You are on page 1of 15

Jurnal Anestesiologi Indonesia

PENELITIAN

Pengaruh Nitrous Oxide Pada Induksi Sevofluran 8% Dengan Tehnik Single Breath
Terhadap Kecepatan Induksi Anestesi

Tinon Anindita*, Witjaksono*, Aria Dian Primatika*


*Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang

ABSTRACT

Backgrounds: The addition of Nitrous Oxide increase induction time of anesthesia


agent,because of second gas effect and concentration effect.

Objectives: The aims of this study is to compare induction time of 8% sevoflurane with and
without Nitrous oxide using a single-breath vital capacity induction.

Methods: Seventy two healthy unpremedicated patients were randomized to inhale a single-
breath, one of three gas mixture : 8% sevoflurane in Oksigen (group I), 8% sevoflurane in
50% Nitrous oxide (group II) and 8% sevoflurane in 66 2/3% Nitrous oxide (group 111).The
time to absent of the eyelash reflex and induction-related complications, if present, were
noted by independent observer. Blood pressure (systolic, diastolic and mean arterial
pressure/MAP), and heart rate were measured pre and post induction. Data was analyzed
using student T-Test and ANOVA at significancy level of 0,05.

Results: Three groups had similar distribution on sex,age,body weight, and early clinical state.
The time to absent of the eyelash reflex with 8% sevofllurane in 50% Nitrous oxide, 24,96 ±
4,14 second ,and for 8% sevoflurane in 66 2/3% Nitrous oxide , 24,81 ± 3,85 second, were
less than that with 8% sevoflurane in Oksigen, 27,21 ± 4,14 second, but this was no
significant (p = 0,098).Changes in blood pressure (systolic,diastolic, mean arterial
pressure), heart rate and oksigen saturation were no significant different on three
groups.The induction-related complications in the sevoflurane with Nitrous oxide groups
were less than that in the sevoflurane without Nitrous oxide group, but this was no
significant different.

Conclusions: The addition of Nitrous oxide do not increase induction time of anesthesia with a
single-breath of 8% sevoflurane.

Keywords: Sevoflurane,nitrous oxide, induction time.

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 27


Jurnal Anestesiologi Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang: Penambahan nitrous oxide pada induksi anestesi akan mempercepat
waktu induksi, oleh karena adanya second gas effect dan concentration effect.

Tujuan: Membandingkan kecepatan induksi anestesi sevofluran 8% dengan atau tanpa


nitrous oxide, dengan menggunakan tehnik single breath vital capacity induction.

Metode: Tujuh puluh dua pasien tanpa diberikan premedikasi , dibagi dalam 3 kelompok
secara random dan diminta untuk menghirup salah satu dari tiga campuran gas dengan
tehnik single breath vital capacity : kelompok I diberikan sevofluran 8% + Oksigen,
keiompok II diberikan sevofluran 8% + 50% nitrous oxide dan kelompok III diberikan
sevofluran 8% + 66 2/3% nitrous oxide. Dicatat waktu saat hilangnya reflek bulu mata
dan komplikasi yang terjadi. Tekanan darah (sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata), laju
jantung dan saturasi oksigen diukur sebelum dan sesudah induksi. Data diuji dengan
Student T Test dan ANOVA dengan derajat kemaknaan < 0,05.

Hasil: Karakteristik penderita (umur, usia, berat badan dan lain-lain) pada ketiga
kelompok berbeda tidak bermakna. Waktu saat hilangnya reflek bulu mata untuk kelompok
sevofluran 8% + 50% nitrous oxide (24,96 ±4,14 detik), dan untuk kelompok sevofluran
8% + 66 2/3% nitrous oxide (24,81 ± 3,85 detik) lebih sepat dibandingkan dengan
kelompok sevofluran 8% + Oksigen (27,21 ±4,14 detik) , tetapi perbedaan ini tidak
bermakna (p=0,098), Perubahan tekanan darah (sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata),
laju jantung dan saturasi oksigen yang terjadi pada ketiga kelompok berbeda tidak
bermakna. Komplikasi induksi anestesi yang terjadi pada kelompok sevofluran 8% dengan
nitrous oxide lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok sevofluran 8% tanpa nitrous
oxide , tetapi perbedaan ini tidak bermakna .

Kesimpulan: Penambahan Nitrous oxide pada induksi anestesi dengan sevofluran 8%


dengan tehnik single-breath, tidak mempercepat waktu induksi anestesi.

Kata kunci : sevofluran, nitrous oxide, waktu induksi

LATAR BELAKANG bila digunakan untuk induksi anestesi,


tidak menyenangkan bagi pasien dan ahli
Sejak ditemukan obat anestesi intravena
anestesi karena sifat-sifat tersebut sering
pada tahun 1935, induksi dengan obat
menyebabkan pasien batuk, menahan
anestesi inhalasi atau induksi inhalasi
napas, spasme laring dan waktu induksi
mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan
karena obat anestesi inhalasi bersifat yang lama. 1,2
merangsang/ bau kurang enak dan Penemuan halotan pada tahun 1951, yang
mengiritasi saluran pernafasan sehingga bersifat tidak merangsang saluran

28 Volume III, Nomor 1, Tahun 2011


Jurnal Anestesiologi Indonesia

pernafasan serta mempunyai koefisien induction menggunakan sevofluran


partisi darah/ gas yang rendah, konsentrasi tinggi 8% dan setelah napas
memungkinkan untuk dilakukan kembali dalam sesuai dengan vital capacity,
induksi inhalasi dan berhasil baik pasien diminta menahan napas selama
terutama pada pasien anak2. mungkin (lebih 20 detik), hal ini
inenyebabkan konsentrasi sevofluran di
Pada tahun 1968, ditemukan obat anestesi
alveoli menjadi lebih tinggi,
inhalasi baru, yaitu sevofluran.
dibandingkan bila pasien langsung
Sevofluran mempunyai sifat-sifat : bau
mengeluarkan napasnya lagi.
enak, koefisien partisi darah/ gas rendah
Konsentrasi sevofuran di alveoli yang
(lebih rendah dari halotan, enfluran dan
tinggi, ini menyebabkan konsentrasi obat
isofluran), dan tidak mengiritasi saluran
dalan darah juga akan makin tinggi,
pernapasan, sehingga mendorong para
sehingga efek terhadap organ tubuh
ahli anestesi untuk mengembangkan
seperti otak dan sistem kardiovaskuler
kembali induksi inhalasi pada semua
akan makin besar, tetapi konsentrasi
pasien1,2.
dalam darah dibutuhkan hanya untuk
Induksi inhalasi dapat dilakukan dengan menidurkan pasien (sampai reflek bulu
berbagai tehnik, yaitu : tehnik gradual mata negatif)4,5,6,7,8
induct induction, tehnik, single-breath
N2O (Nitrous oxide) adalah obat anestesi
vital capacity induct ion dan tehnik
inhalasi yang mempunyai sifat-sifat:
triple-breath (multiple-breath) vital
kelarutan dalam darah dan jaringan
capacity induction. Tehnik triple-breath
rendah dan tidak mengiritasi saluran
vital capacity merupakan variasi dari
pernapasan sehingga ditoleransi baik
tehnik single-breath vital capacity
untuk induksi dengan masker. Pemberian
induction3.
N2O pada saat induksi akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi
Teknik single-breath vital capacity
alevolar dari suatu obat anestesi inhalasi,
induction diperkenalkan oleh Brourne
oleh karena sifat second gas effect dan
pada tahun 19544. Tehnik ini
concentration effect dari N2O, sehingga
membutuhkan sifat kooperatif dari
pemberian N2O pada saat induksi anestesi
pasien dan obat anestesi inhalasi yang
dapat mempercepat induksi anestesi.
bersifat: bau tidak menyengat, iritasi
Seorang penderita menerima 70%-75%
saluran pernapasan minimal, koefisien
N2O, akan menyerap sampai 1000
partisi darah/ gas rendah dan dapat
ml/menit N2O saat fase awal induksi,
digunakan dengan konsentrasi tinggi.
sehingga menghasilkan perubahan
Sevofluran memenuhi persyaratan
signifikan pada laju penyerapan gas lain.
tersebut, sehingga dapat digunakan untuk
Seorang penderita menerima 10%-25%
induksi inhalasi dengan tehnik ini.
N2O, akan menyerap hanya 150 ml/menit
Tehnik single-breath vital capacity
N2O, hal ini tidak menghasilkan

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 29


Jurnal Anestesiologi Indonesia

perubahan signifikan pada laju METODE


penyerapan gas lain9,10,11. Penelitian ini merupakan uji klinik tahap
N2O menurunkan koefisien partisi darah/ 2. Rancangan penelitian yang digunakan
gas halotan dan isofluran, sehingga akan adalah eksperimental sederhana (post test
mempercepat pengambilan halotan dan only control group design) untuk variabel
isofluran12. Penelitian menggunakan waktu induksi dan eksperimental ulang
halotan dan isofluran13 dengan tehnik (pretest-posttest control group design)
single-breath membuktikan bahwa untuk variabel tekanan darah, laju
pemberian N2O pada saat induksi jantung dan saturasi oksigen.
anestesi, akan mempercepat induksi Populasi pada penelitian ini adalah
anestesi. Laporan-laporan penelitian penderita yang menjalani operasi elektif
tentang pemberian N2O pada induksi di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr
dengan sevofluran bersifat kontroversial. Kariadi Semarang dengan anestesi
Pada orang dewasa, pemberian N2O : O2 ; umum, ASA I-II, setelah penderita
2 : 1 pada induksi sevofluran 8% dengan terseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan
tehnik single-breath ternyata tidak eksklusi. Pemilihan sampel dilakukan
mempercepat induksi anestesi. Begitu dengan cara consecutive random
pula pada anak-anak, pemberian 66% sampling dimana setiap penderita yang
N2O pada induksi sevofluran 8% dengan memenuhi kriteria dimasukkan dalam
tehnik single-breath tidak mempercepat sampel penelitian sampai jumlah yang
induksi anestesi. 14,15,16 diperlukan terpenuhi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
Data dikumpulkan dan dicatat dalam
kami akan meneliti pengaruh pemberian lembar khusus penelitian yang telah
50% N2O, 66 2/3% N2O dan O2 saja, disediakan serta diolah dengan komputer
terhadap kecepatan induksi anestesi, pada menggunakan program SPSS dan
induksi anestesi dengan sevofluran 8%, dinyatakan dalam rerata ± simpang baku
dengan tehnik single-breath vital (mean ± SO) disertai kisaran (range). Uji
capacity induction. statistik dengan ANOVA, T Test dan Chi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Square, Two-Fail Significance, dan
mencari bukti obyektif pengaruh derajat kemaknaan< 0,05. Penyajian
pemberian 50% N2O, 66 2/3% N2O dan dalam bentuk tabel dan grafik.
O2 saja, terhadap kecepatan induksi Kriteria inklusi terdiri dari : Pasien RSUP
anestesi, pada induksi anestesi dengan Dr. Kariadi yang akan menjalani operasi
sevofluran 8%, tehnik single-breath vital elektif dengan anestesi umum, laki-laki
capacity induction. dan wanita, umur 16-40 tahun, BMI
(Body Mass Index) 20-25 kg/m2, dan
tanpa pemberian obat-obat premedikasi.

30 Volume III, Nomor 1, Tahun 2011


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Kriteria eksklusi terdiri dari : kelainan Kecepatan waktu induksi kelompok lebih
paru-paru, kelainan kardiovaskuler. cepat dibandingkan dengan kelompok II
dan I. sedangkan kelompok II lebih cepat
HASIL
dibandingkan kelompok I, tetapi secara
Telah dilakukan penelitian terhadap 72 statistik menunjukkan berbeda tidak
sampel yang terbagi menjadi 3 kelompok, bermakna di antara ketiga kelompok
masing-masing kelompok dilakukan tersebut (p=0,098). Berdasarkan uji
induksi anestesi dengan sevofluran 8% keorelasi, hubungan konsentrasi N2O
dengan tehnik single breath (aliran gas dengan waktu induksi menunjukkan
segar sesuai dengan volume semenit), hubungan linier negative, dengan
dimana kelompok I (n = 24 ) diberikan koefisien korelasi = r = -0,553 (Tabel 2)
O2 murni, kelompok 11 (n=24) diberikan
Karakteristik penderita pada ketiga
50% N2O + 50% O2 dan kelompok III (n-
kelompok berdasarkan statistik berbeda
24) diberikan 66 2/3% N2O + 33 1/3%
O2. Penelitian ini membandingkan waktu tidak bermakna (p > 0,05).
induksi anestesi antara kelompok I Kecepatan waktu induksi kelompok lebih
dengan kelompok II, kelompok II dengan cepat dibandingkan dengan kelompok II
kelompok III dan kelompok III dengan dan I. sedangkan kelompok II lebih cepat
kelompok I. Uji statistik dengan ANOVA dibandingkan kelompok I, tetapi secara
dan t-test, dengan uji kemaknaan statistik menunjukkan berbeda tidak
digunakan p dua ekor (two tail bermakna di antara ketiga kelompok
significance), dengan derajat kemaknaan tersebut (p=0,098). Berdasarkan uji
p < 0,05. keorelasi, hubungan konsentrasi N2O
dengan waktu induksi menunjukkan
Karakteristik penderita seperti umur,
hubungan linier negative, dengan
jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,
BMI (body mass index), TDSP (tekanan koefisien korelasi = r = -0,553 (Tabel 2)
darah sistolik premedikasi), TDDP Grafik 1 menunjukkan waktu induksi
(tekanan darah diastolik premedikasi) , kelompok III lebih cepat dibanding
LJP (laju jantung premedikasi), LNP kelompok II dan kelompok I , serta
(laju napas premedikasi) dan status ASA kelompok II lebih cepat dibanding
penderita pada ketiga kelompok kelompok I, tetapi secara statistik
ditunjukkan pada tabel 1. berbeda tidak bermakna.
Karakteristik penderita pada ketiga
kelompok berdasarkan statistik berbeda
tidak bermakna (p > 0,05).

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 31


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 1. Karakteristik Penderita pada Kelompok I, II dan III.

Kelompok I Kelompok II kelompok III


Variabel p
(n = 24 ) (n - 24) (n = 24)

Umur (tahun) 26,79 ± 6,79 27,58 ±7,29 26,04 ±6,86 0,747

Jenis kelamin 0,346*

laki-laki 11 10 11

perempuan 13 14 13

BB(kg) 55,79 ±7,19 58,71± 5,52 57,25 ± 5,67 0,269

TB (cm) 160,7117,36 163,21±5,09 161,63 ±5,62 0,362

BM1 (kg/m2) 21,55 ± 1,26 21,75±1,32 22,08 ±1,45 0,400

TDSP (mmHg) 122,29 ±5,71 122,08±5,50 12 1,88 ±7,04 0,973

TDDP (mmHg) 76,88 ±4,62 75,63±4,73 76,67 ±4,58 0,610

LJP (x/memt) 85,79 + 6,04 84,63±7,11 85,00 ± 6,23 0,817

LNP (x/menit) 14, 13 ±1,45 14,64±1,33 14,00 ±1,29 0.949

FGF (L/memt) 7,83 ±0,76 8, 17 ±0,82 8,00±0,82 0,378

ASA 0.949*

I 18 19 18
II 6 5 6

Keterangan : BB = berat badan, TB = tinggi badan , BMI = body mass index, TDSP=tekanan darah sistolik
premedikasi, TDDP = tekanan darah diastolik premedikasi, LJP=laju jantung premedikasi dan LNP = laju
napas premedikasi, FGF =fress gas flow.Uji statistik dengan ANOVA dan Chi square* .

Tabel 2. Waktu Induksi Anestesi pada Kelompok I, II, dan III.

Variabel Kelompok I Kelompok II Kelompok III P*

WI 27,21±4,71 24,96±4,14 24,81±3,85 0,098

Keterangan : WI = berlaku induksi (dalam detik), p* =uji statistik dengan ANOVA

32 Volume III, Nomor 1, Tahun 2011


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Pada ketiga kelompok terjadi penurunan kelompok menunjukkan berbeda tidak


tekanan darah sistolik, tekanan darah bermakna (p>0,05), begitu pula pada
distolik, tekanan arteri rerata dan laju masing-masing kelompok juga
jantung sesudah induksi dibandingkan menunjukkan berbeda tidak bermakna (p
dengan sebelum induksi, tetapi 0,05).(Tabel3)
perbandingan uji statistik antara ketiga

WAKTU INDUKSI

30
25
20
15 waktu induksi
10
5
Kel. I Kel.II Kel.III

Induksi sevoflurane 8 %

Grafik 1 menunjukkan waktu induksi kelompok III lebih cepat dibanding kelompok II dan kelompok I , serta
kelompok II lebih cepat dibanding kelompok I, tetapi secara statistik berbeda tidak bermakna.

TEKANAN DARAH SISTOLIK

128

126

124
Series 1
122
Series 2

120

118
Kel. I Kel.II Kel.III

Induksi sevoflurane 8 %

Grafik 2. Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Induksi pada Kelompok I, II dan III.

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 33


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 3. Tekanan Darah Sistolik,Tekanan Darah Diastolik, Tekanan arteri Rerata dan Laju jantung Sebelum
dan Sesudah Induksi pada Kelompok I, II dan III..

Variabel kelompok. I kelompok. II kelompok III p*

TDS :

-Sebelum induksi 124,92 ±6,95 124,71 ±7,39 124,83 ±7,09 0,995

-Setelah induksi 123,42 ±4,49 123, 13 ±4,70 122,38 ±5,27 0,636

P' 0,382 0,089 0,115

TDD:

-Sebelum induksi 78,29 ± 5,42 78,04 ± 6,05 78,33 + 5,91 0,982

-Setelah induksi 77,17±4,10 76,67 ±3,51 76,96 ±4,58 0,914

P' 0,444 0,258 0,207

TAR:

-Sebelum induksi 92,42 ± 5,69 92,25 ±6,32 92,50 + 6,17 0,989

-Setelah induksi 91,29 ± 4,19 90,46 ± 3,49 90,75 ± 4,59 0,777

P' 0,460 0,156 0,134

LJ

-Sebelum induksi 86,04 ± 6,96 86,38 ±5,24 86,29 + 4,80 0,978

-Setelah induksi 84,67 ±9,41 83,46 ± 6,98 83,29 ± 8,46 0,824

P' 0,615 0,179 0,208

Keterangan : TDS = tekanan darah sistolik, TDD = tekanan darah diastolik, TAR = tekanan arteri rerata, : LJ
= Laju jantung, p* = uji statistik denganANOVA, p' = uji statistik dengan / test

Grafik 2 menunjukkan penurunan takanan darah sistolik antara sebelum dan sesudah
induksi pada masing-masing kelompok dan antara ketiga kelompok, tetapi secara statistik
berbeda tidak bermakna

34 Volume III, Nomor 1, Tahun 2011


Jurnal Anestesiologi Indonesia

TEKANAN DARAH DIASTOLIK

80

78

76 Sebelum Induksi
Setelah Induksi
74

72
Kel.I Kel.II Kel.III

Induksi sevoflurane 8 %

Grafik 3. Tekanan Darah Diaslotik Sebelum dan sesudah induksi pada Kelompok I,II, dan III.

Grafik 3 menunjukkan penurunan kelompok dan di antara ketiga kelompok,


tekanan darah diastolik antara sebelum tetapi secara statistik berbeda tidak
dan sesudah induksi pada masing-masing bermakana.
TEKANAN ARTERI RERATA

94

92

90 Sebelum Induksi
Setelah Induksi
88

86
Kel.I Kel.II Kel.III

Induksi sevoflurane 8 %

Grafik 4. Tekanan Arteri Rerata Sebelum dan Sesudah Induksi Pada Kel. I, II, dan III.

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 35


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Grafik 4 menunjukkan penurunan kelompok dan antara ketiga kelompok,


takanan arteri rerata antara sebelum dan tetapi secara statistik berbeda tidak
sesudah induksi pada masing-masing bemakna.

LAJU JANTUNG

90

88

86
Sebelum Induksi
84
Setelah Induksi
82

80
Kel.I Kel.II Kel.III

Induksi sevoflurane 8 %

Grafik 5. Laju jantung Sebelum dan Sesudah Induksi pada Kelompok I. II dan III.

Grafik 5 menunjukkan penurunan laju berdasarkan perbandingan uji statistik


jantung antara sebelum dan sesudah antara ketiga kelompok menunjukkan
induksi pada masing-masing kelompok berbeda tidak bennakna (p > 0,05),
dan antara ketiga kelompok, tetapi secara begitu pula pada masing-masing
statistik berbeda tidak bemakna. kelompok juga menunjukkan berbeda
tidak bemakna (p > 0,05). (tabel 4)
Perubahan saturasi oksigen antara
sebelum dan sesudah induksi,

Tabel 4. Saturasi Oksigen Sebelum dan Sesudah Induksi pada Kelompok I, II dan III.

Variabel kelompok. I kelompok. II kelompok III P*

Sa02

-Sebelum induksi 99,29 ± 0,62 99,25 ± 0,79 99,29 ± 0,69 0,973

-Setelah induksi 99,42 ± 0,58 99,33 ± 0,64 99,17 ± 0,56 0,340

P' 0,450 0,604 0,417

Keterangan : SaO2 = saturasi oksigen, p* = uji statistik dengan v4M9K4, p' = uji statistik dengan t test

36 Volume III, Nomor 1, Tahun 2011


Jurnal Anestesiologi Indonesia

SATURASI OKSIGEN

100

99

98 Sebelum Induksi
Setelah Induksi
97

96
Kel.I Kel.II Kel.III

Induksi sevoflurane 8 %

Grafik 6. Saturasi Oksigen Sebelum dan Sesudah Induksi pada Kelompok I, II dan III.

Grafik 6 menunjukkan perubahan saturasi premedikasi, tekanan darah diastolik


oksigen antara sebelum dan sesudah premedikasi laju jantung premedikasi laju
induksi pada masing-masing kelompok napas premedikasi dan status ASA
dan antara ketiga kelompok, tetapi secara berdasarkan uji statistik berbeda tidak
statistik berbeda tidak bermakna. bermakna , sehingga ketiga kelompok
cukup homogen dan layak
Komplikasi induksi anestesi
diperbandingkan.
menunjukkan hasil berbeda tidak
bermakna antara ketiga kelompok (p = Induksi Anestesi adalah peralihan
0,259). Komplikasi yang timbul adalah dari keadaan sadar dengan reflek
batuk, yaitu , 3 orang pada kelompok perlindungan masih utuh sampai dengan
yang diberikan O2, 1 orang pada hilangnya kesadaran (ditandai dengan
kelompok yang diberikan 50% N2O + hilangnya reflek bulu mata) akibat
17,18
50% 02 dan 1 orang pada kelompok pemberian obat-obat anestesi Pada
diberikan 66 2/3% N2O + 33 1/3% O2. Penelitian ini induksi anestesi
menggunakan sevofluran 8% dengan
PEMBAHASAN
tehnik single breath vital capacity
Karakteristik sampel seperti umur jenis induction, yaitu sampel diberikan
kelamin, berat badan, tinggi badan BMI sevofluran konsentrasi tinggi ( 8%) dan
(Bodv Mass Index), tekanan darah sistolik setelah napas dalam (sesuai dengan vital

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 37


Jurnal Anestesiologi Indonesia

capacity, kira-kira 20 detik), hal ini akan N2O = 38 ± 8 detik ) dan penelitian
menyebabkan konsentrasi sevofluran di Tatang Bisri pada wanita hamil
alveoli menjadi lebih tinggi, (kelompok 60% N2O = 24,25 detik
dibandingkan bila sampel sedangkan kelompok tanpa N2O = 25,08
mengeluarkan napasnya lagi. detik), di mana penelitian-penelitian
Konsentrasi sevofluran di alveoli yang tersebut menyimpulkan bahwa pemberian
tinggi , menyebabkan konsentrasi obat N2O pada induksi anestesi dengan
dalam darah juga makin tinggi, sehingga sevofluran 8% dengan tehnik single
akan mempercepat waktu induksi breath tidak mempercepat induksi
anestesi5,6,7,8. Waktu induksi anestesi juga anestesi (berbeda tidak bermakna)2,4,14.21.
akan dipercepat dengan pemberian N2O, Penelitian lain menyimpulkan bahwa
oleh karena sifat second gas effect dan N2O tidak potensiasi dengan sevofluran
concentration effect19,20. tetapi potensiasi dengan halotan dan
isofluran (Lerman dkk), serta pemberian
Waktu induksi pada kelompok yang
N2O akan menurunkan koefisien partisi
diberikan N2O (kelompok 50% N2O =
darah/gas halotan dan isofluran. (Gou
24,96 ± 4,14 detik dan kelompok 66
dkk)2,12,21. Penelitian induksi anestesi
2/3% N2O = 24,81 ± 3,85 detik) lebih
menggunakan halotan dan isoflurane
cepat dibandingkan kelompok tanpa
membuktikan bahwa pemberian N2O
pemberian N2O (kelompok O2 saja
akan mempercepat induksi anestesi
=.27,20 ± 4,71 detik ) dan makin besar
secara bermakna13,14,22.
konsentrasi N2O yang diberikan akan
makin mempercepat waktu induksi Kecepatan induksi anestesi antara lain
(kelompok 66 2/3% N2O - 24,81 ± 3,85 dipengaruhi oleh konsentrasi zat anestesi
detik, sedangkan kelompok 50% N2O = dan pemindahan zat anestesi dari alveoli
24,96 ±4,14 detik), tetapi berdasarkan ke darah. Pemindahan zat anestesi dari
uji statistik didapatkan hasil berbeda alveoli ke darah dipengaruhi oleh
tidak bermakna sehingga pemberian N2O koefisien partisi darah/gas dan aliran
pada induksi anestesi dengan sevofluran darah5,6. Pada penelitian ini digunakan
8% dengan tehnik single breath tidak sevofluran konsentrasi tinggi yaitu 8%
mempercepat induksi anestesi dan dan sevofluran sendiri mempunyai
semakin besar konsentrasi N20 tidak koefisien partisi darah/gas 0,63 , sedikit
semakin mempercepat induksi anestesi. lebih tinggi dibanding N2O (0,47) tetapi
Hasil ini sama dengan penelitian- lebih rendah dibanding halotan, isofluran
penelitian induksi sevofluran 8% dengan (1,4) dan enfluran (1,91), sehingga
tehnik single breath yang dilakukan oleh menyebabkan induksi anestesi
Yurino dan Kimura (kelompok N2O : O2 berlangsung dengan cepat. Konsentrasi
(2 :1) = 41 ± 16 detik sedangkan sevofluran yang tinggi dan koefisien
kelompok tanpa N20 = 48+16 detik), partisi darah/gas yang rendah tersebut
Ross dkk (kelompok 66 % N2O = 34 seakan-akan menutup efek N2O (second
±12 detik sedangkan kelompok tanpa gas effect dan concentration effect),

38 Volume III, Nomor 1, Tahun 2011


Jurnal Anestesiologi Indonesia

sehingga N2O tidak dapat bekerja terhadap kardiovaskuler akan makin


optimal untuk mempercepat peningkatan besar , tetapi konsentrasi sevofluran yang
konsentrasi sevofluran di alveoli dan tinggi ini dibutuhkan hanya untuk
darah.. Hal tersebut mungkin yang menidurkan pasien sampai hilangnya
menyebabkan mengapa pemberian N2O reflek bulu mata.Penelitian terdahulu
tidak mempercepat induksi anestesi menyimpulkan bahwa pemberian
dengan sevofluarne7,14,23 Meskipun sevofluran 4% dan sevofluran 8%
pemberian N2O tidak mempercepat mempunyai pengaruh penurunan tekanan
induksi sevofluran, tetapi berdasarkan uji darah dan laju jantung yang sama pada
korelasi, terayata hubungan konsentrasi saat reflek bulu mata negatif, yang
N2O dengan waktu induksi menunjukkan berbeda adalah waktu induksinya24,25
hubungan linier negatif (koefisisen
Perubahan saturasi oksigen menunjukkan
korelasi r = - 0, 553) , berarti terdapat
hasil berbeda tidak bermakna antara
kecenderungan makin tinggi konsentrasi
ketiga kelompok dan antara sebelum
N20 yang diberikan ,maka akan makin
dengan sesudah induksi pada masing-
mempercepat waktu induksi anestesi
masing kelompok. Sehingga penambahan
sevofluran.
N2O sampai konsentrasi 662/3% tidak
Penelitian ini menunjukkan bahwa mempengaruhi saturasi oksigen pada saat
sevofluran dapat menjamin stabilitas induksi anestesi. Hal ini mungkin
kardiovaskuler. Ini terlihat dan hasil disebabkan oleh waktu induksi
pengukuran tekanan darah (sistolik dan sevofluran yang cepat dan oksigenasi
diastolik), tekanan arteri rerata dan laju sebelum induksi cukup efektif untuk
jantung menunjukkan perubahan berbeda meningkatkan cadangan oksigen(4,7,14).
tidak bermakna antara keadaan sebelum
Komplikasi induksi anestesi pada
dengan setelah induksi pada masing-
masing-masing kelompok adalah minimal
masing kelompok dan antara ketiga
dan menunjukkan hasil berbeda tidak
kelompok. Penelitian-penelitian
bermakna. Komplikasi yang terjadi
sebelumnya menunjukkan bahwa induksi
adalah batuk, yaitu 3 orang pada
sevofluran 8% dengan tehnik single
kelompok 02 , 1 orang pada kelompok
breath memberikan kestabilan
4,7,14,24 50% N2O dan 1 orang pada kelompok 66
hemodinamik yang baik dan
2/3% N2O. Hal ini mungkin disebabkan
pemberian N2O akan menyebabkan efek
oleh karena sifat-sifat sevofluran dan
klinis yang signifikan terhadap tekanan
N2O, yaitu iritasi jalan napas minimal dan
darah dan laju jantung apabila diberikan
koefisien partisi darah/ gas yang rendah,
lebih 80% 24. Penurunan tekanan darah
sehingga induksi berjalan mulus dan
(sistolik dan diastolik), tekanan arteri
cepat. Kelompok yang diberikan N2O,
rerata dan laju jantung yang terjadi
komplikasi induksi lebih sedikit
diakibatkan pemberian sevofluran
dibandingkan tanpa N2O. Hal ini
konsentrasi tinggi yaitu 8% sehingga efek

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 39


Jurnal Anestesiologi Indonesia

disebabkan pemberian N2O akan DAFTAR PUSTAKA


menyebabkan sedasi ringan (mulai 25%) 1. Bisri T. Konsep VIMA dengan
dan peningkatan konsentrasi akan sevofluran. Bandung, 1998 : 2-22
menyebabkan penurunan sensasi 2. Bisri T. Sevofluran untuk VIMA pada
perasaan khusus misalnya bau sehingga pediatnk anestesi. Dalam : Kumpulan
Makalah Simposium Anestesi Pediatrik.
mengurangi komplikasi induksi. 4,7,14,26.
Bandung : Bagian Anestesiologi FK
Unpad / RSUP dr. Hasan Sadikin dan
IDSAI Jawa Barat, 1998.
SIMPULAN 3. Rushman GB, Davies NJH, Cashyman
JN. Administration of Volatile
Pemberian N2O pada induksi anestesi anaesthetics and gases. In A Synopsis of
dengan sevofluran 8% dengan tehnik Anesthesia. 12th ed. Oxford :
Butterworth Co, 1999 ; 152-63.
single breath , tidak mempercepat waktu
4. Agnor RC, Sikich NB, Leman J. Single-
induksi anestesi. Induksi anestesi dengan breath vital capacity rapid inhalation
sevofluran 8% dengan atau tanpa N2O , induction in children : 8% sevofluran
dengan tehnik single breath versus 5% halothane. Anesthesiology
menunjukkan gejolak kardiovaskuler 1998 ; 89 : 379 - 84.
5. Handoko T. Anestetik umum. Dalam :
yang minimal (tekanan darah, tekanan
Gan S, penyunting. Farmakologi dan
arteri rerata dan laju jantung). Induksi Terapi. Edisi III. Jakarta : Bagian
anestesi dengan sevofluran 8% dengan Farmakologi FK. UI, 1987 ; 103 - 15.
atau tanpa N2O ,dengan tehnik single 6. Joenoerham J, Latif SA. Anestesia
breath berjalan lancar tanpa komplikasi Umum. Dalam : Muhiman M, Sunatrio,
Dahlan R, penyunting. Anestesiologi.
yang berarti.
Jakarta : CV Infomedia, 1989 ; 80- 1.
Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah 7. Yurino M, Kimura H. Induction of
anesthesia with sevofluran, Nitrous
sampel yang lebih besar dan bervariasi
oxide and Oxygen : A Comparison of
sehingga akan dapat diketahui dengan spontaneus ventilation and vital capacity
tepat pengaruh Nitrous oxide terhadap rapid inhalation induction tehniques.
kecepatan induksi anestesi dengan Anesthesia and Analgesia 1993 ; 76 :
sevofluran. Perlu dilakukan penelitian 598 - 601.
8. Nishiyama T, Aibiki M, Hanaoka K.
tentang pengaruh pemberian Nitrous
Haemodynamic and catecholamin
oxide pada induksi anestesi, dengan changes during rapid sevofluran
menggunakan obat anestesi inhalasi yang induction with tidal volume breathing.
mempunyai koefisien partisi darah/ gas Canadian Journal of Anesthesia 1997;
sama atau lebih rendah dari Nitrous 44: 1066-1070.
9. Baswell MV, Collins VJ. Pharmacology
oxide, sehingga dapat diketahui apakah
of Inorganic Gas Anesthetics. In :
second gas effect dan concentration effect Collins VJ, ed. Physiologic and
dari Nitrous oxide masih dapat berefek Pharmacologic Bases of Anesthesia.
maksimal atau tidak. Chicago : Willim and Wilkins, 1996;
712-23.

40 Volume III, Nomor 1, Tahun 2011


Jurnal Anestesiologi Indonesia

10. Morgan E, Mikhael M. Inhalational WF, Perese DA, eds. Clinical Anesthesia
Anesthetics. In : Clinical Procedures of the Masachusetts General
st
Anesthesiology. 1 ed Connecticut: Hospital. 4th ed. Boston : Little, Brown
Prentice-Hall International Inc, 1992 ; and Company, 1993 ; 143 - 50.
105 - 07. 19. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Edisi
11. Korman W, Maplesson WW. 5. Jakarta : EGC, 1983 : 6 - 8.
Concentration and second gas effect : 20. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi :
can the accepted explanation be Konsep klinis proses-proses penyakit.
improved ? British Journal of Cetakan I. Jakarta: EGC, 1995 : 667 -77.
Anaesthesia 1997 ; 78 : 618 - 625. 21. Colins VJ. Anatomical aspects of
12. Gou M, Alex M, Rolf L. Nitrous oxide respiration. In : Physiologic and
decrease solubility of Halotan and Pharmacologic Bases of Anesthesia.
isoflurane in blood. Anesthesia and Chicago : Williams and Wilkins, 1996 ;
Analgesia 1993 ; 77 : 761 – 5. 2 - 12.
13. Lambert J. Single-breath induction of 22. Haloday DA. Elimination of inhalation
anesthesia with isoflurane. Br J Anaesth anesthetics. In : Collins VJ, ed.
1987 ; 59 : 1214- 18. Physiologic and Pharmacologic Bases of
14. Yurino M, Kimura H. Comparison of Anesthesia. Chicago : Williams and
induction time and characteristics Wilkins, 1996 ; 730.
between sevofluran and sevofluran / 23. Bisri, T. Neuroanestesi. Edisi 1.
nitrous oxide. Anaesthesiology 1995 ; 39 Bandung 1996 : 1 - 15.
: 356 - 8. 24. Walpole R, Logan M. Effect of
15. Smith I, Nathanson HM, White PF. sevofluran concentration on inhalation
Sevofluran - a long-awaited volatile induction of anaesthesia in the elderly.
anaesthetic. British Journal of British Journal of Anaesthesia 1999 ; 82
Anaesthesia 1996 ; 76 : 435 - 45. : 2 - 24.
16. Cousins M, Seaton H. Volatile 25. Baum VC, Yemen TA. Immediate 8%
anaesthetic agents and their delivery sevofluran induction in children : A
systems. In : Healy T, Cohen PJ, eds. A Comparison with incremental sevofluran
Practise of Anaesthesia 6lh ed. London : anf incremental halothane. Anaethesia
Edward Arnold, 1995 ; 117 -119. and analgesia 1997 ; 85:313-16.
17. Baswell MV, Collins VJ. Fluorinated 26. Philip BK, Lombard LL, Roaf ER.
Ether Anesthetic. In : Collins VJ, ed. Comparison of vital capacity induction
Physiologic and Pharmacologic Bases of with sevofluran to intravenous with
Anesthesia. Chicago : William and propofol for adult ambulatory anesthesia.
Wikins, 1996 ; 700 - 3. Anesthesi and analgesia, 1999 ; 89 : 623
18. Lennon P. Intravenous and Inhalation – 7.
Anesthetic. In : Davison KJ, Eckhardt

Volume III, Nomor 1, Tahun 2011 41

You might also like