You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA

1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran telinga
luar (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala
setinggi mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang
di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga di
persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah mengumpulkan
gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke
gendang telinga.
Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya sekitar
2,5 cm dari dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan
dan di lapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi untuk
melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga.
Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas
telinga luar dengan telinga tengah adalah membran timpani atau gendang
telinga.
Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm.
Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian
tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari
membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan menghantarkan
fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran (osikel). Kekuatan
getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran
timpani.
2. Telinga Tengah
Telingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian
petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitu
meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani
keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti
palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan
meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu
masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang
berperan menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan
mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot
stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga
hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran
adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli yang
merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah
untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara membuka atau
menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka pada
saat menguap, menelan atau mengunyah.
3. Telinga Dalam atau Labirin.
Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk
pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam
berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam
tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa.
1. Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan
serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas
vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan
koklea dengan kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan
tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan
pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu
saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel
rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk
disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan.
Koklea berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus
koklearis yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran.
Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas
disebut skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada
bagian dasar disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala
media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media dengan
skala timpani dipisahkan oleh membran basiler.
2. Labirin Membranosa.
Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan
mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat
keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga pengaturan
keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus,
sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti.
Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus
terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak
pada membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan
reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris
tunggal interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping
dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis.

Mekanisme Pendengaran :
Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk
ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna)
yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara
yang masuk ke membrane timpani menyebabkan membrane timpani bergetar
dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan tulang-tulang
pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak dan selanjutnya
stapes menggerakkan foramen ovale serta menggerakkan cairan perilimf
pada skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui membrane reisner yang
mendorong endolimf dan membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya
menggerak perilimf pada skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala
timpani menimbulkan potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya diubah
menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke nukleus
koklearis, thalamus kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan.
(Tarwoto, 2009 : 234-253).

B. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui tubaeustachius (Kusuma,
Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013).
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah stadium dari penyakit telinga
tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid dan
membrane timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea),
purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang
timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.
OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus- menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

C. ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan
faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s
syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi
adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktorgenetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada
penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah hal ini primer atau
sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui
faktor apayang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya
berkembang menjadikronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir
tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa
metode kulturyang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama
dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme
lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafasatas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang
secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadapotitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggidibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya
sebagianpenderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau
bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder
masih belumdiketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untukmengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tubatidak mungkin mengembalikan tekanan negatif
menjadi normal.

D. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna
atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. Pada OMSK benigna, peradangan
terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di
sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat
kolesteatom. OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi
terletak marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang
berbahaya atau fatal. Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi
deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk.
Sehingga kolesteotoma bertambah besar (Arif Mansjoer, 2011).

E. PATHWAY : terlampir
F. TANDA DAN GEJALA
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan
pendengaran. (Arif Mansjoer, 2011). Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya
ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala
tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi
pada salah satu atau pada kedua telinga
 Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau
mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret
yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah
dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga
luar setelah mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid
dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
 Gangguan pendengaran. Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini
ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan
pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan
secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan
dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif.
Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
 Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan
bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri
dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
 Vertigo. Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid
ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan
negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui
rongga telinga tengah.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Arief Mansjoer (2011), Terapinya sering lama dan harus berulang-
ulang karena:
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus
paranasal,
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang.

Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.


Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal
retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.
Infeksi telinga tengah dan mastoid.
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui
aditus adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah
berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi
rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan
mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
Jenis pembedahan pada OMSK.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna,
antara lain adalah sebagai berikut :
1. mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy),
2. mastoidektomi radikal
3. mastoidektomi radikal dengan modifikasi,
4. miringoplasti,
5. timpanoplasti,
6. pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang
dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang
hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas
pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,
sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (
audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan
membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada
frekuensi percakapan terhadap skala ISO Derajat ketulian dan nilai
ambang pendengaran
1. Normal : 10 dB sampai 26 dB
2. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
3. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
4. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
5. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
6. Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan


fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada
hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan
tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias
membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari
15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran
yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani.
Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada
tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
b. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang,
terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi
radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat
membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang
berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu
seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan
adanya penyakit mastoid.

I. KOMPLIKASI
Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau
ketulian.
 Mastuiditis
 Cholesteatoma
 Abses apidural (peradangan disekitar otak)
 Paralisis wajah
 Labirin titis.

A. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Data Subyektif :
Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri
serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai
mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena
adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan
kepada membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk
didalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di
telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini
menyebabkan pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi telinga
perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya.
Data Obyektif :
Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus
diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis
eksterna dan media. Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga
(membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian
telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada
telinga tengah. Membran timpani yang normal memperlihatkan warna
yang sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau
terlihat batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga
harus digunakan otoskop. Bagian yang masuk ke telinga disebut
speculum (corong) dan dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk
pengkajian yang lebih cermat perlu dipakai kaca pembesar. Otoskop
dipakai oleh orang yang terlatih, termasuk para perawat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen Injury Biologis
2. Gangguan Persepsi sensori pendengaran b.d obstruksi pada kanal
auditory eksternus akibat infeksi oleh agen bakteri atau allergen.
3. Cemas b.d Kurang Pengetahuan
4. Resiko Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
b.d kesulitan menelan
5. Resiko Injury
C. INTERVENSI

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa NIC
NOC

1 Nyeri Akut b.d NOC : NIC :


Agen Injuri  Pain Level, Pain Management
Biologis  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
 Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan manajemen nyeri  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri)  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
berkurang personal)
 Tanda vital dalam rentang normal  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat

2 Gangguan Tujuan :Persepsi / sensoris baik.  Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat
Persepsi pendengaran secara tepat.
Kriteria hasil.
sensori  Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik
pendengaran  Klien akan mengalami peningkatan yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya
b.d obstruksi persepsi/sensoris pendengaran samapi pada ketulian lebih jauh.
pada kanal tingkat fungsional.  Observasi tanda-tanda awal kehilangan
auditory pendengaran yang lanjut.
eksternus  Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh
akibat infeksi dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik
oleh agen sistemik maupun lokal).
bakteri atau
allergen.

3 Cemas b.d NOC : NIC :


Kurang  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Pengetahuan  Coping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Kriteria Hasil :  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
 Klien mampu mengidentifikasi dan pasien
mengungkapkan gejala cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
 Vital sign dalam batas normal mengurangi takut
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan  Identifikasi tingkat kecemasan
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

4 Resiko NOC : NIC :


Pemenuhan  Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
Kebutuhan Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi makanan
Nutrisi Kurang  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Dari Kebutuhan tujuan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Tubuh b.d  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan pasien.
kesulitan  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
menelan  Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
berarti serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan

5 Resiko Injuri NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management (Manajemen


Kriteria Hasil : lingkungan)
 Klien terbebas dari cedera  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
 Klien mampu menjelaskan cara/metode dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien
untukmencegah injury/cedera dan riwayat penyakit terdahulu pasien

 Klien mampu menjelaskan factor resiko dari  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
lingkungan/perilaku personal (misalnya memindahkan perabotan)

 Mampumemodifikasi gaya hidup  Memasang side rail tempat tidur


untukmencegah injury  Membatasi pengunjung
 Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada  Memberikan penerangan yang cukup
 Mampu mengenali perubahan status kesehatan  Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Efiaty. 2007. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2013. Asuhan Keperawatan anak. Jakarta:
EGC

Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006. Patofisiologi konsep klinis dan proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC

Tarwoto, Aryani. Ratna, Wartonah. (2009). ANATOMI DAN FISIOLOGI untuk


MAHASISWA KEPERAWATAN. Jakarta : Trans Info Media

You might also like