You are on page 1of 3

ADK, Yuk Move On!

dakwatuna.com – Ketika kita ‘melabeli’ diri kita dengan sebutan Aktivis Dakwah Kampus
(ADK) disematkan dalam diri kita, tentu banyak pasangan mata akan menyoroti setiap
pergerakan kita baik di dalam maupun di luar kampus. Tetapi, saya tidak akan membahas
pandangan orang lain (baca : bukan ADK) terhadap kinerja ADK. Pada kesempatan kali ini
saya akan membahas hasil pengamatan saya sebagai sesama ADK.
Aktivis Dakwah Kampus (ADK), secara struktural dan sistematis memiliki wadah
pergerakannya masing-masing. Wadah (wajihah) tersebut biasanya dijadikan penanda mesin
pergerakan dan ideologi para ADK. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan
Mahasiswa (DPM), Lembaga Dakwah (LD), dan organisasi-organisasi bidang keilmuan yang
ada di kampus baik di tingkat fakultas maupun universitas; merupakan wadah penting yang
harus ditiupkan napas-napas dakwah. Beberapa wadah tersebut adalah organisasi-organisasi
yang mencakup ranah siyasi, ‘ilmiy, dan tentunya ranah dakwi. Namun, ADK dalam
pergerakannya membawa misi-misi dakwah tidak selalu berjalan mulus. Seringkali mereka
menemui masalah-masalah yang dapat menjegal pergerakan dakwahnya. Masalah atau
kendala yang biasa ditemui dalam pergerakan dakwah diataranya :
Pertama, budaya “One Man Show”.
Budaya “One Man Show” melekat pada setiap wajihah yang ada. Hal ini ditandai dengan
adanya satu individu saja yang dominan dalam kegiatan atau rapat rutin yang ada di
departemen, divisi, dan/atau dinas yang ada di wajihahnya masing-masing. Pada waktu acara
si fulan yang dominan, pada waktu rapat (syuro’) si fulan lagi yang dominan. Ketua
pelaksana si fulan juga, pimpinan rapat si fulan lagi. Jika dibiarkan terus-menerus hal ini
dapat menyebabkan mengeroposnya sistem pengkaderan. Sehingga, seolah-olah yang ada di
wajihah tersebut hanya ada si fulan saja. Budaya “Super Team” yang selama ini dibangun
bisa berubah menjadi budaya “Super Man”. Mari kita mengingat kembali bahwa islam ini
kokoh karena budaya ramai-ramainya (jamaah).
Kedua, pudarnya ketsiqohan jundiyah terhadap qiyadah.
Amirul Mukminin Khalifah Umar Bin Khattab radhiyallahu’anhu pernah
berkata, “Tiada Islam tanpa jamaah. Tiada jamaah tanpa qiyadah. Tiada qiyadah tanpa
ketaatan”. Perkataan tersebut tersebut menandakan pentingnya ketsiqohan anggota terhadap
pemimpin. Jika sudah terasa gejala-gejala pudarnya ketsiqohan kita terhadap qiyadah, maka
hal yang pertama harus kita lakukan adalah mengingat dan meluruskan niat, bahwasanya niat
kita adalah lillahita’ala. Niat kita adalah mencari ridha dan mengharapkan rahmat-Nya
dengan wasilah atau jalan melalui pergerakan dakwah kampus. Cukuplah perang uhud
sebagai cerminan betapa pentingnya ketsiqohan itu. Misi dakwah yang terkalahkan oleh
tergiurnya dengan ghonimah. Mari kita tata dan bersihkan kembali hati kita dari
perkara “ghonimah-ghonimah” yang dapat membengkokkan tujuan dan misi dakwah ini.
Ketiga, munculnya paradigma “yang penting jalan” dalam menampilkan dakwah.
Dalam menjalankan agenda-agenda dakwah, seringkali terdapat oknum-oknum yang
mengerucutkan definisi dakwah itu sendiri. Sangat disayangkan jika agenda-agenda dakwah
yang telah dirancang sedemikian rupa tetapi ditampilkan secara parsial. Para kader dakwah
dituntut militansinya dalam menampilkan dakwah, karena menampilkan dakwah secara
profesional akan lebih besar pengaruhnya dibandingkan menampilkan dakwah dengan prinsip
“yang penting jalan”. Memperlihatkan dakwah secara profesional, energic, dan kuat itu
sangatlah penting.
Dalam ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu ibadah yang suci yaitu
thawaf di ka’bah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para sahabat untuk
menutupkan kain ihromnya ke pundak kiri dan pundak kanan tidak boleh ditutup pada saat
mengelilingi ka’bah dalam umroh (satu tahun setelah perjuangan hudaibiyah) terutama ketika
melewati ka’bah dari rukun yamani sampai hajar aswad agar terlihat ummat muslim itu gagah
dan kuat (pada saat itu musyrikin ‘ubaish menonton kaum muslim dari jabal ’ubaish), bahkan
diperintahkan mengubah jalan para sahabat menjadi setengah lari supaya terlihat seperti
pasukan yang siap siaga. Begitupun kita, seharusnya dalam perjuangan dalam berdakwah ini
jangan “yang penting jalan” karena sesungguhnya Allah menilai proses kita. Sudah
semestinya kita tampil energic, tampil totalitas kita, dan tampil kekuatan kita dalam
mensyiarkan agama Allah.
Keempat, minimnya kualitas kader.
Sekarang ini, untuk mendapatkan gelar ADK itu sangatlah mudah. Orang yang berkecimpung
dalam ranah siyasi, ilmiy atau dakwi, rajin shalat di masjid lima waktu dan berprilaku baik,
bertudung labuh dan sering terlihat dalam kegiatan mentoring sudah bisa dikatakan ADK.
Dari sana kita melihat minimnya standar alim di lingkungan kita. Padahal hal semacam itu
adalah kewajiban seorang muslim. Sejatinya manusia memang tidak ada yang sempurna. Kita
juga tidak bisa menunggu sempurna baru mulai bergerak untuk berdakwah. Karena dakwah
bukan karena kita yang terbaik tapi bagaimana caranya kita menggiring umat untuk sama-
sama berproses menjadi baik. Namun, sudah sepantasnya bahwa ADK harus memiliki
kapasitas yang lebih dari masyarakat kebanyakan, baik dari segi pengetahuan maupun
kualitas dan kuantitas ibadah. Tapi apabila kita tinjau menggunakan lembar mutaba’ah
yaumiyah, maka akan terlihat minimnya kuantitas dan kualitas ibadah ADK tersebut.

Selanjutnya, ujub.
Permasalahan ADK semakin kompleks dengan munculnya oknum-oknum yang kemudian
memisahkan diri dari kelompok masyarakat ammah dan menatap aneh kepada mereka yang
tidak berpenampilan dan berperilaku seperti dirinya. Padahal dakwah yang sebenarnya adalah
apabila kita mampu membawa mereka yang ammah itu untuk kenal dan paham dengan
syariat-syariat Islam untuk kemudian secara besama-sama dapat menjalani kehidupan Islam
secara kaffah, bukan meninggalkannya dengan mencelanya. Karena hakikatnya kita adalah
sama dengan mereka, hanya saja Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita lebih
dahulu. Sesungguhnya ilmu itu bukan seberapa banyaknya hafalan kita, bukan seberapa
maksimalnya kualitas dan kuatitas ibadah kita, tapi ilmu itu adalah yang mampu
menimbulkan rasa takut di hati kita terhadap Allah subhanahu wa ta’ala.
Permasalahan-permasalah diatas adalah permasalahan yang harus kita tumpas bersama dalam
rangka sampainya syiar-syiar Islam yang diridhoi ini. Mari kembali meluruskan niat dan
merapatkan barisan. Eksistensi ADK harus mampu membawa atmosfer baik
dilingkungannya.

Wallahu’alam

You might also like