You are on page 1of 14

I.

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Metode numerik adalah teknik untuk menyelesaikan permasalahan-


permasalahan yang diformulasikan secara matematis dengan cara operasi
hitungan (arillimetic). Berbagai permasalahan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan matematik. Apabila
persamaan tersebut mempunyai bentuk sederhana, penyelesaiannya dapat
dilakukan secara analitis. Tetapi pada umumnya bentuk persamaan sulit
diselesaikan secara analitis, sehingga penyelesaiannya dilakukan secara numeris.
Hasil dari penyelesaian numeris merupakan nilai perkiraan atau pendekatan dari
penyelesaian analitis atau eksak. Karena merupakan nilai pendekatan, maka
terdapat kesalahan terhadap nilai eksak. Nilai kesalahan tersebut harus cukup
kecil terhadap tingkat kesalahan yang ditetapkan.
Dalam metode numerik terdapat beberapa bentuk proses hitungan atau
algoritma untuk menyelesaikan suatu tipe persamaan matematis. Hitungan
numerik dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari bentuk proses
hitungan yang paling efisien yang memerlukan waktu hitungan paling cepat.
Operasi hitungan dilakukan dengan iterasi dalam jumlah yang sangat banyak dan
berulang-ulang. Oleh karena itu diperlukan bantuan komputer untuk
melaksanakan operasi hitungan tersebut. Tanpa bantuan komputer metode
numerik tidak banyak memberikan manfaat.
Metode numerik sudah cukup lama dikembangkan, namun pemakaiannya
dalam permasalahan yang ada di berbagai bidang belum meluas. Hal ini
disebabkan karena pada masa tersebut alat bantu hitungan yang berupa komputer
belum banyak digunakan secara meluas. Beberapa tahun terakhir ini
perkembangan kemampuan komputer sangat pesat dan harganyapun semakin
terjangkau, sehingga terjadi peningkatan pemakaian metode numerik untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan. Saat ini metode numerik telah
berkembang dengan pesat dan merupakan alat yang sangat ampuh untuk me-
nyelesaikan permasalahan dalam berbagai bidang. Metode numerik mampu
menyelesaikan suatu sistem persamaan yang besar, tidak linier dan sangat
kompleks yang tidak mungkin diselesaikan secara analitis.
Meskipun metode numerik banyak dikembangkan oleh para ahli mate-
matika, tetapi ilmu tersebut bukan hanya milik mereka. Berbagai masalah yang
ada dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dapat digambarkan dalam bentuk
matematik dari berbagai fenomena yang berpengaruh. Misalnya gerak air dan
polutan di saluran, sungai dan laut, aliran udara, perambatan panas, defleksi suatu
plat dan balok, dan sebagainya dapat digambarkan dalam bentuk matematik.
Biasanya fenomena yang berpengaruh tersebut cukup banyak dan sangat
kompleks, dan untuk menyederhanakannya dilakukan beberapa anggapan
sehingga beberapa fenomena yang kurang berpengaruh dapat diabaikan.
Meskipun telah dilakukan penyederhanaan, namun sering persamaan tersebut
tidak bisa diselesaikan secara analitis. Untuk itu maka diperlukan metode
numerik untuk menyelesaikan persamaan tersebut.

1.2 Kesalahan (error)


Penyelesaian secara numeris dari suatu persamaan matematik hanya
memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (yang benar) dari
penyelesaian analitis. Berarti dalam penyelesaian numerik tersebut terdapat
kesalahan terhadap nilai eksak. Ada tiga macam kesalahan yaitu kesalahan
bawaan, kesalahan pembulatan dan kesalahan pemotongan.
Kesalahan bawaan adalah kesalahan dari nilai data. Kesalahan tersebut bisa
terjadi karena kekeliruan dalam menyalin data, salah membaca skala atau
kesalahan karena kurangnya pengertian mengenai hukum-hukum fisik dari data
yang diukur.
Kesalahan pembulatan terjadi karena tidak diperhitungkannya beberapa
angka terakhir dari suatu bilangan. Kesalahan ini terjadi apabila bilangan
perkiraan digunakan untuk menggantikan bilangan eksak. Suatu bilangan
dibulatkan pada posisi ke n dengan membuat semua angka di sebelah kanan dari
posisi tersebut nol. Sedang angka pada posisi ke n tersebut tidak berubah atau
dinaikkan satu digit yang tergantung apakah nilai tersebut lebih kecil atau lebih
besar dari setengah dari angka posisi ke n.
Sebagai contoh, nilai:
8632574 dapat dibulatkan menjadi 8633000
3,1415926 dapat dibulatkan menjadi 3,14

1.3 Kesalahan Absolut dan Relatif


Hubungan antara nilai eksak, nilai perkiraan dan kesalahan dapat diberikan
dalam bentuk berikut ini.

p = p* + Ee
dengan :
p : nilai eksak
p* : nilai perkiraan
Ee : kesalahan terhadap nilai eksak
Indeks e menunjukkan bahwa kesalahan dibandingkan terhadap nilai eksak.
Dari bentuk persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan adalah
perbedaan antara nilai eksak dan nilai perkiraan, yaitu :

Ee = p - p* (1.1)
Bentuk kesalahan seperti diberikan oleh Persamaan (1.1) disebut dengan
kesalahan absolut. Kesalahan absolut tidak menunjukkan besarnya tingkat
kesalahan. Sebagai contoh, kesalahan satu sentimeter pada pengukuran panjang
pensil akan sangat terasa dibanding dengan kesalahan yang sama pada
pengukuran panjang jembatan.
Besarnya tingkat kesalahan dapat dinyatakan dalam bentuk kesalahan
relatif, yaitu dengan membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai eksak.

𝐸𝑒
𝜀𝑒 = (1.2)
𝑝

dengan e adalah kesalahan relatif terhadap nilai eksak.

Kesalahan relatif sering diberikan dalam bentuk persen seperti berikut ini.

𝐸𝑒
𝜀𝑒 = x 100%(1.3)
𝑝

Dalam Persamaan (1.1), (1.2) dan (1.3) kesalahan dibandingkan terhadap


nilai eksak. Nilai eksak tersebut hanya dapat diketahui apabila suatu fungsi bisa
diselesaikan secara analitis. Dalam metode numerik, biasanya nilai tersebut tidak
diketahui. Untuk itu kesalahan dinyatakan berdasarkan nilai perkiraan terbaik dari
nilai eksak, sehingga kesalahan mempunyai bentuk berikut:

𝐸𝑎
𝜀𝑎 = x 100% (1.4)
𝑝∗

dengan:
Ea : kesalahan terhadap nilai perkiraan terbaik
p* : nilai perkiraan terbaik.

Indeks a menunjukkan bahwa kesalahan dibandingkan terhadap nilai


perkiraan (approximate value).
Di dalam metode numerik, sering dilakukan pendekatan secara iteratif. Pada
pendekatan tersebut perkiraan sekarang dibuat berdasarkan perkiraan
sebelumnya. Dalam hal ini, kesalahan adalah perbedaan antara perkiraan
sebelumnya dan perkiraan sekarang, dan kesalahan relatif diberikan oleh bentuk
berikut:

𝑃∗𝑛+1 − 𝑃∗𝑛
𝜀𝑎 = 𝑥 100% (1-5)
𝑃∗𝑛+1

dengan
P*n : nilai perkiraan pada iterasi ke n

P*n+1 : nilai perkiraan pada iterasi ke n +1

Contoh 1
Pengukuran panjang jembatan dan pensil memberikan hasil 9999 cm dan 9
cm. Apabila panjang yang benar (eksak) berturut-turut adalah 10.000 cm dan 10
cm, hitung kesalahan absolut dan relatif.
Penyelesaian
a. Kesalahan absolut
- Jembatan:

Ee = 10.000 - 9999 = 1 cm
- Pensil:
Ee = 10 - 9 = 1 cm
b. Kesalahan relatif
- Jembatan:

𝐸𝑒 1
𝜀𝑒 = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 0,01%
𝑝 10.000

- Pensil:

1
𝜀𝑒 = 𝑥 100% = 10%
10

Contoh tersebut menunjukkan bahwa meskipun kedua kesalahan adalah


sama yaitu 1 cm, tetapi kesalahan relatif pensil adalah jauh lebih besar.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa pengukuran jembatan memberikan hasil
yang baik (memuaskan), sementara hasil pengukuran pensil tidak memuaskan.

Contoh 2
Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai ex denganx=0,5 apabila hanya
diperhitungkan beberapa suku pertama saja. Nilai eksak darie0,5 = 1,648721271.

Penyelesaian
Untuk menunjukkan pengaruh hanya diperhitungkannya beberapa suku pertama
dari deret terhadap besarnya kesalahan pemotongan, maka hitungan dilakukan
untuk beberapa keadaan. Keadaan pertama apabila hanyadiperhitungkan satu
suku pertama, keadaan kedua hanya dua suku pertama, dan seterusnya sampai
memperhitungkan 6 suku pertama. Nilai ex dapat dihitung berdasarkan deret
berikut ini.

𝑥
𝑥2 𝑥3 𝑥4
𝑒 = 1+𝑥+ + + + … ….
2! 3! 4!
a. Diperhitungkan satu suku pertama :
𝑒𝑥 ≈ 1
Kesalahan relatif terhadap nilai eksak dihitung dengan Persamaan (1.3):

𝐸𝑒 1,648721271 − 1
𝜀𝑒 = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 39,35%
𝑝 1,648721271
b. Diperhitungkan dua suku pertama :

𝑒𝑥 = 1 + 𝑥
untuk x =0,5 maka :
𝑒 0,5 = 1 + 0,5 = 1,5

Kesalahan reletif terhadap nilai eksak adalah:

1,648721271 − 1,5
𝜀𝑒 = 𝑥 100% = 9,02 %
1,648721271

Kesalahan berdasarkan perkiraan terbaik dihitung dengan Persamaan (1.4) :

𝐸𝑎 1,5 − 1
𝜀𝑎 = ∗
𝑥 100% = 𝑥 100% = 33,33%
𝑃 1,5
c. Diperhitungkan 3 suku pertama :

𝑥2 0,52
𝑒𝑥 = 1 + 𝑥 + = 1 + 0,5 + = 1,625
2! 2
1,648721271 − 1,625
𝜀𝑒 = 𝑥 100% = 1,44%
1,648721271
𝐸𝑎 1,625 − 1,5
𝜀𝑎 = ∗
𝑥 100% = 𝑥 100 % = 7,69 %
𝑃 1,625
Hitungan dilanjutkan dengan memperhitungkan sampai 6 suku pertama, dan
hasilnya diberikan dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Suku Hasil e (%) a (%)
1 1 39,3 -
2 1,5 9,02 33,3
3 1,625 1,44 7,69
4 1,645833333 0,175 1,27
5 1,648437500 0,0172 0,158
6 1,648697917 0,00142 0,0158
1.4. Deret Taylor

1..4.1. Persamaan deret Taylor

Deret Taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam metode


numerik, terutama penyelesaian persamaan diferensial. Jika suatu fungsi
f(x)diketahui
atau di titik xidan semua turunan dari f terhadap xdiketahui pada titik
tersebut, maka dengan deret Taylor (Persamaan 1.6) dapat dinyatakan nilai f pada
titik xi+1yang terletak pada jarak x dari titik xi . Gambar 1.1 menunjukkan
perkiraan suatu fungsi dengan deret Taylor secara grafis.

∆𝑥 ∆𝑥 2 ∆𝑥 3
𝑓(𝑥𝑖+1 ) = 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′′ (𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′′′ (𝑥𝑖 ) + ⋯…
1! 2! 3!
∆𝑥 𝑛
+ 𝑓 𝑛 (𝑥𝑖 ) + 𝑅𝑛 (1.6)
𝑛!

Dengan :
f(xi) : fungsi di titikxi
f(xi+1) : fungsi di titikxi+1
f’, f”,….., fn : turunanpertama, kedua,…., kendarifungsi
x : langkahruang, yaitujarakantaraxidanxi+1
Rn : kesalahanpemotongan
! : operator factorial, misalkan 3! = 1 x 2 x 3

Dalam Persamaan (1.6) kesalahan pemotongan Rn diberikan oleh bentuk berikut


ini.
atau

∆𝑥 (𝑛+1) ∆𝑥 𝑛+2
𝑅𝑛 = 𝑓 𝑛+1 (𝑥𝑖 ) + 𝑓 𝑛+2 (𝑥 )
𝑖 + …. (1.7)
(𝑛 + 1)! (𝑛 + 1)!

Persamaan (1.6) yang mempunyai suku sebanyak tak terhingga akan


memberikan perkiraan nilai suatu fungsi sesuai dengan penyelesaian eksaknya.
Dalam praktek sulit memperhitungkan semua suku tersebut dan biasanya hanya
diperhitungkan beberapa suku pertama saja.

∆𝑥 ∆𝑥 2 ∆𝑥 3
𝑓(𝑥𝑖+1 ) = 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′′ (𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′′′ (𝑥𝑖 ) + ⋯…
1! 2! 3!
∆𝑥 𝑛
+ 𝑓 𝑛 (𝑥𝑖 ) + 𝑅𝑛 (1.6)
𝑛!

1. Memperhitungkan satu suku pertama (order nol)

Apabila hanya diperhitungkan satu suku pertama dari ruas kanan, maka
Persamaan (1.6) dapat ditulis dalam bentuk :

𝑓(𝑥𝑖+1 ) ≈ 𝑓(𝑥𝑖 )(1.8)

Pada Persamaan (1.8) yang disebut sebagai perkiraan order nol, nilaifpada
titikxi+1sama dengan nilai padax,. Perkiraan tersebut adalah benar jika fungsi
yang diperkirakan adalah suatu konstan. Jika fungsi tidak konstan, maka harus
diperhitungkan suku-suku berikutnya dari deret Taylor.

2. Memperhitungkan dua suku pertama (order 1)

Bentuk deret Taylor order satu, yang memperhitungkan dua suku pertama,
dapat ditulis dalam bentuk :
∆𝑥
𝑓(𝑥𝑖+1 ) ≈ 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) (1.9)
1!

yang merupakan bentuk persamaan garis lurus (linier).

3. Memperhitungkan tiga suku pertama (order dua)

Deret Taylor yang memperhitungkan tiga suku pertama dari ruas kanan
dapatatau
ditulis menjadi:
∆𝑥 ∆𝑥 2
𝑓(𝑥𝑖+1 ) ≈ 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) + 𝑓" (𝑥𝑖 ) (1.10)
1! 2

Persamaan (1.10) disebut perkiraan order dua.

1.4 Diferensiasi Numerik


Diferensial numerik digunakan untuk memperkirakan bentuk diferensial
kontinyu menjadi bentuk diskret. Diferensial numerik ini banyak digunakan untuk
menyelesaikan persamaan diferensial. Bentuk tersebut dapat diturunkan berdasar
deret Taylor.

1.4.1 Diferensial turunan pertama

Deret Taylor (Persamaan 1.6) dapat ditulis dalam bentuk :

𝑓(𝑥𝑖+1 ) = 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 )∆𝑥 + 𝑂 (∆𝑥 2 ) (1.12)

Atau
𝜕𝑓 𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖 )
= 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) = − 𝑂(∆𝑥) (1.13)
𝜕𝑥 ∆𝑥

Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.2 dan Persamaan (1.13), turunan


pertama darif terhadap x di titik xi didekati oleh kemiringan garis yang melalui
titik B(xi, f(xi)) dan titik C (xi+1, f(xi+1))
atau

Bentuk diferensial dari Persamaan (1.13) disebut diferensial maju order


satu. Disebut diferensial maju karena menggunakan data pada titik xidan xi+1
untuk memperhitungkan diferensial. Jika data yang digunakan adalah di titikxi
danxi-1, maka disebut diferensial mundur, dan deret Taylor menjadi:
∆𝑥 ∆x 2 ∆𝑥 3
𝑓(𝑥𝑖−1 ) = 𝑓(𝑥𝑖 ) − 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) + 𝑓"(xi ) − f ′′′ (𝑥𝑖 ) +… (1.14)
1! 2! 3!

atau

𝑓(𝑥𝑖−1 ) = 𝑓(𝑥𝑖 ) − 𝑓 ′ (𝑥𝑖 )∆𝑥 + 𝑂(∆𝑥 2 )(1.15)


𝜕𝑓 𝑓(𝑥𝑖 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 )
= 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) = + 𝑂(∆𝑥) (1.16)
𝜕𝑥 ∆𝑥

Apabila data yang digunakan untuk memperkirakan diferensial dari fungsi


adalah pada titikxi-1 dan xi+1, maka perkiraannya disebut diferensial terpusat. Jika
Persamaan (1.6) dikurangi Persamaan (1.14) didapat:

∆𝑥 3
𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 ) = 2𝑓 ′ (𝑥𝑖 )∆𝑥 + 2𝑓 ′′′ (𝑥𝑖 ) +⋯
3!

atau
𝜕𝑓 𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 ) ∆𝑥 2
= 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) = − 𝑓 ′′′ (𝑥𝑖 ) … … ..
𝜕𝑥 2∆𝑥 6

𝜕𝑓 𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 )
= 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) = + 𝑂(∆𝑥 2 ) − … … .. (1.17)
𝜕𝑥 2∆𝑥

Dari Persamaan (1.17) terlihat bahwa kesalahan pemotongan berorder x2 sedang
diferensial maju dan mundur berorder x. Untuk interval x kecil, nilai
pada atau
kesalahan pemotongan yang berorder 2 (x2 ) lebih kecil dariorder 1 (x). Hal ini
menunjukkan bahwa perkiraan diferensial terpusat lebihteliti dibanding diferensial
maju atau mundur. Keadaan ini juga dapat dilihat pada Gambar 1.2. Kemiringan
garis yang melalui titik A dan C (diferensial terpusat) hampir sama dengan
kemiringan garis singgung dari fungsi di titik xi; dibanding dengan kemiringan
garis singgung yang melalui titik A dan B (diferensial mundur) atau titik B dan C
(diferensial maju).

1.42 Diferensial turunan kedua


Turunan kedua dari suatu fungsi dapat diperoleh dengan menjumlahkan
Persamaan (1.6) dengan Persamaan (1.14) :

∆𝑥 2 ∆𝑥 4
𝑓(𝑥𝑖+1 ) + 𝑓(𝑥𝑖−1 ) = 2𝑓(𝑥𝑖 ) + 2𝑓 ′′ (𝑥𝑖 ) + 2𝑓 ′′′′ (𝑥𝑖 ) +⋯
2! 4!

atau

𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 2𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓(𝑥𝑖−1 ) ∆𝑥 2


𝑓 ′′ (𝑥𝑖 ) = − 𝑓 ′′′′ (𝑥 )
𝑖 −⋯
∆𝑥 2 12
atau

𝜕 2𝑓 ′′
𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 2𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓(𝑥𝑖−1 )
= 𝑓 (𝑥𝑖 ) = − 𝑂(∆𝑥 2 )
𝜕𝑥 2 ∆𝑥 2

(1.18)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk diferensial (biasa
ataupun parsil) dapat diubah dalam bentuk diferensial numerik (beda hingga).
Contoh Soal:
Diketahui suatu fungsi f(x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Dengan menggunakan
deret taylor orde nol, satu, dua dan tiga, perkirakan fungsi tersebut pada titik
xi+1=1, berdasarkan nilai fungsi pada titik xi = 0. Titik xi+1 = 1 berada pada jarak
= 1 atau
dari titik xi = 0
Penyelesaian
Karena bentuk fungsi sudah diketahui, maka dapat dihitung nilai f(x) antara 0 dan
1.
Untuk xi = 0 maka f(x = 0) = 0,25 (0)3 + 0,5 (0)2 + 0,25 (0) + 0,5 = 0,5
Untuk xi+1 = 0 maka f(x = 1) = 0,25 (1)3 + 0,5 (1)2 + 0,25 (1) + 0,5 = 1,5
Jadi nilai eksak untuk f(x=1) adalah 1,5. Apabila digunakan deret Taylor orde nol,
maka berdasarkan persamaan 1.8 didapat
f(xi+1)  f(xi = 0)  0,5
seperti pda gambar dibawah ini, pekiraan orde nol adalah konstan dan kesalah
pemotongannya adalah
Ee = p – p* = 1,5 – 0,5 = 1
Apabila digunakan deret Taylor orde satu, nilai f(xi+1 = 1) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 1.9. pertama kali dihitung turunan fungsi di titik xi = 0
f’(xi = 0) = 0,75x2 + x + 0,25 = 0,75 (0)2 + 0 + 0,25 = 0,25
Sehingga diperoleh:
∆x 1
f(xi + 1) f(xi) + f’(xi) 1! ≈ 0,5 + 0,25 x = 0,75
1

dalam gambar 1.5 perkiraan orde satu adalah garis lurus,dan kesalahan
pemotongan adalah
Ee = p – p* = 1,5 – 0,75
Apabi;a digunakan deret Taylor orde dua, nilai f(xi+1 = 1) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 1,11. Dihitung turunan kedua dari fungsi di titik xi = 0
f” = 1,5x + 1 = 1,5 (0) + 1 = 1,0
sehingga diperoleh
𝑥 2
f(xi + 1) ≈ f(xi) + f’(xi)x + f”(xi)
2
1
≈ 0,5 + 025 𝑥 1 + 1 𝑥 = 1,25
1𝑥2
Dari gambar 1.5 perkiraan orde dua adalah garis lengkung, dan kesalahan
pemotongan adalah
Ee = p – p* = 1,5 – 1,25 = 0,25
Apabila digunakan deret Taylor orde tiga, persamaan 1.6 menjadi

atau 𝑥 2 𝑥 3
f(xi + 1) ≈ f(xi) + f’(xi)x + f”(xi) + 𝐹 ′′′ (𝑥𝑖)
2 3
Turunan fungsi ketiga adalah
f’’’(xi = 0) = 1,5
sehingga diperoleh
1 1
f(xi + 1 = 1) = 0,5 + o, 25x1 + 1x + 1,5x = 1,5
1x2 1x2x3
kesalahan pemotongan adalah
Ee = p – p* = 1,5 – 1,5 = 0
Dapat dilihat bahwa dengan menggunakan deret Taylor orde tiga, hasil
penyelesaian numerik sama dengan penyelesaian secara eksak


atau

You might also like