Professional Documents
Culture Documents
SEPULUH NEGARA
Disusun Oleh :
1.3. KEWENANGAN
Adapun bentuk dari kewenangan ini dapat kita lihat melalui mekanisme-
mekanisme sebagai berikut;
2.3. KEWENANGAN
3.3. KEWENANGAN
4.3. KEWENANGAN
Masa jabatan Dewan Anggota Konstitusi adalah sembilan tahun, dan tidak
dapat diangkat kembali. Namun pemberhentian Dewan Konstitusi tidak secara
seranta. Melainkan sepertiga dari anggota berhenti setiap tiga tahun sekali. Artinya,
setiap tiga tahun akan ada tiga orang anggota baru yang menggantikan tiga orang
anggota yang berhenti.
5.3. KEWENANGAN
Secara historis, sistem hukum Korea Selatan cukup lama dipengaruhi oleh
tradisi konfusian. Sekalipun demikian, dalam perjalanannya sistem hukum di Korea
Selatan mengalami perubahan besar setelah dipengaruhi oleh tradisi hukum Jepang,
Prusia, Auatria, Prancis, dan juga Amerika Serikat.
8.3. KEWENANGAN
Berdasarkan ketentuan pasal 111 (I) Konstitusi Korea Selatan tahun 1987,
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan sebagai berikut ;
9.3. KEWENANGAN
Pada dasarnya, Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan memiliki 5
kewenangan. Hal ini diatur dalam pasal 167 Konstitusi Afrika Selatan. Pada
pokoknya, Mahkamah Konstitusi akan memutus final konstitusionalitas dari
undang-undang yang akan diproduksi oleh parlemen (Act of Parliament), peraturan
perundang-undangan daerah ataupun tindakan dari presiden Afrika Selatan. Selain
itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang untuk memeri jawaban definitif atas
permintaan pembatalan suatu ketentuan hukum yang dimohonkan oleh Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi, maupun pengadilan lainnya.
9.3.1. Abstract Review
Pengajuan terhadap suatu rencangan undang-undang dapat dimohonkan
oleh anggota Majelis Nasional kepada Mahkamah Konstitusi. Selain itu, anggota
Perwakilan Daerah juga dapat mengajukan permohonan constitutional review
terhadap rancangan peraturan perundangan tingkat daerah. Dalam tipe pengujian
tersebut Mahkamah Konstitusi memiliki tugas untuk melindungi pelaksanaan
otoritas konstitusional yang didistribusikan berdasarkan prinsip pemisanhan
kekuasaan ke dalam lembaga-lembaga negara.
9.3.2. Permohonan dari Pengadilan Umum selain Mahkamah Agung
Dalam sejumlah perkara, klaim pelanggaran hak-hak fundamentalis
bermuara dari hakim peradilan umum yang diduga keliru menafsirkan suatu
undang-undang yang menjadi dasar hukum sebuah perkara yang sedang
ditanganinya. Akan tetapi bukan tidak mungkin bahwa indang-undang itu sendiri
yang bertentangan dengan konstitusi. Apabila persoalan ini benar berlangsung,
maka pengadilan umum selain Mahkamah Agung dapat mengajukan review dan
selanjutnya Mahkamah Konstitusi dapat memutus suatu undang-undang tersebut
tidak konstitusional dalam artisan abstrak. Dan sebagai konsekuensi yuridisnya,
sejak putusan tersebut diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka undang-
undang yang bermasalah tadi secara keseluruhan tidak lagi memiliki validasi
konstitusional.
9.3.3. Banding atas Putusan “Supreme Court”
Dalam konstruksi hukum Dar Afrika Selatan, Mahkamah Konstitusi secara
spesifik ditempatkan pada puncak piramida sistem Peradilan. Konsekuendinya,
Supreme Court yang diduga mengandung pelanggaran kaidah-kaidah Undang-
Undang Dasar, oleh pemohon dapat mengajukan banding kepada Mahkamah
Konstitusi. Dalam permohonannya, secara jelas pemohon harus mencantumkan
ketentuan konstitusional apa saja yang telah dilanggar seperti terdapat dalam
putusan tersebut.
9.3.3. Sertifikasi Konstitusi Provinsi
Di Afrika Selatan selain produk perubahan konstitusi nasional, hasil
perubahan konstitusi provinsi juga harus memperoleh sertifikasi dari Mahkamah
Konstitusi. Perohonan untuk memperoleh sertifikasi tersebut harus diajukan secara
formal oleh juru bicara Parlemen, dan juga mencantumkan permintaan supaya
Mahkamah menjalankan fungsi tersebut.
9.3.4. Pengaduan konstitusional (“Constitutional Complaint”)
Berdasarkan Konstitusi Afrika Selatan tahun 1997, Mahkamah Konstitusi
diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pelanggaran hak
asasi manusia. Seperti lazimnya, perorangan atau kelompok dapat mengajukan
dugaan pelanggaran hak-hak dasar mereka kepada Mahkamah konstitusi.
Permohonan yang dapat diajukan secara langsung kepada Mahkamah
Konstitusi adalah perkara pelanggaran hak-hak konstitusional. Dugaan tersebut
harus disertai dengan keterangan para saksi yang disampaikan secara tertulis.
Dewasa ini, dalam prosedur yang berlaku di Mahkamah Konstitusi Afrika
selatan, terdapat ketentuan yang mengatur, bila ada pihak yang merasa dalil-dalil
yang dikemukakan oleh pemohon pertama mengandung suatu kejanggalan, maka
pihak tersebut bisa menjadi pemohon kedua untuk meregister permohonan kontra
terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon pertama.
BAB X
Pada tahun 1930-an Thailand sering diwarnai terik menarik antara kekuatan
otoritarianisme dan demokrasi. Tetapi di penghujung tahun 1932 sistem kerajaan
monarki absolut dapat dibinasakan dan diganti dengan monarki konstitusi. Tetapi
dalam perkembangannya, Thailand pernah beberapa kali mengalami coup d’etet
(kudeta militer) oleh kelompok militer. Sejak saat itu gagasan rule of law pada
kenyataanya tak lebih rule by law, korup dan sewenang-wenang.
Bagi sistem kerajaan Thailand, kehadiran Mahkamah Konstitusi adalah hal
yang sudah lama dinanti-nantikan. Pada tahun 1946, perancang konstitusi
menggagas satu organ bernama Constitutional Tribunal. Dalam Konstitusi 1946
komposisi Constitutional tribunal ditentukan berjumlah 15 orang. Tata cara
pengajuan calon anggota tribunal diatur secara inklusif dengan melibatkan
Parlemen, Kementrian Kabinet serta Komite Tribunal. Dan akhirnya dengan
ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kerajaan Thailand tahun 1997 Mahkamah
Konstitusi secara resmi dibentuk untuk menjaga keutuhan konstitusi.
10.3. KEWENANGAN