You are on page 1of 27

PERADILAN KONSTITUSI DI

SEPULUH NEGARA

Untuk memenuhi tugas meresume buku


Mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi dan Praktik

Disusun Oleh :

NAMA : DIMAS BAGUS SANTOSO


NIM : 140710101082
KELAS : B

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
SEMESTER GENAP 2015/2016
BAB I

MAHKAMAH KONSTITUSI AUSTRIA

1.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Negara yang dapat dianggap pelopor dalam pembentukan Mahkamah


Konstitusi di Eropa adalah Austria yang mengadopsi ide pembentukannya dalam
UUD 1920. Proses pendewasaan sistem ketatanegaraan mulai berlangsung pada
masa berlakunya konstitusi 1848. Perubahan itu sendiri berlangsung ketika
Konstitusi 1948 memuat rangkaian ketentuan yang mengatur hak asasi manusia.
Pada tahun 1849, Reich Constitution dibentuk menggantikan konstitusi
1948. Namun peristiwa itu tidak dapat berlangsung secara konsisten. Karena
melalui hak veto yang dimiliki oleh kaisar reichstog (parlemen) kemudian
dibubarkan. Perkembangan selanjutnya, sejak perang di Italia mengakibatkan
jatuhnya Lombardy, kondisi finansial kian lama kian mengkhawatirkan. Akhirnya
pada 1851 ditetapkan sebagai konstitusi baru sebagai wujud konkret upaya
perubahan intensif sistem ketatanegaraan. Berselang kurang lebih sembilan tahun
lamanya, Diploma Oktober ditetapkan oleh kaisar pada 1860. Tidak lama setelah
itu, Konstitusi 1867 (Dezemberverfassung) diberlakukan secara paralel atas
kekaisaran Austria dan Hungaris. Sepanjang periode ini keberadaan Konstitusi
tahun 1867 menciptakan ekspektasi atas kenegaraan yang lebih demokratis. Pada
masa ini terbentuklah kekuasaan kehakiman yang mandiri, dimana pengadilan ini
dapat mengendalikan seluruh kebijakan administratif. Pengadilan ini adalah
Pengadilan Tata Usaha Negara (verwaltungsgerichtshof). Akan tetapi,
verwaltungsgerichtshof secara kongkrit baru dapat menyelenggarakan seluruh
kewenangannya pada tahun 1876.
Setelah berlangsung hampir setengah abad lamanya, lahir konstitusi
Australia yang ditetapkan pada tahun 1920. Konstitusi yang merupakan rancangan
dari Hans Kelsen adalah satu-satunya hukum dasar Austria yang paling memenuhi
syarat. Karena dalam konstitusi tersebut, sistem demokrasi perwakilan, jaminan
atas hak asasi manusia dan berlakunya prinsip pemisahan kekuasaan memperoleh
suatu kepastian. Sebab itu, timbul gagasan untuk membentuk satu organ kgusus
guna menjamin terlaksananya seluruh kaidah-kaidah fundamentalis secara benar
dan berkeseimbangan. Organ ini disebut varfassungsgericht dan memiliki
kekuasaan untuk menegakkan nilai-nilai konstitusi.

1.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Mahkamah Konstitusi Austria anggotanya terdiri dari presiden, wakil


presiden, dan dua belas hakim anggota lainnya. Selain itu, Mahkamah juga
memiliki tujuh orang hakim yang berstatus hakim pengganti. Seluruh hakim secara
formal diangkat atas rekomendasi dari Presiden Federasi dan Parlemen.

1.3. KEWENANGAN

Dalam Konstitusi Austria, mahkamah mempunyai wewenang untuk;

1. Menentukan kadar konstitusionalitas undang-undang federal, negara


bagian, dan legitimasi peraturan perundang-undangan yang letaknya
dibawah UU;
2. Menguji perjanjian internasional secara umum;
3. Menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum presiden atau hasil
pemilihan parlemen;
4. Memutus sengketa kompetensi yang terjadi antara Peradilan Umum dan
Peradilan Administratif, atau Peradilan Administratif terhadap seluruh jenis
peradilan lainnya;
5. Memutus perkara impeachment terhadap pejabat tinggi negara yang diduga
melakukan pelanggaran hukum dalam menjalankan kewenangannya.

1.3.1. Menentukan Kadar Konstitusionalitas Undang-Undang Federal,


Negara Bagian, dan Legitimasi Peraturan Perundang-Undangan yang
Letaknya Dibawah Undang-Undang
Dibawah ketentuan Article 138 (2) B-VG, melaluipermintaan dari
Pemerintah Federal atau Pemerintah Daerah, Mahkamah Konstitusi dapat memutus
apakah suatu rencangan undang-undang seperti yang diusulkan oleh masing-
masing organ pemerintah itu, berada dalam kompetensinya masing-masing. Jika
Mahkamah Konstitusi berpendirian bahwa rancangan undang-undang tersebut
tidak konstitusional, maka rancangan undang-undang tersebut tidak dapat
diberlakukan. Artinya, Mahkamah dapat mencegah ditetapkanna rancangan
undang-undang tersebut, karena tidak konstitusional atau melampau
kompetensinya.

Adapun bentuk dari kewenangan ini dapat kita lihat melalui mekanisme-
mekanisme sebagai berikut;

1.3.1.1 Uji Konstitusionalitas Undang-Undang (Gesetzesprufung);


1.3.1.2 Uji Legalitas Peraturan Pemerintah (Verordnungsprufung);
1.3.1.3 Dikotomi putusan;
1.3.1.4 Uji Formal Konstitusi;
1.3.1.5 Kewenangan Khusus Administratif;
 Mekanisme Gugatan Perorangan (constitutional complaint).
1.3.1.6 Penyerahan Perkara dari Peradilan Umum;
 Mekanisme Penanganan Perkara
BAB II

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK FEDERAL JERMAN

2.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Mahkamah Konstitusi Federal Jerman Diadopsi bersamaan dengan


ditetapkannya Basic Law pada tahun 1949. Dalam Besic Law 1949 Mahkamah
Konstitusi diberi kewenangan besar yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan.
Menyadari pentingnya tugas Mahkamah Konstitusi, maka melalui kewenangan
yang dimiliki oleh organ ini perbuatan politik dapat dievaluasi serta ditentukan
kadar konstitusionalitasnya.
Ide pembentukan peradilan Negara sebenarnya dilatarbelakangi oleh
kebutuhan untuk menangani sengketa wewenang antara negara-negara bagian
bawah sistem Konfederasi Jerman 1815.Tetapi, dari tahun 1948 hingga tahun 1949,
harapan besar untuk mengembangkan tradisi peradilan negara ternyata tidak
terealisasikan. Namun akhirnya, pada periode Konstitusi Weimar 11 Agustus 1919,
organ Staatsgerichtshoh dapat dikatakan sebagai embrio Mahkamah Konstitusi
yang ada saat ini.
Momentum tahun 1918 hingga tahun 1933, Pengadilan Konstitusi dan
Judicial review dilengkapi oleh aneka kontroversi yang begitu hebat. Dan akhirnya,
pada saat Rapat Besar Konstitusi tahun 1948 tercapai kesepakatan untuk
menempatkan Constitutional Judicature ke dalam struktur ketatanegaraan.
Peradaban baru tersebut penuh dengan rambu-rambu untuk mengamankan warga
negara dari potensi kekuasaan negara yang amat menakutkan bagi sebagian
kalangan.

2.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Mahkamah Fderal pada hakikatnya mengalami pembelahan ke dalam dua


cabang (Tin-court). Komposisi Mahkamah Konstitusi FederalJerman terdiri dari 16
hakim. Delapan hakim mengisi panel pertama, dan delapan hakim lainnya mengisi
panel kedua secara umum, panel pertama menangani persoalan yang terkait dengan
hak-hak bendasar (besi Rights). Sedangkan panel kedua menangani masalah-
masalah politik, termasuk sengketa konstitusional dan menguji undang-undang
secara abstrak. Putusan yang dibuat oleh kedua senat itu secara institusional adalah
putus final dan mengikat.

2.3. KEWENANGAN

Kewenangan Mahkamah Konstitusi Federal Jerman diatur secara rinci dan


jelas dalam Article 93 dari Besic Law tahun 1949. Berdasarkan ketentuan tersebut,
organ yang bermarkas di Karlsruhe ini memiliki aneka kompetensi, antara lain
adalah:

2.3.1. Pengujian Konstitusionalitas (Constitutional Review)


Kewenangan ini diginakan untuk menyelesaikan perselisihan yang dihadapi
oleh lembaga-lembagatinggi negara. Kategori ini termasuk kewenangan untuk
menyelesaikan sengketa kewenangan antar Pemerintah Federasi dengan negara
bagian atau perselisihan yang melibatkan organ-organ tinggi dalam pemerintahan
federasi saja.

2.3.1.1. Judicial Review


Kewenangan ini digunakan ketika Mahkamah melaksanakan pengujian
norma hukum secara konkret, atau pada saat organ tersebut melakukan pengujian
undang-undang secara umum. Khusus terhadap pengujian norma hukum secara
abstrak, permohonan model ini biasanya sudah harus sudah diajukan kepada
Mahkamah Konstitusi paling lambat 30 hari setelah rancangan undang-undang
diadopsi secara final oleh parlemen, namun belum diundangkan.

2.3.1.2. Permohonan Konstitusional (Constitutional Complaint)

Adalah hak mengujikan petisi yang dimili secara perorangan ataupun


kelompok, ketika pemohon mendalilkan bahwa konstitusional yang bersangkutan,
seperti tercantum dalam Basic Law tahun 1949 telah dilanggar oleh aneka produk
hukum atau putusan Peradilan Umum.
2.3.1.3. Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilihan Umum
BAB III

MAHKAMAH KONSTITUSI ITALIA

3.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Sebelum Perang Dunia I Italia pernah memiliki sistem pemerintahan yang


boleh dikatakan demokratis. Namun, disekitar tahun 1922-an demokrasi Italia yang
apu dan agak korup secara mudah dicampakkan oleh seseorang bernama Mussolini.
Dapat dikatakan, bahwa diseminasi doktrin konstitusionalisme dan
demokrasi di negara In terjadi dalam tiga tahap; Tahap pertama terbawa oleh arus
gelombang Revolusi Inggris sekitar tahun 1796 dan 1814, yang pada akhirnya ingin
menghadirkan konstitusionalisme di dalam pemerintahan Italia; Pada tahap kedua,
terjadi saat terjadinya puncak kemenangan razim Mussolini. Mussolini setelah
membentuk kabinetnya, mulailah razim kediktatoran menjalankan langkah-langkah
sistematis. Salah satunya adalah membrangus instansi-instansi demokratis; dan
tahap ketiga adalah ketika tahun 1943 hingga 1948. Dimana pada masa ini adalah
masa transisi antara jatuhnya razim kediktatoran Mussolini dan kemudian
terbentuknya Konstitusi di Italia. Dengan dibuatnya Konstitusi tahun 1947, bangsa
Italia memandang penting untuk membuat instansi imparsial yang bertugas untuk
menjami konstitusi mereka. Dan pada akhirnya pada tahun 1948 Mahkamah
Konstitusi Italia terbentuk.

3.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Komposisi Mahkamah Konstitusi Italia terdiri dari 15 hakim. Para hakim


konstitusi itu berasal dari aneka latar belakang yang relatif bervariasi. Lima orang
hakim Konstitusi ditentukan oleh presiden, lima orang lainnya ditentukan oleh
Parlemen, dan lima sisanya ditentukan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata
Usaha Negara. Berdasarkan pasal 134 dan 135 Konstitusi Italia setelah mengalami
perubahan, durasi jabatan hakim konstitusi adalah sembilan tahun, dan tidak dapat
dipilih kembali.

3.3. KEWENANGAN

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Bab I Article 134 dari


Konstitusi 1948, Corte Costituzionale memiliki tiga kewenangan:

3.3.1. Mahkamah Konstitusi dapat memutus, konstitusionalitas suatu


undang-undang maupun rancangan undang-undang yang
dikeluarkan oleh pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah;
3.3.2. Menyelesaikan sengketa antar lembaga-lembaga negara, yang
masing-masing kewenangannya telah dialokasikan kepada
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau antar kekuasaan
peraturan daerah itu sendiri;
3.3.3. Melaksanakan dakwaan impeachment terhadap presiden berkenaan
dengan pelanggaran Konstitusi

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 135Konstitusi Italia,


Corte dapat diminta untuk menguji undang-undang (legislatif acts) mengenai
persoalan apakah suatu undang-undang benar-benar dilahirkan sesuai dengan tata
cara yang diatur dalam Konstitusi, dan juga mengenai apakah secara substansial
suatu undang-undang sesuai dengan prinsip-prinsip Konstitusi.
Mekanisme pengujian terhadap konstitusionalitas tersebut dapat dilakukan
melalui beberapa metode pungujian, yaitu:
1. “Abstract Review”
2. “Concrete Review”
3. Putusan Interpretatif
4. “Repporteur” Perkara
BAB IV

COUNCIL OF GRAND JUSTICES TAIWAN

4.1. SEJARAH PEMBENTUKAN


Pemikiran konstitusional modern Cina Taiwan sebenarnya baru dapat
berkembang secara progresif di akhir abad ke-19. Hal ini dapat terjadi akibat
intensitas hubunfan dengan dunia barat dan Jepang. Sepanjang periode itu rezim
diasosiasikan dengan kolepsnya dinasti Ching pada tahun 1911. Untuk mengatasi
hal ini rancangan draf perubahan konstitusi kemudian diusulkan oleh berbagai
elemen masyarakat. Akhirnya pada 1947 Konstitusi Cina Taiwan mulai berlaku,
dan terbentuklah lembaga Grand Justice yang bertugas untuk menginterpretasikan
konstitusi. Sekilas konstitusi ini menyerupai konstitusi-konstitusi yang terdapat di
negara-negara demokrasi liberal lainnya. Namun, tidak lama setelah itu partai
berkuasa, yaitu partai Nasional yang kemudian menetapkan Undang-Undang
Darurat. Melalui ketentuan ini presiden memiliki kekuasaan luar biasa besarnya
dalam hal mengendalikan seluruh aspek kehidupan bernegara.
Kekuatan itu mencakup penundaan atas pelaksanaan kebebasan dasar
seperti yang termaktub dalam konstitusi 1974. Sepanjang tahun 1949 hingga tahun
1987 Tiwan telah dibenamkan ke bawah hukum darurat militer. Undang-Undang
tersebut diberlakukan hingga tahun 1991. Semua itu menunjukkan betapa
kedudukan pemerintah terus menguat sehingga semakin leluasa untuk
mengintervensi dinamika kehidupan masyarakat.
Namun pada akhirnya pada dekade rezim Kuomintang (KMT) telah
memulai proses liberalisasi dan sekaligus menjadikan kekuasaan Grand Justices
jauh lebih aktif dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.

4.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Konstitusi Taiwan tahun 1947,


And Justices memiliki 17 anggota dan diangkat seluruhnya oleh presiden atas
persetujuan lembaga Pengawas Yuan. Dan masih dapat dipilih kembali.
Namun, melalui perubahan Konstitusi tahun 1997, anggota organ ini
diciutkan menjadi 15 orang. Masa jabatan hakim adalah delapan tahun, dan tidak
dapat dipilih kembali. Mekanisme pemilihan hakim merupakan semata-mata
kewenangan Presiden, namun sebelumnya para kandidat hakim harus diusulkan
oleh Komisi Pencalonan yang diketuai oleh wakil presiden.

4.3. KEWENANGAN

Melalui Pasal 78 Konstitusi Taiwan, Council of Grand Justices memiliki


dua kewenangan antara lain:
(1) Melakukan tafsir makna atas kaidah-kaidah konstitusi;
(2) Melaksanakan kesatuan penafsiran (unified interpretation) terhadap
peraturan perundang-undangan (laws) dan peraturan pemerintah
(ordinance)

4.3.1. Pengujian Konstitusional oleh “Grand Justices”


Dalam pengujian konstitusional, hanya lembaga pemerintah yang dapat
memohon kesatuan penafsiran terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah.
Namun Penafsiran atas kaidah-kaidah konstitusi juga dapat dimohonkan secara
perorangan setelah yang bersangkutan menganggap bahwa hak-hak
konstitusionalnya telah dizalimi. Namun demikian, permohonan baru dapat diajuka
kepada Council setelah seluruh upaya hukum biasa sudah ditempuh.

4.3.2. Sengketa Antar Lembaga Negara


Karena kewenangan lembaga-lembaga negara secara eksplisit ditentukan
dalam konstitusi, akibatnya Council dapat menyelesaikan sengketa kewenangan
antarlembaga negara yang kewenangannya telah diatur dalam konstitusi. Dengan
demikian, kewenangan Council untuk menyelesaikan sengketa antarlembaga-
lembaga negara jatuh ke dalam kategori penafsiran Konstitusi.
BAB V

DEWAN KONSTITUSI PERANCIS

5.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Dewan Konstitusi Perancis didirikan pada tahun 1958 yang bertepatan


dengan berlakuknya Konstitusi Republik Kelima. Sebelum berlakunya Konstitusi
Kelima, berlaku Konstitusi Republik Pertama (1792-1799), Kedua (1848-1852),
Ketiga (1875-1840) dan Keempat (1946-1958).
Dalam kronologis sejarah pembentukan organ pengawal konstitusi, pada
dasarnya sudah dirancang sejak tahun 1799. Konstitusi tahun 1799 sepakat
membentuk satu organ yang disebut Senate Conservatuer, tetapi organ ini tidak
berfungsi sebagaimana diharapkan. Kemudian institusi serupa dibentuk paralel
dengan diadopsinya Konstitusi Republik Kedua (1852). Namun organ ini juga
mengalami kegagalan. Sejak saat itu, dorongan untuk memperkuat peran Parlemen
terus berlangsung hingga ditetapkannya Konstitusi Republik Keempat.
Namun akhirnya pada Konstitusi Tahun 1946 mulai ada kecerahan dalam
pembentukan organ pengawal konstitusi. Hal ini ditandai dengan dibentuknya
organ pengawal Konstitusi yang disebut Committe Constitutionnel. Komposisi
organ tersebut terdiri dari Presiden Republik, Majelis Nasional, dan Senat. Namun
masalah yang dihadapi adalah, Komite Konstitusi hanya bertugas menyelesaikan
sengketa kewenangan antar dua kamar Parlemen.
Dan pada akhirnya dengan berlakunya Konstitusi Republik Kelima (1958)
di sepakatilah pembentukan Dewan Konstitusi Perancis. Tujuan utama dari para
pembentuk Konstitusi Republik Kelima adalah untuk mengubah status supremasi
Parlemen.

5.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Berdasarkan pasal 56 Konstitusi Republik Kelima Prancis tahun 1958


komposisi anggota Dewan Konstitusi Prancis ditentukan oleh tiga instansi
kenegaraan, yaitu:
 Tiga orang diangkat oleh Presiden;
 Tiga orang diangkat oleh Ketua Majelis Nasional; dan
 Tiga orang diangkat oleh Ketua Senat.

Masa jabatan Dewan Anggota Konstitusi adalah sembilan tahun, dan tidak
dapat diangkat kembali. Namun pemberhentian Dewan Konstitusi tidak secara
seranta. Melainkan sepertiga dari anggota berhenti setiap tiga tahun sekali. Artinya,
setiap tiga tahun akan ada tiga orang anggota baru yang menggantikan tiga orang
anggota yang berhenti.

5.3. KEWENANGAN

Wewenang yang diberikan Konstitusi Republik Kelima Prancis (1958)


kepada Dewan Konstitusi Prancis di antaranya adalah;

5.3.1. Dewan mengawasi jangkauan masing-masing undang-undang dan


peraturan. Segingga, Dewan Konstitusi memiliki tanggung jawab penuh
dalam menguji tingkat keselarasan produk hukum dengan konstitusi. Hal
ini meliputi undang-undang organik (secara umum) dan peraturan tata
tertib permanen National Assembly dan senat.
5.3.2 Pengujian terhadap perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah.
Selain itu, kewenangan untuk meratifikasi atau menyetujui perjanjian
Internasional.
BAB VI

MAHKAMAH KONSTITUSI HUNGARIA

6.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Hungaria pada masa lalu tergolong negara yang mengakui eksistensi


kekuatan absolut di bawah sistem kerajaan konservatif. Perspektif sejarah
menjelaskan bahwa periode ini disebut dark passion yang ,e,bawa Hungaria
terperosok ke dalam sistem pemerintahan berideologi fasis. Berbagai
perkembangan penting yang terjadi setelah berakhirnya rezim fasis sejalan dengan
pendekatan demokrasi.
Di penghujung bulan Januari tahun1989, Parlemen Hungaria mencapai
kesepakatan untuk membentuk Pengadilan yang terlepas sama sekali dari cabang
pengadilan umum. Oleh karena itu Mahkamah adalah instansi terpisah, Shui genetis
organ konstitusional, dan memiliki kekuasaan secara eksekutif dalam menjalankan
uji konstitusionalitas produk hukum. Tujuan utama dibentuknya Mahkamah
Konstitusi ini adalah untuk menguji konstitusionalitas undang-undang, melindungi
tatanan konstitusional serta hak-hak fundamental yang dijamin secara tegas dan
jelas dalam konstitusi.

6.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Mahkamah Konstitusi Hungaria terdiri dari 11 orang anggota. Ketua dan


Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk
masa jabatan selama tiga tahun.
Putusan Mahkamah Konstitusi adalah mengikat dan tidak dapat di Banding.
Putusan berkenaan dengan konstitusionalitas undang-undang ditentukan melalui
sedang pleno yang dihadiri oleh seluruh hakim. Sedangkan untuk menentukan
konstitusionalitas peraturan pemerintah, dapat dilakukan oleh panel hakim yang
terdiri dari tiga orang hakim.
6.3. KEWENANGAN

Melalui Undang-Undang XXXII tahun 1989 yang mengatur otoritas


Mahkamah Konstitusi, organ pengawal konstitusi itu memiliki delapan wenang
yaitu;
1. Pengujian secara ext Dante atas rancangan undang-undang, tata tertib
parlemen sebelum diberlakukan dan perjanjian Internasional sebelum
ditetapkan;
2. Pengujian secara ext Post atas undang-undang, dan juga peraturan
perundangan lain yang ditetapkan oleh pemerintahan negara;
3. Menguji perselisihan antara perjanjian internasional dengan undang-
undang, dan juga peraturan perundangan yang ditetapkan oleh
pemerintahan negara;
4. Memutus permohonan konstitusional berkenaan dengan pelanggaran hak-
hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi;
5. Menyisihkan suatu hal yang tidak konstitusional akibat kelalian;
6. Menghentikan sengketa kewenangan Siantar lembaga-lembaga negara
dengan pemerintah daerah, atau lembaga pemerintah lainnya, ataupun
sengketa kewenangan antar pemerintahan daerah;
7. Interpretasi Konstitusi;
8. Memeriksa seluruh perkara terkait dengan pelanggaran konstitusi.
BAB VII

MAHKAMAH KONSTITUSI FEDERASI RUSIA

7.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Pada dasarnya, sistem kenegaraan Soviet cukup lama menampakkan


keenggananya dalam membangun kekuasaan peradilan yang memiliki kewenangan
untuk menguji konstitusi. Hal ini bisa dimaklumi, karena terdapat kebutuhan akan
stabilitas sistem pemerintahan pada saat itu. Namun dengan runtuhnya negara
adidaya komunis Uni Soviet membuka jalan untuk berdirinya negara baru yang
demokratis, yaitu Federasi Rusia.
Berbicara mengenai Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia, pada dasarnya
sudah ada saat Konstitusi tahun 1978, tepatnya saat jabatan Presiden Gorbachev
akan berakhir. Nunung, seraya menunggu kehadiran Mahkamah Konstitusi secara
nyata, seluruh kewenangan Mahkamah dijalankan oleh Soviet Committe on
Constitutional Supervision. Organ ini adalah instansi transisional hingga
terbentuknya Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia.
Dan akhirnya pada tahun 1991 Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia bisa
terbentuk. Organ ini memainkan peranan yang penting dalam peta perpolitikan
Rusia. Mahkamah Konstitusi sendiri dibentuk bertujuan untuk menjamin hak asasi
manusia terhadap penyalahgunaan kekuasaan.

7.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Struktur organisasi Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia terdiri dari dua


kamar. Masing-masing kamar diisi oleh sepuluh dan sembilan orang hakim.
Sehingga jumlah keseluruhan hakim Mahkamah adalah 19 hakim.
Berdasarkan Pasal 128 Konstitusi Federasi Rusia, 19 hakim Mahkamah
Konstitusi diangkat oleh Dewan Federasi atas usul dari Presiden Federasi Rusia.
Masa jabatan dari kedua belas hakim tersebut adalah 12 tahu, dan tidak dapat dipilih
kembali.
7.3. KEWENANGAN

Dalam konsiderans Pasal 3Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi


ditegaskan bahwa untuk melindungi landasan sistem ketatanegaraan Federasi
Rusia, dan memotivasi pembelaan atas hak-hak dasar dan memperlakukan hak-hak
individu atau masyarakat secara terhormat dipandang perlu ada lembaga yang
memegang supremasi dalam menilai pelaksanaan Konstitusi di seluruh wilayah
Federas Rusia. Untuk itu, berdasarkan Pasal 3 Mahkamah Konstitusi diberi
kewenangan, meliputi pengujian:

7.3.1. Undang-Undang Federasi, rancangan undang-undang yang


diusulkan oleh Presiden Federasi Rusia, Dewan Federasi, Parlemen
Duma, Pemerintahan Federasi Rusia.
7.3.2 Konstitusi Republik Rusia, perjanjian, peraturan perundangan,
dan rancangan undang-undang yang diusulkan Liem komponen
Federas Rusia sehubungan dengan kewenangan lembaga-lembaga
negara pemerintahan Federasi Rusia, dan/atau kewenangan yang
dilaksanakan secara bersama-sama oleh lembaga negara
pemerintahan Rusia dengan lembaga-lembaga pemerintahan Rusia
dengan lembaga-lembaga pemerintahan negara dari komponen
Federasi Rusia.
Selain kewenangan untuk melakukan pengujian, Mahkamah Konstitusi juga
berwenang untuk menyelesaikan sengketa kewenangan, yang timbul:
7.3.3. Diantara lembaga-lembaga negara Federal Pemerintahan Negara;
7.3.4. Diantara lembaga-lembaga Pemerintahan Negara Federasi Rusia dan
lembaga Pemerintahan Negara Federasi Rusia dan lembaga
Pemerintahan Negara dari komponen Federasi Rusia;
7.3.5. Diantara lembaga-lembaga tinggi negara yang terdapat dalam
komponen Federasi Rusia;
7.3.6. Menerima keluhanatas pelanggaran hak-hak konstitusional dan
kebebasan masyarakat dan/atau atas permintaan pengadilan, guna
menyelenggarakan uji konstitusionalitas undang-undang yang
telah berlaku atau yang akan diterapkan pada perkara tertentu;
7.3.7. memberikan penafsiran terhadap kaidah-kaidah Konstitusi
Federasi Rudia;
7.3.8. Memberi pertimbangan hukum atas ketaatan menjalankan
ketentuan yang berlaku dalam menjatuhkan dakwaan kepada
Presiden Federasi Rusia mengenai dugaan kejahatan terhadap
negara atau pelanggaran berat lainnya;
7.3.9. Menjalankan kekuasaan lain yang ditentukan oleh Konstitusi
Federasi Rusia atau undang-undang Federasi yang memiliki sifat
hukum tata negara dan pemerintahan Federasi; dan juga memiliki
kewenangan untuk menguji perjanjian, berkenaan dengan
ketentuan Pasal 11 Konstitusi Federasi Rusia, yakni dalam
menentukan batas-batas kewenangan dan kekuasaan dan kekuatan
di antara lembaga-lembaga negara Federasi Rusia atau lembaga-
lembaga negara dari masing-masing komponen federasi Rusia,
sejauh pelaksanaan kewenangan ini tidak menyimpang dari hakikat
hukum serta tujuan lembaga peradilan yang melaksanakan uji
konstitusionalitas.
BAB VIII

MAHKAMAH KONSTITUSI KOREA SELATAN

8.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Secara historis, sistem hukum Korea Selatan cukup lama dipengaruhi oleh
tradisi konfusian. Sekalipun demikian, dalam perjalanannya sistem hukum di Korea
Selatan mengalami perubahan besar setelah dipengaruhi oleh tradisi hukum Jepang,
Prusia, Auatria, Prancis, dan juga Amerika Serikat.

Meskipun Korea Selatan pernah tergelincir ke dalam kekuatan militeristik,


namun akibat adanya perubahan secara revolusioner atas sistem hukum mereka,
situasi ini juga mengubah sistem hukum tata negara di Korea Selatan. Dan pada
akhirnya pada tanggal 29 September tahun 1980 rezim Chun Doo Hwan
mengumumkan rancangan draf konstitusi. Hukum dasar tersebut oleh berbagai
kalangan diasumsikan sebagai konstitusi paling demokrasi yang pernah berlaku di
Korea Selatan. Secara konseptual, rancangan draf konstitusi baru menganut sistem
penjaminan atas hak asasi manusia.

Pada masa berlakunya Republi Pertama (1948-1960), judicial review


diselenggarakan oleh lembaga negara yang asing-masing melaksanakan kekuasaan
kehakiman. Mahkamah Agung menguji peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh
pemerintah, sebaliknya Komisi Konstituional (Constitutional Committee) berkuasa
penyu memeriksa, mengadili dan memutusperkara pelanggaran Konstitusi.

Perkembangan selanjutnya, pada Republik Keempat (1971-1981)


membentuk kembali organ tersendiri yang disebut Mahkamah Konstitusi seperti
terdapat dalam Republik Pertama. Organ tersebut memiliki tugas dan kewajiban
untuk menguji konstitusionalitas produk hukum. Hal ini ternyata berlangsung terus
meneruh hingga Republik keenam (1988-2005).
8.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Mahkamah Konstitusi Korea Selatan terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim.


Hakim-hakim tersebut dicalonkan oleh Presiden Korea Selatan, Majelis Nasional,
dan Ketua Mahkamah agung. Diana masing-masing instansi mencalonkan 3 (tiga)
hakim. Masa jabatan seorang hakim konstitusi adalah 9 (sembilan) tahun dan
setelah itu tidak dapat dipilih kembali. Selanjutnya, Presiden Mahkamah Konstitusi
diangkat oleh Presiden Korea Selatan setelah memperoleh konfirmasi dari Majelis
Nasional.

8.3. KEWENANGAN

Berdasarkan ketentuan pasal 111 (I) Konstitusi Korea Selatan tahun 1987,
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan sebagai berikut ;

(1) Mengadili konstitusionalitas suatu undang-undang atas permintaan


Pengadilan;
(2) Pemakzulan (impeachment);
(3) Memutus pembubaran partai politik yang tidak konstitusional ;
(4) Menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga-lembaga negara;
(5) Memutus permohonan individu.

8.3.1. Mengadili Konstitusionalitas suatu Undang-Undang atas Permintaan


Pengadilan
Peradilan umum dapat menyerahkan suatu perkara kepada Mahkamah
Konstitusi, apabila perkara yang sedang ditangani oleh peradilan umum itu terkait
dengan upaya penemuan makna konstitusionalitas undang-undang yang tengah
diterapkan oleh peradilan umum. Penyerahan perkara kepada Mahkamah
Konstitusi dapat dilakukan atas inisiatif para pihak yang berperkara atau melalui
prakarsa hakim peradilan umum itu sendiri. dalam terminologi yang berlaku di
Korea Selatan hal itu disebut sua spnte.

8.3.2. Pemakzulan (Impeachment)


Pemakzulan atau lebih populer disebut impeachment adalah sebuah proses
dari sebuah badan legislatif yang secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap
seorang pejabat tinggi negara. Dalam Mahkamah Konstitusi Korea Selatan sendiri
pernah menangani kasus pemakzulan ini. Pada kasus perkara Chun Doo-hwan dan
Roh Tae-woo. Perkara tersebut diajukan oleh Chun dan Roh, yang mendalilkan
bahwa Undang-Undang yang diberlakukan surut, secara diametral bertentangan
dengan ketentuan pasal 13 Konstitusi Korea Selatan.
Setelah mengalami pengujian yang cup alot dan menyita banyak waktu,
pada tanggal 16 Februari 1996 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa diskresi
penuntutan yang dilandasi oleh undang-undang berlaku surut terhadap Chun dan
Roh adalah tindakan inkonstitusional.

8.3.3. Menyelesaikan Sengketa Kewenangan antar Lembaga-Lembaga


Negara
Kewenangan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan untuk menyelesaikan
sengketa antar lembaga negara selain termaktub dalam Konstitusi, secara
prosedural juga diatur melalui pasal 61 ayat (2) Undang-Undang tentang
Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan ini, permohonan baru dapat diajukan
oleh salah satu lembaga negara, jika tindakan dari lembaga negara sebagai pihak
tergugat melanggar atau membahayakan kompetensi dari lembaga tersebut, yang
masing-masing kewenangannya sudah ditentukan dalam konstitusi atau undang-
undang.

8.3.4. Memutus Permohonan Individu


Hampir semua negara yang memiliki Mahkamah Konstitusi, menganggap
permohonan jenis ini memiliki status yang penting dalam mempertahankan hak
asasi manusia. Berdasarkan pasal 68 ayat (2) Undang-Undang tentang Mahkamah
Konstitusi, jika peradilan umum menolak permohonan dari para pihak untuk
mengajukan perkaranya kepada Mahkamah Konstitusi, pemohonsecara langsung
dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, hal
yang harus dimohonkan berdasarkan dalil-dalil yang berbeda dengan yang pernah
diutarakan sebelumnya kepada peradilan Umum.
BAB IX

MAHKAMAH KONSTITUSI AFRIKA SELATAN

9.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Sejarah mencatat bahwa diskriminasi ras di Afrika Selatan sudah


berlangsung hampir lebih dari satu abad lamanya. Pada waktu itu peri kehidupan
orang-orang kulit hitam dibatasi oleh undang-undang dan peraturan rasial. Dengan
kata lain, hukum sebagai instrumen represif untuk membatasi perkembangan
potensi mereka dan bila perlu membinasakannya.
Namun dengan berjalanannya waktu, telaah empirik telah menunjukkan
bawa proses kompromi dan rekonsiliasi guna mengakhiri rezim apartheid diawali
dengan disusunnya draf rancangan Konstitusi Sementara (Interim constitution).
Konstitusi tersebut disahkan pada tanggal 27 April tahun 1994. Pada tahap pertama,
para negosiator menyepakati konstitusi sementara. Penetapan konstitusi itu akan
dilaksanakan oleh kelompok minoritas (kulit putih) yang terdapat dalam parlemen.
Pada tahap kedua, disepakati Mahkamah Konstitusi memberi sertifikasi atas naskah
akademik Konstitusi Final nantinya. Constitution Assembly yang komposisinya
terdiri dari anggota Majelis Nasional dan Senat memilik kekuatan untuk
mengadopsi konstitusi final tersebut.
Ketika itu para ahli dan tokoh-tokoh masyarakat yang berkolaborasi dalam
Constitutional Assembly secara maksimal berupaya mengintegrasikan relatif
seluruh keinginan masyarakat kedalam proses negosiasi itu. Cara pertisipastorik ini
melahirkan konstitusi final sebagai gambaran komprehensif dari isu politik yang
ada kala itu.

9.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Komposisi Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan terdiri dari Presiden,


deputi presiden, dan sembilan hakim anggota lainnya. Disamping itu, Presiden juga
mengangkat hakim pengganti apabila terjadi kekosongan jabatan hakim Mahkamah
Konstitusi. Bagi Afrika selatan Mahkamah Konstitusi adalah pengadilan tertinggi
terhadap seluruh perkara konstitusional. Sebab itu, Mahkamah Konstitusi hanya
memutus perkara konstitusional dan putusannya bersifat final dan mengikat. Untuk
pemilihan hakim konstitusi sendiri dipilih oleh presiden Afrika Selatan dengan
pertimbangan dari Judicial Service Commission dan pemimpin partai politik yang
terdapat dalam Majelis Nasional.
Hakim Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan diangkat untuk masa jabatan
satu kali 12 tahun. Dan hakim akan memasuki masa purna bakti jika mencapai umur
70 tahun. Model rekrutmen dan durasi jabatan seperti tertera di atas, dapat dikatakan
diilhami oleh sistem yang berlaku di Jerman.

9.3. KEWENANGAN
Pada dasarnya, Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan memiliki 5
kewenangan. Hal ini diatur dalam pasal 167 Konstitusi Afrika Selatan. Pada
pokoknya, Mahkamah Konstitusi akan memutus final konstitusionalitas dari
undang-undang yang akan diproduksi oleh parlemen (Act of Parliament), peraturan
perundang-undangan daerah ataupun tindakan dari presiden Afrika Selatan. Selain
itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang untuk memeri jawaban definitif atas
permintaan pembatalan suatu ketentuan hukum yang dimohonkan oleh Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi, maupun pengadilan lainnya.
9.3.1. Abstract Review
Pengajuan terhadap suatu rencangan undang-undang dapat dimohonkan
oleh anggota Majelis Nasional kepada Mahkamah Konstitusi. Selain itu, anggota
Perwakilan Daerah juga dapat mengajukan permohonan constitutional review
terhadap rancangan peraturan perundangan tingkat daerah. Dalam tipe pengujian
tersebut Mahkamah Konstitusi memiliki tugas untuk melindungi pelaksanaan
otoritas konstitusional yang didistribusikan berdasarkan prinsip pemisanhan
kekuasaan ke dalam lembaga-lembaga negara.
9.3.2. Permohonan dari Pengadilan Umum selain Mahkamah Agung
Dalam sejumlah perkara, klaim pelanggaran hak-hak fundamentalis
bermuara dari hakim peradilan umum yang diduga keliru menafsirkan suatu
undang-undang yang menjadi dasar hukum sebuah perkara yang sedang
ditanganinya. Akan tetapi bukan tidak mungkin bahwa indang-undang itu sendiri
yang bertentangan dengan konstitusi. Apabila persoalan ini benar berlangsung,
maka pengadilan umum selain Mahkamah Agung dapat mengajukan review dan
selanjutnya Mahkamah Konstitusi dapat memutus suatu undang-undang tersebut
tidak konstitusional dalam artisan abstrak. Dan sebagai konsekuensi yuridisnya,
sejak putusan tersebut diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka undang-
undang yang bermasalah tadi secara keseluruhan tidak lagi memiliki validasi
konstitusional.
9.3.3. Banding atas Putusan “Supreme Court”
Dalam konstruksi hukum Dar Afrika Selatan, Mahkamah Konstitusi secara
spesifik ditempatkan pada puncak piramida sistem Peradilan. Konsekuendinya,
Supreme Court yang diduga mengandung pelanggaran kaidah-kaidah Undang-
Undang Dasar, oleh pemohon dapat mengajukan banding kepada Mahkamah
Konstitusi. Dalam permohonannya, secara jelas pemohon harus mencantumkan
ketentuan konstitusional apa saja yang telah dilanggar seperti terdapat dalam
putusan tersebut.
9.3.3. Sertifikasi Konstitusi Provinsi
Di Afrika Selatan selain produk perubahan konstitusi nasional, hasil
perubahan konstitusi provinsi juga harus memperoleh sertifikasi dari Mahkamah
Konstitusi. Perohonan untuk memperoleh sertifikasi tersebut harus diajukan secara
formal oleh juru bicara Parlemen, dan juga mencantumkan permintaan supaya
Mahkamah menjalankan fungsi tersebut.
9.3.4. Pengaduan konstitusional (“Constitutional Complaint”)
Berdasarkan Konstitusi Afrika Selatan tahun 1997, Mahkamah Konstitusi
diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pelanggaran hak
asasi manusia. Seperti lazimnya, perorangan atau kelompok dapat mengajukan
dugaan pelanggaran hak-hak dasar mereka kepada Mahkamah konstitusi.
Permohonan yang dapat diajukan secara langsung kepada Mahkamah
Konstitusi adalah perkara pelanggaran hak-hak konstitusional. Dugaan tersebut
harus disertai dengan keterangan para saksi yang disampaikan secara tertulis.
Dewasa ini, dalam prosedur yang berlaku di Mahkamah Konstitusi Afrika
selatan, terdapat ketentuan yang mengatur, bila ada pihak yang merasa dalil-dalil
yang dikemukakan oleh pemohon pertama mengandung suatu kejanggalan, maka
pihak tersebut bisa menjadi pemohon kedua untuk meregister permohonan kontra
terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon pertama.
BAB X

MAHKAMAH KONSTITUSI THAILAND

10.1. SEJARAH PEMBENTUKAN

Pada tahun 1930-an Thailand sering diwarnai terik menarik antara kekuatan
otoritarianisme dan demokrasi. Tetapi di penghujung tahun 1932 sistem kerajaan
monarki absolut dapat dibinasakan dan diganti dengan monarki konstitusi. Tetapi
dalam perkembangannya, Thailand pernah beberapa kali mengalami coup d’etet
(kudeta militer) oleh kelompok militer. Sejak saat itu gagasan rule of law pada
kenyataanya tak lebih rule by law, korup dan sewenang-wenang.
Bagi sistem kerajaan Thailand, kehadiran Mahkamah Konstitusi adalah hal
yang sudah lama dinanti-nantikan. Pada tahun 1946, perancang konstitusi
menggagas satu organ bernama Constitutional Tribunal. Dalam Konstitusi 1946
komposisi Constitutional tribunal ditentukan berjumlah 15 orang. Tata cara
pengajuan calon anggota tribunal diatur secara inklusif dengan melibatkan
Parlemen, Kementrian Kabinet serta Komite Tribunal. Dan akhirnya dengan
ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kerajaan Thailand tahun 1997 Mahkamah
Konstitusi secara resmi dibentuk untuk menjaga keutuhan konstitusi.

10.2. ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI

Perdebatan yang mengemuka dalam tahap pembentukan sistem judicial


review biasanya terkait dengan pertanyaan apakah proses pengujian konstitusi itu,
dilakukan secara tersentralisasi atau di desentralisasi kepada seluruh tingkat badan
hukum. Persoalan ini ternyata pernah muncul pada saat Komisi Konstitusi Thailand
mempersiapkan draf rancangan Konstitusi 1997. Dalam draf rancangan Komisi
Konstitusi itu tertuang pemikiran, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi didesain
tidak berlaku secara retroaktif. Mereka sepakat bahwa ketika Mahkamah sedang
melakukan pengujian, maka proses irigasi di peradilan umum yang mengajukan
permohonan review itu, untuk sementara waktu harus menghentikan acara
persidangan hingga terbit putusan Mahkamah.
Mahkamah Konstitusi sendiri terdiri dari 15 orang anggota, yang tujuh
diantaranya berasal dari lima orang hakim Mahkamah Agung dan dua lainnya dari
Pengadilan Tata Usaha Negara. Sedangkan lima orang hakim lainnya harus
memiliki latar belakang hukum, dan tiga sisanya harus memiliki pengetahuan
politik.

10.3. KEWENANGAN

Secara umum Mahkamah Konstitusi Thailand memiliki beberapa


kewenangan. Pertama, organ ini berwenang untuk menentukan konstitusionalitas
undang-undang dan rencana undang-undang organik. Kedua, berwenang untuk
menyetujui atau tidak rekomendasi komisi Anti Korupsi agar seorang calon pejabat
publik tidak diangkat untuk menduduki pos jabatan tertentu. Ketiga, Mahkamah
Konstitusi memiliki kekuasaan untuk menyelesaikan sengketa antar lembaga-
lembaga negara.

10.3.1. Kewenangan Memutus Konstitusionalitas Undang-Undang dan


Rencangan Undang-Undang Organik
Secara konseptual dapat dikatakan bahwa irigasi konstitusional pada intinya
memiliki dua fungsi strategi, yaitu ;
(i) melindungi hak-hak fundamental masyarakat; dan
(ii) mengawasi seluruh aktivitas legislasi yang dilakukan
oleh organ-organ kekuasaan.
Untuk mencapai fungsi tersebut, Mahkamah Konstitusi Thailand memiliki
beberapa kewenangan, yang diantaranya adalah :

10.3.1.1. Menentukan Konstitusionalitas sebelum Undang-Undang


Ditetapkan
10.3.1.2. Memutuskan Konstitusionalitas Rancangan Undang-Undang
Organik
10.3.1.3. Memutus Konstitusionalitas Peraturan Darurat sebelum Ditetapkan
oleh Dewan Kementrian
10.3.1.4. Memutus Konstitusionalitas Undang-Undang atau Rancangan
Undang-Undang Organik yang Diusulkan Kembali oleh Dewan
Kementerian atau Anggota “House of Representative”
10.3.1.5. Memutus Konstitusionalitas Setelah Rancangan Undang-Undang
Diundangkan
10.3.2. Mempertimbangkan dan Memutuskan Kualifikasi Anggota House of
Representative, Anggota Senat, Kementerian, Komisi Pemilihan
Umum dan Setiap Pejabat yang Memangku Jabatan Politik Terkait
dengan Laporan tentang Harta Kekayaan
Konstitusi Kerajaan Thailand (1997) menghendaki constitution Court dapat
mempertimbangkan dan kemudian memutuskan kualifikasi atau status dari para
Pejabat Politik. karena itu Mahkamah Konstitusi dapat menimbang dan kemudian
mengadili (adjudicate) sehubungan dengan potensi korupsi yang tercermin dalam
laporan kekayaan yang diserahkan oleh pemangku jabatan politis tersebut,
persoalan ini diatur dalam Pasal 291. Jika pejabat yang dimaksud mengabaikan
untuk memperhatikan daftar kekayaannya, yang harus pula didukung dengan
dokumen akal hal tersebut, atau dengan sengaja memberi laporan secara tidak
benar, ataupun telah menyembunyikan fakta yang sebenarnya, maka seseorang
tersebut tidak dapat memangku jabatan tertentu, seperti yang telah ditentukan dalam
Pasal 295.

10.3.3. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menimbang dan Memutus


Perselisihan antar Lembaga-Lembaga Negara
Konstitusi Thailand (1997) menentukan bahwa organisasi kenegaraan harus
melaksanakan tugasnya sesuai dengan Konstitusi. Dalam menyelenggarakan
kewanangannya, organisasi kenegaraan tidak dibenarkan mencampuri atau
mempengaruhi tugas dan kekuasaan dari organisasi-organisasi kenegaraan lainnya.
Mahkamah Konstitusi tidak dapat mengadili dan memutus suatu
permohonan yang jatuh ke dalam kategori persengketaan fiktif. Artinya, pemohon
harus dapat membuktikan bahwasanya sengketa antar satu lembaga dengan
lembaga lainnya secara riil sedang terjadi. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi
diminta segera menghentikan aktivitas kewenangan negara yang dianggap
melampaui batas kewenangannya (overstepping).

You might also like