ditransferkan ke resipien, sedangkan P1 4 4 (100) 33 8,25±3,59a
embrio grade D (tidak layak transfer)
P2 4 4 (100) 52 13,00±8,16a
dibuang.
P3 4 4 (100) 90 22,50±9,00a
Keterangan: Hasil analisis ragam
menunjukkan tidak berpengaruh nyata
(P>0.05) terhadap rataan corpus luteum
(CL).
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 2 Nomor 1, April 2016 39

Berdasarkan data Tabel 4 dapat JUMLAH EMBRIO DAN EMBRIO


RECOVERY RATE (ERR)
diketahui nilai respon rate dan jumlah
CL dari masing-masing perlakuan. Hasil Setelah proses ovulasi terjadi maka
analisis ragam menunjukkan bahwa ovum yang diovulasikan akan
tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05) mengalami perkembangan setelah
dari tiap perlakuan terhadap nilai melalui proses fertilisasi menjadi
respon rate dan rataan jumlah CL yang embrio. Pada penelitian ini proses
dihasilkan. Walaupun hasil analisis fertilisasi dilakukan melalui program
ragam menunjukkan tidak ada pengaruh inseminasi buatan. Namun tidak semua
yang nyata (P>0,05) namun pada ovum yang di ovulasikan dapat
penyuntikan hormon FSH pada hari ke-9 difertilisasi dan menjadi embrio. Data
menunjukkan kecenderungan respon jumlah embrio yang dikoleksi hasil dari
superovulasi yang lebih baik yaitu superovulasi setelah ovulasi terjadi
dengan rataan jumlah CL sebesar kemudian dihitung persentase nilai ERR.
22,50±9,00. Hasil penelitian ini berbeda Menurut Prasetyo (2012) respon
jika dibandingkan dengan respon ovarium terhadap superovulasi, ditandai
superovulasi pada sapi angus pada dengan jumlah CL berkorelasi positif
penelitian Prasetyo (2012) hasil jumlah dengan jumlah embrio yang dihasilkan.
CL yang memiliki rataan sebesar 9 ± 4,6 Data hasil jumlah embrio dan embrio
dan Saimina (2015) respon dan hasil recovery rate (ERR) dapat dilihat pada
rataan CL pada sapi angus sebesar 11,75 Tabel 5.
± 8,26. Toilhere (1985) menyatakan
bahwa selain penyuntikan hormon FSH Tabel 2 Jumlah CL, embrio dan nilai ERR
tingkat ovulasi dapat dipengaruhi oleh hasil superovulasi
faktor lain seperti makanan, kondisi Embrio
Corpus Luteum Embrio
fisik, bangsa dan umur sapi donor. Recovery
Perlakuan
Hasil penelitian yang telah Jumlah Rataan Jumlah Rataan
Rate
(ERR)
dilakukan menunjukkan jumlah CL pada
tiap-tiap perlakuan menunjukkan P1 33 8,25±3,59 25 6,25±3,59a 75,76%
bahwa tidak ada pengaruh yang nyata P2 52 41 10,25±7,27 a
78,85%
13,00±8,16
(P>0,05) namun pada penyuntikan FSH a
P3 90 71 17,75±7,27 78,89%
pada hari ke-9 memiliki kecenderungan 22,50±9,00
hasil yang lebih baik yaitu dengan Keterangan: Hasil analisis ragam
rataan 22,50±9,00 kemudian pada hari menunjukkan tidak berpengaruh nyata
(P>0.05) terhadap rataan embrio.
ke-8 miliki rataan 13,00±8,16 dan pada
hari ke-7 memilik rataan 8,25±3,59. Berdasarkan hasil perhitungan
Menurut Malson (2014) tingkat ovulasi analisis ragam pada Tabel 5 diketahui
dan jumlah folikel yang matang akan bahwa masing-masing perlakuan tidak
lebih banyak apabila penyuntikan FSH memberikan pengaruh yang nyata
dimulai pada hari ke-9. Menurut (P>0,05) terhadap jumlah embrio yang
Sastrawiludin (2015) penyuntikan terkoleksi dan nilai ERR. Berdasarkan
hormon FSH pada hari ke-9 data hasil penelitian pada Tabel 5, pada
menghasilkan respon dan jumlah CL perlakuan P3 memiliki kecenderungan
yang terbaik dengan jumlah 94 dengan jumlah embrio dan nilai ERR yang lebih
rataan 15.67±9.33 namun pada jenis tinggi dengan rataan 17,75±7,27 ERR
sapi simental. Kemudian Situmorang 78,89% dibandingkan dengan perlakuan
(2010) menambahkan selain dari P2 dengan rataan 10,25±7,27 ERR
perbedaan jenis dan bangsa sapi donor 78,85% dan perlakuan P1 dengan rataan
dosis hormon FSH juga dapat 25±3,59 ERR 75,76%. Hasil ini lebih
mempengaruhi jumlah CL yang banyak dibandingkan penelitian Saimina
terbentuk. (2015) yang memiliki jumlah embrio
40 Subchan et al. Respon Super Ovulasi Sapi Angus

yang dikoleksi pada sapi donor angus karena tingginya kadar estrogen dari
dengan rataan 7,25±8,12 dan Prasetyo folikel de Graaf yang tidak mengalami
(2012) yaitu sebesar 9,3 ± 4,7. ovulasi (Saito 1997).
Sedangkan menurut Marsan (2012)
pada bangsa angus jumlah embrio yang
Kualitas Embrio Hasil Superovulasi
dikoleksi memiliki rataan 7,33±4,80.
Embrio yang telah dikoleksi dengan
Tinggi rendahnya perolehan metode flushing akan di evaluasi sesuai
embrio sangat ditentukan oleh berhasil dengan grade kualitas embrio.
tidaknya proses superovulasi oleh Perkembangan embrio dibedakan
hormon FSH terhadap folikel-folikel berdasarkan morfologi perkembangan sel-
yang menjadi target dari program sel blastomer yang terbentuk sesuai dengan
superovulasi. Keberhasilan superovulasi tahap perkembangannya (Saito 1997;
dapat diprediksi lebih awal dari Robertson dan Nelson 2010). Evaluasi
keberadaan CL yang terbentuk setelah embrio berpedoman pada klasifikasi
perlakuan superovulasi. Jika jumlah CL kualitas embrio menurut Saito (1997),
yang terbentuk banyak maka dimana kualitas embrio dibedakan ke
diperkirakan jumlah ovum yang dalam 5 klasifikasi kualitas (grade), yaitu :
diovulasikan akan banyak. Pada A, B, C, tidak berkembang atau
penelitian ini dapat dilihat bahwa pada degenerated (DG) dan tidak terbuahi atau
penyuntikan hormon FSH yang dimulai unfertilized (UF). Data penelitian hasil
hari ke-9 menghasilkan rataan jumlah kualitas embrio dapat dilihat pada tabel 6.
embrio 17,75±7,27. Hasil penelitian ini Hasil evaluasi embrio pada Tabel 6
lebih tinggi dibandingkan penyuntikan menunjukkan bahwa superovulasi
FSH pada hari ke-7 dan ke-8. Hal ini dengan penyuntikan hormon FSH pada
berhubungan dengan pendapat Lucy et hari ke-9 P3 menunjukkan total embrio
al. (1992) gelombang folikel kedua (hari (grade A,B,C) dengan jumlah 36, rataan
ke 8-9) merupakan gelombang folikel 9,00±7,35 lebih banyak dibandingkan
lebih sensitif terhadap hormon FSH. dengan perlakuan lainnya yang
Kemudian Malson (2014) menunjukkan jumlah kualitas embrio
menambahkan tingkat ovulasi dan grade A,B,C yang lebih sedikit. Hasil ini
jumlah folikel yang matang akan lebih lebih baik dibandingkan dengan
banyak apabila penyuntikan FSH penelitian Saimina (2015) yang
dimulai pada hari ke-9. Pada menyatakan bahwa pada sapi donor
penyunttikan hari ke-7 dan hari ke-8 angus memiliki kualitas embrio grade
menghasilkan jumlah embrio lebih A,B,C dengan rataan 4,00±7,35.
sedikit dikarenakan waktu penyuntikan Kemudian pada penelitian Marsan
hormon FSH yang kurang tepat. Waktu (2012) jumlah embrio grade A,B,C pada
optimal aplikasi gonadotropin akan sapi angus memiliki rataan 5,22±4,68.
memberikan hasil yang maksimal, Namun pada hasil penelitian Marsan
efisiensi waktu, tenaga, biaya, dan (2012) mempunyai grade A,B,C yang
penggunaan donor (Maidaswar 2007). lebih tinggi dibandingkan pada
Mapletoft (2006) menambahkan perlakuan P2 yang memiliki rataan
pemberian gonadotropin pada hari ke-9 4,75±2,99 dan pada penelitian Saimina
menghasilkan respon yang lebih baik (2015) memiliki jumlah embrio grade
karena lebih banyak folikel yang A,B,C lebih tinggi dibanding kan
matang. Selain itu kegagalan ovulasi perlakuan P1 yang memiliki rataan
dapat juga menyebabkan terjadinya 3,00±3,56.
kegagalan perkembangan embrio
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 2 Nomor 1, April 2016 41

Tabel 3 Kualitas embrio tiap perlakuan


Ulang-an Perlakuan I (grade) Perlakuan II (grade) Perlakuan III (grade)
Ke A,B,C D (DG,UF) A,B,C D (DG,UF) A,B,C D (DG,UF)
1 3 6 4 1 3 22
2 8 0 6 15 3 5
3 1 0 8 0 12 5
4 0 7 1 6 18 3

Jumlah
12(3,00±3,56)* 13(3,25±3,77)** 19(4,75±2,99)* 22(5,50±6,86)** 36(9,00±7,35)* 35(8,75±8,88)**
(rataan±SD)

Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rataan kualitas
embrio grade (A,B,C)* dan rataan kualitas embrio grade D (DG,UF)**.

Tabel 4 Presentase embrio layak transfer (PELT) dan presentase embrio tidak layak transfer (PETLT)

Embrio Embrio Grade Embrio Grade


Perlakuan PELT (%) PETLT (%)
Terkoleksi A,B,C D DG,UF
P1 25 12 48,00 13 52,00
P2 41 19 46,34 22 53,66
P3 71 36 50,70 35 49,30
Jumlah 137 67 70
(Rataan±SD) 45,67±23,35 22,33±12,34 48,35±2,20* 23,33±11,06 51,65±2,20**

Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap PELT*
dan PETLT**.

Hasil analisis ragam perbedaan waktu Hasil analisis ragam pada Tabel 7
penyuntikan hormon FSH tidak menunjukkan menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kualitas (P>0,05) pada persentase embrio layak transfer
embrio grade A,B,C yang layak transfer dan pada dan persentase embrio tidak layak transfer. Pada
kualitas embrio grade D tidak layak transfer. Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase embrio
layak trasnfer PELT sebesar 48,35±2,20%. Hasil
PRESENTASE EMBRIO LAYAK TRANSFER DAN penyuntikan hormon FSH pada hari ke-9
TIDAK LAYAK TRANSFER memiliki kecenderungan PELT lebih tinggi
50,70% dibandingkan dengan hasil penyuntikan
Embrio layak transfer adalah embrio yang
hormon FSH pada hari ke-8 dan ke-7. Namun
mempunyai bentuk morfologi sesuai tahap
pada penelitian Marsan (2012) mempunyai
perkembangan embrio dan mempunyai kualitas
PELT pada sapi donor angus lebih tinggi yaitu
dengan klasifikasi grade A, B dan C sedangkan
sebesar 70,59% dibandingkan pada hasil
embrio yang tidak layak transfer adalah embrio
perlakuan P3 dengan PELT paling tinggi pada
yang perkembangannya tidak sesuai dengan
penelitian ini. Sedangkan hasil penelitian Puspita
tahapan perkembangan yang telah dilalui atau
(2014) memilik PELT pada sapi donor angus
tidak berkembang degeneratif (DG) atau oosit
yang lebih rendah yaitu sebsar 50,00%.
yang tidak terbuahi atau unfertilized (UF).
Menurut Hafez (2008) embrio diklasifikasikan Hasil PETLT pada Tabel 7 menunjukkan
menjadi embrio layak transfer (excellent or good bahwa pada penyuntikan pada hari ke-9 paling
(grade A), fair (grade B), poor (grade C)) dan rendah (49,30%), hal ini menunjukkan respon
embrio tidak layak transfer (degenerate dan yang baik karena PETLT lebih rendah
unfertilized). Rataan jumlah embrio layak dibandingkan PELT. Hasil penelitian Marsan
transfer disajikan pada Tabel 7 . (2012) pada sapi donor angus menunjukkan
hasil yang lebih baik yaitu sebesar 9,56%.
42 Subchan et al. Respon Super Ovulasi Sapi Angus

Grimes (2008) melaporkan bahwa Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,


banyaknya embrio yang tidak berkembang Institut Pertanian Bogor. Bogor.
secara normal akan berpengaruh terhadap Muawanah. 2000. Superovulasi pada sapi perah
tingginya persentase embrio tidak layak transfer. fries holland (FH) dengan pemberian dosis
FSH yang berbeda. [Skripsi]. Fakultas
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prasetyo D. 2012. Tingkat Superovulasi pada
KESIMPULAN
Beberapa Bangsa Sapi dengan Sumber Follicle
Penyuntikan hormon FSH dapat Stimulating Hormone (FSH) yang Berbeda.
dilakukan pada hari ke-7, 8 dan 9. Terdapat [Skripsi]. Departemen Ilmu Produksi dan
kecenderungan perolehan CL, jumlah embrio Teknologi Pertanian, Fakultas Peternakan,
yang dikoleksi dan jumlah embrio layak transfer Institut Pertanian Bogor. Bogor.
yang tinggi pada penyuntikan hormon FSH hari Puspita ISA. 2014. Evaluasi Kualitas Embrio Hasil
ke-9 terhadap sapi donor Angus. Produksi Embrio In Vivo Pada Sapi Dengan
Bangsa Dan Umur Yang Berbeda. [Skripsi].
IMPLIKASI Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Direkomendasikan penyuntikan hormon Riandi A. 2001. Kajian efektivitas dosis hormon
FSH dilakukan pada hari ke-9 dengan dosis Follicle Stimulating Hormone (FSH) dalam
menurun (IM) terhadap sapi donor Angus. metode superovulasi pada ternak sapi.
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.
DAFTAR PUSTAKA Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Robertson I, Nelson RE. 2010. Certification and
[Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan identification of embryos. Chapther 9. in:
Ternak]. Buku Statistik Peternakan Tahun Manual of International Embryo Transfer
2015. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Society. 4th Ed. California, USA.
Produksi Peternakan, Departemen Pertanian Saimina NT. 2015. Pengaruh Umur Pada
Republik Indonesia. Superovulasi Sapi Donor Terhadap Jumlah
Grimes JF. 2008. Utilization of embryo transfer in Corpus Luteum, Produksi Total Embrio Dan
beef cattle. http://ohioline.osu.edu/anr- Jumlah Embrio Layak Transfer. [Skripsi].
fact/pdf/ANR_17_08.pdf. [06 Januari 2016]. Program Studi Peternakan. Fakultas
Hafez ESE. 2008. Preservation And Peternakan. Universitas Jendral Soedirman.
Cryopeservation of Gametes And Embryos in Purwokerto.
Reproduction in Farm Animal 7th Ed by E.S.E. Saito S. 1997. Manual on Embryo Transfer of
Hafez and B. Hafez. Lippincott Williams & Cattle. National Livestock Embryo Centre
Wilkins, Philadelphia. (NLEC) Cipelang and Japan International
Lucy WC, Savio JD, Badinga L, DelaSota RL, Cooperation Agency (JICA).
Thatcher WW. 1992. Factor that affect Sastrawiludin C. 2015. Perbedaan Waktu
ovarian follicular dynamics in cattle. J. Anim. Penyuntikan Folicle Stimulating Hormone
Sci. 70: 3615-3626. Terhadap Respon Superovulasi Sapi Donor
Maidaswar. 2007. Efisiensi superovulasi pada sapi Simental. [Skripsi]. Fakultas Pertanian
melalui sinkronisasi gelombang folikel dan Universitas Djuanda Bogor.
ovulasi. [Disertasi] Institut Pertanian Bogor. Situmorang P, Sianturi R, Kusumaningrum DA,
Bogor Triwulaningsih E. 2010. Pengaruh
Malson M. 2014. Embryo Transfer Basic Learn konsentrasi Follicle Stimulating Hormone
the details of an embryo transfer program, (FSH) terhadap tingkat ovulasi dan kelahiran
from prepping the donor to freezing embryos. kembar. JITV. 15(4): 278-285.
Angus Journal. Colorado State Universty. Steel RGD, James HT. 1993. Prinsip dan Prosedur
Amerika Serikat. (01): 124 – 125. Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mapletoft RJ. 2006. Bovine Embryo Transfer. IVIS Toelihere MR. 1985. Ilmu Kebidanan pada
Reviews in Veterinary Medicine, I.V.I.S. Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit Angkasa.
Western College of Veterinary Medicine, Bandung.
University of Saskatchewan, Canada.
Marsan A. 2012. Kualitas Embrio Hasil
Superovulasi pada Bangsa Sapi yang Berbeda.
[Skripsi]. Departemen Ilmu Produksi dan

You might also like