You are on page 1of 492

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT, akhirnya modul
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu dan Petugas Pengamanan Pintu
Utama diterbitkan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan pendidikan.
Semoga rasa syukur ini tampak jelas dan terimplementasikan di setiap gerak
langkah dalam menjalankan setiap peran sebagai Aparatur pelayan masyarakat
yang professional.
Implementasi pelaksanaan Skala Prioritas nasional dalam Bidang
Reformasi Birokrasi dan tata kelola khususnya Prioritas Bidang Hukum dan
Aparatur sebagai bagian dari ROAD MAP RPJMN III (2015 – 2019). Dimana
kebijakan pada RPJMN III ini dititikberatkan pada Pembangunan dibidang
aparatur negara yang diarahkan pada profesionalisme aparatur negara di pusat
dan daerah.
Seiring dengan hal tersebut diterbitkannyalah regulasi baru tentang
Pengamanan pada Lapas dan Rutan melalui Peraturan Menteri Hukum dan
HAM RI Nomor 33 Tahun 2015. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan keamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM sebagai
leading sector dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di
Kementerian Hukum dan HAM bertanggungjawab untuk meningkatkan
kualitas SDM Petugas Penjagaan Pintu Utama di Lembaga Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban tersebut dilakukan
penyempurnaan pelaksanaan Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu dan
Petugas Pintu Utama Pada Lapas dan Rutan.
Penyusunan modul ini dilakukan semaksimal mungkin dan diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan pendidikan secara terus menerus. Namun
demikian, kekurangan, kesalahan, ketidaklengkapan dan mungkin sulitnya
operasional dapat terjadi pada saat pelaksanaan. Untuk itu perlu diperbaiki,
disempurnakan dan dikembangkan secara berkala dimasa mendatang.
Modul ini merupakan pedoman resmi yang disusun oleh tim dalam
rangka memudahkan dan mengarah peserta diklat. Dengan selesainya
penyusunan modul ini, tim penyusun menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada pihak-pihak yang telah terlibat secara aktif dalam proses
penyusunan sampai dengan Penerbitan. Modul ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penggunanya.

Jakarta, Pebruari 2017

Kepala Pusat Pengembangan Diklat Teknis


dan Kepemimpinan

Hantor Situmorang
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN

Penulis:
Samsul Hidayat, Bc.IP., SH.

Editor:
Ali Subroto Suprapto, S.Sos., M.Si.

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
2017
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................. 2
B. Deskripsi Singkat .......................................................... 3
C. Manfaat Modul .............................................................. 4
D. Tujuan Pembelajaran ................................................... 4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ............................ 5
F. Petunjuk Belajar ........................................................... 6

BAB II DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN UMUM ................... 7


A. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengamanan ................... 8
B. Pengertian Umum .......................................................... 9
C. Latihan 1 ........................................................................ 10
D. Rangkuman ................................................................... 11

BAB III PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN .................... 13


A. Pelaksanaan Tugas Pengamanan oleh Kepala Regu
Jaga ............................................................................... 13
1. Penjagaan ................................................................. 13
2. Penggeledahan ......................................................... 31
3. Kontrol ....................................................................... 32
4. Pengendalian Sarana ............................................... 33
5. Pengawasan Komunikasi ......................................... 42
6. Pengendalian Lingkungan ........................................ 43
7. Penguncian ............................................................... 43
8. Tindakan Pengamanan ............................................. 48
B. Pelaksanaan Tugas Pengamanan oleh Petugas Pintu Utama
(P2U) .................................................................. 48
C. Latihan 2 ........................................................................ 52
D. Rangkuman ................................................................... 58

BAB IV PENUTUP ............................................................................ 59


A. Kesimpulan .................................................................... 59
B. Implikasi ......................................................................... 59
C. Tindak Lanjut ................................................................. 60

Lembar Kunci Jawaban ..................................................................... 61


Lembar Daftar Pustaka ...................................................................... 62
Lembar Biodata Penulis ..................................................................... 63

iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan menjadi suatu keniscayaan. Siap tidak siap, suka atau tidak,
setiap organisasi harus melakukan pembenahan secara sistematis dan
fundamental terhadap pola pikir dan pola tindak dalam pengelolaan organisasi,
terutama dalam aspek pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai
aset terpenting dari organisasi.

Inovasi telah menjadi praktek nyata yang menjadikan pemerintah di


manapun memiliki kinerja yang jauh lebih baik. Inovasi tidak lagi menjadi
pilihan, melainkan kewajiban dan kebutuhan bagi jajaran pemerintah di semua
lini dan tingkatan sebagai jawaban dari permasalahan yang dihadapi oleh
sektor publik. Inovasi telah menjelma menjadi faktor pengungkit terwujudnya
high performing organization (organisasi berkinerja tinggi). Dan dengan
kinerja yang tinggi tersebut, instansi pemerintah yang berinovasi akan
semakin mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari publik (public trust).

Menguatnya tuntutan terhadap pemerintahan yang bersih (clean


government) sebagai prasyarat utama penyelenggaraan prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik (good governance), maka semakin mendesak pula
untuk mengambil langkah-langkah yang nyata dalam pengelolaan organisasi,
terutama dalam pengelolaan dan pengembangan SDM sebagai motor utama
perubahan.

Tantangan utama saat ini adalah bagaimana menciptakan SDM


Kementerian Hukum dan HAM yang benar-benar berkualitas, bersih, dan
bermartabat. Dalam arus utama penyelenggaraan pemerintahan yang

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 1


transparan dan akuntabel, serta perubahan yang bergerak demikian cepat,
Kementerian Hukum dan HAM harus di dukung oleh sumber daya manusia
yang tidak saja memiliki intelektualitas yang tinggi, kemampuan
kepemimpinan yang handal, dan kepekaan yang tajam terhadap perubahan
(change awareness), tetapi juga harus memiliki integritas yang teruji,
sehingga terjaga dari berbagai tindakan tidak terpuji, terutama suap, pungli
dan korupsi. Sehingga mampu mencetak calon-calon pemimpin yang benar-
benar handal, bersih, dan bermartabat, untuk saat ini dan di masa-masa yang
akan datang.

A. Latar Belakang

Sumber Daya Manusia sangat penting keberadaannya dalam


organisasi. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia menunjang suatu
organisasi melalui karya, bakat, kreativitas, dorongan, dan perannya. Oleh
karena itu, diperlukan suatu upaya pengembangan sumber daya manusia
yang terarah dan terencana. Adisasmita (2011: 45) mengatakan bahwa
pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan yang dilakukan
organisasi agar pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan sikap sumber
daya manusia meningkat sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

Sistem keamanan di Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan pada dasarnya


merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terencana, terarah, dan
sistematis untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan yang teratur,
aman, dan tentram guna menjamin terselenggaranya kegiatan perawatan
tahanan, pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, dan meningkatkan
pelayanan masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan Pemasyarakatan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 2


Untuk melaksanakan sistem keamanan di Lapas, Rutan, dan Cabang
Rutan tersebut maka diperlukan Petugas Pengamanan yang memiliki
kompetensi dalam melaksanakan langkah-langkah strategis pengamanan
untuk mengantisipasi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban dan
menjaga kondisi Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan senantiasa dalam
keadaan teratur, aman, dan tenteram.

Reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM


pada hakikatnya adalah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola
pemerintahan untuk menciptakan birokrasi pemerintahan yang profesional
dengan karakteristik adaptif, berintegritas, bersih dari perilaku korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta mampu melayani publik secara akuntabel
dengan memegang teguh tata nilai Kami PASTI dan kode etik perilaku
pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Untuk
mempercepat perubahan kepada seluruh pegawai, sangat diperlukan unsur
pemimpin sebagai penggerak utama perubahan yang menjadi Agen
Perubahan dan menjadi contoh dalam berperilaku bagi seluruh individu
yang ada di organisasinya.

Diklat Teknis Pengamanan ini dimaksudkan untuk meningkatkan


kompetensi para Kepala Regu Jaga dan Petugas Pintu Utama (P2U) agar
mencapai standar kompetensi pada jabatan tersebut. Diklat ini diharapkan
mampu meningkatkan kompetensi teknis manajerial calon pemimpin yang
berkarakter, mampu mengaplikasikan pemimpin perubahan dalam
membangun inovasi yang cakap dalam komunikasi dan membangun
jejaring kerja yang efektif, dan mampu menginternalisasi nilai-nilai
integritas dalam pengembangan diri dan organisasi.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 3


B. Deskripsi Singkat

Modul pengamanan pada Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan ini


merupakan bahan ajar diklat yang digunakan sebagai panduan dalam proses
belajar mengajar untuk membentuk Kepala Regu Jaga dan Petugas Pintu
Utama (P2U) pada Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan agar memiliki
kompetesi di bidangnya.

Bahan ajar ini membahas tentang dasar hukum dan pengertian umum
serta strategi pengamanan pada Lapas dan Rutan, yang mencakup hal-hal
tentang: Penjagaan; Penggeledahan; Kontrol; Pengendalian Sarana;
Pengawasan Komunikasi; Pengendalian Lingkungan; Penguncian; dan
Tindakan Pengamanan. Mata diklat ini disajikan secara interaktif melalui
metode ceramah, diskusi, simulasi dan praktek. Keberhasilan peserta
dinilai dari kemampuannya dalam mengaplikasikan standar operasional
prosedur pengamanan pada Lapas dan Rutan.

C. Manfaat Modul

Modul ini diharapkan memberi manfaat kepada peserta sehingga


mampu meningkatkan kompetensi teknis manajerial pengamanan pada
Lapas dan Rutan bagi Kepala Regu Jaga dan Petugas Pintu Utama (P2U)
dalam pengembangan diri dan organisasi.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 4


D. Tujuan Pembelajaran

1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta mampu
memahami peraturan tentang pengamanan pada Lapas dan Rutan,
prosedur tetap bidang pengamanan, serta teknik dan strategi
pengamanan.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta mampu:
a. Kepala Regu Jaga:
Mampu menerapkan dan menganalisis teknik dan strategi
pengamanan secara cepat, responsif, dan terkoordinasi, sesuai dengan
prosedur yang berlaku.

b. Petugas Pintu Utama (P2U):


1) Mampu memahami dan menerapkan teknik pemeriksaan,
penggeledahan, serta mengatur keluar masuknya orang dan barang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prosedur yang
berlaku.
2) Mengamankan pintu utama dari masuk ataupun keluarnya orang
dan barang secara tidak sah.
3) Memeriksa dan menggeledah setiap orang, termasuk pejabat,
petugas, pengunjung, dan pihak lainnya.
4) Memeriksa dan menggeledah setiap barang dan kendaraan yang
masuk atau keluar Lapas dan Rutan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 5


5) Menerima dan mengeluarkan penghuni berdasarkan surat-surat
yang sah, memeriksa secara cermat identitas dan mencatat dalam
buku laporan tugas pintu utama.
6) Memeriksa dan mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar
dan masuk Lapas dan Rutan dan mencatatnya dalam buku laporan.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Dalam rangka mencapai kompetensi dasar yang diharapkan, isi bahan


ajar ini diurakan ke dalam beberapa bagian pembahasan yang satu dengan
lainnya saling terkait dan mendukung, yaitu sebagai berikut:

1. DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN UMUM:


1.1. Dasar Hukum.
1.2. Pengertian Umum.
2. PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN:
2.1. Pelaksanaan Tugas Pengamanan oleh Kepala Regu Jaga.
2.2. Pelaksanaan Tugas Pengamanan oleh Petugas Pintu Utama (P2U).

F. Petunjuk Belajar

Supaya dapat memahami seluruh isi bahan ajar ini dengan baik,
peserta Diklat diharapkan dapat membacanya secara bertahap beserta
beberapa referensi pendukung. Hal tersebut untuk mengurangi
kesenjangan terhadap substansi dalam bahan ajar ini. Peserta Diklat
disarankan melakukan curah pendapat dengan sesama peserta Diklat
karena metode pembelajaran tersebut dapat mempercepat pemahaman
tentang isi bahan ajar.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 6


-**@**-
BAB II
DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN UMUM

Indikator keberhasilan:
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta mampu memhami tentang
dasar hukum dan pengertian umum pengamanan pada Lapas dan Rutan.

Sektor publik adalah sektor yang bercirikan non komersial, berorientasi


pada kepentingan umum, berlandaskan pada legitimasi kekuasaan, dan adanya
interaksi akuntabilitas dan transparansi antara warga negara (rakyat) sebagai
pemberi mandat dengan negara atau pemerintah sebagai eksekutor kebijakan
publik. Oleh karena sektor publik digerakkan oleh adanya kebijakan publik,
maka inovasi di sektor publik mau tidak mau akan selalu berhubungan dengan
formulasi kebijakan publik. Inovasi di sektor publik akan sangat sulit hadir
apabila tidak menyertakan atau melibatkan prosesi kebijakan publik di
dalamnya.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu instansi
pemerintah yang memiliki 11 (sebelas) unit eselon 1, 33 (tigapuluh tiga)
kantor wilayah, dan berikut unit pelayanan teknisnya yang tersebar di seluruh
Indonesia telah berupaya melakukan reformasi birokrasi di jajaran
Kementerian Hukum dan HAM dengan mencanangkan 8 area perubahan,
yaitu :
1. Organisasi
Mewujudkan organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing).
2. Tata Laksana
Mewujudkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien,
terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 7


3. Peraturan Perundang Undangan
Mewujudkan regulasi yang lebih tertib dan kondusif.
4. Sumber Daya Manusia Aparatur
Mewujudkan SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, kapabel,
profesional, berkinerja tinggi, dan sejahtera.
5. Pengawasan
Mewujudkan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN.
6. Akuntabilitas
Mewujudkan peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
7. Pelayanan Publik
Mewujudkan pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.
8. Pola Pikir dan Budaya Kerja
Mewujudkan birokrasi dengan integritas dan kinerja tinggi.

A. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengamanan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang


Pemasyarakatan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 8


4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999
tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas
dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
5. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai
Pemasyarakatan.
6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.HH-01.PW.01.01 Tahun 2011 tentang Pengawasan Internal
Pemasyarakatan.
7. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan Negara.
8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian
Pemuka dan Tamping pada Lembaga Pemasyarakatan.
9. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pada Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
10. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.22.PR.08.03.
Tahun 2001 Tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas
Pemasyarakatan.
11. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-
416.PK.01.04.01 Tahun 2015 tentang Standar Pencegahan Gangguan
Kamtib Lapas dan Rutan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 9


B. Pengertian Umum

1. Pengamanan adalah segala bentuk kegiatan dalam rangka memberikan


perlindungan, pencegahan, dan penindakan terhadap setiap ancaman
dan gangguan dari dalam dan luar Lapas dan Rutan.
2. Penjagaan adalah suatu bentuk kegiatan pengamanan orang dan fasilitas
guna mencegah gangguan keamanan dan ketertiban.
3. Pengawalan adalah kegiatan penjagaan, pengawasan, perlindungan
narapidana dan tahanan yang berada di dalam dan/atau diluar Lapas
yang melakukan aktifitas atau keperluan tertentu sesuai ketentuan.
4. Penggeledahan adalah kegiatan pemeriksaan terhadap orang, barang
ataupun tempat yang diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan
dan ketertiban.
5. Inspeksi adalah pemeriksaan secara langsung sehubungan dengan
pelaksanaan pengamanan yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
6. Kontrol adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan dan pengendalian
secara seksama terhadap sasaran pelaksanaan tugas pengamanan.
7. Gangguan keamanan dan ketertiban adalah suatu situasi kondisi yang
menimbulkan keresahan, ketidakamanan, serta ketidaktertiban
kehidupan di dalam Lapas dan Rutan.
8. Penggunaan kekuatan adalah tindakan pengamanan oleh petugas
pemasyarakatan dalam rangka melaksanakan pengamanan di Lapas dan
Rutan.
9. Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih
dahulu sebelum kejadian.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 10


C. LATIHAN 1

Untuk lebih memantapkan pemahaman saudara mengenai gambaran umum


pemimpin perubahan, kerjakan latihan di bawah ini.

1. Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas, dan


Tanggung Jawab Perawatan Tahanan diatur dalam:
a. PP No. 58 Tahun 1999.
b. PP No. 59 Tahun 1999.
c. PP No. 85 Tahun 1999.
d. PP No. 89 Tahun 1999.

2. Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan diatur dalam:


a. Permenkumham Nomor M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2010.
b. Permenkumham Nomor M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2011.
c. Permenkumham Nomor M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2012.
d. Permenkumham Nomor M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2013.

3. Perubahan merupakan realita yang harus dihadapi oleh organisasi


karena faktor-faktor internal yang membuat perlunya perubahan adalah
kecuali:
a. Perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen.
b. Strategi organisasi baru.
c. Perubahan komposisi angkatan kerja.
d. Perubahan sikap dan prilaku pegawai.
e.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 11


4. Segala bentuk kegiatan dalam rangka memberikan perlindungan,
pencegahan, dan penindakan terhadap setiap ancaman dan gangguan
dari dalam dan luar Lapas dan Rutan adalah:
a. Penggeledahan.
b. Penjagaan.
c. Pengamanan.
d. Pengawalan.

5. Serangkaian kegiatan pemeriksaan dan pengendalian secara seksama


terhadap sasaran pelaksanaan tugas pengamanan disebut:
a. Penggeledahan.
b. Inspeksi.
c. Pengamanan.
d. Kontrol.

D. RANGKUMAN

Sektor publik digerakkan oleh adanya kebijakan publik, maka inovasi


di sektor publik mau tidak mau akan selalu berhubungan dengan formulasi
kebijakan publik. Inovasi di sektor publik akan sangat sulit hadir apabila
tidak menyertakan atau melibatkan prosesi kebijakan publik di dalamnya.
Organisasi menghadapi perubahan karena faktor eksternal dan internal
yang membuat perlunya perubahan.

Sekalipun penataanulang fungsi dan struktur organisasi


menyebabkan resistensi yang sangat besar di kalangan internal, fasilitasi
peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk mengimbangi laju

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 12


perkembangan organisasi itu sendiri merupakan jalan antisipasi terhadap
perubahan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 13


-**@**-
BAB III
PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN
Indikator Keberhasilan:
Setelah mengikuti pempelajaran ini peserta diharapkan mampu memahami dan
melaksanakan tugas pengamanan Lapas dan Rutan sesuai dengan standar
prosedur dan peraturan yang berlaku.

A. Pelaksanaan Tugas Pengamanan Oleh Kepala Regu Jaga

1. Penjagaan

Penjelasan Umum:
a. Pelaksanaan Penjagaan dilakukan dengan pergantian petugas
pengamanan antar waktu (shift) di bagi 3 (tiga) kali dalam 1 (satu)
hari.
b. Standar pelaksanaan Penjagaan meliputi: Apel, Penjagaan Pintu
Gerbang Halaman, Penjagaan Pintu Gerbang Utama, Penjagaan Pintu
Utama, Penjagaan Pos Atas, Penjagaan Lingkungan Blok, Penjagaan
Blok dan Penjagaan Ruang Kunjungan.

Uraian Pelaksanaan Penjagaan:


a. Melaksanakan Apel
1) Kehadiran Petugas Regu Pengamanan Pengganti;
a) Petugas Regu Pengamanan Pengganti hadir selambat-
lambatnya 15 menit sebelum jam dinas.
b) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pencatatan
nama/absensi pada saat hadir di dalam Lapas dan Rutan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 14


c) Petugas Regu Pengamanan Pengganti wajib menggunakan
seragam dinas.
d) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menyimpan barang
bawaannya dalam loker atau tempat yang disediakan.
e) Petugas Regu Pengamanan Pengganti mengambil senjata api
dan amunisi serta peralatan keamanan lainnya kepada bagian
yang mengurus peralatan keamanan.
f) Petugas Regu Pengamanan yang sedang berjaga dilarang
meninggalkan pos tanpa ijin Kepala Regu Pengamanan
(Karupam) sebelum dilakukannya pergantian dan serah terima
tugas.

2) Apel Petugas Regu Pengamanan Pengganti;


a) Apel dihadiri paling sedikit oleh 70% (tujuh puluh persen)
jumlah anggota Regu Pengamanan Pengganti, Karupam dan
Wakil Karupam sebelumnya.
b) Dalam hal jumlah anggota Regu Pengamanan pengganti kurang
dari 70% (tujuh puluh persen), tugas pengamanan masih
menjadi tanggung jawab Regu Pengamanan sebelumnya.
c) Kekurangan jumlah anggota Regu Pengamanan dilaporkan
kepada Kepala Pengamanan.
d) Kepala Pengamanan dapat menambah petugas regu
pengamanan dari staf atas persetujuan Kepala Lapas atau
Kepala Rutan.
e) Setelah Regu Pengamanan dinyatakan lengkap, Karupam
menyiapkan barisan Anggota Regu Pengamanan.
f) Pejabat yang ditunjuk menjadi Pembina Apel menerima
laporan kesiapan dari Karupam.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 15


g) Pembina Apel melakukan Pemeriksaan kelengkapan pakaian
dinas, berambut pendek dan rapih.
h) Pembina Apel menerima dan menyampaikan informasi
penting.
i) Pembina Apel memimpin do’a sebelum pelaksanaan tugas.
j) Pembina Apel memberikan motivasi dalam bentuk: pembacaan
Tri Dharma Pemasyarakatan, Mars Pemasyarakatan atau yel-yel.
k) Karupam Pengganti membagi tugas Anggota Regu Pengamanan
kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Apel Penghuni.
l) Karupam memberi Laporan kepada Kepala Lapas atau Kepala
Rutan.

3) Apel Penghuni;
a) Apel penghuni dilakukan oleh Petugas Regu Pengamanan
Pengganti dan Petugas Regu Pengamanan sebelumnya.
b) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
pengamanan sebelumnya memastikan narapidana dan tahanan
berada dalam kamarnya masing-masing dan dalam keadaan
terkunci.
c) Petugas Regu Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
Pengamanan sebelumnya memastikan tidak ada narapidana dan
tahanan yang berlalu lintas.
d) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan petugas regu
pengamanan sebelumnya melakukan penghitungan narapidana
dan tahanan dalam posisi berdiri berbaris di dalam kamar.
e) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pengecekan
kesesuaian jumlah, penempatan dan keberadaan narapidana

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 16


dan tahanan di dalam kamar dan disaksikan oleh Petugas Regu
pengamanan sebelumnya.
f) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pengecekan
terhadap kunci, gembok, dan peralatan lain yang terkait
keamanan di dalam kamar dan disaksikan oleh Petugas Regu
pengamanan sebelumnya.
g) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menempatkan atau
memindahkan narapidana dan tahanan yang tidak sesuai
penempatan dan keberadaan kamarnya.
h) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dapat melakukan
tindakan pengamananapabila narapidana dan tahanan berada di
kamar lain tanpa alasan yang jelas.
i) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menerima laporan
jumlah dan kesesuaian narapidana dan tahanan dari Petugas
Regu Pengamanan sebelumnya.
j) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
Pengamanan sebelumnya melakukan serah terima.

Gambar 1. Apel Penghuni

4) Timbang Terima Jaga;


a) Serah terima pergantian Regu Pengamanan dilakukan dengan
menandatangani buku berita acara serah terima.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 17


b) Karupam Pengganti harus melakukan pengecekan dan
pencatatan dengan disaksikan oleh Karupam sebelumnya.
c) Pengecekan dan pencatatan meliputi;
(1) Jumlah dan kondisi narapidana dan tahanan.
(2) Jumlah dan kondisi senjata api dan amunisi.
(3) Kunci-kunci dan gembok.
(4) Sarana dan prasarana pengamanan lainnya.
(5) Inventaris lainnya yang dianggap perlu.
(6) Informasi penting tentang situasi dan kondisi keamanan.
(7) Laporan lalu lintas narapidana atau tahanan.
(8) Jumlah petugas pengamanan.

5) Apel Petugas Pengamanan Sebelumnya;


a) Petugas Pengamanan sebelumnya mengembalikan senjata api
dan amunisi serta peralatan keamanan lainnya kepada bagian
yang mengurus peralatan keamanan.
b) Senjata api dan amunisi serta peralatan keamanan lain yang
telah disimpan dilakukan pengecekan dan penyimpanan.
c) Karupam menyiapkan Anggota Regu Pengamanan.
d) Pejabat yang ditunjuk menjadi Pembina Apel menerima
laporan kesiapan Regu Pengamanan.
e) Pembina Apel melakukan Pemeriksaan kelengkapan pakaian
dinas.
f) Pembina Apel menerima dan menyampaikan informasi
penting.
g) Pembina Apel memimpin do’a sesudah pelaksanaan tugas.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 18


h) Pembina Apel memberikan motivasi dalam bentuk: pembacaan
Tri Dharma Pemasyarakatan, menyanyikan Mars
Pemasyarakatan atau yel-yel.
i) Karupam membubarkan Angota Regu Pengamanan.

Gambar 2. Pelaksanaan Apel Petugas

b. Penjagaan Pintu Gerbang Halaman


1) Serah Terima;
a) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas regu
Pengamanan Pengganti melakukan serah terima inventaris,
tugas dan tanggungjawab pengamanan Pintu Gerbang Halaman
Luar.
b) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya menyampaikan
informasi penting kepada Petugas Regu Pengamanan
pengganti.
c) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 19


2) Buka dan Tutup Pintu;
a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu gerbang
halaman luar sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
b) Petugas membuka pintu gerbang halaman luar di luar jam yang
telah ditentukan hanya untuk keperluan dinas.

3) Pemeriksaan Orang;
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan memasuki
area halaman Lapas dan Rutan.
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman
untuk menunjukan identitas.
c) Petugas mengarahkan orang dan kendaraan sesuai dengan
keperluannya.
d) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar dari
halaman Lapas dan Rutan.
e) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari atau
diluar jam dinas.

Gambar 3. Pemeriksaan Orang

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 20


4) Pemeriksaan Kendaraan;
a) Petugas memeriksa kendaraan yang akan masuk ke halaman
Lapas dan Rutan.
b) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke dalam
halaman Lapas dan Rutan.
c) Petugas memberikan kartu sebagai tanda izin memasuki area
halaman Lapas dan Rutan.
d) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan keperluannya.
e) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar dari halaman
Lapas dan Rutan.
f) Petugas memeriksan kendaraan yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas.

5) Pemeriksaan Barang;
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa masuk dan
keluar dalam Lapas dan Rutan untuk kepentingan kunjungan
atau dinas.
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila barang
yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan digunakan
untuk kepentingan dinas.

Gambar 4. Pemeriksaan Barang

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 21


6) Pemeriksaan Pagar Halaman;
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa masuk dan
keluar dalam Lapas dan Rutan untuk kepentingan kunjungan
atau dinas.
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila barang
yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan digunakan
untuk kepentingan dinas.

7) Penindakan;
a) Petugas melarang orang, barang atau kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan.
b) Petugas melarang barang untuk kepentingan dinas yang akan
masuk atau keluar Lapas dan Rutan tanpa adanya surat jalan.
c) Petugas mengamankan orang, barang atau kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban.
d) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai dengan
tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.
8) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam
tentang situasi dan kondisi di halaman Lapas dan Rutan.
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pagar halaman kepada
Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan kecurigaan
terhadap potensi gangguan keamanan dan ketertiban di area
pagar.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 22


d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

Gambar 5. Penjagaan Pintu

c. Penjagaan Pos Atas


1) Serah Terima;
a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti
melakukan serah terima inventaris, tugas, dan tanggungjawab
penjagaan pos atas.
b) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti.
c) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.
d) Petugas Pengamanan Pos Atas maksimal bertugas di Pos Atas
selama 2 jam.
2) Buka dan Tutup Pintu;
a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu pos atas
sesuai izin Karupam.
b) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu pos atas hanya
untuk keperluan penjagaan pos atas.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 23


3) Pengamatan;
a) Petugas melihat situasi dan kondisi dari pos atas ke arah dalam
dan luar Lapas dan Rutan.
b) Petugas melihat tembok keliling dan memastikan tidak ada
aktifitas disekitarnya.

4) Penggunaan Lonceng;
a) Petugas membunyikan lonceng 1 (satu) jam 1 (satu) kali
sebagai tanda siaga.
b) Petugas membunyikan lonceng 5 (lima) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi pemberontakan.
c) Petugas membunyikan lonceng 4 (empat) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi percobaan pelarian.
d) Petugas membunyikan lonceng 3 (tiga) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi kebakaran.

5) Penindakan;
a) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di dalam
tembok keliling dilakukan dengan cara :
(1) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(2) Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari tembok
keliling bagi narapidana dan tahanan yang tidak
berkepentingan.
(3) Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
tembok keliling tidak diindahkan memberi tembakan
peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut.
(4) Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 24


(5) Menghubungi Karupam.
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di luar
tembok keliling dilakukan dengan cara:
(1) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(2) Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari tembok
keliling bagi orang yang tidak berkepentingan.
(3) Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
tembok keliling tidak diindahkan memberi tembakan
peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut.
(4) Apabila membahayakan jiwa dan merusak fasilitas
pengamanan maka dapat dilimpuhkan.
(5) Menghubungi Karupam.
c) Petugas tetap berada di pos atas pada saat terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban sampai dengan diperintahkan untuk
turun oleh Karupam.

6) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam
tentang situasi dan kondisi di area dalam dan luar tembok
keliling Lapas dan Rutan.
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi area dalam dan luar
tembok keliling kepada Karupam apabila ditemukan adanya
kerusakan dan kecurigaan terhadap potensi gangguan
keamanan dan ketertiban.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 25


Gambar 6. Penjagaan Pos Atas

d. Penjagaan Lingkungan Blok


1) Serah Terima;
a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti
melakukan serah terima inventaris, tugas, dan tanggungjawab
penjagaan lingkungan blok.
b) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti.
c) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.
2) Buka dan Tutup Pintu;
a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu bagi lalu
lintas orang dilingkungan blok sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
b) Petugas membuka pintu diluar jadwal hanya untuk keperluan
dinas.

3) Pemeriksaan;
a) Petugas lingkungan blok membawahi beberapa petugas blok.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 26


b) Petugas memberikan izin dan mencatat narapidana dan tahanan
masuk dan keluar lingkungan blok hunian.
c) Petugas menjaga agar tidak ada narapidana dan tahanan yang
keluar masuk lingkungan blok hunian dengan tidak sah.
d) Petugas mengawasi lalu lintas orang yang keluar masuk yang
melalui lingkungan blok.
e) Petugas melakukan penggeledahan terhadap orang dan barang
yang akan keluar atau masuk lingkungan blok hunian.
f) Petugas membantu melaksanakan penggeledahan insidentil di
lingkungan blok dan kamar hunian.

4) Penindakan;
a) Melarang orang dan barang yang akan keluar dan masuk
lingkungan blok hunian yang diduga dapat menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban.
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di
lingkungan blok dilakukan dengan cara :
(1) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(2) Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari area
lingkungan blok.
(3) Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area lingkungan blok tidak diindahkan, petugas
memberikan peringatan.
(4) Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri dan membahayakan
jiwa.
(5) Menghubungi Karupam.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 27


c) Petugas tetap berada di lingkungan blok pada saat terjadi
gangguan keamanan dan ketertiban sampai dengan
diperintahkan oleh Karupam.

5) Pelaporan;
a) Petugas menerima laporan apel serah terima narapidana dan
tahanan dari petugas blok hunian.
b) Petugas melaporkan kepada Kepala Regu Pengamanan dan
membantu pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat
dan/atau terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau
meninggal dunia.
c) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam
tentang situasi dan kondisi di dalam lingkungan blok.
d) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
e) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

e. Penjagaan Blok
1) Serah Terima;
a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti
melakukan serah terima inventaris, tugas, dan tanggungjawab
penjagaan blok.
b) Petugas melakukan penghitungan jumlah penghuni dan
pengecekan penempatan penghuni pada saat apel.
c) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 28


d) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.
2) Buka dan Tutup Pintu;
a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu bagi lalu
lintas orang di blok sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
b) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu diluar jadwal
hanya untuk keperluan dinas.

3) Pemeriksaan;
a) Petugas mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam
kamar hunian sesuai dengan jadwal kegiatan.
b) Petugas mengawasi agar tidak ada narapidana dan tahanan
yang keluar masuk blok hunian dengan tidak sah.
c) Petugas mengawasi lalu lintas orang yang keluar masuk blok.
d) Petugas melakukan penggeledahan terhadap orang dan barang
yang akan keluar atau masuk blok.
e) Petugas membantu melaksanakan penggeledahan insidentil di
blok dan kamar.
f) Petugas mengawasi pelaksanaan pembagian makanan dan
minuman.

4) Pelayanan;
a) Petugas menerima, mencatat dan menyampaikan keluhan dan
pengaduan narapidana dan tahanan kepada Kepala Regu
Pengamanan.
b) Petugas mengawasi kegiatan kebersihan di lingkungan blok
dan kamar.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 29


c) Petugas wajib memberitahu tata cara kehidupan dan perilaku di
dalam blok sesuai dengan ketentuan yang berlaku, diantaranya:
(1) Tata cara berpakaian dan berpenampilan.
(2) Rambut pendek dan rapih.
(3) Sikap dan perilaku terhadap sesama narapidana dan
tahanan atau petugas.

5) Penindakan;
a) Petugas memberikan peringatan dan nasihat kepada narapidana
dan tahanan yang berperilaku dan berpenampilan kurang baik.
b) Melarang orang dan barang yang akan keluar dan masuk blok
yang diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban.
c) Mengeluarkan barang-barang terlarang sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Tata Tertib Lapas dan Rutan di dalam kamar
dan blok.
d) Melarang petugas yang tidak berkepentingan berada di dalam
blok dan kamar.
e) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di blok
dilakukan dengan cara :
(1) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(2) Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari pintu
blok.
(3) Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area pintu blok tidak diindahkan, petugas memberikan
peringatan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 30


(4) Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri, melawan petugas,
dan membahayakan jiwa.
(5) Menghubungi Karupam.
f) Petugas tetap berada di blok pada saat terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban sampai dengan diperintahkan oleh
Karupam.
6) Pelaporan;
a) Petugas memberikan informasi mengenai perilaku narapidana
dan tahanan di dalam Blok dan Kamar
b) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada petugas
Lingkungan Blok tentang situasi dan kondisi keamanan dan
ketertiban di dalam blok.
c) Petugas melaporkan kepada Kepala Regu Pengamanan dan
membantu pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat
dan/atau terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau
meninggal dunia.
d) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
e) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

f. Penjagaan Ruang Kunjungan


1) Pemeriksaan;
a) Petugas mengawasi kunjungan sesuai dengan waktu yang
ditetapkan.
b) Petugas mengendalikan situasi apabila terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban di ruang kunjungan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 31


c) Petugas menggeledah pengunjung, narapidana dan tahanan
yang akan dan telah selesai berkunjung.
d) Petugas memberikan pengawalan terhadap narapidana resiko
tinggi baik pada saat memasuki maupun meninggalkan ruang
kunjungan.
e) Melakukan pengawasan khusus terhadap narapidana resiko
tinggi yang menerima kunjungan, diantaranya melalui :
(1) Mengawasi komunikasi baik verbal maupun non verbal.
(2) Menggunakan fasilitas teknologi informasi.
f) Menempatkan kunjungan di ruang khusus yang telah
ditentukan.

2) Penindakan;
a) Melarang petugas, narapidana, dan tahanan yang tidak
berkepentingan berada di ruang kunjungan.
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di ruang
kunjungan dilakukan dengan cara :
(1) Menghentikan kegiatan kunjungan.
(2) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(3) Mengamankan orang yang memicu terjadinnya gangguan
keamanan dan ketertiban.
(4) Apabila perintah dan peringatan tidak diindahkan, petugas
melumpuhkan orang yang memicu gangguan keamanan
dan ketertiban.
(5) Apabila tahanan dan narapidana melakukan percobaan
melarikan diri, melawan petugas, dan membahayakan jiwa
dapat dilumpuhkan.
(6) Menghubungi Karupam.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 32


c) Petugas tetap berada di ruang kunjungan pada saat terjadi
gangguan keamanan dan ketertiban sampai dengan
diperintahkan oleh Karupam.

3) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Kepala
Regu Pengamanan tentang situasi dan kondisi keamanan dan
ketertiban di ruang kunjungan.
b) Petugas melaporkan kepada Karupam dan membantu
pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat dan/atau
terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau meninggal
dunia di ruang kunjungan.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

2. Penggeledahan

a. Pelaksanaan;
1) Petugas melakukan penggeledahan terhadap setiap orang, barang,
kendaraan dan area-area di dalam Lapas dan Rutan.
2) Penggeledahan orang meliputi: Penggeledahan Pengunjung,
Penggeledahan Petugas, Penggeledahan Narapidana atau Tahanan
dengan Pakaian, Penggeledahan Narapidana atau Tahanan Tanpa
Pakaian.
3) Penggeledahan terhadap orang dilakukan dengan teliti dengan
mengedepankan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 33


4) Penggeledahan pengunjung, petugas, narapidana dan tahanan
perempuan dilakukan oleh petugas perempuan.
5) Penggeledahan selain dilakukan oleh Regu Pengamanan Lapas
dan Rutan, juga dapat dilakukan Satuan Keamanan dan Ketertiban
(Satgas Kamtib) dari Kantor Wilayah dan/atau Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan.

Gambar 7. Penggeledahan

b. Penindakan;
Barang-barang yang ditemukan saat penggeledahan dan diduga dapat
menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengamankan barang
2) Mengamankan orang pemilik barang.
3) Membuat berita acara.
4) Melaporkan kepada Kepala Pengamanan dan Kepala Lapas dan
Rutan.
5) Melaporkan kepada pihak Polri terhadap barang-barang yang
diduga mengandung unsur pidana atas izin Kepala Lapas atau
Kepala Rutan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 34


6) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai dengan
tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.

c. Pelaporan
Membuat pelaporan hasil penggeledahan.

3. Kontrol
a. Pelaksanaan;
1) Kontrol dilakukan secara rutin oleh Kepala dan Wakil Kepala
Regu Pengamanan.
2) Pelaksanaan kontrol dilengkapi dengan peralatan kontrol.
3) Kepala atau Wakil Regu Pengamanan sekurang-kurangnya
melakukan kontrol setiap 1 (satu) jam sekali atau sesuai dengan
situasi dan kondisi.
4) Kontrol di area-area sebagai berikut;
a) Pintu Gerbang Halaman.
b) Pintu Gerbang Utama (Wasrik).
c) Pintu Utama (Portir).
d) Lingkungan Blok Hunian.
e) Pos atas.
f) Pagar Luar dalam.
g) Kantor.
h) Ruang Kunjungan
i) Bengkel kerja.
j) Gudang.
k) Dapur.
l) Tempat Ibadah.
m) Ruang Isolasi.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 35


n) Sel Pengasingan.
o) Ruang kontrol.

b. Penindakan;
1) Kepala Pengamanan atau Wakil Regu Pengamanan menegur dan
memberi motivasi kepada petugas yang lalai dalam melaksanakan
tugasnya.
2) Kepala atau Wakil Kepala Regu Pengamanan dapat
memerintahkan Penggunaan kekuatan sesuai dengan tingkatan
gangguan keamanan dan ketertiban .

c. Pelaporan;
1) Kepala Regu atau Wakil Kepala Regu Pengamanan membuat
laporan berkala dan dilaporkan langsung kepada Kepala
Pengamanan dan Kepala Lapas atau Rutan.
2) Kepala Regu atau Wakil Kepala Regu Pengamanan membuat
laporan seketika sejak terjadi gangguan keamanan dan ketertiban.

4. Pengendalian Sarana

a. Pengendalian Senjata Api dan Amunisi


1) Penempatan;
Senjata api dan amunisi yang akan digunakan ditempatkan di:
a) Pengamanan Pintu Utama (P2U).
b) Lemari senjata yang ditempatkan di ruangan antara Pintu 1 dan
2.
c) Pos atas.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 36


d) Senjata api dan amunisi yang akan dicadangan di tempatkan di
Gudang.
e) Gudang senjata api dan amunisi berada di tempat yang aman,
jauh dari jangkauan narapidana dan tahanan serta mudah
diawasi
f) Amunisi ditempatkan terpisah dengan ruangan dan lemari
senjata api.

Gambar 8. Pengendalian Sarana

2) Inventarisasi Gudang Operasional;


a) Senjata api yang digunakan ditempatkan di gudang
operasional.
b) Inventarisasi senjata api yang dioperasionalkan dilakukan oleh
Kepala Pengamanan dan Kepala Regu Pengamanan.
c) Mencatat penggunaan dan pengembalian senjata api dan
amunisi.
d) Mencocokan jumlah dan kondisi senjata api dan amunisi pada
saat dikembalikan
e) Memeriksa keabsahan dokumen.
f) Mencatat senjata api dan amunisi yang siap dan telah
digunakan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 37


g) Penguncian lemari dan gudang operasional senjata api
dilakukan oleh Kepala Regu Pengamanan dan Kepala
Pengamanan.

3) Pelaporan;
a) Kepala Regu Pengamanan melakukan pencatatan keluar masuk
dan kerusakan senjata api dan amunisi di gudang operasional
b) Administrasi Kamtib di Lapas atau Kepala Pengamanan di
Rutan melakukan pencatatan keluar masuk dan kerusakan
senjata api dan amunisi di gudang cadangan.

b. Pengendalian Peralatan Huru Hara


1) Penempatan;
Peralatan huru-hara yang akan digunakan ditempatkan di:
a) Pengamanan Pintu Utama (P2U).
b) Lemari peralatan huru-hara yang ditempatkan di ruangan antara
Pintu 1 dan 2.
c) Peralatan huru-hara cadangan ditempatkan di gudang
cadangan.

2) Inventarisasi Gudang Operasional;


a) Inventarisasi dilakukan oleh Kepala Regu Pengamanan.
b) Mencatat penggunaan dan pengembalian peralatan hura-hara.
c) Mencocokan jumlah dan kondisi peralatan huru-hara pada saat
dikembalikan.
d) Penguncian lemari penempatan peralatan hura-hara dilakukan
oleh Kepala Regu Pengamanan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 38


3) Pelaporan;
a) Petugas melakukan pencatatan keluar masuk gudang.
b) Petugas melakukan pencatatan pemeliharan dan perawatan
setiap peminjaman dan penggunaan Peralatan hura-hara secara
berkala.

c. Pengendalian Peralatan Pengamanan Kunci dan Gembok


1) Penempatan;
a) Anak kunci kamar dan blok hunian harus ditempatkan dilemari
kunci yang berada di Ruang Kepala Regu Pengamanan.
b) Lemari penyimpanan kunci kamar dan blok harus dalam
keadaan terkunci setiap saat.
c) Anak kunci lemari tempat penyimpanan kunci-kunci kamar dan
blok pada siang hari berada pada Kepala Regu Pengamanan.
d) Anak kunci lemari penyimpanan kunci kamar hunian pada
malam hari ditempatkan di lemari kecil yang terbuat dari kaca
pada ruang kerja Kepala Lapas atau Kepala Rutan.
e) Jika sewaktu-waktu diperlukan dalam keadaan darurat kaca
lemari kecil tersebut dapat dipecahkan.
f) Kunci ruang kantor, gudang, ruang kegiatan dan dapur berada
di bawah tanggung jawab masing-masing petugas.
g) Pada malam hari dan hari libur, kunci kamar, blok, ruang
kantor, gudang, ruang kegiatan, dapur dan menara ditempatkan
di lemari kaca khusus yang berada di area kerja Kepala Regu
Pengamanan.
h) Kunci pintu blok, P2U, pagar dalam dan luar berada pada
petugas masing-masing, sedangkan untuk kunci duplikatnya
berada di lemari kunci Kepala Pengamanan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 39


i) Kunci dan gembok persediaan ditempatkan di gudang
cadangan.

Gambar 9. Pengendalian Sarana

2) Inventarisasi;
a) Pencatatan dan penghitungan
b) Dilakukan pada saat serah terima regu pengamanan dan pasca
keadaan darurat ataupun petugas yang meninggalkan tugas
sebelum waktunya.
c) Pencatatan dilakukan di buku catatan khusus yang berisi
tentang:
(1) Identifikasi pemegang kunci.
(2) Nomor kunci dan jumlah kunci.
(3) Tanggal dan waktu pengeluaran dan pengembalian kunci
dan gembok.
(4) Jika ada kerusakan dan patah.
(5) Paraf Petugas yang mengeluarkan dan mengembalikan
kunci dan gembok pada berita acara.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 40


3) Penggunaan;
a) Gembok selalu dalam posisi terpasang dan terkunci di pintu
masing-masing
b) Gembok harus diacak penggunaannya minimal 1 (satu) bulan
sekali.
c) Anak kunci tidak boleh diduplikasi.
d) Anak kunci tidak boleh berada di bawah kendali narapidana
dan tahanan.
e) Petugas perlu memastikan tidak membawa kunci dan gembok
saat keluar Lapas dan Rutan.
f) Kunci yang secara tidak sengaja dibawa keluar perlu
dikembalikan dengan segera. Bila tidak dikembalikan dengan
segera maka kunci perlu diganti.
g) Untuk kunci yang patah, hilang atau rusak dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
(1) Untuk kunci yang patah seluruh sisa kunci yang patah
diamankan oleh petugas.
(2) Dalam keadaan kunci rusak di dalam lubang kunci,
Petugas perlu mencari pengganti kunci sementara dan
mengembalikan kunci yang rusak kepada Kepala Regu
Pengamanan atau Kepala Pengamanan.
(3) Dalam keadaan kunci patah di dalam lubang kunci,
Petugas harus tetap berada di depan pintu agar narapidana
dan tahanan tidak bisa mengambil sisa kunci yang patah.
(4) Petugas harus memberitahukan kepada Kepala Regu
Pengamanan atau Kepala Pengamanan tentang masalah
kunci dan gembok yang hilang, patah, atau rusak.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 41


(5) Petugas perlu meminta pertolongan untuk mengamankan
daerah dimana terdapat masalah kunci dan gembok yang
hilang, patah atau rusak, agar narapidana dan tahanan tidak
melarikan diri.
(6) Kunci dan Gembok yang patah atau rusak akan dihapus
sesuai dengan prosedur Lapas atau Rutan dan dicatat
sampai penghapusan dilakukan.
4) Perawatan;
a) Petugas harus memeriksa secara berkala kondisi seluruh anak
kunci dan gembok.
b) Anak kunci yang dalam kondisi rusak segera diganti.
c) Gembok yang dalam kondisi rusak harus segera diganti.
d) Anak kunci dan Gembok harus diganti secara berkala maksimal
1 (satu) tahun sekali.

5) Pelaporan;
a) Petugas melakukan pencatatan keluar masuk kunci dan gembok
dari gudang.
b) Apabila anak kunci dan gembok hilang, rusak dan patah,
petugas segera melaporkan
c) secara tertulis kepada Kepala Regu Pengamanan atau Kepala
Pengamanan.

d. Pengendalian Peralatan Komunikasi


1) Penempatan;
Peralatan alat komunikasi yang akan digunakan untuk kegiatan
pengamanan ditempatkan di:
a) Ruang Kalapas dan Karutan

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 42


b) Pengamanan Pintu Utama (P2U).
c) Ruang Kepala Regu Pengamanan.
d) Ruang Kepala Pengamanan.
e) Pos lingkugan Blok Hunian.
f) Pos blok Hunian.
g) Pos atas.
2) Inventarisasi Gudang Operasional;
a) Inventarisasi dilakukan oleh Kepala Regu Pengamanan.
b) Peralatan komunikasi meliputi HT dan interkom (internal
komunikasi).
c) Mencatat penggunaan dan pengembalian peralatan
komunikasi.
d) Mencocokan jumlah dan kondisi peralatan komunikasi pada
saat dikembalikan.

Gambar 10. Pengendalian Peralatan Komunikasi

3) Penggunaan;
a) Penggunaan peralatan komunikasi untuk koordinasi
pelaksanaan tugas pengamanan.
b) Penggunaan peralatan komunikasi untuk kepentingan bantuan
pengamanan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 43


c) Alat komunikasi tidak diperbolehkan jatuh ke tangan atau
digunakan narapidana dan tahanan.
d) Alat komunikasi diperbolehkan dibawa keluar Lapas dan Rutan
untuk keperluan pengawalan.
e) Penggunaan alat komunikasi pribadi berupa handphone atau
sejenisnya tidak diperkenankan untuk digunakan dilingkungan
blok hunian.
f) Alat komunikasi pribadi disimpan di loker khusus petugas yang
berada di P2U.
g) Alat komunikasi yang hilang perlu dilakukan penelusuran dan
dibuat berita acara pemeriksaan.

4) Pelaporan;
a) Petugas melakukan pencatatan keluar masuk peralatan
komunikasi dari gudang.
b) Apabila peralatan komunikasi rusak atau hilang, petugas segera
melaporkan secara tertulis kepada Kepala Regu Pengamanan
atau Kepala Pengamanan.

e. Pengendalian Peralatan Ruang Kontrol


1) Penempatan;
Ruang kontrol berada di ruang Kepala Regu Pengamanan
Monitor ditempatkan di:
a) P2U.
b) Ruang Kepala Regu Pengamanan.
c) Ruang Kepala Pengamanan.
d) Pengeras suara ditempatkan di ruang Kepala Regu
Pengamanan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 44


2) Penggunaan Ruang Kontrol;
a) Mengawasi aktifitas orang di dalam Lapas dan Rutan.
b) Mengawasi kondisi sarana dan prasarana Lapas dan Rutan.
c) Ruang kontrol tidak boleh diakses oleh narapidana dan tahanan.
d) Memberikan peringatan mengenai terjadinya potensi gangguan
keamanan dan ketertiban kepada petugas pengamanan.
e) Memberikan peringatan darurat.
f) Meminta bantuan ke instansi luar.

3) Pelaporan;
a) Petugas melakukan pencatatan penggunaan peralatan ruang
kontrol.
b) Petugas melaporkan aktifitas petugas, pengunjung, narapidana
dan tahanan.
c) Apabila peralatan ruang kontrol rusak atau hilang, petugas
segera melaporkan secara tertulis kepada Kepala Pengamanan.

f. Pengendalian Peralatan Sarana Lain


Peralatan kerja kantor, kegiatan kerja, peralatan dapur dan peralatan
kebersihan berada pada tempatnya masing-masing.

5. Pengawasan Komunikasi

Pengawasan komunikasi dilakukan terhadap narapidana dan


tahanan yang mengirim dan menerima surat dan menggunakan alat
komunikasi di Lapas dan Rutan yang meliputi:

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 45


a) Alat komunikasi yang digunakan narapidana dan tahanan di dalam
Lapas dan Rutan adalah Wartelsus.
b) Isi pembicaraan dan isi surat dijaga kerahasiaannya kecuali berisi:
c) Materi yang membahayakan keamanan negara.
d) Materi yang membahayakan keamanan dan ketertiban Lapas dan
Rutan.
e) Materi yang membahayakan jiwa masyarakat, petugas, narapidana
dan tahanan.

Gambar 11. Wartelsus

6. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk


memastikan keamanan dan ketertiban di steril area dan lalu lintas orang
di dalam Lapas dan Rutan.

7. Penguncian

a) Penjelasan;
1) Penguncian dimaksudkan agar pintu-pintu di dalam Lapas dan
Rutan tetap terkunci dan dibuka sesuai dengan jadwal dan
kebutuhan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 46


2) Penguncian meliptui: Pintu Gerbang Halaman, Pintu Gerbang
Utama (Wasrik), P2U (Portir), blok, kamar, ruang kegiatan dan
ruang kantor.

b) Pelaksanaan;
1) Pintu Gerbang Halaman
Jadwal buka dan tutup;
(a) Pembukaan pintu gerbang halaman dilakukan pada pukul
07.00 sampai dengan pukul 17.00 waktu setempat.
(b) Penutupan dan penguncian pintu gerbang halaman dilakukan
pada pukul 17.00 sampai dengan pukul 07.00 waktu setempat.
(c) Pada hari libur kerja pintu gerbang halaman harus selalu
dalam kondisi tertutup dan terkunci.
Pemeriksaan;
(1) Petugas menerima anak kunci dari Kepala Regu
Pengamanan.
(2) Penguncian dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas di pintu
gerbang halaman.
(3) 1 (satu) orang petugas bertugas mengunci/membuka
pintu dan 1 (satu) orang lainnya melakukan cek ulang.
(4) Petugas wajib menyerahkan kembali anak kunci kepada
Karupam setelah selesai menjalankan tugas.

2) Pintu Gerbang Utama (Wasrik)


Jadwal buka dan tutup;
1) Pembukaan pintu gerbang utama (Wasrik) dilakukan pada
pukul 07.00 sampai dengan pukul 17.00 waktu setempat.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 47


2) Penutupan dan penguncian pintu gerbang utama (Wasrik)
dilakukan pada pukul 17.00 sampai dengan pukul 07.00
waktu setempat.
3) Pada hari libur kerja pintu gerbang halaman harus selalu
dalam kondisi tertutup dan terkunci.
Pemeriksaan;
(1) Petugas menerima anak kunci dari Kepala Regu
Pengamanan.
(2) Penguncian dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas di pintu
gerbang halaman.
(3) (satu) orang petugas bertugas mengunci/membuka pintu
dan 1 (satu) orang lainnya melakukan cek ulang.
(4) Petugas wajib menyerahkan kembali anak kunci kepada
Karupam setelah selesai menjalankan tugas.

3) Pintu Utama (Portir)


Jadwal Buka dan Tutup;
a) Pintu Portir harus selalu dalam keadaan tertutup dan terkunci.
b) Komunikasi hanya dilakukan melalui lubang intip pintu.
c) Pembukaan dilakukan setelah diketahui keperluan dan atas
seizin petugas.
d) Pembukaan dilakukan untuk keperluan pengeluaran
narapidana dan tahanan berdasarkan dokumen yang sah.
e) Pembukaan pintu utama 1 (satu) dan pintu utama 2 (dua) tidak
boleh dibuka secara bersamaan.
Pemeriksaan;
(1) Petugas menerima anak kunci dari Petugas Pengamanan
sebelumnya.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 48


(2) Petugas wajib menyerahkan kembali kunci kepada
Petugas Pengamanan Pengganti setelah selesai
menjalankan tugas.

4) Kamar
Jadwal Buka dan Tutup
(a) Pembukaan pintu kamar dilakukan hanya untuk keperluan
pembinaan narapidana dan pelayanan tahanan.
(b) Pembukaan pintu kamar bagi narapidana dan tahanan
dilakukan pada pukul 07.00-10.00, 12.00-13.00 dan 15.00-
17.00 waktu setempat.
(c) Penutupan pintu kamar bagi narapidana dan tahanan
dilakukan pada pukul 10.00-12.00, 13.00-15.00 dan 17.00-
07.00 waktu setempat
(d) Pembukaan kamar bagi narapidana dan tahanan dapat
dilakukan untuk kepentingan pembinaan dengan persetujuan
Kepala Lapas atau Kepala Rutan.
(e) Penutupan dapat dilakukan diluar jadwal yang ditentukan
apabila situasi dan kondisi keamanan tidak memungkinkan.
Pemeriksaan;
(1) Petugas melakukan penghitungan narapidana dan
tahanan dalam kamar sebelum dan setelah pembukaan
kamar.
(2) Penguncian dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas.
(3) 1 (satu) orang petugas melakukan penguncian dan 1
(satu) orang lainnya melakukan cek ulang kunci pintu
kamar hunian dan memeriksa jeruji.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 49


(4) Gembok selalu dalam posisi terpasang dan terkunci di
pintu masing-masing.
(5) Petugas wajib menyerahkan kunci pada Kepala Regu
Pengamanan.
(6) Kunci kamar hunian selanjutnya disimpan ditempat
lemari kunci.

5) Blok
Jadwal Buka dan Tutup;
(a) Pintu Blok harus selalu dalam keadaan terkunci.
(b) Pembukaan pintu blok hanya dilakukan oleh petugas blok
untuk kepentingan pembinaan narapidana dan pelayanan
tahanan.
Pemeriksaan;
(1) Petugas melakukan pencatatan keluar masuk narapidana
dan tahanan dari blok .
(2) Penguncian dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas.
(3) (satu) orang petugas melakukan penguncian dan 1 (satu)
orang lainnya melakukan cek ulang kunci pintu blok dan
pagar pengamanan lingkungan.Gembok selalu dalam
posisi terpasang dan terkunci di pintu blok.
(4) Kunci blok disimpan oleh petugas blok.

6) Ruang Kantor
Jadwal Buka dan Tutup;
(a) Pembukaan ruang kantor dilakukan pada pukul 07.00 sampai
dengan jam kerja selesai.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 50


(b) Penutupan ruang kantor dilakukan setelah selesai jam kerja
sampai dengan pukul 07.00 waktu setempat.
Pemeriksaan;
(1) Petugas melakukan pemeriksaan inventaris kantor.
(2) Petugas mematikan air, listrik dan alat elektronik.
(3) Petugas melakukan penguncian jendela.
(4) Petugas memastikan tidak peralatan yang dapat
digunakan untuk melarikan diri seperti tangga, bangku
dan sebagainya.
(5) Penguncian pintu dilakukan oleh petugas.
(6) Petugas wajib menyerahkan dan menyimpan anak kunci
pada lemari kunci di ruang Kepala Regu Pengamanan.

7) Ruang kegiatan
Ruang kegiatan terdiri dari Ruang Bimbingan kerja, Poliklinik,
Dapur, Tempat ibadah, Ruang serba guna, Ruang olahraga, Ruang
pendidikan, Ruang konsultasi, Ruang kunjungan.
Jadwal Buka dan tutup
(a) Pembukaan dan penutupan disesuaikan dengan jadwal
kegiatan pada jam kerja.
(b) Pembukaan diluar jam kerja harus seizin Kepala Lapas dan
Kepala Rutan.
Pemeriksaan;
(1) Petugas melakukan pemeriksaan inventaris yang ada di
ruang kegiatan.
(2) Petugas memastikan tidak ada narapidana dan tahanan di
ruang kegiatan diluar jadwal kegiatan.
(3) Petugas mematikan air, listrik dan alat elektronik.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 51


(4) Petugas melakukan penguncian jendela.
(5) Petugas memastikan tidak peralatan yang dapat
digunakan untuk melarikan diri seperti tangga, bangku
dan sebagainya.
(6) Penguncian pintu dilakukan oleh petugas.
(7) Petugas wajib menyerahkan dan menyimpan anak kunci
pada lemari kunci di ruang Kepala Regu Pengamanan.

8. Tindakan Pengamanan

Tindakan pengamanan dilakukan oleh petugas dalam rangka


melaksanakan pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas
dan Rutan. Pihak-pihak yang berpotensi menimbulkan gangguan
keamanan dan ketertiban meliputi petugas bermasalah, pengunjung,
narapidana dan tahanan. Tindakan pengamanan meliputi: Tingkat
Pengawasan, Pemborgolan, Penggunaan Kekuatan.

B. Pelaksanaan Tugas Pengamanan oleh Petugas Pintu Utama (P2U)

Uraian Pelaksanaan Petugas Pengamanan Pintu Utama:


1) Serah Terima;
a) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas Regu
Pengamanan Pengganti melakukan serah terima inventaris, tugas dan
tanggungjawab penjagaan Pintu Gerbang Utama.
b) Petugas Pengamanan sebelumnya menyampaikan informasi penting
kepada Petugas Regu Pengamanan Pengganti.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 52


c) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
regu Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.

2) Buka dan Tutup Pintu;


a) Petugas membuka, menutup dan mengunci Pintu Gerbang Utama
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
b) Petugas membuka pintu masuk utama di luar jam yang telah
ditentukan hanya untuk keperluan dinas.

3) Pemeriksaan Orang;
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk ke dalam
Lapas dan Rutan.
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman untuk
menunjukan identitas berupa: KTP, SIM, dan Passport serta
mencatatnya.
c) Petugas melakukan penggeledahan .
d) Petugas menukar kartu identitas dengan kartu tanda pengenal.
e) Petugas memberikan stempel pada tangan kanan orang yang akan
masuk ke dalam Lapas dan Rutan.
f) Petugas mengarahkan orang sesuai dengan keperluannya.
g) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar dari dalam
Lapas dan Rutan.
h) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari atau diluar
jam dinas.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 53


4) Pemeriksaan Petugas;
a) Petugas menanyakan keperluan petugas yang akan masuk ke dalam
Lapas dan Rutan.
b) Petugas melakukan penggeledahan.
c) Petugas mengingatkan petugas yang akan memasuki area Lapas dan
Rutan untuk menitipkan barang bawaanya di dalam loker atau tempat
yang disediakan.
d) Petugas mengidentifikasi setiap petugas yang keluar dari dalam
Lapas dan Rutan.
e) Petugas memeriksa petugas yang keluar pada malam hari atau diluar
jam dinas.

5) Pemeriksaan Narapidana dan Tahanan;


a) Petugas menerima informasi terkait narapidana dan tahanan yang
akan masuk dan keluar Lapas dan Rutan.
b) Petugas mencocokkan fisik dan identitas narapidana dan tahanan
dengan kelengkapan dokumen dari Kepala Lapas dan Rutan maupun
instansi penegak hukum lainnya.
c) Petugas melakukan penggeledahan.
d) Petugas mencatat jumlah narapidana dan tahanan yang akan masuk
dan keluar Lapas dan Rutan.
e) Petugas melakukan konfirmasi kepada Karupam, Kepala
Pengamanan dan Kalapas atau Karutan saat ada narapidana dan
tahanan yang dikeluarkan pada malam hari.

6) Pemeriksaan Kendaraan;
a) Petugas memeriksa kendaraan yang masuk ke dalam Lapas dan
Rutan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 54


b) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke dalam Lapas
dan Rutan.
c) Petugas menggeledah kendaraan dalam posisi mesin kendaraan mati.
d) Petugas menggeledah orang yang berada di dalam kendaraan dengan
cara meminta turun dari kendaraan.
e) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan keperluannya.
f) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar Lapas dan Rutan.
g) Petugas memeriksa kendaraan yang keluar pada malam hari atau
diluar jam dinas.

7) Pemeriksaan Barang;
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa masuk dan
keluar dalam Lapas/Rutan untuk kepentingan kunjungan/dinas.
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila barang yang
dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan digunakan untuk
kepentingan dinas.
c) Petugas menggeledah barang

8) Penindakan;
a) Petugas melarang orang, barang, dan kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan.
b) Petugas mengamankan orang, barang, dan kendaraan yang diduga
dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban.
c) Melarang masuk petugas diluar jam tugasnya, kecuali mendapat izin
atasan.
d) Melarang masuk petugas yang tidak menggunakan seragam dinas
pada saat jam dinas.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 55


e) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai dengan
tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.

9) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam tentang
situasi dan kondisi di Pintu Gerbang Utama Lapas dan Rutan.
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pintu masuk utama kepada
Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan kecurigaan
terhadap potensi gangguan keamanan dan ketertiban.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
C. LATIHAN 2

Untuk lebih memantapkan pemahaman saudara mengenai standar prosedur


pengamanan pada Laps dan Rutan, kerjakan latihan di bawah ini.

1. Pelaksanaan tugas penjagaan dalam 1 hari dibagi menjadi :


a. 3 (tiga) shift.
b. 4 (empat) shift.
c. 2 (dua) shift.
d. 5 (lima) shift.

2. Dibawah ini yang termasuk harus dilakukan oleh petugas saat apel
penghuni antara lain, kecuali:
a. Memastikan narapidana dan tahanan berada di dalam kamar masing-
masing dan dalam keadaan terkunci.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 56


b. Memastikan tidak ada narapidana dan tahanan yang berlalu lintas.
c. Memindahkan narapidana dan tahanan yang tidak sesuai penempatan
dan keberadaanya.
d. Melakukan perhitungan narapidana dan tahanan yang berlalu lalang.

3. Pernyataan di bawah ini adalah benar, kecuali :


a. Menanyakan keperluan orang yang akan masuk ke adalam lapas/
rutan.
b. Meminta kartu identitas orang yang akan masuk ke area lapas/ rutan.
c. Membuka dan menutup pintu gerbang utama sesuai dengan jadwal
yang ditentukan.
d. Membuka menutup gerbang utama di luar jam dinas.

4. Dalam hal kontrol yang dilakukan secara rutin oleh kepala dan wakil
kepala regu pengamanan ada hal-hal yang seharusnya di perhatikan,
kecuali:
a. Melakukan kontrol sekurang-kurangnya 1 jam sekali.
b. Melakukan kontrol di gerbang utama
c. Membuat laporan berkala kepada kepala pengamanan dan kepala
lapas/ rutan
d. Menggunakan kekuatan secara berlebihan saat ada gangguan kamtib.

5. Dalam hal penguncian, hal utama yang perlu diperhatikan adalah:


a. Pintu gerbang utama dibuka pada saat di luar jam kerja.
b. Petugas memberikan/ menyimpan anak kunci kepada tamping.
c. Petugas wajib mengembalikan anak kunci kepada karupam setelah
selesai bertugas.
d. Penguncian dilakukan harus dengan 2 orang petugas.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 57


D. Rangkuman

Standar pelaksanaan penjagaan meliputi kegiatan Apel, Penjagaan


Pintu Gerbang Halaman, Penjagaan Pintu Gerbang Utama, Penjagaan Pintu
Utama, Penjagaan Pos Atas, Penjagaan Lingkungan Blok, Penjagaan Blok
dan Penjagaan Ruang Kunjungan.

Apel penghuni dilakukan oleh Petugas Regu Pengamanan Pengganti


dan Petugas Regu Pengamanan sebelumnya. Petugas Regu Pengamanan
Pengganti dan Petugas Regu pengamanan sebelumnya memastikan
narapidana dan tahanan berada dalam kamarnya masing-masing dan dalam
keadaan terkunci. Serah terima pergantian Regu Pengamanan dilakukan
dengan menandatangani buku berita acara serah terima.
Pelaksanaan Tugas Pengamanan oleh Kepala Regu Jaga meliputi
kegitan Penjagaan, Penggeledahan, Kontrol, Pengendalian Sarana,
Pengawasan Komunikasi, Pengendalian Lingkungan, Penguncian, dan
Tindakan Pengamanan.

Pengendalian lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk


memastikan keamanan dan ketertiban di steril area dan lalu lintas orang di
dalam Lapas dan Rutan.

Tindakan pengamanan dilakukan oleh petugas dalam rangka


melaksanakan pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas
dan Rutan. Pihak-pihak yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan
dan ketertiban meliputi petugas bermasalah, pengunjung, narapidana dan
tahanan. Tindakan pengamanan meliputi: Tingkat Pengawasan,
Pemborgolan, Penggunaan Kekuatan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 58


-**@**-

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kondisi Keamanan dan Ketertiban Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan


dapat terwujud jika Petugas Pengamanan memiliki kompetensi dalam
melaksanakan langkah-langkah strategi pengamanan sebagaimana tersebut
pada Bab terdahulu dan mampu mengantisipasi terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban.

Kondisi Keamanan dan Ketertiban Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan


sangatlah penting guna menjamin terselenggaranya kegiatan perawatan
tahanan, pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, dan peningkatan
pelayanan masyarakat dan pencapaian tujuan Pemasyarakatan.

B. Implikasi

Tantangan utama saat ini adalah bagaimana menciptakan SDM


Kementerian Hukum dan HAM khususnya Petugas Pemasyarakatan yang
benar-benar berkualitas, bersih, dan bermartabat.

Dalam arus utama penyelenggaraan pemerintahan yang transparan


dan akuntabel, serta perubahan yang bergerak demikian cepat,
Pemasyarakatan harus di dukung oleh sumber daya manusia yang tidak saja
memiliki intelektualitas yang tinggi, kemampuan kepemimpinan yang
handal, dan kepekaan yang tajam terhadap perubahan (change awareness),

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 59


tetapi juga harus memiliki integritas yang teruji, sehingga terjaga dari
berbagai tindakan tidak terpuji, terutama suap, pungli dan korupsi.
Sehingga mampu mencetak calon-calon pemimpin yang benar-benar
handal, bersih, dan bermartabat, untuk saat ini dan di masa-masa yang akan
datang.

C. Tindak Lanjut

Inovasi secara konkrit telah mampu meningkatkan kinerja sektor


publik, sekaligus mengubah mindset praktisi pemerintahan untuk memiliki
orientasi kepublikan yang lebih baik dengan terus melakukan pembaharuan
yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Mindset perubahan seperti inilah
yang perlu diperkuat terus sebagai aktualisasi dari spirit revolusi mental.
Kinerja institusional yang optimal ditambah mindset aparatur yang positif,
merupakan garansi untuk menuju pemerintahan kelas dunia (world-class
government) dan pelayanan kelas wahid (first-class public services).

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 60


-**@**-
Lembar Kunci Jawaban

Latihan 1:
1. A
2. B
3. A
4. C
5. D

Latihan 2:
1. A
2. D
3. D
4. D
5. D

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 61


-**@**-

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintahan Daerah. Jogjakarta:


Graha Ilmu.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan Negara.

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.22.PR.08.03. Tahun


2001 Tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan.

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS-416.PK.01.04.01


Tahun 2015 Tentang Standar Pencegahan Gangguan Kamtib Lapas dan
Rutan.

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 62


-**@**-

Lembar Biodata Penulis

SAMSUL HIDAYAT Bc. IP., SH.,


dilahirkan pada 3 Mei 1965 di Malang,
Jawa Timur. Menyelesaikan pendidikan
Akademi Ilmu Pemasyarakatan pada
tahun 1989 dan mulai melaksanakan
tugas pengabdian sebagai Kasubsie
Pengelolaan RUTAN di Lubuk Pakam
pada tahun 1994. Menjadi Kepala
Kesatuan Pengamanan di Lapas Klas IIb
Binjai pada tahun 1999 dan Rutan Klas
I Bandung pada tahun 2003.
Memimpin Unit Pelaksana Teknis sebagai Kepala di Rutan Klas IIb
Kotabumi pada tahun 2006, Lapas Klas IIb Probolinggo pada tahun 2010,
Rutan Klas I Jakarta Pusat padatahun 2013, dan Lapas Klas IIa Purwokerto
pada tahun 2013.
Menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 jurusan Hukum dari Universitas
Islam Nusantara Bandung pada tahun 2005. Pada tahun 2016 melaksanakan
tugas sebagai Kasubdit Kepatuhan Internal dan Evaluasi pada Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan sampai sekarang.

-**@**-

PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN 63


DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
KONSEP DAN IMPLEMENTASI HAM BAGI
PETUGAS PEMASYARAKATAN

Penulis:
Mitro Subroto, Bc.IP., S.IP., M.Si

Editor
Muh. Khamdan, MA.Hum

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
2017
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. 1
A. Latar Belakang 1
B. Deskripsi Singkat 2
C. Manfaat 2
D. Tujuan Pembelajaran 2
E. Materi Pokok 3
F. Petunjuk Belajar 4
BAB II HUBUNGAN HAM DAN SISTEM PEMASYARAKATAN 5
A. Pengertian dan Konseptualisasi HAM 5
B. Perkembangan Sistem Pemasyarakatan Indonesia 7
C. Latihan 12
D. Rangkuman 12

BAB III HAK NARAPIDANA ATAU TAHANAN


BERDASARKAN INSTRUMEN HAM 14
A. Instrumen HAM Dalam Sistem Pemasyarakatan Indonesia 14
B. Hak dalam Proses Penerimaan dan Penempatan 15
C. Hak Dalam Proses Pengaduan 21
D. Hak Dalam Proses Pencegahan Penyiksaan dan Merendahkan
Martabat Manusia 31
E. Hak Dalam Proses Pengamanan dan Keseimbangan Pembinaan 37
F. Latihan 42
G. Rangkuman 43
BAB V IMPLEMENTASI HAM BAGI NARAPIDANA
ATAU TAHANAN KHUSUS 44
A. Implementasi HAM Bagi Narapidana atau Tahanan Terorisme 44
B. Implementasi HAM Bagi Kelompok Rentan .. 45
C. Latihan 49
F. Rangkuman 49
BAB VI PENUTUP 50
A. Simpulan 50
B. Implikasi 50

Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN

Selamat Datang! Dalam Diklat Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu


dan Petugas Pintu Utama, mata Diklat “Konsep dan Implementasi HAM Bagi
Petugas Pemasyarakatan”. Pasti Anda pernah mendengar betapa pentingnya
implementasi HAM dalam pelaksanaan tugas pengamanan dan penjagaan
ketertiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan
(Rutan). Untuk itu kita akan mengenalkan pendekatan HAM secara praktis,
untuk dapat membantu para pelaksana tugas teknis pengamanan di dalam
Lapas dan Rutan secara lebih baik.

A. Latar Belakang
Kelahiran Sistem Pemasyarakatan Indonesia yang dipengaruhi oleh
gagasan Dr. Sahardjo dalam judul “Pohon Beringin Pemasyarakatan” telah
membawa perubahan besar dalam memandang narapidana atau tahanan.
Proses akhir tindak pidana yang semula dilakukan sebagai bentuk balas
dendam dan upaya penjeraan, diubah dengan pembinaan sebagai proses agar
narapidana atau tahanan dapat bermasyarakat sekaligus diterima kembali di
tengah-tengah kehiduan masyarakat.
Cara pandang narapidana atau tahanan sebagai seorang manusia perlu
diperlakukan sebagaimana sebagai manusia. Oleh karena itulah penting bagi
para petugas Pemasyarakatan untuk tetap memperhatikan hak yang dimiliki
oleh para narapidana atau tahanan. Hal demikian telah diperkuat melalui UU
Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang di dalamnya menjelaskan
bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas asas

3
pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan pendidikan, serta
penghormatan harkat dan martabat manusia atau disebut dengan hak asasi
manusia (HAM).
Negara telah mengamanatkan bahwa aparatur di bidang Pemasyarakatan
harus menjalankan fungsi Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga
pendidikan yang benar-benar membina, mendidik, dan membimbing
narapidana atau tahanan agar memiliki kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, berintelektual,
mempunyai sikap dan perilaku positif, sadar hukum, berkepribadian
Pancasila, berintegritas moral, sekaligus menyadari kesalahannya sehingga
akan dapat kembali berintegrasi secara sehat jasmani dan rohaninya di
masyarakat setelah menjalani seluruh masa pidananya.
Peran dan fungsi Pemasyarakatan merupakan bentuk dari perlindungan
dan penegakan HAM yang juga menjadi semua pihak. Pembatasan yang
dilakukan melalui pemenjaraan di dalam Lapas dan Rutan tentu harus
difahami oleh petugas pemasyarakatan untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dengan pertimbangan moral,
keamanan, dan kepentingan umum.

B. Deskripsi Singkat
Pemahaman HAM yang diterapkan dalam Pelatihan Teknis
Pengamanan Bagi Kepala Regu dan Petugas Pintu Utama (P2U) dimaksudkan
untuk memandu peserta melakukan kegiatan-kegiatan pengamanan yang tetap
memperhatikan penghormatan hak-hak narapidana atau tahanan sebagai
manusia. Oleh karenanya perlu adanya pemahaman hak-hak dalam bidang
penerimaan, penempatan, pemindahan, sampai pada penanganan narapidana
atau tahanan/tahanan khusus dan kelompok rentan.

4
C. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat mengetahui hubungan antara implementasi HAM
dengan Sistem Pemasyarakatan Indonesia
2. Peserta diklat dapat lebih memahami hak-hak narapidana atau tahanan
berdasarkan instrumen-instrumen HAM
3. Peserta diklat dapat menerapkan HAM pada Lapas dan Rutan dengan
narapidana atau tahanan khusus.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang Mata Diklat HAM Petugas
Pemasyarakatan ini, peserta Diklat diharapkan mampu menerapkan
HAM dalam bidang pengamanan di dalam Lapas dan Rutan.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari Mata Diklat HAM Petugas Pemasyarakatan ini,
peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hubungan antara HAM dan Sistem Pemasyarakatan
Indonesia
2. Menjelaskan hak-hak narapidana atau tahanan berdasarkan
instrumen-instrumen HAM
3. Menerapkan HAM bagai narapidana atau tahanan umum dan
narapidana atau tahanan khusus

5
E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Hubungan HAM dan Sistem Pemasyarakatan Indonesia
2. Hak-Hak Narapidana atau tahanan Berdasarkan Instrumen HAM
3. Implementasi HAM Bagi Narapidana atau tahanan Khusus

F. Sub Materi Pokok


Sub materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1.1 Sejarah Sistem Pemasyarakatan Indonesia
1.2 Prinsip Kepribadian Petugas Pemasyarakatan
1.3 HAM Dalam Sistem Pemasyarakatan
2.1 Instrumen-Instrumen HAM Dalam Sistem Pemasyarakatan
2.2 Hak Proses Penerimaan, Penempatan, dan Pemindahan
2.3 Hak Proses Pengaduan
2.4 Hak Proses Pencegahan Penyiksaan dan Merendahkan Martabat
2.4 Hak Proses Pengamanan dan Keseimbangan Pembinaan
3.1 Implementasi HAM Bagi Narapidana atau tahanan Terorisme
3.2 Implementasi HAM Bagi Kelomok Rentan

G. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
Diklat“HAM Petugas Pemasyarakatan” dapat berjalan lebih lancar, dan
indikator hasil belajar tercapai secara baik, Anda kami sarankan mengikuti
langkah-langkah sebagaiberikut:
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator belajar

6
memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar menetapkan apa yang
harus Anda capai.
2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan sampai
dengan Bab IV.
3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiaptugas pada akhir
bab.
4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata Diklat ini tergantung pada
kesungguhan Anda. Belajarlah secara mandiri atau berkelompok secara
seksama. Untuk belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau
berkelompok dengan yang lain untuk mempraktikkan implementasi HAM
yang baik dan benar.
5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti
yangtertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan segan-
segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi dalam
implementasi HAM Petugas Pemasyarakatan.

Baiklah, selamat belajar!, semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan dan


keterampilan yang diuraikan dalam mata Diklat ini, sebagai upaya untuk
meningkatkan pengamanan dan ketertiban Lapas dan Rutan yang
berperspektif HAM secara baik.

7
BAB II
HUBUNGAN HAM DAN SISTEM PEMASYARAKATAN
INDONESIA

Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan sejarah sistem
pemasyarakatan Indonesia, prinsip-prinsip kepribadian petugas pemasyarakatan,
dan HAM dalam sistem pemasyarakatan

A. Pengertian dan Konseptualisasi HAM


Pemerintah Indonesia telah mengakui keberadaan HAM dalam
kehidupan ketatanegaraan dan kehidupan hukum nasional dengan
mengesahkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Dalam UU tersebut, HAM didefinisikan dengan seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM tidak dapat diambil atau dicabut, diabaikan, dikurangi atau
dirampas oleh suatu kekuasaan melainkan harus dihormati, dipertahankan, dan
dilindungi. Oleh karenanya, walaupun manusia terlahir dengan keadaan kulit
hitam, cokelat, putih, kelamin laki-laki maupun perempuan, bahasa yang
berbeda-beda, budaya yang beragam, maka ia tetap mempunyai hak-hak
tersebut. Hak asasi ini bukan diberikan atau pemberian orang lain, golongan,
atau negara, tetapi sudah melekat sejak seseorang memiliki nyawa meskipun
masih di dalam kandungan. Hal ini yang disebut dengan universalitas HAM.

8
Karel Vasak, ahli hukum dari Perancis, membuat kategori generasi
HAM berdasarkan slogan Revolusi Perancis, yaitu kebebasan, persamaan, dan
persaudaraan.
1. Generasi Pertama HAM
Kebebasan sebagai hak generasi pertama dijadikan simbol atas hak-
hak di bidang sipil dan politik (Sipol). Hal ini muncul dari tuntutan untuk
melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan
kekuatan-kekuatan dominan seperti revolusi di Inggris, Perancis, dan
Amerika. Hak sipil dan politik pada dasarnya untuk melindungi kehidupan
pribadi manusia dan menghormati otonomi setiap orang atas dirinya. Hak-
hak tersebut antara lain hak hidup, hak kebebasan bergerak, hak suaka dari
penindasan, perlindungan hak milik, kebebasan berfikir, beragama dan
berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, hak bebas
dari penahanan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas
dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan
yang adil.
Hak generasi pertama ini sering disebut dengan hak-hak negatif.
Artinya, hak dapat berjalan dengan baik jika tidak adanya campur tagan
terhadap hak-hak dan kebebasan individual.Hak-hak generasi pertama ini
menuntut ketiadaan intervensi oleh pihak-pihak luar, baik Negara maupu
kekuatan-kekuatan sosial lain.Oleh karenanya, hak ini tergantung pada
absen dan minusnya tindakan negara terhadap rakyatnya.
2. Generasi Kedua HAM
Persamaan atau hak-hak generasi kedua diwakili dengan
perlindungan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (Esosbud). Hak esosbud
ini muncul dari tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap
kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan.

9
Negara dituntut lebih aktif sehingga sangat menekankan keterlibatan dan
intervensi negara secara positif.Hal ini menjadikan generasi kedua HAM
disebut dengan hak positif. Hak generasi kedua adalah tuntutan persamaan
sosial dengan menjalankan program-program pemenuhannya.
3. Generasi Ketiga HAM
Persaudaraan dalam hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan
atas hak-hak solidaritas atau hak bersama. Hak ini muncul atas tuntutan
negara-negara berkembang atas ketidakadilan dunia internasional. Tatanan
ekonomi dunia dan hukum internasionaldibutuhkan untuk terjaminnya hak
atas pembangunan, hak atas perdamaian, hak atas sumber daya alam
sendiri, hak atas lingkungan hidup yang baik, dan hak atas warisan budaya
sendiri.
Dari ketiga generasi HAM tersebut, maka generasi pertama yang terkait
pada hak bidang Sipol merupakan hak yang tidak dapat ditangguhkan dan
dibatasi (non derogable rights). Sementara generasi kedua dan ketiga yang
terkait hak bidang Esosbud merupakan hak yang dapat ditangguhkan atau
dibatasi pemenuhannya oleh Negara dalam kondisi tertentu (derogable
rights). Oleh karena itulah dikembangkan dengan lahirnya 2 (dua) kovenan
penting, yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya.
B. Perkembangan Sistem Pemasyarakatan Indonesia
Membahas tentang perkembangan sistem pemasyarakatan Indonesia,
pada dasarnya sama dengan membahas perjalanan sejarah bangsa Indonesia
terkait dengan sejarah berdirinya sebuah negara Indonesia. Hal itu dipengaruhi
oleh 3 (tiga) teori utama pemidanaan. Pertama, sistem absolut atau retribusi
yang cenderung bersifat pembalasan. Teori ini muncul dilandasi adanya
pemahaman bahwa kejahatan tercipta oleh adanya peran Setan sehingga harus

10
dihilangkan, termasuk juga harus menghilangkan manusia yang melakukan
kejahatan tersebut. Dalam hal ini, penjahat dilihat dalam perspektif musuh
sehingga ditindak dengan penyiksaan fisik atau diasingkan dari ketertiban
umum. Sistem retribusi belum mengenal adanya rumah penjara karena bentuk
rumah penjara hanya berfungsi sebagai tempat penahanan sementara, sambil
menunggu hukuman mati (capital punishment), hukuman fisik (corporal
punishment), dan pengasingan (banishment).
Kedua, sistem penjeraan (detterent) yang dilandasi oleh pemikir teori
sosial klasik, Jheremy Bentham. Tokoh ini berpandangan bahwa manusia
bertindak menurut pilihan-pilihan akal dan fikiran yang berdasarkan untung
dan rugi atau determinisme ekonomi. Oleh karena itu, sistem penjeraan
memiliki dua tampilan utama, yaitu pembalasan terhadap pelaku kejahatan
agar terjadi penjeraan (special detterent) dan hukuman berat terhadap para
pelaku kejahatan agar membuat masyarakat luas berfikir sebelum melakukan
kejahatan atas resiko hukuman yang akan diterima.
Ketiga, sistem rehabilitasi yang memiliki pemaknaan bahwa pelaku
kejahatan adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah sehingga harus
diberikan penyadaran melalui pencabutan kemerdekaan sekaligus diamankan
oleh negara melalui proses pembinaan di dalam penjara. Dari sistem
rehabilitasi inilah kemudian menghadirkan pola pemidanaan baru berupa
sistem reintegrasi sosial yang menginspirasi lahirnya UU Nomor 12 Tahun
1995 tentang pemasyarakatan.
Konsep Pemasyarakatan di Indonesia diperkenalkan secara formal
pertama kali oleh Dr. Sahardjo, Menteri Kehakiman Indonesia, pada 5 Juli
1963. Sahardjo menjelaskan bahwa tujuan dari pidana penjara selain untuk
menimbulkan rasa derita karena hilangnya kemerdekaan bergerak, juga untuk

11
membimbing terpidana agar bertaubat, dapat menjadi anggota masyarakat
yang berguna dalam pembangunan nasional.
Pada 1964, dilakukan konferensi nasional kepenjaraan di Lembang,
Bandung, pada 27 April hingga 7 Mei, untuk merumuskan konsep sistem
pemasyarakatan Indonesia. Di dalam konferensi tersebut, Bahrudin
Suryobroto yang menjabat Wakil Kepala Direktorat Pemasyarakatan,
menjelaskan bahwa Pemasyarakatan bukan hanya tujuan dari pidana penjara,
melainkan suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan
hubungan antara kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu
narapidana dan masyarakat, yang tentunya dapat dicapai melalui sebuah
proses membaurkan narapidana untuk turut serta secara aktif. Pelaksanaan
konferensi inilah yang dijadikan hari jadi Pemasyarakatan Indonesia.
Sistem pemasyarakatan kemudian dikuatkan melalui UU Nomor 12
Tahun 1995 yang didefinisikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila
yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi rindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggungjawab.
Dalam melaksanakan peran dan fungsi sebagai pembina narapidana atau
tahanan, maka petugas pemasyarakatan perlu mengedepankan prinsip-prinsip
HAM sesuai dengan etika yang harus dijunjung, sebagaimana pada pasal 5
UU Pemasyarakatan, yaitu:
1. Memberikan penganyoman, yaitu perlakuan terhadap WBP dalam rangka
melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh

12
WBP, juga memberikan bekal hidup kepada WBP agar menjadii warga
yang berguna di dalam masyarakat
2. Memberikan persamaan perlakuan dan pelayanan, yaitu pemberian
perlakuan dan pelayanan yang sama kepada WBP tanpa membedakan
orang.
3. Melaksanakan pendidikan sekaligus pembimbingan, yaitu
penyelenggaraan proses tersebut berdasarkan Pancasila, antara lain
menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, dan pendidikan rohani.
4. Memberikan penghormatan harkat dan martabat manusia (HAM), yaitu
komitmen untuk memperlakukan WBP sebagai manusia dan makhluk
Tuhan
5. Memberikan kesempatan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan
keluarga dan orang-orang tertentu.
Petugas pemasyarakatan adalah aparat penegak hukum, sebagaimana
tercantum dalam pasal 8 UU Pemasyarakatan. Petugas pemasyarakatan juga
memiliki fungsi perlindungan terhadap hak asasi tersangka dan terdakwa. Hal
demikian tercantum di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana dan peraturan pelaksanaannya, serta UU Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Perdilan Pengadilan Anak (SPPA).
Petugas pemasyarakatan sebagai aparat penegak hukum merupakan
bagian dari integrated criminal justice system, yang sejajar dengan aparat
kepolisian, aparat kejaksaan, dan aparat kehakiman. Oleh karena itu, integrasi
penanganan hukum pidana dijalankan oleh Direktorat Pemasyarakatan
melalui unit pelaksana teknis masing-masing, yaitu:
Rumah Tahanan Negara, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara,
Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyakatan Perempuan, Lembaga

13
Penitipan Anak Sementara, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Balai
Pemasyarakatan.
1. Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Dalam KUHAP pasal 22 dinyatakan bahwa jenis penahanan dapat
berupa Penahanan Rutan, Penahanan Rumah dan Penahanan Kota. Dengan
demikian, jenis penahanan memiliki pilihan alternatif bagi instansi yang
berwenang, terutama harus secara selektif untuk menggunakan penahanan
Rutan. Hal ini mengingat penahanan adalah pembatasan hak bergerak
seseorang, sehingga sikap selektif berperan untuk menghindari penyimpangan
terhadap harkat dan martabat manusia oleh petugas Rutan.
Penahanan yang dilakukan di dalam Rutan harus disertai surat
penahanan yang dikeluarkan pejabat yang secara yuridis memiliki tanggung
jawab penahanan. Pada pasal 21 KUHAP dijelaskan bahwa penahanan Rutan
harus memenuhi syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif. Jika tidak ada
alasan yang jelas, maka surat penahanan dapat dikategorikan cacat hukum dan
oleh sebab itu tidak sah, sehingga orang tersebut harus ditolak masuk ke dalam
Rutan. Secara strategis dan psikologis, penempatan seseorang sebagai tahanan
di Rutan justru memberikan kemudahan akses yang luas untuk terpenuhinya
hak tersangka dan terdakwa guna mendapatkan pendampingan dari penasehat
hukumnya.
2. Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Rupbasan)
Pasal 27 dalam PP Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa di dalam
Rupbasan ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang
bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas
berdasarkan putusan hakim. Rupbasan berperan untuk menjamin keselamatan

14
dan keamanan barang sitaan (Basan) dan barang rampasan (Baran). Tanggung
jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut, ada pada pejabat sesuai dengan
tingkat pemeriksaan, sedangkan tanggung jawab fisik ada pada Kepala
Rupbasan.

3. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)


Tindakan institusionalisasi dengan pemenjaraan pada dasarnya dapat
berdampak buruk karena akan mendapatkan proses labeling atau stigmatisasi
di tengah masyarakat. Oleh karena itu, sistem pemasyarakatan telah
direformasi dengan proses-proses yang memanusiakan manusia. UU
Pemasyarakatan telah menegaskan adanya hak-hak bagi warga binaan
pemasyarakatan (WBP), antara lain:
a. melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani mauptin jasmani
c. mendapat pendidikan dan pengajaran
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e. menyampaikan keluhan
f. mendapatkan bacaan dan mengikuli siaran media massa lainnya yang tidak
dilarang
g. menerima kunjnngan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnya
h. mendapatkan pengurangan masa pidana
i. mendapatkan kesempatan berasimilasi
j. mendapatkan pembebasan bersyarat
k. mendapatkan culi menjelang bebas, dan
l. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

15
4. Lembaga Penitipan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA)
Berdasarkan UU No 11 tahun 2012 tentang Sisten Peradilan Pidana
Anak (SPPA), anak yang bermasalah dengan hukum (ABH), maka ditahan
atau ditempatkan di LPAS. Dalam melaksanakan tugas tersebut, petugas
LPAS wajib mengedepankan asas Sistem Peradilan Pidana Anak yang
meliputi perlindungan, keadilan, non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak,
penghargaan terhadap pendapat anak, kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang Anak, pembinaan dan pembimbingan anak, proporsional,
Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, dan
penghindaran pembalasan.
Petugas LPAS juga wajib memperhatikan hak setiap Anak dalam proses
peradilan pidana sebagaimana dalam Pasal 3 UU SPPA, yaitu:
1. Diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan umumya
2. Dipisahkan dari orang dewasa
3. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif
4. Melakukan kegiatan rekreasional
5. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam
6. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup
7. Tidak ditangkap atau dipenjara kecuali upaya terakhir dalam waktu paling
singkat
8. Memperoleh keadilan di muka pengadilan yang objektif, dan sidang yang
tertutup
9. Tidak dipublikasikan identitasnya
10. Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya
oleh Anak
11. Memperoleh advokasi sosial
16
12. Memperoleh kehidupan pribadi
13. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi Anak cacat
14. Memperoleh pendidikan
15. Memperoleh pelayanan kesehatan
16. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Adapun Anak yang karena suatu tindak pidana dijatuhi pidana penjara
oleh peradilan pidana maka Anak tersebut pembinaannya ditempatkan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

5. Balai Pemasyarakatan (Bapas)


Bapas adalah unit pelaksana teknis Pemasyarakatan menyelenggarakan
tugas dan fungsi pelayanan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan
kepada klien, yang meliputi :
a. Klien yang sedang melaksanakan proses pembinaan cuti menjelang bebas
b. Klien yang sedang melaksanakan proses pembinaan pembebasan bersyarat
c. Anak yang sedang berhadapan dengan hukum.
Laporan Penelitian Kemasyarakatan adalah sebuah laporan yang berisi
tentang hasil penelitian mengenai riwayat hidup klien yang menyangkut latar
belakang sosial, ekonomi, kejiwaan, sebab-sebab mengapa klien melakukan
perbuatan melanggar hukum dan Iain-lain. Laporan ini dibuat oleh petugas
Pembimbing Kemasyarakatan agar dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim
dalam memberikan putusannya, sehingga diharapkan putusan hakim tersebut
dapat lebih efektif bagi pelaksanaan pembimbingannya. Di samping itu fungsi
Laporan Penelitian Kemasyarakatan dapat dipergunakan pula untuk
membantu memperlancar tugas-tugas penyidik dan penuntut umum agar
tindakan-tindakan yang akan dikenakan kepada pelanggar hukum yang masih

17
berusia muda tersebut lebih tepat karena didukung oleh data yang obyektif dan
komprehensif.

C. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang hubungan
HAM dam Sistem Pemasyarakatan Indonesia, cobalah latihan di bawah ini.
1. Bagaimana sejarah perkembangan konsep pemasyarakatan di Indoensia?
2. Jelaskan hubungan prinsip kepribadian petugas Pemasyarakatan yang
mendukung pemenuhan HAM bagi narapidana atau tahanan!
3. Apa saja hak-hak narapidana atau tahanan yang sesuai dalam UU
Pemasyarakatan? Jelaskan!

D. Rangkuman
Petugas pemasyarakatan pada dasarnya adalah pejabat fungsional
penegak hukum yang bertugas untuk melaksanakan fungssi pembinaan dan
pengamanan terhadap WBP. Sebagai pejabat fungsional, petugas
pemasyarakaatn terikat untuk menegakkan integritas profesi dalam
melaksanakan misi pemasyarakatan melalui proses pendidikan, rehabilitasi,
dan reintegrasi. Namun dalam praktiknya, tidak jelas perbedaan tugas
fungsional maupun struktural sehingga proses pembinaan berjalan tidak
terpadu.
Sistem pemasyarakatan yang bertujuan mengembalikan WBP sebagai
warga yang baik sekaligus untuk melindungi masyarakat agar tidak
diulanginya tindak pidana oleh WBP, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Penegakan atas integritas profesi berdasarkan nilai-nilai Pancasila tersebut
harus bersinergi di semua sektor sistem pemasyarakatan yang terdiri atas
aspek pelayanan pada Rumah Tahanan (Rutan), pembinaan pada Lembaga
18
Pemasyarakatan (Lapas), pembimbingan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas),
serta pengelolaan pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
(Rupbasan).

19
BAB III
HAK-HAK NARAPIDANA ATAU TAHANAN BERDASARKAN
INSTRUMEN HAM

Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan instrumen-


instrumen HAM dalam sistem pemasyarakatan, hak proses penerimaan, hak
proses pengaduan, serta hak pengamanan dan pembinaan

A. Instrumen-Instrumen HAM Dalam Sistem Pemasyarakatan


Indonesia
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Pemasyarakatan, instrumen-
instrumen HAM yang berkaitan antara lain:
1. Deklarasi Universal HAM (DUHAM)
DUHAM merupakan elemen pertama dari peraturan perundang-undangan
HAM internasional.Hak yang tercantum dalam DUHAM mencakup
sekumpulan hak yang lengkap, yaitu hak sipil, hak politik, hak ekonomi,
hak social, dan hak budaya.Setiap Negara yang ingin menjadi anggota PBB
harus menyepakati syarat-syarat di dalamnya.DUHAM ini kemudian
berkembang menjadi 2 kovenan internasional, yaitu kovenan internasional
tentang hak sipil dan politik (Sipol) dan kovenan internasional tentang hak
ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Kovenan ini mengandung hak-hak demokratis yang esensial terkait
berfungsinya suatu Negara dan hubungannya dengan warganegaranya.Hak
untuk hidup dan kebebasan jelas merupakan hal yang harus dihormati oleh
negara.
3. Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya

20
Kovenan ini mengandung hak-hak yang terkait persamaan perlakuan dan
persamaan pemberian oleh negara.Terdapat banyak variasi hak ekonomi,
hak sosial, dan hak budaya sesuai dengan sistem kesejahteraan yang dianut
masing-masing negara
4. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang
Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia lainnya
diratifikasi dengan UU Nomor 5 Tahun 1998
5. Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
1965 diratifikasi dengan UU Nomor 29 Tahun 1999
6. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
1979 di ratifikasi dengan UU Nomor 7 tahun 1984
7. Konvensi Hak Anak 1989 diratifikasi dengan Keppres Nomor 36 tahun
1990
8. Konvensi Internasional Hak Penyandang Disabilitas diratifikasi dengan
UU Nomor 19 Tahun 2011
9. Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR)
Ketentuan standar minimum tahanan merupakan instrument yang berlau
bagi seluruh penjara dalam mempelakukan terpidana.Di dalamnya
mengandung prinsip non-dikriminasi, penghormatan terhadap kepercayaan
dan keyakinan seseorang, serta adanya prinsip-prinsip khusus (register
sector principles) terhadap hak atas identitas, hak atas perlakuan khusus,
dan hak atas kondisi lingkungan yang sehat.

B. Hak dalam Proses Penerimaan, Penempatan, dan Pemindahan


Narapidana atau Tahanan

21
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penerimaan, penempatan, dan
pemindahan narapidana atau tahanan, maka perlu memperhatikan instrumen-
instrumen sebagai berikut:
1. Deklarasi Universal HAM
“Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan
sewenang-wenang” (Pasal 9).
2. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Dalam konvenan ini, pasal 9 terdapat 5 butir yang berbunyi sebagai
berikut:
1) Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak
seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang.
tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan
alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh
hukum.
2) Setiap orang yang ditangkap wajib diberitahu pada saat
penangkapannya dan harus sesegera mungkin diberitahu mengenai
tuduhan yang dikenakan terhadapnya
3) Setiap orang yang ditangkap atau ditahan berdasarkan tuduhan pidana,
wajib segera dibawa ke hadapan hakim atau pejabat lain yang diberi
kewenangan oleh hukum untuk menjalankan kekuasaan peradilan, dan
berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan
4) Siapapun yang dirampas kebebasannya dengan cara penangkapan atau
penahanannya berhak untuk disidangkan di depan pengadilan, agar
pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsahan
penangkapannya, dan memerintahkan pembebasannya apabila
penahanan tidak sah menurut hukum.

22
5) Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan
yang tidak sah, berhak untuk mendapat ganti rugi yang harus
dilaksanakan.

3. Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR)


Beberapa hal yang diatur dalam SMR ini adalah:
1) Prinsip non-dikriminasi atau persamaan, penghormatan terhadap
kepercayaan dan keyakinan serta adanya prinsip-prinsip khusus
(register sector principles), yaitu hak atas identitas, kepastian hukum,
hak atas perlakuan khusus, dan hak atas kondisi lingkungan yang sehat.
2) Aturan pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa pada setiap tempat di mana
orang dipenjarakan harus disediakan sebuah buku daftar terkodifikasi
yang halaman-halamannya diberi nomor di mana dimasukkan data
setiap tahanan yang diterima, antara lain keterangan jati diri dan alas
an pemenjaraan, serta hari atau tanggal dan jam masuk serta bebas dari
penjara.

4. Body of Principles for the Protection of All Persons Under Any Form of
Detention or Imprisonment (Prinsip-Prinsip Utama untuk Perlindungan
Semua Orangdari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan)
Terdapat 39 prinsip yang menjadi pedoman untuk perlindungan semua
orang yang ditahan atau dipenjarakan dalam bentuk apapun.
Prinsip 1:
Semua orang yang ditahan atau dipenjarakan dalam bentuk apapun harus
diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan penghormatan
terhadap martabat manusia.

23
Prinsip 2:
Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan hanya dapat dilakukan sesuai
dengan ketentuan undang-undang dan oleh pejabat yang berwenang atau
yang diberi wewenang untuk tujuan tersebut.
Prinsip 3:
Tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan atas hak asasi dari orang-
orang yang ditahan atau dipenjarakan dalam bentuk apapun, yang diakui
atau dalam suatu negara manapun sesuai dengan undang-undang,
konvensi, peraturan atau kebiasaan dengan dalih bahwa prinsip-prinsip
ini tidak mengenai hak-hak tersebut atau mengenalnya dalam tingkat yang
lebih rendah.
Prinsip 4:
Setiap bentuk penahanan atau pemenjaraan atau segala tindakan yang
merugikan hak asasi seseorang dalam setiap bentuk penahanan atau
pemenjaraan haruslah menurut printah atau dengan pengawasan efektif
dari pengadilan atau penguasa lainnya.
Prinsip 6:
Tidak seorangpun yang berada dalam penahanan atau pemenjaraan dapat
dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan yang kejam tidak manusiawi
atau merendahkan martabat. tidak ada kondisi apapun yang dapat dipakai
sebagai pembenaran untuk menyiksa atau melakukan tindakan yang kejam,
tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.
Prinsip 13:
Setiap orang, pada saat penangkapan dan pada saat mulainya penahanan
dan pemenjaraan, atau segera sesudahnya, harus mendapatkan dari
masing-masing pejabat yang bertanggungjawab atas penangkapan,

24
penahanan, atau pemenjaraannya, mengenai informasi dan penjelasan
mengenai hak-haknya dan bagaimana menggunakan hak-haknya.
Prinsip 19:
Seseorang yang ditahan atau dipenjarakan berhak untuk dikunjungi dan
berkorespondensi dengan, terutama, anggota keluarganya serta diberi
kesempatan yang memadai untuk beromunikasi dengan dunia luar, dengan
syarat-syarat dan balasan yang wajar yang ditetapkan dalam undang-
undang atau peraturan perundang-undangan yang sah.
Prinsip 20:
Jika seseorang yang ditahan atau dipenjarakan memintanya, dia harus,
bila memungkinkan, ditempatkan pada suatu tempat penahanan atau
pemenjaraan yang secara wajar dekat dengan tempat tinggalnya yang
biasa.
Prinsip 28:
Seseorang yang ditahan atau dipenjarakan berhak untuk memperoleh,
dalam batas-batas sumber yang tersedia, apabila sumber-sumber itu untuk
umum, dalam jumlah yang wajar, bahan-bahan pendidikan, budaya dan
informasi, jika dimungkinkan oleh syarat-syarat yang wajar untuk
menjamin keamanan dan ketertiban umum di tempat penahanan dan
pemenjaraan.
Prinsip 38:
Seseorang yang ditahan atas tuduhan tindak pidana berhak untuk
mendapatkan pemeriksaan pengadilan di dalam waktu yang wajar atau
dibebaskan sambil menunggu peradilan.

25
STUDI KASUS 1

" PRING SONG "

Artikel dalam Kompas, 5 April berjudul Selama 2006, 813 Napi Meninggal di
Penjara, mengingatkan saya pada masa-masa yang saya babiskan di penjara
kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta.
Sejak 7 Januari 2003 praktis saya menghabiskan beberapa tahun masa muda
saya di penjara. Namun, saya berada di penjara Wirogunan sejak 17 Februari
2003 hingga 17 Agustus 2005.
Pemenjaraan tersebut didasarkan atas Pasal 134 KUHP (Penghinaan Kepala
Negara). Pasal yang pada 6 Desember lalu dinyatakan melanggar UUD 1945
dan dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Semasa dipenjara saya bersama beberapa narapidana membentuk kelompok
diskusi. Kelompok diskusi tersebut kita sebut dengan "Kelompok Diskusi
Bawah Tanah". Bawah tanah karena kita melakukan diskusi dengan
sembunyi-sembunyi. Ini terjadi setelah pada 11 Januari 2004 diskusi kami
dibubarkan oleh petugas penjara dan peserta mendapat ancaman.
Saya sendiri juga mendapat ancaman akan "diciduk" oleh seorang petugas.
Selain berdiskusi, kita juga sempat mengumpulkan berbagai data mengenai
berbagai persoalan di penjara.
Di dalam penjara yang berkuasa adalah uang. Blok yang saya huni dahulu bisa
disebut sebagai kos-kosan dalam penjara. Tempatnya memang lebih baik
daripada di blok belakang yang sangat crowded dan tidur berjejer seperti
sarden dalam kemasan kaleng. Hanya orang- orang tertentu saja yang dapat
berada di blok tersebut. Semakin besar bayarannya maka satu sel dapat
ditempati oleh satu orang sehingga yang berada di Sana ialah narapidana-
narapidana berduit.
Diskriminasi adalah hal yang biasa, semakin banyak uang yang kau miliki
maka semakin dihargai dirimu. Salah satu kasus ialah saat terjadi razia
handphone pada 12 September 2003. Sementara semua tahanan maupun
narapidana yang kedapatan membawa handphone diberi sanksi, seperti tidak
diberikannya remisi selama satu tahun, ada seorang narapidana yang Iolos dari
sanksi tersebut.
26
Razia dan sanksi itu dilakukan untuk pemberantasan narkoba. Ironisnya,
narapidana yang lolos dari sanksi tersebut justru masuk ke dalam penjara
karena kasus narkoba. Jangankan dijatuhi sanksi, menjalani proses pemberian
sanksi saja tidak. Pejabat-pejabat lembaga pemasyarakatan (LP) yang saya
tanya menyangkal bahwa di dalam sel narapidana tersebut diketemukan
handphone.
Selama saya di dalam penjara terjadi juga beberapa kasus kematian narapidana
atau tahanan. Terdapat beberapa persoalan mengenai fasilitas kesehatan yang
sempat kami data. Persoalan tersebut, antara lain, apa pun penyakitnyn, obat
yang diberikan sama saja, terutama obat penghilang rasa sakit maupun CTM.
Narapidana atau tahanan yang sakit akan lebih terawat justru di dalam bloknya
sendiri, bukan di rumah sakit LP. Hal tersebut, karena di dalam bloknya,
teman-teman satu blok pasti merawat dia. Perawatan di luar LP hanya
mungkin dilakukan oleh narapidana-narapidana "kelas atas".
Hal ini terutama berkaitan dengan biaya pengobatan yang ditanggung sendiri
dan pemberian jatah terhadap petugas yang menjaga di luar. Pengobatan di
luar LP yang dilakukan terhadap narapidana "kelas menengah ke bavvah"
terjadi jika kondisi mereka sudah sekarat.
Akhirnya akibat penanganan yang terlambat kondisi kesehatannya sudah
sangat sulit untuk disembuhkan. Ini merupakan penyebab meninggalnya
seorang narapidana di LP Wirogunan pada Juli 2003.
Korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam fasilitas kesehatan LP juga
terjadi. Ada satu kasus yang cukup menarik pernah kami amati. Ada seorang
narapidana kasus narkoba yang besar kemungkinan akan dipindah ke LP
Nusakambangan. Untuk menghindari perpindahan tersebut, ia membayar
seorang dokter LP Wirogunan untuk menyatakan bahwa si narapidana
mengidap HIV/AIDS.
Setelah bebas dari penjara Wirogunan, pada 20 September 2005 saya bersama
beberapa mantan tahanan politik/narapidana politik era Orde Baru sempat
mengikuti demonstrasi yang diadakan oleh Forum Komunikasi Eks
Narapidana dan Preman.
Seperti yang dinyatakan oleh Mahfud MD, anggota Komisi III DPR, bahwa
fasilitas yang tidak memadai akibat dari negara yang tidak memiliki uang,
dikatakan juga oleh Dirjen Pemasyarakatan saat itu. Ia mengatakan, jatah
sekali makan seorang narapidana Rp 5.700 dan itu tidak memadai.

27
Namun begitu, Anton Medan, penasihat Forum Komunikasi Eks Narapidana
dan Preman, menyatakan, pesantren yang ia bangun menjatahkan satu orang
Rp 5.000 untuk makan. Dari jatah yang lebih kecil dibanding jatah seorang
narapidana, murid-murid pesantren Anton Medan bisa mendapat makanan
yang lebih layak.i Saya melihat persoalannya lebih pada korupsi yang terjadi
di LP.
Jatah makanan, sebagai contoh, yang diberikan kepada narapidana ialah jatah
yang sebelumnya telah dikorupsi. Sehingga, yang didapatkan oleh narapidana
adalah makanan yang bukan saja tidak bergizi, namun juga tidak higienis. Nasi
yang masih bercampur dengan kutu ataupun krikil, air minum yang berisi
jentik maupun sayur yang tidak jelas-jujur saya sulit menemukan kalimat yang
tepat untuk menggambarkannya. Jatah makanan yang dikorupsi tersebut
dikem ndikan kepada narapidana dalam bentuk paket-paket seharga Rp 1.000.
Paket tersebut dapat berupa beberapa ikat sayuran, satu plastik minyak goreng,
satu paket bumbu yang berisi 6 atau 7 siung bawang merah atau putih, dan
beberapa batang cabai.
Saya pikir akar semua permasalahan tersebut ialah ekonomi. Mayoritas
narapidana yang masuk ke dalam penjara karena persoalan ekonomi.
Perbaikan kesejahteraan rakyat niscaya akan menurunkan angka kriminalitas.
Demikian juga peningkatan kesejahteraan terhadap petugas LP akan
menurunkan kemungkinan korupsi. Dalam poin ini saya menegaskan bahwa
ada perbedaan dalam korupsi yang dilakukan oleh petugas rendahan dengan
kesejahteraan minim dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat LP.

Sumber: Ign Mahendra K, Mantan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan


VVirogunan, Yogyakarta.
[http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0704/17/iateng/51631.htm]

Setelah saudara memperhatikan studi kasus 1, bahaslah:


1. Apa peristiwa yang terjadi dalam kasus di atas?
2. Apakah ada penyimpangan dalam kasus di atas?
3. Bagaimana kondisi ideal yang seharusnya ada dalam keadaan di atas?

28
Mendidik Tahanan dan Petugas tentang Mekanisme Pengaduan

Cara praktis untuk melakukan ini adalah menyediakan selebaran berisikan ketentuan-
ketentuan yang relevan tentang aturan-aturan penjara dan regulasi mengenai disiplin
penjara secara ringkas, yang bisa diberikan kepada tahanan serta-merta saat mereka
datang di penjara.

Ilustrasi yang cocok berisikan aturan dan regulasi dapat disiapkan dan ditempatkan
pada tempat-tempat strategis sekitar penuikiman penjara. Pada beberapa penjara
mungkin ada tahanan-tahanan yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk
membantu menerjemahkan ke dalam grafis-grafis yang cocok dengan cara ini. Di
negara-negara dengan banyak bahasa, sangat penting juga membuat poster dan
selebaran dalam bahasa lokal.

Di negara atau penjara yang populasi tahanan asingnya signifikan, selebaran, poster
dan materi-materi informasi semacam itu juga harus mempertimbangkan kesulitan-
kesulitan yang dialami oleh tahanan asing. Pada kasus di mana tak ada alasan untuk
membuat aturan dalam bahasa lain, contohnya di mana jumlah pemakai bahasa itu
sangatlah minim-administrasi penjara seharusnya membuat aturan untuk
menerjemahkan aturan-aturan pada para tahanan, setelah mereka masuk penjara.

Untuk tujuan ini, setiap penjara seharusnya membentuk unit yang harus bertanggung
jawab untuk menerima tahanan baru dan mengenalkannya pada aturan-aturan
penjara.

C. Hak dalam Proses Pengaduan


Pengaduan terhadap penyimpangan di Lapas pada prinsipnya adalah hak
setiap orang termasuk korban dan masyarakat. Oleh karena itu perlu fasilitasi
yang baik meliputi penyediaan prosedur pengaduan dan perangkat keras
lainnya seperti formulir atau kotak saran, media surat, dan pengaduan
elektronik kepada petugas.Demikian juga perlu dilakukan penyusunan
mekanisme tindaklanjut pengaduan. Tahapan-tahapan pengaduan yang efektif
semestinya diketahui oleh petugas dengan maksud memajukan kinerja Lapas
dalam memberikan pelayanan berbasis informasi, saran, dan kritik.
Adapun peraturan yang terkait hak dalam proses pengaduan sebagai
upaya pencegahan penyiksaan, antara lain:

29
1. Panduan Pengaduan oleh Terpidana
Dalam Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR)
memberikan beberapa panduan tentang pengaduan, antara lain:
a. Setiap narapidana atau tahanan atau tahanan yang baru masuk harus
disediakan informasi tertulis tentang regulasi yang mengatur narapidana
atau tahanan sesuai dengan kategorisasinya, sarana disipliner yang
dimiliki, tata cara untuk mencari informasi dan menyampaikan
pengaduan, dan segala hal yang diperlukan untuk membuatnya bisa
mengerti, termasuk hak-hak dan kewajibannya, untuk beradaptasi
dengan kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan (aturan 35 ayat 1)
b. Apabila buta huruf maka informasi-informasi tersebut disampaikan
secara lisan kepadanya (aturan 35 ayat 2)
c. Memperoleh kesempatan sehari dalam seminggu untuk mengajukan
permohonan atau pengaduan. (aturan 36 ayat 1)
d. Diberikan kesempatan berbicara dan menyampaikan keluhan atau
pengaduan kepada inspektur pemasyarakatan atau petugas inspeksi
lainnya tanpa kehadiran Kepala insstansi atau petugas lainnya. (aturan
36 ayat 2)
e. Diijinkan untuk membuat permohonan atau pengaduan tanpa sensor
terhadap substansinya, kecuali bentuk formulirnya, yang ditujukan
kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM atau
Direktorat Pemasyarakatan, otoritas yuridis, atau otoritas lainnya
melalui jalur yang ditetapkan (aturan 36 ayat 3)
f. Kecuali terbukti mengada-ada dan tidak berdasar, setiap permohonan
atau pengaduan harus secepatnya ditangani dan ditanggapi tanpa
penundaan yang tidak semestinya (aturan 36 ayat 4).

30
2. Panduan Pengaduan oleh Keluarga Terpidana
Keluarga narapidana atau tahanan atau tahanan, pengacara,
sukarelawan, maupun organisasi non-pemerintah yang mengunjungi
lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan, dapat mengajukan
pengaduan atas nama narapidana atau tahanan atau tahanan. Prinsip 33 dari
Body of Principles for the Protection of All Persons Under Any Form of
Detention or Imprisonment (Prinsip-Prinsip Utama untuk Perlindungan
Semua Orang dari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan)
menjelaskan sebagai berikut:
a. Seseorang yang ditahan atau dipenjarakan atau penasihat hukumnya
berhak untuk mengajukan permohonan atau pengaduan mengenai
perlakuan lain yang kejam tidak manusiawi atau merendahkan kepada
pihak yang lebih tinggi kekuasaannya dan bilamana perlu kepada pihak
lain yang lebih berwenang untuk meninjau kembali dan member
gantinya. (Prinsip 33 ayat 1)
b. Dalam kasus-kasus dimana tahanan atau narapidana atau tahanan
maupun penasihat hukumnya tidak mungkin menggunakan hak-hak
seperti di atas, maka anggota keluarganya atau siapapun yang
mengetahui kasus itu boleh menggunakan hak tersebut. (Prinsip-
prinsip 33 ayat 2)

3. Mekanisme Internal dan Eksternal dalam Menangani Pengaduan


Tidak setiap pengaduan atau keluhan narapidana atau tahanan
memerlukan pertimbangan dan respon formal. Pada praktiknya, petugas
Lapas atau Rutan dapat mendengarkan dan menanggapi sebagian besar
keluhan atau pengaduan tanpa melalui pertimbangan formal.Keluhan yang

31
lebih serius bisa disampaikan kepada kepala penjara untuk atensi pribadi.
Adapun aturan detail ada pada prinsip 29, yaitu:
a. Untuk mengawasi ditaatinya secara sungguh-sungguh undang-undang
dari peraturan yang relevan, tempat-tempat penahanan akan
dikunjungi secara teratur oleh orang-orang yang memenuhi syarat dan
berpengalaman yang ditunjuk oleh dan bertanggungjawab pada pihak
yang berwenang yang berbeda dengan pihak yang langsung bertugas
mengelola penahanan atau pemenjaraan itu. (Prinsip 29 ayat 1)
b. Orang yang ditahan atau dipenjarakan memiliki hak berkomunikasi
dengan bebas dan rahasia dengan orang yang mengunjunginya ke
tempat-tempat penahanan atau pemenjaraan sesuai ayat 1, tunduk pada
syarat-syarat yang layak untuk menjamin keamanan dan ketertiban di
tempat-tempat tersebut. (Pasal 29 ayat 2)
Kepercayaan publik terhadap sistem pengaduan yang dibangun tentu
akan semakin meningkat jika tim kerja terdiri dari orang-orang yang
memiliki reputasi dan dari berbagai kalangan yang beragam, seperti
petugas pemasyarakatan, anggota kelompok profesional di bidang hukum
dan kesehatan, serta perwakilan LSM setempat.Tim kerja demikian akan
memiliki kewenangan untuk meninjau ulang ukuran atau tingkat hukuman
dan displin yang dijatuhkan oleh petugas terhadap narapidana atau tahanan
atau tahanan. Tanpa kewenangan untuk meninjau ulang, semua prosedur
pengaduan dan tim kerja yang menanganinya menjadi tidak berguna.
Tentu hal yang tidak diharapkan jika kewenangan untuk menjatuhkan
hukuman, dicampur dengan kewenangan untuk menerima
pengaduan.Biasanya, peninjauan ulang keputusan dengan kondisi seperti
itu tidak bisa dipercaya. Oleh karenanya sangat penting untuk memberikan

32
kekuasaan pengaduan itu kepada tim kerja yang berbeda atau tim
independen.

4. Proses Hukum terhadap Pengaduan


Lapas dan Rutan bukanlah institusi di luar hukum, namun dibentuk
oleh hukum.Oleh karenanya, segala tindakan harus merujuk kepada
peraturan perundangan yang berlaku termasuk perlindungan terhadap hak-
hak dan perasaan narapidana atau tahanan serta tahanan. Bagian ini
menjelaskan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan hukuman disiplin,
prosedur pengaduan dan penilaian di Lapas atau Rutan agar menjaga hak-
hak para narapidana atau tahanan dan tahanan seperti halnya menjaga
kedamaian dan harmoni di dalamnya.
Tindaklanjut atas pengaduan dimaksudkan juga untuk menegakkan,
memelihara, atau memperbaiki ketertiban dan keamanan di dalam Lapas
atau Rutan, dan tidak dapat mencapai tujuan jika menyandarkan
sepenuhnya pada pemaksaan.
Petugas harus berusaha memberikan pengaruh yang positif dan
memperoleh kerjasama sukarela dari narapidana atau tahanan atau tahanan
melalui kepemimpinan yang simpatik dan contoh yang baik. Dengan
demikian akan diperoleh penghargaan dari narapidana atau tahanan atau
tahanan, karena merasa diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai
kehormatan dan harga diri.
Narapidana atau tahanan dan tahanan hanya dapat dihukum setelah
proses pendisiplinan sudah dilakukan. Jika narapidana atau tahanan tidak
puas dengan hukuman dan proses yang diterimnya, maka boleh mengadu
untuk peninjauan ulang hukumannya. Sebagai tambahan, narapidana atau

33
tahanan dapat mengadu tentang segala aspek lainnya yang tidak disukainya
di dalam Lapas atau Rutan.

Skema 1. Alur Mekanisme Pengaduan

MENERIMA Menyediakan sarana,


PENGADUAN formulir, dan media
penghubung

MERAHASIAKAN Identitas pengadu harus


Penyampaian keluhan dan dirahasiakan
masalah-masalah yang terjadi
dirahasiakan di dalam UPT
Pemasyarakatan yang
disampaikan baik oleh Pengaduan yang masuk
MENGKLARIFIKASI dikumpulkan
narapidana/ tahanan/ Anak,
berdasarkan jenis
Keluarganya, masalahnya
masyarakat
dan Petugas.
MENGIDENTIFIKASI Bahan di identifikasi
berdasarkan pelaku dan
sasaran tindak lanjut

MENINDAK LANJUTI Setiap pengaduan harus


ditindaklanjuti sesuai
dengan prosedur

Tujuan dari mekanisme disipliner dan pengaduan di penjara adalah


untuk menegakkan atau memperbaiki ketertiban dan keamanan dalam penjara.
Sistem tidak bisa mencapai tujuan ini jika menyandarkan sepcnuhnya pada
pemaksaan. Staf penjara dapat dan harus mencoba pengaruh yang positif dan
memperoleh kerjasama sukarela dari tahanan melalui kepemimpuian yang
simpatik dan contoh yang baik. Seringnya perilaku yang baik itu

34
dimungkinkan diperoleh dari tahanan yang menghargai bahwa ia (L/P)
diperlakukan sebagai manusia dewasa yang punya kehormatan dan harga diri.
Bukanlah hal tabu apabila antara penjaga penjara dan tahanan menjalin
pertemanan dan luibungan yang sehat. Kebalikannya, itu salah satu alat yang
lebih efektif untuk memelihara kedamaian di penjara dan mengurangi
ketergantungan terhadap sistem disipliner formal.
Tahanan hanya bisa dihukum setelah proses pendisipliinan yang
selayaknya ada sudah diobservasi. Jika narapidana atau tahanan tidak puas
dengan hukuman dan proses yang mengikutinya ditangani, tahanan atau
narapidana boleh mengadu untuk peninjauan ulang hukumannya. Tahanan
bisa mengadu tentang segala aspek lainnya yang tidak disukainya di Penjara.
Tahanan perlu mengadukan dan mengkomunikasikan masalah-masalah
di penjara terhadap kepala penjara, dan mengharuskan para kepala penjara
untuk bersedia menghadapinya, setidaknya seminggu sekali. Kegunaan
komunikasi yang sehat dalam lembaga yang dihuni manusia tidak bisa terlalu
ditekan. Tahanan seharusnya diberanikan untuk berkomunikasi dengan
administrasi penjara tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi, diyakinkan
bahwa pengaduan mereka akan ditangani serius. Pada praktiknya, akan sangat
membantu untuk menegakkan sistem partisipatil, di mana tahanan terlibat
dalam melahirkan ide-ide melaksanakan kegiatan di penjara. Ini memiliki
keuntungan dalam memperluas komunikasi rutin antara staf dan tahanan.
Apabila tahanan untuk beberapa alasan telah kehilangan kepercayaan
untuk menyalurkan komunikasi ke otoritas penjara, ini bisa berakibat pada
frustrasi dan putus asa, yang hasilnya mengarah pada gangguan dipenjara.
Tahanan tidak boleh diintimidasi untuk mengisi pengaduan apapun yang
mereka rasakan dalam sistem penjara dan para staf bertugas untuk

35
menciptakan atmosfer di mana pengaduan-pengaduan tersebut di dengar
sebersahabat dan serileks mungkin.
Biasanya tahanan juga tidak berani untuk mengadukan staf penjara dan
administrasi karena takut akan pembalasan dari staf. Oleh karenanya Aturan
36 (3) SMR, seperti juga Prinsip 33 (3) Prinsip Perlindungan Setiap Orang
yang ditahan atau dipenjara, mendorong otoritas penjara untuk menyediakan
kesempatan pada tahanan secara rahasia untuk membuat pengaduan dan untuk
menghormati setiap permintaan untuk menjaga kerahasiaan saat meneruskan
pengaduannya. Dalam rangka pengamanan kerahasiaan tahanan dalam proses
disipliner, sangat penting sekali penegakan prosedur di mana tahanan dapat
membuat pengaduan tertulis secara rahasia untuk orang atau lembaga
independen dari administrasi penjara, seperti misalnya ombudsman penjara
atau hakim atau penegak hukum lainnya.

Akan sangat merusak integritas dari mekanisme pengaduan dalam penjara dan
kerahasiaan tahanan di dalamnya, jika petugas penjara meremehkan pengaduan-
pengaduan (yang dikategorikan) "terbukti mengada-ada dan tak berdasar" (Aturan 36
(4)), sebelum pengaduan-pengaduan itu diperiksa. Administrasi penjara harus
memeriksa seluruh pengaduan yang dibuat tahanan dan petugas penjara harus
melihat ini sebagai bagian dari tanggungjawab utama mereka. Kata mengada-ada
dan tidak berdasar itu tidak jelas dan ambigu sifatnya, sangat penting bahwa seluruh
pengaduan diperiksa oleh lembaga Pengaduan independen dan jadi tugas lembaga itu
untuk menenlukan apakah pengaduan itu mengada-ada atau tak berdasar.

CONTOH KASUS 2

HASIL TEST NARKOBA NAPI POSITIF, DOKTER DIANIAYA, KEPALA


"PENJARA" TIDAK MELINDUNGI

Kehadiran tenaga kesehatan/dokter di lembaga pemasyarakatan ("penjara") sangat


dibutuhkan, sebagaimana yang disepakati oleh Kongres PBB pertama di Jenewa
tahun 1955, dan disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial dengan resolusi 663 C
36
(XXIV) 31 Juli 1957 dan resolusi 2076 (LXII) 13 Mei 1977, mengenai pelayanan
kesehatan yakni:
Peraturan 22 (a): "Pada setiap lembaga harus tersedia pelayanan-pelayanan, paling
sedikit satu orang pejabat kesehatan yang memenuhi syarat dimana harus memiliki
beberapa pengetahuan psikiatri. Pelayanan kesehatan harus diorganisir dalam
hubungan yang dekat dengan administrasi kesehatan umum masyarakat atau
negara..."
Peraturan 24: "Para petugas kesehatan harus melihat dan meneliti setiap narapidana
sesegera mungkin sesudah penerimaannya dan selanjutnya bila perlu, dengan tujuan
terutama untuk penemuan penyakit jasmani dan penyakit mental dan pengambilan
semua tindakan yang perlu, pemisahan narapidana yang diduga terjangkit penyakit
infeksi atau menular, pencatatan kelemahan-kelemahan jasmani atau mental yang
mungkin menghambat rehabilitasi dan penentuan kemampuan jasmani setiap nara
pidana untuk bekerja".
Peraturan 25 (a): "Petugas kesehatan harus merawat kesehatan jasmani dan mental
nara pidana". Peraturan 25 (b): "Petugas kesehatan harus melaporkan kepada direktur
lembaga setiap waktu bila dia menganggap bahwa kesehatan jasmani dan mental
seorang narapidana sudah atau akan secara membahayakan".
Peraturan 26 (a): "Petugas kesehatan harus secara teratur memelihara dan memberi
nasihat kepada direktur lembaga (Kepala Lapas/Rutan) mengenai berbagai hal yang
berkaitan dengan masalah kesehatan narapidana".
Peraturan 26 (b): "Direktur (Kepala Lapas/Rutan) harus mempertimbangkan berbagai
laporan dan nasihat yang disampaikan oleh petugas kesehatan sesuai peraturan 25 (b)
dan 26, dalam kasus dia setuju dengan rekoniendasi yang dibuat, harus mengambil
langkah-langkah segera untuk memberlakukan rekomendasi-rekomendasi tersebut.
Jika tidak berada dalam kewenangannya atau kalau dia tidak menyetujui rekoniendasi
tersebut, dia harus segera menyampaikan laporannya sendiri dan nasihat petugas
kesehatan kepada penguasa yang lebih tinggi".

Prinsip-prinsip Etika Kedokteran, yang relevan dengan peran personil kesehatan,


terutama dokter dalam perlindungan nara pidana dan tahanan menyebutkan :
Prinsip 1: "Personil kesehatan, terutama dokter yang ditugaskan merawat kesehatan
para narapidana dan para tahanan mempunyai suatu kewajiban untuk memberikan
kepada mereka perlindungan kesehatan fisik dan mental mereka, dan perawatan
penyakit dengan kualitas dan standar yang sama seperti yang diberikan kepada
mereka yang tidak dipenjara atau ditahan"
Menurut Undang - undang Praktek Kedokteran No. 29 Tahun 2004

37
Pasal 50 ayat a : Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak : "memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional."
Menurut Undang - undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Pasal 53 ayat 1 : "Tenaga Kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya."
Memperhatikan kebutuhan akan kehadiran dokter dan beratnya tugas yang harus
diemban pada saat bertugas di "penjara" maka Ikatan Dokter Indonesia:
1. Mengecam keras setiap tindakan penganiayaan terhadap tenaga kesehatan (dokter)
yang sedang menjalankan tugasnya;departemen yang mengurusi Iembaga-Iembaga
narapidana untuk mematuhi pasal 5 Deklarasi Universal yang menyatakan: "Tidak
seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tak mengingat
kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan.
3.Meminta kepada petugas "Penjara" dan departemen yang mengurusi Iembaga-
Iembaga narapidana untuk mematuhi salah satu butir pesan kunci/seruan organisasi
kesehatan dunia (WHO) pada peringatan hari kesehatan sedunia 2006, yakni:
"Support and protect health workers - Safe and supportive working condition* must
be ensured, and salaries, resources and management structures improved"
4.Dalam hal tindakan penganiayaan/pemukulan yang dialam: anggota IDI: Dr.
Budiman pada saat melakukan pemeriksaan/test narkoba (beberapa hasil test positif)
kepada penghuni "Penjara" di Yogyakarta, tidak memperoleh pembelaan dari pejabat
"Penjara" atau pejabat Dep. Hukum dan HAM (malah disalahkan), adalah suatu
bentuk tidak adanya perlindungan (sebagaimana poin 3 di atas) terhadap profesi
kedokteran dan sekaligus mengindikasikan "Penjara" dan Dep. Hukum dan HAM
tidak serius mendukung tugas tenaga kesehatan (dokter) dalam merawat kesehatan
jasmani dan mental nara pidana. Yang terjadi kemudian, termasuk di dalamnya
tentang ter-uian adanya hasil pemeriksaan narkoba yang positif pada urin napi dan
kemungkinan adanya peredaran narkoba dalam Iingkungan "Penjara", petugas
"Penjara", bahkan terkesan menutup-nutupi basil pemeriksaan tersebut.
5. Untuk diketahui babwa pemukulan yang terjadi terhadap Dr. Budiman
menyebabkan yang bersangkutan dirawat karena edema cerebri (bengkak otak),
fraktur septum nasi (patah tulang hidung), yang kemudian bukan dihargai niat
baiknya untuk memantau apakah ada pemakaian narkoba di "Penjara", malahan
kemudian di"non-aktifkan" pekerjaan profesinya dengan ditempatkan di Kanwil
Hukum dan HAM tanpa kejelasan status selanjutnya.
Demikian siaran pers Ikatan Dokter Indonesia ini dibuat untuk dipublikasikan,
semoga bermanfaat.
Jakarta, 1 Maret 2007 Ketua Umum,
Dr. Fachmi Idris, M.Kes
38
Sumber: Redaksi Idionline

CONTOH KASUS 3

MENGHILANGKAN CITRA SCHOOL OF CRIMINALS LEMBAGA


PEMASYARAKATAN

MINGGU (24/10), sebuah pesan layanan singkat masuk di telepon seluler beberapa
wartawan. Isinya berupa ajakan untuk ikul serta dalam inspeksi mendadak ke
lembaga pemasyarakatan. Pesan itu berasal dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Hamid Awaludin, empat hari setelah dia menjabat posisi barunya sebagai
menteri.
MALAM itu, tanpa disertai ajudan dan tanpa diketabui protokoler Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Hamid yang datang tanpa menggunakan
mobil dinas menteri melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lembaga
pemasyarakatan (LP) Kbusus Narkoba dan LP Cipinang.
Sosok Hamid sempat tidak dikenali petugas LP. Sesampai di Cipinang, Hamid
mengunjungi LP Khusus Narkoba Cipinang. Di LP Khusus Narkoba ini, Hamid
sempat digeledab petugas karena tidak lahu yang datang adalab menteri.
Seusai berkunjung ke LP Khusus Narkoba, Hamid pun mengunjungi LP Cipinang.
Namun, kunjungan ke LP Cipinang terkesan sudah "bocor". Pasalnya, sejak masuk
di pintu gerbang, petugas terlihat siap menerima kedatangan Hamid.
Dalam sidak di LP Cipinang, Hamid menemukan dua telepon genggam di ruang
tahanan Blok III H yang ditempati mantan Kepala Badan Urusan Logistik Beddu
Amang dan tersangka kasus pembobolan Bank BNI, Adrian Waworuntu. Hamid
menegaskan, dia telah menginstruksikan Kepala LP Cipinang Djoko Mardjo agar
lemari pendingin di kamar tahanan itu dikeluarkan.
"Jangan sampai ada tahanan yang karena mampu lantas melengkapi selnya dengan
fasilitas berlebihan. Kalau mau lihat teve, ya harus bareng-bareng di Iuar," kata
Hamid yang dalam inspeksi ke ruang tahanan Beddu dan Adrian tidak mcngizinkan
wartawan ikut.
Saat inspeksi itu, Hamid juga mengecok standar ransum tahanan di LP. Jumlah dan
mutu jatah makan tahanan harus memenuhi standar minimal dan sesuai anggaran
yang tersedia Alasan sidak, kata Hamid, merupakan bagian dari komitmen untuk
bekerja maksimal dan sejalan dengan instruksi presiden agar ada terapi kejut guna
membangun kepercayaan rakyat.

39
Sepekan ini memang Menteri Hukum dan HAM penuh dengan kejutan. Sidak sana-
sini pun mewarnai malam-malam sejak mantan anggota Komisi Pemilihan Umum
(KPU) ini menjabat sebagai menteri.

Dalam sepekan ini tercatat Menten Hukum dan HAM Hamid Awaludin sudah
melakukan sidak ke LP Cipinang, LP Khusus Narkoba, Rumah Tahanan (Rutan)
Pondok Bambu, dan Kantor Imigrasi Jakarta Pusat. Hamid juga mengeluari m
komentar yang mcngejutkan soal rencana memindahkan para koruptor ke LP Batu,
Nusakambangan. Komentar itu langsung mendapat kritik dari sejumlah kalangan.
Dalam wawancara dengan Kompas, Hamid mengaku menaruh perhatian serius pada
dua hal, yakni kondisi LP yang kerap dikonotasikan sebagai "sekolah kejahatan"
(school of criminals) dan pelayanan imigrasi. Prioritas kerjanya dalam 2 x 30 hari
adalah kedua masalah ini.
"Saya mau fokus untuk dua masalah itu dulu. Persoalan itu tidak akanselesai hanya
dengan retorika, makanya harus mulai dilihat di lapangan," jelas Hamid.
Perhatian Doktor lulusan American University Washington DC ini terhadap nasib
dan hak asasi para narapidana bermula dari penelitian di LP Cipinang untuk disertasi
doktoralnya dengan judul "Hak Asasi Napi dan Tapol". Hamid menegaskan, ia ingin
membenahi pelayanan di LP.
Sinyalemen selama ini menunjukkan penjara telah menjadi lapangan baru bagi
pengedar narkotika.
Para gembong narkoba yang menjalani hukuman di penjara bukannya berusaha
memperbaiki diri, tetapi justru tetap leluasa mengendalikan bisnis dan operasi mereka
dari dalam penjara.
Pengendalian operasi dari dalam penjara ini akibat fasilitas yang mudah dibeli oleh
para narapidana yang berduit. Para narapidana yang berduit bisa membawa telepon
seluler asalkan membayar uang dengan jumlah tertentu.
Ia pun tidak menampik jika pemberian fasilitas dan pembiaran terjadinya transaksi
jual beli di dalam penjara juga melibatkan para petugas. Hamid menegaskan, dirinya
tidak akan segan-segan untuk memberi sanksi bila ada petugas yang terlibat dalam
pemberian fasilitas di LP.
Program pembenahan yang akan dilakukannya antara lain pengetatan aturan internal
LP, misalnya setiap narapidana akan dibekali dengan buku saku atau pedoman
tentang hak dan kewajibannya sebagai narapidana. Petugas LP juga akan diberikan.
Pedoman ini penting agar narapidana dan tahanan maupun petugas LP mengerti akan
hak dan kewajibannya.
"Sampai saat ini tidak ada narapidana yang tahu kewajiban-kewajibannya. Makanya,
kita siapkan aturan main internal. Harus ada pedoman, kayak kitab kuning, supaya
ada self mechanism control," jelas Hamid.
40
Selain menyusun pedoman, Hamid juga akan membenahi LP. Dalam vvaktu dekat
ini akan dilakukan rotasi petugas LP. "Jangan sampai ada petugas LP yang lebih dari
tiga tahun bertugas di satu LP karena potensi persekongkolan sangat tinggi. Kami
melakukan rotasi untuk menghindari terjadinya konspirasi di LP," jelas Hamid.
PERHATIAN kedua yang akan dikerjakan oleh Menteri Hukum dan HAM adalah
pelayanan imigrasi. Perhatian terhadap imigrasi ini berawal dari keprihatinannya
akan mudahnya seseorang yang dicekal lolos dari pemeriksaan imigrasi.
Berdasarkan catatan Kompas, ada beberapa narapidana korupsi yang dicekal tetapi
berhasil lolos ke luar negeri. Mereka adalah Hendra Rahardja (meninggal di
Australia), Eko Edi Putranto dan Sherli Konjongian dalam kasus Bank Harapan
Sentosa, Bambang Sutrisno dan Adrian Kiki Ariawan dalam kasus Bank Surya, dan
Komisaris Utama PT Bank Modern, Samadikun Hartono. Hingga kini, mereka tak
berhasil ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia.
Hamid menegaskan bahwa ia benar-benar akan menindak petugas imigrasi yang
dengan mudah meloloskan orang-orang yang dicekal, petugas yang dengan mudah
menerbitkan paspor bagi warga negara yang telah melakukan kejahatan, termasuk
petugas imigrasi yang memungut uang. Mereka akan menjadi prioritas untuk
ditindak.
Citra imigrasi Indonesia di luar negeri, ujar Hamid, sangat buruk. Setiap mengurus
sesuatu harus disertai kutipan tidak resmi untuk melicinkan semuanya. Bukan hanya
soal citra, persoalan imigrasi juga menyangkut masalah keamanan nasional.
"Lolosnya tersangka kasus pembobolan dana BNI, Adrian Herling Waworuntu,
beberapa vvaktu lalu menunjukkan lemahnya sikap profesional petugas imigrasi.
Lolosnya warga negara bermasalah ke luar negeri, karena begitu gampangnya
mendapatkan paspor, juga harus menjadi perhatian," tegas Hamid.
Ia juga menaruh perhatian terhadap warga negara asing yang berada di Indonesia.
Sebab, pengalaman selama ini, banyak yang menyalahgunakan visa.
BERBEDA dengan persoalan imigrasi dan LP yang menjadi perhatian utama dari
Menteri Hukum dan HAM dalam waktu 100 hari ini, tentang hukum-terutama
menyangkut penggodokan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) -Hamid tak
terlalu banyak berkomentar.
Padahal, pekerjaan rumah dalam bidang perundang-undangan sangat banyak.
Sebanyak 49 RUU belum disahkan DPR periode 1999-2004, diantaranya RUU
Lembaga Kepresidenan, RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, RUU
Perlindungan Saksi dan Korban, dan RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
la hanya menjelaskan bahwa Departemen Hukum dan HAM harus menjadi semacam
pusat hukum (law center) karena pembuatan semua perundang-undangan dari

41
pemerintah harus melalui Departemen Hukum dan HAM. Departemen ini bertugas
menyinkronkan semua aturan agar tidak terjadi tumpang tindih undang-undang.
Untuk itu, Hamid akan lebih memfungsikan Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN) agar proses penggelindingan RUU dapat menyerap aspirasi masyarakat.
Akan tetapi, menjadikan Departemen Hukum dan HAM sebagai pusat hukum
bukanlah tanpa kendala.
"Sebelum sebuah rancangan undang-undang diajukan ke DPR, ternyata anggaran
yang semula berada di masing-masing departemen teknis tidak dialokasikan kepada
Departemen Hukum dan HAM," kala Hamid.
PENJELASAN soal program 100 hari di bidang perundang-undangan disampaikan
oieh Direkhn Jenderal Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM
Abdulgani Abdullah.
la menjelaskan, dalam waktu 100 hari, Departemen Hukum dan HAM akan
memprioritaskan enam RUU serta pembentukan dua panitia seleksi yang akan
memilih orang-orang yang akan duduk di Komisi Yudisial dan Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi. Komisi Yudisial harus terbentuk paling lambat Februari 2005 dan
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi harus terbentuk paling lambat Maret 2005.
Keenam RUU yang direncanakan dibahas dalam waktu 100 hari oieh DPR dan
pemerintah adalah RUU Kementerian Negara, RUU Penasihat Presiden, RUU
Keimigrasian, RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, RUU Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana, RUU Perseroan Terbatas, dan penyusunan lima
rancangan Peraturan Presiden Pelaksanaan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Anggota DPR, Gayus Lumbuun, mengemukakan bahwa seharusnya masalah
perundang-undangan menjadi perhatian dari Departemen Hukum dan HAM setelah
masalah hakim telah diserahkan ke Mahkamah Agung (MA). Departemen Hukum
dan HAM seharusnya mengajukan UU yang ber-semangatkan memperkuat
masyarakat sipil.

(VIN/DIK/SON), Kompas, Jumat, 29 Oktober 2004.


D. Hak dalam Pencegahan Penyiksaan dan Tindakan Merendahkan
Martabat Manusia
Proses pelaksanaan keamanan/penegakan disiplin sangat dekat dengan
praktek penyiksaan, dimana keamanan yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip
HAM cenderung mengandung pelanggaran. Keamanan pada prinsipnya
dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan di dalam UPT

42
Pemasyarakatan yang cenderung menimbulkan benturan fisik antara petugas
dengan narapidana/tahanan/anak. Oleh karena itu, untuk dapat membedakan
mana bentuk penyiksaan dan tindakan represif petugas dalam rangka
menegakan keamanan, perlu upaya penjelasan kepada para petugas.
1. Bentuk-Bentuk Penyiksaan
Mengakibatkan Kesakitan atau Penderitaan yang Berat Berupa Fisik
terhadap Satu Orang atau Lebih
2. Perbuatan atau pembiaran, kesakitan atau penderitaan fisik dengan
kekerasan fisik.
- Pemukulan/penghajaran/penendangan.
- Falanga, yaitu penyiksaan kaki dimana korban diikat, digantung
dengan kepala di bawah, dan telapak kakinya dipukuli dengan tongkat.
- Penginjakan
- Pencambukan
- Dipaksa melakukan serangan terhadap orang lain/orang-orang lain.
- Dimasukkannya benda-benda ke dalam mulut korban.
- Goncangan tubuh secara keras.
3. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan cara
menggunakan alat/instrumen khusus dan/atau zat.
- Penggunaan setrum listrik.
- Pembakaran.
- Penggunaan hamud, yakni zat kimia yang menyebabkan kulit terbakar,
keracunan, dan lain sebagainya.
4. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan cara
menggunakan air.
- Disiramnya atau direndamnya korban dengan air dingin dan/atau
kotor.

43
- Digunakannya cara "submarine" (yaitu: kepala korban ditutupi kain,
ditekan ke dalam air berkali-kali sehingga korban sesak nafas).
- Digunakannya cara "water treatment" (Inti dari "water treatment" ini
adalah air dimasukkan ke dalam hidung dan mulut korban sampai
masuk ke paru-paru dan perut korban. Kemudian, perutnya sering
ditekan. Cara yang sering dipakai, pertama, korban dipaksa berbaring
dengan biasanya mulut serta hidungnya ditutup kain. Kemudian kain
itu disiram air. Apabila si korban membuka mulutnya, air masuk ke
dalam tenggorakan sehingga sesak nafas dan perutnya kembung.
Kedua, korban d i i k a t dan dipaksa berbaring, kemudian kepalanya
dicelupkan ke dalam bak air dan direndam sehingga korban hampir
tenggelam. Sesudah si korban sadar kembali, proses ini diulang).
- Korban dihajar dengan siraman air bertekanan tinggi sambil
diputar-putar dalam ban.
5. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan dipaksa makan
zat padat dan zat cair.
6. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan dipaksa
mengambil posisi fisik yang menyakitkan.
- PIantones yaitu: telapak kaki korban dipukul dengan tongkat keras
secara terus menerus.
- Knee spread yaitu: tangan si korban diikat di belakang, korban dipaksa
berlutut dengan sebuah tongkat diselipkan di belakang kedua tulang
sendi Iulut sampai tulang sendi itu terpisah.
- Dipaksa berlutut di atas benda tajam.
- Digantung.

44
- Palestinian hanging yaitu: pergelangan tangan si korban diikat di
belakang, kemudian pergelangan tangannya digantung di dinding atau
atap.
- Diikat erat untuk waktu yang cukup lama.
7. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan pemotongan atau
pencabutan (bagian tubuh).
- Pemotongan tungkai dan lengan.
- Pencabutan kuku dan/atau gigi.
8. Kesakitan atau penderitaan fisik karena pencabutan kebutuhan pokok.
- Dibatasinya kebutuhan makan dan minum.
- Pemaksaan yang menyebabkan kekurangan tidur.
- Pemaksaan yang menyebabkan mati lemas/sesak nafas.
- Tidak diberi pelayanan kesehatan.
- Tidak diberi fasilitas kebersihan tubuh (misalnya mandi, cuci, kakus)
yang memadai secara berkepanjangan.
- Dipaksa mengeluarkan kekuatan fisik.
- Ditahan tersendiri/ditahan dalam keadaan sama sekali tanpa
komunikasi dengan orang lain.
9. Mengakibatkan, dengan Perbuatan atau Pembiaran, Kesakitan atau
Penderitaan Mental
a. Intimidasi, paksaan, ancaman dan/atau menyebabkan ketakutan.
- Intimidasi, paksaan, ancaman lisan dan/atau menyebabkan
ketakutan.
- Penembakan dengan keberadaan korban.
- Dipaksa menyaksikan pembunuhan semu.
- Ditulupnya mata.
- Ancaman mengenai perlakuan kejam terhadap anak korban.
b. Penghinaan, direndahkannya martabat dan/atau pcnghinaan terhadap
martabat seseorang.
45
- Penghinaan, direndahkannya martabat dan/atau penghinaan
terhadap martabat seseorang secara lisan.
- Penghinaan, direndahkannya martabat dan/atau penghinaan
terhadap martabat seseorang secara seksual.
- Keberadaan penonton, khususnya anggota keluarga, vvaktu
pemerkosaan terjadi.
- Menonton penganiayaan berat atau pelecehanan seksual berat
terhadap kenalan, saudara atau anggota keluarga korban.
c. Mengakibatkan Kesakitan atau Penderitaan yang Bersifat Seksual
1. Pemerkosaan.
2. Penganiayaan/pelecehan seksual.

Pencegahan Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang


Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia menganut
pada UU Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention Against
Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or Punishment
(Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain
Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia.
Pokok-pokok pikirannya adalah Penyiksaan dan perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat
manusia masih terus terjadi diberbagai negara dan kawasan dunia, yang diakui
secara luas akan dapat merapuhkan sendi-sendi tegaknya masyarakat yang
tertib, teratur, dan berbudaya. Dalam rangka menegakkan sendi-sendi
masyarakat demikian itu, seluruh masyarakat internasional bertekad bulat
melarang dan mencegah segala bentuk tindak penyiksaan, baik jasmaniah
maupun rohaniah. Masyarakat internasional sepakat untuk pelarangan dan
pencegahan tindak penyiksaan ini dalam suatu wadah perangkat internasional
yang mengikat semua Negara Pihak secara hukum.
Dalam kaitan itu. Majelis Umum PBB telah menerima Deklarasi
Universal HAM pada tanggal 10 Desember 1948. Pasal 5 Deklarasi ini

46
menjamin sepenuhnya hak setiap orang untuk bebas dari segala bentuk
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
Selanjutnya perangkat internasional di bidang HAM yang bersifat
sangat penting lainnya, yakni Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik (Pasal 7), menetapkan bahwa hak tersebut merupakan hak
fundamental yang tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun (nonderoglabe
rights).
Alasan indonesia menjadi negara pihak dalam konvensi yaitu:
1. Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber dan landasan hukum
nasional, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia seperti
tercermin dalam Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Asas ini
merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad
untuk mencegah dan melarang segala bentuk penyiksaan, sesuai dengan
ini Konvensi ini.
2. Dalam rangka pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang
Dasar 1945, Indonesia pada dasarnya telah menetapkan peraturan
perundang-undangan yang langsung mengatur pencegahan dan
pelarangan, segala bentuk penyiksaan yang tidak manusiawi dan
merendahkan martabat manusia. Namun perundang-undangan itu karena
belum sepenuhnya msesuai dengan Konvensi, masih perlu
disempurnakan.
3. Penyempurnaan perundang-undangan nasional tersebut, akan
meningkatkan perlindungan hukum secara lebih efektif, sehingga akan
lebih menjamin hak-hak setiap warga negara bebas dari penyiksaan dan
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau

47
merendahkan martabat manusia, demi tercapainya suatu masyarakat
Indonesia yang tertib, teratur, dan berbudaya.
4. Suatu masyarakat Indonesia yang tertib, teratur, dan berbudaya akan
mampu mewujudkan upaya bersama untuk memelihara perdamaian,
ketertiban umum, dan kemakmuran dunia serta melestarikan peradaban
umat manusia. 5 Pengesahan dan pelaksanaan isi Konvensi secara
bertanggungjawab menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam upaya
pemajuan dan perlindungan HAM, khususnya hak bebas dari penyiksaan.
Hak ini juga akan lebih meningkatkan citra positif Indonesia di dunia
internasional dan memantapkan kepercayaan masyarakat internasional
terhadap Indonesia.
Ketentuan-ketentuan konvensi mengatur pelarangan penyiksaan baik
fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan oleh atau atas
hasutan dari atau dengan persetujuan atau sepengetahuan pejabat publik
(public official) dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya. Adapun
pelarangan penyiksaan yang diatur dalam Konvensi ini tidak mencakup rasa
sakit atau penderitaan yang timbul, melekat, atau diakibatkan oleh suatu sanksi
hukum yang berlaku. Negara Pihak wajib mengambil langkah-langkah
legislatif, administratif, hukum, dan langkah efektif lainnya guna mencegah
tindak penyiksaan di dalam wilayah yurisdiksinya.
Tidak terdapat pengecualian apapun, baik dalam keadaan perang,
ketidakstabilan politik dalam negeri, maupun keadaan darurat lainnya yang
dapat dijadikan sebagai pembenaran atas tindak penyiksaan. Dalam kaitan ini,
perintah dari atasan atau penguasa (public authority) juga tidak dapat
digunakan sebagai pembenaran atas suatu penyiksaan. Negara Pihak
diwajibkan mengatur semua tindak penyiksaan sebagai tindak pidana dalam

48
peraturan perundang-undangannya. Hal yang sama berlaku pula bagi siapa
saja yang melakukan percobaan, membantu, atau turut serta melakukan tindak
penyiksaan. Negara Pihak juga wajib mengatur bahwa pelaku tindak pidana
tersebut dapat dijatuhi hukuman yang setimpal dengan sifat tindak pidananya.
Konvensi juga mewajibkan Negara Pihak memasukkan tindak penyiksaan
sebagai tindak pidana yang dapat diekstradisikan. Konvensi selanjutnya
melarang Negara Pihak untuk mengusir, mengembalikan, atau
mengekstradisikan seseorang ke negara lain apabila terdapat alasan yang
cukup kuat untuk menduga bahwa orang itu menjadi sasaran penyiksaan.
Negara Pihak lebih lanjut harus melakukan penuntutan terhadap seseorang
yang melakukan tindak penyiksaan apabila tidak mengekstradiksikannya.
Negara Pihak lebih lanjut wajib saling membantu dalam proses peradilan atas
tindak penyiksaan dan menjamin bahwa pendidikan dan penyuluhan mengenai
larangan terhadap penyiksaan sepenuhnya dimasukkan ke dalam program
pelatihan bagi para aparat penegak hukum, sipil, atau militer, petugas
kesehatan, pejabat publik dan orang-orang lain yang terlibat dalam proses
penahanan, permintaan keterangan (interogasi), atau perlakuan terhadap setiap
pribadi/individu yang ditangkap, ditahan, atau dipenjarakan.
Negara Pihak juga wajib mengatur dalam sistem hukumnya bahwa korban
suatu tindak penyiksaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak untuk
mendapatkan kompensasi yang adil dan layak, termasuk sarana untuk
mendapatkan rehabilitasi.
Implementasi Konvensi dipantau oleh Komite Menentang Penyiksaan
(Committee Againts Torture) yang terdiri dari sepuluh orang pakar yang
bermoral tinggi dan diakui kemampuannya di bidang HAM. Negara pihak
harus menanggung pembiayaan yang dikeluarkan oleh para anggota Komite

49
dalam menjalankan tugasnya dan pembiayaan penyelenggaraan sidang Negara
pihak dan sidang Komite.
Menurut ketentuan Pasal 19, Negara Pihak harus menyampaikan kepada
Komite, melalui Sekretaris Jenderal PBB, laporan berkala mengenai
langkahlangkah yang telah mereka lakukan dalam melaksanakan
kewajibannya menurut Konvensi. Setiap laporan akan dipertimbangkan oleh
Komite, yang selanjutnya dapat memberikan tanggapan umum dan
memasukkan informasi tersebut dalam laporan tahunannya kepada Negara
pihak dan kepada Sekretaris Jenderal PBB. Selanjutnya melalui penyampaian
laporan berkala oleh Negara Pihak, pemantauan atas pelaksanaan Konvensi
juga dapat dilakukan melalui caracara berikut:
Menurut Pasal 20, apabila Komite menerima informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan (reliable), bahwa penyiksaan dilakukan secara
sistematis di wilayah suatu Negara Pihak. Komite harus mengundang Negara
pihak tersebut untuk bekerja sama membahas informasi tersebut dan Komite
menyampaikan hasil pengamatannya. Komite dapat memutuskan, apabila
informasi tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, segera
melaporkannya kepada Komite dan menugaskan anggotanya seorang atau
lebih, melakukan suatu penyelidikan rahasia dan segera melaporkan hasilnya
kepada Komite. Dengan persetujuan Negara Pihak, penyelidikan semacam itu
dapat berupa kunjungan ke wilayah Negara Pihak tersebut.
Konvensi ini memperbolehkan Negara Pihak mengajukan pensyaratan
terhadap 2 pasal, yakni:
a. Menyatakan tidak mengakui kewenangan Komite Menentang Penyiksaan
dalam Pasal 20, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Konvensi.

50
b. Menyatakan tidak terikat pada pengajuan penyelesaian suat perselisihan di
antara Negara Pihak kepada Mahkamah Internasional, berdasarkan Pasal
30 ayat (1) Konvensi.
c. Konvensi ini juga memungkinkan Negara Pihak membuat deklarasi
mengenai kewenangan Komite Menentang Penyiksaan, sebagaimana
diatur oleh Pasal 21 dan Pasal 22 Konvensi.

E. Hak-Hak dalam Proses Pengamanan dan Keseimbangan Pembinaan


Di dalam pasal 60 ayat 2 dan 61 Standard Minimum Rules dijelaskan
perlu adanya keseimbangan antara upaya menjalankan keamanan dan
ketertiban dengan melakukan pemenuhan hak-hak narapidana/tahanan/anak.
Pendekatan keamanan sedapat mungkin tidak menghambat proses integrasi
sosial, dalam upaya pengenalan kembali ke masyarakat.
Keseimbangan dimaksud meliputi porsi pengawasan terhadap semua
jenis kontak narapidana/tahanan/anak dengan duma luar. Kemudian
keseimbangan antara permintaan/tuntutan kebutuhan dasar dengan upaya
pengawasan dan pengamanan. Penjagaan keseimbangan dimaksudkan agar
tindakan penjagaan keamanan dapat dilakukan selama untuk kepentingan
perlindungan dan pemenuhan HAM, tetapi tidak mengurangi kebutuhan dan
hak dasar penghuni.
Berbagai instrumen internasional mendefinisikan bahwa tujuan
pemenjaraan yaitu melindungi masyarakat dari kejahatan dilakukan bukan
semata dengan memindahkan pelaku dari masyarakat tetapi juga dengan
sedapat mungkin menjamin tersedianya rehabilitasi. Agar hal tersebut
tercapai, pihak pemasyarakatan harus mencapai keseimbangan yang tepat
antara pengamanan dan program-program yang dirancang untuk
mereintegrasikan narapidana/tahanan/anak ke dalam masyarakat.

51
Keseimbangan ini dapat lebih mudah dicapai jika terdapat suatu prosedur baku
yang menetapkan tingkat keamanan yang tepat bagi Lapas dan bagi masing-
masing narapidana.
Ketentuan tentang proses pengamanan dan keseimbangan pembinaan
dapat mengacu pada beberapa instrument HAM sebagai berikut:
1. Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Dalam pasal 13 menyebutkan bahwa negara pihak pada kovenan ini
mengakui hak-hak setiap orang atas pendidikan. Negara-negara tersebut
menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan
kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan
memperkuat penghormatan atas hak asasi dan kebebasan manusia yang
mendasar.
Negara-negara tersebut setuju bahwa pendidikan harus
memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam
suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta
persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis, atau
agama, dan lebih memperluas kegiatan-kegiatan pemeliharaan perdamaian
dunia.

2. Body of Principles for the Protection of All Persons Under Any Form of
Detention or Imprisonment (Prinsip-Prinsip Utama untuk Perlindungan
Semua Orang dari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan)
Dalam prinsip 4 menyebutkan bahwa setiap bentuk penahanan atau
pemenjaraan atau segala tindakan yang merugikan hak asasi seseorang
dalam setiap bentuk penahanan atau pemenjaraan harusberdasarkan
perintah atau dengan pengawasan efektif dari pengadilan atau penguasa
lainnya.

52
Dengan demikian, tanggung jawab Lapas atas pemenjaraan para
narapidana atau tahanan dan atas perlindungan masyarakat terhadap
kejahatan harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan-tujuan dan tanggung
jawab sosial negara untuk kesejahteraan dan pembangunan seluruh anggota
masyarakat.

3. Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR)


Dalam SMR terdapat beberapa aturan yang terkait dengan program
pengamanan dan program reintegrasi sosial, antara lain:
1) Tujuan utama dan justifikasi dijatuhkannya hukuman pemenjaraan atau
hukuman lain yang merampas kemerdekaan seseorang pada akhirnya
adalah untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Tujuan ini hanya
dapat tercapai jika masa pemenjaraan digunakan untuk menjamin bahwa
saat kembalinya seorang pelanggar hukum ke masyarakat, narapidana
atau tahanan bukan hanya bersedia tetapi juga mampu menjalani
kehidupan yang patuh hukum dan mandiri. (aturan 58)
2) Sangat dianjurkan menyediakan berbagai tingkatan pengamanan sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan berbagai kelompok narapidana atau
tahanan yang berbeda. Lapas Terbuka yang tidak menyediakan
pengamanan fisik terhadap pelarian dan hanya mengandalkan
kedisiplinan pribadi masing-masing narapidana atau tahanan,
merupakan wujud dari lembaga yang paling mendukung rehabilitasi
bagi narapidana atau tahanan yang dipilih secara cermat (aturan 63 ayat
2)
3) Aturan ini menjelaskan tentang penggunaan alat-alat pengekangan
sebagaimana borgol, rantai, belenggu, dan baju khusus untuk narapidana

53
atau tahanan atau tahanan, yang sama sekali tidak boleh digunakan
sebagai penghukuman kecuali dalam kejadian-kejadian sebagai berikut:
a) Sebagai tindakan pencegahan dari melarikan diri selama peralihan,
asalkan dilepaskan ketika orang yang dipenjarakan dihadapkan di
depan otoritas pengadilan atau administrasi.
b) Atas alasan medis dengan petunjuk dari petugas kesehatan
c) Atas perintah Kepala Lapas atau Kepala Rutan, jika cara
pengontrolan yang lain gagal untuk mencegah seseorang yang
dipenjarakan melukai diri sendiri atau orang lain atau merusak harta
benda, dalam kejadian seperti itu kepala Lapas atau Rutan harus
segera berkonsultasi dengan petugas kesehatan dan melaporkannya
kepada pejabat administratif yang lebih tinggi. (aturan 33)
Dasar-dasar aturan di atas mempertegas bahwa strategi pengamanan
terhadap gangguan kemanan dan ketertiban harus diupayakan menghindari
tindakan-tindakan tidak sah, sebagaimana penyiksaan dan tindakan tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Oleh karena itu proses
pengamanan harus senantiasa terjaga secara tenang agar para penghuni
dapat merasakan keadaan aman sekaligus nyaman.
Khusus pada proses pengamanan yang mendapat gangguan, beberapa
aturan terkait seperti diatur pada SMR, antara lain:
a. Aturan 33
1) Tidak boleh ada seseorang dihukum terkecuali oleh undang-
undang, dan tidak boleh dihukum dua kali untuk perbuatan yang
sama
2) Tidak boleh ada seseorang dihukum kepadanya dan diberikan
kesempatan yang layak untuk mengajukan pembelaannya

54
3) Apabila diperlukan serta dapat dilakukan, orang yang dipenjarakan
harus diperkenankan untuk melakukan pembelaan melalui seorang
penerjemah.
b. Aturan 31
Hukuman badan, hukuman dengan memasukkan ke dalam sel yang
gelap, dan semua hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat, harus sama sekali dilarang sebagai hukuman
untuk pelanggaran disiplin.
c. Aturan 32
1) Hukuman kurungan yang sempit dan penurunan kualitas serta
kuantitas makanan tidak boleh dijatuhkan terkecuali setelah petugas
kesehatan telah memeriksa tahanan atau narapidana atau tahanan
dan member keterangan tertulis bahwa yang bersangkutan kuat
menjalaninya.
2) Hal yang sama berlaku untuk setiap hukuman yang lain yang
mungkin dapat merugikan bagi kesehatan jasmani atau jiwa
seseorang yang dipenjarakan.
3) Petugas kesehatan harus mengunjungi setiap ada orang yang
menjalani hukuman seperti itu, dan harus menyarankan kepada
kepala lembaga pemasyaakatan atau kepala rumah tahanan jika dia
berpendapat bahwa pengakhiran atau perubahan hukuman perlu
dilakukan berdasarkan kepentingan kesehatan jasmani dan mental.

55
PENERAPAN DALAM PRAKTIK

Upaya-upaya pengamanan yang diterapkan kepada para narapidana haruslah


merupakan yang paling minimum yang dibutuhkan mencapai pemenjaraan
yang aman. Setidaknya ada tiga alasan digunakannya pendekatan ini:
- Para petugas tentunya akan Iebih waspada terhadap narapidana yang
memang membutuhkan tingkat pengamanan yang tinggi jika jumlahnya
dibatasi.
- Semakin rendah tingkat pengamananya semakin manusiawi pula perlakuan
terhadap narapidana
- Alasan ketiga adalah alasan pragmatis; pengamanan mahal harganya dan
semakin tinggi tingkat pengamanannya semakin tinggi pula biayanya.
Secara finansial, sangat masuk akal bagi Lapas untuk tidak memiliki
narapidana berkategori pengamanan Iebih tinggi dari yang seharusnya
diperlukan.

Pada saat penerimaan, setiap narapidana harus diases untuk


menentukan:
- resiko yang menimpa masyarakat jika ia melarikan diri;
- kemungkinan ia akan melarikan diri baik sendirian maupun dengan bantuan
dari luar.
Narapidana tersebut harus ditempatkan dalam kondisi pengamanan yang
sesuai dengan tingkatan resiko tersebut di atas. Klasifikasi pengamanan harus
terus-menerus direview sepanjang masa hukuman narapidana yang
bersangkutan.
- Kondisi pengamanan maksimum artinya pelarian jelas suatu hal yang tidak
mungkin terjadi dan hanya boleh dipergunakan bagi narapidana yang

56
paling berbahaya. Pada kondisi-kondisi ini terdapat standar keamanan fisik
yang tinggi baik diperimeter maupun di dalam Lapas. Pergerakan internal
para narapidana akan diawasi ketat oleh para petugas narapidana per
narapidana jika diperlukan. Hanya minoritas kecil narapidana sajalah -
dalam sistem apapun- yang membutuhkan lingkatan pengamanan semacam
ini.
- Kondisi pengamanan minimum (terkadang disebut Lapas terbuka) harus
diterapkan bagi narapidana yang resiko melarikan dirinya kecil saja atau
yang tidak beresiko dan yang diyakini tidak akan mencoba lari. Pada
kondisi-kondisi ini tingkatan pengamanan fisiknya rendah. Yang bahkan
sangat sering terjadi adalah tidak ada pengamanan perimeter. Pengamanan
internal mungkin hanya terbatas pada mengunci pintu-pintu kamar di
malam hari. Para narapidana yang dipidana atas kasus-kasus pelanggaran
non-kekerasan cocok untuk ditempatkan pada kondisi-kondisi ini seperti
juga para narapidana dengan hukuman lama yang mendekati masa-masa
pembebasannya.
- Kondisi pengamanan medium cocok untuk sebagian besar mayoritas
narapidana yang dipastikan tidak akan lari akan tetapi yang tidak dapat
dipercaya untuk ditempatkan pada kondisi-kondisi pengamanan minimum.
Umumnya kondisi-kondisi ini akan melibatkan parameter lainnya,
misalnya pagar. Semua pintu-pintu internal dalam Lapas biasanya akan
dikunci, tetapi para narapidana cukup dapat dipercaya untuk bergerak dari
satu area ke area lain tanpa supervisi ketat oleh para petugas.

Pada tahun-tahun terakhir ini, banyak wilayah yurisdiksi yang telah


menginvestasikan sumber daya yang cukup besar di dalam pengembangan
fasilitas-fasilitas pengamanan. Sungguh tidak tepat untuk menempatkan para

57
narapidana di fasilitas-fasilitas ini semata-mata hanya karena tempat-tempat
ini harus diisi.
Assesment resiko dapat membantu mengidentifikasi para narapidana
yang mungkin membawa ancaman terhadap dirinya sendiri, para petugas,
narapidana lain dan komunitas yang lebih besar. Kriteria untuk mengases
resiko pengamanan telah dikembangkan di banyak negara. Isu-isu yang harus
diperhitungkan termasuk:
- ancaman terhadap masyarakat umum jika narapidana melarikan diri;
- riwayat upaya pelarian dan akses narapidana atas bantuan dari luar;
- pada kasus tahanan yang masih bersidang, adakah potensi ancaman
terhadap saksi-saksi;
- karakter kejahatan yang didakwakan dan dipidanakan kepada narapidana;
- Iamanya hukuman yang biasanya mencerminkan karakter kejahatannya;
- potensi ancaman terhadap narapidana lain.
Pada banyak sistem Lapas terdapat asumsi bahwa semua tahanan yang
masih bersidang harus ditempatkan pada kondisi-kondisi pengamanan
maksimum. Sesungguhnya tidak harus selalu demikian, dan seharusnya
dimungkinkan penerapan assesment resiko pengamanan terhadap para
tahanan ini sebagaimana terhadap mereka yang baru saja dijatuhi pidana.

F. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang hak-hak bagi
narapidana atau tahanan berdasarkan instrument HAM yang ada, cobalah
dengan latihan di bawah ini.
1. Sebutkan instrument HAM yang terkait dengan pelaksanaan sistem
pemasyarakatan Indonesia?

58
2. Jelaskan hak-hak narapidana atau tahanan dalam proses penerimaan dan
penempatannya di dalam Lapas atau di dalam Rutan!
3. Jelaskan hak-hak naraidana dalam proses pengamanan di dalam Lapas atau
di dalam Rutan!

G. Rangkuman
Proses pelaksanaan keamanan atau penegakan disiplin sangat identik
dengan praktik penyiksaan, jika tidak berdasarkan prinsip-prinsip HAM. Hal
demikian dapat meningkatkan resistensi kelompok narapidana atau tahanan
terhadap petugas maupun peningkatan pengaduan.Oleh karenanya, Lapas dan
Rutan sangat rentan terjadi gangguan jika petugas menunjukkan perilaku
arogan dan mengesankan praktik penyiksaan. Perlu dijelaskan secara detail
terhadap petugas Pemasyarakatan untuk dapat membedakan antara
penyiksaan dan tindakan represif dalam rangka menegakan keamanan.
Penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia masih terus terjadi
diberbagai negara dan kawasan dunia, yang diakui secara luas akan dapat
merapuhkan sendi-sendi tegaknya masyarakat yang tertib, teratur, dan
berbudaya. Dalam rangka menegakkan sendi-sendi masyarakat demikian itu,
seluruh masyarakat internasional bertekad bulat melarang dan mencegah
segala bentuk tindak penyiksaan, baik jasmaniatau rohan. Masyarakat
internasional sepakat untuk pelarangan dan pencegahan tindak penyiksaan ini
dalam suatu wadah perangkat internasional yang mengikat semua Negara
Pihak secara hukum.

59
BAB IV
IMPLEMENTASI HAM BAGI NARAPIDANA ATAU TAHANAN
KHUSUS

Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan implementasi


HAM bagi narapidana terorisme, implementasi HAM bagi narapidana khusus
dan kelompok rentan

A. Implementasi HAM Bagi Narapidana atau tahanan Terorisme


Menurut Konvensi PBB tahun 1997, terorisme adalah segala bentuk
tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud
menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang
atau masyarakat luas. Sementara dalam Peraturan Perundang-Undangan
Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang
berdasarkan UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, dijelaskan bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius
terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan
kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap
keamanan, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan masyarakat.
Para tersangka atau narapidana atau tahanan terorisme bukanlah
individu yang memiliki tipe kepribadian khusus atau menyandang kelainan
jiwa.Kalangan ini justru menampilkan karakteristik kepribadian yang normal,
bukan psikopat.Oleh karena itu, tingkat radikalisme narapidana atau tahanan
teroris berkaitan dengan keyakinan atau ideologinya masih memiliki peluang
untuk dapat dikurangi atau diminimalisasi secara perlahan melalui perlakuan
yang manusiawi, yaitu memenuhi hak asasinya, memperhatikan harga dirinya,

60
dan menjaga keluarganya. Berbagai perlakuan dengan kekerasan hanya akan
menguatkan identitas sosial tertentu sehingga dendam akan semakin
bertambah.
Menyangkut kontrol keamanan atau prosedur operasional
pemasyarakatan terhadap narapidana atau tahanan terorisme.Petugas
Pemasyarakatan seringkali dianggap belum memiliki standar baku dalam
mengawasi narapidana atau tahanan teroris. Perlu disadari bahwa narapidana
atau tahanan terorisme memiliki kemamuan untuk mengelabui dengan
berpenampilan rapi, agamais, dan tentunya normal sebagaimana manusia
bebas karena sosok teroris memiliki daya adaptasi lingkungan yang tinggi.
Dalam kepercayaan atas kebaikan simbolis inilah akhirnya standard maximum
security seperti tidak ada sinyal di area penjara dapat dilanggar atau memang
tidak dijalankan sehingga handphone dapat leluasa mengisi sel-sel kamar
penjara yang ada.
Terapi psikologis melalui penguatan nilai-nilai moral etik keagamaan
menjadi lebih penting daripada sekadar pengamanan yang berlapis. Peran ini
mesti dijalankan oleh pesantren terutama dikampanyekan oleh Direktorat
Pendidikan Islam Pondok Pesantren Kementerian Agama dengan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM yang didukung juga
oleh Majelis Ulama Indonesia. Terlebih pada pasal 14 di dalam UU
Pemasyarakatan menyebutkan bahwa narapidana atau tahanan berhak
melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, mendapat
perawatan rohani maupun jasmani, serta mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Mengacu pada landasan legal formal tersebut, prospek
memasukkan pesantren sebagai salah satu bagian dari model pembinaan
narapidana atau tahanan teroris menjadi sangat jelas agar persepsi kekerasan

61
yang diyakini dapat berubah setelah mengalami dialog intensif dengan para
kalangan agamawan.

B. Implementasi HAM Bagi Kelompok Rentan


Hal yang penting dalam penegakan HAM bagi narapidana atau tahanan
adalah keterkaitannya dengan kelompok rentan dan kelompok minoritas, sebai
berikut:
1. Kelompok anak
Sejak awal pembentukan, sebuah negara adalah untuk menjaga
terciptanya kebahagiaan bagi rakyatnya. Untuk itulah tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana tercantum di dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yaitu terbentuknya suatu pemerintahan yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Komitmen konstitusi semakin dipertegas dengan adanya rumusan fakir miskin
dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara dalam pasal 34 ayat 1 UUD
1945.
Untuk menangani persoalan anak bermasalah dengan hukum tidak
cukup dengan mempelajari ketentuan nasional, namun diperlukan adanya
pemahaman petugas pemasyarakatan tentang perspektif cara-cara khusus
memperlakukan anak yang bermasalah dengan hukum.
Konvensi tentang anak yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada 20 November 1989, setidaknya mengatur sebagai
berikut:
Pasal 20
1) Seorang anak yang secara sementara atau tetap tidak dapat berada dalam
lingkungan keluarganya atau yang demi kepentingan terbaiknya tidak

62
diperkenankan tetap berada dalam lingkungan tersebut, berhak atas
perlindungan khusus dan bantuan yang disediakan oleh negara
2) Negara-negara pihak sesuai dengan hukum nasional mereka harus
menjamin pengasuhan alternative bagi seorang anak semacam itu

Pasal 27
1) Negara-negara pihak mengakui hak setiap anak atas suatu standar
kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spiritual,
moral, dan sosial anak.
2) Orang tua atau orang-orang lain yang bertanggungjawab atas anak itu
mempunyai tanggung jawab utama untuk menjamin, di dalam kesanggupan
dan kemampuan keuangan mereka, penghidupan yang diperlukan bagi
perkembangan si anak.
Termasuk di dalam pemenuhan hak bagi anak adalah pengedepanan
praktik restorative justice yang kemudian berkembang dalam praktik diversi.
Konsep penanganan kasus hokum bagi anak ini menekankan keterpaduan
sistem hukum yang dapat diselesaikan berdasarkan kebersamaan masyarakat.
Dengan perkataan lain, reformasi hukum perlindungan anak tidak dapat
dipisahkan dari reformasi segenap tatanan kehidupan bangsa, khususnya
reformasi politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan yang ditandai dengan
berbagai fenomena dan paradigma seperti telah disebutkan di atas. Oleh
karena itulah suatu kemajuan dalam sistem penanganan ABH telah
disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

63
2. Kelompok perempuan
Pada dasarnya perlakuan terhadap para narapidana atau tahanan
perempuan sama dengan perlakuan terhadap narapidana atau tahanan pria.
Namun karena secara fungsi biologis berbeda, maka terdapat perlakuan
khusus karena terkait fungsi reproduksi dan peran gender yang harus
dilakukan sebagaimana mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh, dan
merawat anaknya di Lapas.
Terkait dengan hak perempuan, sebagaimana diatur pada Konvensi
tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang
ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 18
Desember 1979,antara lain pada pasal 3, yaitu Negara-negara pihak konvenan
harus mengambil semua langkah yang diperlukan di segala bidang, khususnya
di bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya, termasuk penetapan peraturan
perundang-undangan, untuk menjamin perkembangan dan kemajuan
perempuan sepenuhnya, dengan tujuan untuk menjamin mereka
melaksanakan dan menikmati hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan
mendasar atas dasar persamaan dengan laki-laki.

3. Kelompok cacat dan lanjut usia


Perlu disadari bahwa narapidana atau tahanan di dalam lembaga
pemasyarakatan atau rumah tahanan bukan hanya orang-orang yang sehat fisik
mental dan berusia muda, tetapi juga penyandang cacat dan berusia lanjut.
Oleh karena itu, kedua kelompok tersebut sangat rentan mengalami
diskriminasi karena kecacatan dan ketuaan usia yang dialaminya. Di dalam
instrumen HAM internasional dan nasional telah mengatur agar kelompok
tersebut tidak mengalami pelanggaran HAM. Namun, selama ini fasilitas
sekaligus akses terhadap narapidana atau tahanan penyandang cacat dan lanjut

64
usia kurang meendapatkan perhatian di dalam lembaga pemasyarakatan itu
sendiri.

4. LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual


Dalam kovenan internasional hak sipil dan politik yang ditetapkan
Majelis Umum PBB pada 16 Desember 1966 telah mengatur hal yang terkait
perlakuan terhadap kelompok-kelompok khusus, antara lain:

Pasal 26
Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini
hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang
sama serta efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun
seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat lain,
asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran, atau status lain.

Pasal 27
Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku
bangsa, agama, atau bahasa, orang-orang yang tergolong dalam kelompok
minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya, dalam komunitas bersama-
sama anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka
sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri, atau
menggunakan bahasa mereka sendiri.

Kesetaraan perlakuan terhadap kelompok LGBT harus dijunjung tinggi


sehingga dapat mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang lebih serius.
Kelompok LGBT merupakan kelompok yang memiliki kekhususan oleh

65
karena orientasi seks yang berlainan dengan masyarakat umum. Oleh karena
itu, petugas pemasyarakatan setidaknya harus memahami keberadaan
kelompok-kelompok ini sekaligus memperlakukannya secara manusiawi.

5. Etnis maupun agama tertentu


Deklarasi universal HAM yang ditetapkan PBB pada 10 Desember 1948
menyatakan bahwa setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-
kebebasan yang tercantum di dalam deklarasi ini tanpa perkecualian apapun,
seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat
yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik,
kelahiran, ataupun kedudukan lainnya. (pasal 2)
Demikian juga dalam kovenan internasional hak sipil dan politik juga
menyatakan bahwa setiap negara pihak pada kovenan ini berjanji untuk
menghormati dan menjamin hak yang diakui dalam kovenan ini bagi semua
orang yang berada dalam wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya,
tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik, atau pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan
atau status lainnya.

6. Terpidana seumur hidup dan mati


Petugas pemasyarakatan sudah harus memiliki bekal tentang
pengetahuan sekaligus pengaturan dan pembinaan terhadap terpidana seumur
hidup dan terpidana mati. Bagaimanapun juga, narapidana atau tahanan dalam
kategori tersebut memiliki hak-hak khusus yang harus dipenuhi karena
mempengaruhi proses pengamanan.
Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi itu terutama pada hak-hak dasar
seperti hak untuk dikunjungi, hak untuk mengajukan upaya hukum, hak

66
mendapatkan amnesti, hak mengajukan grasi, hak untuk mendapatkan
pekerjaan dan hak untuk menyampaikan permintaan terakhir menjelang
pelaksanaan eksekusi bagi terpidana mati.

C. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang hak-hak bagi
narapidana atau tahanan khusus, cobalah dengan latihan di bawah ini.
1. Bagaimana perlakuan terhadap narapidana atau tahanan terorisme sesuai
dengan prinsip-prinsip HAM yang harus dipenuhi?
2. Jelaskan kelompok rentan yang perlu perlakuan khusus dalam pemenuhan
HAM sebagai bagian dari narapidana atau tahanan di dalam Lapas atau di
dalam Rutan!

D. Rangkuman
Petugas Pemasyarakatan dalam menegakkan HAM harus berusaha
memberikan pengaruh yang positif dan memperoleh kerjasama sukarela dari
narapidana atau tahanan atau tahanan melalui kepemimpinan yang simpatik
dan keteladanan yang baik. Dengan demikian, akan diperoleh penghargaan
dari narapidana atau tahanan atau tahanan, karena merasa diperlakukan
sebagai manusia yang mempunyai kehormatan dan harga diri baik narapidana
atau tahanan secara umum maupun narapidana atau tahanan yang tergolong
kelompok rentan.

67
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia karena ia
sebagai manusia, bukan memiliki hak tersebut karena diberikan oleh
masyarakat atau berdasarkan hukum positif yang mengaturnya, tetapi
semata-mata martabatnya sebagai manusia.
2. Sejarah perkembangan HAM di dunia pada akhirnya dikategorisasikan
menjadi 3 (tiga) generasi, yaitu:
a. Generasi pertama tentang hak-hak di bidang sipil dan politik
b. Generasi kedua tentang hak-hak di bidang ekonomi, social, dan
budaya
c. Generasi ketiga tentang hak-hak di bidang pembangunan dan
warisan budaya
3. Pemenuhan hak di lingkungan Pemasyarakatan perlu memperhatikan
prinsip-prinsip kepribadian petugas pemasyarakatan agar proses
memasyarakatkan mantan narapidana atau tahanan mengalami
keberhasilan dengan adanya penerimaan masyarakat.
4. Hak-hak narapidana atau tahanan dalam konteks Sistem
Pemasyarakatan, dapat digolongkan pada beberapa proses, antara lain:
a. Hak dalam proses penerimaan, penempatan, dan pemindahan
b. Hak dalam proses pengaduan dan pencegahan penyiksaan
c. Hak dalam proses pengamanan dan keseimbangan pembinaan
d. Hak dalam penanganan narapidana atau tahanan khusus dan
kelompok rentan

68
B. Implikasi
Setelah mempelajari modul ini, peserta khususnya Komandan Regu
Pengamanan dan Petugas Pintu Utama (P2U) dapat memahami serta
menerapkan prinsip-prinsip HAM dalam pelaksanaan tugasnya. Di sisi lain,
hal itu terkait kewajiban bagi masing-masing petugas pengamanan perlu
melakukan koordinasi dan pembelajaran lebih lanjut guna tercapai penguatan
dan pemenuhan HAM di dalam Lapas dan Rutan. Dengan demikian, modul
ini aka menjadi salah satu pedoman serta memberikan wawasan secara teori
dan praktik implementasi HAM di lingkungan Pemasyarakatan.

69
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Rivai, Andi Wijaya. Buku Pintar Pemasyarakatan Jayalah Pemasyarakatan
(Jakarta: tp, 2014)
Azhary, Tahir. Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara
Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Kencana, 2004)
B. Kieser, Paguyuban Manusia Dengan Dasafirman (Kanisius: Yogyakarta,
1991)
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice (Ithaca and
London: Cornell University Press, 2003)
Gunakaya, Widiada. Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan (Bandung:
Armico, 1988)
Kemitraan Partnership. Modul Pelatihan Bagi Petugas Pemasyarakatan
Implementasi Sistem Pemasyarakatan dan Standard Minimum Rules for
Treatment of Prisoners (Jakarta: Kemitraan, 2008)
Khamdan, Muh. Pesantren di Dalam Penjara; Sebuah Model Pembangunan
Karakter (Kudus: Parist, 2010)
Khamdan, Muh. Islam dan HAM Bagi Narapidana atau tahanan (Kudus:
Parist, 2012)
Melander, Goran. Kompilasi Instrumen Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg
Institute (Jakarta: SIDA-Departemen Hukum dan HAM, 2004)
Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana (Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002)
Smith, Rhona K. M. Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM-UII,
2008)
70
Pedoman
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI.
Himpunan Peraturan Tentang Pemasyarakatan. Jakarta. 2015.
Direktorat Bimbingan dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pedoman
Perlakuan Anak Dalam Proses Pemasyarakatan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Jakarta. 2014.
Direktorat Bimbingan dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pedoman
Perlakuan Anak Dalam Proses Pemasyarakatan di Lembaga
Penempatan Anak Sementara (LPAS). Jakarta. 2014.
Direktorat Bimbingan dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pedoman
Perlakuan Anak Dalam Proses Pemasyarakatan di Balai
Pemasyarakatan (BAPAS). Jakarta. 2014.
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan. Protap, Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas
Pemasyarakatan”, Jakarta. 2003.
Perserikatan Bangsa Bangsa. Standard Minimum Rules for Treatment of
Prisoners. Jenewa. 1955.

71
Peraturan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tatacara
pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan
Perpu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak pidana Terorisme
Perpu Nomor 2 tahun 2002 tentang pemberlakuan Perpu Nomor 1 tahun 2002.

72
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
PROSEDUR TETAP (PROTAP), TEKNIK
DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN
PENINDAKAN GANGGUAN KEAMANAN
KETERTIBAN DI LAPAS DAN RUTAN

Penulis:
Farhan Hidayat Bc.IP.,S.Sos., M.Si
Donny Setiawan, A.Md.IP., SH.,MM

Editor
Haidan S.Pd.,M.Ag

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
2017
DAFTAR ISI

Sambutan ………..………………………………………………………… 3
Kata Pengantar …………………………………………………………… 4
Daftar Isi ………………………………………………………………….... 5

BAB I PENDAHULUAN ..……..……………………………………….. 6


A. Latar Belakang…………………………………………….. 6
B. Deskripsi Singkat ..………………………………………… 6
C. Manfaat Modul……………………………………………. 6
D. Tujuan Pembelajaran ........................................................... 7
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .................................. 7
F Petunjuk Belajar…………………………………………… 8

BAB II STANDAR PELAKSANAAN PENJAGAAN….... ……………. 9


A. Keamanan dan Ketertiban…….. ………………………….. 9
B. Ruang lingkup tugas penjagaan……….…………………… 9
C. Pelaksanaan penjagaan...…..………………………………. 9
D. Latihan…….………………………………………………. 12
E. Rangkuman………………………………………………… 12

BAB III TEKNIK DAN TATA CARA PENCEGAHAN DAN


PENINDAKAN GANGGUAN KEAMANAN DAN
KETERTIBAN…………………………………………………… 13
A. Pengertian…………..……………………………………… 13
B. Strategi pencegahan gangguan keamanan
dan ketertiban……………………………………………… 14
C. Penindakan gangguan keamanan dan ketertiban 33
D. Latihan……………………………………………………. 46
E. Rangkuman..………………………………………………. 46

BAB IV PENUTUP ……………………………………………………….. 51


Kesimpulan ………………………………………………………. 51
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….. 52

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem keamanan di Lapas, Rutan dan Cabang Rutan pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan
yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan
dengan terencana, terarah dan sistematis sehingga
dapat menjamin terselenggaranya
kegiatan perawatan tahanan dan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan dalam rangka pencapaian
tujuan pemasyarakatan.
Untuk menjamin tercapainya tujuan Pemasyarakatan dibutuhkan
situasi dan kondisi yang aman dan tertib dengan melalukan langkah
langkah pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
dengan cara melakukan tugas pokok dan fungsi keamanan dan ketertiban
di seluruh jajaran pemasyarakatan.

B. Deskripsi Singkat
Prosedur Tetap, tehnik pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban yang diterapkan dimaksudkan untuk memandu
peserta melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya pencegahan
dan penindakan gangguan keamanan, terutama tehnik dan tata cara
pelaksanaan pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban yang dijelaskan.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 6
C. Manfaat Modul
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami Prosedur Tetap, tehnik dan
strategi pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban
2. Peserta diklat dapat mengetahui strategi cara melakukan pencegahan
dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
3. Peserta diklat dapat menerapkan strategi tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang mata Diklat Prosedur Tetap, strategi dan
tehnik pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
di Lapas Rutan, peserta Diklat diharapkan mampu melakukan strategi
dan teknikpencegahan dan penindakan untuk mengurangi tingkat
kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari Mata Diklat Prosedur Tetap, strategi dan tehnik
pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban di
Lapas Rutan, peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan dan menerapkan Standar Pelaksanaan Penjagaan


2. Menerapkan strategi pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban sebagai Komandan Regu Pengamanan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 7
3. Menerapkan tehnik dan tatacara pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban sebagai Komandan Regu
Pengamanan
4. Menerapkan prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan
dalam tugas sehari hari

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Standar Pelaksanaan Penjagaan
1.1.Keamanan dan Ketertiban
1.2.Ruang lingkup tugas penjagaan
1.3.Pelaksanaan penjagaan
1.4.Latihan
1.5.Rangkuman
2. Teknik dan Tatacara Pencegahan dan Penindakan Gangguan
Keamanan dan Ketertiban
2.1.Pengertian
2.2.Strategi pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban
2.3.Penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
2.4.Latihan
2.5.Rangkuman

F. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
Diklat “Prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan” dapat berjalan lebih
lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, Anda kami
sarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 8
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator
belajar memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar menetapkan apa
yang harus anda capai.
2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan
sampai dengan Bab III.
3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas pada
akhir bab.
4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata Diklat ini tergantung
pada kesungguhan Anda. Belajarlah secara mandiri atau berkelompok
secara seksama. Untuk belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau
berkelompok dengan yang lain untuk mempraktikkan strategi dan
tehnik pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
yang baik dan benar.
5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti
yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan
segan-segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi
dalam hal Prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan.

Baiklah, selamat belajar!, semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan


dan keterampilan yang diuraikan dalam mata Diklat ini, sebagai upaya
untuk meningkatkan kompetensi anda dalam melaksanakan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 9
BAB II
STANDAR PELAKSANAAN PENJAGAAN
Setelah membaca bab ini, peserta diklat diharapkan dapat
1. menjelaskan Keamanan dan Ketertiban dan ruang lingkup tugas penjagaan
2. mengetahui dan menerapkan pelaksanaan penjagaan

A. Keamanan dan Ketertiban

Keamanan dan ketertiban pada unit pelaksana teknis


pemasyarakatan merupakan syarat utama mendukung terwujudnya
pembinaan Narapidana, perawatan Tahanan, Pengelolaan Benda Sitaan
dan Rampasan Negara. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban pada Unit
Pelaksana Teknis Pemasyarakatan melalui penyelenggara fungsi
kesatuann pengamanan meliputi penyelenggaraan Keamanan dan
ketertiban WBP, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat dengan menjujung tinggi hak asasi manusia.

B. Ruang Lingkup Tugas Penjagaan

Pelaksanaan penjagaan dilakukan dengan pergantian petugas


pengamanan antar waktu (shift) dibagi 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) Hari.
Standar dalam pelaksanaan penjagaan meliputi apel, penjagaan pintu
gerbang halaman, penjagaan pintu gerbang utama, penjagaan pintu utama,
penjagaan pos atas, penjagaan lingkungan blok, penjagaan blok dan
penjagaan ruang kunjungan. dalam pelaksanaan penjagaan dipimpin oleh
1 (satu) orang sebagai kepala regu penjagaan.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 10
C. Pelaksanaan Penjagaan
Dalam pelaksanaan penjagaan terdapat beberapa tugas yang harus
di lakukan sebagai berikut :
1. Apel
Dalam pelaksanaan apel terdapat beberapa
hal yang haru siperhatikan pada saat apel
yaitu :
- Kehadiran petugas regu pengamanan
pengganti
- Apel petugas regu pengamanan
pengganti
- Apel penghuni
- Timbang terima jaga
- Apel petugas pengamanan sebelumnya
2. Penjagaan pintu gerbang halaman
Dalam pelaksanaan penjagaan pintu gerbang halaman beberapa hal
yang harus dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan orang
- Pemeriksaan kendaraan
- Pemeriksaan barang
- Pemeriksaan pagar halaman
- Penindakan
- pelaporan
3. Penjagaan pintu gerbang utama
Dalam pelaksanaan penjagaan pintu gerbang utama beberpa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 11
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan orang
- Pemeriksaan petugas
- Pemeriksaaan narapidana dan tahanan
- Pemeriksaan kendaraan
- Pemeriksaan barang
- Penindakan
- Pelaporan
4. Penjagaan pintu utama
Dalam pelaksanaan penjagaan pintu utama beberpa hal yang harus
dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan orang
- Pemeriksaan petugas
- Pemeriksaaan narapidana dan tahanan
- Pemeriksaan kendaraan
- Pemeriksaan barang
- Penindakan
- Pelaporan
5. Penjagaan pos atas
Dalam pelaksanaan penjagaan pos atas beberapa hal yang harus
dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pengamatan
- Penggunaan lonceng

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 12
- Penindakan
- Pelaporan
6. Penjagaan lingkungan blok
Dalam pelaksanaan penjagaan lingkungan blok beberapa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan
- Penindakan
- Pelaporan
7. Penjagaan blok
Dalam pelaksanaan penjagaan blok-blok hunian, beberapa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan
- Pelayanan
- Penindakan
- Pelaporan
8. Penjagaan ruang kunjungan
Dalam pelaksanaan penjagaan ruang kunjungan beberapa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
- Pemeriksaan
- Penindakan
- Pelaporan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 13
D. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai
standarPelaksanaan Penjagaan, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara ketahui tentang standar pelaksanaan penjagan?
2. Uraikan beberapa pelaksanaan penjagaan !

E. Rangkuman
Perlu adanya pemahaman bahwa komandan regu sangat mempunyai
peranan penting dalam pengamanan Lapas dan Rutan, karena tugas pokoknya
adalah mengetahui dan menguasai seluruh area yang menjadi tanggung
jawabnya.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 14
BAB III
TEHNIK DAN TATA CARA
PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN
GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN

Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat :


1. menjelaskan pengertian strategi pencegahan dan penindakan
2. menerapkan strategi pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan ketertiban
3. melakukan penindakan terhadap gangguan keamanan dan ketertiban

A. Pengertian
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu. Pencegahanan adalah mengambil suatu tindakan
yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian meliputi:

a. Penjagaan;
b. Pengawalan;
c. Penggeledahan;
d. Inpeksi;
e. Kontrol
f. Kegiatan intelijen;
g. Pengendalian peralatan;
h. Pengawasan komunikasi
i. Pengendalian lingkungan;
j. Penguncian;
k. Penempatan dalam rangka pengamanan;
l. Investigasi dan Reka Ulang; dan
m. Tindakan Pengamanan;
Penindakan adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan
dalam rangka menyelamatkan, melindungi dan memulihkan keadaan.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 15
Gangguan keamanan dan ketertiban adalah situasi kondisi yang
menimbulkan keresahan, ketidaknyamanan, ketidaktertiban kehidupan dan
kelesamatan jiwa dari luar maupun dari dalam.
Petugas pengamanan dalam menyelenggarakan pengamanan berhak
mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketetntuan peraturan perundang-
undangan dan perlindungan hukum diberikan dalam bentuk bantuan hukum
dalam perkara yang dihadapi dipengadilan terkait pelaksanaan tugasnya

B. Strategi Pencegahan Gangguan Keamanan Dan Ketertiban


Komandan Regu dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan
beberapa standar untuk melakukan pencegahan gangguan keamanan dan
ketertiban di lapas dan Rutansebagai berikut :

1. Komandan regu memastikan sarana dan prasana pengamanan di


ruangannya lengkap dan kondisi baik, misalnya senjata api, borgol,
HT (handytalky), senter, alat pemadam ringan, lonceng dsb
2. Komandan regu melakukan komunikasi dengan anggotanya tentang
kondisi lapangan dan memerintahkan kembali kepada anggotanya
untuk melakukan pengecekan / kontrol ulang untuk memastikan
kondisi aman dan tertib. Komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan HT (handytalky) atau dengan memukul lonceng.
3. Komandan regu menanyakan keperluan orang yang akan masuk dan
keluar lapas dan rutan dengan memeriksa identitas.
4. Komanda regu melakukan penggledahan orang dan barang yang keluar
dan masuk ke Lapas dan Rutan.
5. Komanda Regu memeberikan laporan secara berkala kepada Kepala
Kesatuan Pengamanan Lapas dan Rutan tentang situasi kondisi
lapangan dan membuat laporan secara tertulis di buku laporan.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 16
Daalm pelaksanaan pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban
ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh petugas pengamanan yaitu
sebagai berikut :

a. Apel
1) Kehadiran Petugas Regu Pengamanan Pengganti
a) Petugas Regu Pengamanan Pengganti hadir selambat-
lambatnya 15 menit sebelum jam dinas;
b) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pencatatan
nama/absensi pada saat hadir di dalam Lapas dan Rutan;
c) Petugas Regu Pengamanan Pengganti wajib menggunakan
seragam dinas;
d) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menyimpan barang
bawaannya dalam loker atau tempat yang disediakan;
e) Petugas Regu Pengamanan Pengganti mengambil senjata api
dan amunisi serta peralatan keamanan lainnya kepada bagian
yang mengurus peralatan keamanan;
f) Petugas Regu Pengamanan yang sedang berjaga dilarang
meninggalkan pos tanpa ijin Kepala Regu Pengamanan
(Karupam) sebelum dilakukannya pergantian dan serah terima
tugas.

2) Apel Petugas Regu Pengamanan Pengganti


a) Apel dihadiri paling sedikit oleh 70% (tujuh puluh persen)
jumlah anggota Regu Pengamanan Pengganti, Karupam dan
Wakil Karupam sebelumnya;
b) Dalam hal jumlah anggota Regu Pengamanan pengganti
kurang dari 70% (tujuh puluh persen), tugas pengamanan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 17
masih menjadi tanggung jawab Regu Pengamanan
sebelumnya;
c) Kekurangan jumlah anggota Regu Pengamanan dilaporkan
kepada Kepala Pengamanan;
d) Kepala Pengamanan dapat menambah petugas regu
pengamanan dari staf atas persetujuan Kepala Lapas atau
Kepala Rutan
e) Setelah Regu Pengamanan dinyatakan lengkap, Karupam
menyiapkan barisan Anggota Regu Pengamanan;
f) Pejabat yang ditunjuk menjadi Pembina Apel menerima
laporan kesiapan dari Karupam;
g) Pembina Apel melakukan Pemeriksaan kelengkapan pakaian
dinas, berambut pendek dan rapih;
h) Pembina Apel menerima dan menyampaikan informasi
penting;
i) Pembina Apel memimpin do’a sebelum pelaksanaan tugas;
j) Pembina Apel memberikan motivasi dalam bentuk: pembacaan
Tri Dharma Pemasyarakatan, Mars Pemasyarakatan atau
yelyel;
k) Karupam Pengganti membagi tugas Anggota Regu
Pengamanan kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Apel
Penghuni;
l) Karupam memberi Laporan kepada Kepala Lapas atau Kepala
Rutan.

3) Apel Penghuni
a) Apel penghuni dilakukan oleh Petugas Regu Pengamanan
Pengganti dan Petugas Regu Pengamanan sebelumnya;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 18
b) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
pengamanan sebelumnya memastikan narapidana dan tahanan
berada dalam kamarnya masing-masing dan dalam keadaan
terkunci;
c) Petugas Regu Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
Pengamanan sebelumnya memastikan tidak ada narapidana dan
tahanan yang berlalu lintas;
d) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan petugas regu
pengamanan sebelumnya melakukan penghitungan narapidana
dan tahanan dalam posisi berdiri berbaris di dalam kamar;
e) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pengecekan
kesesuaian jumlah, penempatan dan keberadaan narapidana
dan tahanan di dalam kamar dan disaksikan oleh Petugas Regu
pengamanan sebelumnya;
f) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pengecekan
terhadap kunci, gembok, dan peralatan lain yang terkait
keamanan di dalam kamar dan disaksikan oleh Petugas Regu
pengamanan sebelumnya;
g) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menempatkan atau
memindahkan narapidana dan tahanan yang tidak sesuai
penempatan dan keberadaan kamarnya;
h) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dapat melakukan
tindakan pengamananapabila narapidana dan tahanan berada di
kamar lain tanpa alasan yang jelas;
i) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menerima laporan
jumlah dan kesesuaian narapidana dan tahanan dari Petugas
Regu Pengamanan sebelumnya;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 19
j) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
Pengamanan sebelumnya melakukan serah terima.

4) Timbang Terima Jaga


a) Serah terima pergantian Regu Pengamanan dilakukan dengan
menandatangani buku berita acara serah terima.
b) Karupam Pengganti harus melakukan pengecekan dan
pencatatan dengan disaksikan oleh Karupam sebelumnya;
c) Pengecekan dan pencatatan meliputi :
1. Jumlah dan kondisi narapidana dan tahanan;
2. Jumlah dan kondisi senjata api dan amunisi;
3. Kunci-kunci dan gembok;
4. Sarana dan prasarana pengamanan lainnya;
5. Inventaris lainnya yang dianggap perlu;
6. Informasi penting tentang situasi dan kondisi keamanan;
7. Laporan lalu lintas narapidana atau tahanan;
8. Jumlah petugas pengamanan;

5) Apel Petugas Pengamanan Sebelumnya


a) Petugas Pengamanan sebelumnya mengembalikan senjata
api dan amunisi serta peralatan keamanan lainnya kepada
bagian yang mengurus peralatan keamanan;
b) Senjata api dan amunisi serta peralatan keamanan lain yang
telah disimpan dilakukan pengecekan dan penyimpanan;
c) Karupam menyiapkan Anggota Regu Pengamanan;
d) Pejabat yang ditunjuk menjadi Pembina Apel menerima
laporan kesiapan Regu Pengamanan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 20
e) Pembina Apel melakukan Pemeriksaan kelengkapan
pakaian dinas;
f) Pembina Apel menerima dan menyampaikan informasi
penting;
g) Pembina Apel memimpin do’a sesudah pelaksanaan tugas;
h) Pembina Apel memberikan motivasi dalam bentuk:
pembacaan Tri Dharma Pemasyarakatan, menyanyikan
Mars Pemasyarakatan atau yel-yel;
i) Karupam membubarkan Angota Regu Pengamanan;

b. Penjagaan Pintu Gerbang Halaman


1) Serah Terima
a) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas regu
Pengamanan Pengganti melakukan serah terima inventaris,
tugas dan tanggungjawab pengamanan Pintu Gerbang
Halaman Luar;
b) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya
menyampaikan informasi penting kepada Petugas Regu
Pengamanan pengganti;
c) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.

2) Buka danTutup Pintu


a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu gerbang
halaman luar sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan;
b) Petugas membuka pintu gerbang halaman luar di luar jam
yang telah ditentukan hanya untuk keperluan dinas;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 21
3) Pemeriksaan orang
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan
memasuki area halaman Lapas dan Rutan;
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman
untuk menunjukan identitas;
c) Petugas mengarahkan orang dan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
d) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar
dari halaman Lapas dan Rutan;
e) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas;

4) Pemeriksaan Kendaraan
a) Petugas memeriksa kendaraan yang akan masuk ke
halaman Lapas dan Rutan;
b) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke
dalam halaman Lapas dan Rutan;
c) Petugas memberikan kartu sebagai tanda izin memasuki
area halaman Lapas dan Rutan;
d) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
e) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar dari
halaman Lapas dan Rutan;
f) Petugas memeriksan kendaraan yang keluar pada malam
hari atau diluar jam dinas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 22
5) Pemeriksaan Barang
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa
masuk dan keluar dalam Lapas dan Rutan untuk
kepentingan kunjungan atau dinas;
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila
barang yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan
digunakan untuk kepentingan dinas.

6) Pemeriksaan Pagar Halaman


a) Petugas memastikan kondisi pagar halaman tetap terjaga
sesuai fungsinya;
b) Petugas mengecek kondisi pagar halaman setiap 2 (dua)
jam sekali.

7) Penindakan
a) Petugas melarang orang, barang atau kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas melarang barang untuk kepentingan dinas yang
akan masuk atau keluar Lapas dan Rutan tanpa adanya
surat jalan;
c) Petugas mengamankan orang, barang atau kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban;
d) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai
dengan tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 23
8) Pelaporan
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di halaman Lapas dan
Rutan;
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pagar halaman
kepada Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan
kecurigaan terhadap potensi gangguan keamanan dan
ketertiban di area pagar;
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya
gangguan keamanan dan ketertiban kepada Karupam
dan/atau Kepala Pengamanan;
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

c. Penjagaan Pintu Gerbang Utama (Wasrik)


1) Serah Terima
a) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas Regu
Pengamanan Pengganti melakukan serah terima inventaris,
tugas dan tanggungjawab penjagaan Pintu Gerbang
Utama;
b) Petugas Pengamanan sebelumnya menyampaikan
informasi penting kepada Petugas Regu Pengamanan
Pengganti;
c) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas
Pengamanan regu Pengganti membuat dan
menandatangani berita acara serah terima.
2) Buka dan Tutup Pintu
a) Petugas membuka, menutup dan mengunci Pintu Gerbang
Utama sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 24
b) Petugas membuka pintu masuk utama di luar jam yang
telah ditentukan hanya untuk keperluan dinas;

3) Pemeriksaan orang
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk ke
dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman
untuk menunjukan identitas berupa: KTP, SIM, Kartu
Pelajar dan Passport serta mencatatnya;
c) Petugas melakukan penggeledahan ;
d) Petugas menukar kartu identitas dengan kartu tanda
pengenal;
e) Petugas memberikan stempel pada tangan kanan orang
yang akan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
f) Petugas mengarahkan orang sesuai dengan keperluannya;
g) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar
dari dalam Lapas dan Rutan;
h) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas.

4) Pemeriksaan Petugas
a) Petugas menanyakan keperluan petugas yang akan masuk
ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas melakukan penggeledahan;
c) Petugas mengingatkan petugas yang akan memasuki area
Lapas dan Rutan untuk menitipkan barang bawaanya di
dalam loker atau tempat yang disediakan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 25
d) Petugas mengidentifikasi setiap petugas yang keluar dari
dalam Lapas dan Rutan;
e) Petugas memeriksa petugas yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas.

5) Pemeriksaan narapidana dan tahanan


a) Petugas menerima informasi terkait narapidana dan
tahanan yang akan masuk dan keluar Lapas dan Rutan;
b) Petugas mencocokkan fisik dan identitas narapidana dan
tahanan dengan kelengkapan dokumen dari Kepala Lapas
dan Rutan maupun instansi penegak hukum lainnya;
c) Petugas melakukan penggeledahan;
d) Petugas mencatat jumlah narapidana dan tahanan yang
akan masuk dan keluar Lapas dan Rutan;
e) Petugas melakukan konfirmasi kepada Karupam, Kepala
Pengamanan dan Kalapas atau Karutan saat ada
narapidana dan tahanan yang dikeluarkan pada malam
hari.

6) Pemeriksaan Kendaraan
a) Petugas memeriksa kendaraan yang masuk ke dalam Lapas
dan Rutan;
b) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke
dalam Lapas dan Rutan;
c) Petugas menggeledah kendaraan dalam posisi mesin
kendaraan mati;
d) Petugas menggeledah orang yang berada di dalam
kendaraan dengan cara meminta turun dari kendaraan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 26
e) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
f) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar Lapas
dan Rutan;
g) Petugas memeriksa kendaraan yang keluar pada malam
hari atau diluar jam dinas.

7) Pemeriksaan Barang
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa
masuk dan keluar dalam Lapas dan Rutan untuk
kepentingan kunjungan atau dinas;
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila
barang yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan
digunakan untuk kepentingan dinas;
c) Petugas menggeledah barang.

8) Penindakan
a) Petugas melarang orang, barang, dan kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas mengamankan orang, barang, dan kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Melarang masuk petugas diluar jam tugasnya, kecuali
mendapat izin atasan;
d) Melarang masuk petugas yang tidak menggunakan
seragam dinas pada saat jam dinas;
e) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai
dengan tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 27
9) Pelaporan
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di Pintu Gerbang
Utama Lapas dan Rutan;
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pintu masuk utama
kepada Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan
kecurigaan terhadap potensi gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya
gangguan keamanan dan ketertiban kepada Karupam
dan/atau Kepala Pengamanan;
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

d. Penjagaan Pintu Utama (Portir)


1) Serah Terima
a) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas regu
Pengamanan Pengganti melakukan serah terima inventaris,
tugas, dan tanggungjawab penjagaan Pintu Utama;
b) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya menyampaikan
informasi penting kepada Petugas Pengamanan Pengganti;
c) Petugas Regu Pengamanan sebelumnya dan Petugas
Pengamanan Pengganti membuat dan menandatangani
berita acara serah terima.
2) Buka dan Tutup Pintu
a) Petugas mendengarkan terlebih dahulu ketukan atau suara
dari balik pintu utama;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 28
b) Petugas melihat dari lubang pintu orang yang mengetuk
dan akan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
c) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk ke
dalam Lapas dan Rutan;
d) Petugas membuka pintu untuk mempersilahkan orang
masuk dan kemudian langsung menutup dan mengunci
pintu;
e) Apabila orang yang akan masuk terjadi antrian panjang
maka petugas mempersilahkan masuk secara bertahap;
f) Petugas membuka pintu utama di luar jam yang telah
ditentukan hanya untuk keperluan dinas.

3) Pemeriksaan orang
a) Petugas melakukan penggeledahan;
b) Petugas memberikan atau menukar kartu tanda pengenal;
c) Petugas memberikan stempel pada tangan kanan orang
yang akan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
d) Petugas mengarahkan orang sesuai dengan keperluannya;
e) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar
dari dalam Lapas dan Rutan;
f) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas

4) Pemeriksaan Petugas
a) Petugas menanyakan keperluan petugas yang akan masuk
ke dalam Lapas dan Rutan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 29
b) Petugas meminta petugas yang akan memasuki area Lapas
dan Rutan untuk menitipkan barang bawaanya di dalam
loker atau tempat yang disediakan;
c) Petugas melakukan penggeledahan;
d) Petugas mengidentifikasi setiap petugas yang keluar dari
dalam Lapas dan Rutan;
e) Petugas memeriksa petugas yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas.

5) Pemeriksaan narapidana dan tahanan


a) Petugas menerima informasi terkait narapidana dan
tahanan yang akan masuk dan keluar Lapas dan Rutan;
b) Petugas mencocokkan fisik dan identitas narapidana dan
tahanan dengan kelengkapan dokumen dari Kepala Lapas
dan Rutan maupun instansi penegak hukum lainnya;
c) Petugas melakukan penggeledahan;
d) Petugas mencatat jumlah narapidana dan tahanan yang
masuk dan keluar Lapas dan Rutan;
e) Petugas melakukan konfirmasi kepada Karupam, Kepala
Pengamanan dan Kalapas atau Karutan saat ada
narapidana dan tahanan yang dikeluarkan pada malam
hari.

6) Pemeriksaan Kendaraan
a) Kendaraan yang dapat memasuki Lapas dan Rutan antara
lain:
1. Ambulance;
2. Pemadam kabakaran

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 30
3. Kendaraan tahanan (cel wagon)
4. Kendaraan Bahan Makanan;
5. Kendaraan berkaitan dengan bimbingan kerja;
6. Kendaraan pengangkut sampah dan sanitasi;
7. Kendaraan keperluan konstruksi bangunan Lapas dan
Rutan.
b) Petugas memeriksa kendaraan yang masuk ke dalam Lapas
dan Rutan;
c) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke
area dalam Lapas dan Rutan;
d) Petugas menggeledah kendaraan;
e) Petugas menggeledah orang yang berada di dalam
kendaraan;
f) Petugas menggeledah barang yang berada di dalam
kendaraan;
g) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
h) Petugas mendampingi kendaraan yang memasuki area
dalam Lapas dan Rutan;
i) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar Lapas
dan Rutan;
j) Petugas melarang kendaraan pribadi baik roda empat
maupun roda dua masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
7) Pemeriksaan Barang
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa
masuk dan keluar dalam Lapas dan Rutan untuk
kepentingan kunjungan atau dinas;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 31
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila
barang yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan
digunakan untuk kepentingan dinas;
c) Petugas menggeledah barang.

8) Penindakan
a) Petugas melarang orang, barang, dan kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas mengamankan orang, barang, dan kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Melarang masuk petugas diluar jam tugasnya, kecuali
mendapat izin atasan;
d) Melarang masuk petugas yang tidak menggunakan
seragam dinas pada saat jam dinas;
e) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai
dengan tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.

9) Pelaporan
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di Pintu Pengamanan
Utama Lapas dan Rutan;
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pintu masuk utama
kepada Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan
kecurigaan terhadap potensi gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Petugas melaporkan adanya kendaraan yang masuk dan
keluar Lapas dan Rutan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 32
d) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya
gangguan keamanan dan ketertiban kepada Karupam
dan/atau Kepala Pengamanan;
e) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

e. Penjagaan Pos atas


1) Serah terima

a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti


melakukan serah terima inventaris, tugas, dan
tanggungjawab penjagaan pos atas;
b) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti;
c) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.
d) Petugas Pengamanan Pos Atas maksimal bertugas di Pos
Atas selama 2 jam.
2) Buka dan Tutup Pintu

a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu pos atas


sesuai izin Karupam;
b) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu pos atas
hanya untuk keperluan penjagaan pos atas.

3) Pengamatan
a) Petugas melihat situasi dan kondisi dari pos atas ke arah
dalam dan luar Lapas dan Rutan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 33
b) Petugas melihat tembok keliling dan memastikan tidak ada
aktifitas disekitarnya;
4) Penggunaan Lonceng
a) Petugas membunyikan lonceng 1 (satu) jam 1 (satu) kali
sebagai tanda siaga;
b) Petugas membunyikan lonceng 5 (lima) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi pemberontakan;
c) Petugas membunyikan lonceng 4 (empat) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi percobaan pelarian;
d) Petugas membunyikan lonceng 3 (tiga) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi kebakaran.

5) Penindakan
a) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di dalam
tembok keliling dilakukan dengan cara :
1. Memberikan isyarat tanda bahaya;
2. Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari tembok
keliling bagi narapidana dan tahanan yang tidak
berkepentingan;
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
tembok keliling tidak diindahkan memberi tembakan
peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut;
4. Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri;
5. Menghubungi Karupam.
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di luar
tembok keliling dilakukan dengan cara:
1. Memberikan isyarat tanda bahaya;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 34
2. Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari tembok
keliling bagi orang yang tidak berkepentingan;
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
tembok keliling tidak diindahkan memberi tembakan
peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut;
4. Apabila membahayakan jiwa dan merusak fasilitas
pengamanan maka dapat dilimpuhkan.
5. Menghubungi Karupam.
c) Petugas tetap berada di pos atas pada saat terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban sampai dengan diperintahkan
untuk turun oleh Karupam.
6) Pelaporan
a. Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di area dalam dan luar
tembok keliling Lapas dan Rutan;
b. Petugas melaporkan situasi dan kondisi area dalam dan luar
tembok keliling kepada Karupam apabila ditemukan adanya
kerusakan dan kecurigaan terhadap potensi gangguan
keamanan dan ketertiban;
c. Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan;
d. Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 35
f. Penjagaan lingkungan blok
1) Serah Terima
a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti
melakukan serah terima inventaris, tugas, dan
tanggungjawab penjagaan lingkungan blok;
b) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti;
c) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.
2) Buka dan Tutup Pintu
a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu bagi lalu
lintas orang dilingkungan blok sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan;
b) Petugas membuka pintu diluar jadwal hanya untuk
keperluan dinas.
3) Pemeriksaan
a) Petugas lingkungan blok membawahi beberapa petugas
blok;
b) Petugas memberikan izin dan mencatat narapidana dan
tahanan masuk dan keluar lingkungan blok hunian;
c) Petugas menjaga agar tidak ada narapidana dan tahanan
yang keluar masuk lingkungan blok hunian dengan tidak
sah;
d) Petugas mengawasi lalu lintas orang yang keluar masuk
yang melalui lingkungan blok;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 36
e) Petugas melakukan penggeledahan terhadap orang dan
barang yang akan keluar atau masuk lingkungan blok
hunian;
f) Petugas membantu melaksanakan penggeledahan insidentil
di lingkungan blok dan kamar hunian.

4) Penindakan
a) Melarang orang dan barang yang akan keluar dan masuk
lingkungan blok hunian yang diduga dapat menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban;
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan
ketertiban di lingkungan blok dilakukan dengan
cara :
1. Memberikan isyarat tanda bahaya;
2. Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari area
lingkungan blok
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area lingkungan blok tidak diindahkan, petugas
memberikan peringatan;
4. Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri dan membahayakan
jiwa;
5. Menghubungi Karupam.
c)Petugas tetap berada di lingkungan blok pada saat terjadi
ganggua keamanan dan ketertiban sampai dengan
diperintahkan oleh Karupam.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 37
5) Pelaporan

a) Petugas menerima laporan apel serah terima narapidana dan


tahanan dari petugas blok hunian;
b) Petugas melaporkan kepada Kepala Regu Pengamanan dan
membantu pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat
dan/atau terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau
meninggal dunia;
c) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di dalam lingkungan
blok;
d) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan;
e) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

g. Penjagaan blok
1) Serah Terima

a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti


melakukan serah terima inventaris, tugas, dan
tanggungjawab penjagaan blok;
b) Petugas melakukan penghitungan jumlah penghuni dan
pengecekan penempatan penghuni pada saat apel;
c) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti;
d) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 38
2) Buka dan Tutup Pintu

a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu bagi lalu


lintas orang di blok sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan;
b) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu diluar
jadwal hanya untuk keperluan dinas.

3) Pemeriksaan

a) Petugas mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam


kamar hunian sesuai dengan jadwal kegiatan;
b) Petugas mengawasi agar tidak ada narapidana dan tahanan
yang keluar masuk blok hunian dengan tidak sah;
c) Petugas mengawasi lalu lintas orang yang keluar masuk
blok;
d) Petugas melakukan penggeledahan terhadap orang dan
barang yang akan keluar atau masuk blok;
e) Petugas membantu melaksanakan penggeledahan insidentil
di blok dan kamar;
f) Petugas mengawasi pelaksanaan pembagian makanan dan
minuman.
4) Pelayanan

a) Petugas menerima, mencatat dan menyampaikan keluhan


dan pengaduan narapidana dan tahanan kepada Kepala Regu
Pengamanan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 39
b) Petugas mengawasi kegiatan kebersihan di lingkungan blok
dan kamar;
c) Petugas wajib memberitahu tata cara kehidupan dan
perilaku di dalam blok sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, diantaranya:
1. Tata cara berpakaian dan berpenampilan;
2. Rambut pendek dan rapih;
3. Sikap dan perilaku terhadap sesama narapidana dan
tahanan atau petugas.

5) Penindakan

a) Petugas memberikan peringatan dan nasihat kepada


narapidana dan tahanan yang berperilaku dan
berpenampilan kurang baik;
b) Melarang orang dan barang yang akan keluar dan masuk
blok yang diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan
dan ketertiban.
c) Mengeluarkan barang-barang terlarang sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Tata Tertib Lapas dan Rutan di
dalam kamar dan blok;
d) Melarang petugas yang tidak berkepentingan berada di
dalam blok dan kamar;
e) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di blok
dilakukan dengan cara :
1. Memberikan isyarat tanda bahaya;
2. Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari pintu
blok;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 40
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area pintu blok tidak diindahkan, petugas memberikan
peringatan;
4. Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri, melawan petugas,
dan membahayakan jiwa;
5. Menghubungi Karupam.
f)Petugas tetap berada di blok pada saat terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban sampai dengan diperintahkan oleh
Karupam.

6) Pelaporan

a) Petugas memberikan informasi mengenai perilaku


narapidana dan tahanan di dalam Blok dan Kamar
b) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada petugas
Lingkungan Blok tentang situasi dan kondisi keamanan dan
ketertiban di dalam blok;
c) Petugas melaporkan kepada Kepala Regu Pengamanan dan
membantu pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat
dan/atau terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau
meninggal dunia;
d) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan;
e) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 41
h. Penjagaan Ruang Kunjungan
1) Pemeriksaan

a) Petugas mengawasi kunjungan sesuai dengan waktu yang


ditetapkan;
b) Petugas mengendalikan situasi apabila terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban di ruang kunjungan;
c) Petugas menggeledah pengunjung, narapidana dan tahanan
yang akan dan telah selesai berkunjung;
d) Petugas memberikan pengawalan terhadap narapidana
resiko tinggi baik pada saat memasuki maupun
meninggalkan ruang kunjungan;
e) Melakukan pengawasan khusus terhadap narapidana
resiko tinggi yang menerima kunjungan, diantaranya
melalui :
1. Mengawasi komunikasi baik verbal maupun non
verbal;
2. Menggunakan fasilitas teknologi informasi;
3. Menempatkan kunjungan di ruang khusus yang telah
ditentukan.

2) Penindakan

a) Melarang petugas, narapidana, dan tahanan yang tidak


berkepentingan berada di ruang kunjungan;
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di
ruang kunjungan dilakukan dengan cara :
1. Menghentikan kegiatan kunjungan;
2. Memberikan isyarat tanda bahaya;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 42
3. Mengamankan orang yang memicu terjadinnya
gangguan keamanan dan ketertiban;
4. Apabila perintah dan peringatan tidak diindahkan,
petugas melumpuhkan orang yang memicu gangguan
keamanan dan ketertiban;
5. Apabila tahanan dan narapidana melakukan percobaan
melarikan diri, melawan petugas, dan membahayakan
jiwa dapat dilumpuhkan;
6. Menghubungi Karupam.
c)Petugas tetap berada di ruang kunjungan pada saat terjadi
gangguan keamanan dan ketertiban sampai dengan
diperintahkan oleh Karupam.

3) Pelaporan

a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada


Kepala Regu Pengamanan tentang situasi dan kondisi
keamanan dan ketertiban di ruang kunjungan;
b) Petugas melaporkan kepada Karupam dan membantu
pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat dan/atau
terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau meninggal
dunia di ruang kunjungan;
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya
gangguan keamanan dan ketertiban kepada Karupam
dan/atau Kepala Pengamanan;
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 43
C. Penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
Komandan regu selain melakukan pencegahan terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban juga harus melakukan penindakan. Adapun hal
yang dilakukan pertama olehKomandan Regu dalam melakukan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban sebagai berikut :

a. Penindakan dalam keadaan biasa seperti :


a). Perkelahian perorangan dalam kamar yang tertutup dan terkunci.
- Komandan regu menerima laporan dari anggotanya bahwa
terjadi perkelahian dalam kamar, maka komanda regu
memerintahkan

o Petugas memberikan perintah untuk menghentikan


perkelahian dan menghimbau penghuni lainnya untuk tetap
tenang
o 2 orang (dua) petugas membuka pintu kamar apabila
perintah tidak dipatuhi
o Petugas melakukan pemisahan penghuni yang terlibat
perkelahian dengan yang tidak terlibat perkelahian
o Petugas dapat mengamankan atau menggunakan kekuatan
yang melumpuhkan pada saat melakukan pemisahan
o Petugas mengeluarkan kedua pelaku perkelahian dari
kamar
o Petugas menutup dan mengunci kembali kamar serta
melakukan penghitungan penghuni
o Petugas melakukan penggeledahan badan dan
mengamankan barang bukti
o Pertugas dapat melakukan penggeledahan kamar apabila
dianggap perlu

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 44
o Petugas memberikan tindakan medis kepada yang terluka
o Petugas memberikan pengarahan kepada penghuni kamar
untuk tidak melakukan tindakan perkelahian
o Petugas melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi,
pelaku dan korban
o Petugas mengamankan kedua pelaku perkelahian pada blok
isolasi secara terpisah
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada Regu
Pengamanan selanjutnya
o Kepala Regu Pengamanan melaporkan kepada Kepala
Pengamanan
o Kepala Pengamanan melaporkan kepada Kepala Lapas atau
Kepala Rutan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis kejadian dan segera melaporkan kepada Divisi
Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat
Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling lama 1x24 jam
setelah kejadian

b). Perkelahian perorangan di luar kamar.

- Komandan regu menerima laporan dari anggotanya bahwa


terjadi perkelahian di luar kamar, maka komandan regu
memerintahkan kepada anggotanya untuk

o Petugas memberikan instruksi kepada seluruh penghuni


untuk masuk ke dalam blok dan kamar masing-masing dan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 45
langsung melakukan penguncian seluruh blok dan kamar
hunian oleh petugas
o Petugas memberikan instruksi untuk menghentikan
perkelahian dan menghimbau penghuni lainnya untuk
tetap tenang
o Petugas memerintahkan kembali kepada penghuni yang
tidak terlibat perkelahian dan belum masuk ke dalam blok
dan kamar untuk segera memasuki kamar serta melakukan
penghitungan
o Petugas melakukan pemisahan penghuni yang terlibat
perkelahian
o Petugas dapat mengamankan atau menggunakan kekuatan
yang melumpuhkan pada saat melakukan pemisahan
o Petugas menggunakan standar penindakan pemberontakan
apabila perkelahian mengarah pada pemberontakan
o Petugas melakukan penggeledahan badan dan
mengamankan barang bukti
o Petugas dapat melakukan penggeledahan kamar apabila
dianggap perlu
o Petugas memberikan tindakan medis kepada yang terluka
o Petugas melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi,
pelaku dan korban
o Petugas mengamankan kedua pelaku perkelahian pada
blok isolasi secara terpisah
o Petugas melaporkan kepada Kepala Pengamanan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada Regu
Pengamanan selanjutnya

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 46
o Kepala Pengamanan melaporkan kepada Kepala Lapas
atau Kepala Rutan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis kejadian dan segera melaporkan kepada Divisi
Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat
Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling lama 1x24 jam
setelah kejadian

c). Penindakan perkelahian masal.

- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu


dengan cara komunikasi melalui HT,memberikan isyarat
tanda bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk
meningkatkan kewaspadaan kepada seluruh petugas maka
komanda regu mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya
secara berturu turut dan berantai kemudian melaporkan
kepada kepala kesatuan pengamanan
o Petugas regu yang lain mengikuti memberikan isyarat
tanda bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk
meningkatkan kewaspadaan kepada seluruh petugas
o Komandan regu segera menyiapkan dan memerintahkan
penggunaan peralatan keamanan yang dibutuhkan seperti
PHH, gas air mata, semprotan merica, sesaat setelah
terdengar isyarat tanda bahaya dibunyikan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan memerintahkan seluruh
petugas untuk membantu melakukan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 47
o Petugas memberikan himbauan kepada seluruh pihak yang
terlibat untuk menghentikan perkelahian
o Petugas melakukan pemisahan terhadap masing-masing
pihak yang terlibat dalam perkelahian massal ke tempat
yang aman dan dilakukan penguncian secara terpisah
o Petugas harus terlebih dahulu menyelamatkan,
mengamankan dan memindahkan segera korban
perkelahian massal berupa pengeroyokan ke Lapas, Rutan
atau pos polisi terdekat
o Petugas memastikan narapidana dan tahanan yang tidak
terlibat perkelahian untuk masuk ke dalam blok dan kamar
masing-masing dan dilakukan penguncian serta dilakukan
penghitungan
o Petugas memerintahkan seluruh narapidana dan tahanan
yang terlibat dan telah diamankan untuk duduk di lantai
dan tetap tenang
o Petugas melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi,
pelaku dan korban
o Petugas memindahkan segera korban perkelahian massal
ke Lapas, Rutan atau kantor polisi terdekat apabila
diperlukan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada regu
pengamanan selanjutnya
o Apabila skala perkelahian massal meningkat dan
membahayakan keselamatan jiwa petugas, narapidana dan
tahanan, atau ada upaya melarikan diri secara massal,
maka petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 48
o Kepala Lapas atau Rutan meminta bantuan pengamanan
kepada TNI/Polri dan Pemadam Kebakaran dalam hal
skala perkelahian massal meningkat
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian

d). Penyerangan terhadap petugas


- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan cara komunikasi melalui HT, memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala
kesatuan pengamanan

o Petugas regu yang lain memberikan isyarat tanda bahaya


secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas
o Komandan regu memerintahkan anggota segera
menyiapkan dan memerintahkan penggunaan peralatan
keamanan yang dibutuhkan seperti PHH, gas air mata,
semprotan merica, sesaat setelah terdengar isyarat tanda
bahaya dibunyikan
o Petugas menyelamatkan dan mengamankan petugas yang
menjadi sasaran penyerangan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 49
o Petugas melakukan penggunaan kekuatan untuk
menghentikan penyerangan dan mengamankan pelaku
o Petugas melakukan pembatasan gerak kepada narapidana
dan tahanan berupa penguncian seluruh pintu
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan memerintahkan seluruh
petugas untuk membantu melakukan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban
o Petugas memastikan narapidana dan tahanan yang tidak
terlibat perkelahian untuk masuk ke dalam blok dan kamar
masing-masing dan dilakukan penguncian serta
penghitungan
o Petugas melakukan penggeledahan kamar, blok dan
mengamankan barang bukti
o Melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi, pelaku dan
korban dengan menghormati hak-hak narapidana dan
tahanan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada regu
pengamanan selanjutnya
o Kepala Lapas atau Rutan meminta bantuan pengamanan
kepada TNI/Polri dan Pemadam Kebakaran dalam hal
skala penyerangan meningkat
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 50
e). Percobaan pelarian.
- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan carakomunikasi melalui HT,memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala
kesatuan pengamanan.

o Petugas regu lainnya mengikuti memberikan isyarat tanda


bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk
meningkatkan kewaspadaan kepada seluruh petugas
o Komandan regu segera menyiapkan dan memerintahkan
penggunaan peralatan keamanan yang dibutuhkan seperti
PHH, gas air mata, semprotan merica, sesaat setelah
terdengar isyarat tanda bahaya dibunyikan
o Petugas menyelamatkan dan mengamankan petugas yang
menjadi sasaran penyerangan
o Petugas melakukan penggunaan kekuatan untuk
menghentikan penyerangan dan mengamankan pelaku
o Petugas melakukan pembatasan gerak kepada narapidana
dan tahanan berupa penguncian seluruh pintu
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan memerintahkan seluruh
petugas untuk membantu melakukan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban
o Petugas memastikan narapidana dan tahanan yang tidak
terlibat perkelahian untuk masuk ke dalam blok dan kamar
masing-masing dan dilakukan penguncian serta
penghitungan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 51
o Petugas melakukan penggeledahan kamar, blok dan
mengamankan barang bukti
o Melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi, pelaku dan
korban dengan menghormati hak-hak narapidana dan
tahanan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada regu
pengamanan selanjutnya
o Kepala Lapas atau Rutan meminta bantuan pengamanan
kepada TNI/Polri dan Pemadam Kebakaran dalam hal
skala penyerangan meningkat
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian

f). Pelarian
- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan cara komunikasi melalui HT, memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala
kesatuan pengamanan.

o Petugas regu lainnya ikut memberikan isyarat tanda


bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk
memberitahu mengenai adanya pelarian

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 52
o Komandan regu memerintahkan anggota memastikan
seluruh pintu blok dan kamar hunian dalam keadaan
tertutup dan terkunci serta melakukan penghitungan
penghuni
o Petugas medatangi dan mengamankan lokasi pelarian
beserta alat-alat yang digunakan dalam pelarian
o Petugas melakukan penggeledahan dan pemeriksaan di
lokasi pelarian, kamar dan/atau blok hunian
o Petugas Mengumpulkan informasi terkait lokasi pelarian,
data identitas pelaku pelarian dan tempat-tempat yang
diduga menjadi tempat persembunyian
o Kepala Regu Pengamanan segera berkoordinasi dengan
POLRI/TNI terdekat dan melaporkan kejadian kepada
Kepala Lapas/Rutan
o Kepala Regu Pengamanan melaporkan kejadian kepada
Kepala Lapas atau Kepala Rutan
o Kepala Lpas atau Rutan melakukan koordinasi kepada
Polri/TNI untuk melakukan pencarian dan penangkapan
kembali
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian
o Kepala Lapas atau Rutan membuat surat perintah
Pembentukan Tim Pencarian yang dipimpin oleh Ketua
tim Kepala Pengamanan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 53
o Petugas menyerahkan data informasi terkait lokasi
pelarian, data identitas pelaku pelarian dan tempat-tempat
yang diduga menjadi tempat persembunyian kepada
Polri/TNI
o Petugas melakukan pencarian dan berkoordinasi dengan
kepolisian terdekat atau setempat
o Petugas melakukan pencarian terus menerus selama 3x24
jam
o Pencarian yang dilakukan setelah 3x24 jam diserahkan
kepada Polri
o Apabila pelaku pelarian sudah ditemukan segera
diamankan
o Apabila pada saat ditemukan pelaku melakukan
perlawanan, petugas dapat melakukan penggunaan
kekuatan
o Petugas memastikan tidak terjadinya tindakan kekerasan
selama dalam perjalanan
o Kepala Pengamanan melakukan pemeriksaan dengan
menghormati hak-hak narapidana dan tahanan serta
membuat berita acara pemeriksaan
o Kepala Pengamanan mengamankan dan memasukan
pelaku pelarian ke dalam sel isolasi
o Kepala Pengamanan membuat reka ulang kejadian
pelarian dan menggambarkan denah pelarian
o Kepala Pengamanan membuat dokumentasi dan laporan
terkait pelarian

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 54
o Kepala Pengamanan melaksanakan hukuman sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Lapas atau
Rutan

g). Penindakan pelanggaran tata tertib


- Komandan regu menerima laporan dari anggotanya bahwa
terjadi pelanggaran tatatertib, maka komandan jaga
memerintahkan anggota :

o Petugas memberikan perintah untuk menghentikan


pelanggaran yang sedang dilakukan
o Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan apabila
perintah tidak dipatuhi
o Petugas mengamankan barang bukti dan membuat berita
acara
o Petugas mengamankan pelaku pelanggaran pada sel isolasi
o Petugas melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan
pelaku dengan menghormati hak-hak narapidana dan
tahanan
o Petugas membuat berita acara pemeriksaan dan
melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Lapas dan
Rutan
o Petugas menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Kepala Lapas dan Rutan
o Dalam hal pelanggaran diduga tindak pidana, Kepala
Lapas atau Rutan meneruskan kepada Pihak Polri dengan
menyerahkan barang bukti dan pelaku
o Petugas membuat laporan kronologis kejadian dan
melaporkan kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 55
Kemenkumham dan Direktorat Bina Keamanan dan
Ketertiban Ditjenpas
o Penindakan Percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas menerima laporan adanya narapidana dan tahanan
yang melakukan percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas mendatangi lokasi dan menenangkan narapidana
dan tahanan serta memindahkan narapidana dan tahanan
lainnya ke tempat yang lebih aman
o Petugas mengamankan lokasi dan peralatan yang
digunakan untuk melakukan percobaan bunuh diri atau
bunuh diri
o Petugas memeriksa kondisi awal narapidana dan tahanan
yang melakukan percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas menyelamatkan dan mengamankan pelaku yang
masih hidup
o Petugas melakukan penggunaan kekuatan kekuatan
apabila pelaku melakukan penyerangan
o Petugas menghubungi petugas medis Lapas dan Rutan
o Petugas melaporkan segera kepada Kepala Pengamanan
dan Kepala Lapas atau Rutan
o Petugas melakukan evakuasi pelaku yang masih hidup ke
Poliklinik Lapas dan Rutan
o Petugas menghubungi dan mendampingi Polri untuk
melakukan evakuasi korban apabila telah meninggal
o Petugas mendampingi Polri untuk melakukan investigasi
o Petugas melakukan dokumentasi terhadap korban, lokasi
dan peralatan sebelum Polri tiba di lokasi

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 56
o Petugas melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan
pelaku yang masih hidup
o Petugas membuat berita acara pemeriksaan dan
melaporkan hasil pemeriksaan
o Petugas menyerahkan pelaku dan barang bukti ke pihak
Polri jika diduga terjadi tindak pidana

h). Penindakan percobaan bunuh diri dan bunuh diri


- Komandan regu menerima laporan dari anggotanya bahwa
terjadi percobaan bunuh diri dan bunuh diri, maka komandan
regu memerintahkan anggotanya untuk melakukan

o Petugas menerima laporan adanya narapidana dan tahanan


yang melakukan percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas mendatangi lokasi dan menenangkan narapidana
dan tahanan serta memindahkan narapidana dan tahanan
lainnya ke tempat yang lebih aman
o Petugas mengamankan lokasi dan peralatan yang
digunakan untuk melakukan percobaan bunuh diri atau
bunuh diri
o Petugas memeriksa kondisi awal narapidana dan tahanan
yang melakukan percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas menyelamatkan dan mengamankan pelaku yang
masih hidup
o Petugas melakukan penggunaan kekuatan kekuatan
apabila pelaku melakukan penyerangan
o Petugas menghubungi petugas medis Lapas dan Rutan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 57
o Petugas melaporkan segera kepada Kepala Pengamanan
dan Kepala Lapas atau Rutan
o Petugas melakukan evakuasi pelaku yang masih hidup ke
Poliklinik Lapas dan Rutan
o Petugas menghubungi dan mendampingi Polri untuk
melakukan evakuasi korban apabila telah meninggal
o Petugas mendampingi Polri untuk melakukan investigasi
o Petugas melakukan dokumentasi terhadap korban, lokasi
dan peralatan sebelum Polri tiba di lokasi
o Petugas melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan
pelaku yang masih hidup
o Petugas membuat berita acara pemeriksaan dan
melaporkan hasil pemeriksaan
o Petugas menyerahkan pelaku dan barang bukti ke pihak
Polri jika diduga terjadi tindak pidana

i). Penindakan keracunan masal dan wabah penyakit


- Komandan regu menerima laporan dari anggotanya bahwa
terjadi keracunan massal dan wabah penyakit, maka komandan
regu memerintahkan kepada anggotanya

o Petugas mendatangi lokasi terjaidnya keracunan massal


dan wabah penyakit
o Petugas memisahkan narapidana atau tahanan yang
mengalami keracunan massal dan wabah penyakit dengan
yang sehat
o Petugas Melaporkan segera kepada Kepala Pengamanan
dan Kepala Lapas atau Kepala Rutan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 58
o Petugas menghubungi dan mendatangkan Tim dokter dan
petugas medis
o Petugas menghubungi dan meminta bantuan pengamanan
Polri
o Petugas mengamankan lokasi dan barang bukti yang
diduga menyebabkan keracunan massal dan wabah
penyakit
o Petugas menenangkan narapidana dan tahanan yang tidak
mengalami keracunan massal dan wabah penyakit
o Petugas melakukan investigasi bersama Polri
o Petugas melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perawatan
o Petugas menghitung kembali narapidana dan tahanan
o Petugas membuat berita acara pemeriksaan dan
melaporkan hasil pemeriksaan
o Petugas menyerahkan pelaku dan barang bukti ke pihak
Polri jika diduga terjadi tindak pidana

b. Penindakan dalam keadaan tertentu, seperti :


a). Pemberontakan
- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan cara komunikasi melalui HT, memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 59
kesatuan pengamanan kemudian komandan regu
memerintahkan :

o Petugas mengunci pintu utama, pintu blok dan pintu


terdekat terjadinya pemberontakan
o Melaporkan segera kepada Kepala Pengamanan dan
Kepala Lapas atau Kepala Rutan
o Petugas membuat dokumentasi
o Kepala Pengamanan dan Kepala Regu Pengamanan
memerintahkan seluruh petugas untuk ke tempat
berkumpul yang lebih aman
o Kepala Regu Pengamanan meminta bantuan pengamanan
Tim Tanggap Darurat dan bantuan keamanan lainnya
seperti Polri/TNI dan pemadam kebakaran
o Kepala Pengamanan dan Kepala Regu Pengamanan
memastikan seluruh petugas menggunakan peralatan
keselamatan diri
o Kepala Pengamanan dan Kepala Regu Pengamanan
membuat rencana penindakan pemberontakan yang
meliputi: penggunaan peralatan pengamanan, perkiraan
jumlah yang terlibat pemberontakan, waktu
pemberontakan, kesiapan pasukan utama dan cadangan,
lokasi pemberontakan, rencana penggunaan kekuatan dan
perkiraan jumlah korban
o Petugas menghentikan pemberontakan dengan
menggunakan prosedur penggunaan kekuatan yang sesuai
dengan situasi gangguan yang terjadi

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 60
o Petugas mengusai lokasi pemberontakan dengan
memerintahkan narapidana dan tahanan untuk masuk ke
dalam Blok dan kamar masing-masing dan melakukan
penguncian
o Petugas melakukan penghitungan narapidana dan tahanan
o Petugas mengevakuasi narapidana dan tahanan yang
menjadi korban
o Petugas melakukan penggeledahan badan, kamar dan blok
hunian
o Petugas mengamankan dan memeriksa narapidana dan
tahanan yang menjadi otak pelaku dan terlibat dalam
pemberontakan, serta mengamankan alat bukti
o Petugas melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala
Lapas atau Kepala Rutan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan
kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham
dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Kepala Lapas atau Rutan membuat Laporan Kronologis
Kejadian (LKK);

b). Kebakaran
- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan cara komunikasi melalui HT, memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 61
kesatuan pengamanan kemudian komandan regu
memerintahkan :

o Petugas mematikan aliran listrik dan menghidupkan alat


penerangan darurat
o Kepala Regu Pengamanan memastikan petugas
menggunakan peralatan pemadam kebakaran dan
melakukan evakuasi sesuai dengan rencana evakuasi yang
telah dibuat
o Petugas mendatangi lokasi untuk memadamkan api dengan
menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
o Petugas mengeluarkan dan mengamankan narapidana dan
tahanan dari tempat kebakaran ke tempat yang aman di
dalam Lapas dan Rutan
o Petugas meningkatkan kesiagaan disetiap pos penjagaan,
untuk mencegah terjadinya kepanikan atau gangguan
keamanan lainnya dan meningkatkan pengamanan pintu
utama
o Kepala Regu Pengamanan segera melaporkan dan
berkoordinasi dengan Tim Tanggap Darurat, Petugas
Pemadam Kebakaran dan POLRI terdekat untuk meminta
bantuan serta melaporkan kejadian kepada Kepala Lapas
atau Rutan
o Petugas membuat dokumentasi terkait kejadian kebakaran
o Petugas memberikan himbauan agar narapidana dan
tahanan untuk tetap duduk, tenang, mengikuti aturan dan
tidak melakukan upaya melarikan diri

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 62
o Petugas melakukan penghitungan jumlah petugas,
narapidana dan tahanan
o Petugas mengidentifikasi, mengawal dan mengarahkan
petugas pemadam kebakaran dalam melakukan tugas-
tugas pemadaman dan mencatat peralatan yang dibawa
o Petugas mengamankan dokumen penting, buku-buku
register, gardu listrik beserta jaringannya, gudang
persediaan makanan, gudang barang, kendaraan, senjata
dan amunisi dan aset negara lainnya
o Petugas melakukan evakuasi korban kebakaran
o Petugas menetapkan situasi keadaan darurat kebakaran
apabila skala kebakaran meningkat
o Jika skala kebakaran meningkat, petugas pengamanan
bersama-sama dengan aparat keamanan POLRI/TNI dapat
memindahkan narapidana dan tahanan ke Lapas atau Rutan
terdekat ataupun dititipkan di ruang tahanan POLRI
terdekat
o Dalam skala kebakaran yang merusak seluruh fasilitas
pelayanan Lapas atau Rutan, Kepala Lapas atau Rutan
membentuk posko darurat yang terdiri dari: dapur umum,
layanan kesehatan, MCK umum, pusat komunikasi dan
lain-lain, untuk kepentingan pemulihan
o Petugas mengamankan tempat kejadian kebakaran
o Memastikan peralatan pemadam kebakaran tidak ada yang
tertinggal

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 63
o Petugas melakukan investigasi terhadap kejadian
kebakaran bersama-sama dengan Polri dan dinas Pemadam
kebakaran
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan
kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham
dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Petugas membuat laporan terkait kebakaran

c). Bencana alam


- Komandan jaga memberikan isyarat tanda bahaya secara
berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan kewaspadaan
kepada seluruh petugas, Narapidana dan Tahanan mengalami
bencana dan memerintahkan :

o Petugas membuka dan mengeluarkan narapidana dan


tahanan dari dalam kamar ke tempat yang lebih aman atau
terbuka
o Petugas mengamankan narapidana dan tahanan serta
melakukan penghitungan
o Petugas memberikan laporan kepada Kepala Pengamanan
dan Kepala Lapas dan Rutan
o Petugas memberikan himbauan agar narapidana dan
tahanan untuk tetap duduk, tenang, mengikuti aturan dan
tidak melakukan upaya melarikan diri
o Kepala Lapas atau Rutan menetapkan keadaan darurat
apabila skala bencana alam meningkat

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 64
o Kepala Lapas atau Rutan mengarahkan seluruh petugas
untuk membantu melakukan evakuasi sesuai dengan
rencana evakuasi yang telah dibuat
o Petugas meningkatkan kesiagaan disetiap pos penjagaan
untuk mencegah terjadinya kepanikan atau gangguan
keamanan lainnya dan meningkatkan pengamanan pintu
utama
o Petugas memindahkan narapidana dan tahanan ke dalam
Lapas dan Rutan terdekat atau lokasi yang lebih tinggi
dalam hal terjadi banjir, tsunami dan dampak gunung
meletus
o Petugas meminta bantuan dari Polri dan (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) BNPB
o Petugas mengamankan dokumen penting, buku-buku
register, gardu listrik beserta jaringannya, gudang
persediaan makanan, gudang barang, kendaraan, senjata
dan amunisi dan aset negara lainnya
o Dalam skala bencana alam merusak seluruh fasilitas
pelayanan Lapas atau Rutan, Kepala Lapas atau Rutan
membentuk posko darurat yang terdiri dari: dapur umum,
layanan kesehatan, MCK umum, pusat komunikasi dan
lain-lain, untuk kepentingan pemulihan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan
kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham
dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Petugas memeriksa sarana dan prasarana Lapas dan Rutan
apabila bencana telah selesai

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 65
d). Penyerangan dari luar
- Komandan jaga memberikan isyarat tanda bahaya secara berturut-
turut dan berantai untuk meningkatkan kewaspadaan kepada
seluruh petugas bahwa ada penyerangan dari luar, maka komandan
regu memerintahkan :

o Petugas memerintahkan kesegiaan disetiap pos penjagaan


o Petugas memberikan tembakan peringatan dari pos atas apabila
terjadi penyerangan selain dari pintu utama
o Petugas meminta bantuan pengamanan segera ke Polri/TNI
setempat
o Petugas Memastikan Pintu Pengamanan Utama (P2U) dan
pintu masuk lainnya tidak dibuka sampai dengan bantuan
pengamanan datang
o Petugas memerintahkan narapidana dan tahanan untuk masuk
ke dalam blok dan kamar serta memaastikan semua pintu
tertutup dan terkunci
o Petugas melaporkan kepala pengamanan, kepada Kepala Lapas
atau Rutan
o Apabila pihak dari luar melakukan penyerangan, petugas dapat
melakukan penggunaan kekuatan
o Petugas melakukan evakuasi dalam hal penyerangan
menimbulkan korban jiwa
o Petugas melakukan penghitungan narapidana dan tahanan serta
melakukan penggeledahan badan, kamar dan lingkungan
bersama Polri/TNI
o Petugas mengamankan barang bukti dan lokasi kejadian
o Petugas membuat dokumentasi

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 66
o Petugas melakukan investigasi bersama dengan pohak
Polri/TNI
o Kepala Lapas atau Rutan membuat laporan atensi kronologis
singkat kejadian dan seketika melaporkan kepada Divisi
Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat Bina
Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Petugas membuat laporan kejadian penyerangan dari luar
setelah situasi aman

D. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara strategi
pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban cobalah
latihan di bawah ini.

1. Apa yang saudara fahami strategi pencegahan dan penindakan


gangguan keamanan dan ketertiban?
2. Jelaskan strategi pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban yang
dilakukan komandan regu!
3. Hal apa yang pertama dilakukan oleh komandan regu apabila terjadi
gangguan keamanan dan ketertiban? Jelaskan!

E. Rangkuman
Komandan regu harus mengerti prosedur tetap, strategi dan tehnik
pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam
upaya mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan
tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 67
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Bahwa dalam rangka menciptakan suasana di Lapas Rutan dengan


situasi dan kondisi yang aman dan tertib maka Petugas Pengamanan perlu
mengetahui protap, Strategi dan Taknik pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban dengan cara melakukan tugas pokok
dan fungsi keamanan dan ketertiban di seluruh jajaran pemasyarakatan.
Pelaksanaan tugas Pengamanan Lapas dan Rutan, yang mengutamakan
kepentingan pelayanan masyarakat dan pemeliharaan keamanan dan
ketertiban Lembaga Pemasyarakatan maka komandan regu harus
memahami hal hal sebagai berikut :
a. Standar pelaksanaan penjagaan
b. Strategi pencegahan gangguan keamanan
c. Penanganan gangguan keamanan
Dengan bermodal dari hal tersebut diatas, maka petugas pengamanan
dalam melaksakanan tugasnya dapat mengurangi tingkat kesalahan dan
kelalaian dalam melaksanakan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 68
DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN

Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI NO 33 tahun 2015 tentang


Pengamanan pada Lembaga pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara

Keputusan direktur Jenderal Peamsyarakatan Kementerian Hukum dan HAM


RI nomor : PAS-416.PK.01.04.01 Than 2015 tentang Standar Pencegahan
Gangguan Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan

Keputusan direktur Jenderal Peamsyarakatan Kementerian Hukum dan HAM


RI nomor : PAS-459.PK.01.04.01 Than 2015 tentang Standar Penindakan
Gangguan Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 69
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
PETUGAS PINTU UTAMA PADA
LAPAS DAN RUTAN

MODUL
PROSEDUR TETAP (PROTAP), TEKNIK
DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN
PENINDAKAN GANGGUAN KEAMANAN
KETERTIBAN DI LAPAS DAN RUTAN

Penulis:
Farhan Hidayat Bc.IP.,S.Sos., M.Si
Donny Setiawan, A.Md.IP., SH.,MM

Editor
Haidan S.Pd.,M.Ag

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
2017
DAFTAR ISI

Sambutan ………..………………………………………………………… 3
Kata Pengantar …………………………………………………………… 4
Daftar Isi ………………………………………………………………….... 5

BAB I PENDAHULUAN ..……..……………………………………….. 6


A. Latar Belakang…………………………………………….. 6
B. Deskripsi Singkat ..………………………………………… 6
C. Manfaat Modul……………………………………………. 6
D. Tujuan Pembelajaran ........................................................... 7
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .................................. 7
F Petunjuk Belajar…………………………………………… 8
BAB II PROSEDUR TETAP PETUGAS PINTU UTAMA ……………… 9
A. Keamanan dan Ketertiban…….. ………………………….. 9
B. Pengertian …………………………………………………. 9
C. Pelaksanaan Tugas P2U…..………………………………. 10
D. Latihan…….………………………………………………. 10
E. Rangkuman………………………………………………… 11
BAB III STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN
GANGGUAN KEMANAN DAN KETERTIBAN………………. 12
A. Pengertian…………..……………………………………… 12
B. Strategi pencegahan gangguan keamanan
dan ketertiban……………………………………………… 12
C. Penindakan gangguan keamanan dan ketertiban 13
C. Latihan……………………………………………………. 13
D. Rangkuman..………………………………………………. 13
BAB IV TEKNIK DAN TATA CARA PENCEGAHAN DAN
PENINDAKAN GANGGUAN KEAMANAN DAN
KETERTIBAN…………………………………………………… 14
D. P Buka tutup pintu…………………………………………….
A. 14
B. Standar Pelaksanaan penggeledahan…………………….. 14
C. Penindakan………………………………………………… 23
C. Latihan…………….………………………………………. 24
D. Rangkuman………………………………………………... 24
BAB VI PENUTUP ……………………………………………………….. 25
Kesimpulan ………………………………………………………. 25
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….. 26

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 5


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem keamanan di Lapas, Rutan dan Cabang Rutan pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan
yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan dengan terencana,
terarah dan sistematis sehingga dapat menjamin terselenggaranya kegiatan
perawatan tahanan dan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam
rangka pencapaian tujuan pemasyarakatan.
Untuk menjamin tercapainya tujuan Pemasyarakatan dibutuhkan
situasi dan kondisi yang aman dan tertib dengan melalukan langkah
langkah pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
dengan cara melakukan tugas pokok dan fungsi keamanan dan ketertiban
di seluruh jajaran pemasyarakatan.

B. Deskripsi Singkat
Prosedur Tetap, tehnik pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban yang diterapkan dimaksudkan untuk memandu
peserta melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya pencegahan
dan penindakan gangguan keamanan, terutama tehnik dan tata cara
pelaksanaan pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban yang dijelaskan.

C. Manfaat Modul
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 6


1. Peserta diklat dapat lebih memahami Prosedur Tetap, tehnik dan
strategi pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban
2. Peserta diklat dapat mengetahui strategi cara melakukan pencegahan
dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
3. Peserta diklat dapat menerapkan strategi tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari mata Diklat Prosedur Tetap, strategi dan tehnik
pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
diLapas/Rutan, peserta Diklat diharapkan mampu menjalankan
Prosedur Tetap dan menerapkanstrategi serta teknikpencegahan dan
penidakan sebagai Petugas Pintu Utama (P2U) untuk mengurangi
tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari Mata Diklat Prosedur Tetap, strategi dan tehnik
pencegahan serta penindakan gangguan keamanan dan ketertiban di
Lapas Rutan ini, peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan prosedur tetap sebagai Petugas Pintu Utama


2. Menerapkan strategi pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban sebgai petugas pintu utama
3. Menerapkan tehnik dan tatacara pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban sebagai petugas pintu utama

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 7


4. Menerapkan prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dilapas rutan
dalam tugas sehari hari

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Prosedur tetap Petugas Pintu Utama
1.1.Keamanan dan Ketertiban
1.2.Pengertian
1.3.Pelaksanaan Tugas P2U
1.4.Latihan
1.5.Rangkuman
2. Strategi pencegahan dan Penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban
2.1.Pengertian
2.2.Strategi pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban
2.3.Penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
2.4.Latihan
2.5.Rangkuman
3. Tehnik dan tata acara pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban
3.1.Buka tutup pintu
3.2.Pelaksanaan penggeledahan
3.3.Penindakan
3.4.Latihan
3.5.Rangkuman

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 8


F. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
Diklat“Prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan” dapat berjalan lebih
lancar, dan indikator hasil belajartercapai secara baik, Anda kami sarankan
mengikuti langkah-langkah sebagaiberikut:
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau
tujuanpembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena
indikator belajarmemberikan tujuan dan arah. Indikator belajar
menetapkan apa yang harus anda capai.
2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan
sampaidengan Bab IV.
3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiaptugas pada
akhirbab.
4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata Diklat ini tergantung
padakesungguhan Anda. Belajarlah secara mandiri atau berkelompok
secara seksama. Untuk belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau
berkelompok dengan yang lain untuk mempraktikkan strategi dan
tehnik pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
yang baik dan benar.
5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti
yangtertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan
segan-seganbertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi
dalam hal Prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 9


Baiklah, selamat belajar!, semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan
danketerampilan yang diuraikan dalam mata Diklat ini, sebagai upaya
untuk meningkatkan kompetensi anda dalam melaksanakan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 10


BAB II
PROSEDUR TETAP
PETUGAS PINTU UTAMA (PROTAP P2U)
Setelah membaca bab ini, peserta diklat diharapkan dapat
1. menjelaskan mengenai Keamanan dan ketertiban
2. mengetahui Prosedur Tetap/Standar Operasional Prosedur tugas
P2U
3. mengetahui pelaksanaan tugas P2U

A. Keamanan dan Ketertiban

Keamanan dan ketertiban pada unit pelaksana teknis


pemasyarakatan merupakan syarat utama mendukung terwujudnya
pembinaan Narapidana, perawatan Tahanan,
Pengelolaan Benda Sitaan dan Rampasan Negara.
Pemeliharaan keamanan dan ketertiban pada Unit
Pelaksana Teknis Pemasyarakatan
melalui penyelenggara fungsi kesatuann pengamanan
meliputi penyelenggaraan Keamanan dan ketertiban WBP, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
dengan menjujung tinggi hak asasi manusia.

B. Pengertian
1. Prosedur /Standar Operasional Prosedur

Prosedur adalah serangkaian aksi yang spesifik, tindakan atau


operasi yang harus dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang baku
(sama) agar selalu memperoleh hasil yang sama dari keadaan yang
sama.Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 11


berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara
kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling
efektif dari para pekerja dengan biaya yang serendah-
rendahnya. SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan
dibuat atau direvisi, metode penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh
bagan flowchart di bagian akhir (Laksmi, 2008:52).

2. Pelaksanaan tugas Petugas Pintu Utama (P2U)


Petugas pintu utama adalah seorang petugas pengamanan yang bertugas di
bagian utama pintu yang melakukan pelayanan kepada masyarakat dan
pemeriksaan keluar masuk orang dan barang.
Petugas pintu utama (P2U) mempunyai tugas pokok mengamankan pintu
utama di Lapas/Rutan. Dalam menjalankan tugas pokok tersebut
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mencegah dan mengamankan pintu utama dari masuk ataupun
keluarnya orang dan barang secara tidak sah
b. Memeriksa dan menggeledah setiap orang tanpa terkecuali termasuk
pejabat, petugas, pengunjung dan pihak pihak lain.
c. Memeriksa dan menggeledah setiap barang dan kendaraan yang masuk
atau keluar Lapas dan Rutan
d. Menerima dan mengeluarkan penghuni berdasarkan surat-surat yang
sah, memeriksa secara cemat indentitas dan mencatat kedalam buku
laporan tugas pintu utama
e. Meneliti dan memeriksa secara cermat identitas tamu, menanyakan
keperluannya serta mencata kedalam buku tamu.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 12


f. Mengamankan senjata api, alat alat keamanan dan barang inventaris
lainnya dalam lingkungan pintu utama serta menggunakannya sesuai
dengan ketetntuan yang berlaku.

C. Pelaksanaan Tugas Petugas Pintu Utama (P2U)


Dalam tugasnya, petugas pintu utama harus melaksanakan beberapa
aturan dasar sebagai berikut:

a. Di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kesatuan


pengamanan Lapas dan Rutan.
b. Dalam menjalankan tugasnnya diatur secara bergilir sesuai jadwal oleh
Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas dan Rutan dengan serah terima
antara petugas pintu utama
c. Dalam menjalankan tugasnya petugas pintu utama memakai seragam
pakaian dinas lapangan (PDL) dengan koel reem warna putih dan
badge khusus P2U pada lengan kiri dan pin didada sebelah kanan.

D. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai dasar
pembentukan petugas pintu utama, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara fahami tentang Petugas Pintu Utama itu sendiri?
2. Jelaskan tugas pokok dan fungsi petugas pintu utama!
3. Dalam menjalankan tugas, terdapat aturan dasar petugas pintu utama?
Jelaskan!

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 13


E. Rangkuman
Perlu adanya pemahaman bahwa petugas pintu utama sangat
mempunyai peranan penting dalam pengamanan Lapas dan Rutan, karena
tugas pokoknya adalah mengamankan pintu utama baik dalam pengamanan
dari luar dan dalam

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 14


BAB III
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN
GANGGUAN KEAMANAN KETERTIBAN

Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat :


1. menjelaskan pengertian strategi pencegahan dan penindakan
2. menerapkan strategi pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan ketertiban
3. Melakukan tindakan gangguan keamanan dan ketertiban

A. Pengertian
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas
dalam kurun waktu tertentu. Pencegahanan adaah mengambil suatu
tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian. Penindakan
adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menyelamatkan, melindungi dan memulihkan keadaan. Gangguan
keamanan dan ketertiban adalah situasi kondisi yang menimbulkan
keresahan, ketidaknyamanan, ketidaktertiban kehidupan dan kelesamatan
jiwa dari luar maupun dari dalam.

B. Strategi Pencegahan Gangguan Keamanan Dan


Ketetrtiban
Petugas pintu utama dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan
beberapa standar untuk melakukan pencegahan gangguan keamanan dan
ketertiban di lapas dan Rutan sebagai berikut :
a. Pintu utama selalu dalam keadaan terkunci

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 15


b. Petugas pintu utama sebelumnya dan pengganti melakukan serah
terima inventaris, tugas dan tanggung jawab penjagan pintu utama dan
menyampaikan informasi penting serta menandatangani berita acara
serah terima.
c. Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk dan keluar ke
lapas dan rutan kemudian melakukan penggledahan serta memeriksa
secara cermat identitasnya
d. Petugas melakukan penggeledahan secara cermat dan teliti barang
yang masuk dan keluar di Lapas dan rutan
e. Petugas memeberikan laporan secara berkala kepada Karupam tentang
situasi dan kondisi di Pintu Utama dan membuat laporan secara tertulis
di buku laporan.
C. Penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
Petugas pintu utama selain melakukan pencegahan terjadinya
gangguan keamanan dan ketertiban juga harus melakukan penindakan.
Adapun hal yang dilakukan petugas pintu utama dalam melakukan
penindakan sebagai berikut :
a. Pintu Utama dalam keadaan terkunci
b. Petugas melarang orang, barang dan kendaraan yang tidak
diperkanankan masuk kedalam Lapas dan Rutan
c. Petugas mengamankan orang, barang dan kendaraan yang diduga
dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban
d. Menggunakan kekuatan tambahan dalam rangka memulihkan keadaan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 16


D. Latihan

Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara strategi


pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban cobalah
latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara fahami strategi pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban?
2. Jelaskan strategi pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban yang
dilakukan petugas pintu utama!
3. Apa saja penindakan yang dilakukan oleh petugas pintu utama ?
Jelaskan!

E. Rangkuman
Petugas pintu Utama harus mengerti strategi pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam upaya mengurangi
tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 17


BAB IV
TEHNIK DAN TATA CARA
PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN GANGGUAN
KEAMANAN DAN KETERTIBAN
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat :
1. Mengetahui tatacara buka tutup pintu utama
2. Mengetahui pelaksanakan penggeledahan
3. Melakukan pencegahan dan penindakan gangguan keamanan
ketertiban

A. Tatacara Buka Tutup Pintu


1. Petugas mendengarkan terlebih dahulu ketukan atau suara dari bilik
pintu
2. Petugas melihat dari lubang pintu orang yang mengetuk dan akan
masuk kedalam lapas dan rutan
3. Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk kedalam lapas
dan rutan
4. Petugas membuka pintu untuk mempersilahkan orang masuk dan
kemudian langsung menutup dan mengunci pintu
5. Apabila orang yang akan masuk terjadi antrian panjang maka petugas
mempersilahkan masuk secara bertahap.

B. Standar Pelaksanaan Penggeledahan


1. Penjelasan Umum
a. Petugas melakukan penggeledahan terhadap setiap orang, barang,
kendaraan dan area-area di dalam Lapas dan Rutan;
b. Penggeledahan orang meliputi: Penggeledahan Pengunjung,
Penggeledahan Petugas, Penggeledahan Narapidana atau Tahanan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 18


dengan Pakaian, Penggeledahan Narapidana atau Tahanan Tanpa
Pakaian,
c. Penggeledahan terhadap orang dilakukan dengan teliti dengan
mengedepankan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan;
d. Penggeledahan pengunjung, petugas, narapidana dan tahanan
perempuan dilakukan oleh petugas perempuan.
e. Penggeledahan selain dilakukan oleh Regu Pengamanan Lapas
dan Rutan, juga dapat dilakukan Satuan Keamanan dan Ketertiban
(Satgas Kamtib) dari Kantor Wilayah dan/atau Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan.
2. Uraian Pelaksanaan Penggeledahan
a.Langkah-langkah penggeledahan terhadap pengunjung adalah
sebagai berikut:

1) Petugas meminta pengunjung untuk mengeluarkan semua


barangbarang, melepaskan penutup kepala, topi, jaket, tas,
dompet, alas kaki dan/atau kaos kaki yang dibawanya untuk
diperlihatkan dan diletakan di atas meja;
2) Petugas mempersilahkan pengunjung untuk memasuki x-ray
sensor untuk memastikan tidak adanya barang-barang
terlarang yang masih melekat pada tubuh pengunjung;
3) Petugas mempersilahkan pengunjung untuk berdiri berputar
membelakangi petugas dengan posisi kaki dibuka selebar
bahu dan merentangkan tangan lurus ke samping dengan
telapak tangan menghadap ke belakang, ibu jari menghadap
ke bawah, dan jari-jari diregangkan sehingga dapat melihat
sela di antara jari;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 19


4) Petugas memberitahu kepada pengunjung bahwa
penggeledahan akan dimulai;
5) Petugas berdiri dengan posisi kuda-kuda, kaki yang lebih
dominan berada di belakang dan kaki satunya lagi berada di
antara kedua kaki pengunjung;
6) Petugas memeriksa bagian ketiak tangan kanan dan
memeriksa ujung ketiak kanan hingga telapak tangan kanan.
Begitupun pemeriksaan pada ketiak tangan kiri hingga
telapak tangan Penggeledah kiri;
7) Petugas memeriksa dada depan dengan menggunakan kedua
telapak tangan dari leher hingga batas pinggang dan naik ke
samping dada kanan dan kiri hingga naik ke bagian ketiak;
8) Petugas memeriksa bagian pinggang hingga pangkal paha
bagian depan dilanjutkan ke paha kanan hingga telapak kaki
kanan dan kemudian dilanjutkan pada pangkal paha kiri
hingga paha dan telapak kaki kiri;
9) Petugas kemudian memeriksa bagian punggung belakang dari
leher hingga ke pinggang dan naik kembali ke bagian leher;
10) Petugas kemudian mempersilahkan pengunjung untuk
berbalik badan berdiri menghadap petugas;
11) Petugas meminta petugas membuka mulut dan memeriksa
rongga mulut bagian atas, bawah lidah, rongga mulut, gigi,
rongga hidung, rongga telinga, dan mata dengan dibantu
senter jika diperlukan;
12) Petugas memeriksa rambut bagian kanan depan hingga
belakang dan kiri depan hingga belakang;
13) Petugas memeriksa kerah baju, lengan baju, jahitan baju, saku
dan lipatan-lipatan baju;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 20


14) Jika pengunjung perempuan maka dilakukan pemeriksaan
pada: lilitan kain di pinggang (stagen) atau aksesoris lainnya,
membuka cadar dan pakaian dalam, pembalut dan
menggantinya dengan yang baru;
15) Jika pengunjung membawa balita, maka dilakukan
pemeriksaan secara seksama pada: pakaian, peralatan dan
aksesoris yang digunakan dan melakukan penggantian popok;
16) Jika ditemukan barang, Petugas langsung memisahkan
barangbarang yang dilarang dengan mengamankan atau
menitipkan di tempat yang telah disediakan;
17) Petugas mengizinkan pengunjung untuk meninggalkan
tempat penggeledahan setelah dilakukan seluruh tahapan
penggeledahan.

b. Langkah-langkah penggeledahan terhadap petugas adalah


sebagai berikut:
1) Petugas meminta petugas untuk mengeluarkan semua barang-
barang yang dibawanya, penutup kepala atau topi, jaket,
sepatu, jam tangan, dompet, dan tas yang tidak memiliki
hubungan dengan pelaksanaan tugas, untuk diperlihatkan dan
diletakan di atas meja atau tempat yang disediakan lainnya;
2) Petugas mempersilahkan petugas untuk memasuki x-ray
sensor untuk memastikan tidak adanya barang-barang
terlarang yang masih melekat pada tubuh pengunjung;
3) Petugas meminta petugas untuk berdiri berputar
membelakangi dengan posisi kaki dibuka selebar bahu dan
merentangkan tangan lurus ke samping dengan telapak tangan
menghadap ke belakang, ibu jari menghadap ke bawah, dan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 21


jari-jari diregangkan sehingga dapat melihat sela di antara
jari;
4) Petugas memberitahu bahwa penggeledahan akan dimulai;
5) Petugas berdiri dengan posisi kuda-kuda, kaki yang lebih
dominan berada di belakang dan kaki satunya lagi berada di
antara kedua kaki pengunjung;
6) Petugas memeriksa bagian ketiak tangan kanan dan
memeriksa ujung ketiak kanan hingga telapak tangan kanan.
Begitupun pemeriksaan pada ketiak tangan kiri hingga
telapak tangan Penggeledah kiri;
7) Petugas memeriksa dada depan dengan menggunakan kedua
telapak tangan dari leher hingga batas pinggang dan naik ke
samping dada kanan dan kiri hingga naik ke bagian ketiak;
8) Petugas memeriksa bagian pinggang hingga pangkal paha
bagian depan dilanjutkan ke paha kanan hingga telapak kaki
kanan dan kemudian dilanjutkan pada pangkal paha kiri
hingga paha dan telapak kaki kiri;
9) Petugas kemudian memeriksa bagian punggung belakang dari
leher hingga ke pinggang dan naik kembali ke bagian leher;
10) Petugas kemudian mempersilahkan petugas untuk berbalik
badan berdiri menghadap petugas;
11) Petugas meminta petugas membuka mulut dan memeriksa
rongga mulut bagian atas, bawah lidah, rongga mulut, gigi,
rongga hidung, rongga telinga, dan mata dengan dibantu
senter jika diperlukan;
12) Jika ditemukan barang, Petugas langsung memisahkan
barangbarang yang dilarang dengan mengamankan atau
menitipkan di tempat yang telah disediakan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 22


13) Petugas mengizinkan petugas untuk
meninggalkan tempat penggeledahan setelah
dilakukan seluruh tahapan penggeledahan;

c. Langkah-langkah penggeledahan terhadap badan narapidana


atau tahanan dengan pakaian adalah sebagai berikut:
1) Petugas meminta narapidana atau tahanan untuk
mengeluarkan semua barang-barang yang dibawanya,
penutup kepala atau topi, jaket, sepatu, jam tangan, dompet,
untuk diperlihatkan dan diletakan di atas meja;
2) Petugas mempersilahkan narapidana atau tahanan untuk
memasuki x-ray sensor untuk memastikan tidak adanya
barang-barang terlarang yang masih melekat pada tubuh
narapidana atau tahanan;
3) Petugas membuat jarak yang ideal berhadapan dengan
narapidana atau tahanan untuk dilakukan penggeledahan;
4) Apabila ditemukan barang yang terjatuh, petugas
memerintahkan narapidana atau tahanan untuk mundur,
kemudian petugas mengambil dan memeriksa barang tersebut
untuk diamankan;
5) Dalam memeriksa alas kaki yang memiliki lapisan petugas
memastikan lapisan tersebut menempel secara permanen ke
alas kaki tersebut. Jika tidak, Petugas mengangkat lapisan alas
kaki untuk melihat apakah ada barang yang disembunyikan;
6) Petugas meminta petugas untuk berdiri berputar
membelakangi dengan posisi kaki dibuka selebar bahu dan
merentangkan tangan lurus ke samping dengan telapak tangan
menghadap ke belakang, ibu jari menghadap ke bawah, dan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 23


jari-jari diregangkan sehingga dapat melihat sela di antara
jari;
7) Petugas memberitahu bahwa penggeledahan akan dimulai;
8) Petugas berdiri dengan posisi kuda-kuda, kaki yang lebih
dominan berada di belakang dan kaki satunya lagi berada di
antara kedua kaki pengunjung;
9) Petugas memeriksa bagian ketiak tangan kanan dan
memeriksa ujung ketiak kanan hingga telapak tangan kanan.
Begitupun pemeriksaan pada ketiak tangan kiri hingga
telapak tangan Penggeledah kiri;
10) Petugas memeriksa dada depan dengan menggunakan kedua
telapak tangan dari leher hingga batas pinggang dan naik ke
samping dada kanan dan kiri hingga naik ke bagian ketiak;
11) Petugas memeriksa bagian pinggang hingga pangkal paha
bagian depan dilanjutkan ke paha kanan hingga telapak kaki
kanan dan
kemudian dilanjutkan pada pangkal paha kiri hingga paha dan
telapak kaki kiri;

12) Petugas kemudian memeriksa bagian punggung belakang dari


leher hingga ke pinggang dan naik kembali ke bagian leher;
13) Petugas menempatkan kedua telapak tangan di bawah lengan
narapidana atau tahanan dan menelusuri bagian samping
tulang rusuk;
14) Petugas kemudian mempersilahkan narapidana atau tahanan
untuk berbalik badan berdiri menghadap petugas;
15) Petugas meminta narapidana atau tahanan membuka mulut
dan memeriksa rongga mulut bagian atas, bawah lidah,

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 24


rongga mulut, gigi, rongga hidung, rongga telinga, dan mata
dengan dibantu senter jika diperlukan;
16) Jika ditemukan barang, Petugas langsung memisahkan
barangbarang yang dilarang dengan mengamankan,
menitipkan, atau mengembalikan kepada keluarga;
17) Petugas mengizinkan narapidana atau tahanan untuk
meninggalkan tempat penggeledahan setelah dilakukan
seluruh tahapan penggeledahan.

d. Langkah-langkah penggeledahan badan narapidana dan


tahanan tanpa pakaian adalah sebagai berikut :
1) Petugas yang melakukan penggeledahan tanpa pakaian hanya
boleh menyentuh pakaian narapidana atau tahanan;
2) Narapidana atau tahanan berganti posisi untuk
memperlihatkan seluruh anggota tubuh kepada Petugas yang
melakukan penggeledahan untuk secara visual menunjukkan
tidak ada benda terlarang pada bagian tubuh narapidana atau
tahanan;
3) Penggeledahan tanpa pakaian akan dilakukan di daerah yang
tertutup untuk menjaga harga diri narapidana atau tahanan
yang digeledah;
4) Petugas memerintahkan narapidana atau tahanan melepaskan
pakaian satu per satu;
5) Petugas memerintahkan narapidana atau tahanan untuk
memberikan pakaiannya satu per satu kepada Petugas yang
menggeledah;
6) Petugas menggeledah pakaian secara menyeluruh dan
memastikan tidak ada benda terlarang yang disembunyikan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 25


pada jahitan baju. Petugas menggeledah pakaian saat
diterima, lalu menyisihkan pakaian tersebut setelah
digeledah;
7) Jika narapidana atau tahanan tidak menghadap ke arah
Petugas, maka Petugas meminta untuk menghadap ke
arahnya lalu memerintahkan untuk meluruskan tangannya ke
depan dengan telapak tangan menghadap ke atas untuk
meregangkan jari-jarinya;
8) Saat Petugas sudah memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang
disembunyikan di antara jari-jari narapidana atau tahanan,
Petugas memerintahkan narapidana atau untuk menyisir
rambutnya dengan tangan;
9) Petugas meminta narapidana atau tahanan untuk
memiringkan kepala ke samping dan menarik bagian atas
telinga yang menghadap Petugas sehingga Petugas dapat
melihat jika ada yang disembunyikan di balik daun
telinganya. Petugas meminta narapidana untuk memiringkan
kepala ke sisi lainnya agar telinga yang satunya juga dapat
diperiksa;
10) Petugas meminta narapidana untuk membuka mulut dan
menggerakkan lidahnya guna melihat apakah ada sesuatu
yang disembunyikan di bawahnya. Dengan menggunakan
jari, narapidana atau tahanan perlu menggulung bibirnya
untuk memperlihatkan bahwa tidak ada yang tersembunyi di
antara bibir dan gigi, baik di bagian bawah maupun di bagian
atas mulut;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 26


11) Jika narapidana atau tahanan memakai gigi palsu, Petugas
meminta narapidana untuk melepasnya agar Petugas dapat
melakukan pemeriksaan menyeluruh di dalam mulut;
12) Narapidana atau tahanan selanjutnya perlu mengangkat kedua
tangannya ke atas kepala. Petugas memeriksa bagian tubuh
dan ketiak narapidana atau tahanan serta memeriksa jika ada
bekas luka atau kecelakaan;
13) Petugas meminta narapidana atau tahanan untuk secara
bergantian mengangkat satu kaki untuk memeriksa bagian
telapak kaki. Jika diperlukan, Petugas meminta narapidana
atau tahanan menggunakan satu tangannya agar seimbang;
14) Selanjutnya, Petugas meminta narapidana atau tahanan untuk
menunduk dari bagian pinggang dan menggunakan kedua
tangannya untuk membuka bokongnya, agar Petugas dapat
melihat apakah ada yang disembunyikan di antara lipatan
bokong atau yang terlihat di anus narapidana;
15) Petugas memerintahkan narapidana atau tahanan untuk
mengambil posisi jongkok dan mengejan;
16) Petugas tidak boleh memindahkan barang yang ditemukan di
rongga tubuh narapidana atau tahanan. Jika Petugas melihat
ada benda di dalam anus narapidana atau tahanan, Petugas
perlu memberitahukan Karupam atau Kepala Pengamanan
supaya benda tersebut dapat dipindahkan oleh ahli medis;
17) Jika ditemukan barang, Petugas langsung memisahkan
barangbarang yang dilarang dengan mengamankan,
menitipkan atau mengembalikan kepada keluarga;
18) Petugas meminta narapidana atau tahanan untuk memakai
kembali pakaiannya yang telah digeledah.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 27


e. Langkah-langkah penggeledahan barang adalah sebagai berikut:
1) Petugas memastikan barang terlarang tidak masuk ke dalam
Lapas dan Rutan;
2) Barang-barang terlarang antara lain yaitu :
a) Barang Elektronik;
b) Alat telekomunikasi;
c) Senjata tajam;
d) Senjata Api dan Bahan Peledak;
e) Korek Api;
f) Barang dari kaca dan besi;
g) Narkoba;
h) Minuman Keras;
i) Makanan dan minuman yang berbau tidak sedap
danmemabukan;
j) Video Compact Disc (VCD)/Audio Visual;
k) Kamera;
l) Buku-buku yang dianggap membahayakan;
m)Pakaian dan handuk basah;
n) Uang tunai;
o) Barang-barang lain yang dapat membahayakan.
3) Petugas meminta pengunjung untuk meletakan barang
bawaan di atas meja atau tempat yang disediakan lainnya;
4) Petugas memeriksa barang bawaan pengunjung dan
memisahkannya dari barang-barang yang dilarang dibawa
masuk atau berpotensi menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 28


5) Petugas memeriksa barang atau makanan yang terbungkus
dalam kemasan seperti rokok, sabun, odol, minyak rambut,
sandal, sepatu, mie instant, buah-buahan, roti, gula, nasi,
bubur dan minuman dengan cara membuka, membelah,
mengaduk, atau mengocok;
6) Petugas memeriksa secara seksama barang bawaan berupa
pakaian dengan cara memeriksa lipatan-lipatan dan saku
pakaian;
7) Jika ditemukan barang, Petugas langsung memisahkan
barangbarang yang dilarang dengan mengamankan,
menitipkan atau mengembalikan kepada pihak yang
berwenang;
8) Petugas menyatukan barang bawaan yang dapat dibawa
masuk dengan memasukan ke dalam kantong plastik
transparan dan kemudian diberikan ikatan;
9) Barang-barang yang dititipkan di petugas dicatat dan
dikembalikan kembali kepada pengunjung.

f. Langkah-langkah Penggeledahan Kendaraan adalah sebagai


berikut:
1) Petugas melakukan pemeriksaan kendaraan di area gerbang
halaman depan Lapas dan Rutan atau titik pemeriksaan lain
yang telah ditentukan Lapas dan Rutan;
2) Petugas mengeluarkan penumpang dari mobil;
3) Petugas memeriksa tanda pengenal resmi penumpang;
4) Petugas memerintahkan pengemudi untuk masuk ke dalam
kendaraan dan mengemudikan kendaraannya menuju area

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 29


gerbang halaman atau titik pemeriksaan lain sehingga
kendaraan dapat digeledah;
5) Petugas memerintahkan pengemudi keluar atau turun dari
kendaraan;
6) Petugas memeriksa kendaraan roda 3 (tiga) 4 (empat) dan 6
(enam) atau di atasnya dengan cara membuka seluruh pintu,
kap, serta bagasi kendaraan;
7) Petugas melakukan pemeriksaan mulai dari kap kendaraan
kemudian memeriksa bagian mesin sebagai berikut :
a)Kabel yang tidak biasa;
b) Peralatan atau perlengkapan yang tidak lazim berada di
dalam mesin mobil;
c) Cetakan tangan di debu atau kotoran yang
mengindikasikan
bahwa seseorang mengerjakan mobil tersebut baru-baru
ini.

8) Petugas melihat bagian samping dan belakang mesin


kendaraan;
9) Petugas memeriksa bagian depan kendaraan dan bagian
bawah tempat mesin menggunakan tongkat dengan cermin
(inspection mirror);
10) Petugas menutup kap kendaraan sebagai tanda bahwa Petugas
telah menggeledah bagian depan kendaraan dengan
menyeluruh;
11) Petugas kemudian memeriksa bagian penumpang;
12) Petugas melihat ke bagian dalam bagian setir dan ban bagian
penumpang depan;

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 30


13) Petugas memeriksa bagian penumpang depan pada bagian:
1. Laci kompartemen;
2. Tempat penyimpanan tengah;
3. Di bawah kursi, dibawah karpet;
4. Bagian-bagian di antara jok kursi dan sandaran kursi.
5. Di bawah karpet;
6. Dan daerah bagian penumpang depan untuk melihat
apakah ada yang mencurigakan.
14) Petugas menutup pintu sebagai tanda bahwa Petugas telah
menggeledah seluruh bagian kendaraan;
15) Petugas bergerak ke bagian kursi belakang dan memeriksa
seluruh bagian;
16) Petugas menggunakan tongkat besi untuk memeriksa bak
pada kendaraan pengangkut sampah dengan cara mengaduk
dan menusuk-nusuk sampah;
17) Petugas mendampingi pengemudi hingga pada saat
melakukan bongkar muat;
18) Penggeledahan terhadap kendaraan roda 2 (dua) dilakukan
dengan memeriksa kemudi, membuka jok, tempat bahan
bakar, mesin dan barang-barang lainnya yang melekat;
19) Jika ditemukan barang yang diduga dapat menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban, Petugas langsung
mengamankan, menitipkan atau mengembalikan kepada
pihak yang berwenang.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 31


C. Penindakan
Barang-barang yang ditemukan saat penggeledahan dan diduga
dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban dilakukan langkah
langkah sebagai berikut :
1. Mengamankan barang;
2. Mengamankan orang pemilik barang;
3. Membuat berita acara;
4. Melaporkan kepada atasan;
5. Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai dengan
tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban;
6. Membuat laporan hasil penggeledahan.

D. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara dalam melakukan
tehnik dan tatacara pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban cobalah latihan di bawah ini
1. Apa yang saudara ketahui tentang tehnik dan tatacara pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban ? Jelaskan .
2. Praktekan tehnik dan tatacara pencegahan gangguan keamanan dan
ketertiban yang dilakukan petugas pintu utama !
3. Apa saja penindakan yang dilakukan oleh petugas pintu utama ?
Jelaskan!

E. Rangkuman
Petugas pintu Utama haru mengerti strategi pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam upaya mengurangi
tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 32


BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Bahwa dalam rangka menciptakan pelaksanaan tugas Pengamanan


Pintu Utama (P2U) Lapas dan Rutan, yang mengutamakan kepentingan
pelayanan masyarakat dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban
Lembaga Pemasyarakatan maka petugas harus memahami hal hal sebagai
berikut :
a. Prosedur Tetap ( protap)
b. Strategi Pencegahan dan Penindakan
c. Tehnik dan tata cara pencegahan dan penindakan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 33


DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN

Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI NO 33 tahun 2015 tentang


Pengamanan pada Lembaga pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara

Keputusan direktur Jenderal Peamsyarakatan Kementerian Hukum dan HAM


RI nomor : PAS-416.PK.01.04.01 Than 2015 tentang Standar Pencegahan
Gangguan Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan

Keputusan direktur Jenderal Peamsyarakatan Kementerian Hukum dan HAM


RI nomor : PAS-459.PK.01.04.01 Than 2015 tentang Standar Penindakan
Gangguan Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan

Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi P2U Page 34


DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
TEKNIK KOMUNIKASI PETUGAS
PENGAMANAN

Penulis:
Moch. Akbar Hadiprabowo

Editor:
Nurohma

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
2017
DAFTAR ISI
SAMBUTAN ...............................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... ... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ............................................................................. 2
C. Hasil Belajar ....................................................................................... 2
D. Indikator Hasil Belajar ............................................................................ 2
E. Materi Pokok ...................................................................................... 3
F. Sub Materi Pokok ............................................................................. 3
G. Manfaat ............................................................................................ 3
H. Petunjuk Belajar ..................................................................................... 3
BAB II KONSEP DASAR KOMUNIKASI ................................................................ 5
A. Konsep Komunikasi ................................................................................ 5
B. Teknik Komunikasi ................................................................................. 8
C. Etika Komunikasi .................................................................................... 11
D. Penyebab Kegagalan dan Kriteria Keberhasilan Komunikasi ................ 13
E. Latihan .................................................................................................... 14
F. Rangkuman ............................................................................................ 14
BAB III TEKNIK DAN ETIKA KOMUNIKASI PETUGAS PENGAMANAN 15
..............
A. Penggunaan Symbol atau Tanda Gambar ............................................. 16
B. Penggunaan Peralatan Pendukung Komunikasi .................................... 17
C. Penampilan Petugas Pengamanan ........................................................ 18
D. Sikap Tubuh Yang Baik .......................................................................... 19
E. Cara Bicara Yang Baik ........................................................................... 22
F. Latihan .................................................................................................... 24
G. Rangkuman ............................................................................................ 24
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 25
A. Simpulan ................................................................................................ 25
B. Tindak Lanjut .......................................................................................... 25
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Selamat datang dan mengikuti pembelajaran dalam Diklat Teknis


Pengamanan Petugas Kepala Regu dan Petugas Pintu Utama di Lapas dan
Rutan pada Mata Diklat “ Teknik Komunikasi Petugas Pengamanan”. Dalam
hal ini, Kita akan belajar mengenai teknik komunikasi yang benar, tepat,
efektif dan menarik agar setiap petugas pengamanan pada Lapas/Rutan
Khususnya petugas Penjagaan Pintu Utama (P2U) dan Kepala Regu
Pengamanan memiliki kemampuan dan kecakapan berkomunikasi sehingga
dapat mendukung pelaksanaan tugasnya sehari-hari secara profesional.

A. Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa peranan komunikasi


merupakan salah satu faktor kunci guna mencapai keberhasilan pribadi,
unit kerja, bahkan kelancaran suatu organisasi maupun instansi dalam menjalankan
kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sebab di dalamnya
menggambarkan sebuah proses pemberian informasi, penyampaian
target sasaran organisasi, sampai pada tahapan interaksi maupun
koordinasi kerjasama dengan organisasi lainnya. Selain itu, komunikasi
sebagai bentuk aktivitas yang memungkinkan perintah ataupun instruksi
dapat dilaksanakan secara cepat dan terukur karena adanya sinergi
pemahaman. Proses yang dinamis ini sebagai upaya untuk dapat
mempengaruhi kesadaran dan tingkah laku orang lain dengan
penggunaan alat-alat tertentu atau dengan cara simbolik untuk
mempermudah penyampaian pesan.

Hal ini mutlak dimiliki oleh setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
dewasa ini dituntut mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan

1
benar. Selain tentunya sebagai bentuk profesionalisme dari setiap ASN
dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sesuai dengan
visi dan misi suatu organisasinya. Namun juga sangat penting dan
bermanfaat, agar komunikasi tidak berdampak buruk jika tidak
dilakukan dengan semestinya atau tidak menggunakan pendekatan yang
benar. Sehingga dalam hal ini diperlukan suatu bentuk atau model
komunikasi yang benar, tepat dan menarik melalui teknik komunikasi yang
memadai.

Demikian halnya bagi para petugas pengamanan dilingkungan Lembaga


Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Kementerian Hukum dan HAM, yang merupakan bagian dari ASN,
dituntut pula memiliki teknik komunikasi dengan benar agar dapat
mendukung pelaksanaan tugas sehari-harinya. Terutama sekali bagi
petugas pengamanan yang bertugas sebagai Petugas P2U yang
menjadi garda terdepan pelayanan (front-liner service) dari
Lapas/Rutan, sebab berkaitan dengan pemeriksaan/ pengawasan awal
dan vital terhadap alur keluar-masuk orang dan barang di Lapas/
Rutan.

Tentu kita masih ingat pernah muncul kasus pemukulan terhadap


petugas pengamanan (P2U) Lapas Pekan Baru saat sidak dan razia
yang dilakukan oleh Wamen Hukum dan HAM bersama BNN pada
medio awal tahun 2012 lalu, yang sesungguhnya persoalan pokoknya
lebih pada faktor komunikasi yang kurang tepat dan efektif. Atau juga
hingga saat ini, masih saja ada dijumpai beberapa keluhan yang
diungkapkan oleh para pengunjung terkait dengan sikap dan perilaku
dari petugas P2U saat melayaninya.

Kejadian dan keluhan ini tentu tidak boleh terulang lagi. Oleh karena

2
itu, modul Teknik Komunikasi ini secara lebih khusus akan memberikan
pemahaman dan membekali kemampuan para petugas pengamanan di lingkungan
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Kementerian Hukum dan HAM dalam menerapkan teknik komunikasi
yang efektif dan menarik sehingga dapat melaksanakan tugas
kesehariaanya dengan benar dan tepat.

B. Deskripsi Singkat

Modul Teknik Komunikasi ini membahas tentang konsep komunikasi,


teknik dan etika komunikasi dalam melaksanakan tugas-tugas
pengamanan khususnya petugas pengamanan pintu utama (P2U). Jangka
waktu pembelajaran mata diklat ini adalah 6 jam pelajaran dan
dilaksanakan dengan metode kegiatan partisipasi aktif peserta dalam
kelompok, pasangan, individu, dan kelas, seperti brainstorming, diskusi,
simulasi, role-play, dan sebagainya dengan berbagai ragam bahan dan
media pembelajaran.

C. Hasil Belajar

Setelah mempelajari modul Teknik Komunikasi ini, peserta Diklat


diharapkan mampu menerapkan teknik komunikasi bagi petugas
pengaman, khususnya petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U).

D. Indikator Hasil Belajar

Setelah mempelajari modul Teknik Komunikasi ini, peserta diharapkan


dapat:
1. Menjelaskan konsep komunikasi
2. Menjelaskan teknik komunikasi
3. Menjelaskan etika komunikasi
4. Menjelaskan manfaat, kegagalan dan keberhasilan komunikasi

3
5. Mempraktekkan teknik dan etika komunikasi bagi petugas
pengamanan Lapas dan Rutan

E. Materi Pokok

Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:


1. Konsep Dasar komunikasi
2. Teknik dan Etika komunikasi bagi petugas pengamanan Lapas dan
Rutan

F. Sub Materi Pokok

Sub materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:


1. Konsep Komunikasi
2. Teknik Komunikasi
3. Etika Komunikasi
4. Penyebab Kegagalan dan keberhasilan Komunikasi
5. Penggunaan Simbol atau Tanda Gambar
6. Penggunaan Peralatan Pendukung Komunikasi
7. Penampilan Petugas Pengamanan
8. Sikap Tubuh dan Cara Bicara Yang Baik

G. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:


1. Peserta diklat dapat lebih memahami konsep dasar komunikasi
yang meliputi konsep komunikasi, teknik dan etika komunikasi,
serta penyebab kegagalan dan kriteria keberhasilan komunikasi.
2. Peserta diklat dapat lebih memahami teknik dan etika komunikasi
petugas pengamanan khususnya petugas pengamanan pintu utama,
yang meliputi penggunaan simbol atau tanda gambar, penggunaan

4
peralatan pendukung komunikasi, penampilan, sikap tubuh dan
cara bicara yang baik.

H. Petunjuk Belajar

Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran Mata


Diklat “Teknik Komunikasi Petugas Pengamanan” dapat berjalan lebih
lancar, dan tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, Kami sarankan
untuk mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Bacalah secara cermat, dan pahami tujuan pembelajaran yang


tertulis pada setiap awal bab.

2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan


sampai Bab IV Penutup.

3. Kerjakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap evaluasi pada


setiap akhir bab.

4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata diklat ini


tergantung pada kesungguhan anda. Untuk itu, belajarlah secara
mandiri dan seksama. Untuk belajar mandiri, anda dapat
melakukannya seorang diri, berdua, atau berkelompok dengan
teman lain yang memiliki pandangan yang sama dengan anda.

5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain


seperti yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan
jangan segan-segan bertanya kepada widyaiswara atau teman yang
telah memahami tentang teknik komunikasi.

Baiklah, selamat belajar! Semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan


dan keterampilan yang diuraikan dalam Mata Diklat Teknik Komunikasi
ini dalam melaksanakan tugas sehari-hari anda sebagai seorang petugas
pengamanan.

5
BAB II
KONSEP DASAR KOMUNIKASI

Setelah membaca Bab ini, peserta diklat diharapkan


mampu menjelaskan konsep komunikasi secara umum,
teknik komunikasi, etika komunikasi, dan penyebab
kegagalan dan kriteria keberhasilan komunikasi

A. Konsep Komunikasi

Komunikasi berperan penting bagi kehidupan manusia dalam


berinteraksi dalam kehidupannya sehari- hari. Terutama komunikasi yang
terjadi didalam masyarakat terkecil yaitu keluarga ataupun di tempat
kerja. Kata komunikasi berasal dari kata latin “cum” yaitu kata depan
yang berarti dengan dan bersama dengan, “unus”, yaitu kata bilangan
yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda “communio”
yang dalam bahasa Inggris menjadi communion berarti kebersamaan,
persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. Untuk ber
communion diperlukan usaha dan kerja dibuat kata kerja communicare
yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang memberikan sebagian
kepada seseorang, tukar menukar, membicarakan, memberitahukan,
bercakap-cakap, bertukar pikiran. Kata communicare akhirnya diadopsi
dalam bahasa Inggris “communication”, yang dalam bahasa Indonesia
diserap menjadi komunikasi. Secara harfiah komunikasi berarti
pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau
hubungan. (Ngainun Naim, 2011: 17).

Banyak ahli mengemukakan pendapatnya mengenai berbagai pengertian


tentang komunikasi dari sudut pandang keilmuan mereka. Menurut

6
Hovland, Janis & Kelley (1953) memberikan pengertian komunikasi
sebagai suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan
tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya
(khalayak). (Sasa Djuarsa, 1993 : 7). Melalui penggunaaan symbol-
symbol seperti kata- kata, gambar- gambar, angka- angka dan lain- lain.
Komunikasi juga dapat diartikan hubungan kontak antar dan antara
manusia baik individu maupun kelompok (AW.Widjaja, 1986:1).

Wibowo berpendapat, komunikasi merupakan aktifitas menyampaikan


apa yang ada dipikiran, konsep yang kita miliki dan keinginan yang ingin
kita sampaikan pada orang lain. Atau sebagai seni mempengaruhi orang
lain untuk memperoleh apa yang kita inginkan. Sedangkan Astrid
berpendapat komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang
mengandung arti/ makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang
terlihat dalam kegiatan komunikasi.

Dilihat dari beberapa definisi tersebut, secara umum komunikasi adalah


suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan
pesan yang terjadi didalam diri seseorang dan atau diantara dua atau
lebih dengan tujuan tertentu. Membentuk pesan artinya menciptakan
suatu ide atau gagasan. Ini terjadi dalam benak kepala seseorang melalui
proses kerja sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian
disampaikan kepada orang lain. Baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Dalam komunikasi terjadilah pertukaran kata dengan arti dan makna


tertentu. Dari sudut pandang pertukaran makna, komunikasi dapat
didefinisikan sebagai proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan
atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media tertentu.

7
Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam dari kegiatan
komunikasi karena yang disampaikan orang komunikasi bukan kata-kata,
tetapi arti atau makna dari kata-kata. Yang ditanggapi orang dalam
komunikasi bukan kata-kata, tetapi makna dari kata-kata.

Proses komunikasi adalah bagaimana sang komunikator menyampaikan


pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu
persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses
Komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif
(sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya). Proses terjadinya suatu
komunikasi membutuhkan serangkaian kegiatan timbal balik antara
komunikator dengan komunikan. Adanya pengulangan siklus komunikasi sesuai
tahapan yang terjadi memaksimalkan pencapaian tujuan komunikasi.
Sebagaimana terlihat dalam gambar berikut ini:

Diagram 1: Proses terjadinya komunikasi

Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikator (sender)
Komunikator sebagai sumber komunikasi mempunyai maksud
berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan
kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa
berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-
simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.

8
b. Pesan (message)
Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media
atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Contohnya berbicara langsung melalu telepon, surat, e-mail, atau
media lainnya.

c. Media (channel)
Media merupakan alat yang menjadi penyampai pesan dari
komunikator ke komunikan.

d. Komunikan (receiver)
Komunikan menerima pesan yang disampaikan dan
menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang
dimengerti oleh komunikan itu sendiri.

e. Umpan balik (feedback)


Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau
tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia
mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.
Meskipun proses komunikasi tampaknya sederhana, pada dasarnya
tidak. Gangguan atau hambatan tertentu menampilkan diri selama
proses berlangsung. Mereka hambatan merupakan faktor yang
memiliki dampak negatif pada proses komunikasi. Beberapa
hambatan umum termasuk penggunaan media yang tidak tepat
(saluran), tata bahasa salah, dan suara gaduh yang menghambat
penerima informasi.

Dalam proses komunikasi di atas, komunikator yang secara umum


memulai kegiatan komunikasi perlu menyandikan informasi sesuai dengan
kondisi dan tingkat nalar komunikan. Dalam konteks penggunaan
media komunikasi (seperti telepon, pengeras suara, dan media lainnya),

9
komunikator perlu memastikan bahwa komunikan dapat mengoperasikan
media komunikasi dengan sebaiknya untuk memaksimalkan
pencapaian tujuan komunikasi. Faktor eksternal ini sering menjadi penyebab
ketidak berhasilan suatu komunikasi (contohnya ketidakmampuan komunikan
mengoperasikan alat komunikasi).

B. Teknik Komunikasi
Untuk mencapai komunikasi yang baik perlu dilakukan dengan singkatan
JEBPLES yaitu: jelas, benar, penuh pertimbangan, lengkap dan singkat.
Selain itu berkomunikasi hendaknya memperhatikan : 5 W & 1 H
(whom, who, what, when, where and how).
1. Whom : siapa yang akan diajak berkomunikasi
2. Who : siapa yang akan berkomunikasi
3. What : apa isi yang tepat untuk berkomunikasi
4. When : kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi
5. Where : dimana lokasi yang tepat untuk mengkomuniukasikan
pesan tersebut
6. How : bahasa, media, style yang dipakai untuk berkomunikasi.

Kemampuan berkomunikasi adalah salah satu bentuk dari kecerdasan


emosi (EQ, emotional quotient), banyak para psikolog percaya bahwa
EQ memiliki kontribusi yang lebih besar untuk meraih sukses dalam
kehidupan kita dibandingkan dengan kecerdasan otak (IQ, intelegent
quotient). Menurut Daniel Goleman dalam bukunya “Emotional
Intelligence”. IQ hanya menyumbang sekitar 20% sementara EQ member
kontribusi sebesar 80% bagi kesuksesan kita. Tak heran bila paket-paket
pelatihan Success Through Emotional Intelligence sangat laku dipasaran
walaupun dipatok dengan harga yang cukup mahal.

10
Kelihaian berkomunikasi dibutuhkan sejak awal membuat status di media
social, menuliskan lamaran, membuat CV, test wawancara, untuk
meyakinkan penguji tentang kualifikasi kita. Saat diterima bekerja
menjadi seorang karyawan atau karyawati, peran komunikasi pun tidak
kalah penting untuk menjaga hubungan baik dengan atasan, dengan
rekan kerja, dengan bawahan, dengan pelanggan, dengan supplier. Agar
para stake holkder memahami dengan baik kemampuan kita, diperlukan
kemampuan berkomunikasi yang baik.

Jika kita perhatikan, tidak ada satu pun pemimpin dunia, politikus ulung,
pebisnis, negosiator, pengacara, artis yang tidak memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik. Barrack Obama misalnya, mampu menjadi
presiden Amerika Serikat walaupun berasal dari kalangan kulit hitam.
Salah satu sebab utamanya, karena Obama memiliki kemampuan
berkomunikasi yang luar biasa. Dia mampu meyakinkan public Amerika
tentang kemampuannnya membawa AS menuju masa depan yang lebih
baik.

Menurut Prof. Hembing, jika “organisasi” diumpamakan tubuh manusia,


maka berkomunikasi adalah jantungnya. Dengan komunikasi itulah,
manusia membentuk komunitas-komunitas yang antara lain berupa
sebuah organisasi yang pada gilirannnya berupaya mewujudkan sukses.
Untuk memenangkan persaingan kita perlu trust dan belief. Keduanya
bisa didapatkan bila kita memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
Orang lain mengetahui kemampuan kita setelah mereka menyaksikan
bukti nyata melalui:

1. Appearance : penampilan
2. Words : perkataan
3. Tone : nada bicara

11
4. Actions : apa yang anda lakukan
5. Behavior : bagaimana anda melakukannya
6. Reaction of others : respon orang lain kepada kita
7. Results : pencapaian atau prestasi

Jadi bila kita ingin sukses dibidang kita masing-masing, maka


kemampuan berkomunikasi yang baik adalah hal yang mutlak untuk
dimiliki.Teknik komunikasi digunakan supaya komunikasi antar manusia
terjalin secara efektif. Pengertian teknik adalah suatu cara yang
digunakan untuk melakukan sesuatu hal. Atau teknik komunikasi dapat
diartikan juga sebagai keterampilan berkomunikasi yang dilakukan oleh
komunikator.

Maka dari pemahaman ini, pengertian teknik komunikasi adalah suatu


cara yang digunakan dalam menyampaikan informasi dari komunikator
ke komunikan dengan media tertentu. Dengan adanya teknik ini
diharapkan setiap orang dapat secara efektif melakukan komunikasi satu
sama lain dan secara tepat menggunakannya.

Beberapa teknik dalam komunikasi yang secara umum biasa


dipergunakan untuk dapat dipahami antara lain:

1. Ucapan yang jelas dan idenya tidak ada makna ganda, utuh.
2. Berbicara dengan tegas, tidak berbelit-belit
3. Memahami betul siapa yang diajak bicara, hadapkan wajah dan
badan, pahami pikiran lawan bicara.
4. Menyampaikan tidak berbelit-belit, tulus dan terbuka.
5. Sampaikan informasi dengan bahasa penerima informasi.
6. Menyampaikan dengan kemampuan dan kadar akal penerima
informasi
7. Sampaikan informasi dengan global dan tujuannya baru detailnya.

12
8. Berikan contoh nyata, lebih baik jadikan anda sebagai model
langsung.
9. Sampaikan informasi dengah lembut, agar berkesan, membuat sadar
dan menimbulkan kecemasan yang mengcerahkan.
10. Kendalikan noise dan carilah umpan balik untuk meyakinkan
informasi anda diterima. Contoh dengan bertanya atau menyuruh
mengulanginya. Dengan adanya beberapa teknik komunikasi ini
diharapkan hambatan-hambatan dalam komunikasi dapat
diminimalisasi. Bukan hanya komunikasi antar individu saja yang
membutuhkan teknik komunikasi, dalam berkomunikasi dengan
stakeholder atau antar karyawan juga perlu teknik komunikasi
tersendiri.

Adapun beberapa teknik komunikasi yang biasa dipergunakan dalam


situasi semi formal maupun formal dapat dibagi dalam dua pendekatan,
yaitu:
1. Informative Communication (Komunikasi Informatif)
Informative communication adalah suatu pesan yang disampaikan
kepada seseorang atau sejumlah orang tentang hal-hal baru yang
diketahuinya. Teknik ini berdampak kognitif pasalnya komunikan
hanya mengetahui saja. Seperti halnya dalam penyampaian berita
dalam media cetak maupun elektronik, pada teknik informatif ini
berlaku komunikasi satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya
bersifat umum, medianya menimbulkan keserempakan, serta
komunikannya heterogen. Biasanya teknik informatif yang digunakan
oleh media bersifat asosiasi, yaitu dengan cara menumpangkan
penyajian pesan pada objek atau peristiwa yang sedang menarik
perhatian khalayak.

13
2. Persuasif Communication (Komunikasi Persuasif)
Komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku komunikan yang lebih menekan sisi psikologis
komunikan. Penekanan ini dimaksudkan untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku, tetapi persuasi dilakukan dengan halus,
luwes, yang mengandung sifat-sifat manusiawi sehingga
mengakibatkan kesadaran dan kerelaan yang disertai perasaan
senang. Agar komunikasi persuasif mencapai tujuan dan sasarannya,
maka perlu dilakukan perencanaan yang matang dengan
mempergunakan komponen-komponen ilmu komunikasi yaitu
komunikator, pesan, media, dan komunikan. Sehingga dapat
terciptanya pikiran, perasaan, dan hasil penginderaannya
terorganisasi secara mantap dan terpadu. biasanya teknik ini efektif,
komunikan bukan hanya sekedar tahu, tapi tergerak hatinya dan
menimbulkan perasaan tertentu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan penyampaian


dan penerimaan pesan, berita, maupun perintah antara dua orang atau
lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Jika ada yang
berbicara sedangkan mitra bicara tidak dapat mengerti, atau sebaliknya,
maka komunikasi belum terjadi. Kemampuan komunikasi merupakan
keterampilan yang dapat diasah, dipelajari dan ditingkatkan. Dengan
mempelajari teknik komunikasi ini paling tidak sudah mulai terbangun
kemauan untuk meningkatkan kompetensi diri menjadi komunikator
yang efektif dalam lingkup tugas dalam kehidupan ini.

Para peserta Diklat Teknik Pengamanan secara taktis, selalu dihadapkan


kepada lingkup tugas di lingkungan pemerintahan yang tumbuh,
berkembang, dan berubah cepat kearah efektifitas dan efisiensi kerja.

14
Dengan menguasai keterampilan berkomunikasi, para alumni Diklat
Teknik Pengamanan lebih terampil dalam menyampaikan laporan,
pemikiran, telaah staf kepada pimpinan dan masyarakat umum, sehingga
substansi dari apa yang dikomunikasikan dan atau dipresentasikan benar-
benar dimengerti oleh pendengar.

C. Etika Komunikasi
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur
tentang tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling
menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun, tata krama,
protokoler, dan lain-lain. Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga
kepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa senang,
tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan
perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku
serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia secara umum. Tata
cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam
bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan
etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani
disebut ethicos yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-
kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia. Etika
menurut para ahli adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana
yang buruk. Menurut D.P. Simorangkir dinyatakan bahwa etika atau etik
adalah pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai
yang baik.Sementara menurut pendapat Sidi Cjajalba diterangkan bahwa
etika ialah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari
segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Lalu

15
pendapat yang disampaikan oleh A. Voemans mendefinisikan bahwa
etika dan etik terdapat hubungan yang erat dengan masalah pendidikan.
Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang
membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai
baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika dalam perkembangannya
sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika pada akhirnya
membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini
dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita.
Dari pengertian dasar dan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
dapat disimpulkan bahwa etika komunikasi adalah norma, nilai, atau
ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu
masyarakat.
Etika komunikasi ini sangat penting, bahkan menjadi faktor penentu
dalam suatu perkumpulan atau organisasi. Sebab dalam setiap
perkumpulan atau organisasi segala kegiatan yang ditujukan untuk
pencapaian tujuan selalu erat kaitannya dengan aktivitas komunikasi.
Proses komunikasi itu terjadi antara sesama anggota dari organisasi
mulai dari sesama pimpinan, pimpinan dengan bawahan atau staf, antara
sesama bawahan/ staf. Sehingga untuk menjaga agar proses komunikasi
tersebut berjalan baik dan menjaga tidak menimbulkan dampak negatif,
maka diperlukan etika komunikasi.
Cara paling mudah menerapkan etika komunikasi dalam organisasi ialah,
semua anggota dan pimpinan organisasi perlu memperhatikan beberapa
hal berikut ini:
1. Tata krama pergaulan yang baik
2. Norma kesusilaan dan budi pekerti
3. Norma sopan santun dalam segala tindakan

16
Tiga cara penerapan etika komunikasi itu, menurut peneliti etika
komunikasi disimpulkan bahwa semua tentang bagaimana tutur bahasa
yang sopan, nada bicara yang lembut dan bahkan mimik wajah yang
ramah ditunjukan kepada lawan bicara. Etika komunikasi mencoba untuk
mengkolaborasi standar etis yang digunakan oleh komunikator dan
komunikan.

D. Penyebab Kegagalan dan Kriteria Keberhasilan Komunikasi


Di dalam komunikasi sering terlihat bahwa antara komunikator dengan
komunikan memiliki persepsi yang berbeda, hal ini bisa saja disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain adanya latar belakang budaya,
pendidikan, status sosial dan lain sebagainya. Kalaupun semua faktor
tersebut di atas dapat diatasi, namun masih ada kemungkinan lain yang
menyebabkan gagalnya suatu komunikasi, ini bisa diperlihatkan pada
gambaran penyebab gagalnya komunikasi berikut ini :

Diagram 2: Penyebab Kegagalan Komunikasi

Sebaliknya agar suatu aktivitas komunikasi dapat dikatakan berhasil


sesuai dengan ketercapaian tujuannya. Ada beberapa kriteria keberhasilan
yang dapat dinilai dari berbagai segi yakni:

17
1. Kepercayaan penerima pesan (komunikan) terhadap komuni- kator
serta keterampilan komunikator berkomunikasi (menyajikan isi
komunikasi sesuai tingkat nalar komunikan).
2. Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan
komunikan.
3. Pengalaman yang sama tentang isi pesan antara komunikator dan
komunikan.
4. Kemampuan komunikan menafsirkan pesan, kesadaran dan
perhatian komunikan akan kebutuhan atas pesan yang diterima.
5. Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan
menantang).
6. Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media
yang sesuai dengan jenis indera penerima pesan.

E. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai konsep dasar
komunikasi, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang anda ketahui tentang komunikasi?
2. Apa yang dimaksud dengan proses komunikas dan bagaimana
terjadinya?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan JEBPLES dan 5W1H?
4. Jelaskan pengertian etika komunikasi dan arti pentingnya dalam
organisasi?
5. Apa saja penyebab dari kegagalan dari komunikasi dan kriteria
keberhasilan sebuah komunikasi

18
F. Rangkuman
Dalam bab ini menjelaskan kepada peserta diklat tentang konsep dasar
komunikasi, yakni pemahaman mengenai dasar-dasar komunikasi yang
dimulai dari pengertian konsep komunikasi yang diartikan sebagai proses
penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan media dan cara penyampaian informasi yang tepat
dengan tingkat pemahaman esensi komunikan yang sama lewat
transmisi pesan informasi yang simbolik.

Rumusan suatu komunikasi lengkap memiliki lima komponen dasar


komunikasi yang meliputi komunikator, komunikan, pesan atau esensi
komunikasi, penggunaan media komunikasi yang benar dan tepat,
dan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang
diterimanya. Kelima komponen komunikasi terintegrasi dan
dalam penerapannya mungkin berlangsung secara vertikal, horizontal,
top-down, bottom-up, internal, dan eksternal.

Dalam dunia kerja dan organisasi, komunikator dan komunikan secara


umum sudah saling kenal dan esensi komunikasi biasanya berhubungan
dengan esensi tugas yang menyebabkan setting komunikasi menjadi
lebih kondusif dan cenderung lebih informal. Setting demikian ini
mengantarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan istilah etika
komunikasi, yaitu suatu sistem yang mengatur tentang tata cara manusia
bergaul (berkomunikasi). Tata cara pergaulan (berkomunikasi) untuk
saling menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun, tata
krama, protokoler, dan lain-lain.

Jika etika komunikasi mampu dijaga dalam setiap anggota dalam


sebuah organisasi, maka tujuan dari aktivitas komunikasi yang
diinginkan akan lebih mendekati keberhasilan daripada menemui
kegagalan.

19
BAB III
TEKNIK DAN ETIKA KOMUNIKASI PETUGAS
PENGAMANAN PINTU UTAMA

Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan


teknik komunikasi di area Pengamanan Pintu Utama

Setelah mempelajari berbagai definisi komunikasi yang disampaikan oleh


para ahli yang dirangkai dengan penjelasan mengenai konsep dasar, teknik
dan etika komunikasi serta penyebab kegagalan dan keberhasilan komunikasi
pada bab sebelumnya, maka peserta diklat juga diharapkan dapat menguasai
teknik dan strategi serta etika komunikasi dalam melaksanakan tugas tugas
pengamanan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun
Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Adapun berdasarkan ketentuan sebagaimana yang di atur dalam pasal 10


Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 33 tahun 2015 tentang
Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara,
maka kita dapat menerapkan teknik komunikasi sebagai petugas pengamanan
ke dalam beberapa lokasi penjagaan sebagai berikut:
1. Pintu gerbang Halaman
2. Pintu Utama
3. Pintu Pengamanan Utama
4. Ruang Kunjungan
5. Lingkungan Blok Hunian
6. Blok Hunian
7. Pos Menara Atas

20
Ada beberapa unsur yang dapat dijadikan obyek komunikan (penerima
pesan) yaitu masyarakat yang terdiri dari pengunjung atau tamu dinas, para
petugas dan wargabinaan pemasyarakatan. Melalui berbagai model dan jenis
komunikasi, maka petugas pengamanan Lapas ataupun Rutan dapat
menerapkan teknik komunikasi yang baik dan benar agar maksud dari
komunikator (pengirim pesan) dapat diterima oleh komunikan (penerima
pesan) sehingga merespon pesan/informasi dan melakukan aktifitas sesuai
yang diharapkan.

Namun demikian materi pada modul Diklat kali ini, akan lebih difokuskan
kepada teknik komunikasi bagi petugas pengamanan di area Pintu
Pengamanan Utama atau lebih dikenal dengan P2U. Sebagaimana kita
ketahui bahwa petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U) mempunyai tugas:

1. Mencegah dan mengamankan pintu utama dari masuk ataupun


keluarnya orang dan barang secara tidak sah.
2. Memeriksa dan menggeledah setiap orang tanpa terkecuali termasuk
pejabat, petugas, pengunjung dan pihak lainnya.
3. Memeriksa dan menggeledah setiap barang dan kendaraan yang
masuk atau keluar Lapas/Rutan.
4. Menerima dan mengeluarkan penghuni berdasarkan surat-surat yang
sah, memeriksa secara cermat identitas dan mencatat dalam buku
laporan tugas pengamanan pintu utama.
5. Meneliti dan memeriksa secara cermat identitas tamu, menanyakan
keperluannya, serta mencatat dalam buku tamu.
6. Mengamankan senjata api, alat-alat keamanan dan barang inventaris
lainnya dalam lingkungan pintu utama serta menggunakannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

21
Sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Lapas
dan Rutan, terutama mencegah masuknya barang barang terlarang, namun
para petugas pengamanan ini juga termasuk Aparatur Sipil Negara yang
tunduk kepada Undang Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.

Oleh karena itu ada beberapa teknik dan etika komunikasi yang perlu
diterapkan dalam mendukung tugas pokok dan fungsinya sehingga dalam
melaksanakan tugasnya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun teknik dan etika komunikasi yang dapat diterapkan para petugas
pengamanan pintu utama di lingkungan Lapas dan Rutan dapat diuraikan
sebagai berikut:

A. Penggunaan Symbol, atau tanda gambar


Penggunaan symbol atau tanda gambar merupakan jenis komunikasi non
verbal dan komunikasi tidak langsung. Komunikasi jenis ini
memudahkan petugas pengamanan dalam melakukan pekerjaannya.
Petugas yang sedang bertugas tidak perlu menjelaskan secara detail
mengenai tatacara berkunjung atau bertamu ke lingkungan area dalam
Lapas/ Rutan.

Demikian juga melalui media seperti stiker, spanduk, papan


pengumuman atau media lain dapat secara detail dan terinci menjelaskan
barang barang yang dilarang masuk ke dalam lingkungan Lapas /Rutan.
Beberapa jenis komunikasi dengan menggunakan symbol atau gambar,
diantaranya adalah:

1. Stiker kawasan Steril Area;


2. Poster, gambar barang barang yang dilarang masuk ke dalam
lingkungan Lapas/Rutan;

22
3. Papan pengumuman Syarat dan tata cara berkunjung atau bertamu di
lingkungan Lapas/Rutan;
4. Fhoto Menteri atau Dirjen yang digeledah oleh Petugas P2U ketika
memasuki area P2U;
5. Jadwal Kunjungan dan lamanya waktu kunjung, dan sebagainya.

B. Penggunaan peralatan pendukung komunikasi


Dalam menjalankan tugas pengamanan di Pintu Utama, penggunaan
peralatan pendukung merupakan hal yang prinsip untuk mendukung
pelaksanaan tugas pokok. Pintu Utama merupakan pos vital terjaminnya
streril area, tingkat pengamanan dilingkungan Lapas/Rutan. Karena
semua arus keluar masuk barang maupun orang dipastikan melalui pintu
utama. Oleh sebab itu dengan dukungan peralatan komunikasi ini dapat
diketahui seluruh peristiwa yang terjadi di area Pintu Utama.

Peralatan pendukung komunikasi ini merupakan jenis komunikasi non


verbal dan komunikasi tidak langsung. Adapun bentuk peralatan tersebut
antara lain:

1. Buku laporan Jaga


Buku ini mencatat seluruh peristiwa keluar masuk orang maupun
barang yang melalui Pintu Utama, memuat laporan secara terinci dan
detail mengenai kegiatan di area Pintu Utama. Buku laporan ini
merupakan komunikasi tidak langsung yang dilakukan oleh petugas
yang sedang berjaga dengan Kepala Pengamanan dan atau Kepala
Lapas/Rutan.
2. Handy talky, Aiphone, atau telephone
Merupakan peralatan pendukung kegiatan pengamanan yang sewaktu
waktu dapat dipergunakan apabila memerlukan laporan yang bersifat

23
segera. Melalui peralatan ini komunikasi bisa dilakukan tanpa harus
bertemu langsung.
3. Panic button, merupakan peralatan komunikasi keamanan yang
terhubung ke kepolisian ataupun pemadam kebakaran sebagai tanda
atau informasi bahwa telah terjadi gangguan keamanan atau
kebakaran di Lapas/Rutan tersebut.
C. Penampilan Petugas Pengamanan
Mengapa penampilan (Performance) sangat penting artinya bagi seorang
anggota Petugas pengamanan pintu utama? Penampilan petugas
pengamanan merupakan jenis komunikasi verbal dan jenis komunikasi
perilaku. Karena kita dinilai orang pertama kalinya berdasarkan
penampilan kita. Penampilan yang baik merupakan wujud dari
komunikasi dalam upaya meningkatkan citra seorang anggota Petugas
pengamanan pintu utama.

Apabila anda ingin dianggap sebagai Anggota Petugas pengamanan pintu


utama yang baik, cekatan, berkompetensi dan bertanggungjawab, maka
(sekali lagi) yang pertama kali harus dilakukan adalah memperbaiki dan
meningkatkan penampilan. Mengapa demikian? Karena orang dinilai
baik atau buruk pertama kalinya dinilai berdasarkan penampilannya, baik
atau buruknya persepsi (Persepsi adalah penilaian seseorang terhadap
orang lain berdasarkan kesan pertama yang didapatnya) tergantung pada
kesan pertama, untuk itulah seorang anggota petugas pengamanan pintu
utama harus bisa membuat kesan pertama yang baik agar orang menilai
diri kita menjadi baik juga.

Bagaimana penampilan Anggota Petugas pengamanan pintu utama yang


baik? Ini dimulai dari :

24
1. Rambut pendek dan rapih (tidak berjambul, bergaya Mohawk,
punk, Emo, dsb), usahakan menggunakan minyak rambut agar
rambut kelihatan basah dan wajah terlihat segar.
2. Menata atau merapihkan cambang dan kumis (apabila ada) agar
terlihat lebih rapih dan berwibawa.
3. Selalu menggosok gigi atau berkumur setelah selesai makan agar
sisa makanan tidak terselip di gigi dan nafas menjadi harum.
4. Kuku tangan dipotong pendek dan rapih.
5. Pada saat bertugas, yang boleh dikenakan hanyalah Jam tangan
dan cincin kawin polos (Cincin Batu Ali, Gelang Akar Bahar dan
Kalung tag agar ditanggalkan).
6. Baju PDH diganti baru setiap akan bertugas agar kerah baju tidak
terlihat kotor dan kumal.
7. Menggunakan kaos dalam putih / kaos singlet untuk seragam
PDH dan Kaos warna biru tua (Dongker) untuk seragam PDL.
8. Seragam disetrika dengan rapih.
9. Menggunakan atribut seragam dengan rapih dan lengkap.
10. Menggunakan ikat pinggang.
11. Koppelrim di brasso agar mengkilat.
12. Menggunakan kaos kaki warna hitam atau biru tua dan polos
tidak bercorak.
13. Sepatu PDH/PDL disemir agar mengkilat dan bersih.

D. Sikap Tubuh yang Baik


Sikap tubuh seseorang merupakan bentuk komunikasi verbal. Gerakan
tubuh seseorang bisa menunjukan gelagat apakah petugas ini lemah atau
kuat, optimis atau pesimis, pemurung atau energik, dan sebagainya.

25
Memperbaiki sikap tubuh dimulai dari :

1. Sikap Berjalan
Berjalanlah dengan badan yang tegak (tegak ini berarti bahu ditarik,
dada di kembangkan), kepala tidak menunduk, pandangan lurus ke
depan, tangan diayunkan pada saat melangkah, kepalan tangan
mengepal, apabila membawa barang, simpan barang tersebut di
tangan kiri supaya kita bisa sigap menghormat apabila bertemu
dengan atasan. Berjalanlah dengan sedikit cepat, tapak sepatu tidak
boleh bergesekan dengan lantai (Jangan melangkah dengan kaki
diseret).

2. Sikap Duduk
Duduklah dengan tegak, punggung lurus, jangan bersandar, simpan
kedua lengan di atas meja / diatas paha, pandangan mata lurus ke
depan mengawasi sekitar. Dilarang menggunakan HP (Gadget
lainnya) saat bertugas, apalagi membaca koran, mengisi TTS,
makan – minum dan merokok di meja tugas. Gunakan waktu istirahat
untuk melakukan hal tersebut.
Pada awalnya duduk dengan tegak membuat punggung kita terasa
pegal, tapi lama kelamaan kita akan terbiasa juga duduk dengan
punggung yang lurus.

3. Sikap Mengarahkan / Menunjuk


Selalu mengarahkan dengan telapak tangan kanan yang terbuka,
apabila titik tujuan jauh, ikuti dengan pandangan mata. Dilarang
menunjuk dengan menggunakan jari tangan (Jempol, telunjuk, dll),
atau dengan anggukan kepala, dll. Beri arahan dengan jelas dan
singkat pada saat mengarahkan / menunjukan suatu tempat.

26
4. Sikap Memandang
Jangan salah dalam memandang orang lain, alih-alih kita berniat
untuk membuat kontak yang lebih intim malah jadinya kita dianggap
sebagai orang yang kurang ajar atau miss komunikasi.. Hati-hati
dalam membuat kontak mata (Eyes Contact) karena mata adalah
jendela jiwa, mata bisa menunjukan hasrat yang tersembunyi, mata
bisa menunjukan kekurang pedean, mata juga bisa memancarkan
kekuatan batin, jangan sampai kita melakukan kontak mata, malah
kita sendiri sebagai petugas keamanan malah menundukan mata
karena kalah wibawa. Jadi ke titik mana kita pusatkan pandangan
apabila kita menatap wajah orang lain? Fokuskanlah pandangan kita
ke satu titik di dahi antara kedua alis sehingga kita terlihat
memandang dengan sopan tapi tanpa terganggu oleh tatapan mata,
bibir dan ke-sexy-an orang tersebut (Prinsipnya sama dengan “Kaca
mata Kuda” supaya kita bisa konsentrasi dan tidak jelalatan kemana-
mana). SIkap memandang ini penting bagi petugas pengamanan pintu
utama, terutama ketika membuka pintu kotak kecil saat mengecek
dan memastikan siapa tamu atau pengunjung yang mengetuk pintu.

5. Sikap Menegur
Apa yang salah ketika seorang anggota petugas pengamanan pintu
utama menegur seseorang yang melanggar peraturan atau berlaku
tidak tertib, orang tsb tidak mengindahkannya bahkan tidak peduli
dengan teguran petugas pengamanan pintu utama? Apapun
pelaksanaan tugasnya, mau itu menegur untuk menertibkan,
menegakan peraturan atau memperingatkan agar mengikuti
peraturan, semuanya bergantung pada cara melaksanakannya.
Adapun cara mengkomunikasikan bahwa yang dilakukan

27
pengunjung/tamu/petugas adalah benar yaitu dengan memperhatikan
beberapa hal seperti di bawah ini :

a. Berprasangka Baik
Menanyakan secara baik baik, maksud dan tujuan pelanggaran tata
tertib yang dilakukan dengan sopan, tidak perlu pasang muka
galak atau menyeramkan. Jadi berprasangka baiklah, siapa tahu
memang orang tsb benar-benar tidak tahu peraturan yang berlaku
di tempat kita bertugas. Cukup beri tahu dan menyampaikan
peraturan yang berlaku dengan etika dan kesopanan.

b. Empati
Empati, yaitu kemampuan menciptakan keinginan untuk
menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang
lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan,
mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Kalau kita bisa
memahami bagaimana rasanya seseorang yang memiliki keluarga
yang sedang menjalani hukuman atau dipidana, tentu saja perasaan
sedih, bingung, galau, resah bukan? (Kata orang istilahnya
GEGANA, gelisah, galau, merana).

c. Sikap yang Simpatik


Simpatik adalah sikap yang menyenangkan atau sikap yang
menarik hati. Sikap yang simpatik tidak akan mungkin muncul
kalau kita tidak ikhlas dalam melaksanakan tugas dan fungsi kita
sebagai Anggota Petugas pengamanan pintu utama yang melayani
orang lain. Biasanya, saat akan memasuki Pintu Utama dengan
memberikan 3S (Senyum, Salam, dan Sapa), yaitu menebarkan
Senyuman, memberikan Salam dan memberi Sapaan dengan
menanyakan keperluan atau maksud tujuan kedatangan.

28
d. Gunakan “Magic Word”
Selalu gunakan “Magic Word” apa itu?, “Magic Word” adalah
kata “Maaf....” (Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat uraian di
bawah).
Contoh :
1) “Maaf ibu, ijin kami geledah dulu barang bawaannya, ya!”
2) “Maaf pak, HPnya sudah ditaruh di loker?”

e. Berikan Solusi
Hal yang terakhir yang harus dilakukan seorang anggota Petugas
pengamanan pintu utama adalah dengan memberikan solusi, orang
akan merasa terganggu kalau kepentingan / kebutuhannya tidak
terpenuhi. Misalnya seorang pengunjung yang akan mengunjungi
anaknya, ternyata masih ditahan di Kepolisian, berikan informasi
secukupnya.

6. Bahasa Tubuh
Salah satu pengertian komunikasi disebutkan bahwa komunikasi
adalah “Suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui
sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku” (Webster
New Collogiate Dictionary).
Yang menjadi fokus kita saat ini adalah “tingkah laku”, artinya apa?
Artinya sikap tubuh ketika kita berbicara walaupun mulut terkunci
rapat! Orang bisa tahu apakah kita senang, sedang malas, marah,
tidak peduli, merasa terganggu, tidak ikhlas, dll, hanya dari bahasa
tubuh kita yang kita lakukan tanpa kita sadari.
Bahasa tubuh positif, misalnya :
a. Badan menghadap penuh dan sedikit condong kearah orang
yang kita hadapi.

29
b. Tersenyum.
c. Wajah terlihat antusias.

Bahasa tubuh negatif yang tidak boleh dilakukan :


a. Menggaruk kepala, alis, dagu.
b. Tangan bersidekap.
c. Kaki menyilang.
d. Menguap.
e. Mata mengerenyit, melotot, tatapan sinis, memandang dengan
penuh nafsu, memandang dengan sudut mata, tatapan marah
(Ingat! Mata adalah jendela jiwa).
f. Tangan menutup mulut saat berbicara.
g. Mata memandang ke arah lain saat berbicara.
h. Mulut menyeringai, senyum sinis saat berhadapan dengan
orang lain.
i. Tangan masuk ke saku celana.
j. Terlalu banyak bergerak / gelisah.
k. Kaki disilangkan pada saat duduk.
l. Kaki bergerak-gerak, tangan menepuk nepuk mengikuti suara
alunan musik pada saat sedang bertugas.

7. Sigap /Tegas/ Responsif


Yang dimaksud dengan sigap adalah tangkas, cepat, penuh semangat,
terhadap segala sesuatu. Sedangkan tegas artinya tentu dan pasti
(tidak ragu-ragu lagi, tidak samar-samar). Sedangkan yang dimaksud
responsif adalah tanggap, tidak masa bodoh. Tiga jenis perilaku
inilah yang perlu dimiliki dan ditanamkan setiap petugas
pengamanan pintu utama. Segera melakukan langkah langkah

30
penyelesain apabila terjadi peristiwa yang berdampak kepada
gangguan keamanan di area Pintu Utama.

E. Cara Berbicara yang Baik


a. Selalu gunakan kata “Mohon” apabila kita akan meminta orang lain
melakukan sesuatu tanpa orang tsb merasa disuruh. Contoh :
“Mohon ditunjukkan kartu tanda pengenal”.

b. Pergunakan kata “Silahkan” atau “Mohon berkenan” apabila kita


mempersilahkan orang untuk melakukan sesuatu. Contoh :
“Silahkan meminta surat ijin membezuk dulu dari Kejaksaan
Negeri.” Atau “Mohon berkenan berkoordinasi dengan pimpinan
kami dulu”.

c. Komunikasi yang santun dengan “Magic word” :


1) Bisa / bisakah.....
2) Tolong.....
3) Mohon.....
4) Segera....
5) Dapatkah....
6) Bagaimana jika....
7) Apakah tidak keberatan...
8) Boleh / bolehkah.....
9) Mari saya bantu...
10) Tentu.....
11) Saya coba...
12) Silahkan
13) Terima kasih.....
14) Maaf....
15) Saya paham....

31
16) Saya harap...

d. Komunikasi yang tidak baik atau “Killer Word”


1) Saya tidak tahu....
2) Tau tuh…
3) Terserah….
4) Nggak bisa….
5) Itu salah bapak…
6) Itu bukan salah saya…
7) Nggak mungkin…
8) Kan sudah dibilang…
9) Ini susah pak…
10) Mana saya tahu…
11) Itu bukan bagian saya…

Ingatlah selalu bahwa Petugas pengamanan pintu utama setiap


harinya menghadapi orang, bukan hanya barang! Komunikasi yang
dibangun dari sikap yang positif maka akan mendapatkan feed back
yang baik pula. Penampilan atau performance yang baik, sikap dan
perilaku yang tegas, sopan dan responsif maka orang akan segan dan
mentaati peraturan saat kita bertugas.

F. Latihan
Petunjuk. Beri jawaban lengkap kepada setiap butir pertanyaan berikut ini.
1. Jelaskan apa itu JEBPLES dan 5 W & 1 H ?
2. Jelaskan Penggunaan symbol atau tanda gambar?
3. Jelaskan Penggunaan peralatan pendukung merupakan hal yang
prinsip untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok?
4. Jelaskan bagaimana sikap tubuh dan cara bicara yang baik?

32
G. Rangkuman

Dalam bab ini menjelaskan kepada peserta diklat tentang teknik, strategi
dan etika komunikasi yang harus dimiliki dan dipraktekkan oleh seorang
petugas pengamanan dalam melaksanakan tugas tugas pengamanan di
lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan
Negara (Rutan).

Adapun teknik dan etika komunikasi yang dapat diterapkan para petugas
pengamanan pintu utama di lingkungan Lapas dan Rutan meliputi
bagaimana cara penggunaan simbol atau tanda gambar, penggunaan
peralatan pendukung komunikasi, penampilan petugas pengamanan, sikap
tubuh yang baik, cara bicara yang baik.

33
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

Keamanan/ pengaman dalam Lapas dan Rutan menjadi poin krusial


yang sangat penting agar situasi, kondisi dan keadaan dalam pemberian
layanan dapat optimal dilaksanakan. Untuk itu, dituntut kemampuan
seorang petugas pengamanan di Lapas dan Rutan yang handal dan
profesional di dalamnya.

Keamanan/ Pengamanan itu ditujukan tidak saja pada potensi gangguan


yang muncul dari dalam Lapas/ Rutan, namun juga yang muncul dari
luar. Potensi gangguan yang khusus dari luar, titik pertama dan utama
terletak pada kemampuan petugas Lapas/ Rutan yang bertugas menjaga
pintu gerbang utama atau sering disebut Petugas Penjaga Pintu Utama
(P2U).

Salah satu kemampuan mendasar yang harus dimiliki oleh setiap petugas
P2U adalah kemampuan komunikasi. Sebab semua kontak dimulai
dengan komunikasi. Oleh karenanya, melalui materi diklat teknik
komunikasi ini diharapkan peserta diklat menguasai teknik, strategi dan
etika komunikasi dalam melaksanakan tugas tugas pengamanan di
lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan
Negara (Rutan) sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Hukum dan HAM nomor 33 tahun 2015 tentang Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.

B. Tindak Lanjut

Keseluruhan materi modul yang sederhana ini diharapkan dapat menjadi


bahan pembelajaran yang cukup memadai dan efektif dalam

34
meningkatkan kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik para
pegawai/ petugas pengamanan Lapas dan Rutan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, sehingga mampu memiliki kompetensi untuk
memahami dalam berkomunikasi yang dapat mendukung pelaksanaan
tugas kesehariaannya lebih profesional.

35
DAFTAR PUSTAKA

C. Buku- Buku:
Aubrey Fisher, 1998. Teori-Teori Komunikasi . Bandung: Remaja
Rosdakarya.
A.W. Widjaja. 1986. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta:
Bina Aksara.
Baran, Stanley J. 2012. Pengantar Komunikasi Massa Jilid 1 Edisi 5.
Penerjemah : S. Rouli Manalu, Editor : Yayat Sri Hayati.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Budyatna, Muhammad & Leila Mona Ganiem. 2011. Teori Komunikasi
Antarpribadi. Jakarta : Kencana.
Cangara, H. Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta,
Deddy Mulyana, 2007. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Devito A. Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta :
Profesional Books.
Hovland,C.I.,Janis,I.L.,dan Kelley.1953.Communication and
persuation.New Haven: Yale University Press.
Jerry L. Winsor dan James J. Floyd, Komunikasi Bisnis dan Profesional
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996).
Johannesen, Richard L. 1996. Etika Komunikasi Edisi Ke-3, Editor :
Dedy Djamaluddin Malik dan Deddy Mulyana. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Dedy & Rakhmat, Jalaluddin,.1993. Komunikasi Antar-
budaya, Bandung: PT Remaja.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung :
Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu

36
Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Naim, Ngainun. 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. Yogjakarta:
ArRuzz Media.
Nurudin. 2014. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.
Rahardi, Kunjana. 2012. Menulis Artikel Opini & Kolom di Media
Massa. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Rakhmat, Jalaluddin. 2014. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Rohim, H. Syaiful.2009. Teori Komunikasi : Perspektif, Ragam, dan
Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Rosdakarya. 143 Effendy,Onong Uchyana, 1986, Dinamika Komunikasi,
Rosda Karya Bandung.
Sendjaya, Sasa Djuarsa. 1993. Teori Komunitas. Universitas Terbuka.
Jakarta.
Tamburaka, Apriadi. 2013. Agenda Setting Media Massa. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Wasesa, Silih Agung. 2006. Strategi Public Relations. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

D. Internet
Komunikasi Efektif,
http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/2007/11/komunika
si-efektif-1.html
Model Interaksional Suatu Teori,
http://stetephanie.blogspot.com/2010/09/model-interaksional-
suatu-teori.html

37
Teori Komunikasi, http://wikipedia.com/teori-komunikasi.html
Macam-macam Teori Komunikasi,
http://reniekurniati.blogspot.com/2010/11/macam-macam-
teori-komunikasi.html
Proses Komunikasi secara linear,
http://juprimalino.blogspot.com/2011/10/proses-komunikasi-
secara-linear.html
Pengertian Konsep dan model komunikasi,
http://rumakom.wordpress.com/2010/10/31/pengertian-
konsep-dan-model-komunikasi/
Pengertian Komunikasi, Tujuan Komunikasi, Jenis-jenis Komunikasi,
dan Unsur-unsur Komunikasi,
http://www.ilmusahid.com/2015/09/pengertian-komunikasi-
tujuan-komunikasi.html

38
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
TEKNIK DAN STRATEGI PENANGANAN HURU HARA
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS PENGAMANAN
LAPAS DAN RUTAN

Penulis
Donny Setiawan, A.Md.IP., SH.,MM

Editor
Dr. Arisman, ST., MM

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
2017
PUSAT PENGEMBANGAN DIKLAT TEKNIS DAN
KEPEMIMPINAN
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM
DAN HAM
2017
DAFTAR ISI

Lembar i
Judul
Kata ii
Pengantar iii
Daftar Isi

BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Deskripsi Singkat 1
C. Manfaat Modul 1
D. Tujuan Pembelajaran 2
E. Materi Pokok 2
F. Sub Materi 2
G. Petunjuk Belajar 3

BAB II Gangguan Keamanan Dan Ketertiban 4


A. Pengertian Gangguan Keamanan dan Ketertiban 4
B. Klasifikasi Gangguan Keamanan dan Ketertiban 4
C. Latihan 5
D. Rangkuman 5

BAB Teknik Dan Strategi Penanganan Huru Hara 6


III
A. Pengertian 6
B. Perlengkapan Dalmas 6
C. Tim Tanggap Darurat (TTD) 8
D. Latihan 22
E. Rangkuman 23

ii
BAB Penutup 24
IV Kesimpulan 24

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modul ini memiliki keterkaitan dengan pembahasan pada modul
lainnya, jika peserta telah memahami isi modul ini maka peserta akan lebih
mudah memahami secara utuh tentang sistem keamanan di Lapas, Rutan dan
cabang Rutan yang merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan
dan penghidupan yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan dengan
terencana, terarah dan sistematis sehingga dapat menjamin terselenggaranya
kegiatan perawatan tahanan dan pembinaan warga binaan pemayasyarakatan
(WBP) dalam rangka pencapaian tujuan pemasyarakatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dibutuhkan situasi dan kondisi yang aman dan tertib dengan
serangkaian langkah-langkah pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban di seluruh jajaran pemasyarakatan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, modul ini disusun sebagai sarana untuk
membekali pengetahuan dan keterampilan petugas dalam menjalankan salah
satu tugas pokok dan fungsinya yaitu penanganan ketika terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban khususnya kejadian kerusuhan atau huru hara di
Lapas dan Rutan. Kerusuhan atau huru-hara terjadi pada saat sekelompok
orang berkumpul bersama untuk melakukan tindak kekerasan, biasanya
sebagai tindakan balasan terhadap perlakuan yang dianggap tidak adil ataupun
sebagai upaya penentangan terhadap sesuatu. Pengendalian huru hara
merupakan suatu upaya mengatasi kerusuhan guna mewujudkan rasa aman
dan tertib di lingkungan Lapas dan Rutan.

1
B. Deskripsi Singkat
Pembahasan awal dalam modul ini mengantarkan pembaca untuk
mengetahui tentang pengertian dan klasifikasi gangguan keamanan dan
ketertiban di Lapas dan Rutan. Pembahasan selanjutnya tentang teknik dan
strategi penanganan huru hara, meliputi: tim tanggap darurat (TTD), formasi,
perintah untuk regu tameng dan senjata, serta perlengkapan dalmas.

C. Manfaat Modul
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah
peserta diklat memperoleh pemahaman yang memadai tentang gangguan
keamanan dan ketertiban serta teknik dan strategi cara melakukan penanganan
huru hara di Lapas dan Rutan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu
menerapkan teknik dan strategi penangan huru hara di tempat tugas
masing-masing untuk menciptakan kondisi yang aman dan terkendali.
2. Indikator Hasil Belajar
Indikator-indikator hasil belajar ini adalah:
1. Peserta dapat menjelaskan gangguan keamanan dan ketertiban di
Lapas dan Rutan.
2. Peserta dapat menerapkan teknik dan strategi penanganan huru
hara di Lapas dan Rutan

E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah sebagai berikut :
1. Gangguan keamanan dan ketertiban.

2
2. Teknik dan strategi penanganan huru hara.

F. Sub Materi Pokok


Sub materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1.1 Pengertian gangguan keamanan dan ketertiban.
1.2 Klasifikasi gangguan keamanan dan ketertiban.
2.1 Tim tanggap darurat (TTD).
2.2 Formasi.
2.3 Perintah untuk regu tameng dan senjata
2.4 Dalmas

G. Petunjuk Belajar
1. Petunjuk Untuk Peserta Diklat
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
diklat teknik dan strategi penangan huru hara dapat berjalan lebih
lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, anda kami
sarankan mengikuti langkah-langkah sebagaiberikut:
a. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau
tujuan pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena
indikator belajar memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar
menetapkan apa yang harus anda capai.
b. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan
sampai dengan Bab IV.
c. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas pada
akhir bab.
d. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata diklat ini
tergantung pada kesungguhan anda. Belajarlah secara mandiri
atau berkelompok secara seksama. Untuk belajar mandiri, dapat

3
seorang diri, berdua atau berkelompok dengan yang lain untuk
mempraktikkan strategi dan tehnik pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban yang baik dan benar.
e. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain,
seperti yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan
jangan segan-segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai
kompetensi dalam hal teknik dan strategi penangan huru hara di
Lapas dan Rutan.

2. Petunjuk Untuk Pengajar atau Fasilitator


Dalam setiap kegiatan belajar pengajar atau fasilitator berperan untuk
:
a. Membantu peserta dalam mempelajari isi modul.
b. Menggunakan metode simulasi untuk mempraktikkan materi
teknik dan strategi penanganan huru hara.
c. Memberikan penjelasan tentang aktivitas yang akan dilakukan
peserta dalam simulasi.
d. Mengawasi kegiatan simulasi serta memberikan saran, petunjuk
atau arahan agar peserta tidak melakukan kesalahan.
e. Mendiskusikan hasil simulasi.

4
BAB II
GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI LAPAS DAN
RUTAN

Setelah membaca bab ini, peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan


pengertian dan klasifikasi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas
dan Rutan

A. Pengertian Gangguan Keamanan Dan Ketertiban Di Lapas Dan Rutan


Gangguan keamanan dan ketertiban adalah suatu kondisi yang
menimbulkan keresahan, ketidakamanan, serta ketidaktertiban kehidupan di
dalam Lapas dan Rutan. Beragam gangguan keamanan dan ketertiban yang
terjadi antara lain : kejadian perkelahian, percobaan pelarian, pelarian,
penyerangan terhadap petugas, pelanggaran tata tertib, percobaan bunuh diri
atau bunuh diri, keracunan massal atau wabah, pemberontakan, kebakaran
bencana alam dan penyerangan dari luar.
Keamanan dan ketertiban pada unit pelaksana teknis pemasyarakatan
merupakan syarat utama mendukung terwujudnya pembinaan narapidana dan
perawatan tahanan. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban merupakan salah
satu fungsi penyelenggaraan tugas kesatuan pengamanan meliputi
penyelenggaraan Keamanan dan ketertiban warga binaan , penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakatan dengan
menjujung tinggi hak asasi manusia. Sistem keamanan di Lapas, Rutan dan
cabang Rutan pada dasaranya merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan
kehidupan dan penghidupan yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini
dilakukan dengan terencana, terarah dan sistematis dalam rangka pencapaian
tujuan pemasyarakatan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban pada Lapas atau Rutan melalui

5
berbagai cara, yaitu: pemeriksaan pintu masuk, penjagaan, pengawalan,
penggeledahan, inpeksi, control, kegiatan Intelijen, pengendalian peralatan,
pengawasan komunikasi, pengendalian lingkungan, penguncian, penempatan
dalam rangka pengamanan, investigasi dan reka ulang dan tindakan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Klasifikasi Gangguan Keamanan dan Ketertiban


Gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Gangguan keamanan dan ketertiban dalam keadaan biasa, yaitu:
a. Perkelahian perorangan di dalam kamar yang tertutup dan terkunci
b. Perkelahian orang di luar kamar
c. Perkelahian massal
d. Penyerangan terhadap petugas
e. Percobaan pelarian
f. Pelarian
g. Pelanggaran tata tertib
h. Percobaan bunuh diri dan bunuh diri
i. Keracunan massal dan wabah penyakit
2. Gangguan keamanan dan ketertiban dalam keadaan tertetntu, yaitu :
a. Pemberontakan
b. Kabakaran
c. Bencana alam
d. Penyerangan dari luar

C. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai gangguan
keamanan dan ketertiban di Lapas dan Rutan, kerjakan latihan di bawah ini!

6
1. Jelaskan pengertian gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas dan
Rutan!
2. Jelaskan klasifikasi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas dan
Rutan !

D. Rangkuman
Sistem keamanan di Lapas, Rutan dan cabang Rutan pada dasaranya
merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan
yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan dengan terencana, terarah
dan sistematis dalam rangka pencapaian tujuan pemasyarakatan. Gangguan
keamanan dan ketertiban adalah suatu kondisi yang menimbulkan keresahan,
ketidakamanan, serta ketidaktertiban kehidupan di dalam Lapas dan Rutan.
Beragam gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi antara lain : kejadian
perkelahian, percobaan pelarian, pelarian, penyerangan terhadap petugas,
pelanggaran tata tertib, percobaan bunuh diri atau bunuh diri, keracunan
massal atau wabah, pemberontakan, kebakaran bencana alam dan
penyerangan dari luar.

7
BAB III
TEKNIK DAN STRATEGI PENANGANAN HURU HARA

Setelah membaca bab ini, peserta diklat diharapkan dapat menerapkan


teknik dan strategi penanganan huru haradi Lapas dan Rutan

A. Pengertian
Penindakan terhadap keadaan tertentu seperti pemberontakan,
kebakaran, bencana alam, penyerangan dari luar dilakukan oleh tim tanggap
darurat dengan cara sebagai berikut:
a. membunyikan tanda bahaya;
b. mengamankan orang, lokasi, barang atau tempat kejadian perkara dan/atau
c. mengamankan pelaku yang diduga dapat menimbulkan atau melakukan ancaman
gangguan keamanan dan ketertiban.
Tim tanggap darurat (TTD) atau Emergency Response Team (ERT)
adalah sekelompok petugas yang dilatih mengenai teknik-teknik pengendalian
massa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, jumlah satu regu biasanya
terdiri dari 15 petugas. Ke-15 petugas ini termasuk komandan regu, satu
personil gas, ditambah 13 petugas lain yang digunakan untuk membentuk
formasi. Penggunaan tim tanggap darurat (TTD) di Lapas dan Rutan
dilakukan untuk mengendalikan gangguan seperti kerumunan yang tidak bisa
diatur, kelompok orang dan atau individu yang mengganggu. Kendali
gangguan adalah sebuah metode menggunakan jumlah kekuatan minimum
untuk mengendalikan situasi yang berbahaya, tujuannya adalah untuk
melindungi staf, warga binaan atau tahanan serta bangunan pemerintah dari
situasi-situasi yang berbahaya.

8
B. Perlengkapan Dalmas

Tameng dalmas adalah sebuah plastik berkualitas tinggi atau fiberglass


yang digunakan sebagai pembatas serta untuk melindungi orang yang
membawanya. Penggunaan tameng dalmas secara baik dan benar oleh tim
tanggap darurat dapat berfungsi sebagai tembok perlindungan serta sebagai
upaya untuk mengintimidasi warga binaan ataupun individu yang sulit diatur.

a) Tameng Lengkung
• Digunakan oleh regu tim tanggap darurat baris depan untuk
melindungi diri terhadap tonjokan, tendangan, senjata tumpul, dan
lemparan.
• Juga digunakan untuk menangkap dan mengendalikan warga binaan
yang memberontak.
• Bentuk melengkung akan memantulkan objek yang dilemparkan
sehingga menjauh dari regu.
• Baris terdepan regu yang memegang tameng akan merapatkan tameng
sehingga membentuk dinding yang menangkis benda ataupun warga
binaan mau menerobos barisan.
• Tameng dipegang dengan memasukkan tangan melalui sabuk
pemegang kemudian tangan itu memegang pegangan yang satu lagi.
• Tameng dipegang rapat pada badan.
• Jarak dan interval normal antara para petugas adalah sekitar 38 cm.
• Jarak dan interval normal antara tameng adalah sekitar 5-8 cm.

b) Tongkat dalmas
• Biasanya dibuat dari kayu keras yang tidak mudah pecah atau rusak.

9
• Petugas yang dilengkapi pentungan dalmas harus terlatih dalam
menggunakannya.
• Pelatihan penggunaan pentungan dalmas diantaranya adalah
pengetahuan titik-titik tubuh manusia yang lemah dan fatal, posisi
dasar dan tindakan perlindungan, dan formasi dalmas dengan tongkat
dalmas.
Berikut ini tiga langkah wajib untuk mendapatkan genggaman tongkat
dalmas yang baik.
1. Tali pada tongkat pertama-tama ditaruh melingkari ibu jari.
2. Tongkat dalmas kemudian dipegang dengan posisi yang
memungkinkan tali untuk menggantung melintasi punggung
tangan.
3. Tangan kemudian digulingkan ke arah pegangan tongkat dalmas,
yang membuat tali ditekan oleh telapak tangan.
Teknik menggenggam tongkat dalmas tersebut di atas memudahkan
seseorang untuk menggenggam tongkat dengan aman dan
memudahkan pelepasan senjata hanya dengan merenggangkan tangan.

c) Helm Dalmas Berpelindung


• Helm dalmas berpelindung melindungi kepala dan muka dari pukulan
dan lemparan benda-benda.
• Helm dalmas harus dipegang pada bagian belakangnya dan bukan pada
pelindung muka dari kacanya, dan dipakai di kepala.
• Kencangkan tali pengikat dagu.
• Saat komando, tarik kaca pelindung kebawah sampai klik masuk ke
tempatnya.

10
d) Rompi Pelindung
• Melindungi terhadap pukulan, tendangan, senjata tumpul, lemparan,
peluru dan sabetan senjata tajam.
• Tidak efektif terhadap tusukan senjata tajam seperti pisau, gancu, dsb.
• Dipakai seperti rompi dengan penutup velcro atau kait.

e) Masker Gas
• Mencegah dampak zat kimia yang membuat tim tanggap darurat
lumpuh.
• Ketika dikenakan dengan benar, masker gas akan menyaring partikel
yang mengganggu terpisah dari udara sehingga tanggap darurat tetap
bisa melanjutkan fungsinya.

C. Tim Tanggap Darurat (TTD)

1. Persyaratan

• Anggota Tim Tanggap Darurat dibentuk oleh Kepala Lapas atau


Kepala Rutan melalui seleksi dan penilaian.Setiap Tim Tanggap
Darurat berjumlah minimal 15 orang setiap Lapas atau Rutan
• Anggota telah mengikuti 70 (tujuh puluh) jam pelatihan tentang
tanggap darurat dengan 12 (dua belas) materi pelatihan
• Anggota Tim Tanggap darurat memiliki fungsi pengendalian
pemberontakan, pengawalan resiko sangat tinggi dan tinggi,
penggeledahan, penjeraan dengan penggunaan kekuatan,
penanganan pelarian dan tugas lain yang diberikan
• Anggota Tim Tanggap darurat harus melakukan latihan dan
simulasi minimal 1 (satu) bulan 2 (dua) kali

11
2. Persiapan

• Kepala Pengamanan memerintahkan kepada TTD untuk hadir


dalam penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban
• Ketua TDD mempersiapkan rencana penggunaan kekuatan untuk
penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban
• Ketua TTD meminta kepada anggota TTD untuk menggunakan
peralatan keamanan
• Ketua TTD menyiapkan barisan
• Ketua TTD memberikan arahan dan pembagian tugas kepada
anggota TTD
• Ketua TTD menanyakan kesiapan pelaksanaan kepada setiap
anggota TTD dengan suara dan perintah yang jelas
• Ketua dan Anggota TTD membentuk formasi baris, formasi
kolom, Formasi baji (panah) atau Formasi diagonal Tim Tanggap
Darurat
• Anggota TTD menggunakan Teknik Pembatasan gerak pasif atau
taktis
• Anggota TTD menggunakan Teknik Pembatasan gerak pasif atau
taktis
• Anggota menggunakan Taktik dan Teknik tameng huru-hara
• Anggota menggunakan Taktik dan Teknik Tongkat kendali
apabila diperlukan
• Anggota menggunakan Taktik dan Teknik Semprotan Merica
apabila diperlukan
• Anggota menggunakan Tektik dan Tektik Pemaksaan Keluar dari
sel apabila diperlukan

12
• Ketua TTD melakukan evaluasi pelaksanaan tugas
• Ketua TTD membuat laporan pelaksanaan tugas

3. Penggunaan Taktik, Teknik dan Prosedur Khusus

a) Pembatasan Gerak
• Menggunakan borgol dan rantai kaki yang terdiri dari
pembatasan gerak pasif dan pembatasan gerak taktis
• Pembatasan gerak pasif digunakan saat narapidana dan
tahanan patuh dan secara suka rela, menghadiri sidang
pengadilan, perawatan medis dan pemindahan
• Pembatasan gerak taktis digunakan saat narapidana dan
tahanan melawan, menolak perintah dan membahayakan
orang
• Penggunaan borgol plastik (flex cuffs) yang merupakan borgol
sementara hanya dapat digunakan sebanyak 1 (satu) kali
dalam jumlah besar untuk mengatasi perlawanan
• Memastikan borgol dan rantai kaki digunakan sampai pada
tahap atau jangka waktu dimana pengendalian dibutuhkan
• Memastikan borgol dan rantai kaki tidak boleh digunakan
sebagai hukuman atau dengan sengaja menimbulkan rasa
sakit
• Memeriksa borgol dan rantai kaki yang digunakan tidak
menahan sirkulasi atau peredaran darah, atau menyebabkan
cedera yang berkepanjangan;
• Memeriksa borgol dan rantai kaki yang bersifat mekanis
harus selalu dikunci ganda setelah dipasangkan

13
• Teknik Penggunaan Pembatas Gerak Pasif
• Memastikan jarak petugas cukup aman dari narapidana dan
tahanan
• Memastikan lubang kunci borgol menghadap ke atas atau
berlawanan dengan jari sebelum digunakan terhadap
narapidana atau tahanan
• Meminta narapidana dan tahanan untuk membelakangi
petugas dengan tangan berada di belakang punggung, telapak
tangannya menghadap keluar, dan ibu jarinya menghadap ke
atas
• Petugas memegang borgol di tangan yang lebih dominan
(tangan kanan), dengan jari di sekitar rantai penghubung yang
memisahkan borgol. Gelang ganda ditempatkan di tangan
berbentuk “V” sementara gelang tunggal berada di bawah jari
telunjuk. Petugas kemudian memasang borgol mengitari
pergelangan tangan narapidana dan tahanan
• Petugas mendorong borgol ke atas tangan sehingga gelang
tunggal menggantung di sekitar pergelangan tangan
narapidana dan tahanan
• Petugas mengamankan gerigi borgol dengan menaruh tangan
kiri ke tangan narapidana dan tahanan dan menutup borgol
• Petugas kemudian mengulangi prosedur yang sama untuk
tangan lainnya
• Petugas menempatkan jari kelingkingnya di antara borgol dan
pergelangan tangan narapidana untuk memastikan bahwa
borgol tidak terlalu ketat. Jika tidak ada jarak untuk
memasukkan sebuah jari kelingking di antara borgol dan

14
pergelangan tangan, maka Petugas menggunakan kunci untuk
meregangkan borgol
• Petugas mengunci borgol sebanyak dua kali, yaitu dengan
menekan lubang pin yang terdapat pada gelang ganda, atau
kunci ganda (double lock), lalu memasukkan kunci ke dalam
lubang kunci borgol sebagai penguncian terakhir
• Saat Petugas membuka alat pembatas borgol, Petugas
memerintahkan narapidana dan tahanan untuk tetap diam dan
berdiri agak condong ke depan agar petugas dapat memiliki
ruang yang lebih baik untuk membuka borgol
• Jika satu tangan narapidana dan tahanan sudah terlepas dari
borgol, Petugas menutup gerigi borgol yang terbuka dan
memerintahkan narapidana atau tahanan untuk menempatkan
tangannya yang sudah bebas tadi di belakang kepalanya,
sementara Petugas membebaskan tangan narapidana atau
tahanan yang belum terlepas dari borgol

b) Teknik Penggunaan Pembatas Gerak Taktis

- Memastikan bahwa petugas berjumlah minimal 2 (dua) orang


yang bertugas masing-masing untuk menekan atau menahan
narapidana/tahanan yang sudah terbaring dan melakukan
pemborgolan
- Membaringkan narapidana atau tahanan di lantai dengan posisi
satu kaki petugas berada di atas dan menekan atau menahan
punggung narapidana atau tahanan

15
- Menggunakan prosedur sesuai dengan ketentuan pembatas
gerak pasif

c) Cara memakai Pakaian Pengendalian Masa (dalmas)


- Memasang pelindung kaki bawah

- Memasang pelindung kaki atas serta mengaitkan dengan


pelindung kaki bawah

- Memasang pelindung badan depan dan belakang yang sudah


terkait

- Kaitkan pelindung badan bagian bawah

16
- Pasang bagian lengan kemudian kaitkan bagian atas dengan
bagian bawah lengan

- Pastikan semua pengait terkait dengan baik

d) Penggunaan Formasi Tim Tanggap Darurat (gambar


terlampir)

1. Formasi Banjar
Pergerakan yang cepat dan teratur regu untuk berpindah dari satu
lokasi ke lokasi lain. Anggota regu berbaris berbanjar di belakang
anggota lain dengan jarak yang sama
• Ini adalah titik awal dan formasi banjar akan memperlancar
pergerakan yang teratur dari regu.
a. Sebelum memasuki daerah gangguan, formasi banjar
akan dibentuk di lokasi dekat gangguan, tapi diluar
pandangan para pengganggu.
b. Petugas patokan akan selalu menjadi orang nomor satu di
dalam barisan dengan komandan regu dan pemegang gas
diposisi luar kiri.

17
c. Saat selesainya formasi, pemimpin regu akan
memberikan komado “Berhitung”, mulai dari “petugas
patokan” atau pengawas depan, ia akan menyebut satu
dan sisa dari regu akan menyebutkan angka-angka
selanjutnya.
d. Setiap orang harus mengingat nomornya karena ini
memberitahukan posisi mereka di dalam setiap formasi-
formasi berikut (saf, diagonal, atau baji).
e. Dalam formasi banjar, regu dapat dengan mudah diatur
untuk mengatasi gangguan apapun.
f. Ketika perintah “berkumpul” atau “berbaris” diberikan,
maka formasi banjar dibentuk.

PENJURU

DANRU

2. Formasi Saf
Terdiri dari regu yang menghadap ke satu arah, sekitar 40 cm
dari bahu ke bahu. Penyesuaian dapat dibuat sesuai dengan

18
situasi, Tujuan dasarnya adalah untuk memberikan
“penunjukkan kekuatan” atau mengosongkan sebuah area.
• Dapat digunakan untuk bertahan atau menyerang.
• Pertunjukan Kekuatan
a. Sebagai formasi menyerang, formasi saf dipakai untuk
mendorong kerumunan melintasi daerah terbuka
ataupun ke ujung jalanan.
b. Sebagai formasi bertahan, formasi saf dipakai untuk
menghalangi akses masuk daerah terlarang atau untuk
mempertahankan suatu posisi.
c. Saat petugas patokan mengambil posisi, petugas dengan
nomor ganjil 3.5.7.9.11 di dalam regu akan bergerak ke
kiri petugas patokan sesuai dengan urutan nomornya
dan petugas bernomor genap 2.4.5.8.10 akan bergerak
ke sebelah kanan petugas patokan sesuai dengan nomor
yang berurutan di dalam formasi saf.

3. Formasi Baji
Formasi baji digunakan untuk membagi kelompok warga

19
binaan ke dua kelompok yang lebih kecil. Para anggota regu
berbaris di dalam barisan diagonal dari petugas patokan atau
pengawas depan dan membentuk baji. Mereka menjaga jarak
tidak lebih dari satu lengan dari anggota di depan mereka saat
melindungi sisi mereka
• Formasi baji digunakan untuk membagi kelompok warga
binaan ke dua kelompok yang lebih kecil
• Saat petugas patokan mengambil posisi, para petugas
bernomor ganjil 3.5.7.9.11 di dalam regu akan bergerak ke
kiri dari petugas patokan dengan nomor yang berurutan dan
para petugas bernomor genap 2.4.6.8.10 akan bergerak ke
kanan petugas patokan sesuai urutan angkanya di dalam
formasi baji.

4. Formasi Diagonal Kiri dan Kanan


Dapat mengarah ke kiri atau kanan dan digunakan untuk
menyingkirkan warga binaan dari dinding dan mengarahkan
warga binaan ke tempat yang berbeda.

20
• Digunakan untuk memberikan jalan kepada warga binaan
untuk pindah
• Mendapatkan kembali atau mengurung suatu posisi
• Mengarahkan kerumunan dan digunakan untuk kendali
massa.
Saat petugas patokan mengambil posisinya baik diagonal
kiri atau kanan, anggota regu yang lain akan membentuk
sebuah garis diagonal secara berurut 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11

e) Taktik dan Teknik Tameng Huru-Hara


• Saat digunakan di dalam Formasi, Tameng Huru-Hara
membuat ‘dinding’ perlindungan untuk Tim Tanggap Darurat
dan dapat mengintimidasi narapidana dan tahanan yang
membuat gangguan
• Tameng Huru-Hara dapat digunakan di dalam formasi apapun
untuk melindungi anggota Tim Tanggap Darurat

21
• Tameng Huru-Hara juga dapat digunakan untuk menempelkan
narapidana dan tahanan ke dinding atau ke lantai jika
narapidana dan tahanan memiliki senjata tajam
• Melucuti senjata narapidana dan tahanan dengan aman dan
memasangkan Pembatas Gerak

f) Taktik dan Teknik Tongkat Kendali

• Pengendalian dilakukan melalui penerapan beragam


pemblokiran dan penyerangan yang tepat serta menargetkan ke
area bagian tubuh narapidana dan tahanan yang tepat dalam
setiap kondisi
• Penggunaan Tongkat Kendali digunakan apabila tahapan
Penggunaan Kekuatan ini tidak efektif
• Tongkat Kendali dapat mencegah serangan pemukulan
narapidana dan tahanan yang memiliki jenis senjata
• Tongkat Kendali efektif untuk digunakan dalam formasi taktis
dengan gerakan ‘injak dan seret’ saat melakukan gerakan
menusuk yang berada di area sekitar lengan, kaki (paha), dan
lutut narapidana dan tahanan
• Memastikan anggota tidak memukul bagian wajah, kepala,
leher dan ginjal dan tidak digunakan terhadap narapidana dan
tahanan yang patuh

g) Taktik dan Teknik Semportan Merica / Gas air mata


• Semprotan Merica/gas air mata dapat digunakan pada tahap
pelaksanaan Penggunaan Kekuatan teknik ringan

22
• Semprotan Merica/gas air mata digunakan sebagai respon
pertama yang dapat dipilih pada pelaksanaan Penggunaan
Kekuatan
• Semprotan Merica/gas air mata tidak boleh digunakan sebagai
hukuman atau balas dendam
• Tabung-tabung Semprotan Merica berukuran kecil dapat
digunakan pada jarak hingga 3 (tiga) meter
• Penggunaan Semprotan Merica/gas air mata harus dilakukan
dengan memperhatikan keselamatan anggota, narapidana dan
tahanan serta mengikuti petunjuk penggunaan
• Semprotan merica/gas air mata digunakan oleh salah satu
anggota tim
• Pada saat penggunaan semprotan merica, petugas mengambil
posisi kuda-kuda kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang,
dengan semprotan di pegang di tangan kanan dan posisi tangan
kiri lurus ke depan menghadap ke arah narapidana atau tahanan
• Sedangkan pada saat penggunaan semprotan gas air mata.
Dengan kuda-kuda yang sama, petugas memegang gas air mata
di tangan kanan menghadap ke arah narapidana atau tahanan
• Saat menggunakan Semprotan Merica/gas air mata, anggota
harus berdiri di arah yang berlawanan dengan arah angin dan
arah narapidana dan tahanan
• Anggota perlu berhati-hati akan adanya cipratan atau
semprotan berlebih yang bisa mengarah pada anggota,
narapidana dan tahanan lain di area tersebut

23
• Demi keselamatan dan keefektifan maksimum penyemprotan,
anggota TTD harus tetap berada pada jarak setidaknya 1 (satu)
sampai 3 (tiga) meter dari penyerang, atau tergantung situasi
• Jika narapidana dan tahanan berjalan ke arah anggota TTD
yang sedang mencoba untuk menyemprotkan Semprotan
Merica/gas air mata, maka anggota TTD perlu berdiri sehingga
tangannya yang bebas menghadap ke narapidana dan tahanan
dalam posisi bersiaga (defensif) sehingga dapat menepis
serangan, dan memberikan kemungkinan untuk menyemprot
penyerang
• Anggota segera bergerak ke samping setelah menyemprotkan
Semprotan Merica/gas air mata, untuk menghindari penyerang
melanjutkan gerakan ke depannya
• Anggota TTD perlu mengarahkan semprotan langsung ke arah
wajah narapidana dan tahanan, di area antara alis, dengan jarak
1 (satu) sampai 3 (tiga) meter sebanyak satu kali
• Jika narapidana dan tahanan tidak bereaksi terhadap semprotan,
dan masih melanjutkan perilaku agresifnya 3 (tiga) detik
setelah disemprot, maka semprotan selanjutnya perlu diarahkan
ke arah mulut dan hidung narapidana dan tahanan tersebut
• Prosedur penanganan setelah terpapar Semprotan Merica/gas
air mata meliputi: - Anggota TTD dapat meminta
narapidana dan tahanan untuk mandi, sebagai cara yang paling
cepat dan efektif untuk menghilangkan paparan semprotan
Merica
▪ Jika mandi tidak mungkin dilakukan, maka perlu membasuh
mata dan muka narapidana dengan air dingin

24
▪ Narapidana dan tahanan yang terpapar Semprotan Merica harus
segera dipindahkan ke area berudara segar dan diangin-
anginkan
▪ Narapidana dan tahanan yang terpapar Semprotan Merica harus
ditanyakan apakah menderita kondisi medis yang serius, dan
perlu ditanyakan apakah mengalami kesulitan bernafas atau
masalah lain seperti asma. Jika iya, bantuan medis perlu
dilakukan.
h) Taktik dan Teknik Pemaksaan Keluar dari Sel
• Teknik Pemaksaan Keluar dari Sel digunakan untuk
mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam sel karena
adanya bahaya terhadap dirinya atau terhadap orang lain
• Teknik Pemaksaan Keluar dari sel digunakan sebagai cara
terakhir
• Penerobosan sel dapat dilakukan dan harus sesuai dengan
pelaksanaan Penggunaan Kekuatan
• Prosedur melakukan Pemaksaan Keluar dari Sel
• Ketua TTD menerima perintah dari Kepala Lapas atau Rutan
atau Kepala Pengamanan
• Ketua TTD mengumpulkan anggota Tim pada titik kumpul
yang telah ditentukan dengan seragam lengkap
• Kepala Lapas atau Rutan dan Kepala Pengamanan harus
memberikan pengarahan kepada TTD mengenai alasan
Pemaksaan Keluar dari Sel perlu dilakukan, potensi bahaya
yang ada, dan lokasi penempatan narapidana ketika Pemaksaan
Keluar dari Sel sudah dilakukan dengan tetap menghormati

25
hak-hak narapidana atau tahanan juga tidak melakukan
penggunaan kekuatan yang berlebihan
• Kepala Pengamanan memastikan jumlah anggota Tim dalam
pengeluaran paksa yaitu minimal 1 narapidana atau tahanan
berbanding 5 orang petugas
• Kepala Pengamanan memastikan bahwa seluruh pintu blok dan
sel hunian telah dilakukan penguncian
• Ketua TTD memberikan pengarahan pada tiap anggota TTD di
dalam kelompoknya untuk melakukan tugas khusus saat
melakukan Pemaksaan Keluar dari Sel
• Ketua TTD memastikan kembali tugas anggota 1, anggota 2,
anggota 3, anggota 4, anggota 5 dan seterusnya
• TTD menuju kamar akan menggunakan Formasi Baris dan
berpegangan pada anggota TTD di depan mereka
• Ketua TTD memberikan instruksi kepada narapidana dan
tahanan untuk menyerah
• TTD melakukan pembatasan gerak pasif apabila narapidana
atau tahanan menyerah
• Ketua TTD menyampaikan tindakan yang akan dilakukan oleh
Tim apabila narapidana atau tahanan menolak untuk menyerah
atau keluar dari kamar
• TTD membuka pintu kamar narapidana atau tahanan untuk
segera melakukan tindakan menyudutkan, melumpuhkan dan
melakukan pembatasan gerak taktis
• TTD menggunakan semprotan merica atau gas air mata secara
berulang apabila dilakukan terhadap lebih dari 1 orang
narapidana atau tahanan

26
• TTD mengeluarkan narapidana atau tahanan sebagai otak
pelaku dengan cepat apabila pengeluaran dilakukan terhadap
lebih dari 1 orang narapidana atau tahanan dalam kondisi ruang
kamar terbatas
• TTD memindahkan narapidana atau tahanan ke ruang isolasi
• TTD memastikan Petugas Medis mengevaluasi narapidana dan
tahanan setelah pemindahan
• TTD memastikan seluruh dokumentasi lengkap setelah
melakukan Pemaksaan Keluar dari Sel
• TTD membuat evaluasi pelaksanaan kegiatan
• TTD membuat laporan pelaksanaan kegiatan
• Tanggung Jawab Anggota Nomor 1 (satu) TTD pada
pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Menggunakan Tameng Huru-Hara dan menyudutkan
narapidana atau tahanan ke tembok
2) Anggota Nomor 1 (satu) TTD memberikan komando
verbal untuk mengarahkan tindakan narapidana atau
tahanan

• Tanggung Jawab Anggota Nomor 2 (dua) Tim TTD pada


pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Mengendalikan tangan kiri narapidana atau tahanan
2) Mendampingi Anggota Nomor 3 (tiga) TTD dalam
memasangkan borgol ke tangan narapidana atau tahanan
• Tanggung Jawab Anggota Nomor 3 (tiga) TTD pada
pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Mengendalikan tangan kanan narapidana atau tahanan

27
2) Membawa borgol dan memasangkannya ke tangan
narapidana atau tahanan dengan bantuan Anggota Nomor
2 (dua) TTD
3) Menyerukan ke Komandan TTD bahwa “tangan sudah
aman” saat alat pembatas gerak sudah dipasangkan
• Tanggung Jawab Anggota Nomor 4 (empat) TTD pada
pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Mengendalikan kaki kiri narapidana atau tahanan
2) Mendampingi Anggota Nomor 5 (Lima) TTD dalam
memasangkan alat pembatas gerak ke kaki narapidana atau
tahanan
• Tanggung Jawab Anggota Nomor 5 (lima) TTD pada
pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Mengendalikan kaki kanan narapidana atau tahanan
2) Membawa alat pembatas gerak (borgol) dan
memasangkannya ke kaki narapidana atau tahanan dengan
bantuan Anggota Nomor 4 (empat) TTD
3) Menyerukan ke Komandan TTD bahwa “kaki sudah
aman” saat alat pembatas gerak sudah dipasangkan
• Tanggung Jawab seluruh anggota TTD pada pelaksanaan
Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Seluruh anggota TTD akan memindahkan narapidana atau
tahanan dari dalam sel dengan menggotongnya
2) Masing-masing anggota TTD akan memegang pundak,
bawah lengan, dan bagian kaki di atas lutut narapidana saat
menggotongnya

28
3) Seluruh anggota TTD akan membawa narapidana atau
tahanan ke tempat yang diperintahkan oleh Komandan
TTD

4. Tugas-tugas seluruh anggota TTD setelah pelaksanaan


Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
a. Seluruh anggota TTD bertanggung jawab atas perlengkapannya
masing-masing
b. TTD akan diberikan pengarahan kembali oleh Komandan TTD
dan KPLP
c. Tugas-tugas seluruh anggota TTD setelah pelaksanaan Pemaksaan
Keluar dari Sel meliputi:
1) Seluruh anggota TTD bertanggung jawab atas
perlengkapannya masing-masing
2) TTD akan diberikan pengarahan kembali oleh Komandan TTD
dan KPLP
3) Laporan mengenai pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel
akan didokumentasikan
d. Laporan mengenai pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel akan
didokumentasikan
D. Latihan
Untuk lebih mengembangkan keterampilan saudara tentang teknik dan
strategi penanganan huru hara cobalah latihan dibawah ini!
a) Praktekkan gerakan formasi banjar, saf, baji, diagonal kiri dan kanan!
b) Praktekkan perintah persiapan, perintah formasi, perintah tambahan
untuk regu tameng, regu senjata dan pergerakan tim regu dalam
pelaksanaan penanganan huru hara!

29
c) Praktekkan penggunaan perlengkapan dalmas : tameng lengkung,
tongkat dalmas, helm dalmas, rompi pelindung dan masker!

E. Rangkuman

Pada kasus-kasus yang ekstrim, formasi-formasi di atas digunakan.


Penggunaan metode ini terbukti efektif. Kekuatan fisik tidak selalu dibutuhkan
dan terkadang hanya dengan menunjukkan kekuatan di dalam formasi-formasi
ini cukup untuk menenangkan kelompok warga binaan yang tidak mau diatur.

30
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Gangguan Keamanan dan Ketertiban adalah suatu situasi kondisi yang
menimbulkan keresahan, ketidakamanan, serta ketidaktertiban kehidupan di
dalam Lapas atau Rutan. Dalam rangka menciptakan pelaksanaan tugas
pengamanan Lapas dan Rutan, yang mengutamakan kepentingan pelayanan
masyarakat dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Lembaga
Pemasyarakatan maka kompetensi petugas menjadi syarat mutlak yang harus
dimiliki setiap petugas terutama keterampilan petugas dalam menangani
kejadian gannguan keamanan dan ketertiban khususnya kejadian huru hara.

31
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan

Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI NO 33 tahun 2015 tentang


Pengamanan pada Lembaga pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara

Keputusan direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM


RI nomor : PAS-416.PK.01.04.01 Than 2015 tentang
Standar Pencegahan Gangguan Keamanan dan Ketertiban
Lapas dan Rutan

Keputusan direktur Jenderal Peamsyarakatan Kementerian Hukum dan HAM


RI nomor : PAS-459.PK.01.04.01 Than 2015 tentang
Standar Penindakan Gangguan Keamanan dan Ketertiban
Lapas dan Rutan

32
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
TEKNIK PENGGUNAAN PERALATAN PENDUKUNG

Penulis
Riko Purnama Candra

Editor
Richard Pantun

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
2017
DAFTAR ISI

SAMBUTAN ............................................................................. iii


KATA PENGANTAR................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................... 1
B. Deskripsi Singkat................................................. 2
C. Hasil Belajar ........................................................ 2
D. Indikator Hasil Belajar ........................................ 2
E. Materi Pokok ....................................................... 3
F. Manfaat ................................................................ 3

BAB II TUGAS PENGAMANAN LAPAS/RUTAN ........ . 4


A. Pengertian Pengamanan Lapas dan Rutan .......... 4
B. Tugas Petugas Pintu Utama ............................... 5
C. Tugas Kepala Regu Pengamanan ....................... 8
D. Latihan.................................................................
E. Rangkuman ........................................................

BAB III ALAT PENDUKUNG PENGAMANAN ................ 10


A. Alat Pendukung .................................................. 10
B. Alat Pendukung Petugas Pintu Utama ............... 11
C. Alat Pendukung Kepala Regu Pengamanan .. 11

v
vi

D. Latihan ................................................................. 11
E. Rangkuman .......................................................... 11

BAB IV TEKNIK PENGGUNAAN ALAT PENDUKUNG... 15


A. Teknik Penggunaan Alat Pembatas Gerak (Borgol) 18
B. Teknik Penggunaan Alat Semprot Merica .......... 22
C. Teknik Penggunaan Tongkat Kendali ............ .. 24
D. Teknik Pengoperasian Body Scanner ………..
E. Latihan ................................................................ 25
F. Rangkuman .........................................................

BAB V PENUTUP .. ............................................................. 27


A. Simpulan ............................................................. 33
B. Tindak Lanjut ...................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................


DAFTAR DOKUMEN ............................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Selamat datang dalam Pelatihan Petugas Penjagaan Pintu Utama (P2U) dan
Kepala Regu Pengamanan untuk mata Diklat “Teknik Penggunaan Alat
Pendukung”. Dalam hal ini sangatlah penting bagi seorang petugas
pengamanan pada Lapas/Rutan khususnya petugas Penjagaan Pintu Utama
(P2U) dan Kepala Regu Pengamanan untuk menguasai teknik-teknik
penggunaan alat pendukung pengamanan dalam melaksanakan tugas sehari-
hari. Sebagai bagian dari pelatihan, maka modul ini akan memperkenalkan
kepada para peserta tentang teknik-teknik penggunaan alat pendukung
pengamanan yang sering digunakan agar kinerja petugas pengamanan dapat
lebih maksimal dan efektif.

A. Latar Belakang
Sistem keamanan di Lapas dan Rutan pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan yang teratur, aman
dan tenteram sehingga terselenggaranya kegiatan perawatan tahanan,
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka pencapaian tujuan
Pemasyarakatan.
Bahwa keamanan dan ketertiban yang kondusif di dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara adalah syarat utama dalam
mendukung terwujudnya keberhasilan Pemasyarakatan. Terampil dalam
penggunaan alat pendukung pengamanan menjadi salah satu kriteria yang
harus dipenuhi oleh seorang petugas Lapas dan Rutan dalam melaksanakan
tugas-tugas pengaman.
2

Pengamanan yang dimaksud dalam hal ini adalah segala bentuk kegiatan
dalam rangka memberikan perlindungan, pencegahan dan penindakan
terhadap setiap ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar
Lapas dan Rutan. Dengan memperhatikan pelaksanaan kegiatan tugas-tugas
pengamanan maka diperlukan peralatan pendukung untuk memudahkan
pelaksanaan tugas pengamanan guna tercapainya tujuan dari pengamanan itu
sendiri.

B. Deskripsi Singkat
Model pelatihan yang diterapkan dalam pelatihan yang dimaksudkan adalah
untuk memandu peserta melakukan teknik penggunaan alat pendukung
pengamanan yang sering digunakan oleh petugas pengamanan Lapas/Rutan
khususnya Petugas Pintu Utama dan Kepala Regu Pengamanan.

C. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang mata Diklat Teknik Penggunaan Alat
Pendukung, peserta Diklat diharapkan memiliki kemampuan lebih baik untuk
menggunakan alat pendukung tugas-tugas pengamanan.

D. Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari Mata Diklat Teknik Penggunaan Alat Pendukung ini
peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tugas-tugas pengamanan di Lapas dan Rutan, khususnya
Petugas Pintu Utama dan Kepala Regu Pengamanan.
2. Menjelaskan fungsi alat pendukung terutama untuk tugas Petugas
Pintu Utama dan Kepala Regu Pengamanan.
3. Melaksanakan teknik-teknik penggunaan alat pendukung.
3

E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Pengertian Pengamanan Lapas dan Rutan.
2. Tugas Petugas Pintu Utama.
3. Tugas Kepala Regu pengamanan.
4. Alat pendukung.
Sub materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Teknik penggunaan alat pembatas gerak (borgol).
2. Teknik penggunaan penyemperot merica.
3. Teknik penggunaan tongkat kendali.

F. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami pengertian tugas-tugas
pengamanan di Lapas dan Rutan, khususnya Petugas Pintu Utama
dan Kepala Regu Pengamanan.
2. Peserta diklat dapat memahami fungsi masing-masing alat
pendukung pengamanan.
3. Peserta diklat dapat lebih memahami teknik penggunaan alat
pendukung tugas-tugas pengamanan di Lapas dan Rutan.

G. Petunjuk Belajar
Dalam proses pembelajaran mata Diklat “Teknik Penggunaan Alat
Pendukung”, untuk mencapai tujuan pembelajaran secara baik, peserta
disarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator
4

belajar memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar menetapkan apa


yang harus Anda capai.
2. Mempelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I sampai
dengan Bab V.
3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas pada
akhir bab (Latihan).
4. Belajarlah secara mandiri atau berkelompok secara seksama. Untuk
belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau berkelompok dengan
yang lain untuk mempraktikkan teknik penggunaan alat pendukung
secara baik dan benar.
5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti
yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan
segan-segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi
dalam teknik penggunaan alat pendukung.

Baiklah, selamat belajar!, semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan dan


keterampilan yang diuraikan dalam mata Diklat ini, sebagai upaya untuk
meningkatkan tugas-tugas pengamanan secara baik.
5

BAB II
TUGAS PENGAMANAN LAPAS DAN RUTAN

Setelah membaca bab ini, peserta diklat diharapkan dapat


menjelaskan pengertian pengamanan serta tugas Penjagaan Pintu
Utama dan Kepala Regu Pengamanan

A. Pengertian Pengamanan Lapas dan Rutan


Lembaga Pemasyarakatan atau yang disingkat Lapas adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan,
sedangkan Rumah Tahanan Negara atau yang disingkat Rutan adalah tempat
tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan sidang pengadilan.
Pengamanan Lapas dan Rutan adalah segala bentuk kegiatan dalam rangka
memberikan perlindungan, pencegahan dan penindakan terhadap setiap
ancaman dan gangguan dari dalam dan luar Lapas dan Rutan, sedangkan
situasi kondisi yang menimbulkan keresahan, ketidakamanan serta
ketidaktertiban kehidupan di dalam Lapas dan Rutan disebut sebagai
gangguan keamanan dan ketertiban.
Penyelenggaraan pengamanan mencakup kegiatan pencegahan, penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban serta pemulihan pasca gangguan
keamanan dan ketertiban.
Kegiatan pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban dalam Lapas/Rutan
meliputi pemeriksaan pintu masuk, penjagaan, pengawalan
narapidana/tahanan, penggeledahan, inspeksi, kontrol, kegiatan intelijen,
pengendalian peralatan, pengawasan komunikasi, pengendalian lingkungan,
penguncian pintu-pintu dan kamar-kamar hunian, penempatan penghuni
Lapas/Rutan dalam rangka pengamanan. Sedangkan kegiatan Penindakan
6

merupakan segala bentuk kegiatan dalam upaya untuk menghentikan,


meminimalisir dan melokalisir gangguan keamanan dan ketertiban yang
terjadi di Lapas dan Rutan.
Salah satu kegiatan pencegahan adalah penjagaan yang meliputi penjagaan
pada pintu gerbang halaman, pintu gerbang utama, pintu utama, ruang
kunjungan, lingkungan blok hunian, blok hunian, pos menara atas, serta area
lain yang ditetapkan oleh Kepala Lapas atau Rutan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas pengamanan, dalam struktur organisasi
Lapas dan Rutan, terdapat tugas dan fungsi Kepala Regu Pengamanan sebagai
pelaksana dan bertanggung jawab terhadap keseluruhan tugas penjagaan
kepada Kepala Pengamanan Lapas atau Rutan.

B. Tugas Petugas Pintu Utama


1. Melakukan serah terima tugas, tanggung jawab, inventaris,
menyampaikan informasi penting, serta membuat dan
menandatangani berita acara serah terima;
2. Membuka dan menutup pintu utama;
3. Pemeriksaan orang yang terdiri dari pemeriksaan petugas,
narapidana/tahanan, tamu, pengunjung beserta barang dan
pemeriksaan kendaraan yang keluar masuk Lapas dan Rutan;
4. Melakukan penindakan seperti melarang orang, kendaraan,
barang masuk ke dalam Lapas/Rutan; Melarang narapidana
keluar; Melakukan penggunaan kekuatan sesuai dengan
tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban;
5. Membuat laporan.
7

C. Tugas Kepala Regu Pengamanan


1. Melakukan apel serah terima Regu.
2. Melakukan apel penghuni Lapas/Rutan yaitu melakukan
pengecekan/penghitungan penghuni.
3. Melakukan serah terima barang inventaris, seperti serah terima
kunci, sarana pengamanan (senjata api, amunisi, borgol, metal
detector, kaca pemeriksa, tongkat kejut, buku laporan, control
clock, semprotan merica, dll)
4. Melakukan koordinasi tugas-tugas pengamanan dan
pembagian tugas pengamanan kepada anggota Regu
Pengamanan terhadap pos-pos penjagaan yang ada di
Lapas/Rutan.
5. Melakukan kontrol keliling lingkungan dalam dan luar
Lapas/Rutan.
6. Melakukan penindakan terhadap gangguan keamanan dan
ketertiban berupa :
a. Perkelahian perorangan dan massal;
b. Penyerangan terhadap petugas;
c. Percobaan pelarian;
d. Pelarian;
e. Percobaan bunuh diri;
f. Bunuh diri
g. Keracunan
h. Pelanggaran tata tertib lainnya seperti : Penyalahgunaan
narkoba dan alat komunikasi, penganiayaan, pemerasan,
pencurian, penipuan dan lain-lainnya.
8

D. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai konsep dasar
pengamanan, cobalah latihan di bawah ini.
a. Apa yang saudara fahami tentang pengamanan Lapas dan
Rutan?
b. Coba jelaskan tugas seorang Petugas Pintu Utama !
c. Apa sajakah tugas seorang Kepala Regu Pengamanan ?

E. Rangkuman
Segala bentuk kegiatan dalam rangka memberikan perlindungan, pencegahan
dan penindakan terhadap setiap ancaman dan gangguan dari dalam dan luar
Lapas dan Rutan merupakan pengertian dari Pengamanan Lapas dan Rutan.
Dalam melaksanakan fungsinya, antara lain terdapat tugas Petugas Pintu
Utama dan tugas Kepala Regu Pengamanan.
9

BAB III
ALAT PENDUKUNG PENGAMANAN

Setelah membaca bab ini,

peserta diklat diharapkan dapat memahami

fungsi alat pendukung pengamanan

A. Alat Pendukung
Alat pendukung kegiatan pengamanan di Lapas dan Rutan menurut fungsinya
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Alat pendukung berfungsi pelindung diri
merupakan alat pendukung yang berfungsi untuk membantu melindungi
keselamatan diri petugas yang menggunakannya, seperti : helm pelindung
kepala, rompi dan sarung tangan anti senjata tajam, pelindung tangan,
pelindung kaki, masker gas, tameng.
2. Alat pendukung berfungsi pencegahan
merupakan alat pendukung yang berfungsi untuk pencegahan gangguan
keamanan dan ketertiban, seperti : Borgol tangan, borgol kaki, metal detector,
inspection mirror, gembok, x-ray, control clock.
3. Alat pendukung penindakan
merupakan alat pendukung yang berfungsi untuk melakukan kegiatan
penindakan terhadap gangguan kamtib, seperti : tongkat kejut listrik, tongkat
kendali (T), alat semprot merica, pelontar gas air mata, senjata api (amunisi
karet dan tajam), alat pemadam api ringan (APAR).

B. Alat Pendukung Petugas Pintu Utama


Alat pendukung pengamanan Petugas Pintu Utama terdiri dari :
1. Borgol
2. Tongkat Kendali
10

3. Penyemperot Merica
4. Metal Detektor
5. Gawang Detektor Logam (Walk Through Metal Detector /
WTMD )
6. X-ray
7. Body scanner
8. Sarung Tangan
9. Kaca inspeksi

C. Alat Pendukung Kepala Regu Pengamanan


Alat pendukung pengamanan Kepala Regu Pengamanan di Lapas/Rutan
terdiri dari :
1. Tongkat kendali
2. Borgol
3. Penyemperot merica
4. Rompi anti senjata tajam
5. Tongkat kejut

D. Latihan
1. Sebutkan fungsi dari alat pendukung !
2. Sebutkan contoh alat pendukung untuk Petugas Pintu Utama
dan Kepala Regu Pengamanan!

E. Rangkuman
Dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas Pengamanan Lapas dan Rutan,
alat pendukung dikelompokkan berdasarkan fungsi yang antara lain sebagai
pelindung diri, untuk pencegahan dan untuk penindakan gangguan keamanan
dan ketertiban.
11

BAB IV
TEKNIK PENGGUNAAN ALAT PENDUKUNG

Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan

dapat memahami dan menjelaskan

teknik-teknik penggunaan alat pendukung

A. Teknik Penggunaan Alat Pembatas Gerak (Borgol)


1. Ketentuan penggunaan :
a. Menggunakan borgol dan rantai kaki yang terdiri dari
pembatasan gerak pasif dan pembatasan gerak taktis.
b. Pembatasan gerak pasif digunakan saat narapidana dan tahanan
patuh dan secara suka rela, menghadiri sidang pengadilan,
perawatan medis dan pemindahan.
c. Pembatasan gerak taktis digunakan saat narapidana dan
tahanan melawan, menolak perintah dan membahayakan
orang.
d. Penggunaan borgol plastic (flex cuffs) yang merupakan borgol
sementara hanya dapat digunakan sebanyak satu kali dalam
jumlah besar untuk mengatasi perlawanan.
e. Memastikan borgol dan rantai kaki digunakan sampai pada
tahap atau jangka waktu dimana pengendalian tidak
dibutuhkan lagi.
f. Memastikan borgol dan rantai kaki tidak boleh digunakan
sebagai hukuman atau dengan sengaja menimbulkan rasa sakit.
g. Memeriksa borgol dan rantai kaki yang digunakan tidak
menahan sirkulasi atau peredaran darah, atau menyebabkan
cidera yang disengaja.
12

h. Memeriksa borgol dan rantai kaki yang bersifat mekanis harus


selalu dikunci ganda setelah dipasangkan.

2. Teknik Penggunaan Pembatas Gerak (borgol) Pasif :


a. Memastikan jarak petugas cukup aman dari narapidan dan
tahanan.
b. Memastikan lubang kunci borgol menghadap ke atas atau
berlawanan dengan jari sebelum digunakan terhadap
narapidana atau tahanan.
c. Meminta narapidana dan tahanan untuk membelakangi
petugas dengan tangan berada di belakang punggung,
telapak tangannya menghadap keluar dan ibu jarinya
menghadap ke atas.
d. Petugas memegang borgol di tangan yang lebih dominan
(tangan kanan), dengan jari di sekitar rantai penghubung
yang memisahkan borgol. Gelang ganda ditempatkan di
tangan berbentuk “V” sementara gelang tunggal berada di
bawah jari telunjuk. Petugas kemudian memasang borgol
mengitari pergelangan tangan narapidana dan tahanan.
e. Petugas mendorong borgol ke atas tangan sehingga gelang
tunggal mengantung di sekitar pergelangan tangan
narapidana dan tahanan.
f. Petugas mengamankan gerigi borgol dengan menaruh
tangan kiri ke tangan narapidana dan tahanan dan menutup
borgol.
g. Petugas kemudian mengulangi prosedur yang sama untuk
tangan yang lainnya.
13

h. Petugas menempatkan jari kelingkingnya di antara borgol


dan pergelangan tangan narapidana untuk memastikan
bahwa borgol tidak terlalu ketat. Jika tidak ada jarak untuk
memasukkan sebuah jari kelingking diantara borgol dan
pergelangan tangan, maka Petugas menggunakan kunci
untuk merenggangkan borgol.
i. Petugas mengunci borgol sebanyak dua kali, yaitu dengan
menekan lubang pin yang terdapat pada gelang ganda, atau
kunci ganda (double lock), lalu memasukkan kunci ke
dalam lubang kunci borgol sebagai penguncian terakhir.
j. Saat Petugas membuka alat pembatas borgol, Petugas
memerintahkan narapidana dan tahanan untuk tetap diam
dan berdiri agak condong ke depan aga Petugas dapat
memiliki ruang yang lebih baik untuk membuka borgol.
k. Jika satu tangan narapidana dan tahanan sudah terlepas dari
borgol, Petugas menutup gerigi borgol yang terbuka dan
memerintahkan narapidana atau taanan untuk menmpatkan
tangannya yang sudah bebas tadi di belakang kepalanya,
sementara Petugas membebaskan tangan narapidana atau
tahanan yang belum terlepas dari borgol.

3. Teknik Penggunaan Pembatas Gerak Taktis


a. Penggunaan pembatas gerak agak sukar dilakukan pada
seorang narapidana yang melakukan perlawanan;
b. Memastikan bahwa petugas berjumlah minimal 2 (dua)
orang yang bertugas masing-masing untuk menekan atau
menahan narapidana/tahanan yang sudah terbaring dan
melakukan pemborgolan;
14

c. Menelungkupkan narapidana atau tahanan di lantai dengan


posisi satu kaki petugas berada di atas dan menekan atau
menahan punggung narapidana atau tahanan.
d. Menggunakan prosedur sesuai dengan ketentuan pembatas
gerak pasif.
e. Berhati-hatilah supaya Anda terhindar dari tendangan
narapidana/tahanan.

B. Teknik Penggunaan Penyemperot Merica (papper


spray)/Gas Air Mata
1. Semprotan merica/gas air mata dapat digunakan pada
tahap pelaksanaan penggunaan kekuatan teknik ringan;
2. Semprotan merica/gas air mata digunakan sebagai respon
pertama yang dapat dipilih pada pelaksanaan penggunaan
kekuatan;\
3. Semprotan merica/gas air mata tidak boleh digunakan
sebagai hukuman ata balas dendam;
4. Tabung-tabung semprotan merica berukuran kecil dapat
digunakan pada jarak hingga 3 (tiga) meter;
5. Penggunaan semprotan merica/gas air mata harus
dilakukan dengan memperhatikan keselamatan anggota,
narapidana dan tahanan serta mengikuti petunjuk
penggunaan;
6. Semprotan merica/gas air mata digunakan oleh salah satu
anggota tim;
7. Pada saat penggunaan semprotan merica, petugas
mengambil posisi kuda-kuda kaki kiri di depan dan kaki
kanan di belakang, dengan semprotan di pegang di tangan
15

kanan dan posisi tangan kiri lurus ke depan menghadap


kea rah narapidana dan tahanan;
8. Sedangkan pada saat penggunaan semprotan gas air mata,
dengan kuda-kuda yang sama, petugas memegang gas air
mata di tangan kanan menghadap ke arah narapidana atau
tahanan;
9. Saat menggunakan semprotan merica/gas air mata,
anggota harus berdiri di arah yang berlawanan dengan
arah angina dan arah narapidana atau tahanan;
10. Anggota perlu berhati-hati akan adanya cipratan atau
semprotan berlebih yang bias mengarah pada petugas,
narapidana dan tahanan lain di area tersebut;
11. Demi keselamatan dan keefektifan maksimum
penyemprotan, petugas harus tetap berada pada jarak 1
(satu) sampai 3 (tiga) meter atau tergantung situasi;
12. Jika narapidana dan tahanan berjalan ke arah petugas atau
anggota Tim Tanggap Darurat (TTD) yang sedang
mencoba menyemprotkan semprotan merica/gas air mata,
maka petugas/Anggota TTD perlu berdiri sehingga
tangannya yang bebas menghadap ke narapidana dan
tahanan dalam posisi bersiaga (defensive) sehingga dapat
menepis serangan dan memberikan kemungkinan untuk
menyemprot penyerang;
13. Petugas/Anggota TDD segera bergerak ke samping
setelah menyemprotkan semprotan merica/gas air mata,
untuk menghindari penyerang melanjutkan gerakan
kedepannya;
16

14. Petugas/Anggota TTD perlu mengarahkan semprotan


langsung ke arah wajah narapidana dan tahanan, di area
antara alis, dengan jarak 1 (satu) sampai 3 (tiga) meter
sebanyak satu kali;
15. Jika narapidana dan tahanan tidak beraksi terhadap
semprotan dan masih melanjutkan perilaku aresifnya 3
(tiga) detik setelah disemprot, maka semprotan
selanjutnya perlu diarahkan kea rah mulut dan hidung
narapidana dan tahanan tersebut;
16. Prosedur penanganan setelah terpapar semprotan
merica/gas air mata adalah sebagai berikut :
a. Petugas/Anggota TTD dapat meminta narapidana dan
tahanan untuk mandi, sebagai cara yang paling cepat dan
efektif untuk menghilangkan paparan semprotan
merica/gas air mata;
b. Jika mandi tidak mungkin dilakukan, maka perlu
membasuh mata dan muka narapidana dengan air dingin;
c. Narapidana dan tahanan yang terpapar semprotan
merica/gas air mata harus segera dipindahkan ke area
berudara segar dan terbuka.
d. Narapidana dan tahanan yang terpapar semprotan
merica/gas air mata harus ditanyakan apakah menderita
kondisi medis yang serius dan perlu ditanyakan apakah
mengalami kesulitan bernafas atau masalah lain seperti
asma. Jika iya dan terlihat bernapasnya terganggu maka
bantuan medis perlu dilakukan.
17

C. Teknik Penggunaan Tongkat Kendali


1. Pengendalian dilakukan melalui penerapan
beragam pemblokiran dan penyerangan yang tepat
serta menargetkan ke area bagian tubuh narapidana
dan tahanan yang tepat dalam setiap kondisi;
2. Penggunaan tongkat kendali digunakan apabila
tahapan penggunaan kekuatan ini tidak efektif;
3. Tongkat kendali dapat mencegah serangan
pemukulan narapidana dan tahanan yang memiliki
jenis senjata;
4. Tongkat kendali efektif untuk digunakan dalam
melakukan gerakan menusuk yang berada di area
sekitar lengan, kaki (paha) dan lutut narapidana
dan tahahan;
5. Memastikan anggota tidak memukul bagian
wajah, kepala, leher dan ginjal dan tidak
digunakan terhadap narapidana dan tahanan yang
patuh.
6. Bagian tongkat kendali (tongkat T) adalah :
a. Handle (Pegangan) adalah bagian yang tegak lurus
dengan masing-masing ujung tongkat (membentuk sudut
90 derajat). Sesuai dengan namanya, maka fungsi
utama handle adalah untuk pegangan.
b. Long End adalah bagian batang tongkat yang panjang
(diukur dari titik temu pada pangkal handle sampai ujung
tongkat). Bagian ini paling banyak digunakan dalam
pembelaan diri, baik untuk menangkis maupun untuk
melakukan penyerangan.
18

c. Short End adalah bagian batang tongkat yang pendek.


Meski tidak sebanyak bagian Long End bagian ini sering
juga digunakan untuk melakukan tangkisan atau serangan.
Jika dibandingkan dengan Long End, bagian ini masih
lebih memungkinkan digunakan untuk pegangan. Meski
demikian pegangan pada handle adalah yang paling utama
karena paling efektif dan efisien.
d. Knop adalah bagian tongkat yang berbentuk agak bulat
(setengah bulat/berupa benjolan) yang terletak pada
ujung handle. Fungsi sebenarnya adalah untuk penahan
agar pegangan tangan pada tongkat (handle) tidak mudah
lepas. Walau demikian dari hasil studi pengembangan oleh
IJI Pengda Jatim, knop dapat juga digunakan untuk
melakukan penyerangan.

D. Teknik Pengoperasian Body Scanner


Full body scanner adalah sebuah alat pemindai yang bisa menembus lapis
pakaian seseorang, memetakan bagian tubuh dengan akurat, serta bisa
mendeteksi senjata non-logam & bahan peledak pada permukaan tubuh yang
terlindungi oleh pakaian. Cara kerja alat ini sangat cepat dan hanya
membutuhkan waktu antara 15 dan 30 detik untuk mendeteksi seseorang.
Orang yang hendak diperiksa terlebih dahulu memasuki bilik kecil dan disuruh
angkat tangan, kemudian gelombang radio akan mendeteksi tubuh dari segala
penjuru. Alat ini segera mengirim gambar 3-D berupa bentuk tubuh tanpa
pakaian di layar monitor. Dengan demikian operator bisa mengetahui benda
tersembunyi yang melekat pada tubuh tersebut.
Cara mengoperasikan :
1. Hidupkan UPS/Power.
19

2. Pastikan tombol merah (emergency stop) tidak tertekan.


3. Putar kunci pada controller/keyboard searah jarum jam.
4. Tunggu sampai ada tampilan menu utama pada monitor.
5. Posisikan Pengunjung pada ujung awal pemindaian.
6. Tekan tombol go pada controller/keyboard untuk mulai
memindai.
7. Gambar hasil scanner akan muncul di layar.

E. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang teknik penggunaan
alat pendukung, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara pahami tentang teknik-teknik pembatas
gerak ?
2. Jelaskan langkah saudara setelah narapidana atau tahanan
terpapar papper spray!
3. Bilamana pemakaian tongkat taktis dapat dilaksanakan?
Jelaskan!

F. Rangkuman
Penggunaan teknik alat pendukung pembatas gerak pasif dan body scanner
adalah untuk pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban, penggunaan
teknik alat pendukung papper spray/gas air mata dan tongkat kendali adalah
untuk penindakan gangguan keamanan di Lapas dan Rutan.
20

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Salah satu faktor pendukung keamanan dan ketertiban di dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara dapat terwujud dengan baik
adalah dengan terpenuhinya kemampuan petugas dalam menguasai dan
menerapkan teknik alat pendukung pengamanan.
Penyelenggaraan pengamanan mencakup kegiatan pencegahan, penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban serta pemulihan pasca gangguan
keamanan dan ketertiban.
Alat pendukung pengamanan berfungsi untuk melindungi diri, untuk
melakukan tugas pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban di Lapas Rutan.
Ada tiga teknik penggunaan alat pendukung yang sering dilakukan oleh
petugas Lapas dan Rutan yaitu teknik penggunaan alat pembatas yang
merupakan salah satu teknik pencegahan ganguan keamanan dan ketertiban;
Teknik penggunaan penyemprot merica/gas air mata dan teknik penggunaan
tongkat kendali sebagai teknik dalam penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban.

B. Tindak Lanjut
Perlu dilaksanakannya pelatihan teknis pengamanan lebih lanjut untuk
meningkatkan kemampuan dasar para Petugas Pintu Utama dan kepala Regu
Pengamanan tidak hanya di UPT Lapas dan Rutan tetapi juga di UPT Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Lembaga Penempatan Anak Sementara
(LPAS).
21

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2015 Tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara

Buku
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Standar Pencegahan Gangguan
Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan (Jakarta: Ditjen Pemasyarakatan,
2015)
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Standar Pencegahan Penindakan
Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan (Jakarta: Ditjen Pemasyarakatan,
2015)
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
PENGENALAN DASAR-DASAR INTELIJEN

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
2017
DAFTAR ISI

SAMBUTAN………………………………………………………………...ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………vi
DAFTAR ISI................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………….1
B. Deskripsi Singkat…………………………………………….2
C. Hasil Belajar………………………………………………….4
D. Indikator Hasil Belajar……………………………………….4
E. Materi Pokok…………………………………………………5
F. Manfaat………………………………………………………5

BAB II NORMA, DASAR HUKUM, DAN DEFINISI GLOBAL


STANDAR INTELIJEN
PEMASYARAKATAN………………………………………….………….6
A. Norma dan Dasar Hukum……………………………………………6
B. Definisi Global………………………………………………………7
C. Visi dan Misi Intelijen Pemasyarakatan……………………………10
D. Latihan
E. Rangkuman

BAB III DASAR, PRINSIP, DAN PERAN INTELIJEN


PEMASYARAKATAN………………………………………………….....13
A. Asas dan Prinsip Intelijen Pemasyarakatan………....……...............13
B. Identifikasi Intelijen Pemasyarakatan ……………………………... 15
C. Latihan………………………………………………………..…….21
D. Rangkuman……………………………………………....................21
BAB IV STRATEGI DAN KEWENANGAN INTELIJEN
PEMASYARAKATAN……………………………………………...23
A. Strategi Intelijen Pemasyarakatan……………………………23
B. Kewenangan dan Kode Etik Intelijen Pemasyarakatan……...55
C. Latihan ………………………………………………………56
D. Rangkuman ………………………………………………….57

BAB V BISNIS PROSES DAN JANGKA WAKTU PENYELESAIAN


INTELIJEN PEMASYARAKATAN ………………………………58
A. Bisnis Proses Intelijen Pemasyarakatan.................................58
B. Jangka Waktu Penyelesaian Intelijen Pemasyarakatan…......62
C. Latihan………………………………………………………64
D. Rangkuman………………………………………………….64

BAB VI KEBUTUHAN SDM DAN SARANA


PRASARANA.....................................................................................65
A. Kebutuhan SDM……………………………………………..65
B. Sarana Prasarana……………………………………………..71
C. Latihan……………………………………………………….75
D. Rangkuman…………………………………………………..75

BAB VII PENUTUP……………………………………………….77


A. Simpulan…………………………………………………….77
B. Tindak Lanjut……………………………………………….78

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….80
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara adalah
masyarakat yang "khusus" karena dihuni oleh orang-orang yang sedang
dicabut kemerdekaan bergeraknya. Oleh karena itu secara potensial
orang-orang yang tinggal di dalamnya mengalami penderitaan yang
mengakibatkan berbagai kehilangan seperti kebutuhan rasa aman,
kebebasan, kemerdekaan, pelayanan dan rasa memiliki barang dan jasa,
serta kesempatan untuk melakukan hubungan biologis. Hal ini
mengakibatkan munculnya upaya memenuhi kebutuhan tersebut melalui
praktik ilegal dan menumbuhkan sikap saling toleransi dan solidaritas
yang kuat selama menjalani pidana.
Dalam penyelenggaraan proses pemasyarakatan, UPT Pemasyarakatan
mengalami banyak tantangan atau ancaman baik dari internal maupun
eksternal yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan
keselamatan proses pemasyarakatan yang membutuhkan serangkaian
tindakan pengamanan yang efektif, efisien dengan mengedepankan nilai-
nilai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
Maraknya permasalahan di UPT Pemasyarakatan seperti praktik ilegal
yang didukung dengan lemahnya regulasi, sarana/prasarana, kualitas dan
kuantitas petugas, serta pengawasan dan kepemimpinan menjadi potensi
terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. Praktik ilegal ini
melibatkan oknum Petugas, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), dan
sebagian masyarakat sehingga dibutuhkan intelijen untuk mendapatkan
informasi potensi gangguan keamanan dan ketertiban yang dapat berguna

1
2

dalam pengambilan kebijakan pimpinan untuk melakukan langkah-


langkah perbaikan bagi Pemasyarakatan.

B. Deskripsi Singkat
Berbicara mengenai Intelijen Pemasyarakatan secara internal Intelijen
Pemasyarakatan diharapkan berperan dalam memberikan gambaran-
gambaran tentang perkiraan keadaan untuk dijadikan pengambilan
keputusan oleh pimpinan dan secara eksternal melakukan penelitian dan
analisa terhadap adanya dampak dari sebuah peristiwa di luar UPT
Pemasyarakatan yang dimungkinkan berhubungan dengan keadaan atau
kejadian di dalam UPT Pemasyarakatan. Peran Intelijen Pemasyarakatan
tersebut berupaya menghimpun data, melakukan analisis dan evaluasi
berdasarkan teori yang relevan dengan tujuan untuk memberikan
perkiraan (forcasting) yang tepat dari suatu peristiwa yang berkembang
ke tahap ambang gangguan dengan nilai kerahasiaan, serta melakukan
evaluasi terhadap gangguan keamanan yang sudah terjadi.
Salah satu peran Intelijen dalam mendukung pelaksanaan tugas
Pemasyarakatan adalah sebagai produk, pengetahuan, dan informasi.
Intelijen sebagai pengetahuan, produk, dan informasi sendiri merupakan
bahan keterangan yang telah diolah melalui proses pengolahan sehingga
bermakna sebagai pengetahuan untuk bahan pertimbangan dalam
penyusunan rencana, perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan.

Sejalan dengan hal tersebut, sebagai upaya dalam rangka memberikan


pengetahuan terhadap petugas pemasyarakatan maka perlu disusun suatu
panduan atau modul pembelajaran agar petugas pemasyarakatan dapat
memahami serta adanya persamaan persepsi dalam memahami tugas dan
fungsi Intelijen Pemasyarakatan.
3

C. Hasil Belajar
Dengan mempelajari modul Pengenalan Dasar-dasar Intelijen
Pemasyarakatan, diharapkan peserta dapat:
➢ Memahami tugas dan fungsi intelijen dalam mendukung tugas-tugas
Pemasyarakatan;
➢ Menerapkannya sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan Intelijen
Pemasyarakatan;
➢ Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan
oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas intelijen;

D. Indikator Hasil Belajar


1. Peserta dapat memahami peran dan tugas Intelijen Pemasyarakatan;
2. Peserta dapat menjelaskan dan melaksanakan peran dan fungsi
intelijen dalam pelaksanaan tugas di UPT Pemasyarakatan

E. Materi Pokok
Dalam modul Pengenalan Dasar-dasar Intelijen Pemasyarakatan ada 4
(empat) materi pokok yang menjadi dasar dalam pembelajaran antara lain:
1. Norma, dasar hukum, dan definisi global standar Intelijen
Pemasyarakatan
2. Asas, Prinsip, dan Peran Intelijen Pemasyarakatan
3. Bisnis proses dan jangka waktu penyelesaian Intelijen
Pemasyarakatan
4. Kebutuhan sumber daya manusia dan sarana prasarana

F. Manfaat
Modul Pengenalan Dasar-dasar Intelijen Pemasyarakatan diharapkan
dapat memberi manfaat antara lain:
4

➢ Memberikan pengetahuan terhadap Petugas Pemasyarakatan


mengenai pentingnya intelijen dalam mendukung pelaksanaan tugas
pemasyarakatan;
➢ Adanya informasi atau laporan intelijen yang digunakan sebagai
bahan pertimbangan pimpinan dalam mengambil suatu keputusan atau
kebijakan;
➢ Sebagai upaya deteksi dini terhadap potensi terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban di UPT Pemasyarakatan.
5

BAB II
NORMA, DASAR HUKUM, DAN DEFINISI GLOBAL
STANDAR INTELIJEN PEMASYARAKATAN

Setelah mempelajari Bab ini, peserta diklat diharapkan


dapat mengetahui dan memahami norma, dasar hukum, dan
definisi global mengenai standar Intelijen Pemasyarakatan

A. Norma dan Dasar Hukum


Dasar hukum yang digunakan dalam Standar Pelaksanaan Intelijen
Pemasyarakatan antara lain meliputi:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
2. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab
Perawatan Tahanan;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem pengendalian Intern Pemerintah;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
7. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.HH-16.KP.05.02 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai
Pemasyarakatan;
8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 29 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI;
6

9. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 33 Tahun


2015 tentang Pengamanan pada Lapas dan Rutan;
10. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. PAS-10.OT.02.01
Tahun 2014, tanggal 09 Juni 2014 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Pemasyarakatan.

B. Definisi global
Dalam Standar Pelaksanaan Intelijen Pemasyarakatan ini yang dimaksud
dengan:
1. Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait
dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan
keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang
terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan
dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan
setiap ancaman terhadap keamanan nasional;
2. Intelijen Pemasyarakatan adalah disiplin fungsional yang
melakukan pendekatan dengan sejumlah kemampuan pendekatan
pengumpulan dan analisa informasi dalam rangka penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan dilingkungan Pemasyarakatan yang
digunakan sebagai proses pengambilan keputusan atau kebijakan
Pimpinan;
3. Standar Intelijen Pemasyarakatan adalah pedoman atau ukuran
yang terdiri dari peraturan, definisi, petunjuk, proses, dan kriteria
dalam melaksanakan Intelijen di lingkungan Pemasyarakatan;
4. Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan adalah upaya penelitian,
penyusupan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data,
informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan
7

kebenaran atau kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan


kesimpulan atau rangkaian temuan dan susunan kejadian;
5. Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan adalah serangkaian
aktifitas mempertahankan kemampuan intelijen Pemasyarakatan,
cipta kondisi, dan penguatan jejaring intelijen internal dan eksternal;
6. Verifikasi adalah suatu kegiatan dalam rangka konfirmasi melalui
bukti obyektif bahwa persyaratan yang ditentukan telah dipenuhi;
7. Analisa Intelijen adalah suatu kegiatan dalam rangka menghimpun
dan mengolah data informasi yang selanjutnya disajikan dalam
bentuk laporan yang digunakan sebagai bahan keputusan pimpinan;
8. Unit Intelijen Pemasyarakatan yang selanjutnya di sebut UIP
adalah unit yang melakukan kegiatan intelijen sesuai dengan surat
keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan;
9. Petugas Intelijen adalah Petugas Pemasyarakatan yang ditunjuk dan
diangkat sebagai agen intelijen berdasarkan surat keputusan Direktur
Jenderal Pemasyarakatan;
10. Pemetaan potensi gangguan kamtib adalah serangkaian kegiatan
dalam rangka melakukan deteksi dini rawan gangguan kamtib di UPT
Pemasyarakatan dengan menggunakan instrumen atau alat ukur yang
berfungsi mengukur tingkat kerawanan gangguan kamtib di UPT
Pemasyarakatan;
11. Bahan Keterangan adalah tanda-tanda, gejala-gejala, fakta,
masalah, atau peristiwa sebagai hasil usaha mempelajari,
mengetahui, dan menghayati dengan menggunakan panca indera
tentang suatu situasi dan kondisi;
12. Informasi adalah bahan keterangan yang masih mentah dan
memerlukan pengolahan lebih lanjut;
8

13. Operasi Intelijen Pemasyarakatan adalah serangkaian kegiatan


penyelidikan, penggalangan, dan pengamanan yang dilakukan dalam
upaya cipta kondisi di UPT Pemasyarakatan;
14. Laporan Informasi adalah laporan atau informasi yang diterima
baik oleh masyarakat maupun Petugas Intelijen;
15. Cipta Kondisi adalah kegiatan dalam rangka pemulihan atau
recovery suatu kondisi UPT Pemasyarakatan menjadi lebih baik.

C. VISI DAN MISI INTELIJEN PEMASYARAKATAN


1. Visi
Memberikan informasi yang akurat kepada pimpinan tentang potensi
gangguan keamanan dan ketertiban UPT Pemasyaratan di wilayah
Indonesia.

2. Misi
Memperkuat pengaruh kepemimpinan Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan melalui kebijakan di bidang Intelijen Pemasyarakatan
secara terencana, sistematis, efektif, efesien, dan menjunjung tinggi
etika dan norma-norma keamanan sebagai garda terdepan pengamanan
negara dalam bidang pemasyarakatan.

C. Latihan
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab II ini, sebutkan visi
dan misi intelijen Pemasyarakatan, serta apasaja pengertian atau istilah-
istilah yang ada didalam intelijen Pemasyarakatan?
9

D. Rangkuman
Dalam Pelaksanaan tugas dan fungsi intelijen khususnya Intelijen
Pemasyarakatan tentunya membutuhkan payung hukum sebagai regulasi
dalam pelaksanaan tugas dilapangan, selain itu pengetahuan akan
pengertian atau istilah-istilah didalam intelijen juga menjadi faktor
penting didalam melaksanakan kegiatan intelijen, seperti pengertian
intelijen, penyelidikan, pengamanan, pengalangan, pemetaan, bahan
keterangan, informasi, cipta kondisi dan sebagainya, menjadi hal yang
wajib diketahui oleh petugas pemasyarakatan akan melaksanakan
kegiatan intelijen pemasyarakatan, sehingga dengan mengetahui dasar
hukum, pengertian atau istilah-istilah serta visi dan misi intelijen
pemasyarakatan dapat memperkecil tingkat kesalahan petugas
pemasyarakatan dalam pelaksanaan tugas pemasyarakatan khususnya
dibidang intelijen pemasyarakatan.
10

BAB III
ASAS, PRINSIP DAN PERAN INTELIJEN
PEMASYARAKATAN

Setelah mempelajari Bab ini, peserta diklat dapat


mengetahui dan memahami tujuan, sasaran, dan arah
kebijakan Intelijen Pemasyarakatan.

A. Asas dan Prinsip Intelijen Pemasyarakatan


1. Asas Intelijen Pemasyarakatan:
a. Menjunjung tinggi hak asasi manusia;
b. Kelangsungan proses Intelijen;
c. Kecepatan dan ketepatan dalam penyajian;
d. Kegunaan atau manfaat;
e. Keamanan dan kerahasiaan;
f. Mengutamakan pencegahan;
g. Keterpaduan fungsi;
h. Integritas sesuai kode etik Pegawai Pemasyarakatan.

2. Prinsip Intelijen Pemasyarakatan


a. Dalam rangka pelaksanaan tugas, Intelijen Pemasyarakatan
senantiasa mendukung dan mengamankan semua kebijakan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
b. Dalam menyelenggarakan kegiatan Intelijen Pemasyarakatan
selalu mendahului, menyertai, dan mengakhiri kegiatan dengan
mempertimbangkan kondisi dan situasi keamanan;
c. Intelijen Pemasyarakatan merupakan bagian dari Intelijen
Nasional yang dalam pelaksanaan tugasnya di bidang
11

Pemasyarakatan dapat memberikan kontribusi atau bantuan


kepada komunitas Intelijen lainnya dalam kerja sama di bidang
Intelijen;
d. Dalam rangka pembinaan karier, personel pengemban fungsi
Intelijen harus memiliki latar belakang pendidikan dan
pengalaman serta kualifikasi kemampuan Intelijen.
3. Peran Intelijen Pemasyarakatan
a. Intelijen sebagai organisasi
Intelijen sebagai organisasi merupakan suatu kegiatan yang
dilaksanakan berdasarkan kebutuhan organisasi, beroperasi di
bidang keamanan dan ketertiban, serta dilaksanakan secara
komprehensif dan terukur untuk mewujudkan tujuan sistem
pemasyarakatan;
b. Intelijen sebagai kegiatan
Intelijen sebagai kegiatan adalah semua upaya, pekerjaan,
kegiatan, dan tindakan yang dilaksanakan dalam rangka
penyelenggaraan atau operasi Intelijen yakni: investigasi,
pengamanan, dan penggalangan baik untuk kepentingan taktis
maupun strategis. Kegiatan Intelijen adalah segala usaha yang
dilaksanakan secara rutin dan terus menerus berdasarkan tata cara
kerja tetap baik secara terbuka maupun secara tertutup dalam
rangka pengamanan terhadap kepentingan nasional;
c. Intelijen sebagai produk, pengetahuan, dan informasi
Intelijen sebagai pengetahuan, produk, dan informasi adalah
bahan keterangan yang telah diolah melalui proses pengolahan
sehingga bermakna sebagai pengetahuan untuk bahan
pertimbangan dalam penyusunan rencana, perumusan kebijakan,
dan pengambilan keputusan.
12

B. Identifikasi Intelijen Pemasyarakatan


Unit Intelijen Pemasyarakatan terbagi menjadi tiga antara lain:
1 Unit Intelijen Pusat yang berkedudukan di Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan;
2 Unit Intelijen Wilayah yang berkedudukan di Divisi Pemasyarakatan;
3 Unit Intelijen UPT PAS yang berkedudukan di UPT Pemasyarakatan.
Dalam menjalankan perannya, Unit Intelijen Pemasyarakatan
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai berikut:

NO UNIT TUGAS DAN FUNGSI KETERANGAN


INTELIJEN
PEMASYARA
KATAN
1. UIP PUSAT 1. Penyiapan bahan
perumusan dan
pelaksanaan
kebijakan, pemberian
bimbingan teknis dan
supervisi di bidang
Intelijen
2. Pelaksanaan
pemantauan, evaluasi
dan pelaporan di
bidang Intelijen di
lingkungan Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan.
3. Melakukan
pengumpulan
13

informasi dan
informasi serta
personil analitis di
tingkat pusat, tingkat
wilayah, UPT PAS
dan melakukan
koordinasi dengan
Komite Intelijen Pusat
(KOMINPUS) dalam
rangka menghimpun
spektrum (keadaan)
yang lebih luas
tentang kepastian
penegakkan hukum
khususnya di
lingkungan
Kementerian Hukum
dan HAM RI.
4. Melaksanakan operasi
Intelijen dan
intervensi dalam
rangka cipta kondisi
di wilayah dan UPT
Pemasyarakatan;
5. Melakukan
pembinaan terhadap
agen Intelijen di
wilayah dan UPT
Pemasyarakatan
dalam rangka
14

penggalangan dan
pembentukan jejaring;
6. Membentuk unit
Intelijen tingkat pusat
dan menetapkan UIP
Wilayah dan UPT
PAS berdasarkan
Keputusan Direktur
Jenderal
Pemasyarakatan;

2. UIP WILAYAH 1. Mengusulkan Unit


Intelijen Wilayah
kepada Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan
melalui Kepala
Kantor Wilayah
2. Merencanakan dan
menyelenggarakan
kegiatan Intelijen di
wilayah;
3. Melakukan
pengumpulan data
dan informasi di
wilayah dan
berkoordinasi dengan
Kominda untuk
menghimpun
spektrum (keadaan)
15

yang lebih luas terkait


kondisi aktual di
wilayah;
4. Memberikan
informasi/ laporan
Intelijen kepada Unit
Intelijen Pusat;
5. Sebagai bagian dari
fungsi Intelijen
Pemasyarakatan
3. UIP UPT PAS 1. Mengusulkan Unit
Intelijen di UPT
Pemasyarakatan
kepada Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan
2. Merencanakan dan
menyelenggarakan
kegiatan Intelijen di
UPT Pemasyarakatan;
3. Melakukan
pengumpulan data di
UPT Pemasyarakatan
dan berkoordinasi
dengan Kominda
untuk menghimpun
keadaan /kondisi
aktual khususnya di
UPT Pemasyarakatan;
16

4. Memberikan
laporan/Informasi
Intelijen kepada UIP
Pusat;
5. Sebagai bagian dari
fungsi Intelijen
Pemasyarakatan
NELUAR LAPAS DENGAN ALASAN
C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab III, apa saja yang
menjadi asas dan prinsip dalam pelaksanaan Intelijen Pemasyarakatan,
serta apa saja yang menjadi tugas dan fungsi masing-masing UIP?

E. RANGKUMAN
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Intelijen Pemasyarakatan, setiap
petugas Intelijen Pemasyarakatan diwajibkan mengetahui asas dan
prinsip Intelijen pemasyarakatan. Selain asas dan prinsip, peran Intelijen
juga wajib untuk diketahui dimana peran Intelijen antara lain Intelijen
sebagai organisasi, Intelijen sebagai kegiatan dan Intelijen sebagai
produk, pengetahuan, dan informasi. Dalam memudahkan Intelijen
menjalankan tugas dan fungsinya perlu dibentuk unit–unit Intelijen di
daerah di mana Intelijen Pemasyarakatan telah mengidentifikasi menjadi
3 (tiga) unit Intelijen antara laian Unit Intelijen Pusat yang berkedudukan
di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Unit Intelijen Wilayah yang
berkedudukan di kantor Wilayah, dan Unit Intelijen UPT
Pemasyarakatan.
17

BAB IV
STRATEGI DAN KEWENANGAN INTELIJEN
PEMASYARAKATAN

Setelah mempelajari Bab ini, peserta diklat dapat


mengetahui dan memahami strategi dan kewenangan
Intelijen Pemasyarakatan

A. STRATEGI INTELIJEN PEMASYARAKATAN


Strategi Intelijen Pemasyarakatan terbagi menjadi 3 (tiga) antara lain:
1. Kegiatan Intelijen Pemasyarakatan
a. Penyelidikan
Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan adalah upaya penelitian,
penyelidikan, penyusupan, pencarian, pemeriksaan dan
pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk
mengetahui atau membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah
fakta kemudian menyajikan kesimpulan atau rangkaian temuan
dan susunan kejadian.
1) Kegunaan Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan
Kegunaan penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan adalah
untuk memperoleh bahan keterangan tentang segala hal dari
pada objek sasaran yang diperlukan untuk menunjang
perencanaan, pelaksanaan, dan administrasi Intelijen
Pemasyarakatan. Bahan keterangan yang diperoleh dalam
penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan yang bersifat strategis
maupun taktis dapat dipergunakan secara timbal balik antara
lain dalam kegiatan:
18

a) Operasi Intelijen Pemasyarakatan;


b) Ungkap jaringan;
c) Pengambilan keputusan;
d) Mendukung kegiatan tugas pokok Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan.

1) Sasaran Kegiatan Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan


Intelijen Pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan penyelidikan yang diarahkan dalam rangka:
a) Menemukan, mengindentifikasi, dan pendeteksian dini
terhadap potensi gangguan keamanan dan ketertiban dalam
rangka pencegahan, penindakan, dan pemulihan di UPT
Pemasyarakatan;
b) Memberikan informasi yang akurat untuk menciptakan
kondisi aman dan tertib di UPT Pemasyarakatan.

2) Pelaksanaan Penyelidikan Pemasyarakatan


Kegiatan penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan dapat
berlangsung sesuai roda perputaran Intelijen (siklus Intelijen)
yaitu melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a) Tahap Perencanaan
Di dalam perencanaan penyelidikan Intelijen
Pemasyarakatan harus disusun rencana penyelidikan yang
memuat urut-urutan sebagai berikut:
(1)Perumusan Unsur Utama Keterangan (UUK)
(a) UUK merupakan penjabaran dari pada kebutuhan
Intelijen aktual dari pengguna Intelijen dan
pimpinan;
19

(b) UUK berwujud persoalan-persoalan yang dihadapi


oleh pimpinan dalam rangka melaksanakan tugas
dan pokoknya yang harus dijawab atau dipecahkan
oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
(c) UUK merupakan titik tolak bagi usaha-usaha dan
kegiatan kegiatan pencarian dan pengumpulan
bahan keterangan (baket);
(d) UUK disusun berdasarkan permintaan dari
pimpinan yang berwenang dalam pengambilan
keputusan atau tindakan yang dirumuskan oleh
anggota Intelijen Pemasyarakatan;
(e) UUK ini memuat pertanyaan-pertanyaan mengenai
hal-hal yang belum diketahui atau belum jelas dan
merupakan landasan bagi arah dan pedoman dalam
pembuatan rencana penyelidikan Intelijen
Pemasyarakatan.

(2) Analisa sasaran


Mempelajari secara terperinci dan teliti tentang sasaran
penyelidikan termasuk lingkungan daerah di mana
sasaran itu berada untuk mengetahui kemungkinan-
kemungkinan adanya rintangan atau hambatan atau
fasilitas-fasilitas yang dapat membantu usaha-usaha
penyelidikan yang akan dilaksanakan.
(3) Analisa tugas
(a) Menganalisa dan memperinci bahan-bahan
keterangan apa yang harus dicari dan dikumpulkan;
20

(b) Menentukan badan-badan pengumpul dan sumber-


sumber mana yang paling tepat digunakan;
(c) Menentukan cara melaksanakan penyelidikan yang
disesuaikan dengan jenis bahan keterangan dan
keadaan sasaran apakah secara terbuka dan
tertutup;
(d) Menentukan jangka waktu dan tempat
penyampaian laporan serta menentukan cara
bagaimana untuk dapat menggali bahan keterangan
sebanyak mungkin dari sasaran atau sumber.

(4) Menyusun rencana penyelidikan


Rencana penyelidikan mencakup:
(a) Waktu;
(b) Personil;
(c) Teknik dan taktik yang dipergunakan;
(d) Dukungan logistik;
(e) Peralatan khusus;
(f) Dukungan anggaran serta pembagian tugas yang
dituangkan dalam bentuk rencana penugasan dan
penjabaran tugas.

(5) Pengamanan kegiatan


Dalam pelaksanaan kegiatan Intelijen pemasyarakatan
pada tahap pengumpulan bahan keterangan, ada hal
yang mungkin timbul di luar perencanaan yang dapat
menghambat dan menggagalkan pelaksanaan kegiatan,
sehingga pada tahap perencanaan ini telah pula
21

direncanakan usaha pengamanan kegiatan yang akan


dilaksanakan.

b) Tahap Pengumpulan
Tahap pengumpulan merupakan pelaksanaan kegiatan
penyelidikan dimana pelaksana berusaha mencari dan
mengumpulkan bahan-bahan keterangan atau sumber-
sumber bahan sesuai dengan pengarahan yang diberikan
oleh atasan yang berwenang yaitu yang diterima pelaksana
sebagai perintah atau permintaan.
Pengumpulan bahan keterangan dapat dilakukan dengan
berbagai kegiatan baik bersifat terbuka maupun tertutup
sesuai kondisi sasaran dan peraturan perundangan-
perundungan yang berlaku.
Adapun teknik-teknik pengumpulan bahan keterangan
dapat berupa:
(a) Penelitian
(b) Wawancara
(c) Interogasi
(d) Elisitasi
(e) Pengamatan
(f) Penggambaran
(g) Penjejakan
(h) Pendengaran
(i) Penyusupan
(j) Penyadapan
(k) Penyurupan
22

Teknik tersebut dapat dilakukan dengan cara


konvensional, yaitu penyelidikan oleh petugas
Intelijen maupun dengan cara memanfaatkan
teknologi modern, yaitu penyelidikan menggunakan
alat berteknologi tinggi.

c) Tahap Pengolahan Bahan Keterangan


Pengolahan yaitu kegiatan-kegiatan untuk menghasilkan
produk Intelijen Pemasyarakatan dari bahan-bahan
keterangan atau informasi yang telah dikumpulkan.
Adapun proses pengolahan melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Pencatatan
1.1. Pencatatan dilakukan secara sistematis dan
kronologis terhadap bahan-bahan keterangan
atau informasi, agar dapat dipelajari dengan
mudah dan cepat untuk penyajian kembali
apabila sewaktu-waktu diperlukan. Faktor-
faktor yang harus diperhatikan dalam
melakukan pencatatan adalah:
1.1.1. Pencatatan harus dilakukan secara tertib
untuk memudahkan penyimpanannya;
1.1.2. Sederhana, mudah dimengerti, dan dapat
dikerjakan oleh setiap anggota, tetapi
mencakup data siapa, apa, dimana,
dengan apa, mengapa, bagaimana dan
bilamana yang disingkat
23

SIADIDEMENBABI atau dengan pola 7


langkah;
1.1.3. Dapat dikelompokkan menurut urutan
kronologis maupun pokok
permasalahannya.

1.2. Sarana-sarana pencatatan yang harus


disediakan, antara lain:
1.2.1. Buku harian;
1.2.2. Peta situasi;
1.2.3. Lembar kerja.

2. Penilaian
Penilaian adalah penentuan ukuran kepercayaan
terhadap sumber informasi dan ukuran kebenaran dari
isi informasi dengan menggunakan neraca penilaian.
Penilaian terhadap sumber bahan keterangan atau
informasi dilakukan dengan jalan membandingkan
baik yang berasal dari sumber yang sama maupun
yang berasal dari sumber lainnya. Pencatatan secara
sistematis terhadap semua keterangan yang diterima
akan membantu mempermudah pekerjaan penilaian
terhadap informasi yang baru diterima.

2.1. Cara Penilaian Baket


Melakukan penilaian baket dengan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
24

2.1.1. Apakah baket atau informasi tersebut


diperlukan atau apakah ia merupakan
persoalan-persoalan baru?
2.1.2. Apakah baket atau informasi tersebut
segera berguna? Kalau “ya” untuk siapa?
2.1.3. Apakah baket atau informasi itu berguna
untuk waktu yang akan datang?
2.1.4. Apakah baket atau informasi itu berguna
bagi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
sendiri?
2.1.5. Perlakuan terhadap baket atau informasi
itu disesuaikan dengan klasifikasi dan
urgensinya.

2.2. Meneliti Kepercayaan Terhadap Baket


Meneliti sumber dengan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
2.2.1. Apakah baket atau informasi itu didapat
dari tangan pertama?
2.2.2. Apakah sumber baket atau informasi itu
sudah dikenal sebelumnya (sudah
dikualifikasikan)?
2.2.3. Sampai dimana sumber itu dapat
dipercaya?
2.2.4. Apakah sumber itu mempunyai cukup
pengalaman dan kemampuan untuk
mendapatkan info serupa itu?
25

2.2.5. Mengingat faktor waktu, tempat dan


keadan, apakah memungkinkan untuk
mendapatkan baket serupa itu?
2.2.6. Penelitian terhadap sumber melalui proses
pertanyaan-pertanyaan (check list)
dimaksudkan untuk memudahkan
penentuan ukuran kepercayaan terhadap
sumber baket tersebut.

2.3. Meneliti Kebenaran Isi Baket


Meneliti isi baket dengan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berkut:
2.3.1. Apakah yang dilaporkan itu dapat
diterima akal sehat?
2.3.2. Apakah baket itu diyakinkan
kebenarannya oleh baket-baket lainnya
dari berbagi sumber?
2.3.3. Sampai dimana isi baket itu sesuai dengan
baket yang sudah ada?
2.3.4. Ada kemungkinan bahwa baket itu berasal
dari satu tangan dan sengaja disampaikan
melalui berbagai saluran untuk tujuan-
tujuan penyesatan.
2.3.5. Penelitian terhadap isi baket melalui
proses pertanyaan-pertanyaan (check list)
dimaksudkan untuk memudahkan
26

penentuan ukuran kebenaran dari isi


baket.
2.3.6. Proses jalan pikiran tersebut dalam
tindakan pertama, kedua, dan ketiga pada
hakekatnya dilakukan secara simultan.
Adapun cara perlakuan terhadap baket itu
disesuaikan dengan urgensi dan nilainya.

3. Penafsiran
3.1. Penafsiran (interpretasi) adalah menentukan arti
dan kegunaan baket dihubungkan dengan baket-
baket lainnya yang telah ada, yaitu:
3.1.1. Apakah baket itu dibantah, memperkuat
atau menegaskan keterangan-keterangan
sebelumnya.
3.1.2. Apakah baket itu memberikan suatu
kepastian tentang kesimpulan-kesimpulan
kita mengenai sasaran
3.2. Penafsiran dilakukan dengan cara
mempersamakan, mencocokan, dan
membandingkan baket yang baru diterima dengan
baket yang telah ada.
3.3. Penafsiran secara logika sebenarnya terdiri dari 3
(tiga) tahap yang kadang-kadang terjadi secara
simultan, yaitu tahap pengertian (terbentuknya
ide atau konsep), tahap keputusan dan tahap
penalaran atau penarikan suatu kesimpulan.
27

4. Kesimpulan
4.1. Pekerjaan terakhir dari pengolahan yaitu
mengambil kesimpulan dari keseluruhan baket
yang telah melalui proses pencatatan sampai
dengan penafsiran yang kemudian dituangkan
menjadi produk Intelijen Pemasyarakatan;
4.2. Dalam menarik suatu kesimpulan dapat dilakukan
secara langsung atau tidak langsung (induksi,
deduksi, dan kumulatif);
4.3. Penarikan kesimpulan melalui tahap analisa,
tahap integrasi dan konklusi, yaitu :
4.3.1. Analisa
4.3.1.1. Dalam analisa diusahakan menguraikan
dan mengenali persoalan yang dihadapi.
Analisa dilakukan dengan memisah-
misahkan masalah yang penting,
membandingkan, serta mensortir
informasi yang sudah dinilai untuk
memilih informasi yang ada
hubungannya dengan tugas dan operasi;
4.3.1.2. Dalam analisa ini terjadi proses
identifikasi untuk mengetahui masalah
pokoknya dengan mengajukan
pertanyaan what, why, who, when,
where, plus how disingkat 5W+1H
terhadap suatu informasi;
28

4.3.1.3. Faktor bagaimana dan mengapa


seringkali sifatnya subjektif karena tidak
dilihat langsung oleh petugas;
4.3.1.4. Analisa membutuhkan pemikiran yang
sehat dan pengetahuan yang menyeluruh
mengenai prinsip-prinsip penugasan,
karakteristik daerah operasi dan situasi
masyarakatnya.

4.3.2. Integrasi
4.3.2.1. Dalam tahap ini diadakan penggabungan
unsur-unsur yang masih terpisah
sebelumnya, sehingga terbentuklah
suatu gambaran yang logis atau hipotesa
tentang kegiatan-kegiatan lawan atau
karakteristik daerah operasi yang dapat
mempengaruhi tugas Intelijen
Pemasyarakatan;
4.3.2.2. Hipotesa yang diperoleh harus dianalisa
dan diuji dengan mengadakan verifikasi
terhadap ada atau tidaknya indikasi-
indikasi di dalam batas waktu dengan
cara atau alat yang tersedia.
4.4. Konklusi
Konklusi berarti menarik suatu kesimpulan yang
memiliki arti dan informasi yang berhubungan
dengan situasi lawan dan daerah operasi yang
kemudian dapat digunakan sebagai bahan
29

penyusunan perkiraan Intelijen Pemasyarakatan


yang aktual.

b. Pengamanan
Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan adalah serangkaian
kegiatan Intelijen baik yang dilakukan secara reaktif maupun
proaktif dalam rangka mewujudkan keamanan dibidang
Pemasyarakatan;
1) Peranan Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan
a) Tindakan pencegahan dini, pendeteksian dini dan
pemberian peringatan dini sebagai bahan pengambilan
keputusan pimpinan;
b) Pelaksanaan dan pengamanan kebijakan pemerintah dan
pimpinan di bidang Pemasyarakatan;
c) Pencipta kondisi untuk mendukung pelaksanaan tugas
Pemasyarakatan serta tugas-tugas pemerintahan dalam
rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
2) Ruang Lingkup Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan
Lingkup Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan meliputi
pengamanan informasi dan dokumen Intelijen pada :
a) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
b) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Divisi
Pemasyarakatan);
c) UPT Pemasyarakatan.
30

c. Penggalangan
Penggalangan Intelijen adalah serangkaian aktifitas
mempertahankan kemampuan Intelijen Pemasyarakatan, cipta
kondisi dan penguatan jejaring Intelijen internal dan eksternal.

1) Tujuan Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan


Tujuan Penggalangan pada hakekatnya untuk mempengaruhi
dan atau merubah sikap, tingkah laku, pendapat, emosi dari
sasaran tertentu yang dilakukan secara tertutup agar tercipta
kondisi yang menguntungkan tugas pokok Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan.

2) Sasaran Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan


a) Masyarakat Luas
Masyarakat umum seperti pengunjung, keluarga, LSM
dan masyarakat lainnya yang dapat memberikan
informasi terkait dengan penyelenggaraan
pemasyarakatan.

b) Warga Bina Pemasyarakatan


Warga Binaan Pemasyarakatan yang mempunyai
pengaruh didalam komunitasnya dan atau yang
berseberangan dengan petugas atau komunitasnya.
c) Petugas Pemasyarakatan
Petugas Pemasyarakatan yang dilihat dari segi kedudukan
fungsi dan peranannya mempunyai potensi dan pengaruh
31

yang dominan, serta bersentuhan langsung dengan


permasalahan yang ada.
Petugas Pemasyarakatan yang dijadikan sasaran
penggalangan dipilih atas dasar pertimbangan–
pertimbangan:
(1) Mudah atau tidaknya dipengaruhi;
(2) Mudah atau tidaknya penyebaran dalam kelompok atau
golongan;
(3) Kedudukan dalam sosial masyarakat;
(4) Kedudukan dalam struktur kekuatan dan kekuasaan
(Leading personality dan key position)
d) Instansi Terkait
Instansi terkait dalam hal ini adalah Komite Intelijen
Pusat/daerah yang dapat memberikan informasi terkait
dengan penyelenggaraan Pemasyarakatan.

3) Tahap Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan


Tahap-tahap Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan, sebagai
berikut:
a) Terhadap Sasaran Petugas Pemasyarakatan dilakukan
secara tersamar dan tertutup melalui tahap-tahap:
(1) Tahap pendekatan, yaitu pendekatan ke dalam tubuh
organisasi/kelompok/sasaran (penyusupan) untuk
mendapatkan kepercayaan dari sasaran melalui ide-ide
sesuai dengan sasaran;
(2) Tahap mempengaruhi, yaitu mempengaruhi sasaran
dengan memiliki pengetahuan tentang titik kelemahan
dan kekuatan sasaran;
32

(3) Tahap pengarahan dan pengendalian, yaitu sasaran


dikendalikan kepada tujuan yang ingin dicapai serta
tidak menyimpang dengan pengendalian yang terus
menerus;
(4) Tahap pemanfaatan, yaitu sasaran yang sudah dapat
menerima konsepsi pihak penggalang, serta digerakkan
sesuai kehendak penggalang.
b) Terhadap Sasaran Warga Binaan Pemasyarakatan dan
Masyarakat Luas dilakukan secara tertutup melalui tahap-
tahap:

(1) Penyusupan
(a) Dilakukan secara tertutup oleh agen-agen
penggalang ke dalam sasaran, bersamaan dengan
itu sambil menyusun jaringan-jaringan penggalang
dalam tubuh sasaran;
(b) Agen penggalang dan jaringan tersamar sedemikian
rupa sehingga identitas kegiatan tidak
menimbulkan kecurigaan;
(c) Penyusupan kedalam kelompok masyarakat,
sasaran dapat dilakukan dengan perantaraan sarana-
sarana seperti Agen biro perjalanan, wartawan dll.
(2) Percerai-beraian
Kegiatan dilakukan untuk mencerai-beraikan
keutuhan, kesatuan dan kekompakan sasaran dengan
cara :
(a) Kesatuan dan persatuan serta keutuhan masyarakat
tanpa disadari dikelompokan kedalam golongan
33

asal, baik secara politis, rumpun kesukuan, lapisan


masyarakat, aliran agama maupun etnis. Sehingga
persatuan dalam masyarakat tersebut menjadi
goyah karena terjadi pengkotak-kotakan dalam
masyarakat;
(b) Sementara para pemimpin masyarakat itu mencari-
cari penyebab keretakan hubungan satu dengan
lainnya, bersamaan dengan itu disebarkan desas-
desus mengenai ketidak mampuan para pemimpin
serta ditimbulkan perasaan saling curiga antar
golongan;
(c) Dalam masyarakat yang heterogen (aneka ragam
asal usul, agama dan politik) solidaritas golongan
cepat sekali dapat dibakar dengan intrik atau terror;
(d) Dengan menghasut kelompok atau golongan
terkuat akan dapat menimbulkan persengketaan,
perpecahan dan ketegangan sehingga tercipta suatu
permusuhan yang tidak dapat dipadamkan
sehingga kedudukan kepemimpinan masyarakat
tersebut sudah tidak ada artinya.

(3) Pengingkaran
Menimbulkan pertentangan dan perpecahan,
kelompok menjadi terpecah belah, kewibawaan dan
kedudukan pimpinan sasaran menjadi lemah;
(4) Pengarahan
Memberikan arahan atau motivasi bahwa untuk
terciptanya dan terpeliharanya suatu keadaan yang
34

lebih maka dilakukan hasutan-hasutan dan


memperuncing perpecahan diantara kelompok sasaran
dan mengganti pemimpinnya;

(5) Penggeseran
Mengganti pimpinan sasaran yang dinilai dapat
mengarahkan pengikutnya ke dalam pengaruh
penggalang;

(6) Penggabungan
Kelompok yang terpecah digabungkan kembali dan
telah tercipta kondisi yang dikehendaki penggalang,
sehingga merupakan bagian dari keseluruhan
kekuatan.
4) Taktik Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan
a) Gerakan menarik (persuasif) sasaran.
a. Pemberi bantuan;
b. Hadiah;
c. Bujukan.
b) Gerakan menekan sasaran, yaitu memaksa agar obyek
menerima kehendak penggalang.
c) Gerakan penyesatan untuk mengalihkan perhatian sasaran.
d) Gerakan memecah belah, dimana sasaran dirangsang untuk
meragukan kepentingan kelompoknya sehingga bersedia
mengingkari kepatuhan kepada kelompoknya.
e) Gerakan mendorong dan dirangsang berfikir persuasif
yakni mengutamakan golongan intelektual sebagai sasaran
35

dengan menyajikan fakta dan tata ilmiah yang ntelah


disusun sehingga sasaran lebih mudah diarahkan.
5) Media Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan
a) Kontak Personil
Tatap muka dengan menyembunyikan identitas terhadap
sasaran (terselubung).
(1) Kontak orang dengan orang;
(2) Kontak orang dengan kelompok;
(3) Kontak kelompok dengan kelompok (antara lain
mengadakan kesenian, pertemuan, ceramah dan
diskusi).
b) Pamflet, selebaran dan surat kaleng.
c) Media massa
(1) Media cetak.
(2) Media elektronik.
2. Produk Intelijen Pemasyarakatan
Produk Intelijen Pemasyarakatan secara umum terbagi menjadi 2
(dua) yaitu :
a. Rumusan atau konsep tentang profesionalisme dan pendidikan/
pengalaman bermutu yang dituangkan dalam bentuk dokumen
tertulis berupa rekomendasi dan selanjutnya akan diserahkan
kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan melalui Direktur
Keamanan dan Ketertiban dan stake holder lainnya.
b. Kesepakatan bersama untuk mewujudkan pemahaman bersama
dalam memberi prioritas pada peran komunitas Intelijen yang di
tuangkan dalam bentuk tertulis untuk disampaikan kepada
pemerintah dan disosialisasikan.
Jenis materi Produk Intelijen Pemasyarakatan antara lain :
36

a. Intelijen Dasar
Adalah salah satu produk Intelijen Pemasyarakatan yang dibuat
oleh petugas Intelijen yang berisi mengenai bahan keterangan
tentang semua aspek kehidupan dan penghidupan tertentu dalam
suatu daerah(profil) yang isinya meliputi aspek Pemasyarakatan
dengan tujuan agar pimpinan atau para pengguna lainnya dapat
mengenal gambaran situasi umum yang ada didaerah tugasnya,
sehingga pimpinan dapat menentukan langkah-langkah kebijakan
dengan tepat;

b. Laporan Harian
Adalah suatu bentuk produk Intelijen Pemasyarakatan yang dibuat
oleh petugas Intelijen setiap hari yang memuat
berita/informasi/kejadian yang menonjol dari berbagai bidang
Intelijen yang mencakup masalah-masalah pemasyarakatan yang
didapat atau diterima pada hari itu dan perlu mendapatkan
perhatian dari pimpinan;
c. Laporan harian khusus atau aktual
Adalah salah satu produk Intelijen pemasyarakatan yang dibuat
oleh petugas Intelijen yang memuat salah satu masalah atau
peristiwa yang hanya sekali terjadi tetapi sangat menonjol dan atau
masalah/peristiwa yang sama dan pada hari yang sama terjadi pada
beberapa tempat disuatu wilayah tertentu yang perlu segera
diketahui pimpinan pada hari itu juga;

d. Laporan informasi
Adalah laporan dari petugas pemasyarakatan yang hanya meliputi
satu bidang dan satu masalah. Fakta dipisahkan dari pendapat
37

pelapor, disusun secara kronologis sistematis, sumber dan cara


mendapatkan harus jelas dan dibuatkan juga nilai kebenaran bahan
keterangan;
e. Informasi khusus
Adalah tulisan atau keterangan yang berisi masalah atau kasus
yang perlu diketahui oleh satuan atas, samping dan bawah yang
bersifat normatif dan juga dapat dijadikan bahan keterangan
dengan tujuan sebagai bahan pengambilan langkah antisipasi
terutama bagi satuan yang menerima informasi.
f. Laporan Atensi
Adalah produk Intelijen pemasyarakatan yang dibuat oleh petugas
Intelijen yang meliputi bidang pemasyarakatan tentang suatu
peistiwa atau current affair (masalah yang menonjol/sedang
berkembang) baik bersumber dari pemberitaan media massa
maupun sumber lainnya. Peristiwa tersebut menjadi pembahasan
/perhatian publik secara luas dan terus menerus dalam kurun waktu
tertentu, sehingga cenderung dimanfaatkan;
g. Telaahan Intelijen Pemasyarakatan
Adalah salah satu produk Intelijen pemasyarakatan yang berisi
pengkajian singkat dan jelas tentang masalah-masalah keamanan,
baik yang menyangkut salah satu aspek pemasyarakatan maupun
keseluruhannya yang dinilai sangat penting pada saat ini dikaitkan
dengan fakta-fakta yang lampau , sehingga dapat diketahui arti
keadaan yang berlaku sekarang;
h. Laporan khusus Intelijen Pemasyarakatan
Adalah produk Intelijen pemasyarakatan yang memuat bidang
pemasyarakatan dan dinilai sangat penting baik terhadap masalah
yang sedang dan atau telah dilaksanakan (dalam bentuk kegiatan
38

mendahului, menyertai dan mengakhiri) serta materi penyajiannya


lebih luas dan merupakan akhir dari perkembangan suatu masalah;
i. Nota Intelijen Pemasyarakatan
Adalah suatu produk Intelijen pemasyarakatan untuk
menyampaikan masalah-masalah Intelijen pemasyarakatan yang
diperlukan atau untuk memenuhi permintaan pimpinan yang
berhubungan dengan kegiatan atau masalah-masalah Intelijen
pemasyarakatan yang bertujuan sebagai sarana penyampaian hal-
hal yang berhubungan dengan Intelijen pemasyarakatan secara
singkat dan cepat baik atas permintaan pimpinan atau atas inisiatif
petugas Intelijen;
j. Perkiraan Intelijen Pemasyarakatan(Kirintelpas)
Adalah penelaahan dan pembahasan yang diteliti dan teratur
terhadap faktor keadaan Intelijen pemasyarakatan yang
mempengaruhi dan menentukan keadaan Pemasyarakatan yang
bertujuan untuk memberi arah dalam proses penentuan kebijakan
dan proses perencanaan dibidang operasional jangka pendek
maupun pembinaan jangka panjang;
k. Perkiraan Intelijen khusus (kirsus)
Adalah penelaahan tentang keadaan daerah operasi dan keadaan
sasaran (ancaman) dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas
pokok dalam suatu operasi tertentu yang bertujuan untuk
memberikan masukan kepada pimpinan tentang rumusan sasaran
operasi pemasyarakatan yang akan dilaksanakan;

3. Sifat Intelijen Pemasyarakatan


Secara umum sifat Intelijen Pemasyarakatan terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu :
39

a. Taktis
Mencari, mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan keterangan
untuk digunakan bagi kepentingan taktis yaitu menentukan
tindakan-tindakan yang akan diambil dengan memperhitungkan
resiko dan pemberdayaan sarana-sarana yang ada secara efektif
dan efisien dalam batas waktu tertentu;
b. Strategis
Mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan keterangan untuk
dipergunakan bagi kepentingan cipta kondisi dalam rangka
membangun rasa aman dan tertib di UPT pemasyarakatan.

B. KEWENANGAN DAN KODE ETIK INTELIJEN


PEMASYARAKATAN
1. Kewenangan Intelijen Pemasyarakatan
Dalam melaksanakan tugas Intelijen pemasyarakatan, petugas
Intelijen diberi kewenangan antara lain :
a. Meminta bahan keterangan kepada stakeholder dan instansi terkait
sesuai dengan kepentingan dan prioritasnya;
b. Melakukan kerja sama dengan Intelijen lainnya;
c. Membentuk satuan tugas Intelijen;
d. Melakukan intervensi dan cipta kondisi;
e. Melakukan investigasi dan penggalian informasi terhadap sasaran
yang menjadi target Intelijen;
f. Mengamankan Kebijakan Pimpinan.

2. Hak, Kewajiban dan Kode Etik Intelijen Pemasyarakatan


40

Dalam menjalankan tugas Intelijen, seorang petugas Intelijen


Pemasyarakatan memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan Undang-
undang Intelijen Negara;

C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab IV, coba jelaskan
mengenai strategi Intelijen Pemasyarakatan dan apa saja kewenagan serta
kode etik Intelijen Pemasyarakatan dalam menudukung pelaksanaan
tugas Pemasyarakatan.
D. RANGKUMAN
Intelijen Pemasyarakatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
membutuhkan strategi-strategi guna mendapatkan atau memperoleh suatu
informasi atau laporan Intelijen yang akurat, strategi-strategi dalam
pelaksanaan Intelijen pemasyarakatan meliputi 3 aspek antara lain
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan , dimana ketiga aspek
tersebut terdapat tahapan yang harus dilakukan. Selian itu dalam upaya
mendukung pelaksanaan tugas Intelijen pemasyarakatan , setiap petugas
Intelijen diberikan kewenangan-kewenang sebagai alat untuk
mendapatkan informasi atau laporan Intelijen yang akurat, namun
kewenangan tersebut dibatasi oleh kode etik Intelijen Pemasyarakatan
yang mana kode teik tersebut mengacu kepada UU Intelijen Negara.
41

BAB V
BISNIS PROSES DAN JANGKA WAKTU PENYELESAIAN
INTELIJEN PEMASYARAKATAN

Setelah mempelajari Bab ini, peserta diklat dapat


mengetahui dan memahami mengenai bisinis proses dan
jangka waktu Penyelesaian Intelijen Pemasyarakatan

A. BISNIS PROSES INTELIJEN PEMASYARAKATAN

SIKLUS INTELIJEN PEMASYARAKATAN

ANALISA
DAN
PENGOLAHAN

PENGUM-
PULAN PENGA-
DATA MATAN

PENYAJIAN
PRODUK
INTELIJEN

Penjelasan Umum
1. Melakukan pengumpulan dan pengelolaan dan verifikasi data
informasi;
42

Pelaksana: Petugas Administrasi dan pelaporan


a. Melakukan seleksi dan mencetak informasi yang masuk melalui
email
b. Mencari informasi melalui media mengenai UPT Pemasyarakatan
c. Meng-input data profiling UPT ke dalam database intelijen
d. melakukan verifikasi informasi
e. Meneruskan informasi yang sudah di verifikasi ke Tim Intelijen
Pemasyarakatan
2. Menerima dan menganalisa data/informasi intelijen
Pelaksana: Analis Intelijen Pemasyarakatan
a. Menerima laporan Intelijen yang telah di verifikasi
b. Mempelajari laporan intelijen
c. Melakukan dan menyusun analisa intelijen berdasarkan hasil
pulbaket
d. Melakukan klasifikasi berdasarkan tingkat kedaruratan/kegawatan
e. Meyusun strategi pelaksanaan kegiatan intelijen
f. Apabila analisa intelijen dianggap sudah valid maka tidak perlu
melakukan operasi intelijen.
3. Melakukan Survailance/Pengamatan
Pelaksana: Tim Intelijen Pemasyarakatan
a) Melakukan penggalangan jejaring , pulbaket dengan pihak-pihak
terkait
b) Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan instansi terkait
c) Melakukan pemetaan berdasarkan instrumen gangguan kamtib
terhadap UPT Pemasyarakatan berdasarkan hasil analisa intelijen
d) Melakukan intervensi dalam rangka cipta kondisi
e) Menyusun Laporan hasil Pelaksanaan Kegiatan Intelijen.
4. Menyusun Produk Intelijen
43

Pelaksana: Tim Intelijen Pemasyarakatan


a. Mempelajari laporan hasil telaahan/analisa intelijen
b. Memberikan koreksi dan atau paraf persetujuan terhadap laporan
hasil telaahan/analisa intelijen
c. Mempelajari dan memberikan persetujuan terhadap rekomendasi
berdasarkan aspek pencegahan, penindakan dan dampak
d. Menyajikan data/informasi dalam bentuk laporan kepada pimpinan.

➢ Prosedur
Didalam Pelaksanaan intelijen Pemasyarakatan terdapat beberapa
Standard Operational Procedure (SOP) antara lain:
1. SOP Kegiatan Intelijen Pemasyarakatan;
2. SOP Operasi Intelijen Pemasyarakatan;
3. SOP Pemetaan UPT Pemasyarakatan Potensi Gangguan Kamtib;
4. SOP Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan;
5. SOP Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan;
6. SOP Penggalangan Intelijen Pmeasyarakatan.

➢ Pelaporan dan Evaluasi


Laporan intelijen Pemasyarakatan merupakan informasi yang wajib
dilaporkan kepada pimpinan dalam rangka pengambilan suatu keputusan
atau kebijakan.
Pelaporan terbagi menjadi 2 (dua) antara lain :
1. Laporan rutin;
Adalah laporan intelijen yang bersifat biasa dan melalui
tahapan/mekanisme pelaporan yang diterima oleh petugas administrasi
dan pelaporan, selanjutnya dilakukan verifikasi dan analisa kemudian
44

dilaporkan kepada pimpinan melalui kepala Unit Intelijen secara


berjenjang dan dilaporkan setiap hari;
2. Laporan instidentil
Adalah Laporan yang bersifat penting dan segera dan dapat dilaporkan
secara langsung/seketika oleh petugas intelijen kepada pimpinan tanpa
melalui tahapan pelaporan.
Bahwa dalam setiap pelaksanaan intelijen Pemasyarakatan perlu
dilakukan evaluasi dalam rangka mengetahui dan mengukur sejauh mana
tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan.

B. JANGKA WAKTU PENYELESAIAN


Jangka waktu pelaksanaan Intelijen Pemasyarakatan akan dirinci per-
proses kegiatan dalam tabel jangka waktu penyelesaian:
Tabel Jangka Waktu Pelaksanaan Intelijen Pemasyarakatan

No Kegiatan Output Waktu Keterangan


Pengumpulan Maksimal Penyampaian laporan
1 1 kegiatan
informasi 1 hari secara lisan
Verifikasi data dan Maksimal disampaikan seketika
2 1 kegiatan
informasi 1 hari
Analisa data dan Maksimal total jangka waktu
3 1 kegiatan
informasi 1 hari pelaksanaan :
Pengamatan/Surveil Maksimal 10 hari kerja
4 1 kegiatan
ance 5 hari
Penyampaian
laporan dan Maksimal
5 1 kegiatan
evaluasi hasil 2 hari
kegiatan
45

Penjelasan
• Jangka waktu Pengumpulan informasi dari mulai penerimaan sampai
dengan adanya disposisi kepala Unit maksimal 1 hari kerja.
• Jangka waktu Verifikasi data dan informasi dari mulai pemeriksaan
berkas sampai dengan disposisi Kepala Unit maksimal 1 hari kerja.
• Jangka waktu Analisa data dan informasi dari mulai diterimanya disposisi
sampai dengan laporan hasil maksimal 1 hari kerja.
• Jangka waktu pengamatan/surveilance maksimal 5 hari kerja
• Jangka waktu Penyampaian laporan dan evaluasi hasil kegiatan maksimal
2 hari kerja
Total waktu Pelaksanaan kegiatan Intelijen Pemasyarakatan sampai
menjadi produk intelijen dibutuhkan maksimal 10 hari kerja.

C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab V, coba jelaskan
mengenai strategi Intelijen Pemasyarakatan dan apa saja kewenangan serta
kode etik intelijen Pemasyarakatan dalam menudukung pelaksanaan tugas
Pemasyarakatan.

D. RANGKUMAN
Dalam rangka memperoleh data dan informasi intelijen yang akurat,
dibutuhkan tahapan atau alur mekanisme dari mulai pengumpulan data,
analisa dan pengolahan, pengamatan serta penyajian produk intelijen
sehingga dengan adanya alur mekanisme tersebut diharapkan laporan
intelijen menjadi akurat.

Selain alur mekanisme, dalam pelaksanaan tugas Intelijen


Pemasyarakatan juga dibutuhkan jangka waktu penyelesaian, hal ini
dikandung maksud selain memberikan kepastian dalam mendapatkan
laporan intelijen juga sebagai upaya memberikan laporan intelijen yang
akuntabel.
46

BAB VI
KEBUTUHAN SDM DAN SARANA PRASARANA

Setelah mempelajari Bab ini, peserta diklat dapat


mengetahui dan memahami mengenai kebutuhan sumber
daya Manusia dan Sarana prasarana Intelijen
Pemasyarakatan

A. Kebutuhan SDM
Dukungan operasional personel yang memadai dan berkualitas sangat
penting dalam penyelenggaraan intelijen Pemasyarakatan. Tujuannya
untuk mempercepat proses penyajian data dan informasi yang akan
digunakan pimpinan dalam pengambilan keputusan agar tepat waktu dan
berkualitas. Pengadaan SDM harus sesuai kebutuhan dan kompetensi
dalam penyelenggaraan intelijen sesuai dengan standar kompetensi dasar.
Kebutuhan petugas pada Unit Intelijen Pemasyarakatan minimal
sebanyak 6 (enam) orang anggota yang mewakili tugas dan fungsi dalam
satker, terdiri atas:

1. Kebutuhan petugas dalam pelaksanaan kegiatan intelijen


pemasyarakatan terdiri atas:

Jenis Uraian Standar


No Ket
Tenaga Pekerjaan kompetensi
1 1 (satu) 1 Menerima dan 1 Minimal
Orang mencatat serta tingkat
Petugas mengumpulkan pendidikan
Administrasi informasi SMA/D3
47

dan /laporan 2 Mampu Unit Intelijen


pelaporan Intelijen; mengoperasi Pemasyarakatan

kan bersifat adhoc


2 Melakukan
dan di pimpin
verifikasi komputer
oleh seorang
laporan intelijen;
Kepala Unit
2 1 (satu) 1 Melakukan 1 Minimal berdasarkan
Orang klasifikasi tingkat surat keputusan
Petugas sasaran intelijen pendidikan Direktur Jenderal
Analis berdasarkan S1 atau Pemasyarakatan
Intelijen skala prioritas sederajat
2 Melakukan 2 Pernah
analisa terhadap mendapatka
laporan/informa n pelatihan
si intelijen yang intelijen
telah diverifikasi
3 Melakukan
pemetaan
terhadap hasil
dari analisa
intelijen
3 4 (Empat) 1 Melakukan 1 Minimal
Orang investigasi dan tingkat
petugas penyelidikan pendidikan
Intelijen 2 Melakukan D3
Pemasyarakat Pengamanan 2 Memiliki
an 3 Melakukan kemampuan
penggalangan/ analisis,
jejaring verifikasi
dan
investigasi
48

4 Menyusun 3 Pernah
produk mendapatka
intelijen n diklat
Intelijen
4 Mempunyai
kemampuan
agen
handling

2. Standar atau kriteria umum petugas Intelijen Pemasyarakatan


a. Mempunyai postur sehat jasmani dan rohani yang sesuai dengan
kebutuhan.
b. Mempunyai potensi intelijensia yang baik:
a) Wawasan luas;
b) Cerdas;
c) Cerdik;
d) Kemampuan menilai secara tepat;
e) Selalu ingin tahu;
f) Mempunyai daya imajinasi yang tinggi;
g) Mempunyai daya observasi dan penggambaran yang kuat.
c. Mempunyai mental yang baik.
a) Jiwa korsa, loyalitas dan integritas pribadi yang kuat;
b) Tabah,ulet, pantang menyerah, mempunyai daya tahan dan
semangat yang kuat;
c) Dapat dipercaya;
d) Dapat menguasai atau mengendalikan diri;
e) Sanggup memegang rahasia atau security minded;
f) Waspada;
49

g) Jujur dan arif;


h) Disiplin, dedikasi dan etos kerja yang tinggi;
i) Motivasi yang tinggi;
j) Memahami tugas dan fungsi Pemasyarakatan;
k) Telah mengikuti diklat kesamaptaan.

3. Pendidikan intelijen
▪ Jenis pendidikan.
a) Pendidikan Dasar Intelijen;
b) Pendidikan Lanjutan Intelijen;
c) Pendidikan Intelijen Pemasyarakatan Strategis.
▪ Tempat pendidikan.
a) Dalam Negeri
a) Pusdik Intelijen;
b) Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (POLTEKIP);
c) Pendidikan Dasar Pemasyarakatan;
d) Lembaga-lembaga Pendidikan Intelijen.
b) Luar Negeri
Kerja sama dengan negara-negara lain yang mempunyai
lembaga pendidikan di bidang intelijen.
▪ Materi pendidikan.
Ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan sesuai
dengan dinamika perkembangan tantangan dan kebutuhan yang
dihadapi di lapangan.
▪ Peserta pendidikan.
a) Pejabat Struktural;
b) Pejabat Fungsional Umum atau tertentu.
50

▪ Pelatihan intelijen
a. Pelatihan Intelijen Pemasyarakatan
1) Tujuan
Memelihara dan meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan terhadap fungsi Intelijen.

2) Materi
Berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi
Pemasyarakatan serta manajemen fungsi pembinaan
dan manajemen operasional khususnya meliputi:
1) Kemampuan-kemampuan perorangan;
2) Kemampuan-kemampuan Tim.
▪ Pelatihan Intelijen Terpadu
a. Tujuan
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama lintas ungsional
dan antar fungsi Intelijen dalam meneyelenggarakan
kegiatan dan operasi Intelijen.
b. Materi
Sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.

▪ Pelatihan Intelijen Khusus


a. Tujuan
Memelihara dan meningkatkan ketrampilan tertentu baik teknis
maupun taktis yang dibutuhkan untuk melaksanakan
Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan.
b. Materi
Kemampuan-kemampuan teknis dan taktis tertentu.
51

B. Sarana Prasarana
Berikut ini adalah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
melaksanakan standar intelijen Pemasyarakatan secara efektif dan efisien:

Tabel Kebutuhan Sarana dan Prasarana Intelijen Pemasyarakatan:

No Sarana &Prasarana Jumlah Keterangan


A Unit Intelijen Pemasyarakatan Pusat
1 Ruang kendali intelijen 1 unit 1 set meja rapat
Air Conditioning: 1 Buah
Seperangkat Komputer : 1
buah
Monitor CCTV : 1 buah
2 Program Sistem Intelijen 1 Aplikasi
Pemasyarakatan berbasis
IT
3 Peralatan intelijen 1 Alat perekam audio dan vidio
4 Handphone 6 Handphone
khusus(smartphone)
5 Sarana perlindungan diri 6 Rompi anti peluru, Sarung
Tangan, Masker,
6 Senjata dan perijinannya 6 Senjata khusus jenis walther
ppk kaliber 32
B Unit Intelijen Pemasyarakatan Wilayah
1 Ruang kendali intelijen 1 unit 1 set meja rapat
Air Conditioning: 1 Buah
Seperangkat Komputer : 1
buah
Televisi : 1 buah
52

2 Program Sistem Intelijen 1 Aplikasi


Pemasyarakatan berbasis
IT
3 Handphone 6 Handphone
khusus(smartphone)
4 Sarana perlindungan diri 6 Rompi anti peluru, Sarung
Tangan, Masker,
5 Senjata dan perijinannya 6 Senjata khusus jenis walther
ppk kaliber 32
C Unit Intelijen Pemasyarakatan UPT
1 Ruang kendali intelijen 1 unit 1 set meja rapat
Air Conditioning: 1 Buah
Seperangkat Komputer : 1
buah
Televisi : 1 buah
2 Program Sistem Intelijen 1 Aplikasi
Pemasyarakatan berbasis
IT
3 Handphone 6 Handphone khusus
(smartphone)
4 Sarana perlindungan diri 6 Rompi anti peluru, Sarung
Tangan, Masker,
5 Senjata dan perijinannya 6 Senjata khusus jenis walther
ppk kaliber 32

Penjelasan:
Kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka kegiatan
intelijen Pemasyarakatan antara lain :
A. Senjata berikut peluru dan ijin penggunaanya yang digunakan
sebagai alat pengamanan diri pada saat melaksanakan tugas;
53

B. Sarana pelindung diri yang terdiri atas rompi anti peluru,masker,


sarung tangan dll , yang digunakan dalam rangka melindungi diri
selama melaksanakan tugas;
C. Program sistem Intelijen Pemasyarakatan adalah Pusat data dan
Informasi terkait dengan Intelijen Pemasyarakatan yang terdiri atas
server dan aplikasi serta jaringan internet;
D. Peralatan Intelijen yang terdiri atas seperangkat Alat perekam,
kamera pengintai;
E. Handphone digunakan dalam rangka mempermudah komunikasi dan
koordinasi antar tim;
F. Ruang kendali Intelijen terdiri atas sebuah bangunan/ ruangan
dengan luas minimal 20M2, yang terdiri atas meja rapat dan infokus
dan monitor cctv yang terkoneksi dengan internet, serta berfungsi
sebagai pusat analisa intelijen;

C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab VI, coba jelaskan
mengenai jumlah petugas Intelijen Pemasyarakatan dalam setiap unitnya
dan sarana prasarana sebagai penunjang pelaksanaan tugas intelijen
Pemasyarakatan ;

D. RANGKUMAN
Kebutuhan sumber daya Manusia dibidang Intelijen Pemasyarakatan
tentunya menjadi salah satu faktor penting dalam pelaksanaan tugas
Intelijen Pemasyarakatan, Sumber daya manusia yang berkualitas
tentunya menjadi skala prioritas, guna mendapatkan sumber daya
manusia yang berkualiatas tentunya harus dilakukan melalui berbagai
metoda, antara lain melalui berbagai pelatihan dan rekuitmen, kebutuhan
54

personil dalam Unit intelijen Pemasyarakatan yang ideal juga dibutuhkan


dalam mendukung keberhasilan tugas-tugas intelijen, dimana secara
ideal, jumlah petugas yang terdapat diunit Intelijen Pemasyarakatan
sebanyak 6 orang yang terdiri atas 1 orang petugas administrasi, 1 orang
analis intelijen, dan 4 orang petugas intelijen. Dukungan operasional
dalam pelaksanaan tugas intelijen pemasyarakatan juga sangat
dibutuhkan dalam menjalankan tugas intelijen, sarana dan prasarana juga
menjadi salah satu faktor penunjang yang sangat penting guna
keberhasilan suatu tugas intelijen, sarana dan prasarana yang memadai
serta adanya sarana keselamatan atau pelindung diri menjadi hal yang
sangat dibutuhkan petugas intelijen dalam melaksanakan tugas
dilapangan.
55

BAB VII
PENUTUP

Berisi kesimpulan dan tindak lanjut dalam mendukung pelaksnaan tugas


–tugas Intelijen di UPT Pemasyarakatan

A. SIMPULAN
Peran dan fungsi Intelijen dalam pelaksanaan tugas pemasyarakatan
menjadi sangat penting dalam upaya mencegah terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban di UPT Pemasyarakatan karena Intelijen
merupakan suatu alat atau sarana deteksi dini dalam bentuk pemberian
atau penyampaian informasi atau data yang akurat. Selain itu Intelijen
juga merupakan produk dan pengetahuan yang berisi keterangan yang
telah diolah melalui proses pengolahan sehingga bermakna sebagai
pengetahuan untuk bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana,
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Intelijen sebagai produk dan pengetahuan tentunya membutuhkan
tahapan–tahapan dalam mendapatkan laporan Intelijen yang akurat.
Tahapan tersebut antara lain meliputi dasar hukum pelaksanaan tugas,
norma, asas dan prinsip Intelijen, peran, bisnis proses, dan strategi
pencapaiannya. Tahapan tersebut tentunya didukung dengan adanya
sumber daya manusia yang akurat serta adanya dukungan operasional
berupa sarana dan prasarana yang memadai. Dengan adanya tahapan
tersebut, diharapkan laporan Inteljen yang akurat dapat terlaksana serta
dapat dipertanggungjawabkan atau akuntabel.
Modul Pengenalan dasar-dasar Intelijen Pemasyarakatan menjadi bagian
yang penting sebagai penunjang keberhasilan bagi pelaksanaan tugas
Intelijen pemasyarakatan. Dengan adanya modul tersebut diharapkan
56

petugas pemasyarakatan dapat memahami dan mengetahui tugas dan


peran Intelijen Pemasyarakatan sebagai upaya mencegah terjadinya
gangguan kamtib di UPT Pemasyarakatan melalui pemberian data dan
informasi yang akurat dan akuntabel sebagai bahan pertimbangan
pimpinan dalam mengambil keputusan.

B. TINDAK LANJUT
Sebagai upaya tindak lanjut dari kegiatan pelatihan ini diharapkan setiap
UPT Pemasyarakatan dan Kantor Wilayah dapat membentuk Unit
Intelijen Pemasyarakatan sebagai perpanjangan unit Intelijen
Pemasyarakatan tingkat pusat dan agar setiap peserta pelatihan dapat
menerapkan dalam pelaksanaan tugas di lapangan dan menjadi agen-agen
Intelijen Pemasyarakatan dengan memberikan data dan
informasi/laporan Intelijen yang akurat dalam rangka deteksi dini potensi
gangguan keamanan dan ketertiban di UPT Pemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;


2. Undang Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan
Tahanan;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem pengendalian Intern Pemerintah;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2010 Tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
7. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia republik Indonesia
Nomor M.HH-16.KP.05.02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai
Pemasyarakatan;
8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 29 tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI;
9. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 33 tahun
2015 tentang Pengamanan pada Lapas dan Rutan;
10. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. PAS-10.OT.02.01
Tahun 2014, tanggal 09 Juni 2014 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pemasyarakatan;
11. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. PAS-58.PR.01.02
Tahun 2016, tanggal 15 Juli 2016 tentang Standar Intelijen
Pemasyarakatan;
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
PENGENALAN DASAR NAPZA DAN
KEWASPADAAN STANDAR KESEHATAN

Penulis
dr. Astia Murni

Editor
Dra. Dede Erni Kartikawati,M.Si

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
2017
DAFTAR ISI

SAMBUTAN ..................................................................... iii


KATA PENGANTAR........................................................ v
DAFTAR ISI ...................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................... 1
A. Latar Belakang..................................................... 1
B. Deskripsi Singkat................................................. 2
C. Hasil Belajar ........................................................ 2
D. Indikator Hasil Belajar ........................................ 3
E. Materi Pokok/ Sub Materi Pokok ........................ 3
F. Manfaat ................................................................ 4
G. Petunjuk Belajar......................................... 4
BAB II JENIS-JENIS NAPZA DAN EFEKNYA
TERHADAP KESEHATAN........................... 6
A. Pengertian Napza ................................................ 6
B. Penggolongan Napza ................................ 8
C. Efek yang ditimbulkan oleh zat................... 10
D. Penyalahgunaan Napza............................ 14
E. Dampak penyalahgunaan Napza
bagi kesehatan.......................................... 16
F. Latihan..................................................... 17
G. Rangkuman........................................... 17

v
vi

BAB III KEWASPADAAN STANDAR KESEHATAN .. 19


A. Pengertian Kewaspadaan Standar........................ 19
B. Kegiatan pokok Kewaspadaan Standar ............... 20
C. Cara-cara penerapan Kewaspadaan
Standar.................................................... 21
D. Latihan................................................. 25
E. Rangkuman......................................... 26

BAB VI PENUTUP ............................................................ 27


A. Simpulan ............................................................. 27
B. Tindak Lanjut ...................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 28


BAB I
PENDAHULUAN
Selamat Datang.Dalam Diklat Teknis Pengamanan, mata Diklat “Pengenalan
Dasar Napza dan Kewaspadaan Standar Kesehatan”. Sebagai petugas
Pemasyarakatan tentunya Anda sudah sering mendengar mengenai
penyalahgunaan dan penyakit yang menyertainya. Kali ini kita akan belajar
tentang apa saja dampak buruk penyalahgunaan narkoba serta bagaimana
melindungi diri saat menjalankan tugas pengamanan Lapas/Rutan dari risiko
tertular penyakit-penyakit tersebut.

A. Latar Belakang

eningkatan tindak pidana narkotika pada kurun waktu terakhir ini,

P berimplikasi pada meningkatnya jumlah penghuni Lapas dan


Rutan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
terjadi peningkatan jumlah Narapidana dan Tahanan kasus narkotika yang
cukup signifikan. Pada akhir tahun 2012 tercatat sebanyak 55.144 orang
dan sampai Desember 2016 mencapai 56.550 orang.
Dengan tingginya angka hunian kasus narkotika di Lapas dan Rutan
tidaklah mustahil terjadi peredaran gelap
Napza di dalam lingkungan Lapas/Rutan. Selain itu, terjadi pula
peningkatan insiden penyakit-penyakit yang disebabkan perilaku
penyalahgunaan narkotika seperti HIV, Hepatitis B dan C serta
sifilis.Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien, para
Petugas Pemasyarakatan wajib memiliki pengetahuan tentang Napza dan
teknik-teknik perlindungan diri untuk mencegah tertular infeksi.

1
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat Pengenalan Dasar Napza dan Kewaspadaan Standar
Kesehatan pada Diklat Teknis Pengamanan berisi tentang materi dasar
mengenai jenis-jenis Napza dan efeknya terhadap kesehatan serta materi
Kewaspadaan Standar Kesehatan untuk melindungi Petugas Pengamanan
dari risiko tertular infeksi.

C. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang Mata Diklat Pengenalan Dasar Napza dan
Kewaspadaan Standar Kesehatan ini, peserta Diklat diharapkan mampu
mengidentifikasi jenis-jenis Napza dan efeknya terhadap kesehatan serta
menerapkan kewaspadaan Standar Kesehatan untuk melindungi Petugas
Pengamanan dari risiko tertular infeksi.

D. Indikator Pembelajaran
Setelah mempelajari Mata Diklat Pengenalan Dasar Napza dan
Kewaspadaan Standar Kesehatan ini, peserta diharapkan dapat:
a. Mengidentifikasi jenis-jenis Napza dan efeknya terhadap kesehatan.
b. Menerapkan kewaspadaan Standar Kesehatan untuk melindungi
Petugas Pengamanan dari risiko tertular infeksi.
E. Materi Pokok / Sub Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
a. Jenis-jenis Napza Dan Efeknya Terhadap Kesehatan.
1) Pengertian Napza.
2) Penggolongan Napza
3) Efek Yang Ditimbulkan Oleh Zat
4) Penyalahgunaan Napza
5) Dampak Penyalahgunaan Napza Terhadap Kesehatan.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

b. Kewaspadaan Standar Kesehatan untuk melindungi Petugas


Pengamanan dari risiko tertular infeksi
1) Pengertian Kewaspadaan Standar
2) Kegiatan pokok Kewaspadaan Standar
3) Cara-cara Penerapan Kewaspadaan Standar .

F. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami pengertian Napza, jenis-jenis zat
yang sering disalahgunakan, dan gangguan kesehatan akibat
penyalahgunaan Napza.
2. Peserta diklat dapat lebih memahami pengertian kewaspadaan standar
dalam kesehatan dan kegiatan pokok kewaspadaan standar.
3. Peserta diklat dapat lebih memahami teknik pencegahan penularan
infeksi penyakit di Lapas dan Rutan.
4. Peserta diklat dapat menerapkan pengamanan terhadap barang/orang
lingkungan dalam rangka pencegahan peredaran gelap Napza ke dalam
lingkungan Lapas/ Rutan dengan tetap menerapkan kewaspadaan
standar kesehatan untuk mencegah penularan penyakit.

G. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
Diklat“Pengenalan Dasar Napza dan Kewaspadaan Standar Kesehatan”
dapat berjalan lebih lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara
baik, Anda kami sarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

belajar memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar menetapkan apa


yang harusAnda capai.
2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan
sampai dengan Bab IV.
3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas pada
akhir bab.
4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata Diklat ini tergantung
pada kesungguhan Anda. Belajarlah secara mandiri atau berkelompok
secara seksama. Untuk belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau
berkelompok dengan yang lain untuk memahami dan menerapkan isi
materi dengan baik dan benar.
5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti
yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan
segan-segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi
dalam bidang kesehatan.

Baiklah, selamat belajar! Semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan dan


keterampilan yang diuraikan dalam mata Diklat ini, sebagai upaya untuk
mencegah dan mengatasi gangguan keamanan secara baik.
BAB II
JENIS-JENIS NAPZA DAN EFEKNYA TERHADAP
KESEHATAN
Setelah Mempelajari Bab Ini, Peserta Diharapkan Dapat:
Mengidentifikasi Jenis-Jenis Napza Dan Efeknya Terhadap Kesehatan.

A. Pengertian Napza

arkotika, psikotropika dan zat adiktif atau yang sering disebut

N sebagai Napza adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi


kondisi kejiwaan / psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan
perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
Bahan adiktif adalah bahan/ zat lain bukan Narkotika dan psikotropika
yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan baik psikologis
atau fisik, misalnya rokok, kopi.
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika adalah
melanggar hukum dan dapat dipidana penjara, denda bahkan hukuman
mati.

5
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

B. Penggolongan Napza
Berbagai jenis Napza memiliki pengaruh terhadap tubuh yang
menghasilkan perubahan kondisi mental dan tingkah laku penggunanya.
Berdasarkan efek yang dapat ditimbulkannya, Napza digolongkan
menjadi 4 golongan:
1. Stimulan
Bersifat meningkatkan aktifitas susunan saraf pusat. Zat ini
mempercepat detak jantung dan pernapasan serta meningkatkan
tekanan darah. Zat ini berpotensi menekan nafsu makan dan membuat
penggunanya tetap terjaga.
2. Depresan
Bersifat menekan aktifitas susunan saraf pusat. Penggunanya
mengalami perlambatan detak jantung dan pernapasan. Beberapa
pengguna memanfaatkan efek ini pada saat mengalami sulit tidur.
3. Halusinogen
Menyebabkan gangguan sensori panca indera
(halusinasi) yang cukup besar dan mengubah
suasana hati dan pikiran.
4. Others
Mempunyai efek kombinasi dari jenis-jenis zat
yang telah disebutkan di atas, misalnya stimulan
dan halusinogen.

Stimulan Opioida Depresan Halusinoge Others


n
Kokain Heroin Alkohol LSD Kanabinoid
Amfetamin Morfin Barbiturat Mescaline Khat/Miraa
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

Metamfetam Opium Benzodiaz Peyote Anestesi


in epin disosiatif
Nikotin, Oxycontin Rohipnol Mushrooms Gas nitrit
kafein

Saat ini banyak beredar zat psikoaktif jenis baru


yang disebut NPS (New psychoactive substance).
Zat NPS adalah berbagai jenis zat (drugs), yang
merupakan zat sintetis dan didesain untuk
mendapatkan efek yang mirip dengan narkoba
yang telah dikenal luas, seperti ganja, kokain,
heroin, shabu, ekstasi, namun memiliki struktur kimia yang berbeda
dari zat-zat yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika. Contoh NPS yang banyak beredar, antara lain:
synthetic Cannabinoids dan synthetic Cathinones.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun
2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, zat-zat tersebut
telah dimasukkan dalam penggolongan Narkotika.

C. Efek yang dapat ditimbulkan oleh zat


Napza terutama bekerja pada susunan saraf pusat, dalam hal ini adalah
otak. Oleh karena itu, efek yang mungkin terjadi adalah akibat gangguan
fungsi saraf otak. Di antaranya:

1. Opium (Heroin, Morfin)


Berasal dari kata opium, jus dari bunga opium. Opium disaripatikan
dari opium poppy (papaver somniferum) dan disuling untuk membuat
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

morfin, kodein, dan heroin. Opium digunakan berabad-abad sebagai


penghilang rasa sakit, mencegah batuk, diare, dll.
Gejala gejala yang ditimbulkan dari penggunaan opiat
▪ Perasaan tenang dan bahagia
▪ Acuh tak acuh (apatis)
▪ Malas bergerak
▪ Mengantuk
▪ Rasa mual
▪ Bicara cadel
▪ Pupil mata mengecil (melebar jika overdosis)
▪ Gangguan perhatian/daya ingat.

2. Ganja
Ganja dikenal dapat memicu psikosis, terutama
bagi mereka yang memiliki latar belakang
(gen). Ganja juga bisa memicu dan
mencampuradukkan antara kecemasan dan
depresi.
Gejala yang ditimbulkan dari penggunaan
ganja
▪ Rasa senang dan bahagia
▪ Santai dan lemah
▪ Acuh tak acuh
▪ Mata merah
▪ Nafsu makan meningkat
▪ Mulut kering
▪ Pengendalian diri dan konsentrasi kurang
▪ Depresi dan sering menguap/mengantuk.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

3. Amfetamin (shabu, ekstasi)


Ekstasi (methylen dioxy methamphetamine)/MDMA adalah salah satu
jenis narkoba yang di buat secara ilegal di sebuah laboratorium dalam
bentuk tablet. Ekstasi akan mendorong tubuh untuk melakukan
aktivitas yang melampaui batas maksimum dari kekuatan tubuh itu
sendiri. Kekurangan cairan tubuh dapat terjadi sebagai akibat dari
pengerahan tenaga yang tinggi dan lama, yang sering menyebabkan
kematian.

Gejala-gejala dari penggunaan amfetamin


▪ Kewaspadaan meningkat
▪ Bergairah
▪ Rasa senang/bahagia
▪ Pupil mata melebar
▪ Denyut nadi dan tekanan darah meningkat
▪ Susah tidur/insomnia
▪ Hilang nafsu makan

4. Kokain
Kokain adalah salah satu zat adiktif yang sering disalahgunakan.
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun


dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk
setempat untuk mendapatkan efek
stimulan, seperti untuk
meningkatkan daya tahan, stamina,
mengurangi kelelahan, rasa lapar
dan untuk memberikan efek euforia.
Gejala yang ditimbulkan dari
penggunaan kokain
▪ Gelisah dan denyut nadi meningkat.
▪ Euforia/rasa gembira berlebihan.
▪ Banyak bicara dan kewaspadaan meningkat
▪ Kejang dan tekanan darah meningkat.
▪ Berkeringat dan mudah berkelahi.
▪ Penyumbatan pembuluh darah

D. Penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan napza yaitu mengkonsumsi Napza tanpa indikasi medis
dan tanpa pengawasan petugas kesehatan.
Risiko penyalahgunaan Napza adalah berkembangnya penyakit adiksi
(kecanduan). Adiksi merupakan penyakit yang menyerang fungsi otak,
bersifat kronis dan memiliki risiko kambuh yang tinggi. Gejala khas
adiksi ditandai dengan pencarian dan penggunaan kompulsif, meskipun
mengetahui kemungkinan konsekuensi yang membahayakan. Seperti
halnya dengan beberapa penyakit kronis lainnya, adiksi tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikelola agar penderitanya dapat aktif
menjalankan fungsi sosialnya.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

Perkembangan adiksi terkait erat dengan progresi penggunaan zat yang


semakin lama semakin sering dan menggunakan dosis yang semakin
besar untuk mendapatkan efek yang diinginkan dan terdapat gejala putus
zat jika penggunaannya dihentikan tiba-tiba.
Tingkatan penggunaan Narkoba sampai menjadi adiksi yaitu:
1. User
• Menggunakan sesekali/jangka pendek: didorong rasa ingin
tahu/merasakan suasana hati/perasaan yang baru.
• Penggunaan drugs terkendali secara baik di acara/lingkungan sosial.
2. Abuser
• Digunakan tergantung pada keadaan/tujuan tertentu : melarikan
atau membebaskan diri dari masalah, rasa sakit, drugs sebagai
waktu penawar sementara dibutuhkan. Misalnya: karena stress,
dukacita.
3. Addict
• Si pengguna sudah menjadikan drugs sebagai santapan
kesehariannya, jika tidak menggunakan zat akan mengalami
kesulitan fisik dan mental.

E. Dampak penyalahgunaan Napza terhadap kesehatan


Bahaya Napza bagi penyalahgunanya sangat besar, bukan hanya merusak
tubuh, tetapi juga masa depan. Penyalahgunaan narkoba mengakibatkan
rusaknya organ tubuh selain itu juga menimbulkan penyakit yang
berbahaya sulit untuk disembuhkan, seperti kanker paru, HIV/AIDS,
hepatitis, bahkan penyakit jiwa.
a. Dampak Napza pada otak,
yaitu terjadi perubahan struktur dan kerja otak sesudah penggunaan
Napza yang akan tetap bertahan lama meski penggunaan zat telah
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

dihentikan. Beberapa efek samping Napza yang dapat terjadi terhadap


fungsi otak, antara lain:
• Adiksi
• Depresi
• Halusinasi
• Gangguan pergerakan dan bicara
• Gangguan memori
• Gangguan tidur kronis
b. Penularan penyakit melalui darah: HIV, Hepatitis B dan
c. Gangguan fungsi organ lainnya: gangguan irama jantung, darah tinggi,
gangguan fungsi paru.
d. Peningkatan risiko terjadinya kanker.

F. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza), cobalah diskusikan:
1. Hal-hal apa saja yang menyebabkan seseorang tertarik menggunakan
Napza?
2. Apakah semua pengguna Napza pasti menjadi pecandu?
3. Bagaimana seorang pengguna Napza dapat tertular HIV?.

G. Rangkuman
Narpza mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan.
Pemahaman mengenai dampak buruk narkoba sangat penting untuk
mencegah seseorang terlibat dalam lingkungan pergaulan yang berisiko
tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba.
BAB III
KEWASPADAAN STANDAR KESEHATAN

Setelah Mempelajari Bab Ini, Peserta Diharapkan Dapat Menerapkan


Kewaspadaan Standar Kesehatan Untuk Melindungi Petugas
Pengamanan Dari Risiko Tertular Infeksi.

A. Pengertian Kewaspadaan Standar

ewaspadaan standar dalam kesehatan, (selanjutnya disebut

K kewaspadaan standar) adalah rangkaian upaya yang bertujuan


untuk mengurangi risiko penularan infeksi penyakit akibat
terpapar bahan-bahan yang mengadung organisme penyebab penyakit
baik dari sumber yang telah diketahui status infeksinya maupun tidak.
Setiap petugas Lapas/Rutan maupun Tahanan dan Narapidana perlu
menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan standar, karena berisiko
terpapar oleh darah atau cairan tubuh.
Situasi di Lapas dan Rutan yang berisiko tinggi paparan terhadap darah
dan cairan tubuh, antara lain:
1. Penggeledahan badan
2. Penggeledahan ruang hunian
3. Perkelahian Narapidana/Tahanan
4. Penemuan alat suntik bekas pakai.
Sebaiknya seluruh Petugas Pemasyarakatan dapat melindungi diri dari
tertular penyakit infeksi yang dapat terjadi saat bertugas (tertusuk benda
tajam, terkena percikan/tumpahan darah Narapidana/Tahanan) dan
sebagainya. Namun, jika sudah terlanjur terpapar, dalam materi ini juga
dijelaskan cara-cara pertolongan pertama pada luka akibat perkelahian
dan pertolongan pertama pada luka akibat tertusuk jarum suntik.

13
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

B. Kegiatan Pokok Kewaspadaan Standar

1. Mencuci tangan dengan benar


• Lepas semua cincin dan perhiasan lain yang dikenakan di tangan.
Singsingkan lengan baju hingga di atas siku.
• Basahi tangan di bawah air mengalir dan bubuhkan sabun
secukupnya pada telapak tangan dan gosok-gosok hingga berbusa.
• Gosokkan kedua telapak tangan dan pastikan semua buku jari, celah
jari dan kuku tersabuni dengan baik.
• Sabuni pergelangan dan punggung tangan.
• Bilas dengan air mengalir.
• Keringkan dengan handuk bersih atau kertas tisu.

2. Alat pelindung diri


Digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari
risiko terpapar darah dan cairan tubuh. Alat pelindung diri yang
digunakan adalah sarung tangan, masker dan kaca mata pelindung.

C. Cara-cara Penerapan Kewaspadaan Standar


Petugas keamanan harus melindungi diri dari kemungkinan paparan
infeksi terutama saat melakukan penggeledahan barang dan badan milik
pengunjung maupun penghuni Lapas/Rutan.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

Beberapa teknik Kewaspadaan Standar yang dapat diterapkan yaitu:


1. Penggeledahan badan
a. Hindari meraba (pat down) dengan tangan kosong.
b. Penghuni/pengunjung diberi instruksi untuk:
• Mengosongkan kantong baju dan celana/ roknya sendiri
• Membuka sepatu dan kaus kakinya lalu membalikkannya
• Menyibakkan rambutnya sendiri
• Membalikkan kerah baju, ujung lengan baju/celana/rok atau
bagian lain yang mungkin menjadi tempat menyembunyikan
benda tajam/narkoba.
c. Jika harus melakukan perabaan pakaian, gunakan pupen atau
penggaris sebagai alat bantu.
2. Penggeledahan barang
a. Tidak merogoh ke dalam tas
b. Isi tas dikosongkan dengan cara membalikkan di atas meja untuk
diperiksa.
c. Gunakan sarung tangan dan alat penjepit.
d.Cuci tangan setelah selisai melakukan penggeledahan.
3. Penanganan tumpahan/percikan darah dan cairan tubuh
a. Gunakan alat pelindung yaitu sarung tangan atau kantong plastik
untuk membungkus tangan agar tidak menyentuh darah/cairan
tubuh secara langsung
b. Tutup tumpahan/percikan dengan tisu, kertas koran atau bahan lain
yang bisa menyerap. Tuangkan cairan desinfektan pada dan di
sekeliling tumpahan/percikan dan biarkan 10 menit
c. Bersihkan tumpahan/percikan dan singkirkan bahan yang
menutupinya dengan menggunakan alat bantu.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

d. Cuci permukaan yang terkena tumpahan/percikan dengan air dan


deterjen.
e. Buang sarung tangan atau tas plastik yang digunakan untuk
membungkus tangan selama proses penanganan.
f. Cuci tangan sesuai prosedur yang dianjurkan.
4. Pertolongan pertama pada luka akibat perkelahian
a. Minta Narapidana/Tahanan yang terluka menekan lukanya hingga
perdarahan terhenti.
b. Bisa juga dengan membalut luka menggunakan kain tebal (gunakan
sarung tangan agar tidak menyentuh luka secara langsung).
c. Apabila darah menyembur, gunakan kaca mata pelindung.
d. Tangani darah yang tercecer sesuai prosedur penanganan tumpahan
darah.
e. Bila melibatkan pecahan kaca, lakukan prosedur penanganan
pecahan kaca.
5. Penanganan pecahan kaca
a. Gunakan sarung tangan karet yang tebal.
b. Gunakan kertas koran atau kertas lain yang tebal untuk
mengumpulkan dan meraup pecahan
c. Untuk membawa pecahan kaca dianjurkan dengan cara
membungkusnya dalam gulungan kertas yang sebelumnya
digunakan untuk meraupnya dan masukkan dalam kotak kardus
yang diberi tanda: PECAHAN KACA | HATI-HATI !
6. Penanganan penemuan jarum suntik
a. Gunakan sarung tangan
b. Bawa wadah pengumpul ke lokasi
c. Singkirkan sampah/benda-benda yang menutupi jarum suntik.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

d. Ambil jarum suntik pada batangnya. Sebaiknya mengambil jarum


suntik menggunakan penjepit.
e. Tidak membuka ataupun menekan tutup jarum suntik.
f. Masukkan ke dalam wadah dengan posisi ujung yang tajam terlebih
dahulu.
g. Tutup wadah dengan baik dan diserahkan kepada petugas medis
untuk ditangani sebagai limbah medis.
7. Pertolongan pertama pada luka tertusuk jarum suntik
a. Bilas lokasi yang tertusuk dengan air mengalir
b. Tekan hingga darah keluar untuk meminimalkan kuman yang
masuk
c. Tidak menjilat/menghisap luka
d. Cuci luka dengan baik menggunakan sabun dan air
e. Beri antiseptik pada luka dan tutup dengan plester tahan air
f. Cari pertolongan medis untuk menjajaki risiko infeksi dan
perawatan yang sesuai.
g. Catat dan laporkan kejadian ini kepada atasan sesuai prosedur
Lapas/Rutan.

D. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang Kewaspadaan
Standar Kesehatan, cobalah latihan di bawah ini.
1. Peragakan cara mencuci tangan yang baik dan benar!
2. Peragakan teknik penggeledahan badan terhadap Narapidana/Tahanan.
3. Peragakan teknik penggeledahan barang yang benar .
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan

E. Rangkuman
Situasi Lapas/Rutan merupakan lingkungan yang berisiko tinggi terhadap
paparan terhadap sumber infeksi. Hal ini membuat petugas Lapas/Rutan
sangat rentan tertular penyakit. Oleh karena itu sangat penting penerapan
Kewaspadaan Standar Kesehatan oleh petugas Pengamanan dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari untuk melindungi dirinya dari penyakit
tanpa memperhatikan status infeksi sumbernya.
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Penyalahgunaan Napza dapat mempengaruhi kehidupan dan memiliki
dampak buruk terhadap kesehatan.
2. Kewaspadaan Standar harus diterapkan tanpa memandang status
infeksi
B. Tindak Lanjut
Penerapan teknik-teknik Kewaspadaan Standar dalam menjalankan tugas
pengamanan dapat melindungi petugas dari risiko infeksi.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. http://dedihumas.bnn.go.id
2. http://new.dhh.louisiana.gov/assets/oph/Center-PHCH/Center-
CH/infectious-epi/InfectionControl/presentations/CorrectionalFacility.pd
3. UNODC, Intervention for Drug Users in Prison.
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN

MODUL
PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Penulis :
FEBIE DWI HARTANTO, A.md.IP, SH
Editor:
RINI SETIAWATI, S.T., M.Pd.

Pusat Pengembangan Teknis dan Kepemimpinan


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
2017
DAFTAR ISI

Judul Halaman ...................................................................................... i


Kata Pengantar ...................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Deskripsi Singkat ............................................................ 2
C. Manfaat Modul Bagi Peserta ........................................... 2
D. Tujuan Pembelajaran ...................................................... 2
1. Kompetensi Dasar ...................................................... 2
2. Indikator keberhasilan ................................................. 3
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ............................... 3
F. Petunjuk Belajar .............................................................. 3

BAB II MEKANISME PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) ............ 5


A. Prosedur Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) .. 5
B. Bimbingan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ....... 6
1. Tugas dan wewenang pembimbing PKL ................... 6
2. Ketentuan Pembimbing PKL ...................................... 6
C. Objek Observasi
…………………………………………... ............................ 6
D. Rangkuman………………………………………………… . 7
E. Latihan………………………………………………………
........................................................................................ 8

BAB III PENYUSUNAN LAPORAN ................................................... 9


A. Format Penulisan Laporan .............................................. 9
B. Penjelasan Format Penulisan Laporan .......................... 10
C. Rangkuman………………………………………………… . 13
D. Latihan………………………………………………………
.................................................................................... 14

BAB IV PENUTUP ............................................................................. 15


A. Kesimpulan ................................................................. 15
B. Latihan ....................................................................... 16

KUNCI JAWABAN ................................................................................. 17


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 19
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah tugas dan fungsi dari Rutan dan Lapas setelah melakukan
penerimaan tahanan atau narapidana adalah melakukan pengamanan
Tahanan/Narapidana baik saat berada dalam kamar hunian atau pun pada
saat melaksanakan kegiatan di luar kamar hunian yang dikenal dengan
kegiatan penjagaan, yang mana fungsi dan tugas tersebut dilaksanakan
oleh Regu Pengamanan di Rutan dan Lapas.

Dengan pengamanan akan memberikan jaminan terlaksananya sistem


Pemasyarakatan dan pelaksanaan Hak Asasi manusia di dalam Rutan
atau Lapas. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang 12 Tahun 1999
tentang Pemasyaratan dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia nomor 33 Tahun 2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.

Dalam mengimplementasikan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi


Manusia nomor 33 Tahun 2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara tersebut perlu
ditingkatkan kapasitas petugas pengamanan sehingga mereka mampu
mengatasi permasalahan yang muncul di area tugasnya. Kekurangan
dalam kualitas dan jumlah petugas hendaknya dapat diatasi dengan
peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapih, sehingga tidak

1
menjadi faktor penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi
pelaksanaan tugas sehari-hari khususnya dibidang tugas pengamanan.

Ruang lingkup Modul Praktek Kerja Lapangan (PKL) meliputi Kegiatan


Kepala Regu Pengamanan dan Petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U)
di area tugasnya.

B. Deskripsi Singkat
Modul Praktek Kerja Lapangan (PKL) Diklat Teknis Pengamanan
Kepala Regu Pengamanan dan Petugas Pintu Utama ini memuat dan
menjelaskan tentang pelaksanaan mekanisme praktek kerja lapangan
mengenai penerapan prosedur pelaksanaan pengamanan pintu utama
bagi Petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U) dan Kepala Regu
Pengamanan sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia nomor 33 Tahun 2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta penyusunan
laporan praktek kerja lapangan (PKL).

C. Manfaat Modul Bagi Peserta


Modul Modul Praktek Kerja Lapangan (PKL) Diklat Teknis
Pengamanan Kepala Regu Pengamanan dan Petugas Pintu Utama ini
membekali peserta diklat dalam membangun pemahaman (framework)
secara komprehensif mengenai mekanisme praktek kerja lapangan (PKL)
penerapan prosedur pelaksanaan pengamanan pintu utama bagi Petugas
Pengamanan Pintu Utama (P2U) dan Kepala Regu Pengamanan sesuai
dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 33
Tahun 2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara .
2
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diharapkan mampu
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) mengenai prosedur
pelaksanaan pengamanan pintu utama bagi Petugas Pengamanan
Pintu Utama (P2U) dan Kepala Regu Pengamanan sesuai dengan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 33 Tahun
2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.

2. Indikator keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat (Kepala Regu
Pengamanan dan Petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U) )
diharapkan dapat :
1. Melaksanakan mekanisme Praktek Kerja Lapangan sesuai
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 33
Tahun 2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara
2. Menyusun laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok dan Sub materi pokok dari Modul Praktek Kerja Lapangan
(PKL) ini adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme Praktek Kerja Lapangan (PKL)
a. Prosedur Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
b. Bimbingan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
1) Tugas dan wewenang pembimbing PKL
2) Ketentuan Pembimbing PKL
3
c. Objek Observasi

2. Penyusunan Laporan
a. Sistematika Penulisan Laporan
b. Penjelasan Format Penulisan Laporan

F. Petunjuk Belajar
Untuk tercapainya tujuan pembelajaran, peserta diharapkan dapat
membaca dan memahami setiap pokok bahasan. Peserta dapat
menambah referensi bahan bacaan untuk memperkaya wacana dan
kerangka pikir yang disesuaikan dengan perkembangan lingkungan
stratejik, sehingga proses transfer knowledge antara narasumber dan
peserta dapat lebih efisien, efektif serta saling mengisi.

4
BAB II
MEKANISME PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat melaksanakan
Praktek Kerja lapangan sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia nomor 33 Tahun 2015 tentang Peraturan
Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
Negara.

A. Prosedur Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)


1. Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) peserta
diklat memakai pakaian dinas harian/pakaian diklat.
2. Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) peserta
diklat didampingi oleh pembimbing, dosen dan pendamping dari
tempat PKL.
3. Menjaga tata tertib selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
(PKL).
4. Peserta diklat pengamanan pintu utama terbagi menjadi 4 (empat)
kelompok, antara lain :
a. Kelompok pelaksanaan tugas penjagaan pengamaan pintu
utama.
b. Kelompok pelaksanaan penggeledahan orang.
c. Kelompok pelaksanaan penggeledahan barang.
d. Kelompok pelaksanaan penggeledahan kendaraan.
5. Peserta diklat kepala regu pengamanan terbagi menjadi 4 (empat)
kelompok, antara lain :
a. Kelompok pelaksanaan tugas apel Regu Pengamananan dan
penghitungan Warga Binaan.
5
b. Kelompok pelaksanaan Kontrol.
c. Kelompok pelaksanaan pengendalian peralatan.
d. Kelompok pelaksanaan penguncian.

B. Bimbingan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)


1. Tugas dan wewenang pembimbing PKL (Kerja Praktek) :
Setiap Kelompok peserta dalam menyusun laporan PKL (Kerja
Praktek) dibimbing oleh 1 (satu) orang pembimbing. Adapun
tugas dan wewenang pembimbing yaitu :
a. Berhak memutuskan kelayakan Judul.
b. Memberikan catatan-catatan perbaikan pada lembaran
bimbingan.
c. Memberi dorongan semangat (motivasi) kepada peserta diklat
agar dapat menyelesaikan penulisan laporan PKL tepat pada
waktunya.

2. Ketentuan Pembimbing :
a. Dosen Pembimbing ditunjuk oleh penyelenggara Diklat.
b. Pembimbing adalah dosen tetap dan tidak tetap pada BPSDM
Kemenkumham.

C. Objek Observasi
1. Mempelajari cara kerja Petugas Pintu Pengamanan Utama
(P2U) pada tempat PKL, antara lain :
a. Proses serah terima tugas
b. Buka tutup pintu utama
c. Pemeriksaan orang
d. Pemeriksaan tahanan dan narapidana
6
e. Pemeriksaan barang
f. Pemeriksaan kendaraan
g. Penindakan pelanggaran
h. Pembuatan Laporan

2. Mempelajari cara kerja Kepala Regu Pengamanan pada tempat


PKL, antara lain :
a. Proses serah terima tugas
b. Pelaksanaan Apel Regu Pengamanan dan penghitungan
Warga Binaan
c. Pelaksanaan Kontrol
d. Pelaksanaan pengendalian peralatan
e. Pelaksanaan penguncian

D. Rangkuman
1. Prosedur pelaksanaan PKL adalah sebagai berikut :
a. Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat memakai pakaian dinas harian/pakaian
diklat.
b. Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat didampingi oleh pembimbing, dosen dan
pendamping dari tempat PKL.
c. Menjaga tata tertib selama pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan (PKL).
d. Pembagian kelompok Peserta diklat
2. Objek observasi
a. Mempelajari cara kerja Petugas Pintu Pengamanan Utama
(P2U) pada tempat PKL.
7
b. Mempelajari cara kerja Petugas Pintu Pengamanan Utama
(P2U) pada tempat PKL.

E. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!
1. Jelaskan prosedur pelaksanaan PKL ?
2. Jelaskan objek observasi pada bagian Pengamanan Pintu Utama ?
3. Jalaskan objek observasi pada bagian Kepala Regu Pengamanan ?

8
BAB III
PENYUSUNAN LAPORAN

Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat menyusun
laporan Praktek Kerja lapangan.

A. Sistematika Penulisan Laporan


1. Bagian awal
a. Halaman Sampul
b. Halaman Judul (sama dengan halaman sampul)
c. Halaman Pengesahan Praktek Kerja Lapangan
d. Halaman Pernyataan Keaslian Hasil
e. Kata Pengantar
f. Daftar Isi
g. Daftar Tabel (jika ada)
h. Daftar Gambar (jika ada)
i. Daftar Grafik (Jika ada)
j. Daftar Lampiran (Jika ada)

2. Bagian inti
a. BAB I PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
2) Perumusan Masalah
3) Tujuan dan Manfaat
4) Metode Pengambilan Data
b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
9
c. BAB III TINJAUAN UMUM
1) Gambaran umum Lapas
2) Struktur Organisasi
3) Tugas dan Tanggung Jawab
4) Sistem yang sedang berjalan
d. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1) Analisis Sistem Berjalan
2) Usulan pemecahan masalah
3) Perancangan (Optional)
e. BAB V PENUTUP
1) Kesimpulan
2) Saran

3. Bagian akhir
a. DAFTAR PUSTAKA
b. LAMPIRAN 1

B. Penjelasan Format Penulisan Laporan


I. BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang Bagian ini berisi tentang alasan mengapa
suatu obyek harus diteliti atau dapat dikatakan sebagai
cerminan masalah yang akan diteliti disertai dengan dukungan
data yang jelas seperti analisis situasi saat ini. Perlu dijelaskan
pula pentingnya tugas Kepala Regu pengamanan dan Petugas
Pintu Pengamanan Utama (P2U).
b) Perumusan Masalah Memuat pernyataan tentang apa yang
menjadi masalah pokok. Pernyataan tersebut harus
menunjukkan gambaran adanya permasalahan (seperti
10
yang teridentifikasi dalam latar belakang) yang perlu dicari
pemecahannya sehingga tujuan dapat dicapai. Perumusan
masalah biasanya dituliskan dalam bentuk kata tanya.
Rumusan ini harus terjawab pada setiap pembahasan serta
kesimpulan.
c) Tujuan dan Manfaat Tujuan yang akan dicapai dalam
kerangka konteks ilmiah berkaitan dengan judul PKL,
sedangkan manfaat menjelaskan tentang manfaat yang
akan diperoleh dengan dicapainya tujuan.
d) Metode Pengambilan Data Metode yang digunakan pada
Praktek Kerja Lapangan adalah field research yaitu penelitian
yang dilakukan dengan meninjau dan mengamati secara
langsung pada tempat penelitian untuk mendapatkan data-
data yang akurat. Beberapa teknik yang dapat digunakan
pada field reaserch adalah :
1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
langsung pada obyek penelitian yang merupakan sumber
data
2. Interview, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan melalui proses tanya jawab (wawancara) dengan
pihak-pihak yang terkait langsung dengan obyek
penelitian
3. Sampling, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara melakukan pengambilan data
arsip/formulir/catatan yang berkaitan dengan obyek
penelitian.

11
II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi uraian yang sistematis dari teori-teori yang mendukung
topik pembahasan.

III. BAB III TINJAUAN UMUM


a) Gambaran umum lokus kerja praktek, Jelaskan tentang sekilas
sejarah,Kepala, alamat, dll.

b) Struktur Organisasi Gambarkan tentang struktur organisasi


perusahaan tempat Praktek Kerja Lapangan berlangsung.

c) Tugas dan Tanggung Jawab Sebutkan Tugas dan tanggung


jawab sesuai struktur organisasi secara singkat dan beri
penjelasan yang lengkap untuk bagian yang menjadi obyek
penelitian anda.

d) Sistem yang sedang berjalan Jelaskan gambaran sistem yang


sedang berjalan sesuai dengan topik yang diambil, perlu juga
menggunakan alat bantu seperti flow of document atau
diagram pada UML (diagram use case, diagram activity)

IV. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN


a) Analisis Sistem Berjalan Jelaskan hasil analisis anda, tentang
kelebihan dan kelemahan/kekurangan sistem yang berjalan.

b) Usulan pemecahan masalah Jelaskan usulan pemecahan


masalah sehubungan dengan hasil analisis anda tentang sistem

12
yang berjalan seperti usulan kebutuhan Fungsional dan non
fungsional.

c) Perancangan Pada Bagian ini akan disampaikan rancangan


sistem baru atau yang .

V. BAB V PENUTUP
Berisi uraian singkat tentang kesimpulan(rangkuman keseluruhan
dari hasil pembahasan) dan saran perluasan, pengembangan,
pendalaman, atau pengkajian ulang yang perlu disampaikan
C. Rangkuman
1. Kerangka Laporan terdiri dari tiga bagia, yaitu :
a. Bagian awal
b. Bagian inti
c. Bagian akhir
2. Bagian awal berisiskan:
a. Halaman Sampul
b. Halaman Judul (sama dengan halaman sampul)
c. Halaman Pengesahan Praktek Kerja Lapangan
d. Halaman Pernyataan Keaslian Hasil
e. Kata Pengantar
f. Daftar Isi
g. Daftar Tabel (jika ada)
h. Daftar Gambar (jika ada)
i. Daftar Grafik (Jika ada)
j. Daftar Lampiran (Jika ada)

3. Bagian inti berisikan:


13
a. BAB I PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
2) Perumusan Masalah
3) Tujuan dan Manfaat
4) Metode Pengambilan Data
b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
c. BAB III TINJAUAN UMUM
1) Gambaran umum Lapas
2) Struktur Organisasi
3) Tugas dan Tanggung Jawab
4) Sistem yang sedang berjalan
d. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1) Analisis Sistem Berjalan
2) Usulan pemecahan masalah
3) Perancangan (Optional)
e. BAB V PENUTUP
1) Kesimpulan
2) Saran
4. Bagian akhir berisikan :
a. DAFTAR PUSTAKA
b. LAMPIRAN 1

F. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan singkat
1. Jelaskan isi bagian latar belakang ?
2. Jelaskan isi bagian rumusan masalah?
3. Jelaskan isi bagian analisa dan pembahasan?

14
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Upaya peningkatan pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan sejauh ini terus menerus dilakukan oleh Kementerian
Hukum dan HAM. Berbagai kebijakan dan usaha untuk mendorong
peningkatan pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan telah dilakukan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah diterbitkannya regulasi terbaru
yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 33 Tahun 2015
tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara. Dengan regulasi ini diharapkan akan
meningkatkan keamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan.
Dalam mengimplementasikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor 33 Tahun 2015 tersebut, maka BPSDM Hukum dan HAM
melakukan beberapa penyempurnaaan dalam pelaksanaan peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia khususnya Kepala Regu Pengamanan
dan Penjaga Pintu Utama. Penyempurnaan ini dimaksudkan agar Kepala
Regu Pengamanan dan Penjaga Pintu Utama mampu menerapan
prosedur pelaksanaan pengamanan pintu utama bagi Petugas
Pengamanan Pintu Utama (P2U) dan Kepala Regu Pengamanan sesuai
dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 33 Tahun 2015.
Untuk mendukung keberhasilan pendidikan dan pelatihan tersebut
BPSDM Hukum dan HAM menyusunan modul Praktek Kerja Lapangan
15
(PKL) ini. Sehingga diharapkan menjadi bahan pembelajaran dan sarana
mempermudah proses pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan bagi para
widyaiswara dan dosen di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Semakin banyak modul mata diklat yang disusun diharapkan akan
semakin memperlancar pembelajarandan meningkatkan kualitas peserta
diklat.

B. Latihan
Jawablah pertanyaaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Jelaskan apa saja yang dipersiapkan sebelum melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan!
2. Jalaskan sistematika penulisan laporan yang baik dan benar?

16
KUNCI JAWABAN

BAB II
1. Prosedur pelaksanaan PKL adalah sebagai berikut :
▪ Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat memakai pakaian dinas harian/pakaian
diklat.
▪ Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat didampingi oleh pembimbing, dosen dan
pendamping dari tempat PKL.
▪ Menjaga tata tertib selama pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan (PKL).
▪ Pembagian kelompok Peserta diklat
2. Objek observasi pada bagian Pintu Pengamanan Utama (P2U)
adalah sebagai berikut :
▪ Proses serah terima tugas
▪ Buka tutup pintu utama
▪ Pemeriksaan orang
▪ Pemeriksaan tahanan dan narapidana
▪ Pemeriksaan barang
▪ Pemeriksaan kendaraan
▪ Penindakan pelanggaran
▪ Pembuatan Laporan
3. Objek observasi pada bagian Kepala Regu Pengamanan
adalah sebagai berikut :
▪ Proses serah terima tugas

17
▪ Pelaksanaan Apel Regu Pengamanan dan penghitungan
Warga Binaan
▪ Pelaksanaan Kontrol
▪ Pelaksanaan pengendalian peralatan
▪ Pelaksanaan penguncian

BAB III
1. Latar Belakang Bagian ini berisi tentang alasan mengapa
suatu obyek harus diteliti atau dapat dikatakan sebagai
cerminan masalah yang akan diteliti disertai dengan dukungan
data yang jelas seperti analisis situasi saat ini. Perlu dijelaskan
pula pentingnya tugas Kepala Regu pengamanan dan Petugas
Pintu Pengamanan Utama (P2U).
2. Perumusan Masalah Memuat pernyataan tentang apa yang
menjadi masalah pokok. Pernyataan tersebut harus
menunjukkan gambaran adanya permasalahan (seperti
yang teridentifikasi dalam latar belakang) yang perlu dicari
pemecahannya sehingga tujuan dapat dicapai. Perumusan
masalah biasanya dituliskan dalam bentuk kata tanya.
Rumusan ini harus terjawab pada setiap pembahasan serta
kesimpulan.
3. Analisa dan pembahasan berisikan tiga poin, yaitu :
▪ Analisis Sistem Berjalan Jelaskan hasil analisis anda,
tentang kelebihan dan kelemahan/kekurangan sistem yang
berjalan.
▪ Usulan pemecahan masalah Jelaskan usulan pemecahan
masalah sehubungan dengan hasil analisis anda tentang
18
sistem yang berjalan seperti usulan kebutuhan Fungsional
dan non fungsional.
▪ Perancangan Pada Bagian ini akan disampaikan
rancangan sistem baru atau yang .

19
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 33 Tahun 2015
tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara.

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-416.PK.01.04.01


Tahun 2015 tanggal 21 Agustus 2015 tentang Standar Pencegahan
Gangguan keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan.

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS-


459.PK.01.04.01 tanggal 17 September 2015 tentang Penindakan
Gangguan keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan.

20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

FEBIE DWI HARTANTO, A.md.IP, SH merupakan alumni AKIP angkatan


33 Tahun 2000. Saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen Wilayah III
Direktorat Keamanan dan Ketertiban. Pada tahun 2007 beliau pernah
menjabat sebagai Kasubsi Keamanan di Lapas Kelas IIB Slawi dan selain itu
juga pernah menjabat sebagai Kepala KPLP, Kepala Seksi Standarisasi
Sarana, Kepala Seksi Penindakan Gangguan Keamanan dan Ketertiban,
Kepala Seksi Intelijen Wilayah III. Selain aktivitasnya sebagai Kepala Seksi
Intelijen Wilayah III Direktorat Keamanan dan Ketertiban sampai saat ini
beliau juga merupakan salah satu tim pengajar pada diklat Teknis
Pemasyarakatan yaitu Pengamanan Kepala Regu dan Penjaga Pintu Utama
pada Lapas dan Rutan yang dilaksanakn di BPSDM Hukum dan HAM.

21

You might also like