You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi adalah kondisi dimana organisme patogen bertambah banyak dan


menyebar ke daerah jaringan tubuh. Hal ini biasanya menimbulkan suatu reaksi
peradangan akut atau kronis, yang merupakan cara tubuh untuk memerangi dan
membunuh kuman patogen, atau melumpuhkan dan mengisolasi agar tidak
menyebar ke area lain. Tanda-tanda peradangan klasik antara lain: kemerahan,
bengkak, panas, nyeri dan hilangnya fungsi normal. 1
Hal penting lainnya, berbeda dengan infeksi jaringan lunak, infeksi tulang
memiliki kompartemen yang kaku, maka lebih rentan untuk mengalami kerusakan
pembuluh darah dan kematian sel dibandingkan jaringan lunak akibat peningkatan
tekanan pada inflamasi akut.1
Fraktur patologis merupakan fraktur yang jarang, tetapi dapat terjadi pada
osteomyelitis jika pengobatan yang terlambat dan tulang melemah oleh karena
erosi pada tempat infeksi atau oleh debridement yang berlebihan. Fraktur patologis
terjadi pada tulang yang abnormal. Tulang yang melemah menjadi predisposisi
pada pasien untuk terjadi fraktur selama aktivitas normal atau setelah trauma
minor. Fraktur (pada fraktur patologis) tulang dalam keadaan ini harus diwaspadai
oleh ahli bedah ortopedi untuk mencari kondisi yang mendasari fraktur. 2
Keberhasilan pengelolaan pasien membutuhkan rekognisi, diagnosis, dan
pengobatan yang mempengaruhi kondisi tulang. Pengelolaan fraktur dapat berubah
secara dramatis karena terkait kondisi patologis, dan kegagalan untuk mengenali
kondisi seperti osteoporosis atau penyakit tulang metastatik dapat merugikan
kehidupan atau anggota tubuh pasien. 2
Ketika merencanakan terapi pasien dengan fraktur patologis dan penyakit
sistemik tulang non neoplastik, ada baiknya untuk memisahkan masalah yang
mendasar menjadi penyakit yang dapat dikoreksi dan tidak dapat dikoreksi.
Penyakit yang dapat dikoreksi meliputi osteodistrofi ginjal, hiperparatiroidisme,
osteomalacia, dan disuse osteoporosis. Kondisi yang tidak dapat dikoreksi
termasuk osteogenesis imperfecta, displasia fibrosa poliostotik, osteoporosis
postmenopausal, penyakit Paget, dan osteopetrosis. Semua kondisi ini melibatkan
tulang yang lemah dan cenderung untuk fraktur atau menjadi gangguan bentuk

7
tulang. Kallus yang terbentuk mungkin tidak kembali seperti normal, dan
penyembuhan sering terjadi perlahan-lahan. Banyak dari pasien ini memiliki
insiden fraktur yang meningkat, delayed union, dan nonunion. 2
Tulang terdiri dari sel-sel mesenchymal yang tertanam dalam sebuah matrix
ekstraseluler. Matriks mengandung mineral yang memberikan kekuatan pada
jaringan dan kekakuan serta kelenturan pada kompresi. Komponen organik dari
matriks tulang, terutama kolagen tipe I, dan memberikan kontribusi untuk kekuatan
tulang, tetapi juga memberikan tulang plastisitas yang memungkinkan deformasi
besar tanpa terjadi fraktur. Matriks tulang juga mengandung berbagai sitokin,
termasuk faktor pertumbuhan yang merangsang pembentukan tulang. Faktor
pertumbuhan ini tampaknya memiliki peran penting dalam metabolisme tulang
yang normal dan dalam penyembuhan tulang yang patah. Periosteum, yang terdiri
dari dua lapisan, lapisan fibrosa luar dan dalam, lapisan selular dan vaskular
menutupi permukaan tulang eksternal dan berhubungan dalam penyembuhan
berbagai jenis patah tulang. 2,3
Periosteum yang lebih tebal dan seluler pada bayi dan anak-anak memiliki
pasokan vaskular lebih luas daripada orang dewasa. Mungkin karena perbedaan ini,
periosteum anak lebih aktif dalam proses penyembuhan fraktur. Berdasarkan
mekanik dan biologis, tulang dapat dibagi menjadi 2 yaitu: Tulang woven atau
tulang immature, dan tulang lamellar atau tulang dewasa. Tulang immature
membentuk kerangka embrio dan digantikan oleh tulang lamelar selama
pertumbuhan dan perkembangan. 2,3
Tulang immature juga membentuk jaringan pembentuk tulang baru dan
digantikan oleh tulang lamellar dan pembentuk tulang berdasarkan beban mekanik
yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tulang lamelar, tulang immature memiliki
tingkat deposisi dan resorpsi lebih cepat, karena memiliki matriks kolagen
anyaman yang irregular dan empat kali jumlah osteosit per satuan volume, dan pola
mineralisasi matriks yang tidak teratur. Tulang yang telah mature atau lamellar
akan membentuk tulang cancelous dan tulang cortical. 2,3

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tulang
Tulang panjang memiliki batang korteks atau diafisis yang terdiri dari
tulang padat berbentuk silinder, yang di dalamnya terisi oleh cancellous bone
yang berisikan sumsum tulang. Ujung dari tulang dengan korteks yang lebih
tipis dan memiliki jumlah yang besar dari cancellous bone, ini merupakan
regio epifisis dimana terjadi persendian pada tulang, dan area metafisis yang
menghubungkan epifisis dan diafisis tulang.4

Gambar 1. Anatomi tulang 4

Anatomi dari tulang dilihat dari lapisannya: (1) Periosteum, (2) Korteks,
dan (3) Cancellous (trabecular/spongy) bone. 4

Gambar 2. Anatomi tulang 4

9
(1) Periosteum
Periosteum menyelimuti permukaan diafisis kecuali di tempat
dimana diafisis dilapisi oleh tulang rawan atau dimana tendon melekat.
Periosteum terdiri dari dua lapisan: 4
a. Lapisan fibrous

Gambar 3. Lapisan fibrous 4

b. Lapisan cambium

Gambar 4. Lapisan cambium 4

(2) Korteks – Osteon


Osteon adalah unit konstruksi dasar juga disebut sistem haversian.
Setiap osteon memiliki kanal sentral,mengandung pembuluh darah dan
sejumlah kecil jaringan ikat dengan saluran interkoneksi yang dikelilingi
oleh lapisan konsentris atau lammellae dari tulang.4

10
Gambar 5. Korteks tulang 5

(3) Cancellous bone


Cancellous (atau trabecular/spons) tulang: kurang padat, lebih
elastis, dan porositas tinggi. Fungsinya adalah membantu menjaga bentuk
tulang dan menahan gaya tekan. Cancellous bone sembuh lebih cepat dari
tulang kortikal karena vaskularisasi-nya. 4

Gambar 6. Cancellous bone 5

11
B. Definisi
Infeksi pada tulang yang ditandai dengan inflamasi yang bersifat
destruktif yang progresif dan bertolak belakang dengan pembentukan tulang. 6

C. Epidemiologi
Organisme penyebab osteomyelitis pada anak dan dewasa biasanya
kuman Staphylococcus aureus (ditemukan pada hampir 70% kasus), bakteri
penyebab lain yang juga sering selain kokkus Gram positif, antara lain Group A
beta-haemolytic streptococcus (Streptococcus pyogenes) yang didapatkan pada
infeksi kronik pada kulit, begitu pula Grup B streptococcus atau
alphahaemolytic diplococcus S. pneumoniae. Etiologi penyebab tersering
osteomyelitis menurut usia antara lain: 1
Umur Organisme
Neonatus (lebih kecil S. aureus, Enterobacter species, and group A and
dari 4 bulan) B Streptococcus species
Anak-anak (4 bulan – 4 S. aureus, group A Streptococcus species,
tahun) Haemophilus influenzae, and Enterobacter species
Anak-anak, remaja (4 S. aureus (80%), group A Streptococcus species,
tahun- dewasa) H. influenzae, and Enterobacter species
Orang dewasa S. aureus and occasionally Enterobacter or
Streptococcus species

Mikro-organisme dapat mencapai jaringan muskuloskeletal melalui: 6


- direct introduction melalui kulit (suntikan, luka tusuk, laserasi,
fraktur terbuka atau operasi)
- direct spread dari fokus infeksi
- indirect spread melalui aliran darah dari lokasi yang jauh seperti
infeksi saluran nafas atas, infeksi pencernaan atau saluran kemih
Adapun faktor resiko yang berhubungan dengan osteomyelitis antara lain: 1
- Malnutrisi dan kondisi umum
- Diabetes Melitus
- Penggunaan Kortikosteroid

12
- Pasien imunodefisiensi
- Konsumsi obat-obatan imunosuppresan
- Stasis vena pada pembuluh darah ekstremitas
- Penyakit Pembuluh darah perifer
- Gangguan Sensorik
- Tindakan invasive iatrogenic
- Trauma

D. Patofisiologi
Perubahan paling awal terjadi di metafisis yang merupakan reaksi
inflamasi akut akibat bendungan vaskular, eksudasi cairan dan infiltrasi oleh
leukosit polimorfonuklear. Tekanan intraosseous meningkat dengan cepat,
menyebabkan nyeri yang hebat, obstruksi aliran darah dan intravaskular
trombosis. 1
Bahkan pada tahap awal, jaringan tulang memiliki resiko iskemik dan
resopsi akibat kombinasi dari proses fagositosis dan akumulasi local dari
sitokin, growth factors, prostaglandin, dan enzim-enzim bakteri. Pada hari ke-
dua dan ketiga, dapat terjadi pembentukan pus dan keluar melalui kanal
Volkmann dan menghasilkan abses subperiosteal. Ini lebih jelas pada anak-
anak karena jaringan periosteum yang relative lebih longgar dibanding pada
orang dewasa. Dari abses periosteal, abses/nanah masuk kembali ke lapisan
tulang pada level yang berbeda pecah ke dalam jaringan lunak sekitarnya. Pada
epifisis yang sudah berkembang, ini merupakan barier penghalang agar tidak
menyebar ke epifisis secara langsung, tetapi pada metafisis yang terdapat dalam
intracapsular (contoh pada panggul, bahu, atau siku) pus dapat menyebar dari
periosteum ke persendian. 1
Meningkatnya tekanan intraosseous, stasis pembuluh darah, trombosis
pembuluh darah kecil dan periosteal stripping meningkatkan gangguan aliran
darah, pada akhir minggu pertama biasanya terdapat bukti mikroskopis
kematian tulang. Toksin bakteri dan enzim leukosit juga mungkin memainkan
peranan dalam penghancuran jaringan. Dengan bertambahnya jaringan
granulasi pada tulang yang masih sehat dan sudah mati. Potongan tulang yang
telah mati berpisah dan menjadi sequestra yang memiliki ukuran bervariasi dari

13
bentuk spikula hingga segmen nekrotik luas pada kasus yang tidak tertangani.
Jumlah makrofag dan limfosit yang meningkatkan dan jaringan debris
perlahan-lahan diresopsi oleh fagositosis dan osteoklas. Fokus kecil pada
tulang cancellous mungkin akan diresorpsi, meninggalkan rongga kecil,
sequestra berukuran lebih besar akan menetap, dan tidak dapat terjadi proses
destruksi ataupun perbaikan. 1
Penanda lain dari infeksi osteomyelitis akut lanjut adalah pembentukan
tulang baru. Awalnya pada daerah sekitar zona terinfeksi akan mengalami
proses porosi (mungkin karena hiperemi dan aktivitas osteoklas) tetapi jika pus
tidak dikeluarkan, baik secara spontan atau dengan dekompresi bedah, tulang
baru akan mulai terbentuk pada permukaan tulang dan lapisan paling bawah
periosteum. Ini merupakan ciri khas dari infeksi piogenik dan lapisan
subperiosteal baru biasanya menjadi jelas pada pemeriksaan x-ray pada akhir
minggu kedua. Seiring waktu lapisan tulang baru ini menebal membentuk
tingkap, atau involucrum, melapisi sequestrum dan jaringan yang terinfeksi. 1
Jika infeksi berlanjut, pus dan sequestrasi spikula kecil pada tulang
dapat keluar melalui perforasi (Cloacae) ke involucrum dan diikuti oleh sinus
ke permukaan kulit. Jika infeksi dan tekanan intraosseous dapat dikontrol pada
tahap awal, proses inflamasi ini bisa dihentikan. Tulang di sekitar zona infeksi
menjadi semakin padat, dan bersama-sama dengan reaksi periosteal, akan
menyebabkan penebalan tulang. 1
Dalam beberapa kasus, proses ini dapat dibentuk kembali ke struktur
anatomi awal, pada kasus lain, meskipun terjadi perbaikan tulang tetap
mengalami cacat permanen. Jika penyembuhan tidak terjadi, nidus infeksi
mungkin akan tetap terisolasi di dalam tulang, membentuk pus dan kadang-
kadang debris tulang dapat keluar melalui sinus persisten (atau beberapa sinus).
Infeksi ini kemudian akan berkembang menjadi kronik osteomyelitis, yang
dapat menetap beberapa tahun. 1

14
E. Diagnosis
- Anamnesis
Pada pasien usia 6-9 bulan yang memiliki metafisis arteriole yang
dipercabangkan dari nutrient arteri dapat menembus lempeng epifise dan
dapat membawa bakteri infeksius dari metafisis ke epifisis. Infeksi ini
dapat mengakibatkan septic arthritis. Gejala lain yang dapat ditemukan
berupa iritabilitas dan drowsy. Riwayat persalinan yang lama juga dapat
membantu dalam mencari fokus infeksi. 1
Pada anak-anak yang lebih tua, lempeng epifise berfungsi sebagai
penahan dan menerima vaskularisasi dari pembuluh darah lain. Gejala yang
dapat ditemukan berupa nyeri hebat, sehingga biasanya anak-anak menolak
untuk menggunakan bagian tubuh yang terinfeksi tersebut. Gejala lain
dapat berupa malaise, demam, riwayat penyakit saluran nafas atas, infeksi
telinga juga harus dievaluasi. 1
Pada dewasa didapatkan gejala nyeri, dan demam. Riwayat
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penggunaan obat-obat

15
kortikosteroid, riwayat operasi, dan riwayat trauma juga harus menjadi
perhatian. 1

- Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat didapatkan tanda berupa: 1
 Inflamasi akut : nyeri tekan, kemerahan, bengkak, edema
 Kronik : ekskoriasi, sinus, pus yang purulent

- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan pasti untuk mengkonfirmasi diagnose klinis adalah
aspirasi pus atau cairan dari abses subperiosteal di metafisis, jaringan lunak
ekstraosseus atau sendi sekitar. Meskipun tidak ada pus yang didapatkan,
apusan hasil aspirasi dapat diperiksa langsung untuk menentukan sel dan
organisme yang ada, pewarnaan gram simple dapat membantu untuk
mengidentifikasi jenis infeksi dan membantu untuk menentukan jenis
antibiotik. Contoh apusan juga dapat dikirim untuk pemeriksaan
mikrobiologi dan tes untuk sensitivitas antibiotik. 1
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan, adalah pemeriksaan
Leukosit C-Reactive Protein (CRP), Erytrosit sedimentation rate.
Peningkatan sel darah putih dan penurunan konsentrasi hemoglobin dapat
menjadi salah satu tanda. Pada pasien usia terlalu muda dan usia terlalu
tua, hasil laboratorium tidak terlalu signifikan dan hasil dalam batas
normal. 7
 Erytrosit Sedimentation Rate (ESR):
Normalnya, eritrosit mengendap cukup lambat. Pada kondisi
normal,eritrosit memiliki muatan negatif dan akan menolak satu sama
lain. Beberapa protein plasma bermuatan positif, akibatnya apabila
terjadi peningkatan protein plasma ini akan menurunkan daya tolak
antar eritrosit sehingga terjadi aggregasi antar eritrosit sehingga
menciptakan molekul lebih besar dan lebih cepat mengendap.
Fibrinogen, alfa dan beta globulin merupakan kontributor untuk ESR,
protein ini memiliki waktu beberapa hari –minggu, dan memilki rentan
waktu yang signifikan untuk terjadi perubahan secara klinis. Pada

16
kondisi di mana hematokrit menurun, velositas dari plasma meningkat,
mengakibatkan agregasi eritrosit dan pengendapan terjadi lebih cepat.
Oleh karena itu pada kondisi anemia, pemeriksaan ESR jarang
dilakukan. Demikian juga pada kondisi di mana terjadi peningkatan
immunoglobulin yang dapat menyebabkan peningkatan agregasi
eritrosit. 7
 Leukosit C-Reactive Protein (CRP):
CRP merupakan pemeriksaan rapid response untuk medeteksi
adanya inflamasi, dan infeksi serta tidak terpengaruh oleh kondisi
seperti kehamilan, anemia dan perubahan protein plasma. Fungsi CRP
dalam kaitannya sebagai penanda inflamasi: 7
 Anti-infeksi karena dapat mengopsonisasi partikel
untuk fagositosis dan aktivasi komplemen
 Anti inflamasi : CRP membantu mencegah inflamasi
sistemik, CRP membantu pelepasan neutrofil dan
monosit dari pembuluh darah dan mencegah
melekatnya leukosit pada pembuluh darah sehat.
 Fungsi scavenge : CRP melekat pada sel yang akan
mengalami apoptosis dan nekrosis, karena
persamaan reseptor pada sel-sel yang akan mati,
reaksi awal inilah yang akan menarik neutrofil dan
monosit ke area tersebut.
Nilai normal CRP: 8

CRP juga dapat menjadi indikator respon inflamasi yang terjadi: 8

17
Perbedaan ESR dan CRP: 8

Pada CRP dan ESR memiliki waktu respon yang berbeda, pada CRP
respon meningkat dalam 4 – 6 jam setelah adanya stimulus inflamasi,
mencapai puncak pada 36 – 50 jam, dan menurun ke normal 3 – 7 hari.
Pada ESR waktu respon lebih lambat. 8

- Pemeriksaan Radiologi
- Foto Polos X-ray
Pada minggu pertama munculnya gejala onset, foto polos x-ray
tidak menunjukkan adanya kelainan pada tulang. Adanya displace dari
lapisan lemak dapat mengindikasikan adanya swelling dari jaringan
lunak, tetapi ini juga dapat terjadi akibat hematoma atau infeksi pada
jaringan lunak. 1
Pada minggu kedua, pada foto polos dapat ditemukan adanya
tanda gejala klasik pyogenic osteomyelitis awal, tetapi terapi dapat
dimulai tanpa menunggu hal tersebut muncul. Lebih lanjut, penebalan
periosteal menjadi lebih jelas dan terdapat lapisan tidak sempurna pada

18
metafisis, dan terakhir adanya tanda-tanda destruksi tulang. Tanda
lanjut yang juga penting adalah kombinasi dari osteoporotic regional
dengan segment sekitar terjadi peningkatan densitas. 1

- Ultrasonografi
Dengan ultrasonografi dapat mendeteksi adanya kumpulan
cairan pada osteomyelitis tahap awal, tetapi tidak dapat membedakan
antara hematom dan pus. 1
- Ranionuclide Scan
Radioscintigrafi dengan 99mTc-HDP dapat membuktikan
adanya peningkatan aktivitas pada fase perfusi dan fase tulang. Ini
merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi, meskipun pada
tahap paling awal, tetapi pemeriksaan ini memiliki spesifitas relative
rendah dan lesi inflamasi lainnya dapat menunjukkan perubahan yang
serupa. Pada kasus-kasus yang meragukan, pemeriksaan dengan 67Ga-
citrate or 111In dapat menujukkan leukosit. 1
- Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan MRI dapat membantu dalam beberapa kasus
dengan diagnosa masih meragukan, dan pada kasus dengan suspek
infeksi pada axial skeleton. Ini juga merupakan pemeriksaan terbaik
untuk menunjukkan adanya inflamasi sumsum tulang. Pemeriksaan
MRI sangat sensitif, meskipun pada fase awal infeksi tulang, dan dapat
membantu untuk membedakan antara infeksi jaringan lunak dan
osteomyelitis. Tetapi spesifitas sangat rendah untuk menyingkirkan lesi
inflamasi lokal lainnya. 1

19
F. Penatalaksanaan
Manajemen terapi pada osteomyelitis bertujuan untuk: 6
 Untuk analgesia dan terapi suportif umum
 Untuk mengistirahatkan bagian yang terkena
 Untuk mengidentifikasi organisme dan pemberian antibiotik
atau kemoterapi yang efektif
 Untuk membebaskan pus langsung setelah terdeteksi
 Untuk menstabilkan tulang apabila terdapat fraktur
 Untuk menghilangkan jaringan avaskular dan nekrotik
 Untuk mengembalikan kontinuitas apabila terdapat celah
pada tulang
 Untuk mempertahankan jaringan lunak dan kulit
Infeksi akut apabila diterapi sejak awal dengan antibiotik yang efektif
biasanya akan sembuh. Apabila telah terdapat pus dan nekrosis dari tulang,
maka teknik drainase diperlukan. 6
- Terapi Suportif umum
Pada anak-anak dengan iritabilitas, maka harus ditenangkan dan
diberikan terapi untuk gejala nyeri. Analgesia dapat diberikan dengan
interval berulang tanpa menunggu permintaan dari pasien. Septisemia dan
demam dapat mengakibatkan dehidrasi berat dan diperlukan pemberian
infus intravena. 1
- Splint
Beberapa tipe splint dapat digunakan, biasanya bertujuan untuk
kenyamanan pasien tetapi juga dapat berfungsi mencegah adanya
kontraktur sendi. Skin traksi sederhana dapat digunakan, dan pada kasus
yang berkaitan dengan panggul, dapat mencegah adanya dislokasi. Disisi
lain, plaster slab atau half-silinder dapat digunakan, tetapi tidak dapat
mengamankan area yang terkena. 1
- Antibiotik
Pilihan awal untuk antibiotik berdasarkan pada pemeriksaan dari
apusan pus dan pengalaman klinisi dengan kondisi serupa, dengan kata lain
antibiotik untuk bakteri patogen yang paling sering. Bakteri Staphylococcus
aureus merupakan bakteri tersering yang ditemukan pada semua umur,

20
tetapi terapi yang diberikan sebaiknya juga dapat mencover untuk jenis
bakteri yang lain, pilihan obat-obatan dengan penetrasi tulang yang baik
juga bisa menjadi pilihan. Jika perlu pemilihan antibiotik sesuai kultur
bakteri dan tes sensitivitas. 1 Lamanya pemberian antibiotik dianjurkan 4 –
6 minggu, dengan follow up laboratorium penanda inflamasi. Adapun
angka rekurensi terjadinya reinfeksi ada sekitar 30% kasus. 6

- Operasi
Indikasi operasi pada osteomyelitis antara lain: 6
- Terapi dengan antibiotik gagal
- Ada bukti jelas sequestrasi
- Infected un-united fracture
- Infeksi Post Traumatik
- Infeksi Post Operasi
- Ada bukti erosi tulang

21
Pada prosedur operasi, dengan irigasi dan debridement sebaiknya
dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotik, beberapa teknik operasi
yang dapat dilakukan: Ilizarov techniques, intramedullary nail with or
without external fixation, Masquelet technique, free tissue transfer, in situ
reconstruction. 6,9
Prognosis dengan kombinasi operatif dan antibiotik memberikan
hasil yang lebih baik. 6,9

G. Komplikasi
- Artritis supuratif.
Komplikasi ini dapat muncul pada pasien: 1
1. Balita dengan lempeng epifise yang belum memiliki barier yang
tidak dapat ditembus.
2. Pada metefise dalam intrakapsula, seperti pada neck femur
3. Infeksi metastasis
Pemeriksaan dengan USG dapat menunjukkan adanya efusi, tetapi untuk
diagnose pasti dengan aspirasi sendi. 1
- Metastasis infeksi.
Umum pada balita, dan dapat mengenai tulang lain, sendi, kavitas serosa,
otak dan paru. Pada beberapa kasus, infeksi dapat bersifat multifocal. 1
- Fraktur patologis.
Pada infeksi osteomyelitis, komposisi tulang akan melemah, sehingga
dapat terjadi fraktur meskipun dengan trauma kecil. 1
- Chronic osteomelitis.
Meskipun adanya perbaikan dalam metode diagnosis dan terapi,
osteomyelitis akut kadang-kadang gagal untuk sembuh. Setelah beberapa
minggu atau bulan setelah onset akut infeksi, sequestrum dapat timbul pada
foto polos kontrol dan pasien berakhir dengan infeksi kronik dan sinus. 1

22
BAB III
PENUTUP

Osteomielitis merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan


struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi
muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan
seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi
penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Sehingga perlu untuk
mendiagnosa sesegera mungkin saat menemukan kasus seperti ini.
Penentuan diagnosis osteomyelitis meliputi anamnesis yang lengkap,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan proses
inflamasi, pemeriksaan radiologi untuk dapat menentukan apakah pasien
mengalami infeksi atau penyakit lain yang memiliki klinis serupa.
Penanganan akut osteomyelitis dapat diberikan terapi antibiotik setelah
pengambilan sampel kultur bakteri, pemberian antibiotik diberikan selama 4 – 6
minggu dan analgetik diberikan apabila terdapat nyeri. Prosedur operasi dilakukan
apabila terapi konservatif gagal, ada bukti sequester, adanya pus, osteomyelitis
pada post traumatic dan post operasi.
Penanganan dengan hanya antibiotik memiliki angka kekambuhan 30%
dari kasus, dan penangan dengan kombinasi operasi dan antibiotik memiliki hasil
lebih baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, Srinivasan H, Tuli S, et.all. Infection. In: Apley AG. Apley’s


System of Orthopaedics and Fractures. 9th Edition. London: Hodder Arnold An
Hachette Company. 2010. 29-41.
2. Kristy L. Weber. Pathological Fracture. In: Rockwood and Greens Fracture in
Adults. 7th Edition. 2010.
3. Buckwalter JA, Einhorn TA, Marsh JL, et.all. Bone and Joint Healing. In:
Rockwood and Greens Fracture in Adults. 7th Edition. 2010.
4. Dresing, K. & Lumpp, B. Anatomy of bone. AOT trauma. 2015
5. Thompson JC. Basic Science. In: Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. 2nd
Edition. Elsevier. 2010.
6. Ziran BH, Smith W, and Rao N. Orthopaedic Infection and Osteomyelitis. In:
Rockwood and Greens Fracture in Adults. 7th Edition. 2010.
7. Dunedin. CRP vs ESR. In: Assessing & Measuring the Inflammatory
Response. 2005.
8. Singh, Gumurkh. CRP and ESR: Continuing Role for Erythrocyte
sedimentation rate. In: Advance in Biological Chemistry. 2014. 4, 5-9.
9. www.orthobullet.org/osteomyelitis

24

You might also like