Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Septiana Abdurrahim
Pembimbing:
dr. Thariq Emyl. T. H, Sp.An
1
LEMBAR PENGEESAHAN KOORDINATOR
KEPANITERAAN
REFERAT
Obat vasopressor dan Inotropik
Septiana Abdurrahim
1620221166
Mengesahkan:
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kareana atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul
“Obat Vasopresor dan Inotropik”. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesi dan Reanimasi.
Penyusunan tugas referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak
yang turut membantu terselesaikannya tugas referat ini. Untuk itu, kesempatan ini
kami ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Thariq
Emyl. T. H, Sp.An atas bimbingannya selama ini dan juga tak lupa kepada teman-
teman seperjuangan di Kepaniteraan Klinik Anestesi dan Reanimasi kerjasamanya
selama penyusunan referat ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi kami sendiri, pembaca,
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum membahas mengenai obat inotropic dan vasopressor terlebih
dahulu dasar pemahaman mengenai sistem saraf otonom dengan pengaturan
kompleksnya dan mengenai sistem kardiovaskuler untuk memahami bagaimana
obat-obat ini bekerja di dalam tubuh.
5
Gambar 1. Sympathetic dan parasympathetic
NEUROTRANSMITER
Gambar2. Neurotransmiter
Serat saraf adrenergik memiliki salah satu reseptor alpha (ά) atau
beta (β). Obat-obatan adrenergik bisa bekerja pada hanya reseptor ά, hanya
reseptor β, atau pada kedua reseptor ά dan β. Sebagai contoh phenilephrine
(Neo-Synephrine) utama bekerja pada reseptor ά; isoproterenol utama
bekerja pada reseptor β; dan epinephrine beraksi pada kedua reseptor ά dan
β. Apakah suatu obat adrenergik bekerja pada reseptor ά ,β, atau ά danβ
menyebabkan variasi respons untuk kelompok obat ini. Reseptor ά dan β
dapat lebih jauh dibagi kedalam reseptor adrenergic ά1 dan ά2 dan reseptor
adrenergic β1 dan β2. Tabel 2.a. menunjukkan efek pada tubuh manakala
4
terjadi stimulasi dari reseptor ini.
6
Gambar 3. Reseptor saraf adrenergic
7
perangsangan baroreseptor, menghasilkan peningkatan aktifitas PANS,
memicu bradikardi dan mengurangi aktifitas SANS, yang pada gilirannya
menurunkan heart rate, daya kontraksi dan vasokontriksi. Hasil penurunan
CO dan TPR berperan untuk pengembalian tekanan darah rata-rata kearah
tingkat normalnya. Sebaliknya, penurunan tekanan darah mendatangkan
feedback neural ANS meliputi penurunan keluaran PANS dan
meningkatkan aktifitas SANS, aksi itu menghasilkan peningkatan cardiac
6
output dan TPR.
8
II.2 ADRENERGIK (INOTROPIK/VASOPRESSOR)
9
gambar 4. Agonis adrenergik dan masing-masing reseptor
Inotropisme
Hal ini diartikan sebagai kekuatan dan kelenturan kontraksi ventrikel jika
preload dan afterload dipertahankan konstan. Kita dapat mendefinisikan kegagalan
inotropisme lebih baik daripada definisi aslinya. Miokardium membuat CO dapat
diatur pada level manapun di bawah batas inotropiknya. Ketika inotropisme normal,
CO lebih tergantung pada faktor-faktor ekstra kardiak seperti preload dan
7
afterload.
Lusitropisme
10
7
4. untuk RJP.
11
penjumlahan yang bekerja pada reseptor katekolamin. Adanya efek penjumlahan
ini mengimplikasikan bahwa lokasi-lokasi ikatan agonis adrenergis pada reseptor
7
adrenergis memiliki jumlah terbatas.
12
7
klinis.
Penggunaan agonis adrenergis dengan efek α yang kuat dalam jangka waktu
yang lama biasanya menimbulkan takifilaksis. Fenomena ini kemungkinan
disebabkan oleh peningkatan hilangnya volume plasma melalui kapiler yang
iskemik dan downregulation reseptor adrenergis. Spinkter prekapiler berada dalam
kontrol miogenik lokal dan akan berelaksasi dalam keadaan hipoksia dan asidosis,
walaupun terdapat stimulasi α. Spinkter postkapiler lebih fungsional dalam
lingkungan dengan hipoksia dan asidosis namun berada dalam kendali sentral yang
lebih kuat. Tonus postkapiler yang tetap tinggi sedangkan terdapat relaksasi
prekapiler meningkatkan tekanan hidrostatis dengan penurunan volume
intravaskuler. Kejadian-kejadian ini hanya beberapa penjelasan dari keadaan “syok
13
levophed” yang sebelumnya dianggap misterius dimana pasien tidak dapat dilepas
7
dari infus NE.
Dopamin merupakan agonis DA yang tersedia secara klinis. Hal ini telah
dimanfaatkan secara efektif dalam penggunaan klinis untuk mengurangi resistensi
dalam jaringan pembuluh darah mesenterika dan ginjal, menimbulkan perbaikan
dalam perfusi di daerah-daerah tersebut dalam keadaan aliran rendah. Hanya sedikit
7
komplikasi yang ditemukan pada penggunaan dopamin untuk tujuan ini.
14
dalam jangka waktu yang lama jarang diperlukan, namun fenilefrin tetap
menjadi pilihan dalam ruang operasi untuk menjaga tekanan selama dilakukan
bypass kardiopulmonal dan juga selama dilakukan prosedur intrakranial dan
prosedur pada vaskularisasi perifer. Obat ini tidakmenimbulkan disritmia
sebagai efek langsung. Fenilefrin juga berguna dalam memutarbalikkan shunt
kanan-ke-kiri pada tetralogi Fallot saat pasien sedang melalui “spell” dalam
anastesi. Vasokonstriktor dapat mengurangi ukuran cedera iskemik apabila
7
digunakan bersamaan dengan pompa balon intra-aorta atau nitrogliserin.
NOREPINEPHRIN
15
oksigen yang paling baik. Sebagian besar dosis kecepatan infusi yang telah
dipublikasi didasarkan pada titrasi tekanan darah sehingga terlalu bebas.
Walaupun NE lebih jarang digunakan pada pasien yang sakit berat
dibandingkan dengan katekolamin lainnya, telah timbul perhatian kembali
pada obat ini. NE tetap bermanfaat secara klinis karena efeknya dapat
7
diprediksi, cepat dan poten.
16
yang rendah, aliran tinggi (vasodilatasi), dan maldistribusi pengaliran, NE
terlihat memperbaiki aliran darah ginjal dan splanchnic denganmeningkatkan
7
tekanan, asal pasien telah diresutasi.
EPINEPHRINE
EPI sering digunakan pada anastesi perioperatif oleh ahli bedah dan ahli
anastesi. Sering digunakan untuk memproduksi kekurangan darah pada
dentistry, otolaryngology dan skin dafting juga topical local dan blok. Ahli
anastesi sering menggunakan prolong anestesi regional. Penambahan EPI
pada infusion arthroscfopic mengatasi kehilangan darah pada tempat lain
penggunaan EPI meningkat. Infuse ini biasanya aman pada operasi yang
kering karena dicairkan dengan 1 : 3.000.000. Bagaimanapun sejumlah besar
infuse dan absorbsi EPI yang tak terprediksi , khususnya menispisnya tulang
cancellous dapat mengekspose pasien kepada sejumlah excessive dari
7
epinephrine lebih dari menurunya pada jangka pendek.
17
failure, pulmonary edeme atau cardiac arrhytmias dan arrest pada penderita
sehat dan muda.Masalah selama infusion cairan intra articulan akan dicatat
dengan peningkatan
18
enflurane dan isoflurane. Insidensi cardine dysrhytmia dieliinasi ketika
anestesi pasien diberikan setengahnya
EPHEDRINE
19
lebih baik dari ephedrine. Provilaxis dari ephedrine sebelum blockade spinal
pada obstetric menghasilkan estimasi klinik dari status volume karena efek
7
venous return dan tekanan arteri.
DOPAMINE
20
presynapsis ditambah dengan efek vasodilatasi pada reseptor DA1 dengan
inhibisi presinapsis NE release pada pembuluh darah renal dan mesenterika.
Reduksi dari resistansi vaskularisasi sistemik total akan signifikan, dengan
7
mempertimbangkan bahwa 25% CO menuju ginjal saja.
Juga walaupun terlihat respon dosis dari DA, respon variasi individu
yang luas harus dicatat. Efek dari α adrenergic dapat dilihat pada beberapa
individu dengan dosis serendah 5μg/kg/mnt, dimana dosis setinggi 20
μg/kg/mnt dapat digunakan dengan efek tertentu pada pasien shock. Variasi
yang luas pada respon dosis harus berpedoman pada reexamination dari DA
sebagai adrenergic primer pada pasien shock cardiogenik atau gagal jantung.
Peningkatan venous return tidak dapat dirasakan pada situasi ini, tapi
hemodinamik dopamine dilanjutkan dengan penggunaan pada shock
kardiogenik dengan kombinasi dengan katekolamin komplemen seperti
dobutamin. Efek venokonstriksi atau distribusi dari dopamine berfungsi
pembedahan pada pasien yang edema ketiga permukaan dan sepsis yang
sering tidak normal. Dopamine meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan
tidak disarankan untuk pasien dengan gagal jantung kanan syndrome respirasi
7
distress pada dewasa atau hipertensi pulmonal.
DOPEXAMINE
21
dibutuhkan tidak meningkat penggunaan oksigen miokardial atau memacu
aaritmia dan memilih aksi yang dimungkinkan untuk jangka waktu yang lama.
DPX merupakan obat iv shord aelius (t1/2 6= 7 menit) analog dengan DA dan
mempunyai aktivitas dominant terhadap reseptor ß2 dan DA1. pasien
prestoperasi dengan out pun rendah menunjukkan pemanjangan elemen half
life menjadi 11 menit. Pemanjangan half life ini tidak baik tidak diinginkan
dan menyebabkan masalah klinik. Dopexamine juga menghambat secara
uptake neuron terhadap NE DPX mempunyai efek inotropi positif ragam yang
menyebabkan vasodilatasi sistemik dan kembali melalui suatu mekanisme
utama berupa reseptor agonis. DPX tidak mempunyai aktivitas agonis ß1 atau
α1 seperti pada DA. DPX diketahui sebagai inodilator meskipun efek
inotropiknya lemah, berkurangnya aktivitasnya ß1 kecuali uptake NE
berkurang. Aktivitas intropin yang predominan berasal dari efek ß2-nya. Efek
DPX adalah penurunan afterload melalii renal dan vasodilatasi mesentara
(aktivitas DA1 dan ß2 reseptor), inotropik positif (aktivitas ß2 miocordium
7
dan penurunan uptake NE) dan natarauesis (reseptor DA1 ditubular).
Potensi relative DPX terhadap reseptor DA1 dan DA2 hanya 0,3 dan 0,17
potensi ini 60 kali lebih peka daripada reseptor ß2 D2. penurunan regulasi
reseptor ß2 miocardium menyebabkan terjadinya kronik heart failure. Profil
tersebut potensial digunakan sebagai suatu tambahan dalam peningkatan CO
pada pasien kronik heart failure karena simpanan ß2 miocardium ketika
reseptor ß1 menurun. Obat inotropik tambahan lebih dibutuhkan untuk
7
melihat keuntungan dari vasodilatasi DA1 dan ß2.
22
7
chronik congestive heart failure.
FENOLDOPAM
23
7
tersebut.
BROMOCRIPTINE
IBOPAMINE
LEVODOPA
24
7
vaskularisasi perifer.
Dobutamine
25
peningkatan HR per unit pada CO daripada dopamine, tetapi hilang dari
aktivitas kronotropik. Beberapa masalah tahikardi dapat terjadi pada orang
yang sensitive dan penyebabnya akan dilakukan pada pasien dengan fibrilasi
arteri yang tidak stabil maupun tahikardia berulang. Ditemukan bahwa DBT
lebih baik dari dopamine, EPI juga isoproterenol karena efek kronotropiknya.
7
DBT meningkatkan HR lebih daripada EPI untuk meningkatkan CO.
ISOPROTERENOL
26
disritmogenik yang baik dan pada daerah iskemikmiokard. Efek lambat pada
proses iskemia termasuk disritmia jantung, takikardia, dan menurunkan
tekanan perfusi diastolic koroner dan waktunya. Meningkatkan oksigenisasi
miokardial tapi variasi hemdinamik berkembang menyebabkan obat tidak
7
baik pada pasien shock, khususnya setelah infark miokard akut.
TERAPI KOMBINASI
27
dengan dopamine dapat juga meningkatkan perbandingan menjadi sebuah
7
efek equal dari DBT.
28
dengan dosis rendah daripada dicapai dengan obat tunggal. Walaupun agent
inotropik tiap obat mendilatasi vaskuler yang berbeda. Penurunan summasi
afterload oleh kedua obat yang dapat menghasilakan perbaikan yang lebih
tinggi pada CO daripada dicapai dengan obat tunggal, walaupun pada level
inotropik yang sama lebih konsisten dengan reseptor farmakologi dan
digunakan untuk menguntungkan dalam pemilihan sehingga mencegah efek
samping yang tidak diinginkan dari obat tunggal ketika diberi tambahan
dengan tambahan lain. Satu menjadi biasa dengan sedikit agent untuk
7
mengatur keadaan klinik yang beragam.
29
NONADRENEGIC SYMPATHOMIMETICS AGENT
ADENOSINE
30
+
selama melalui peningkatan pengaliran K .Merupakan channel regulasi
+
asetilkolin K . Penampilan adenosine efek dari berbagai asetilkolin, termasuk
waktu paruh plasma yang sangat singkat bahkan beberapa detik. Mekanisme
2+
antidisritmia dari blockade Ca channel menjadi efek yang tidak langsung
dan menstimulasi ß yang perlu saja hadir. Ciri inimenyarankan peraturan yang
masuk akal pada katekolamin didalam disritmia. Adesosine mengexhibit
beberapa cirri dari antidisritmia primer dari adenosine adalah untuk menyela
+
takikardia dam nodal AV re-entrant, yang berhubungan dengan arus K ,
2+
daripada efek arus Ca . Indikasi utama dari adenonis adalah paroxysmal
supraventrikuler tachycardia (PSVT), yang dapat diakhiri dalam beberapa
menit. PSVT berhubungan dengan kategori umum dari takhikardia komplek
dengan onset dan penghentian akut. Bentuk yang sering adalah nodus AV re-
entri takikardia dan AV reciprocating takhikardia. PSVT menghitung selama
kira-kira tiga belas dari seluruh kasus perioperatif disritmia. Studi klinis
mendukung penggunaan adenosine untuk pengobatan dari W-P-W syndrome
dan re-entrant tachycardia involving AV node. Jenis yang sama menyebabkan
adenosine sebuah agent terapi yang efektif yang dapat juga menjadi agent
yang ideal untuk mendiagnosa disritmia tipe lain. Insedensi dari kesalahan
diagnosis dari disritmia supraventrikular telah dilaporkan menjadi sebesar
7
15%.
XANTIN
31
dapat menyebabkan aktivitas adrenergic sinergis karena meningkatnya
7
produksi dan penurunan pemecahan cAMP.
Disaritmia jantung sering terjadi pada kondisi ini dan lebih lagi pada saat
anastesi umum nalotan. Disratmia jantung yang serius dapat terjadi dengan
7
kombinasi ini jika tidak dikontrol dengan baik.
INHIBITOR FOSFODIESTERASE.
32
Variasi inhibitor PDE undergoing pengobatan/penanganan klinik.
Kontribusi yang sama seperti intropism dan vasodilatasi berbeda satu sama
lain. Amrinon dan milrinon satu-satunya inhibitor PDE III. Tingkat efek
hemodinamik obat ini tergantung pada dosis derajat inotropik balik dan
7
tingkat deplesi cAMP.
Amrinion.
33
pada anjing pada pemberian amrinone dosis tinggi selama lebih dari 3 bulan.
Tidak ada bukti adanya efek tersebut pada manusia, tetapi implikasi
penggunaan halotan pada pasien yang diberikan amrinon jelas ada. Jika efek
samping tidak menunjukkan masalah mana obat ini dapat digunakan.
Amrinone memiliki index terapi kira-kira 100:1 dibandingkan 1,2 : 1 dengan
.7
glikosida digitalis
MILRINONE.
ENOXIMONE.
Enoximone adalah inhibitor PDE III yang terbaru yang telah terbukti
sesuai pada pasien yang menderita gangguan fungsi miokardial parah.
Enoximone merupakan turunan imidazol yang secara struktur tidak
berhubungan dengan digitalis, katekolamin, atau amrinone. Golongan ini
tidak diimplikasikan pada bahaya platelet. Efek hemodinamiknya mirip
seperti yang diberikan amrinone. Obat ini muncul menjadi inotropik yang
paling potensial daripada amrinone yang efek inotropiknya masih ditanyakan.
Enoximone menghasilkan vasodilatasi anterior pulmonary dan sistemik dank
arena itu bisa diklasifikasikan sebagai inodilator. Peningkatan apapun dalam
konsumsi oksigen miokardial (MVO2) melalui peningkatan dalam inotropism
terhitung dari penurunan afterload dan pengurangan ukuran ventricular. Obat
ini telah diberikan baik secara teknik bolus dan infuse. Obat ini telah
digunakan secara primer pada pasien dengan shok kardiogenik dan untuk
menghentikan dari bypass kardiopulmonary. Penggunaannya juga pada
34
pasien yang terbukti refraktori terhadap terapi katekolamin. Dosis terapi
defenitif tidak tetap tapi beberapa penelitian diberikan 1-2 mg/kg bolus diikuti
infuse 3-10 μg/kg/mnt. Dalam berbagai kasus C1 dan SV meningkat dengan
penurunan tekanan pengisian ventricular ISVR dan PVR. Tidak ada
peningkatan detak jantung yang dilaporkan. Teknik bolus sendiri telah
membantu dalam menghentikan pasien dari bypass kardiopulmonari tanpa
7
mempengaruhi detak jantung atau menyebabkan aritmia.
Glukagon .
5. anorexia
7
6. efek inotropik dan teronotropik jantung.
35
panjang. Setelah dosis bolus, aksinya hilang sekitar 30 menit kemudian.
Infuse lanjutan 5μg/kg/mnt dibatasi dengan initial bolus 50μg/kg/mnt. Onset
7
terjadi 1-3 menit dan puncak pada 10 -15 menit.
Mual dan mentah adalah efek samping yang umum pada pasien yang
bangun sadar, terutama setelah dosis bolus. Hipokalemia, hipoglisemia dan
hiperglisemia juga terlihat karena kegunaan glukagon pada pasien jantung,
penggunaannya tidak menjadi popular. Hal ini mungkin berhubungan dengan
harganya yang mahal dan metabolisme ganda dan efek fisiologi yang umum
7
setelah pemberian.
7
4.Kelebihan blockade ß-andrenergik.
GLIKOSIDA DIGITALIS
36
ini dapat dihitung untuk aksi inotropik positif karena respon inotropik bukan
katekolamin atau reseptor ß dependen dan oleh karena itu efektif pada pasien
yang mendapat obat ß blok. Mekanisme inhibisi transport enzim ini juga
+ 7
menghasilkan hilangnya K dari sel miokardial.
37
Digoxin merupakan sesuatu yang berharga pada pasien dengan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh iskemik, valvular,
hipertensi dan penyakit jantung congenital. Pasien dengan kardiomiophaty
dan COR pulmonale juga berguna. Perhatian harus diatur pada kondisi
dimana penggunaan digitalis tidak berguna dan potensial. Termasuk juga
mitral stenosis dengan irama sinus normal dan perikarditis konstriktif dengan
7
tamponade.
2.pembesaran jantung
7.fibrilasi atrium
8.pembedahan cardiovascular
38
7
9.gangguan rematik.
3.Obat-obat inotropik yang lebih sedikit toksik dan dapat dihentikan dengan
segera siap di available.
4.Verapamil atau ß bloker lebih efikasi tak disritmia supra ventricular tidak
diawali dengan gagal jantung.
5.Digitalis dapat menyebabkan disritmia berat pada pasien yang tidak stabil.
CALSIUM SALT
39
Ringer established merupakan kalsium yang penting pada kontraksi
jantung lebih dari 150 tahun yang lalu.
Merupakan kepentingan yang besar
pada genesis dari aksi potensial dari kardia dan kunci pengawasan storage
controlling energi intraselluler dan penggunaan. Pergeseran dari calsium
ekstraseluler menyilang membrane juga fungsi otot polos uteri sebaik otot
polos pembulus darah. Hanya dengan pembaharuan telah kita awali apresiasi
dari aturan kritis bahwa kalsium bekerja pada spectrum luas dari proses
biologi, dari koagulasi menuju transmisi muscular. Obat-obat
sympatomimetik meningkatkan kalsium influks transmembran, dimana ß
7
bloker dan calsium cannel bloker menghambat pergerakan.
40
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penggunaan obat-obatan adrenergik memiliki variasi yang luas dalam
medikamentosa, khususnya obat-obatan inotropik/vasopressor yang sangat terkait
dengan pengobatan di bidang kardiovaskuler. Hal ini tak lepas dari farmakologi
obat tersebut yang memilik kekhasan dalam selektifitasnya terhadap reseptor-
reseptor dan efek yang timbul sebagai respons akan stimulus.
41
DAFTAR PUSTAKA
42