You are on page 1of 23

A.

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum

1. Merangkai Penguat Daya dengan Transistor Komplementer


2. Pengaruh beban dan tegangan input terhadap hasil input dan output maksimum

B. Dasar Teori

Rangkaian Push pull biasannya menggunakan rangkaian penguat kelas B atau AB


Konfigurasi push pull memungkinkan setengah periode sinyal positif dan setengah
periode sinyal negatif muncul di terminal output. Pada penguat kelas B, transistor
akan aktif hanya bila tegangan AC menyala, karena tegangan bias DC nya mendekati
nol atau titik kerja mendekati daerah cut off. Terdapat beberapa macam konfigurasi
push pull yang bisa digunakan. Diantaranya adalah dengan menggunakan transistor
komplementer. Pada konfigurasi ini, digunakan dua buah transistor yang berbeda
(pnp dan npn). Salah satu transistor akan aktif saat tegangan input AC bernilai positif
sehingga akan menguatkan sinyal setengah periode bernilai positif sedangkan
transistor kedua tidak aktif. Pada setengah periode berikutnya, tegangan input AC
bernilai negatif sehingga transistor pertama tidak aktif dan transistor kedua aktif.
Transistor kedua akan menguatkan setengah periode tegangan input AC yang bernilai
negatif. Maka, pada terminal output akan didapatkan sinyal tegangan output yang
gelombang penuh hasil penguatan dari gelombang input.

Cara Kerja konfigurasi Push Pull


Dapat dilihat pada gambar diatas, masing masing penguat bekerja pada dua periode yang
berbeda, yang satu bekerja saat inputnya berada pada periode positif, sedangkan yang
satu lagi bekerja saat periode negatif.

Konfigurasi Push Pull dengan transistor


komplementer

Dalam rangka mencegah terjadinya cacat silang (Cross Over Distortion), maka
digunakanlah penguat kelas AB, yaitu titik lengang berada dekat dengan daerah cut-off,
sehingga pada saat tegangan input masih bernilai nol, sudah ada bias tegangan yang dapat
menembus threshold voltage transistor. Untuk itu, dapat digunakan dioda, karena dioda
mempunyai threshold voltage yang besarnya sama dengan threshold voltage pada
transistor. Pemasangan dioda memungkinkan keberadaan bias tegangan yang dapat
menembus nilai threshold voltage saat tegangan inputnya masih bernilai nol.

Crossover distortion
Pengunaan dioda untuk menghasilkan bias tegangan

Transistor Q1 berfungsi untuk menguatkan tegangan sedangkan dioda berfungsi untuk


memberikan bias tegangan saat tegangan input AC masih bernilai nol untuk mengurangi efek
crossover distortion.
B. Alat dan Bahan

a. Resistor:
- 1 buah 68 kΩ
- 1 buah 47 kΩ
- 1 buah 12 KΩ
- 2 buah 270 Ω
- 2 buah 1,2 Ω
- 2 buah 18 Ω
- 1 buah 100 Ω
- 1 buah 10 Ω
b. Kapasitor:
- 1 buah kapasitor 1 μF
- 1 buah kapasitor 10 μF
- 1 buah kapasitor 1000 μF
c. Diode D1N4148
d. Bipolar Junction Transistor
- Fcs 9012 dengan HFE = 24 (transistor PNP)
- Fcs 9012 dengan HFE = 161 (transistor PNP)
- Fcs 9013 dengan HFE = 111 (transistor NPN)
e. Kabel Jumper
f. Bread Board
g. Osiloskop / CRO
h. Multimeter
i. Sumber tegangan DC
j. AFG
C. Gambar dan Analisa

Pada rangkaian diatas, transistor Q1 berfungsi sebagai penguat tegangan input. Transistor Q2 dan
Q3 bekerja pada daerah yang berlawanan, ini berarti ketika salah satu dari Q2 dan Q3 dalam
keadaan aktif (on), transistor yang lainnya akan berada pada keadaan cutoff. Ini mengakibatkan
titik operasi dari penguat diatas berayun-ayun sesuai dengan polaritas transistor yang aktif.
Pada rangkaian diatas kapasitor berfungsi sebagai blocking kapasitor yang fungsinya menahan
arus DC dan melewatkan arus AC. Transistor berfungsi komponen penguat, dioda digunakan
sebagai penghasil bias tegangan untuk melawan threshold voltage pada transistor sehingga
crossover distortion dapat dikurangi dan bentuk tegangan input mendekati sinusoidal sempurna
seperti tegangan inputnya.

Pengujian Tegangan Statis Penguat Daya dengan Beban R 9 Ohm

Rangkaian ini masih sama dengan rangkaian sebelumnya. Pemasangan beban tidak akan
berpengaruh terhadap besaran-besaran yang terukur pada bagian sebelumnya, karena beban
terpasang setelah kapasitor yang menghambat arus DC, sehingga beban tidak dilewati arus atau
dapat diabaikan. Pada eksperimen ini, akan dihitung beberapa nilai tegangan pada rangkaian,
yaitu pada titik-titik yang dicetak miring pada gambar.
Rangkaian transistor sebelah kiri adalah rangkaian voltage divider bias yang telah dibahas pada
unit praktikum sebelumnya. Karena rangkaiannya cukup kompleks, beberapa pendekatan dapat
diambil untuk mempermudah perhitungan. Resistor R8 dan R9 sangat kecil (1 ohm), maka dapat
didekati dengan rangkaian short circuit. Resistor R7 (10 ohm) juga sangat kecil sehingga drop
tegangannya pun kecil.
Persamaan yang berlaku :
𝑉𝐷 − 𝑉𝐵 = 𝑉𝑑𝑖𝑜𝑑𝑒

𝑉𝐵 + 𝑉𝐵𝐸2 = 𝑉𝑜

𝑉𝐶 − 𝑉𝐵𝐸3 = 𝑉𝑜

𝑉𝐸1 ≈ 𝑉𝐶𝐶

Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan Vss dan RL


Pada percobaan ini digunakan rangkaian dengan RL(R10) yang berbeda, yaitu 9 Ω dan 18 Ω.

Pada konfigurasi ini, terminal input rangkaian pada gambar di atas dihubungkan dengan AFG
(Function Generator) sebagai sumber tegangan input AC yang akan dikuatkan dayanya. Akan
digunakan middle frequency yaitu 1000 Hz untuk menghindari efek kapasitif dari transistor
(frequency response). Kita akan mengamati bentuk dan nilai tegangan output pada terminal
output dengan bantuan CRO pada saat tegangan output sesaat setelah terpancung.

Untuk mempermudah analisis, beberapa pendekatan diambil diantaranya dengan menganggap R8


dan R9 short circuit. Rangkaian equivalen DC sama seperti pada bagian sebelumnya. Sedangkan,
untuk rangkaian equivalen AC bisa didapat dengan menghubung singkat sumber tegangan DC
Vss. Seharusnya, untuk analisis AC, kapasitor akan mempunyai impedansi :
1
𝑋=
2𝜋𝑓𝐶

Tetapi, untuk nilai frekuensi kerja ini, maka, nilai impedansi masing-masing kapasitor adalah :
𝑋1 = 159 𝑂ℎ𝑚

𝑋2 = 15,9 𝑂ℎ𝑚

𝑋1 = 0,07 𝑂ℎ𝑚

Nilai yang hanya dalam orde Ohm membuat drop tegangan kapastor sangat kecil sehingga
kapasitor dapat dianggap short circuit untuk frekuensi kerja 1 kHz.
Pengujian Perolehan daya dan efisiensi

Pada konfigurasi ini, sebelum dihubungkan ke port input, function generator dihubungkan
terlebih dahulu ke resistor Rs bernilai 1,5 K seperti pada gambar.

Pada konfigurasi ini, nilai tegangan input V input akan berbeda dengan tegangan sumber function
generator Vs karena ada drop tegangan. Percobaan dilakukan beberapa kali dengan variasi
tegangan output saat terpancung, saat maksimum, dan untuk beberapa nilai peak to peak tertentu.
Pembahasan utama pada bagian ini adalah tentang daya keluaran, daya masukan, dan efisiensi
dari rangkaian penguat daya ini. Karena itu, analisis akan lebih ditekankan pada perhitungan daya
output dan efisiensinya. Daya input adalah daya yang harus kita suplai untuk menguatkan
tegangan input AC, dalam hal ini adalah daya dari sumber tegangan Vcc. Daya output adalah
daya keluaran yang muncul di terminal output, yang akan kita gunakan nantinya. Efisiensi adalah
rasio keduanya. Berlaku persamaan :
𝑃𝑖 = 𝑉𝑐𝑐 . 𝐼𝐷𝐶

𝑉𝑜(𝑟𝑚𝑠) 2 𝑉𝑝𝑝2
𝑃𝑜 = =
𝑅𝐿 8𝑅𝐿
𝑃𝑜
𝜂= 𝑥100%
𝑃𝑖
Pengujian Distorsi Harmonis

AFG CRO

Rangkaian diatas adalah untai Tapis T Ganda, Pada rangkaian Tapis T Ganda (Twin T Filter), sisi
bagian atasnya dapat menghasilkan gelombang output dengan beda fase sebesar 90o lead
.Sedangkan pada sisi bawahnya menghasilkan gelombang output dengan beda fase sampai 90o
lag. Jadi, saat frekuensi tertentu, output yang dihasilkan oleh kedua sisi atas dan bawah rangkaian
tersebut akan menghasilkan beda fase sebesar 180o dengan magnitude yang sama, jadi mereka
saling meniadakan.

Pada rangkaian diatas Frekuensi dibangkitkan dengan AFG akan dihubungkan dengan node input
dan osciloscope akan dihubungkan dengan node output.
D. Hasil Pengujian

A. Pengujian Tegangan dan Arus Ideal Penguat Daya Tanpa Beban

VO = 6,68 Volt
I DC = 3,2 mA

B. Pengujian Tegangan Statis Penguat Daya dengan Beban 9 Ω

VSS = 9 Volt
VA = 8,14 Volt
VB = 7,24 Volt
VC = 6,27 Volt
VD = 6,59 Volt
VO = 6,69 Volt
VE1 = 333 mVolt
VE2 = 6,69 Volt
VE3 = 6,67 Volt
C. Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan VSS dan RL

VSS RL V Out Mak V Input Mak I DC Gambar Gelombang

9Ω 8 mVPP 25,5 mVPP 0,52 mA

3,5

18 Ω 7,6 mVPP 24,5 mVPP 0,51 mA

9Ω 10,89 mVPP 19 mVPP 1,16 mA

5,5

18 Ω 9,7 mVPP 17,5 mVPP 1,18 mA

7,5 9Ω 8,8 mVPP 13 mVPP 2,46 mA

2,46 mA
7,5 18 Ω 7,2 mVPP 11 mVPP

6,6 mVPP
9Ω 9 mVPP 3,47 mA

18 Ω 7,6 mVPP 9 mVPP 3,37 mA


D. Pengujian Perolehan Daya dan Efisiensi

V Input Gambar Gelombang


V Out Vs (V) I DC (mA)
(Vpp)

Saat
6,8 mVRMS 7,6 m 3,32
terpancung

Saat maksimum 5,5 mVRMS 6,5 m 3,3

1 Vpp 1,22 mVRMS 1,6 8,38

E. Pengujian Distorsi Harmonis

V Output 2 fr 3 fr 4 fr 5 fr 6 fr
V In 1 VPP 1 VPP 1 VPP 1 VPP 1 VPP
V Out 376 mVPP 568 mVPP 672 mVPP 720 mVPP 752 mVPP
𝑉 𝑂𝑢𝑡
𝑉 𝐼𝑛
=β 0,376 VPP 0,568 VPP 0,672 VPP 0,720 VPP 0,752 VPP
V. Analisis Hasil Pengujian

a) Analisa Percobaan 1 dan 2

Pengujian Tegangan dan Arus Ideal Penguat Daya Tanpa Beban

VO = 6,68 Volt
I DC = 3,2 mA

Pengujian Tegangan Statis Penguat Daya dengan Beban 9 Ω

VSS = 9 Volt
VA = 8,14 Volt
VB = 7,24 Volt
VC = 6,27 Volt
VD = 6,59 Volt
VO = 6,69 Volt
VE1 = 333 mVolt
VE2 = 6,69 Volt
VE3 = 6,67 Volt

𝑉𝐷 − 𝑉𝐵 = 𝑉𝑑𝑖𝑜𝑑𝑒

𝑉𝐵 + 𝑉𝐵𝐸2 = 𝑉𝑜

𝑉𝐶 − 𝑉𝐵𝐸3 = 𝑉𝑜

𝑉𝐸1 ≈ 𝑉𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑

𝑉𝑆𝑆
Nilai ideal dari VO adalah 2
= 4,5 ini sedikit berbeda dengan hasil pengukuran yang
memperlihatkan VO = 6,69 Volt, ini dimungkinkan terjadi karena kondisi komponen yang
sudah kurang prima sehingga hasil yang didapat cukup jauh berbeda dari yang dapat
diperkirakan secara teoritis.

Sementara I DC dapat dihitung dengan cara menghitung terlebih dahulu arus pada
dioda dan arus pada resistor 5 :
𝑉𝐶 − 𝑉𝐷 6,27 − 6,59
𝐼𝐷 = = = −3,2 𝑚𝐴
𝑅6 100
𝑉𝐵 − 𝑉𝐴 7,24 − 8,14
𝐼5 = = = −3,33 𝑚𝐴
𝑅5 270
Dari situ nilai arus pada transistor 2 dapat dicari yaitu IB = ID-I5=0,13 mA.
Nilai dari IDC adalah penjumlahan antara IC2 dan IR4, yang masing-masing dapat dicari
dengan cara :
𝑉𝐴− 𝑉𝑆𝑆 8,14 − 9
𝐼4 = = = −3,18 𝑚𝐴
𝑅4 270
𝐼𝐶2 = 𝛽 × 𝐼𝐵2 = 137 × 0,13 𝑚 = 17,81 𝑚𝐴

𝐼𝐷𝐶 = 𝐼𝐶2 + 𝐼4 = 17,81 − 3,18 𝑚 = 14,63 𝑚𝐴

Dan ternyata hasil yang didapat dari perhitungan kembali berbeda cukup jauh dengan
besaran yang diukur, ini dimungkinkan oleh komponen yang kurang baik atau
pemasangan komponen yang kurang tepat atau pembacaan multimeter yang salah.

VD – VB = VDiode = - 0,7 V
6,59 – 7,24 = -0,65

VO – VB = VBE2 = -0,7 V
6,69 – 7,24 = -0,56 V

VC – VO = VBE3 = -0,7 V
6,27 – 6,69 = -0,42 V

VE1 ≈ Ground
VE1 = 333 mV ≈ 0

b) Pengujian Input dan Output Maksimum dengan Perubahan VSS dan RL

Nilai tegangan output akan bervariasi dengan nilai beban. Dengan semakin
besarnya nilai hambatan beban maka akan semakin besar tegangan output, karena
tegangan berbanding lurus dengan hambatan. Hal ini sepertinya tidak dapat
menggambarkan apa yang terjadi saat VSS bernilai 3,5 , 5,5 dan 7,5 volt, semuannya
justru mengalami penurunan tegangan saat beban bertambah dan untuk menambah
keanehan hasil pengukuran ini, arus DC yang mengalir justru semakin besar dan ini benar
benar bertolak belakang dengan hukum ohm, yaitu V = IR yang berarti jika I dan R
bertambah V yang dihasilkan juga akan bertambah, tapi tidak dengan rangkaian ini. Ini
bisa disebabkan oleh transistor yang kita gunakan saat diberi VSS 3,5 , 5,5 dan 7,5 Volt
belum benar – benar memenuhi syarat kerja dari transistor yang digunakan, sehingga
keluarannya pun jadi kurang maksimal atau tidak sempurna. Ini terbukti saat kita
memasang VSS sebesar 9 Volt, V out yang dihasilkan kali ini benar benar berbanding
lurus dengan nilai hambatannya atau bisa dibilang V out yang dihasilkan akan ikut
bertambah jika nilai hambatannya diperbesar. Jadi bisa dibilang transistor yang
digunakan tidak akan bekerja dengan maksimal jika kita menyuplainnya dengan V SS
kurang dari 9 Volt.

c) Pengujian Perolehan Daya dan Efisiensi

Dari hasil pengukuran, dapat dilihat V input (VPP) lebih kecil dari Vs (VPP), ini karena
adannya drop tegangan pada hambatan RS. Kita dapat menghitung daya input, daya
output, dan efisiensi rangkaian untuk nilai tegangan output yang diketahui, yaitu 1 Vpp.
Berikut ini adalah persamaan untuk menghitung daya input, daya output, dan
efisiensi rangkaian:

𝑃𝑖 = 𝑉𝑆𝑆 . 𝐼𝐷𝐶

𝑉𝑜𝑚𝑎𝑥 2
𝑃𝑜 =
𝑅𝐿

𝑃𝑜
𝜂= 𝑥100%
𝑃𝑖

Untuk V Out = 1 VPP

Pi = 0,07542 Watt

PO = 0,013889 Watt

𝜂 = 18,41 %
d) Pengujian Distorsi Harmonis

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa frekuensi resonansi (fr) mempengaruhi besar
V output yang dihasilkan tanpa merubah nilai V input. Dengan begitu nilai β dari
rangkaian Twin T Filter tersebut akan bertambah seiring dengan bertambahnya frekuensi
resonansi.

VI. Kesimpulan

 Prinsip kerja push pull secara umum:

 Saat tegangan input AC bernilai positif untuk setengah periode gelombang


yang pertama, salah satu transistor aktif, dan penguatan terjadi sedangkan
transistor yang lain tidak aktif
 Saat tegangan input AC bernilai negatif untuk setengah periode gelombang
yang kedua, transistor yang tadinya tidak aktif menjadi aktif, sedangkan yang
tadinya aktif menjadi tidak aktif sehinnga dapat melengkapi sinyal gelombang
yang telah dikuatkan selama setengah periode pertama

 Tegangan output dibatasi oleh sumber tegangan DC. Jika lebih besar, maka
tegangan output akan terpancung.

 Daya input adalah daya yang disuplai sumber tegangan DC untuk mengaktifkan
sifat transistor.

 Daya output adalah daya keluaran AC pada terminal output yang akan digunakan.

 Efisiensi daya adalah perbandingan antara daya output dan input

 Pada rangkaian Twin T Filter, frekuensi resonansi mempengaruhi besar V output yang
berarti juga mempengaruhi besar β rangkaian.
VII. Jawaban Pertanyaan

1. Hitungan arus :

𝑉𝐵1 − 𝑉0
𝐼2 = = −0,049 𝑚𝐴
𝑅2 + 𝑅3
𝑉𝐴 − 𝑉𝑠𝑠
𝐼4 = = −3,18 𝑚𝐴
𝑅4
𝑉𝐵 − 𝑉𝐴 7,24 − 8,14
𝐼5 = = = −3,33 𝑚𝐴
𝑅5 270
𝑉𝐶 − 𝑉𝐷 6,27 − 6,59
𝐼6 = 𝐼𝐷 = = = −3,2 𝑚𝐴
𝑅6 100
−𝑉𝐸1 −0,333
𝐼7 = = = −33,3 𝑚𝐴
𝑅7 10
𝑉𝑂−𝑉𝐸2 6,69−6,69
𝐼8 = = = 0 𝑚𝐴
𝑅8 1,2

𝑉𝐸3−𝑉0 6,67−6,69
𝐼9 = 𝑅9
= 1,2
= −16,67 𝑚𝐴

𝐼𝑅𝐿 = 0 𝑚𝐴 (karena arus pada beban di blok oleh kapasitor)

𝐼7 −33,3𝑚𝐴
𝐼𝐵1 = = = −1,513 𝑚𝐴
(𝛽 + 1) (21 + 1)

𝐼𝐵2 = 𝐼6 − 𝐼5 = 0,13 𝑚𝐴

𝐼9
𝐼𝐵3 = = −0,314 𝑚𝐴
(𝛽 + 1)

𝐼3 = 𝐼2 + 𝐼𝐵1 = −1,562 𝑚𝐴
Perhitungan AV :

RL 9 Ohm RL 18 Ohm

𝑉𝑜𝑢𝑡 8 𝑉𝑜𝑢𝑡 7,6


𝐴𝑉 = = = 0,313 𝐴𝑉 = = = 0,310
Saat Vss 3,5 V 𝑉𝑖𝑛 25,5 𝑉𝑖𝑛 24,5

𝑉𝑜𝑢𝑡 10,89 𝑉𝑜𝑢𝑡 9,7


Saat Vss 5V 𝐴𝑉 = = = 0,573 𝐴𝑉 = = = 0,554
𝑉𝑖𝑛 19 𝑉𝑖𝑛 17,5

𝑉𝑜𝑢𝑡 8,8 𝑉𝑜𝑢𝑡 7,2


Saat Vss 7,5V 𝐴𝑉 = = = 0,676 𝐴𝑉 = = = 0,654
𝑉𝑖𝑛 13 𝑉𝑖𝑛 11
𝑉𝑜𝑢𝑡 6,6 𝑉𝑜𝑢𝑡 7,6
Saat Vss 9V 𝐴𝑉 = = = 0,733 𝐴𝑉 = = = 0,844
𝑉𝑖𝑛 9 𝑉𝑖𝑛 9

Daya maksimum :

Untuk R=9 Ohm


𝑉𝑜𝑢𝑡𝑚𝑎𝑥 2 0,00662
𝑃𝑂𝑢𝑡 = = = 0,00000484 𝑊
𝑅𝐿 9
Untuk R=18 Ohm
𝑉𝑜𝑢𝑡𝑚𝑎𝑥 2 0,00762
𝑃𝑂𝑢𝑡 = = = 0,000003208 𝑊
𝑅𝐿 18

2. C1 adalah blocking capacitor yang berfungsi memblok tegangan DC dari sumber tegangan Vss
sehingga tidak mempengaruhi sumber tegangan input AC maupun rangkaian di luar terminal
input.
Q1 adalah transistor yang dirangkai secara voltage divider bias yang berfungsi untuk menguatkan
tegangan input AC untuk kemudian diteruskan ke stage penguat push pull transistor 2 dan 3.
Diode digunakan sebagai penghasil bias tegangan untuk melawan threshold voltage pada
transistor sehingga crossover distortion dapat dikurangi dan bentuk tegangan input mendekati
sinusoidal sempurna seperti tegangan inputnya.
3.
 Penguat Kelas A :
Penguat kelas A merupakan penguat yang titik kerja efektifnya setengah dari tegangan
VCC penguat. Agar penguat kelas A dapat bekerja atau berfungsi sebagai mana mestinya,
maka penguat kelas A memerlukan bias awal yang menyebabkan penguat dalam kondisi
siap untuk menerima sinyal. Karena hal ini maka penguat kelas A menjadi penguat
dengan efisiensi terendah namun dengan tingkat distorsi (cacat sinyal) terkecil.

 Penguat Kelas B :
Penguat kelas B merupakan penguat yang prinsip kerjanya berdasarkan tegangan bias
dari sinyal input yang masuk. Titik kerja penguat kelas B berada dititik cut-off transistor.
Dalam kondisi tidak ada sinyal input maka penguat kelas B berada dalam kondisi OFF
dan baru bekerja jika ada sinyal input dengan level diatas 0.6 Volt (batas tegangan bias
transistor).
 Penguat Kelas AB :
Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas A dan penguat kelas B.
Penguat kelas AB diperoleh dengan menggeser sedikit titik kerja transistor sehingga
distorsi cross over dapat diminimalkan. Titik kerja transistor tidak lagi di garis cut-off
namun berada sedikit diatasnya.
Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efisiensi dan fidelitas penguat. Dalam
aplikasinya penguat kelas AB banyak menjadi pilihan sebagai penguat audio.

 Penguat Kelas C :
Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik kerjanya berada di daerah cut-
off transistor. Perbedaan antara penguat kelas B dan penguat kelas C adalah pada penguat
kelas C hanya perlu satu transistor untuk bekerja normal tidak seperti kelas B yang harus
menggunakan dua transistor (sistem push-pull). Hal ini karena penguat kelas C khusus
dipakai untuk menguatkan sinyal pada satu sisi atau bahkan hanya puncak-puncak sinyal
saja.
Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan adalah frekuensi kerja
sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk sinyal. Penguat kelas C dipakai pada
penguat frekuensi tinggi. Pada penguat kelas C sering ditambahkan sebuah rangkaian
resonator LC untuk membantu kerja penguat. Penguat kelas C mempunyai efisiensi yang
tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang rendah.
 Penguat Kelas D :

Kelebihan dari penguat kelas D terletak pada efisiensinya, dalam keadaan ideal efisiensi
dari penguat kelas D bisa mencapai 100%. Akan tetapi pada kenyataannya nilai efisiensi
tersebut turun hingga nilai 90-95%. Hal ini disebabkan oleh ketidak idealan komponen
yang digunakan dan juga proses konversi dari PWM menjadi gelombang sinusoidal pada
bagian akhir dari penguat kelas D. Efisiensi 90-95% ini bisa didapatkan karena proses
penguatan sinyal hanya dilakukan pada sinyal-sinyal tertentu sesuai kebutuhan.
Power amplifier kelas D cocok digunakan sebagai power amplifier untuk audio dengan
sistem low tone seperti halnya power untuk subwoofer, karena keluaran sinyal audio untuk
nada menegah (vokal) dan tinggi (treble) pada penguat kelas D tidak bagus.

 Penguat Kelas E :
Seperti halnya penguat kelas C, penguat kelas E juga memerlukan rangkaian resonansi
LC dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari setengah duty cycle. Perbedaan
antara penguat kelas C dengan penguat kelas E adalah wilayah kerjanya. Penguat kelas C
bekerja pada daerah aktif (linier). Sedangkan penguat kelas E, bekerja sebagai switching
seperti halnya penguat kelas D. Biasanya transistor yang digunakan adalah transistor jenis
FET. Dengan digunakannya transistor jenis FET (MOSFET/CMOS), penguat ini
menghasilkan output yang lebih efisien dan cocok untuk sistem yang memerlukan drive
arus besar namun dengan arus input yang sangat kecil. Oleh karena efisiensinya yang
baik, yakni bisa mencapai 100% dan juga penguat kelas E dapat disederhanakan ke dalam
sebuah chip IC, maka penguat kelas E sering diterapakan pada peralatan transmisi mobile
dengan antena sebagai rangkaian resonansinya.

 Penguat Kelas F :
Penguat kelas F merupakan hasil pengembangan dari penguat kelas E. Susunan rangkaian
penguat kelas F lebih kompleks jika dibandingkan dengan penguat kelas E. Dalam
kondisi ideal, penguat kelas E dan penguat kelas F sama-sama memilik efisiensi 100%,
namun saat kondisi ideal tersebut tidak tercapai, efisiensi dari penguat kelas F lebih tinggi
dibandingkan dengan penguat kelas E.
Penguat kelas F meningkatkan efisiensi dengan cara menghilangkan komponen genap
gelombang harmonik dari sinyal input untuk menghasilkan sinyal kotak. Dengan
didapatkannya sinyal kotak maka transistor akan berada pada kondisi saturasi atau cut-off
lebih lama dan dapat menjalankan fungsinya sebagai switch dengan lebih baik.
 Penguat Kelas G :
Kelas G termasuk ke dalam kategori penguat analog. Tujuan dari penguat kelas G adalah
untuk meningkatkan efisiensi dari penguat kelas B/AB. Pada kelas B/AB, tegangan
supply hanya ada satu pasang yang sering dinotasikan sebagai +VCC dan –VEE misalnya
+12V dan –12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada penguat kelas G, tegangan supply
disusun secara bertingkat atau disebut dengan rail switching. Selain untuk meningkatkan
efisiensi, tujuan dari teknik penyusunan secara rail switching ini juga untuk mengurangi
tingkat disipasinya. Dengan menggunakan teknik rail switching ini, energi yang terbuang
dari tegangan keluaran transistor akan berkurang.

 Penguat Kelas H :
Pada dasarnya penguat kelas H merupakan pengembangan dari penguat kelas G. Jika
pada penguat kelas G menggunakan tegangan supply tetap yang disusun secara
bertingkat, maka pada penguat kelas H menggunakan tegangan supply variable (dapat
berubah-ubah sesuai kebutuhan). Sehingga tidak perlu lagi menggunakan metode rail
switching. Hal inilah yang menyebabkan efisiensi dari penguat kelas H lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penguat kelas G. Namun untuk penerapan dalam rangkaiannya pun
akan menjadi lebih kompleks dan rumit.

 Penguat Kelas T :
Penguat kelas T merupakan amplifier digital dengan menggunakan teknologi yang
disebut Digital Power Processing. Seperti halnya penguat kelas D, penguat kelas T juga
menggunakan konsep modulasi PWM dengan switching transistor serta filter. Jika pada
penguat kelas D, proses sebelumnya adalah pengolahan dalam bentuk analog, maka pada
penguat kelas T, proses sebelumnya adalah pengolahan dengan memanipulasi bit-bit
digital. Dalam penguat kelas T terdapat audio prosesor dengan proses umpanbalik yang
juga digital untuk koreksi waktu tunda dan fasa. Akibat prinsip kerjanya yang berada
dalam proses digital, maka sinyal keluaran dari penguat kelas T lebih tahan terhadap
noise sehingga gelombang keluarannya menjadi lebih jernih.

4. Faktor yang membedakan masing – masing penguat adalah :


a. Periode tegangan output dikuatkan
b. Posisi titik kerja (Q-point)
c. Efisiensi daya
d. Gain tegangan
e. Gain arus
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA

UNIT : 6

PENGUAT DAYA DENGAN TRANSISTOR KOMPLEMENTER

(PENGUAT DAYA DORONG TARIK “PUSH PULL”)

DISUSUN OLEH :

NAMA : Arviansyah Adhi Prayoga

No. Mhs : 40921

Kel/Hari : 9/Selasa Siang

LABORATORIUM ELEKTRONIKA DASAR

JURUSAN TE – TI. FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

You might also like