Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN.
Anestesi regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya,
mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih
murah, pengaruh sistemik yang kecil, menghasilkan analgesi yang adekwat
dan kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna (1,2,3).
Namun demikian bukan berarti bahwa tindakan anestesi lokal tidak ada
bahayanya. Hasil yang baik akan dicapai apabila selain persiapan yang
optimal seperti halnya anestesi umum. Hal-hal tersebut dibawah ini harus
dipahami sebelum melakukan anestesi regional.
FARMAKOLOGI (1,2,3,4,5,6).
Berdasar struktur kimiawinya , secara garis besar anestetik lokal dibagi
dalam 2 golongan, yaitu golongan amide-amide dan golongan ester-amide.
Perbedaan pokok keduanya adalah dalam hal metabolismenya. Golongan
ester-amide dimetabolisir di plasma, sedangkan golongan amide-amide di
hepar. Dengan demikian, pasien dengan gangguan fungsi hepar tidak
dibenarkan mendapatkan anestestik lokal golongan amide- amide.
Dikenal 3 macam anestetik lokal, yaitu Prokain, Lidokain dan Bupivakain.
Perbedaan ke 3 jenis anestetik lokal tersebut terlihat pada tabel dibawah ini.
1
Apabila diperlukan dosis pakai yang besar misalnya lebih dari 20 ml,
maka dapat ditempuh dengan dua cara :
1. Encerkanlah lidokain 2% menjadi larutan 1% dengan menambahkan
aquabidest dengan jumlah yang sama.
INDIKASI (1,3,6).
Tindakan anestesi lokal diindikasikan pada keadaan – keadaan sbb :
1. Setiap prosedur, dimana anestesi lokal akan menghasilkan kondisi
operasi yang nyaman / memuaskan. Misalnya pada operasi “Trans
Urethral Resection” Prostat, bila dilakukan anestesi regional hasilnya
tidak banyak perdarahan karena tensi tidak meningkat , disamping itu
bila ada komplikasi hiponatremi akibat tertariknya Na + oleh air irrigator
dapat cepat dikenali dengan adanya penurunan kesadaran, mual,
kejang.
2. Penyakit paru, dimana posisi operasi masih dapat ditolerir oleh pasien.
Misalnya operasi tumor paha depan pada pasien paru yang sikap
terpaksanya tidur setengah duduk (agar napas tidak sesak).
3. Riwayat reaksi yang tidak baik dengan anestetik umum. Kadang-
kadang pasien setelah anestesi umum , muntah-muntah cukup lama,
pulih sadar terlambat dll.
4. Antisipasi masalah-masalah dengan rumatan jalan napas atau intubasi.
Misalnya pasien dengan adhesi leher – dada akibat sikatriks pasca
luka bakar . Dilakukan pemotongan perlekatan dengan anestesi lokal
dulu, baru intubasi dan anestesi umum.
5. Operasi darurat tanpa puasa yang adekwat.
Ini dimaksudkan untuk menghindari aspirasi isi lambung (bila terjadi
muntah , pasien dalam keadaan sadar sehingga dapat melakukan
proteksi).
2
Juga tidak diperbolehkan pada organ end – arteri (jari,penis)
karena akan terjadi necrose akibat konstriksi end-arteri.
B. Relatif :
1. Pasien kurang atau tidak kooperatif.
2. Pasien dengan kelainan neurologis. Sebab terjadinya eksa
serbasi akan disalahkan pada tehnik anestesi tersebut.
B. Relatif.
1. Terapi MAOI.
2. Penyakit neurologi aktif.
3. Penyakit jantung iskemik (IHD).
4. Skoliosis.
5. Riwayat operasi laminektomi.
1. Komplikasi lokal.
3
Pada tempat suntikan, apabila saat penyuntikan tertusuk pembuluh
darah yang cukup besar, atau apabila penderita mendapat terapi anti
koagulan atau ada gangguan pembekuan darah, maka akan dapat timbul
hematom Hematom ini bila terinfeksi akan dapat membentuk abses
Apabila tidak infeksi mungkin saja terbentuk infiltrat dan akan diabsorbsi
tanpa meninggalkan bekas.
Tindakan yang perlu adalah konservatif dengan kompres hangat, atau
insisi apabila telah terjadi abses disertai pemberian antibiotika yang
sesuai. Apabila suatu organ end arteri dilakukan anestesi lokal dengan
campuran adrenalin, dapat saja terjadi nekrosis yang memerlukan
tindakan nekrotomi, disertai dengan antibiotika yang sesuai.
2. Komplikasi Sistemik.
Penyulit ini terjadi akibat masuknya obat anestesi lokal kedalam
sirkulasi sistemik.
Hal ini dapat terjadi oleh karena beberapa sebab :
a. Overdosis.
Penyuntikan yang berulang-ulang tanpa memperhatikan volume dan
konsentrasi yang dipakai merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya overdosis. Hal ini sering terjadi pada penderita yang
menjalani operasi yang cukup luas,
b. Hyperabsorbsi.
Penyuntikan anestesi lokal didaerah yang kaya pembuluh darah
menyebabkan obat anestesi lokal cepat diabsorbsi dan beredar ke
sirkulasi sistemik.
Daerah muka, leher, axilla, inguinal, perineum memerlukan perhatian
karena benyaknya pembuluh darah. Dengan demikian penyuntikan
pada daerah ini diperlukan pengurangan dosis.
c. Hypersensitif.
Dengan dosis yang masih jauh dari maksimal penderita sudah
menunjukkan gejala terjadinya komplikasi karena penderita memang
hipersensitif. Sangat sulit dibedakan antara hipersensitif dengan allergi
akibat reaksi immunologis.
d. Intravasasi.
4
Komplikasi terjadi akibat obat anestesi lokal langsung masuk kedalam
pembuluh darah saat penyuntikan dilakukan. Hal ini dapat dihindari
dengan cara melakukan aspirasi setiap akan menyuntikkan obat, lebih-
lebih penyuntikan pada daerah kaya pembuluh darah.
b. Medulla.
Pada tingkat medulla efek sistemik dari obat lokal anestesi dapat
berupa stimulasi maupun depressi tergantung tinggi rendahnya kadar
obat anestesi lokal dalam plasma.
- Stimulasi pada pusat kardiovaskular akan manifest sebagai
hipertensi dan takhikardi. Apabila hal ini terjadi tindakannya
adalah dengan memberikan oksigen serta obat penghambat
beta misalnya propanolol (inderal). Sedangkan apabila senter
ini mengalami depressi akan tampak gejala hipotensi dan
bradikardi.
5
tindakan yang tepat adalah pemberian bantuan nafas serta
oksigen.
2. Efek Perifer.
- Jantung . Bradikardi terjadi akibat depressi langsung pada miokard.
- Pembuluh darah. Terjadi vasodilatasi pembuluh
akibat efek
- samping dari obat anestesi lokal pada otot polos pembuluh darah.
- Terapi idem bradi-hipo pada depresi sentral
3. Reaksi allergi
Reaksi ini manifestasinya bermacam-macam, bisa hanya berupa
kemerahan pada kulit, urtikaria, namun dapat pula manifestasinya
berupa reaksi anafilaktik syok. Tindakan untuk anafilaktik syok sudah
sering dibicarakan. Pada makalah ini hanya ingin ditekankan bahwa
adrenalin 0,30 – 0,50 mg i.m. merupakan obat pilihan pertama selain
tindakan lainnya sepert infus , oksigen, dan posisi Trendelenburg pada
penanganan dari anafilaktik syok. Kortiko steroid dan anti histamin
adalah obat penyerta berikutnya.
4. Lain-lain.
Komplikasi lain yang kadang terjadi adalah menggigil dan disarthri
yang penanganannya juga bersifat konservatif berupa pemberian
oksigen dan penenang seperti Diazepam.
Harus selalu diingat bahwa obat apapun yang diberikan secara parenteral
dapat menimbulkan reaksi yang mengejutkan. Persiapan dan antisipasi untuk
timbulnya komplikasi hendaknya selalu diperhatikan :
1. Persiapkanlah alat dan obat seperti anestesi umum. Dengan demikian
apabila terjadi komplikasi, semua obat dan alat yang diperlukan untuk
terapi dan resusitasi sudah tersedia ditempat yang mudah dicapai.
Kita dapat memakai paduan penanganan anafilaktik syok yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan 1989
2. Hindari over .
Dosis yang berlebihan dapat dihindari dengan cara :
a. Menggunakan obat lokal anestesi yang paling dikenal sifat farmako
loginya misalnya lidokain dan prokain saja.
b. Tidak melebihi dosis yang dianjurkan.
c. Menggunakan konsentrasi yang paling kecil yang masih efektif
Lidokain 1% atau prokain 2%. Yang tersedia di pasaran umumnya
6
ldokain 2% dan prokai 4% sehingga diperlukan tambahan aquabi
dest dengan volume yang sama untuk menjadi lidokain 1% dan
prokain 2%.
d. Memberikan suntikan dengan hati-hati, selalu melakukan aspirasi
setiap memasukkan 2 ml obat anestesi akan dapat mencegah
kemungkinan masuknya obat kedalam pembuluh darah.
3. Anamnesa yang baik untuk menentukan obat lokal anestesi yang dipilih.
Pilihlah obat golongan ester apabila ada riwayat reaksi terhadap obat
golongan amide dan sebaliknya.
Dengan cara ini akan dikurangi kemungkinan terjadinya reaksi yang
tidak diinginkan.
6. Segera hentikan suntikan bila dijumpai gejala reaksi yang paling ringan
sekalipun. Segera minta bantuan bila reaksi berat.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Mudzakkir, Marwoto. Komplikasi anestesi lokal dan penanganannya.
Majalah Ilmiah PKMI Mantap. Penerbit : Perkumpulan Kontrasepsi Mantap.
Indonesia, No. 2 Tahun XII, April – Juni 1992 : 44-9
2. Gaiser RR. Pharmacology of Local Anesthetic. In : Longnecker DE,
Murphy SL, ed. Introduction to Anaesthesia. Philadelphia : WB Saunders Company, 1997 : 201-14
7
PR Dr Marwoto
====0=======
Diambil dari :
- Morgan GE.Mikhail MS. Clinical Anesthesiology 2 nd.ed . Lange medical book
1996 .
- Brown DL. Factor DA. Regional Anesthesia and Analgesia. WB Saunders
Company 1996.
8
9