Professional Documents
Culture Documents
Puji dan syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT, akhirnya modul
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu dan Petugas Pengamanan Pintu
Utama diterbitkan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan pendidikan.
Semoga rasa syukur ini tampak jelas dan terimplementasikan di setiap gerak
langkah dalam menjalankan setiap peran sebagai Aparatur pelayan masyarakat
yang professional.
Implementasi pelaksanaan Skala Prioritas nasional dalam Bidang
Reformasi Birokrasi dan tata kelola khususnya Prioritas Bidang Hukum dan
Aparatur sebagai bagian dari ROAD MAP RPJMN III (2015 – 2019). Dimana
kebijakan pada RPJMN III ini dititikberatkan pada Pembangunan dibidang
aparatur negara yang diarahkan pada profesionalisme aparatur negara di pusat
dan daerah.
Seiring dengan hal tersebut diterbitkannyalah regulasi baru tentang
Pengamanan pada Lapas dan Rutan melalui Peraturan Menteri Hukum dan
HAM RI Nomor 33 Tahun 2015. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan keamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM sebagai
leading sector dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di
Kementerian Hukum dan HAM bertanggungjawab untuk meningkatkan
kualitas SDM Petugas Penjagaan Pintu Utama di Lembaga Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban tersebut dilakukan
penyempurnaan pelaksanaan Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu dan
Petugas Pintu Utama Pada Lapas dan Rutan.
Penyusunan modul ini dilakukan semaksimal mungkin dan diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan pendidikan secara terus menerus. Namun
demikian, kekurangan, kesalahan, ketidaklengkapan dan mungkin sulitnya
operasional dapat terjadi pada saat pelaksanaan. Untuk itu perlu diperbaiki,
disempurnakan dan dikembangkan secara berkala dimasa mendatang.
Modul ini merupakan pedoman resmi yang disusun oleh tim dalam
rangka memudahkan dan mengarah peserta diklat. Dengan selesainya
penyusunan modul ini, tim penyusun menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada pihak-pihak yang telah terlibat secara aktif dalam proses
penyusunan sampai dengan Penerbitan. Modul ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penggunanya.
Hantor Situmorang
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN
MODUL
PENGAMANAN PADA LAPAS DAN RUTAN
Penulis:
Samsul Hidayat, Bc.IP., SH.
Editor:
Ali Subroto Suprapto, S.Sos., M.Si.
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan menjadi suatu keniscayaan. Siap tidak siap, suka atau tidak,
setiap organisasi harus melakukan pembenahan secara sistematis dan
fundamental terhadap pola pikir dan pola tindak dalam pengelolaan organisasi,
terutama dalam aspek pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai
aset terpenting dari organisasi.
A. Latar Belakang
Bahan ajar ini membahas tentang dasar hukum dan pengertian umum
serta strategi pengamanan pada Lapas dan Rutan, yang mencakup hal-hal
tentang: Penjagaan; Penggeledahan; Kontrol; Pengendalian Sarana;
Pengawasan Komunikasi; Pengendalian Lingkungan; Penguncian; dan
Tindakan Pengamanan. Mata diklat ini disajikan secara interaktif melalui
metode ceramah, diskusi, simulasi dan praktek. Keberhasilan peserta
dinilai dari kemampuannya dalam mengaplikasikan standar operasional
prosedur pengamanan pada Lapas dan Rutan.
C. Manfaat Modul
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta mampu
memahami peraturan tentang pengamanan pada Lapas dan Rutan,
prosedur tetap bidang pengamanan, serta teknik dan strategi
pengamanan.
F. Petunjuk Belajar
Supaya dapat memahami seluruh isi bahan ajar ini dengan baik,
peserta Diklat diharapkan dapat membacanya secara bertahap beserta
beberapa referensi pendukung. Hal tersebut untuk mengurangi
kesenjangan terhadap substansi dalam bahan ajar ini. Peserta Diklat
disarankan melakukan curah pendapat dengan sesama peserta Diklat
karena metode pembelajaran tersebut dapat mempercepat pemahaman
tentang isi bahan ajar.
Indikator keberhasilan:
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta mampu memhami tentang
dasar hukum dan pengertian umum pengamanan pada Lapas dan Rutan.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu instansi
pemerintah yang memiliki 11 (sebelas) unit eselon 1, 33 (tigapuluh tiga)
kantor wilayah, dan berikut unit pelayanan teknisnya yang tersebar di seluruh
Indonesia telah berupaya melakukan reformasi birokrasi di jajaran
Kementerian Hukum dan HAM dengan mencanangkan 8 area perubahan,
yaitu :
1. Organisasi
Mewujudkan organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing).
2. Tata Laksana
Mewujudkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien,
terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
D. RANGKUMAN
1. Penjagaan
Penjelasan Umum:
a. Pelaksanaan Penjagaan dilakukan dengan pergantian petugas
pengamanan antar waktu (shift) di bagi 3 (tiga) kali dalam 1 (satu)
hari.
b. Standar pelaksanaan Penjagaan meliputi: Apel, Penjagaan Pintu
Gerbang Halaman, Penjagaan Pintu Gerbang Utama, Penjagaan Pintu
Utama, Penjagaan Pos Atas, Penjagaan Lingkungan Blok, Penjagaan
Blok dan Penjagaan Ruang Kunjungan.
3) Apel Penghuni;
a) Apel penghuni dilakukan oleh Petugas Regu Pengamanan
Pengganti dan Petugas Regu Pengamanan sebelumnya.
b) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
pengamanan sebelumnya memastikan narapidana dan tahanan
berada dalam kamarnya masing-masing dan dalam keadaan
terkunci.
c) Petugas Regu Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
Pengamanan sebelumnya memastikan tidak ada narapidana dan
tahanan yang berlalu lintas.
d) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan petugas regu
pengamanan sebelumnya melakukan penghitungan narapidana
dan tahanan dalam posisi berdiri berbaris di dalam kamar.
e) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pengecekan
kesesuaian jumlah, penempatan dan keberadaan narapidana
3) Pemeriksaan Orang;
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan memasuki
area halaman Lapas dan Rutan.
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman
untuk menunjukan identitas.
c) Petugas mengarahkan orang dan kendaraan sesuai dengan
keperluannya.
d) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar dari
halaman Lapas dan Rutan.
e) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari atau
diluar jam dinas.
5) Pemeriksaan Barang;
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa masuk dan
keluar dalam Lapas dan Rutan untuk kepentingan kunjungan
atau dinas.
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila barang
yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan digunakan
untuk kepentingan dinas.
7) Penindakan;
a) Petugas melarang orang, barang atau kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan.
b) Petugas melarang barang untuk kepentingan dinas yang akan
masuk atau keluar Lapas dan Rutan tanpa adanya surat jalan.
c) Petugas mengamankan orang, barang atau kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban.
d) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai dengan
tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.
8) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam
tentang situasi dan kondisi di halaman Lapas dan Rutan.
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pagar halaman kepada
Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan kecurigaan
terhadap potensi gangguan keamanan dan ketertiban di area
pagar.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
4) Penggunaan Lonceng;
a) Petugas membunyikan lonceng 1 (satu) jam 1 (satu) kali
sebagai tanda siaga.
b) Petugas membunyikan lonceng 5 (lima) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi pemberontakan.
c) Petugas membunyikan lonceng 4 (empat) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi percobaan pelarian.
d) Petugas membunyikan lonceng 3 (tiga) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi kebakaran.
5) Penindakan;
a) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di dalam
tembok keliling dilakukan dengan cara :
(1) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(2) Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari tembok
keliling bagi narapidana dan tahanan yang tidak
berkepentingan.
(3) Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
tembok keliling tidak diindahkan memberi tembakan
peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut.
(4) Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri.
6) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam
tentang situasi dan kondisi di area dalam dan luar tembok
keliling Lapas dan Rutan.
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi area dalam dan luar
tembok keliling kepada Karupam apabila ditemukan adanya
kerusakan dan kecurigaan terhadap potensi gangguan
keamanan dan ketertiban.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
3) Pemeriksaan;
a) Petugas lingkungan blok membawahi beberapa petugas blok.
4) Penindakan;
a) Melarang orang dan barang yang akan keluar dan masuk
lingkungan blok hunian yang diduga dapat menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban.
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di
lingkungan blok dilakukan dengan cara :
(1) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(2) Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari area
lingkungan blok.
(3) Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area lingkungan blok tidak diindahkan, petugas
memberikan peringatan.
(4) Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri dan membahayakan
jiwa.
(5) Menghubungi Karupam.
5) Pelaporan;
a) Petugas menerima laporan apel serah terima narapidana dan
tahanan dari petugas blok hunian.
b) Petugas melaporkan kepada Kepala Regu Pengamanan dan
membantu pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat
dan/atau terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau
meninggal dunia.
c) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam
tentang situasi dan kondisi di dalam lingkungan blok.
d) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
e) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
e. Penjagaan Blok
1) Serah Terima;
a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti
melakukan serah terima inventaris, tugas, dan tanggungjawab
penjagaan blok.
b) Petugas melakukan penghitungan jumlah penghuni dan
pengecekan penempatan penghuni pada saat apel.
c) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti.
3) Pemeriksaan;
a) Petugas mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam
kamar hunian sesuai dengan jadwal kegiatan.
b) Petugas mengawasi agar tidak ada narapidana dan tahanan
yang keluar masuk blok hunian dengan tidak sah.
c) Petugas mengawasi lalu lintas orang yang keluar masuk blok.
d) Petugas melakukan penggeledahan terhadap orang dan barang
yang akan keluar atau masuk blok.
e) Petugas membantu melaksanakan penggeledahan insidentil di
blok dan kamar.
f) Petugas mengawasi pelaksanaan pembagian makanan dan
minuman.
4) Pelayanan;
a) Petugas menerima, mencatat dan menyampaikan keluhan dan
pengaduan narapidana dan tahanan kepada Kepala Regu
Pengamanan.
b) Petugas mengawasi kegiatan kebersihan di lingkungan blok
dan kamar.
5) Penindakan;
a) Petugas memberikan peringatan dan nasihat kepada narapidana
dan tahanan yang berperilaku dan berpenampilan kurang baik.
b) Melarang orang dan barang yang akan keluar dan masuk blok
yang diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban.
c) Mengeluarkan barang-barang terlarang sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Tata Tertib Lapas dan Rutan di dalam kamar
dan blok.
d) Melarang petugas yang tidak berkepentingan berada di dalam
blok dan kamar.
e) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di blok
dilakukan dengan cara :
(1) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(2) Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari pintu
blok.
(3) Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area pintu blok tidak diindahkan, petugas memberikan
peringatan.
2) Penindakan;
a) Melarang petugas, narapidana, dan tahanan yang tidak
berkepentingan berada di ruang kunjungan.
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di ruang
kunjungan dilakukan dengan cara :
(1) Menghentikan kegiatan kunjungan.
(2) Memberikan isyarat tanda bahaya.
(3) Mengamankan orang yang memicu terjadinnya gangguan
keamanan dan ketertiban.
(4) Apabila perintah dan peringatan tidak diindahkan, petugas
melumpuhkan orang yang memicu gangguan keamanan
dan ketertiban.
(5) Apabila tahanan dan narapidana melakukan percobaan
melarikan diri, melawan petugas, dan membahayakan jiwa
dapat dilumpuhkan.
(6) Menghubungi Karupam.
3) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Kepala
Regu Pengamanan tentang situasi dan kondisi keamanan dan
ketertiban di ruang kunjungan.
b) Petugas melaporkan kepada Karupam dan membantu
pelaksanaan evakuasi jika terjadi kondisi darurat dan/atau
terdapat narapidana dan tahanan yang sakit atau meninggal
dunia di ruang kunjungan.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
2. Penggeledahan
a. Pelaksanaan;
1) Petugas melakukan penggeledahan terhadap setiap orang, barang,
kendaraan dan area-area di dalam Lapas dan Rutan.
2) Penggeledahan orang meliputi: Penggeledahan Pengunjung,
Penggeledahan Petugas, Penggeledahan Narapidana atau Tahanan
dengan Pakaian, Penggeledahan Narapidana atau Tahanan Tanpa
Pakaian.
3) Penggeledahan terhadap orang dilakukan dengan teliti dengan
mengedepankan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan.
Gambar 7. Penggeledahan
b. Penindakan;
Barang-barang yang ditemukan saat penggeledahan dan diduga dapat
menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengamankan barang
2) Mengamankan orang pemilik barang.
3) Membuat berita acara.
4) Melaporkan kepada Kepala Pengamanan dan Kepala Lapas dan
Rutan.
5) Melaporkan kepada pihak Polri terhadap barang-barang yang
diduga mengandung unsur pidana atas izin Kepala Lapas atau
Kepala Rutan.
c. Pelaporan
Membuat pelaporan hasil penggeledahan.
3. Kontrol
a. Pelaksanaan;
1) Kontrol dilakukan secara rutin oleh Kepala dan Wakil Kepala
Regu Pengamanan.
2) Pelaksanaan kontrol dilengkapi dengan peralatan kontrol.
3) Kepala atau Wakil Regu Pengamanan sekurang-kurangnya
melakukan kontrol setiap 1 (satu) jam sekali atau sesuai dengan
situasi dan kondisi.
4) Kontrol di area-area sebagai berikut;
a) Pintu Gerbang Halaman.
b) Pintu Gerbang Utama (Wasrik).
c) Pintu Utama (Portir).
d) Lingkungan Blok Hunian.
e) Pos atas.
f) Pagar Luar dalam.
g) Kantor.
h) Ruang Kunjungan
i) Bengkel kerja.
j) Gudang.
k) Dapur.
l) Tempat Ibadah.
m) Ruang Isolasi.
b. Penindakan;
1) Kepala Pengamanan atau Wakil Regu Pengamanan menegur dan
memberi motivasi kepada petugas yang lalai dalam melaksanakan
tugasnya.
2) Kepala atau Wakil Kepala Regu Pengamanan dapat
memerintahkan Penggunaan kekuatan sesuai dengan tingkatan
gangguan keamanan dan ketertiban .
c. Pelaporan;
1) Kepala Regu atau Wakil Kepala Regu Pengamanan membuat
laporan berkala dan dilaporkan langsung kepada Kepala
Pengamanan dan Kepala Lapas atau Rutan.
2) Kepala Regu atau Wakil Kepala Regu Pengamanan membuat
laporan seketika sejak terjadi gangguan keamanan dan ketertiban.
4. Pengendalian Sarana
3) Pelaporan;
a) Kepala Regu Pengamanan melakukan pencatatan keluar masuk
dan kerusakan senjata api dan amunisi di gudang operasional
b) Administrasi Kamtib di Lapas atau Kepala Pengamanan di
Rutan melakukan pencatatan keluar masuk dan kerusakan
senjata api dan amunisi di gudang cadangan.
2) Inventarisasi;
a) Pencatatan dan penghitungan
b) Dilakukan pada saat serah terima regu pengamanan dan pasca
keadaan darurat ataupun petugas yang meninggalkan tugas
sebelum waktunya.
c) Pencatatan dilakukan di buku catatan khusus yang berisi
tentang:
(1) Identifikasi pemegang kunci.
(2) Nomor kunci dan jumlah kunci.
(3) Tanggal dan waktu pengeluaran dan pengembalian kunci
dan gembok.
(4) Jika ada kerusakan dan patah.
(5) Paraf Petugas yang mengeluarkan dan mengembalikan
kunci dan gembok pada berita acara.
5) Pelaporan;
a) Petugas melakukan pencatatan keluar masuk kunci dan gembok
dari gudang.
b) Apabila anak kunci dan gembok hilang, rusak dan patah,
petugas segera melaporkan
c) secara tertulis kepada Kepala Regu Pengamanan atau Kepala
Pengamanan.
3) Penggunaan;
a) Penggunaan peralatan komunikasi untuk koordinasi
pelaksanaan tugas pengamanan.
b) Penggunaan peralatan komunikasi untuk kepentingan bantuan
pengamanan.
4) Pelaporan;
a) Petugas melakukan pencatatan keluar masuk peralatan
komunikasi dari gudang.
b) Apabila peralatan komunikasi rusak atau hilang, petugas segera
melaporkan secara tertulis kepada Kepala Regu Pengamanan
atau Kepala Pengamanan.
3) Pelaporan;
a) Petugas melakukan pencatatan penggunaan peralatan ruang
kontrol.
b) Petugas melaporkan aktifitas petugas, pengunjung, narapidana
dan tahanan.
c) Apabila peralatan ruang kontrol rusak atau hilang, petugas
segera melaporkan secara tertulis kepada Kepala Pengamanan.
5. Pengawasan Komunikasi
6. Pengendalian Lingkungan
7. Penguncian
a) Penjelasan;
1) Penguncian dimaksudkan agar pintu-pintu di dalam Lapas dan
Rutan tetap terkunci dan dibuka sesuai dengan jadwal dan
kebutuhan.
b) Pelaksanaan;
1) Pintu Gerbang Halaman
Jadwal buka dan tutup;
(a) Pembukaan pintu gerbang halaman dilakukan pada pukul
07.00 sampai dengan pukul 17.00 waktu setempat.
(b) Penutupan dan penguncian pintu gerbang halaman dilakukan
pada pukul 17.00 sampai dengan pukul 07.00 waktu setempat.
(c) Pada hari libur kerja pintu gerbang halaman harus selalu
dalam kondisi tertutup dan terkunci.
Pemeriksaan;
(1) Petugas menerima anak kunci dari Kepala Regu
Pengamanan.
(2) Penguncian dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas di pintu
gerbang halaman.
(3) 1 (satu) orang petugas bertugas mengunci/membuka
pintu dan 1 (satu) orang lainnya melakukan cek ulang.
(4) Petugas wajib menyerahkan kembali anak kunci kepada
Karupam setelah selesai menjalankan tugas.
4) Kamar
Jadwal Buka dan Tutup
(a) Pembukaan pintu kamar dilakukan hanya untuk keperluan
pembinaan narapidana dan pelayanan tahanan.
(b) Pembukaan pintu kamar bagi narapidana dan tahanan
dilakukan pada pukul 07.00-10.00, 12.00-13.00 dan 15.00-
17.00 waktu setempat.
(c) Penutupan pintu kamar bagi narapidana dan tahanan
dilakukan pada pukul 10.00-12.00, 13.00-15.00 dan 17.00-
07.00 waktu setempat
(d) Pembukaan kamar bagi narapidana dan tahanan dapat
dilakukan untuk kepentingan pembinaan dengan persetujuan
Kepala Lapas atau Kepala Rutan.
(e) Penutupan dapat dilakukan diluar jadwal yang ditentukan
apabila situasi dan kondisi keamanan tidak memungkinkan.
Pemeriksaan;
(1) Petugas melakukan penghitungan narapidana dan
tahanan dalam kamar sebelum dan setelah pembukaan
kamar.
(2) Penguncian dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas.
(3) 1 (satu) orang petugas melakukan penguncian dan 1
(satu) orang lainnya melakukan cek ulang kunci pintu
kamar hunian dan memeriksa jeruji.
5) Blok
Jadwal Buka dan Tutup;
(a) Pintu Blok harus selalu dalam keadaan terkunci.
(b) Pembukaan pintu blok hanya dilakukan oleh petugas blok
untuk kepentingan pembinaan narapidana dan pelayanan
tahanan.
Pemeriksaan;
(1) Petugas melakukan pencatatan keluar masuk narapidana
dan tahanan dari blok .
(2) Penguncian dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas.
(3) (satu) orang petugas melakukan penguncian dan 1 (satu)
orang lainnya melakukan cek ulang kunci pintu blok dan
pagar pengamanan lingkungan.Gembok selalu dalam
posisi terpasang dan terkunci di pintu blok.
(4) Kunci blok disimpan oleh petugas blok.
6) Ruang Kantor
Jadwal Buka dan Tutup;
(a) Pembukaan ruang kantor dilakukan pada pukul 07.00 sampai
dengan jam kerja selesai.
7) Ruang kegiatan
Ruang kegiatan terdiri dari Ruang Bimbingan kerja, Poliklinik,
Dapur, Tempat ibadah, Ruang serba guna, Ruang olahraga, Ruang
pendidikan, Ruang konsultasi, Ruang kunjungan.
Jadwal Buka dan tutup
(a) Pembukaan dan penutupan disesuaikan dengan jadwal
kegiatan pada jam kerja.
(b) Pembukaan diluar jam kerja harus seizin Kepala Lapas dan
Kepala Rutan.
Pemeriksaan;
(1) Petugas melakukan pemeriksaan inventaris yang ada di
ruang kegiatan.
(2) Petugas memastikan tidak ada narapidana dan tahanan di
ruang kegiatan diluar jadwal kegiatan.
(3) Petugas mematikan air, listrik dan alat elektronik.
8. Tindakan Pengamanan
3) Pemeriksaan Orang;
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk ke dalam
Lapas dan Rutan.
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman untuk
menunjukan identitas berupa: KTP, SIM, dan Passport serta
mencatatnya.
c) Petugas melakukan penggeledahan .
d) Petugas menukar kartu identitas dengan kartu tanda pengenal.
e) Petugas memberikan stempel pada tangan kanan orang yang akan
masuk ke dalam Lapas dan Rutan.
f) Petugas mengarahkan orang sesuai dengan keperluannya.
g) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar dari dalam
Lapas dan Rutan.
h) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari atau diluar
jam dinas.
6) Pemeriksaan Kendaraan;
a) Petugas memeriksa kendaraan yang masuk ke dalam Lapas dan
Rutan.
7) Pemeriksaan Barang;
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa masuk dan
keluar dalam Lapas/Rutan untuk kepentingan kunjungan/dinas.
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila barang yang
dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan digunakan untuk
kepentingan dinas.
c) Petugas menggeledah barang
8) Penindakan;
a) Petugas melarang orang, barang, dan kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan.
b) Petugas mengamankan orang, barang, dan kendaraan yang diduga
dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban.
c) Melarang masuk petugas diluar jam tugasnya, kecuali mendapat izin
atasan.
d) Melarang masuk petugas yang tidak menggunakan seragam dinas
pada saat jam dinas.
9) Pelaporan;
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada Karupam tentang
situasi dan kondisi di Pintu Gerbang Utama Lapas dan Rutan.
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pintu masuk utama kepada
Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan kecurigaan
terhadap potensi gangguan keamanan dan ketertiban.
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan.
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
C. LATIHAN 2
2. Dibawah ini yang termasuk harus dilakukan oleh petugas saat apel
penghuni antara lain, kecuali:
a. Memastikan narapidana dan tahanan berada di dalam kamar masing-
masing dan dalam keadaan terkunci.
4. Dalam hal kontrol yang dilakukan secara rutin oleh kepala dan wakil
kepala regu pengamanan ada hal-hal yang seharusnya di perhatikan,
kecuali:
a. Melakukan kontrol sekurang-kurangnya 1 jam sekali.
b. Melakukan kontrol di gerbang utama
c. Membuat laporan berkala kepada kepala pengamanan dan kepala
lapas/ rutan
d. Menggunakan kekuatan secara berlebihan saat ada gangguan kamtib.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Tindak Lanjut
Latihan 1:
1. A
2. B
3. A
4. C
5. D
Latihan 2:
1. A
2. D
3. D
4. D
5. D
DAFTAR PUSTAKA
-**@**-
MODUL
KONSEP DAN IMPLEMENTASI HAM BAGI
PETUGAS PEMASYARAKATAN
Penulis:
Mitro Subroto, Bc.IP., S.IP., M.Si
Editor
Muh. Khamdan, MA.Hum
BAB I PENDAHULUAN. 1
A. Latar Belakang 1
B. Deskripsi Singkat 2
C. Manfaat 2
D. Tujuan Pembelajaran 2
E. Materi Pokok 3
F. Petunjuk Belajar 4
BAB II HUBUNGAN HAM DAN SISTEM PEMASYARAKATAN 5
A. Pengertian dan Konseptualisasi HAM 5
B. Perkembangan Sistem Pemasyarakatan Indonesia 7
C. Latihan 12
D. Rangkuman 12
Daftar Pustaka
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelahiran Sistem Pemasyarakatan Indonesia yang dipengaruhi oleh
gagasan Dr. Sahardjo dalam judul “Pohon Beringin Pemasyarakatan” telah
membawa perubahan besar dalam memandang narapidana atau tahanan.
Proses akhir tindak pidana yang semula dilakukan sebagai bentuk balas
dendam dan upaya penjeraan, diubah dengan pembinaan sebagai proses agar
narapidana atau tahanan dapat bermasyarakat sekaligus diterima kembali di
tengah-tengah kehiduan masyarakat.
Cara pandang narapidana atau tahanan sebagai seorang manusia perlu
diperlakukan sebagaimana sebagai manusia. Oleh karena itulah penting bagi
para petugas Pemasyarakatan untuk tetap memperhatikan hak yang dimiliki
oleh para narapidana atau tahanan. Hal demikian telah diperkuat melalui UU
Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang di dalamnya menjelaskan
bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas asas
3
pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan pendidikan, serta
penghormatan harkat dan martabat manusia atau disebut dengan hak asasi
manusia (HAM).
Negara telah mengamanatkan bahwa aparatur di bidang Pemasyarakatan
harus menjalankan fungsi Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga
pendidikan yang benar-benar membina, mendidik, dan membimbing
narapidana atau tahanan agar memiliki kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, berintelektual,
mempunyai sikap dan perilaku positif, sadar hukum, berkepribadian
Pancasila, berintegritas moral, sekaligus menyadari kesalahannya sehingga
akan dapat kembali berintegrasi secara sehat jasmani dan rohaninya di
masyarakat setelah menjalani seluruh masa pidananya.
Peran dan fungsi Pemasyarakatan merupakan bentuk dari perlindungan
dan penegakan HAM yang juga menjadi semua pihak. Pembatasan yang
dilakukan melalui pemenjaraan di dalam Lapas dan Rutan tentu harus
difahami oleh petugas pemasyarakatan untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dengan pertimbangan moral,
keamanan, dan kepentingan umum.
B. Deskripsi Singkat
Pemahaman HAM yang diterapkan dalam Pelatihan Teknis
Pengamanan Bagi Kepala Regu dan Petugas Pintu Utama (P2U) dimaksudkan
untuk memandu peserta melakukan kegiatan-kegiatan pengamanan yang tetap
memperhatikan penghormatan hak-hak narapidana atau tahanan sebagai
manusia. Oleh karenanya perlu adanya pemahaman hak-hak dalam bidang
penerimaan, penempatan, pemindahan, sampai pada penanganan narapidana
atau tahanan/tahanan khusus dan kelompok rentan.
4
C. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat mengetahui hubungan antara implementasi HAM
dengan Sistem Pemasyarakatan Indonesia
2. Peserta diklat dapat lebih memahami hak-hak narapidana atau tahanan
berdasarkan instrumen-instrumen HAM
3. Peserta diklat dapat menerapkan HAM pada Lapas dan Rutan dengan
narapidana atau tahanan khusus.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang Mata Diklat HAM Petugas
Pemasyarakatan ini, peserta Diklat diharapkan mampu menerapkan
HAM dalam bidang pengamanan di dalam Lapas dan Rutan.
5
E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Hubungan HAM dan Sistem Pemasyarakatan Indonesia
2. Hak-Hak Narapidana atau tahanan Berdasarkan Instrumen HAM
3. Implementasi HAM Bagi Narapidana atau tahanan Khusus
G. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
Diklat“HAM Petugas Pemasyarakatan” dapat berjalan lebih lancar, dan
indikator hasil belajar tercapai secara baik, Anda kami sarankan mengikuti
langkah-langkah sebagaiberikut:
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator belajar
6
memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar menetapkan apa yang
harus Anda capai.
2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan sampai
dengan Bab IV.
3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiaptugas pada akhir
bab.
4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata Diklat ini tergantung pada
kesungguhan Anda. Belajarlah secara mandiri atau berkelompok secara
seksama. Untuk belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau
berkelompok dengan yang lain untuk mempraktikkan implementasi HAM
yang baik dan benar.
5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti
yangtertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan segan-
segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi dalam
implementasi HAM Petugas Pemasyarakatan.
7
BAB II
HUBUNGAN HAM DAN SISTEM PEMASYARAKATAN
INDONESIA
Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan sejarah sistem
pemasyarakatan Indonesia, prinsip-prinsip kepribadian petugas pemasyarakatan,
dan HAM dalam sistem pemasyarakatan
8
Karel Vasak, ahli hukum dari Perancis, membuat kategori generasi
HAM berdasarkan slogan Revolusi Perancis, yaitu kebebasan, persamaan, dan
persaudaraan.
1. Generasi Pertama HAM
Kebebasan sebagai hak generasi pertama dijadikan simbol atas hak-
hak di bidang sipil dan politik (Sipol). Hal ini muncul dari tuntutan untuk
melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan
kekuatan-kekuatan dominan seperti revolusi di Inggris, Perancis, dan
Amerika. Hak sipil dan politik pada dasarnya untuk melindungi kehidupan
pribadi manusia dan menghormati otonomi setiap orang atas dirinya. Hak-
hak tersebut antara lain hak hidup, hak kebebasan bergerak, hak suaka dari
penindasan, perlindungan hak milik, kebebasan berfikir, beragama dan
berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, hak bebas
dari penahanan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas
dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan
yang adil.
Hak generasi pertama ini sering disebut dengan hak-hak negatif.
Artinya, hak dapat berjalan dengan baik jika tidak adanya campur tagan
terhadap hak-hak dan kebebasan individual.Hak-hak generasi pertama ini
menuntut ketiadaan intervensi oleh pihak-pihak luar, baik Negara maupu
kekuatan-kekuatan sosial lain.Oleh karenanya, hak ini tergantung pada
absen dan minusnya tindakan negara terhadap rakyatnya.
2. Generasi Kedua HAM
Persamaan atau hak-hak generasi kedua diwakili dengan
perlindungan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (Esosbud). Hak esosbud
ini muncul dari tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap
kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan.
9
Negara dituntut lebih aktif sehingga sangat menekankan keterlibatan dan
intervensi negara secara positif.Hal ini menjadikan generasi kedua HAM
disebut dengan hak positif. Hak generasi kedua adalah tuntutan persamaan
sosial dengan menjalankan program-program pemenuhannya.
3. Generasi Ketiga HAM
Persaudaraan dalam hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan
atas hak-hak solidaritas atau hak bersama. Hak ini muncul atas tuntutan
negara-negara berkembang atas ketidakadilan dunia internasional. Tatanan
ekonomi dunia dan hukum internasionaldibutuhkan untuk terjaminnya hak
atas pembangunan, hak atas perdamaian, hak atas sumber daya alam
sendiri, hak atas lingkungan hidup yang baik, dan hak atas warisan budaya
sendiri.
Dari ketiga generasi HAM tersebut, maka generasi pertama yang terkait
pada hak bidang Sipol merupakan hak yang tidak dapat ditangguhkan dan
dibatasi (non derogable rights). Sementara generasi kedua dan ketiga yang
terkait hak bidang Esosbud merupakan hak yang dapat ditangguhkan atau
dibatasi pemenuhannya oleh Negara dalam kondisi tertentu (derogable
rights). Oleh karena itulah dikembangkan dengan lahirnya 2 (dua) kovenan
penting, yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya.
B. Perkembangan Sistem Pemasyarakatan Indonesia
Membahas tentang perkembangan sistem pemasyarakatan Indonesia,
pada dasarnya sama dengan membahas perjalanan sejarah bangsa Indonesia
terkait dengan sejarah berdirinya sebuah negara Indonesia. Hal itu dipengaruhi
oleh 3 (tiga) teori utama pemidanaan. Pertama, sistem absolut atau retribusi
yang cenderung bersifat pembalasan. Teori ini muncul dilandasi adanya
pemahaman bahwa kejahatan tercipta oleh adanya peran Setan sehingga harus
10
dihilangkan, termasuk juga harus menghilangkan manusia yang melakukan
kejahatan tersebut. Dalam hal ini, penjahat dilihat dalam perspektif musuh
sehingga ditindak dengan penyiksaan fisik atau diasingkan dari ketertiban
umum. Sistem retribusi belum mengenal adanya rumah penjara karena bentuk
rumah penjara hanya berfungsi sebagai tempat penahanan sementara, sambil
menunggu hukuman mati (capital punishment), hukuman fisik (corporal
punishment), dan pengasingan (banishment).
Kedua, sistem penjeraan (detterent) yang dilandasi oleh pemikir teori
sosial klasik, Jheremy Bentham. Tokoh ini berpandangan bahwa manusia
bertindak menurut pilihan-pilihan akal dan fikiran yang berdasarkan untung
dan rugi atau determinisme ekonomi. Oleh karena itu, sistem penjeraan
memiliki dua tampilan utama, yaitu pembalasan terhadap pelaku kejahatan
agar terjadi penjeraan (special detterent) dan hukuman berat terhadap para
pelaku kejahatan agar membuat masyarakat luas berfikir sebelum melakukan
kejahatan atas resiko hukuman yang akan diterima.
Ketiga, sistem rehabilitasi yang memiliki pemaknaan bahwa pelaku
kejahatan adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah sehingga harus
diberikan penyadaran melalui pencabutan kemerdekaan sekaligus diamankan
oleh negara melalui proses pembinaan di dalam penjara. Dari sistem
rehabilitasi inilah kemudian menghadirkan pola pemidanaan baru berupa
sistem reintegrasi sosial yang menginspirasi lahirnya UU Nomor 12 Tahun
1995 tentang pemasyarakatan.
Konsep Pemasyarakatan di Indonesia diperkenalkan secara formal
pertama kali oleh Dr. Sahardjo, Menteri Kehakiman Indonesia, pada 5 Juli
1963. Sahardjo menjelaskan bahwa tujuan dari pidana penjara selain untuk
menimbulkan rasa derita karena hilangnya kemerdekaan bergerak, juga untuk
11
membimbing terpidana agar bertaubat, dapat menjadi anggota masyarakat
yang berguna dalam pembangunan nasional.
Pada 1964, dilakukan konferensi nasional kepenjaraan di Lembang,
Bandung, pada 27 April hingga 7 Mei, untuk merumuskan konsep sistem
pemasyarakatan Indonesia. Di dalam konferensi tersebut, Bahrudin
Suryobroto yang menjabat Wakil Kepala Direktorat Pemasyarakatan,
menjelaskan bahwa Pemasyarakatan bukan hanya tujuan dari pidana penjara,
melainkan suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan
hubungan antara kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu
narapidana dan masyarakat, yang tentunya dapat dicapai melalui sebuah
proses membaurkan narapidana untuk turut serta secara aktif. Pelaksanaan
konferensi inilah yang dijadikan hari jadi Pemasyarakatan Indonesia.
Sistem pemasyarakatan kemudian dikuatkan melalui UU Nomor 12
Tahun 1995 yang didefinisikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila
yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi rindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggungjawab.
Dalam melaksanakan peran dan fungsi sebagai pembina narapidana atau
tahanan, maka petugas pemasyarakatan perlu mengedepankan prinsip-prinsip
HAM sesuai dengan etika yang harus dijunjung, sebagaimana pada pasal 5
UU Pemasyarakatan, yaitu:
1. Memberikan penganyoman, yaitu perlakuan terhadap WBP dalam rangka
melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh
12
WBP, juga memberikan bekal hidup kepada WBP agar menjadii warga
yang berguna di dalam masyarakat
2. Memberikan persamaan perlakuan dan pelayanan, yaitu pemberian
perlakuan dan pelayanan yang sama kepada WBP tanpa membedakan
orang.
3. Melaksanakan pendidikan sekaligus pembimbingan, yaitu
penyelenggaraan proses tersebut berdasarkan Pancasila, antara lain
menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, dan pendidikan rohani.
4. Memberikan penghormatan harkat dan martabat manusia (HAM), yaitu
komitmen untuk memperlakukan WBP sebagai manusia dan makhluk
Tuhan
5. Memberikan kesempatan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan
keluarga dan orang-orang tertentu.
Petugas pemasyarakatan adalah aparat penegak hukum, sebagaimana
tercantum dalam pasal 8 UU Pemasyarakatan. Petugas pemasyarakatan juga
memiliki fungsi perlindungan terhadap hak asasi tersangka dan terdakwa. Hal
demikian tercantum di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana dan peraturan pelaksanaannya, serta UU Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Perdilan Pengadilan Anak (SPPA).
Petugas pemasyarakatan sebagai aparat penegak hukum merupakan
bagian dari integrated criminal justice system, yang sejajar dengan aparat
kepolisian, aparat kejaksaan, dan aparat kehakiman. Oleh karena itu, integrasi
penanganan hukum pidana dijalankan oleh Direktorat Pemasyarakatan
melalui unit pelaksana teknis masing-masing, yaitu:
Rumah Tahanan Negara, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara,
Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyakatan Perempuan, Lembaga
13
Penitipan Anak Sementara, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Balai
Pemasyarakatan.
1. Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Dalam KUHAP pasal 22 dinyatakan bahwa jenis penahanan dapat
berupa Penahanan Rutan, Penahanan Rumah dan Penahanan Kota. Dengan
demikian, jenis penahanan memiliki pilihan alternatif bagi instansi yang
berwenang, terutama harus secara selektif untuk menggunakan penahanan
Rutan. Hal ini mengingat penahanan adalah pembatasan hak bergerak
seseorang, sehingga sikap selektif berperan untuk menghindari penyimpangan
terhadap harkat dan martabat manusia oleh petugas Rutan.
Penahanan yang dilakukan di dalam Rutan harus disertai surat
penahanan yang dikeluarkan pejabat yang secara yuridis memiliki tanggung
jawab penahanan. Pada pasal 21 KUHAP dijelaskan bahwa penahanan Rutan
harus memenuhi syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif. Jika tidak ada
alasan yang jelas, maka surat penahanan dapat dikategorikan cacat hukum dan
oleh sebab itu tidak sah, sehingga orang tersebut harus ditolak masuk ke dalam
Rutan. Secara strategis dan psikologis, penempatan seseorang sebagai tahanan
di Rutan justru memberikan kemudahan akses yang luas untuk terpenuhinya
hak tersangka dan terdakwa guna mendapatkan pendampingan dari penasehat
hukumnya.
2. Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Rupbasan)
Pasal 27 dalam PP Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa di dalam
Rupbasan ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang
bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas
berdasarkan putusan hakim. Rupbasan berperan untuk menjamin keselamatan
14
dan keamanan barang sitaan (Basan) dan barang rampasan (Baran). Tanggung
jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut, ada pada pejabat sesuai dengan
tingkat pemeriksaan, sedangkan tanggung jawab fisik ada pada Kepala
Rupbasan.
15
4. Lembaga Penitipan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA)
Berdasarkan UU No 11 tahun 2012 tentang Sisten Peradilan Pidana
Anak (SPPA), anak yang bermasalah dengan hukum (ABH), maka ditahan
atau ditempatkan di LPAS. Dalam melaksanakan tugas tersebut, petugas
LPAS wajib mengedepankan asas Sistem Peradilan Pidana Anak yang
meliputi perlindungan, keadilan, non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak,
penghargaan terhadap pendapat anak, kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang Anak, pembinaan dan pembimbingan anak, proporsional,
Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, dan
penghindaran pembalasan.
Petugas LPAS juga wajib memperhatikan hak setiap Anak dalam proses
peradilan pidana sebagaimana dalam Pasal 3 UU SPPA, yaitu:
1. Diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan umumya
2. Dipisahkan dari orang dewasa
3. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif
4. Melakukan kegiatan rekreasional
5. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam
6. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup
7. Tidak ditangkap atau dipenjara kecuali upaya terakhir dalam waktu paling
singkat
8. Memperoleh keadilan di muka pengadilan yang objektif, dan sidang yang
tertutup
9. Tidak dipublikasikan identitasnya
10. Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya
oleh Anak
11. Memperoleh advokasi sosial
16
12. Memperoleh kehidupan pribadi
13. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi Anak cacat
14. Memperoleh pendidikan
15. Memperoleh pelayanan kesehatan
16. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Adapun Anak yang karena suatu tindak pidana dijatuhi pidana penjara
oleh peradilan pidana maka Anak tersebut pembinaannya ditempatkan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
17
berusia muda tersebut lebih tepat karena didukung oleh data yang obyektif dan
komprehensif.
C. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang hubungan
HAM dam Sistem Pemasyarakatan Indonesia, cobalah latihan di bawah ini.
1. Bagaimana sejarah perkembangan konsep pemasyarakatan di Indoensia?
2. Jelaskan hubungan prinsip kepribadian petugas Pemasyarakatan yang
mendukung pemenuhan HAM bagi narapidana atau tahanan!
3. Apa saja hak-hak narapidana atau tahanan yang sesuai dalam UU
Pemasyarakatan? Jelaskan!
D. Rangkuman
Petugas pemasyarakatan pada dasarnya adalah pejabat fungsional
penegak hukum yang bertugas untuk melaksanakan fungssi pembinaan dan
pengamanan terhadap WBP. Sebagai pejabat fungsional, petugas
pemasyarakaatn terikat untuk menegakkan integritas profesi dalam
melaksanakan misi pemasyarakatan melalui proses pendidikan, rehabilitasi,
dan reintegrasi. Namun dalam praktiknya, tidak jelas perbedaan tugas
fungsional maupun struktural sehingga proses pembinaan berjalan tidak
terpadu.
Sistem pemasyarakatan yang bertujuan mengembalikan WBP sebagai
warga yang baik sekaligus untuk melindungi masyarakat agar tidak
diulanginya tindak pidana oleh WBP, merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Penegakan atas integritas profesi berdasarkan nilai-nilai Pancasila tersebut
harus bersinergi di semua sektor sistem pemasyarakatan yang terdiri atas
aspek pelayanan pada Rumah Tahanan (Rutan), pembinaan pada Lembaga
18
Pemasyarakatan (Lapas), pembimbingan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas),
serta pengelolaan pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
(Rupbasan).
19
BAB III
HAK-HAK NARAPIDANA ATAU TAHANAN BERDASARKAN
INSTRUMEN HAM
20
Kovenan ini mengandung hak-hak yang terkait persamaan perlakuan dan
persamaan pemberian oleh negara.Terdapat banyak variasi hak ekonomi,
hak sosial, dan hak budaya sesuai dengan sistem kesejahteraan yang dianut
masing-masing negara
4. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang
Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia lainnya
diratifikasi dengan UU Nomor 5 Tahun 1998
5. Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
1965 diratifikasi dengan UU Nomor 29 Tahun 1999
6. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
1979 di ratifikasi dengan UU Nomor 7 tahun 1984
7. Konvensi Hak Anak 1989 diratifikasi dengan Keppres Nomor 36 tahun
1990
8. Konvensi Internasional Hak Penyandang Disabilitas diratifikasi dengan
UU Nomor 19 Tahun 2011
9. Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR)
Ketentuan standar minimum tahanan merupakan instrument yang berlau
bagi seluruh penjara dalam mempelakukan terpidana.Di dalamnya
mengandung prinsip non-dikriminasi, penghormatan terhadap kepercayaan
dan keyakinan seseorang, serta adanya prinsip-prinsip khusus (register
sector principles) terhadap hak atas identitas, hak atas perlakuan khusus,
dan hak atas kondisi lingkungan yang sehat.
21
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penerimaan, penempatan, dan
pemindahan narapidana atau tahanan, maka perlu memperhatikan instrumen-
instrumen sebagai berikut:
1. Deklarasi Universal HAM
“Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan
sewenang-wenang” (Pasal 9).
2. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Dalam konvenan ini, pasal 9 terdapat 5 butir yang berbunyi sebagai
berikut:
1) Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak
seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang.
tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan
alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh
hukum.
2) Setiap orang yang ditangkap wajib diberitahu pada saat
penangkapannya dan harus sesegera mungkin diberitahu mengenai
tuduhan yang dikenakan terhadapnya
3) Setiap orang yang ditangkap atau ditahan berdasarkan tuduhan pidana,
wajib segera dibawa ke hadapan hakim atau pejabat lain yang diberi
kewenangan oleh hukum untuk menjalankan kekuasaan peradilan, dan
berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan
4) Siapapun yang dirampas kebebasannya dengan cara penangkapan atau
penahanannya berhak untuk disidangkan di depan pengadilan, agar
pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsahan
penangkapannya, dan memerintahkan pembebasannya apabila
penahanan tidak sah menurut hukum.
22
5) Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan
yang tidak sah, berhak untuk mendapat ganti rugi yang harus
dilaksanakan.
4. Body of Principles for the Protection of All Persons Under Any Form of
Detention or Imprisonment (Prinsip-Prinsip Utama untuk Perlindungan
Semua Orangdari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan)
Terdapat 39 prinsip yang menjadi pedoman untuk perlindungan semua
orang yang ditahan atau dipenjarakan dalam bentuk apapun.
Prinsip 1:
Semua orang yang ditahan atau dipenjarakan dalam bentuk apapun harus
diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan penghormatan
terhadap martabat manusia.
23
Prinsip 2:
Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan hanya dapat dilakukan sesuai
dengan ketentuan undang-undang dan oleh pejabat yang berwenang atau
yang diberi wewenang untuk tujuan tersebut.
Prinsip 3:
Tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan atas hak asasi dari orang-
orang yang ditahan atau dipenjarakan dalam bentuk apapun, yang diakui
atau dalam suatu negara manapun sesuai dengan undang-undang,
konvensi, peraturan atau kebiasaan dengan dalih bahwa prinsip-prinsip
ini tidak mengenai hak-hak tersebut atau mengenalnya dalam tingkat yang
lebih rendah.
Prinsip 4:
Setiap bentuk penahanan atau pemenjaraan atau segala tindakan yang
merugikan hak asasi seseorang dalam setiap bentuk penahanan atau
pemenjaraan haruslah menurut printah atau dengan pengawasan efektif
dari pengadilan atau penguasa lainnya.
Prinsip 6:
Tidak seorangpun yang berada dalam penahanan atau pemenjaraan dapat
dijadikan sasaran penyiksaan atau perlakuan yang kejam tidak manusiawi
atau merendahkan martabat. tidak ada kondisi apapun yang dapat dipakai
sebagai pembenaran untuk menyiksa atau melakukan tindakan yang kejam,
tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.
Prinsip 13:
Setiap orang, pada saat penangkapan dan pada saat mulainya penahanan
dan pemenjaraan, atau segera sesudahnya, harus mendapatkan dari
masing-masing pejabat yang bertanggungjawab atas penangkapan,
24
penahanan, atau pemenjaraannya, mengenai informasi dan penjelasan
mengenai hak-haknya dan bagaimana menggunakan hak-haknya.
Prinsip 19:
Seseorang yang ditahan atau dipenjarakan berhak untuk dikunjungi dan
berkorespondensi dengan, terutama, anggota keluarganya serta diberi
kesempatan yang memadai untuk beromunikasi dengan dunia luar, dengan
syarat-syarat dan balasan yang wajar yang ditetapkan dalam undang-
undang atau peraturan perundang-undangan yang sah.
Prinsip 20:
Jika seseorang yang ditahan atau dipenjarakan memintanya, dia harus,
bila memungkinkan, ditempatkan pada suatu tempat penahanan atau
pemenjaraan yang secara wajar dekat dengan tempat tinggalnya yang
biasa.
Prinsip 28:
Seseorang yang ditahan atau dipenjarakan berhak untuk memperoleh,
dalam batas-batas sumber yang tersedia, apabila sumber-sumber itu untuk
umum, dalam jumlah yang wajar, bahan-bahan pendidikan, budaya dan
informasi, jika dimungkinkan oleh syarat-syarat yang wajar untuk
menjamin keamanan dan ketertiban umum di tempat penahanan dan
pemenjaraan.
Prinsip 38:
Seseorang yang ditahan atas tuduhan tindak pidana berhak untuk
mendapatkan pemeriksaan pengadilan di dalam waktu yang wajar atau
dibebaskan sambil menunggu peradilan.
25
STUDI KASUS 1
Artikel dalam Kompas, 5 April berjudul Selama 2006, 813 Napi Meninggal di
Penjara, mengingatkan saya pada masa-masa yang saya babiskan di penjara
kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta.
Sejak 7 Januari 2003 praktis saya menghabiskan beberapa tahun masa muda
saya di penjara. Namun, saya berada di penjara Wirogunan sejak 17 Februari
2003 hingga 17 Agustus 2005.
Pemenjaraan tersebut didasarkan atas Pasal 134 KUHP (Penghinaan Kepala
Negara). Pasal yang pada 6 Desember lalu dinyatakan melanggar UUD 1945
dan dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Semasa dipenjara saya bersama beberapa narapidana membentuk kelompok
diskusi. Kelompok diskusi tersebut kita sebut dengan "Kelompok Diskusi
Bawah Tanah". Bawah tanah karena kita melakukan diskusi dengan
sembunyi-sembunyi. Ini terjadi setelah pada 11 Januari 2004 diskusi kami
dibubarkan oleh petugas penjara dan peserta mendapat ancaman.
Saya sendiri juga mendapat ancaman akan "diciduk" oleh seorang petugas.
Selain berdiskusi, kita juga sempat mengumpulkan berbagai data mengenai
berbagai persoalan di penjara.
Di dalam penjara yang berkuasa adalah uang. Blok yang saya huni dahulu bisa
disebut sebagai kos-kosan dalam penjara. Tempatnya memang lebih baik
daripada di blok belakang yang sangat crowded dan tidur berjejer seperti
sarden dalam kemasan kaleng. Hanya orang- orang tertentu saja yang dapat
berada di blok tersebut. Semakin besar bayarannya maka satu sel dapat
ditempati oleh satu orang sehingga yang berada di Sana ialah narapidana-
narapidana berduit.
Diskriminasi adalah hal yang biasa, semakin banyak uang yang kau miliki
maka semakin dihargai dirimu. Salah satu kasus ialah saat terjadi razia
handphone pada 12 September 2003. Sementara semua tahanan maupun
narapidana yang kedapatan membawa handphone diberi sanksi, seperti tidak
diberikannya remisi selama satu tahun, ada seorang narapidana yang Iolos dari
sanksi tersebut.
26
Razia dan sanksi itu dilakukan untuk pemberantasan narkoba. Ironisnya,
narapidana yang lolos dari sanksi tersebut justru masuk ke dalam penjara
karena kasus narkoba. Jangankan dijatuhi sanksi, menjalani proses pemberian
sanksi saja tidak. Pejabat-pejabat lembaga pemasyarakatan (LP) yang saya
tanya menyangkal bahwa di dalam sel narapidana tersebut diketemukan
handphone.
Selama saya di dalam penjara terjadi juga beberapa kasus kematian narapidana
atau tahanan. Terdapat beberapa persoalan mengenai fasilitas kesehatan yang
sempat kami data. Persoalan tersebut, antara lain, apa pun penyakitnyn, obat
yang diberikan sama saja, terutama obat penghilang rasa sakit maupun CTM.
Narapidana atau tahanan yang sakit akan lebih terawat justru di dalam bloknya
sendiri, bukan di rumah sakit LP. Hal tersebut, karena di dalam bloknya,
teman-teman satu blok pasti merawat dia. Perawatan di luar LP hanya
mungkin dilakukan oleh narapidana-narapidana "kelas atas".
Hal ini terutama berkaitan dengan biaya pengobatan yang ditanggung sendiri
dan pemberian jatah terhadap petugas yang menjaga di luar. Pengobatan di
luar LP yang dilakukan terhadap narapidana "kelas menengah ke bavvah"
terjadi jika kondisi mereka sudah sekarat.
Akhirnya akibat penanganan yang terlambat kondisi kesehatannya sudah
sangat sulit untuk disembuhkan. Ini merupakan penyebab meninggalnya
seorang narapidana di LP Wirogunan pada Juli 2003.
Korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam fasilitas kesehatan LP juga
terjadi. Ada satu kasus yang cukup menarik pernah kami amati. Ada seorang
narapidana kasus narkoba yang besar kemungkinan akan dipindah ke LP
Nusakambangan. Untuk menghindari perpindahan tersebut, ia membayar
seorang dokter LP Wirogunan untuk menyatakan bahwa si narapidana
mengidap HIV/AIDS.
Setelah bebas dari penjara Wirogunan, pada 20 September 2005 saya bersama
beberapa mantan tahanan politik/narapidana politik era Orde Baru sempat
mengikuti demonstrasi yang diadakan oleh Forum Komunikasi Eks
Narapidana dan Preman.
Seperti yang dinyatakan oleh Mahfud MD, anggota Komisi III DPR, bahwa
fasilitas yang tidak memadai akibat dari negara yang tidak memiliki uang,
dikatakan juga oleh Dirjen Pemasyarakatan saat itu. Ia mengatakan, jatah
sekali makan seorang narapidana Rp 5.700 dan itu tidak memadai.
27
Namun begitu, Anton Medan, penasihat Forum Komunikasi Eks Narapidana
dan Preman, menyatakan, pesantren yang ia bangun menjatahkan satu orang
Rp 5.000 untuk makan. Dari jatah yang lebih kecil dibanding jatah seorang
narapidana, murid-murid pesantren Anton Medan bisa mendapat makanan
yang lebih layak.i Saya melihat persoalannya lebih pada korupsi yang terjadi
di LP.
Jatah makanan, sebagai contoh, yang diberikan kepada narapidana ialah jatah
yang sebelumnya telah dikorupsi. Sehingga, yang didapatkan oleh narapidana
adalah makanan yang bukan saja tidak bergizi, namun juga tidak higienis. Nasi
yang masih bercampur dengan kutu ataupun krikil, air minum yang berisi
jentik maupun sayur yang tidak jelas-jujur saya sulit menemukan kalimat yang
tepat untuk menggambarkannya. Jatah makanan yang dikorupsi tersebut
dikem ndikan kepada narapidana dalam bentuk paket-paket seharga Rp 1.000.
Paket tersebut dapat berupa beberapa ikat sayuran, satu plastik minyak goreng,
satu paket bumbu yang berisi 6 atau 7 siung bawang merah atau putih, dan
beberapa batang cabai.
Saya pikir akar semua permasalahan tersebut ialah ekonomi. Mayoritas
narapidana yang masuk ke dalam penjara karena persoalan ekonomi.
Perbaikan kesejahteraan rakyat niscaya akan menurunkan angka kriminalitas.
Demikian juga peningkatan kesejahteraan terhadap petugas LP akan
menurunkan kemungkinan korupsi. Dalam poin ini saya menegaskan bahwa
ada perbedaan dalam korupsi yang dilakukan oleh petugas rendahan dengan
kesejahteraan minim dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat LP.
28
Mendidik Tahanan dan Petugas tentang Mekanisme Pengaduan
Cara praktis untuk melakukan ini adalah menyediakan selebaran berisikan ketentuan-
ketentuan yang relevan tentang aturan-aturan penjara dan regulasi mengenai disiplin
penjara secara ringkas, yang bisa diberikan kepada tahanan serta-merta saat mereka
datang di penjara.
Ilustrasi yang cocok berisikan aturan dan regulasi dapat disiapkan dan ditempatkan
pada tempat-tempat strategis sekitar penuikiman penjara. Pada beberapa penjara
mungkin ada tahanan-tahanan yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk
membantu menerjemahkan ke dalam grafis-grafis yang cocok dengan cara ini. Di
negara-negara dengan banyak bahasa, sangat penting juga membuat poster dan
selebaran dalam bahasa lokal.
Di negara atau penjara yang populasi tahanan asingnya signifikan, selebaran, poster
dan materi-materi informasi semacam itu juga harus mempertimbangkan kesulitan-
kesulitan yang dialami oleh tahanan asing. Pada kasus di mana tak ada alasan untuk
membuat aturan dalam bahasa lain, contohnya di mana jumlah pemakai bahasa itu
sangatlah minim-administrasi penjara seharusnya membuat aturan untuk
menerjemahkan aturan-aturan pada para tahanan, setelah mereka masuk penjara.
Untuk tujuan ini, setiap penjara seharusnya membentuk unit yang harus bertanggung
jawab untuk menerima tahanan baru dan mengenalkannya pada aturan-aturan
penjara.
29
1. Panduan Pengaduan oleh Terpidana
Dalam Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners (SMR)
memberikan beberapa panduan tentang pengaduan, antara lain:
a. Setiap narapidana atau tahanan atau tahanan yang baru masuk harus
disediakan informasi tertulis tentang regulasi yang mengatur narapidana
atau tahanan sesuai dengan kategorisasinya, sarana disipliner yang
dimiliki, tata cara untuk mencari informasi dan menyampaikan
pengaduan, dan segala hal yang diperlukan untuk membuatnya bisa
mengerti, termasuk hak-hak dan kewajibannya, untuk beradaptasi
dengan kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan (aturan 35 ayat 1)
b. Apabila buta huruf maka informasi-informasi tersebut disampaikan
secara lisan kepadanya (aturan 35 ayat 2)
c. Memperoleh kesempatan sehari dalam seminggu untuk mengajukan
permohonan atau pengaduan. (aturan 36 ayat 1)
d. Diberikan kesempatan berbicara dan menyampaikan keluhan atau
pengaduan kepada inspektur pemasyarakatan atau petugas inspeksi
lainnya tanpa kehadiran Kepala insstansi atau petugas lainnya. (aturan
36 ayat 2)
e. Diijinkan untuk membuat permohonan atau pengaduan tanpa sensor
terhadap substansinya, kecuali bentuk formulirnya, yang ditujukan
kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM atau
Direktorat Pemasyarakatan, otoritas yuridis, atau otoritas lainnya
melalui jalur yang ditetapkan (aturan 36 ayat 3)
f. Kecuali terbukti mengada-ada dan tidak berdasar, setiap permohonan
atau pengaduan harus secepatnya ditangani dan ditanggapi tanpa
penundaan yang tidak semestinya (aturan 36 ayat 4).
30
2. Panduan Pengaduan oleh Keluarga Terpidana
Keluarga narapidana atau tahanan atau tahanan, pengacara,
sukarelawan, maupun organisasi non-pemerintah yang mengunjungi
lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan, dapat mengajukan
pengaduan atas nama narapidana atau tahanan atau tahanan. Prinsip 33 dari
Body of Principles for the Protection of All Persons Under Any Form of
Detention or Imprisonment (Prinsip-Prinsip Utama untuk Perlindungan
Semua Orang dari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan)
menjelaskan sebagai berikut:
a. Seseorang yang ditahan atau dipenjarakan atau penasihat hukumnya
berhak untuk mengajukan permohonan atau pengaduan mengenai
perlakuan lain yang kejam tidak manusiawi atau merendahkan kepada
pihak yang lebih tinggi kekuasaannya dan bilamana perlu kepada pihak
lain yang lebih berwenang untuk meninjau kembali dan member
gantinya. (Prinsip 33 ayat 1)
b. Dalam kasus-kasus dimana tahanan atau narapidana atau tahanan
maupun penasihat hukumnya tidak mungkin menggunakan hak-hak
seperti di atas, maka anggota keluarganya atau siapapun yang
mengetahui kasus itu boleh menggunakan hak tersebut. (Prinsip-
prinsip 33 ayat 2)
31
lebih serius bisa disampaikan kepada kepala penjara untuk atensi pribadi.
Adapun aturan detail ada pada prinsip 29, yaitu:
a. Untuk mengawasi ditaatinya secara sungguh-sungguh undang-undang
dari peraturan yang relevan, tempat-tempat penahanan akan
dikunjungi secara teratur oleh orang-orang yang memenuhi syarat dan
berpengalaman yang ditunjuk oleh dan bertanggungjawab pada pihak
yang berwenang yang berbeda dengan pihak yang langsung bertugas
mengelola penahanan atau pemenjaraan itu. (Prinsip 29 ayat 1)
b. Orang yang ditahan atau dipenjarakan memiliki hak berkomunikasi
dengan bebas dan rahasia dengan orang yang mengunjunginya ke
tempat-tempat penahanan atau pemenjaraan sesuai ayat 1, tunduk pada
syarat-syarat yang layak untuk menjamin keamanan dan ketertiban di
tempat-tempat tersebut. (Pasal 29 ayat 2)
Kepercayaan publik terhadap sistem pengaduan yang dibangun tentu
akan semakin meningkat jika tim kerja terdiri dari orang-orang yang
memiliki reputasi dan dari berbagai kalangan yang beragam, seperti
petugas pemasyarakatan, anggota kelompok profesional di bidang hukum
dan kesehatan, serta perwakilan LSM setempat.Tim kerja demikian akan
memiliki kewenangan untuk meninjau ulang ukuran atau tingkat hukuman
dan displin yang dijatuhkan oleh petugas terhadap narapidana atau tahanan
atau tahanan. Tanpa kewenangan untuk meninjau ulang, semua prosedur
pengaduan dan tim kerja yang menanganinya menjadi tidak berguna.
Tentu hal yang tidak diharapkan jika kewenangan untuk menjatuhkan
hukuman, dicampur dengan kewenangan untuk menerima
pengaduan.Biasanya, peninjauan ulang keputusan dengan kondisi seperti
itu tidak bisa dipercaya. Oleh karenanya sangat penting untuk memberikan
32
kekuasaan pengaduan itu kepada tim kerja yang berbeda atau tim
independen.
33
tahanan dapat mengadu tentang segala aspek lainnya yang tidak disukainya
di dalam Lapas atau Rutan.
34
dimungkinkan diperoleh dari tahanan yang menghargai bahwa ia (L/P)
diperlakukan sebagai manusia dewasa yang punya kehormatan dan harga diri.
Bukanlah hal tabu apabila antara penjaga penjara dan tahanan menjalin
pertemanan dan luibungan yang sehat. Kebalikannya, itu salah satu alat yang
lebih efektif untuk memelihara kedamaian di penjara dan mengurangi
ketergantungan terhadap sistem disipliner formal.
Tahanan hanya bisa dihukum setelah proses pendisipliinan yang
selayaknya ada sudah diobservasi. Jika narapidana atau tahanan tidak puas
dengan hukuman dan proses yang mengikutinya ditangani, tahanan atau
narapidana boleh mengadu untuk peninjauan ulang hukumannya. Tahanan
bisa mengadu tentang segala aspek lainnya yang tidak disukainya di Penjara.
Tahanan perlu mengadukan dan mengkomunikasikan masalah-masalah
di penjara terhadap kepala penjara, dan mengharuskan para kepala penjara
untuk bersedia menghadapinya, setidaknya seminggu sekali. Kegunaan
komunikasi yang sehat dalam lembaga yang dihuni manusia tidak bisa terlalu
ditekan. Tahanan seharusnya diberanikan untuk berkomunikasi dengan
administrasi penjara tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi, diyakinkan
bahwa pengaduan mereka akan ditangani serius. Pada praktiknya, akan sangat
membantu untuk menegakkan sistem partisipatil, di mana tahanan terlibat
dalam melahirkan ide-ide melaksanakan kegiatan di penjara. Ini memiliki
keuntungan dalam memperluas komunikasi rutin antara staf dan tahanan.
Apabila tahanan untuk beberapa alasan telah kehilangan kepercayaan
untuk menyalurkan komunikasi ke otoritas penjara, ini bisa berakibat pada
frustrasi dan putus asa, yang hasilnya mengarah pada gangguan dipenjara.
Tahanan tidak boleh diintimidasi untuk mengisi pengaduan apapun yang
mereka rasakan dalam sistem penjara dan para staf bertugas untuk
35
menciptakan atmosfer di mana pengaduan-pengaduan tersebut di dengar
sebersahabat dan serileks mungkin.
Biasanya tahanan juga tidak berani untuk mengadukan staf penjara dan
administrasi karena takut akan pembalasan dari staf. Oleh karenanya Aturan
36 (3) SMR, seperti juga Prinsip 33 (3) Prinsip Perlindungan Setiap Orang
yang ditahan atau dipenjara, mendorong otoritas penjara untuk menyediakan
kesempatan pada tahanan secara rahasia untuk membuat pengaduan dan untuk
menghormati setiap permintaan untuk menjaga kerahasiaan saat meneruskan
pengaduannya. Dalam rangka pengamanan kerahasiaan tahanan dalam proses
disipliner, sangat penting sekali penegakan prosedur di mana tahanan dapat
membuat pengaduan tertulis secara rahasia untuk orang atau lembaga
independen dari administrasi penjara, seperti misalnya ombudsman penjara
atau hakim atau penegak hukum lainnya.
Akan sangat merusak integritas dari mekanisme pengaduan dalam penjara dan
kerahasiaan tahanan di dalamnya, jika petugas penjara meremehkan pengaduan-
pengaduan (yang dikategorikan) "terbukti mengada-ada dan tak berdasar" (Aturan 36
(4)), sebelum pengaduan-pengaduan itu diperiksa. Administrasi penjara harus
memeriksa seluruh pengaduan yang dibuat tahanan dan petugas penjara harus
melihat ini sebagai bagian dari tanggungjawab utama mereka. Kata mengada-ada
dan tidak berdasar itu tidak jelas dan ambigu sifatnya, sangat penting bahwa seluruh
pengaduan diperiksa oleh lembaga Pengaduan independen dan jadi tugas lembaga itu
untuk menenlukan apakah pengaduan itu mengada-ada atau tak berdasar.
CONTOH KASUS 2
37
Pasal 50 ayat a : Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak : "memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional."
Menurut Undang - undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Pasal 53 ayat 1 : "Tenaga Kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya."
Memperhatikan kebutuhan akan kehadiran dokter dan beratnya tugas yang harus
diemban pada saat bertugas di "penjara" maka Ikatan Dokter Indonesia:
1. Mengecam keras setiap tindakan penganiayaan terhadap tenaga kesehatan (dokter)
yang sedang menjalankan tugasnya;departemen yang mengurusi Iembaga-Iembaga
narapidana untuk mematuhi pasal 5 Deklarasi Universal yang menyatakan: "Tidak
seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tak mengingat
kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan.
3.Meminta kepada petugas "Penjara" dan departemen yang mengurusi Iembaga-
Iembaga narapidana untuk mematuhi salah satu butir pesan kunci/seruan organisasi
kesehatan dunia (WHO) pada peringatan hari kesehatan sedunia 2006, yakni:
"Support and protect health workers - Safe and supportive working condition* must
be ensured, and salaries, resources and management structures improved"
4.Dalam hal tindakan penganiayaan/pemukulan yang dialam: anggota IDI: Dr.
Budiman pada saat melakukan pemeriksaan/test narkoba (beberapa hasil test positif)
kepada penghuni "Penjara" di Yogyakarta, tidak memperoleh pembelaan dari pejabat
"Penjara" atau pejabat Dep. Hukum dan HAM (malah disalahkan), adalah suatu
bentuk tidak adanya perlindungan (sebagaimana poin 3 di atas) terhadap profesi
kedokteran dan sekaligus mengindikasikan "Penjara" dan Dep. Hukum dan HAM
tidak serius mendukung tugas tenaga kesehatan (dokter) dalam merawat kesehatan
jasmani dan mental nara pidana. Yang terjadi kemudian, termasuk di dalamnya
tentang ter-uian adanya hasil pemeriksaan narkoba yang positif pada urin napi dan
kemungkinan adanya peredaran narkoba dalam Iingkungan "Penjara", petugas
"Penjara", bahkan terkesan menutup-nutupi basil pemeriksaan tersebut.
5. Untuk diketahui babwa pemukulan yang terjadi terhadap Dr. Budiman
menyebabkan yang bersangkutan dirawat karena edema cerebri (bengkak otak),
fraktur septum nasi (patah tulang hidung), yang kemudian bukan dihargai niat
baiknya untuk memantau apakah ada pemakaian narkoba di "Penjara", malahan
kemudian di"non-aktifkan" pekerjaan profesinya dengan ditempatkan di Kanwil
Hukum dan HAM tanpa kejelasan status selanjutnya.
Demikian siaran pers Ikatan Dokter Indonesia ini dibuat untuk dipublikasikan,
semoga bermanfaat.
Jakarta, 1 Maret 2007 Ketua Umum,
Dr. Fachmi Idris, M.Kes
38
Sumber: Redaksi Idionline
CONTOH KASUS 3
MINGGU (24/10), sebuah pesan layanan singkat masuk di telepon seluler beberapa
wartawan. Isinya berupa ajakan untuk ikul serta dalam inspeksi mendadak ke
lembaga pemasyarakatan. Pesan itu berasal dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Hamid Awaludin, empat hari setelah dia menjabat posisi barunya sebagai
menteri.
MALAM itu, tanpa disertai ajudan dan tanpa diketabui protokoler Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Hamid yang datang tanpa menggunakan
mobil dinas menteri melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lembaga
pemasyarakatan (LP) Kbusus Narkoba dan LP Cipinang.
Sosok Hamid sempat tidak dikenali petugas LP. Sesampai di Cipinang, Hamid
mengunjungi LP Khusus Narkoba Cipinang. Di LP Khusus Narkoba ini, Hamid
sempat digeledab petugas karena tidak lahu yang datang adalab menteri.
Seusai berkunjung ke LP Khusus Narkoba, Hamid pun mengunjungi LP Cipinang.
Namun, kunjungan ke LP Cipinang terkesan sudah "bocor". Pasalnya, sejak masuk
di pintu gerbang, petugas terlihat siap menerima kedatangan Hamid.
Dalam sidak di LP Cipinang, Hamid menemukan dua telepon genggam di ruang
tahanan Blok III H yang ditempati mantan Kepala Badan Urusan Logistik Beddu
Amang dan tersangka kasus pembobolan Bank BNI, Adrian Waworuntu. Hamid
menegaskan, dia telah menginstruksikan Kepala LP Cipinang Djoko Mardjo agar
lemari pendingin di kamar tahanan itu dikeluarkan.
"Jangan sampai ada tahanan yang karena mampu lantas melengkapi selnya dengan
fasilitas berlebihan. Kalau mau lihat teve, ya harus bareng-bareng di Iuar," kata
Hamid yang dalam inspeksi ke ruang tahanan Beddu dan Adrian tidak mcngizinkan
wartawan ikut.
Saat inspeksi itu, Hamid juga mengecok standar ransum tahanan di LP. Jumlah dan
mutu jatah makan tahanan harus memenuhi standar minimal dan sesuai anggaran
yang tersedia Alasan sidak, kata Hamid, merupakan bagian dari komitmen untuk
bekerja maksimal dan sejalan dengan instruksi presiden agar ada terapi kejut guna
membangun kepercayaan rakyat.
39
Sepekan ini memang Menteri Hukum dan HAM penuh dengan kejutan. Sidak sana-
sini pun mewarnai malam-malam sejak mantan anggota Komisi Pemilihan Umum
(KPU) ini menjabat sebagai menteri.
Dalam sepekan ini tercatat Menten Hukum dan HAM Hamid Awaludin sudah
melakukan sidak ke LP Cipinang, LP Khusus Narkoba, Rumah Tahanan (Rutan)
Pondok Bambu, dan Kantor Imigrasi Jakarta Pusat. Hamid juga mengeluari m
komentar yang mcngejutkan soal rencana memindahkan para koruptor ke LP Batu,
Nusakambangan. Komentar itu langsung mendapat kritik dari sejumlah kalangan.
Dalam wawancara dengan Kompas, Hamid mengaku menaruh perhatian serius pada
dua hal, yakni kondisi LP yang kerap dikonotasikan sebagai "sekolah kejahatan"
(school of criminals) dan pelayanan imigrasi. Prioritas kerjanya dalam 2 x 30 hari
adalah kedua masalah ini.
"Saya mau fokus untuk dua masalah itu dulu. Persoalan itu tidak akanselesai hanya
dengan retorika, makanya harus mulai dilihat di lapangan," jelas Hamid.
Perhatian Doktor lulusan American University Washington DC ini terhadap nasib
dan hak asasi para narapidana bermula dari penelitian di LP Cipinang untuk disertasi
doktoralnya dengan judul "Hak Asasi Napi dan Tapol". Hamid menegaskan, ia ingin
membenahi pelayanan di LP.
Sinyalemen selama ini menunjukkan penjara telah menjadi lapangan baru bagi
pengedar narkotika.
Para gembong narkoba yang menjalani hukuman di penjara bukannya berusaha
memperbaiki diri, tetapi justru tetap leluasa mengendalikan bisnis dan operasi mereka
dari dalam penjara.
Pengendalian operasi dari dalam penjara ini akibat fasilitas yang mudah dibeli oleh
para narapidana yang berduit. Para narapidana yang berduit bisa membawa telepon
seluler asalkan membayar uang dengan jumlah tertentu.
Ia pun tidak menampik jika pemberian fasilitas dan pembiaran terjadinya transaksi
jual beli di dalam penjara juga melibatkan para petugas. Hamid menegaskan, dirinya
tidak akan segan-segan untuk memberi sanksi bila ada petugas yang terlibat dalam
pemberian fasilitas di LP.
Program pembenahan yang akan dilakukannya antara lain pengetatan aturan internal
LP, misalnya setiap narapidana akan dibekali dengan buku saku atau pedoman
tentang hak dan kewajibannya sebagai narapidana. Petugas LP juga akan diberikan.
Pedoman ini penting agar narapidana dan tahanan maupun petugas LP mengerti akan
hak dan kewajibannya.
"Sampai saat ini tidak ada narapidana yang tahu kewajiban-kewajibannya. Makanya,
kita siapkan aturan main internal. Harus ada pedoman, kayak kitab kuning, supaya
ada self mechanism control," jelas Hamid.
40
Selain menyusun pedoman, Hamid juga akan membenahi LP. Dalam vvaktu dekat
ini akan dilakukan rotasi petugas LP. "Jangan sampai ada petugas LP yang lebih dari
tiga tahun bertugas di satu LP karena potensi persekongkolan sangat tinggi. Kami
melakukan rotasi untuk menghindari terjadinya konspirasi di LP," jelas Hamid.
PERHATIAN kedua yang akan dikerjakan oleh Menteri Hukum dan HAM adalah
pelayanan imigrasi. Perhatian terhadap imigrasi ini berawal dari keprihatinannya
akan mudahnya seseorang yang dicekal lolos dari pemeriksaan imigrasi.
Berdasarkan catatan Kompas, ada beberapa narapidana korupsi yang dicekal tetapi
berhasil lolos ke luar negeri. Mereka adalah Hendra Rahardja (meninggal di
Australia), Eko Edi Putranto dan Sherli Konjongian dalam kasus Bank Harapan
Sentosa, Bambang Sutrisno dan Adrian Kiki Ariawan dalam kasus Bank Surya, dan
Komisaris Utama PT Bank Modern, Samadikun Hartono. Hingga kini, mereka tak
berhasil ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia.
Hamid menegaskan bahwa ia benar-benar akan menindak petugas imigrasi yang
dengan mudah meloloskan orang-orang yang dicekal, petugas yang dengan mudah
menerbitkan paspor bagi warga negara yang telah melakukan kejahatan, termasuk
petugas imigrasi yang memungut uang. Mereka akan menjadi prioritas untuk
ditindak.
Citra imigrasi Indonesia di luar negeri, ujar Hamid, sangat buruk. Setiap mengurus
sesuatu harus disertai kutipan tidak resmi untuk melicinkan semuanya. Bukan hanya
soal citra, persoalan imigrasi juga menyangkut masalah keamanan nasional.
"Lolosnya tersangka kasus pembobolan dana BNI, Adrian Herling Waworuntu,
beberapa vvaktu lalu menunjukkan lemahnya sikap profesional petugas imigrasi.
Lolosnya warga negara bermasalah ke luar negeri, karena begitu gampangnya
mendapatkan paspor, juga harus menjadi perhatian," tegas Hamid.
Ia juga menaruh perhatian terhadap warga negara asing yang berada di Indonesia.
Sebab, pengalaman selama ini, banyak yang menyalahgunakan visa.
BERBEDA dengan persoalan imigrasi dan LP yang menjadi perhatian utama dari
Menteri Hukum dan HAM dalam waktu 100 hari ini, tentang hukum-terutama
menyangkut penggodokan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) -Hamid tak
terlalu banyak berkomentar.
Padahal, pekerjaan rumah dalam bidang perundang-undangan sangat banyak.
Sebanyak 49 RUU belum disahkan DPR periode 1999-2004, diantaranya RUU
Lembaga Kepresidenan, RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, RUU
Perlindungan Saksi dan Korban, dan RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
la hanya menjelaskan bahwa Departemen Hukum dan HAM harus menjadi semacam
pusat hukum (law center) karena pembuatan semua perundang-undangan dari
41
pemerintah harus melalui Departemen Hukum dan HAM. Departemen ini bertugas
menyinkronkan semua aturan agar tidak terjadi tumpang tindih undang-undang.
Untuk itu, Hamid akan lebih memfungsikan Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN) agar proses penggelindingan RUU dapat menyerap aspirasi masyarakat.
Akan tetapi, menjadikan Departemen Hukum dan HAM sebagai pusat hukum
bukanlah tanpa kendala.
"Sebelum sebuah rancangan undang-undang diajukan ke DPR, ternyata anggaran
yang semula berada di masing-masing departemen teknis tidak dialokasikan kepada
Departemen Hukum dan HAM," kala Hamid.
PENJELASAN soal program 100 hari di bidang perundang-undangan disampaikan
oieh Direkhn Jenderal Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM
Abdulgani Abdullah.
la menjelaskan, dalam waktu 100 hari, Departemen Hukum dan HAM akan
memprioritaskan enam RUU serta pembentukan dua panitia seleksi yang akan
memilih orang-orang yang akan duduk di Komisi Yudisial dan Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi. Komisi Yudisial harus terbentuk paling lambat Februari 2005 dan
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi harus terbentuk paling lambat Maret 2005.
Keenam RUU yang direncanakan dibahas dalam waktu 100 hari oieh DPR dan
pemerintah adalah RUU Kementerian Negara, RUU Penasihat Presiden, RUU
Keimigrasian, RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, RUU Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana, RUU Perseroan Terbatas, dan penyusunan lima
rancangan Peraturan Presiden Pelaksanaan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Anggota DPR, Gayus Lumbuun, mengemukakan bahwa seharusnya masalah
perundang-undangan menjadi perhatian dari Departemen Hukum dan HAM setelah
masalah hakim telah diserahkan ke Mahkamah Agung (MA). Departemen Hukum
dan HAM seharusnya mengajukan UU yang ber-semangatkan memperkuat
masyarakat sipil.
42
Pemasyarakatan yang cenderung menimbulkan benturan fisik antara petugas
dengan narapidana/tahanan/anak. Oleh karena itu, untuk dapat membedakan
mana bentuk penyiksaan dan tindakan represif petugas dalam rangka
menegakan keamanan, perlu upaya penjelasan kepada para petugas.
1. Bentuk-Bentuk Penyiksaan
Mengakibatkan Kesakitan atau Penderitaan yang Berat Berupa Fisik
terhadap Satu Orang atau Lebih
2. Perbuatan atau pembiaran, kesakitan atau penderitaan fisik dengan
kekerasan fisik.
- Pemukulan/penghajaran/penendangan.
- Falanga, yaitu penyiksaan kaki dimana korban diikat, digantung
dengan kepala di bawah, dan telapak kakinya dipukuli dengan tongkat.
- Penginjakan
- Pencambukan
- Dipaksa melakukan serangan terhadap orang lain/orang-orang lain.
- Dimasukkannya benda-benda ke dalam mulut korban.
- Goncangan tubuh secara keras.
3. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan cara
menggunakan alat/instrumen khusus dan/atau zat.
- Penggunaan setrum listrik.
- Pembakaran.
- Penggunaan hamud, yakni zat kimia yang menyebabkan kulit terbakar,
keracunan, dan lain sebagainya.
4. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan cara
menggunakan air.
- Disiramnya atau direndamnya korban dengan air dingin dan/atau
kotor.
43
- Digunakannya cara "submarine" (yaitu: kepala korban ditutupi kain,
ditekan ke dalam air berkali-kali sehingga korban sesak nafas).
- Digunakannya cara "water treatment" (Inti dari "water treatment" ini
adalah air dimasukkan ke dalam hidung dan mulut korban sampai
masuk ke paru-paru dan perut korban. Kemudian, perutnya sering
ditekan. Cara yang sering dipakai, pertama, korban dipaksa berbaring
dengan biasanya mulut serta hidungnya ditutup kain. Kemudian kain
itu disiram air. Apabila si korban membuka mulutnya, air masuk ke
dalam tenggorakan sehingga sesak nafas dan perutnya kembung.
Kedua, korban d i i k a t dan dipaksa berbaring, kemudian kepalanya
dicelupkan ke dalam bak air dan direndam sehingga korban hampir
tenggelam. Sesudah si korban sadar kembali, proses ini diulang).
- Korban dihajar dengan siraman air bertekanan tinggi sambil
diputar-putar dalam ban.
5. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan dipaksa makan
zat padat dan zat cair.
6. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan dipaksa
mengambil posisi fisik yang menyakitkan.
- PIantones yaitu: telapak kaki korban dipukul dengan tongkat keras
secara terus menerus.
- Knee spread yaitu: tangan si korban diikat di belakang, korban dipaksa
berlutut dengan sebuah tongkat diselipkan di belakang kedua tulang
sendi Iulut sampai tulang sendi itu terpisah.
- Dipaksa berlutut di atas benda tajam.
- Digantung.
44
- Palestinian hanging yaitu: pergelangan tangan si korban diikat di
belakang, kemudian pergelangan tangannya digantung di dinding atau
atap.
- Diikat erat untuk waktu yang cukup lama.
7. Mengakibatkan kesakitan atau penderitaan fisik dengan pemotongan atau
pencabutan (bagian tubuh).
- Pemotongan tungkai dan lengan.
- Pencabutan kuku dan/atau gigi.
8. Kesakitan atau penderitaan fisik karena pencabutan kebutuhan pokok.
- Dibatasinya kebutuhan makan dan minum.
- Pemaksaan yang menyebabkan kekurangan tidur.
- Pemaksaan yang menyebabkan mati lemas/sesak nafas.
- Tidak diberi pelayanan kesehatan.
- Tidak diberi fasilitas kebersihan tubuh (misalnya mandi, cuci, kakus)
yang memadai secara berkepanjangan.
- Dipaksa mengeluarkan kekuatan fisik.
- Ditahan tersendiri/ditahan dalam keadaan sama sekali tanpa
komunikasi dengan orang lain.
9. Mengakibatkan, dengan Perbuatan atau Pembiaran, Kesakitan atau
Penderitaan Mental
a. Intimidasi, paksaan, ancaman dan/atau menyebabkan ketakutan.
- Intimidasi, paksaan, ancaman lisan dan/atau menyebabkan
ketakutan.
- Penembakan dengan keberadaan korban.
- Dipaksa menyaksikan pembunuhan semu.
- Ditulupnya mata.
- Ancaman mengenai perlakuan kejam terhadap anak korban.
b. Penghinaan, direndahkannya martabat dan/atau pcnghinaan terhadap
martabat seseorang.
45
- Penghinaan, direndahkannya martabat dan/atau penghinaan
terhadap martabat seseorang secara lisan.
- Penghinaan, direndahkannya martabat dan/atau penghinaan
terhadap martabat seseorang secara seksual.
- Keberadaan penonton, khususnya anggota keluarga, vvaktu
pemerkosaan terjadi.
- Menonton penganiayaan berat atau pelecehanan seksual berat
terhadap kenalan, saudara atau anggota keluarga korban.
c. Mengakibatkan Kesakitan atau Penderitaan yang Bersifat Seksual
1. Pemerkosaan.
2. Penganiayaan/pelecehan seksual.
46
menjamin sepenuhnya hak setiap orang untuk bebas dari segala bentuk
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
Selanjutnya perangkat internasional di bidang HAM yang bersifat
sangat penting lainnya, yakni Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik (Pasal 7), menetapkan bahwa hak tersebut merupakan hak
fundamental yang tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun (nonderoglabe
rights).
Alasan indonesia menjadi negara pihak dalam konvensi yaitu:
1. Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber dan landasan hukum
nasional, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia seperti
tercermin dalam Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Asas ini
merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad
untuk mencegah dan melarang segala bentuk penyiksaan, sesuai dengan
ini Konvensi ini.
2. Dalam rangka pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang
Dasar 1945, Indonesia pada dasarnya telah menetapkan peraturan
perundang-undangan yang langsung mengatur pencegahan dan
pelarangan, segala bentuk penyiksaan yang tidak manusiawi dan
merendahkan martabat manusia. Namun perundang-undangan itu karena
belum sepenuhnya msesuai dengan Konvensi, masih perlu
disempurnakan.
3. Penyempurnaan perundang-undangan nasional tersebut, akan
meningkatkan perlindungan hukum secara lebih efektif, sehingga akan
lebih menjamin hak-hak setiap warga negara bebas dari penyiksaan dan
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
47
merendahkan martabat manusia, demi tercapainya suatu masyarakat
Indonesia yang tertib, teratur, dan berbudaya.
4. Suatu masyarakat Indonesia yang tertib, teratur, dan berbudaya akan
mampu mewujudkan upaya bersama untuk memelihara perdamaian,
ketertiban umum, dan kemakmuran dunia serta melestarikan peradaban
umat manusia. 5 Pengesahan dan pelaksanaan isi Konvensi secara
bertanggungjawab menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam upaya
pemajuan dan perlindungan HAM, khususnya hak bebas dari penyiksaan.
Hak ini juga akan lebih meningkatkan citra positif Indonesia di dunia
internasional dan memantapkan kepercayaan masyarakat internasional
terhadap Indonesia.
Ketentuan-ketentuan konvensi mengatur pelarangan penyiksaan baik
fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan oleh atau atas
hasutan dari atau dengan persetujuan atau sepengetahuan pejabat publik
(public official) dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya. Adapun
pelarangan penyiksaan yang diatur dalam Konvensi ini tidak mencakup rasa
sakit atau penderitaan yang timbul, melekat, atau diakibatkan oleh suatu sanksi
hukum yang berlaku. Negara Pihak wajib mengambil langkah-langkah
legislatif, administratif, hukum, dan langkah efektif lainnya guna mencegah
tindak penyiksaan di dalam wilayah yurisdiksinya.
Tidak terdapat pengecualian apapun, baik dalam keadaan perang,
ketidakstabilan politik dalam negeri, maupun keadaan darurat lainnya yang
dapat dijadikan sebagai pembenaran atas tindak penyiksaan. Dalam kaitan ini,
perintah dari atasan atau penguasa (public authority) juga tidak dapat
digunakan sebagai pembenaran atas suatu penyiksaan. Negara Pihak
diwajibkan mengatur semua tindak penyiksaan sebagai tindak pidana dalam
48
peraturan perundang-undangannya. Hal yang sama berlaku pula bagi siapa
saja yang melakukan percobaan, membantu, atau turut serta melakukan tindak
penyiksaan. Negara Pihak juga wajib mengatur bahwa pelaku tindak pidana
tersebut dapat dijatuhi hukuman yang setimpal dengan sifat tindak pidananya.
Konvensi juga mewajibkan Negara Pihak memasukkan tindak penyiksaan
sebagai tindak pidana yang dapat diekstradisikan. Konvensi selanjutnya
melarang Negara Pihak untuk mengusir, mengembalikan, atau
mengekstradisikan seseorang ke negara lain apabila terdapat alasan yang
cukup kuat untuk menduga bahwa orang itu menjadi sasaran penyiksaan.
Negara Pihak lebih lanjut harus melakukan penuntutan terhadap seseorang
yang melakukan tindak penyiksaan apabila tidak mengekstradiksikannya.
Negara Pihak lebih lanjut wajib saling membantu dalam proses peradilan atas
tindak penyiksaan dan menjamin bahwa pendidikan dan penyuluhan mengenai
larangan terhadap penyiksaan sepenuhnya dimasukkan ke dalam program
pelatihan bagi para aparat penegak hukum, sipil, atau militer, petugas
kesehatan, pejabat publik dan orang-orang lain yang terlibat dalam proses
penahanan, permintaan keterangan (interogasi), atau perlakuan terhadap setiap
pribadi/individu yang ditangkap, ditahan, atau dipenjarakan.
Negara Pihak juga wajib mengatur dalam sistem hukumnya bahwa korban
suatu tindak penyiksaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak untuk
mendapatkan kompensasi yang adil dan layak, termasuk sarana untuk
mendapatkan rehabilitasi.
Implementasi Konvensi dipantau oleh Komite Menentang Penyiksaan
(Committee Againts Torture) yang terdiri dari sepuluh orang pakar yang
bermoral tinggi dan diakui kemampuannya di bidang HAM. Negara pihak
harus menanggung pembiayaan yang dikeluarkan oleh para anggota Komite
49
dalam menjalankan tugasnya dan pembiayaan penyelenggaraan sidang Negara
pihak dan sidang Komite.
Menurut ketentuan Pasal 19, Negara Pihak harus menyampaikan kepada
Komite, melalui Sekretaris Jenderal PBB, laporan berkala mengenai
langkahlangkah yang telah mereka lakukan dalam melaksanakan
kewajibannya menurut Konvensi. Setiap laporan akan dipertimbangkan oleh
Komite, yang selanjutnya dapat memberikan tanggapan umum dan
memasukkan informasi tersebut dalam laporan tahunannya kepada Negara
pihak dan kepada Sekretaris Jenderal PBB. Selanjutnya melalui penyampaian
laporan berkala oleh Negara Pihak, pemantauan atas pelaksanaan Konvensi
juga dapat dilakukan melalui caracara berikut:
Menurut Pasal 20, apabila Komite menerima informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan (reliable), bahwa penyiksaan dilakukan secara
sistematis di wilayah suatu Negara Pihak. Komite harus mengundang Negara
pihak tersebut untuk bekerja sama membahas informasi tersebut dan Komite
menyampaikan hasil pengamatannya. Komite dapat memutuskan, apabila
informasi tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, segera
melaporkannya kepada Komite dan menugaskan anggotanya seorang atau
lebih, melakukan suatu penyelidikan rahasia dan segera melaporkan hasilnya
kepada Komite. Dengan persetujuan Negara Pihak, penyelidikan semacam itu
dapat berupa kunjungan ke wilayah Negara Pihak tersebut.
Konvensi ini memperbolehkan Negara Pihak mengajukan pensyaratan
terhadap 2 pasal, yakni:
a. Menyatakan tidak mengakui kewenangan Komite Menentang Penyiksaan
dalam Pasal 20, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Konvensi.
50
b. Menyatakan tidak terikat pada pengajuan penyelesaian suat perselisihan di
antara Negara Pihak kepada Mahkamah Internasional, berdasarkan Pasal
30 ayat (1) Konvensi.
c. Konvensi ini juga memungkinkan Negara Pihak membuat deklarasi
mengenai kewenangan Komite Menentang Penyiksaan, sebagaimana
diatur oleh Pasal 21 dan Pasal 22 Konvensi.
51
Keseimbangan ini dapat lebih mudah dicapai jika terdapat suatu prosedur baku
yang menetapkan tingkat keamanan yang tepat bagi Lapas dan bagi masing-
masing narapidana.
Ketentuan tentang proses pengamanan dan keseimbangan pembinaan
dapat mengacu pada beberapa instrument HAM sebagai berikut:
1. Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Dalam pasal 13 menyebutkan bahwa negara pihak pada kovenan ini
mengakui hak-hak setiap orang atas pendidikan. Negara-negara tersebut
menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan
kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan
memperkuat penghormatan atas hak asasi dan kebebasan manusia yang
mendasar.
Negara-negara tersebut setuju bahwa pendidikan harus
memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam
suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta
persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis, atau
agama, dan lebih memperluas kegiatan-kegiatan pemeliharaan perdamaian
dunia.
2. Body of Principles for the Protection of All Persons Under Any Form of
Detention or Imprisonment (Prinsip-Prinsip Utama untuk Perlindungan
Semua Orang dari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan)
Dalam prinsip 4 menyebutkan bahwa setiap bentuk penahanan atau
pemenjaraan atau segala tindakan yang merugikan hak asasi seseorang
dalam setiap bentuk penahanan atau pemenjaraan harusberdasarkan
perintah atau dengan pengawasan efektif dari pengadilan atau penguasa
lainnya.
52
Dengan demikian, tanggung jawab Lapas atas pemenjaraan para
narapidana atau tahanan dan atas perlindungan masyarakat terhadap
kejahatan harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan-tujuan dan tanggung
jawab sosial negara untuk kesejahteraan dan pembangunan seluruh anggota
masyarakat.
53
atau tahanan atau tahanan, yang sama sekali tidak boleh digunakan
sebagai penghukuman kecuali dalam kejadian-kejadian sebagai berikut:
a) Sebagai tindakan pencegahan dari melarikan diri selama peralihan,
asalkan dilepaskan ketika orang yang dipenjarakan dihadapkan di
depan otoritas pengadilan atau administrasi.
b) Atas alasan medis dengan petunjuk dari petugas kesehatan
c) Atas perintah Kepala Lapas atau Kepala Rutan, jika cara
pengontrolan yang lain gagal untuk mencegah seseorang yang
dipenjarakan melukai diri sendiri atau orang lain atau merusak harta
benda, dalam kejadian seperti itu kepala Lapas atau Rutan harus
segera berkonsultasi dengan petugas kesehatan dan melaporkannya
kepada pejabat administratif yang lebih tinggi. (aturan 33)
Dasar-dasar aturan di atas mempertegas bahwa strategi pengamanan
terhadap gangguan kemanan dan ketertiban harus diupayakan menghindari
tindakan-tindakan tidak sah, sebagaimana penyiksaan dan tindakan tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Oleh karena itu proses
pengamanan harus senantiasa terjaga secara tenang agar para penghuni
dapat merasakan keadaan aman sekaligus nyaman.
Khusus pada proses pengamanan yang mendapat gangguan, beberapa
aturan terkait seperti diatur pada SMR, antara lain:
a. Aturan 33
1) Tidak boleh ada seseorang dihukum terkecuali oleh undang-
undang, dan tidak boleh dihukum dua kali untuk perbuatan yang
sama
2) Tidak boleh ada seseorang dihukum kepadanya dan diberikan
kesempatan yang layak untuk mengajukan pembelaannya
54
3) Apabila diperlukan serta dapat dilakukan, orang yang dipenjarakan
harus diperkenankan untuk melakukan pembelaan melalui seorang
penerjemah.
b. Aturan 31
Hukuman badan, hukuman dengan memasukkan ke dalam sel yang
gelap, dan semua hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat, harus sama sekali dilarang sebagai hukuman
untuk pelanggaran disiplin.
c. Aturan 32
1) Hukuman kurungan yang sempit dan penurunan kualitas serta
kuantitas makanan tidak boleh dijatuhkan terkecuali setelah petugas
kesehatan telah memeriksa tahanan atau narapidana atau tahanan
dan member keterangan tertulis bahwa yang bersangkutan kuat
menjalaninya.
2) Hal yang sama berlaku untuk setiap hukuman yang lain yang
mungkin dapat merugikan bagi kesehatan jasmani atau jiwa
seseorang yang dipenjarakan.
3) Petugas kesehatan harus mengunjungi setiap ada orang yang
menjalani hukuman seperti itu, dan harus menyarankan kepada
kepala lembaga pemasyaakatan atau kepala rumah tahanan jika dia
berpendapat bahwa pengakhiran atau perubahan hukuman perlu
dilakukan berdasarkan kepentingan kesehatan jasmani dan mental.
55
PENERAPAN DALAM PRAKTIK
56
paling berbahaya. Pada kondisi-kondisi ini terdapat standar keamanan fisik
yang tinggi baik diperimeter maupun di dalam Lapas. Pergerakan internal
para narapidana akan diawasi ketat oleh para petugas narapidana per
narapidana jika diperlukan. Hanya minoritas kecil narapidana sajalah -
dalam sistem apapun- yang membutuhkan lingkatan pengamanan semacam
ini.
- Kondisi pengamanan minimum (terkadang disebut Lapas terbuka) harus
diterapkan bagi narapidana yang resiko melarikan dirinya kecil saja atau
yang tidak beresiko dan yang diyakini tidak akan mencoba lari. Pada
kondisi-kondisi ini tingkatan pengamanan fisiknya rendah. Yang bahkan
sangat sering terjadi adalah tidak ada pengamanan perimeter. Pengamanan
internal mungkin hanya terbatas pada mengunci pintu-pintu kamar di
malam hari. Para narapidana yang dipidana atas kasus-kasus pelanggaran
non-kekerasan cocok untuk ditempatkan pada kondisi-kondisi ini seperti
juga para narapidana dengan hukuman lama yang mendekati masa-masa
pembebasannya.
- Kondisi pengamanan medium cocok untuk sebagian besar mayoritas
narapidana yang dipastikan tidak akan lari akan tetapi yang tidak dapat
dipercaya untuk ditempatkan pada kondisi-kondisi pengamanan minimum.
Umumnya kondisi-kondisi ini akan melibatkan parameter lainnya,
misalnya pagar. Semua pintu-pintu internal dalam Lapas biasanya akan
dikunci, tetapi para narapidana cukup dapat dipercaya untuk bergerak dari
satu area ke area lain tanpa supervisi ketat oleh para petugas.
57
narapidana di fasilitas-fasilitas ini semata-mata hanya karena tempat-tempat
ini harus diisi.
Assesment resiko dapat membantu mengidentifikasi para narapidana
yang mungkin membawa ancaman terhadap dirinya sendiri, para petugas,
narapidana lain dan komunitas yang lebih besar. Kriteria untuk mengases
resiko pengamanan telah dikembangkan di banyak negara. Isu-isu yang harus
diperhitungkan termasuk:
- ancaman terhadap masyarakat umum jika narapidana melarikan diri;
- riwayat upaya pelarian dan akses narapidana atas bantuan dari luar;
- pada kasus tahanan yang masih bersidang, adakah potensi ancaman
terhadap saksi-saksi;
- karakter kejahatan yang didakwakan dan dipidanakan kepada narapidana;
- Iamanya hukuman yang biasanya mencerminkan karakter kejahatannya;
- potensi ancaman terhadap narapidana lain.
Pada banyak sistem Lapas terdapat asumsi bahwa semua tahanan yang
masih bersidang harus ditempatkan pada kondisi-kondisi pengamanan
maksimum. Sesungguhnya tidak harus selalu demikian, dan seharusnya
dimungkinkan penerapan assesment resiko pengamanan terhadap para
tahanan ini sebagaimana terhadap mereka yang baru saja dijatuhi pidana.
F. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang hak-hak bagi
narapidana atau tahanan berdasarkan instrument HAM yang ada, cobalah
dengan latihan di bawah ini.
1. Sebutkan instrument HAM yang terkait dengan pelaksanaan sistem
pemasyarakatan Indonesia?
58
2. Jelaskan hak-hak narapidana atau tahanan dalam proses penerimaan dan
penempatannya di dalam Lapas atau di dalam Rutan!
3. Jelaskan hak-hak naraidana dalam proses pengamanan di dalam Lapas atau
di dalam Rutan!
G. Rangkuman
Proses pelaksanaan keamanan atau penegakan disiplin sangat identik
dengan praktik penyiksaan, jika tidak berdasarkan prinsip-prinsip HAM. Hal
demikian dapat meningkatkan resistensi kelompok narapidana atau tahanan
terhadap petugas maupun peningkatan pengaduan.Oleh karenanya, Lapas dan
Rutan sangat rentan terjadi gangguan jika petugas menunjukkan perilaku
arogan dan mengesankan praktik penyiksaan. Perlu dijelaskan secara detail
terhadap petugas Pemasyarakatan untuk dapat membedakan antara
penyiksaan dan tindakan represif dalam rangka menegakan keamanan.
Penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia masih terus terjadi
diberbagai negara dan kawasan dunia, yang diakui secara luas akan dapat
merapuhkan sendi-sendi tegaknya masyarakat yang tertib, teratur, dan
berbudaya. Dalam rangka menegakkan sendi-sendi masyarakat demikian itu,
seluruh masyarakat internasional bertekad bulat melarang dan mencegah
segala bentuk tindak penyiksaan, baik jasmaniatau rohan. Masyarakat
internasional sepakat untuk pelarangan dan pencegahan tindak penyiksaan ini
dalam suatu wadah perangkat internasional yang mengikat semua Negara
Pihak secara hukum.
59
BAB IV
IMPLEMENTASI HAM BAGI NARAPIDANA ATAU TAHANAN
KHUSUS
60
dan menjaga keluarganya. Berbagai perlakuan dengan kekerasan hanya akan
menguatkan identitas sosial tertentu sehingga dendam akan semakin
bertambah.
Menyangkut kontrol keamanan atau prosedur operasional
pemasyarakatan terhadap narapidana atau tahanan terorisme.Petugas
Pemasyarakatan seringkali dianggap belum memiliki standar baku dalam
mengawasi narapidana atau tahanan teroris. Perlu disadari bahwa narapidana
atau tahanan terorisme memiliki kemamuan untuk mengelabui dengan
berpenampilan rapi, agamais, dan tentunya normal sebagaimana manusia
bebas karena sosok teroris memiliki daya adaptasi lingkungan yang tinggi.
Dalam kepercayaan atas kebaikan simbolis inilah akhirnya standard maximum
security seperti tidak ada sinyal di area penjara dapat dilanggar atau memang
tidak dijalankan sehingga handphone dapat leluasa mengisi sel-sel kamar
penjara yang ada.
Terapi psikologis melalui penguatan nilai-nilai moral etik keagamaan
menjadi lebih penting daripada sekadar pengamanan yang berlapis. Peran ini
mesti dijalankan oleh pesantren terutama dikampanyekan oleh Direktorat
Pendidikan Islam Pondok Pesantren Kementerian Agama dengan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM yang didukung juga
oleh Majelis Ulama Indonesia. Terlebih pada pasal 14 di dalam UU
Pemasyarakatan menyebutkan bahwa narapidana atau tahanan berhak
melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, mendapat
perawatan rohani maupun jasmani, serta mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Mengacu pada landasan legal formal tersebut, prospek
memasukkan pesantren sebagai salah satu bagian dari model pembinaan
narapidana atau tahanan teroris menjadi sangat jelas agar persepsi kekerasan
61
yang diyakini dapat berubah setelah mengalami dialog intensif dengan para
kalangan agamawan.
62
diperkenankan tetap berada dalam lingkungan tersebut, berhak atas
perlindungan khusus dan bantuan yang disediakan oleh negara
2) Negara-negara pihak sesuai dengan hukum nasional mereka harus
menjamin pengasuhan alternative bagi seorang anak semacam itu
Pasal 27
1) Negara-negara pihak mengakui hak setiap anak atas suatu standar
kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spiritual,
moral, dan sosial anak.
2) Orang tua atau orang-orang lain yang bertanggungjawab atas anak itu
mempunyai tanggung jawab utama untuk menjamin, di dalam kesanggupan
dan kemampuan keuangan mereka, penghidupan yang diperlukan bagi
perkembangan si anak.
Termasuk di dalam pemenuhan hak bagi anak adalah pengedepanan
praktik restorative justice yang kemudian berkembang dalam praktik diversi.
Konsep penanganan kasus hokum bagi anak ini menekankan keterpaduan
sistem hukum yang dapat diselesaikan berdasarkan kebersamaan masyarakat.
Dengan perkataan lain, reformasi hukum perlindungan anak tidak dapat
dipisahkan dari reformasi segenap tatanan kehidupan bangsa, khususnya
reformasi politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan yang ditandai dengan
berbagai fenomena dan paradigma seperti telah disebutkan di atas. Oleh
karena itulah suatu kemajuan dalam sistem penanganan ABH telah
disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
63
2. Kelompok perempuan
Pada dasarnya perlakuan terhadap para narapidana atau tahanan
perempuan sama dengan perlakuan terhadap narapidana atau tahanan pria.
Namun karena secara fungsi biologis berbeda, maka terdapat perlakuan
khusus karena terkait fungsi reproduksi dan peran gender yang harus
dilakukan sebagaimana mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh, dan
merawat anaknya di Lapas.
Terkait dengan hak perempuan, sebagaimana diatur pada Konvensi
tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang
ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 18
Desember 1979,antara lain pada pasal 3, yaitu Negara-negara pihak konvenan
harus mengambil semua langkah yang diperlukan di segala bidang, khususnya
di bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya, termasuk penetapan peraturan
perundang-undangan, untuk menjamin perkembangan dan kemajuan
perempuan sepenuhnya, dengan tujuan untuk menjamin mereka
melaksanakan dan menikmati hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan
mendasar atas dasar persamaan dengan laki-laki.
64
usia kurang meendapatkan perhatian di dalam lembaga pemasyarakatan itu
sendiri.
Pasal 26
Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini
hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang
sama serta efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun
seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat lain,
asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran, atau status lain.
Pasal 27
Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku
bangsa, agama, atau bahasa, orang-orang yang tergolong dalam kelompok
minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya, dalam komunitas bersama-
sama anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka
sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri, atau
menggunakan bahasa mereka sendiri.
65
karena orientasi seks yang berlainan dengan masyarakat umum. Oleh karena
itu, petugas pemasyarakatan setidaknya harus memahami keberadaan
kelompok-kelompok ini sekaligus memperlakukannya secara manusiawi.
66
mendapatkan amnesti, hak mengajukan grasi, hak untuk mendapatkan
pekerjaan dan hak untuk menyampaikan permintaan terakhir menjelang
pelaksanaan eksekusi bagi terpidana mati.
C. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang hak-hak bagi
narapidana atau tahanan khusus, cobalah dengan latihan di bawah ini.
1. Bagaimana perlakuan terhadap narapidana atau tahanan terorisme sesuai
dengan prinsip-prinsip HAM yang harus dipenuhi?
2. Jelaskan kelompok rentan yang perlu perlakuan khusus dalam pemenuhan
HAM sebagai bagian dari narapidana atau tahanan di dalam Lapas atau di
dalam Rutan!
D. Rangkuman
Petugas Pemasyarakatan dalam menegakkan HAM harus berusaha
memberikan pengaruh yang positif dan memperoleh kerjasama sukarela dari
narapidana atau tahanan atau tahanan melalui kepemimpinan yang simpatik
dan keteladanan yang baik. Dengan demikian, akan diperoleh penghargaan
dari narapidana atau tahanan atau tahanan, karena merasa diperlakukan
sebagai manusia yang mempunyai kehormatan dan harga diri baik narapidana
atau tahanan secara umum maupun narapidana atau tahanan yang tergolong
kelompok rentan.
67
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia karena ia
sebagai manusia, bukan memiliki hak tersebut karena diberikan oleh
masyarakat atau berdasarkan hukum positif yang mengaturnya, tetapi
semata-mata martabatnya sebagai manusia.
2. Sejarah perkembangan HAM di dunia pada akhirnya dikategorisasikan
menjadi 3 (tiga) generasi, yaitu:
a. Generasi pertama tentang hak-hak di bidang sipil dan politik
b. Generasi kedua tentang hak-hak di bidang ekonomi, social, dan
budaya
c. Generasi ketiga tentang hak-hak di bidang pembangunan dan
warisan budaya
3. Pemenuhan hak di lingkungan Pemasyarakatan perlu memperhatikan
prinsip-prinsip kepribadian petugas pemasyarakatan agar proses
memasyarakatkan mantan narapidana atau tahanan mengalami
keberhasilan dengan adanya penerimaan masyarakat.
4. Hak-hak narapidana atau tahanan dalam konteks Sistem
Pemasyarakatan, dapat digolongkan pada beberapa proses, antara lain:
a. Hak dalam proses penerimaan, penempatan, dan pemindahan
b. Hak dalam proses pengaduan dan pencegahan penyiksaan
c. Hak dalam proses pengamanan dan keseimbangan pembinaan
d. Hak dalam penanganan narapidana atau tahanan khusus dan
kelompok rentan
68
B. Implikasi
Setelah mempelajari modul ini, peserta khususnya Komandan Regu
Pengamanan dan Petugas Pintu Utama (P2U) dapat memahami serta
menerapkan prinsip-prinsip HAM dalam pelaksanaan tugasnya. Di sisi lain,
hal itu terkait kewajiban bagi masing-masing petugas pengamanan perlu
melakukan koordinasi dan pembelajaran lebih lanjut guna tercapai penguatan
dan pemenuhan HAM di dalam Lapas dan Rutan. Dengan demikian, modul
ini aka menjadi salah satu pedoman serta memberikan wawasan secara teori
dan praktik implementasi HAM di lingkungan Pemasyarakatan.
69
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Rivai, Andi Wijaya. Buku Pintar Pemasyarakatan Jayalah Pemasyarakatan
(Jakarta: tp, 2014)
Azhary, Tahir. Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara
Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Kencana, 2004)
B. Kieser, Paguyuban Manusia Dengan Dasafirman (Kanisius: Yogyakarta,
1991)
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice (Ithaca and
London: Cornell University Press, 2003)
Gunakaya, Widiada. Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan (Bandung:
Armico, 1988)
Kemitraan Partnership. Modul Pelatihan Bagi Petugas Pemasyarakatan
Implementasi Sistem Pemasyarakatan dan Standard Minimum Rules for
Treatment of Prisoners (Jakarta: Kemitraan, 2008)
Khamdan, Muh. Pesantren di Dalam Penjara; Sebuah Model Pembangunan
Karakter (Kudus: Parist, 2010)
Khamdan, Muh. Islam dan HAM Bagi Narapidana atau tahanan (Kudus:
Parist, 2012)
Melander, Goran. Kompilasi Instrumen Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg
Institute (Jakarta: SIDA-Departemen Hukum dan HAM, 2004)
Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana (Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002)
Smith, Rhona K. M. Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM-UII,
2008)
70
Pedoman
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI.
Himpunan Peraturan Tentang Pemasyarakatan. Jakarta. 2015.
Direktorat Bimbingan dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pedoman
Perlakuan Anak Dalam Proses Pemasyarakatan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Jakarta. 2014.
Direktorat Bimbingan dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pedoman
Perlakuan Anak Dalam Proses Pemasyarakatan di Lembaga
Penempatan Anak Sementara (LPAS). Jakarta. 2014.
Direktorat Bimbingan dan Pengentasan Anak, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pedoman
Perlakuan Anak Dalam Proses Pemasyarakatan di Balai
Pemasyarakatan (BAPAS). Jakarta. 2014.
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan. Protap, Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas
Pemasyarakatan”, Jakarta. 2003.
Perserikatan Bangsa Bangsa. Standard Minimum Rules for Treatment of
Prisoners. Jenewa. 1955.
71
Peraturan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tatacara
pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan
Perpu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak pidana Terorisme
Perpu Nomor 2 tahun 2002 tentang pemberlakuan Perpu Nomor 1 tahun 2002.
72
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU PADA LAPAS
DAN RUTAN
MODUL
PROSEDUR TETAP (PROTAP), TEKNIK
DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN
PENINDAKAN GANGGUAN KEAMANAN
KETERTIBAN DI LAPAS DAN RUTAN
Penulis:
Farhan Hidayat Bc.IP.,S.Sos., M.Si
Donny Setiawan, A.Md.IP., SH.,MM
Editor
Haidan S.Pd.,M.Ag
Sambutan ………..………………………………………………………… 3
Kata Pengantar …………………………………………………………… 4
Daftar Isi ………………………………………………………………….... 5
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem keamanan di Lapas, Rutan dan Cabang Rutan pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan
yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan
dengan terencana, terarah dan sistematis sehingga
dapat menjamin terselenggaranya
kegiatan perawatan tahanan dan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan dalam rangka pencapaian
tujuan pemasyarakatan.
Untuk menjamin tercapainya tujuan Pemasyarakatan dibutuhkan
situasi dan kondisi yang aman dan tertib dengan melalukan langkah
langkah pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
dengan cara melakukan tugas pokok dan fungsi keamanan dan ketertiban
di seluruh jajaran pemasyarakatan.
B. Deskripsi Singkat
Prosedur Tetap, tehnik pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban yang diterapkan dimaksudkan untuk memandu
peserta melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya pencegahan
dan penindakan gangguan keamanan, terutama tehnik dan tata cara
pelaksanaan pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban yang dijelaskan.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 6
C. Manfaat Modul
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami Prosedur Tetap, tehnik dan
strategi pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban
2. Peserta diklat dapat mengetahui strategi cara melakukan pencegahan
dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
3. Peserta diklat dapat menerapkan strategi tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang mata Diklat Prosedur Tetap, strategi dan
tehnik pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
di Lapas Rutan, peserta Diklat diharapkan mampu melakukan strategi
dan teknikpencegahan dan penindakan untuk mengurangi tingkat
kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 7
3. Menerapkan tehnik dan tatacara pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban sebagai Komandan Regu
Pengamanan
4. Menerapkan prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan
dalam tugas sehari hari
F. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
Diklat “Prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan” dapat berjalan lebih
lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, Anda kami
sarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 8
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator
belajar memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar menetapkan apa
yang harus anda capai.
2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan
sampai dengan Bab III.
3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas pada
akhir bab.
4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata Diklat ini tergantung
pada kesungguhan Anda. Belajarlah secara mandiri atau berkelompok
secara seksama. Untuk belajar mandiri, dapat seorang diri, berdua atau
berkelompok dengan yang lain untuk mempraktikkan strategi dan
tehnik pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
yang baik dan benar.
5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti
yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan
segan-segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi
dalam hal Prosedur Tetap, strategi dan tehnik pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Rutan.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 9
BAB II
STANDAR PELAKSANAAN PENJAGAAN
Setelah membaca bab ini, peserta diklat diharapkan dapat
1. menjelaskan Keamanan dan Ketertiban dan ruang lingkup tugas penjagaan
2. mengetahui dan menerapkan pelaksanaan penjagaan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 10
C. Pelaksanaan Penjagaan
Dalam pelaksanaan penjagaan terdapat beberapa tugas yang harus
di lakukan sebagai berikut :
1. Apel
Dalam pelaksanaan apel terdapat beberapa
hal yang haru siperhatikan pada saat apel
yaitu :
- Kehadiran petugas regu pengamanan
pengganti
- Apel petugas regu pengamanan
pengganti
- Apel penghuni
- Timbang terima jaga
- Apel petugas pengamanan sebelumnya
2. Penjagaan pintu gerbang halaman
Dalam pelaksanaan penjagaan pintu gerbang halaman beberapa hal
yang harus dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan orang
- Pemeriksaan kendaraan
- Pemeriksaan barang
- Pemeriksaan pagar halaman
- Penindakan
- pelaporan
3. Penjagaan pintu gerbang utama
Dalam pelaksanaan penjagaan pintu gerbang utama beberpa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 11
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan orang
- Pemeriksaan petugas
- Pemeriksaaan narapidana dan tahanan
- Pemeriksaan kendaraan
- Pemeriksaan barang
- Penindakan
- Pelaporan
4. Penjagaan pintu utama
Dalam pelaksanaan penjagaan pintu utama beberpa hal yang harus
dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan orang
- Pemeriksaan petugas
- Pemeriksaaan narapidana dan tahanan
- Pemeriksaan kendaraan
- Pemeriksaan barang
- Penindakan
- Pelaporan
5. Penjagaan pos atas
Dalam pelaksanaan penjagaan pos atas beberapa hal yang harus
dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pengamatan
- Penggunaan lonceng
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 12
- Penindakan
- Pelaporan
6. Penjagaan lingkungan blok
Dalam pelaksanaan penjagaan lingkungan blok beberapa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan
- Penindakan
- Pelaporan
7. Penjagaan blok
Dalam pelaksanaan penjagaan blok-blok hunian, beberapa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
- Serah terima
- Buka dan tutup pintu
- Pemeriksaan
- Pelayanan
- Penindakan
- Pelaporan
8. Penjagaan ruang kunjungan
Dalam pelaksanaan penjagaan ruang kunjungan beberapa hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
- Pemeriksaan
- Penindakan
- Pelaporan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 13
D. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai
standarPelaksanaan Penjagaan, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara ketahui tentang standar pelaksanaan penjagan?
2. Uraikan beberapa pelaksanaan penjagaan !
E. Rangkuman
Perlu adanya pemahaman bahwa komandan regu sangat mempunyai
peranan penting dalam pengamanan Lapas dan Rutan, karena tugas pokoknya
adalah mengetahui dan menguasai seluruh area yang menjadi tanggung
jawabnya.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 14
BAB III
TEHNIK DAN TATA CARA
PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN
GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN
A. Pengertian
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu. Pencegahanan adalah mengambil suatu tindakan
yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian meliputi:
a. Penjagaan;
b. Pengawalan;
c. Penggeledahan;
d. Inpeksi;
e. Kontrol
f. Kegiatan intelijen;
g. Pengendalian peralatan;
h. Pengawasan komunikasi
i. Pengendalian lingkungan;
j. Penguncian;
k. Penempatan dalam rangka pengamanan;
l. Investigasi dan Reka Ulang; dan
m. Tindakan Pengamanan;
Penindakan adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan
dalam rangka menyelamatkan, melindungi dan memulihkan keadaan.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 15
Gangguan keamanan dan ketertiban adalah situasi kondisi yang
menimbulkan keresahan, ketidaknyamanan, ketidaktertiban kehidupan dan
kelesamatan jiwa dari luar maupun dari dalam.
Petugas pengamanan dalam menyelenggarakan pengamanan berhak
mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketetntuan peraturan perundang-
undangan dan perlindungan hukum diberikan dalam bentuk bantuan hukum
dalam perkara yang dihadapi dipengadilan terkait pelaksanaan tugasnya
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 16
Daalm pelaksanaan pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban
ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh petugas pengamanan yaitu
sebagai berikut :
a. Apel
1) Kehadiran Petugas Regu Pengamanan Pengganti
a) Petugas Regu Pengamanan Pengganti hadir selambat-
lambatnya 15 menit sebelum jam dinas;
b) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pencatatan
nama/absensi pada saat hadir di dalam Lapas dan Rutan;
c) Petugas Regu Pengamanan Pengganti wajib menggunakan
seragam dinas;
d) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menyimpan barang
bawaannya dalam loker atau tempat yang disediakan;
e) Petugas Regu Pengamanan Pengganti mengambil senjata api
dan amunisi serta peralatan keamanan lainnya kepada bagian
yang mengurus peralatan keamanan;
f) Petugas Regu Pengamanan yang sedang berjaga dilarang
meninggalkan pos tanpa ijin Kepala Regu Pengamanan
(Karupam) sebelum dilakukannya pergantian dan serah terima
tugas.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 17
masih menjadi tanggung jawab Regu Pengamanan
sebelumnya;
c) Kekurangan jumlah anggota Regu Pengamanan dilaporkan
kepada Kepala Pengamanan;
d) Kepala Pengamanan dapat menambah petugas regu
pengamanan dari staf atas persetujuan Kepala Lapas atau
Kepala Rutan
e) Setelah Regu Pengamanan dinyatakan lengkap, Karupam
menyiapkan barisan Anggota Regu Pengamanan;
f) Pejabat yang ditunjuk menjadi Pembina Apel menerima
laporan kesiapan dari Karupam;
g) Pembina Apel melakukan Pemeriksaan kelengkapan pakaian
dinas, berambut pendek dan rapih;
h) Pembina Apel menerima dan menyampaikan informasi
penting;
i) Pembina Apel memimpin do’a sebelum pelaksanaan tugas;
j) Pembina Apel memberikan motivasi dalam bentuk: pembacaan
Tri Dharma Pemasyarakatan, Mars Pemasyarakatan atau
yelyel;
k) Karupam Pengganti membagi tugas Anggota Regu
Pengamanan kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Apel
Penghuni;
l) Karupam memberi Laporan kepada Kepala Lapas atau Kepala
Rutan.
3) Apel Penghuni
a) Apel penghuni dilakukan oleh Petugas Regu Pengamanan
Pengganti dan Petugas Regu Pengamanan sebelumnya;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 18
b) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
pengamanan sebelumnya memastikan narapidana dan tahanan
berada dalam kamarnya masing-masing dan dalam keadaan
terkunci;
c) Petugas Regu Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
Pengamanan sebelumnya memastikan tidak ada narapidana dan
tahanan yang berlalu lintas;
d) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan petugas regu
pengamanan sebelumnya melakukan penghitungan narapidana
dan tahanan dalam posisi berdiri berbaris di dalam kamar;
e) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pengecekan
kesesuaian jumlah, penempatan dan keberadaan narapidana
dan tahanan di dalam kamar dan disaksikan oleh Petugas Regu
pengamanan sebelumnya;
f) Petugas Regu Pengamanan Pengganti melakukan pengecekan
terhadap kunci, gembok, dan peralatan lain yang terkait
keamanan di dalam kamar dan disaksikan oleh Petugas Regu
pengamanan sebelumnya;
g) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menempatkan atau
memindahkan narapidana dan tahanan yang tidak sesuai
penempatan dan keberadaan kamarnya;
h) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dapat melakukan
tindakan pengamananapabila narapidana dan tahanan berada di
kamar lain tanpa alasan yang jelas;
i) Petugas Regu Pengamanan Pengganti menerima laporan
jumlah dan kesesuaian narapidana dan tahanan dari Petugas
Regu Pengamanan sebelumnya;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 19
j) Petugas Regu Pengamanan Pengganti dan Petugas Regu
Pengamanan sebelumnya melakukan serah terima.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 20
e) Pembina Apel melakukan Pemeriksaan kelengkapan
pakaian dinas;
f) Pembina Apel menerima dan menyampaikan informasi
penting;
g) Pembina Apel memimpin do’a sesudah pelaksanaan tugas;
h) Pembina Apel memberikan motivasi dalam bentuk:
pembacaan Tri Dharma Pemasyarakatan, menyanyikan
Mars Pemasyarakatan atau yel-yel;
i) Karupam membubarkan Angota Regu Pengamanan;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 21
3) Pemeriksaan orang
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan
memasuki area halaman Lapas dan Rutan;
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman
untuk menunjukan identitas;
c) Petugas mengarahkan orang dan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
d) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar
dari halaman Lapas dan Rutan;
e) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas;
4) Pemeriksaan Kendaraan
a) Petugas memeriksa kendaraan yang akan masuk ke
halaman Lapas dan Rutan;
b) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke
dalam halaman Lapas dan Rutan;
c) Petugas memberikan kartu sebagai tanda izin memasuki
area halaman Lapas dan Rutan;
d) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
e) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar dari
halaman Lapas dan Rutan;
f) Petugas memeriksan kendaraan yang keluar pada malam
hari atau diluar jam dinas.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 22
5) Pemeriksaan Barang
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa
masuk dan keluar dalam Lapas dan Rutan untuk
kepentingan kunjungan atau dinas;
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila
barang yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan
digunakan untuk kepentingan dinas.
7) Penindakan
a) Petugas melarang orang, barang atau kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas melarang barang untuk kepentingan dinas yang
akan masuk atau keluar Lapas dan Rutan tanpa adanya
surat jalan;
c) Petugas mengamankan orang, barang atau kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban;
d) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai
dengan tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 23
8) Pelaporan
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di halaman Lapas dan
Rutan;
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pagar halaman
kepada Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan
kecurigaan terhadap potensi gangguan keamanan dan
ketertiban di area pagar;
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya
gangguan keamanan dan ketertiban kepada Karupam
dan/atau Kepala Pengamanan;
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 24
b) Petugas membuka pintu masuk utama di luar jam yang
telah ditentukan hanya untuk keperluan dinas;
3) Pemeriksaan orang
a) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk ke
dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas meminta orang yang akan memasuki area halaman
untuk menunjukan identitas berupa: KTP, SIM, Kartu
Pelajar dan Passport serta mencatatnya;
c) Petugas melakukan penggeledahan ;
d) Petugas menukar kartu identitas dengan kartu tanda
pengenal;
e) Petugas memberikan stempel pada tangan kanan orang
yang akan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
f) Petugas mengarahkan orang sesuai dengan keperluannya;
g) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar
dari dalam Lapas dan Rutan;
h) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas.
4) Pemeriksaan Petugas
a) Petugas menanyakan keperluan petugas yang akan masuk
ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas melakukan penggeledahan;
c) Petugas mengingatkan petugas yang akan memasuki area
Lapas dan Rutan untuk menitipkan barang bawaanya di
dalam loker atau tempat yang disediakan;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 25
d) Petugas mengidentifikasi setiap petugas yang keluar dari
dalam Lapas dan Rutan;
e) Petugas memeriksa petugas yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas.
6) Pemeriksaan Kendaraan
a) Petugas memeriksa kendaraan yang masuk ke dalam Lapas
dan Rutan;
b) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke
dalam Lapas dan Rutan;
c) Petugas menggeledah kendaraan dalam posisi mesin
kendaraan mati;
d) Petugas menggeledah orang yang berada di dalam
kendaraan dengan cara meminta turun dari kendaraan;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 26
e) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
f) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar Lapas
dan Rutan;
g) Petugas memeriksa kendaraan yang keluar pada malam
hari atau diluar jam dinas.
7) Pemeriksaan Barang
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa
masuk dan keluar dalam Lapas dan Rutan untuk
kepentingan kunjungan atau dinas;
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila
barang yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan
digunakan untuk kepentingan dinas;
c) Petugas menggeledah barang.
8) Penindakan
a) Petugas melarang orang, barang, dan kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas mengamankan orang, barang, dan kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Melarang masuk petugas diluar jam tugasnya, kecuali
mendapat izin atasan;
d) Melarang masuk petugas yang tidak menggunakan
seragam dinas pada saat jam dinas;
e) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai
dengan tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 27
9) Pelaporan
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di Pintu Gerbang
Utama Lapas dan Rutan;
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pintu masuk utama
kepada Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan
kecurigaan terhadap potensi gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya
gangguan keamanan dan ketertiban kepada Karupam
dan/atau Kepala Pengamanan;
d) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 28
b) Petugas melihat dari lubang pintu orang yang mengetuk
dan akan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
c) Petugas menanyakan keperluan orang yang akan masuk ke
dalam Lapas dan Rutan;
d) Petugas membuka pintu untuk mempersilahkan orang
masuk dan kemudian langsung menutup dan mengunci
pintu;
e) Apabila orang yang akan masuk terjadi antrian panjang
maka petugas mempersilahkan masuk secara bertahap;
f) Petugas membuka pintu utama di luar jam yang telah
ditentukan hanya untuk keperluan dinas.
3) Pemeriksaan orang
a) Petugas melakukan penggeledahan;
b) Petugas memberikan atau menukar kartu tanda pengenal;
c) Petugas memberikan stempel pada tangan kanan orang
yang akan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
d) Petugas mengarahkan orang sesuai dengan keperluannya;
e) Petugas mengidentifikasi setiap orang yang akan keluar
dari dalam Lapas dan Rutan;
f) Petugas memeriksa orang yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas
4) Pemeriksaan Petugas
a) Petugas menanyakan keperluan petugas yang akan masuk
ke dalam Lapas dan Rutan;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 29
b) Petugas meminta petugas yang akan memasuki area Lapas
dan Rutan untuk menitipkan barang bawaanya di dalam
loker atau tempat yang disediakan;
c) Petugas melakukan penggeledahan;
d) Petugas mengidentifikasi setiap petugas yang keluar dari
dalam Lapas dan Rutan;
e) Petugas memeriksa petugas yang keluar pada malam hari
atau diluar jam dinas.
6) Pemeriksaan Kendaraan
a) Kendaraan yang dapat memasuki Lapas dan Rutan antara
lain:
1. Ambulance;
2. Pemadam kabakaran
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 30
3. Kendaraan tahanan (cel wagon)
4. Kendaraan Bahan Makanan;
5. Kendaraan berkaitan dengan bimbingan kerja;
6. Kendaraan pengangkut sampah dan sanitasi;
7. Kendaraan keperluan konstruksi bangunan Lapas dan
Rutan.
b) Petugas memeriksa kendaraan yang masuk ke dalam Lapas
dan Rutan;
c) Petugas mencatat nomor kendaraan yang akan masuk ke
area dalam Lapas dan Rutan;
d) Petugas menggeledah kendaraan;
e) Petugas menggeledah orang yang berada di dalam
kendaraan;
f) Petugas menggeledah barang yang berada di dalam
kendaraan;
g) Petugas mengarahkan kendaraan sesuai dengan
keperluannya;
h) Petugas mendampingi kendaraan yang memasuki area
dalam Lapas dan Rutan;
i) Petugas mengidentifikasi kendaraan yang keluar Lapas
dan Rutan;
j) Petugas melarang kendaraan pribadi baik roda empat
maupun roda dua masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
7) Pemeriksaan Barang
a) Petugas menanyakan keperluan barang yang dibawa
masuk dan keluar dalam Lapas dan Rutan untuk
kepentingan kunjungan atau dinas;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 31
b) Petugas meminta surat jalan membawa barang apabila
barang yang dibawa masuk dan keluar Lapas dan Rutan
digunakan untuk kepentingan dinas;
c) Petugas menggeledah barang.
8) Penindakan
a) Petugas melarang orang, barang, dan kendaraan yang tidak
diperkenankan masuk ke dalam Lapas dan Rutan;
b) Petugas mengamankan orang, barang, dan kendaraan yang
diduga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Melarang masuk petugas diluar jam tugasnya, kecuali
mendapat izin atasan;
d) Melarang masuk petugas yang tidak menggunakan
seragam dinas pada saat jam dinas;
e) Petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan sesuai
dengan tingkatan gangguan keamanan dan ketertiban.
9) Pelaporan
a) Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di Pintu Pengamanan
Utama Lapas dan Rutan;
b) Petugas melaporkan situasi dan kondisi pintu masuk utama
kepada Karupam apabila ditemukan adanya kerusakan dan
kecurigaan terhadap potensi gangguan keamanan dan
ketertiban;
c) Petugas melaporkan adanya kendaraan yang masuk dan
keluar Lapas dan Rutan;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 32
d) Petugas memberikan laporan seketika saat adanya
gangguan keamanan dan ketertiban kepada Karupam
dan/atau Kepala Pengamanan;
e) Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
3) Pengamatan
a) Petugas melihat situasi dan kondisi dari pos atas ke arah
dalam dan luar Lapas dan Rutan;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 33
b) Petugas melihat tembok keliling dan memastikan tidak ada
aktifitas disekitarnya;
4) Penggunaan Lonceng
a) Petugas membunyikan lonceng 1 (satu) jam 1 (satu) kali
sebagai tanda siaga;
b) Petugas membunyikan lonceng 5 (lima) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi pemberontakan;
c) Petugas membunyikan lonceng 4 (empat) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi percobaan pelarian;
d) Petugas membunyikan lonceng 3 (tiga) kali berturut-turut
secara terus menerus dalam hal terjadi kebakaran.
5) Penindakan
a) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di dalam
tembok keliling dilakukan dengan cara :
1. Memberikan isyarat tanda bahaya;
2. Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari tembok
keliling bagi narapidana dan tahanan yang tidak
berkepentingan;
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
tembok keliling tidak diindahkan memberi tembakan
peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut;
4. Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri;
5. Menghubungi Karupam.
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di luar
tembok keliling dilakukan dengan cara:
1. Memberikan isyarat tanda bahaya;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 34
2. Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari tembok
keliling bagi orang yang tidak berkepentingan;
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
tembok keliling tidak diindahkan memberi tembakan
peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut;
4. Apabila membahayakan jiwa dan merusak fasilitas
pengamanan maka dapat dilimpuhkan.
5. Menghubungi Karupam.
c) Petugas tetap berada di pos atas pada saat terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban sampai dengan diperintahkan
untuk turun oleh Karupam.
6) Pelaporan
a. Petugas memberikan laporan secara berkala kepada
Karupam tentang situasi dan kondisi di area dalam dan luar
tembok keliling Lapas dan Rutan;
b. Petugas melaporkan situasi dan kondisi area dalam dan luar
tembok keliling kepada Karupam apabila ditemukan adanya
kerusakan dan kecurigaan terhadap potensi gangguan
keamanan dan ketertiban;
c. Petugas memberikan laporan seketika saat adanya gangguan
keamanan dan ketertiban kepada Karupam dan/atau Kepala
Pengamanan;
d. Petugas membuat laporan tertulis pelaksanaan tugas.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 35
f. Penjagaan lingkungan blok
1) Serah Terima
a) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengganti
melakukan serah terima inventaris, tugas, dan
tanggungjawab penjagaan lingkungan blok;
b) Petugas menyampaikan informasi penting kepada Petugas
Pengamanan Pengganti;
c) Petugas Pengamanan sebelumnya dan Petugas Pengamanan
Pengganti membuat dan menandatangani berita acara serah
terima.
2) Buka dan Tutup Pintu
a) Petugas membuka, menutup dan mengunci pintu bagi lalu
lintas orang dilingkungan blok sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan;
b) Petugas membuka pintu diluar jadwal hanya untuk
keperluan dinas.
3) Pemeriksaan
a) Petugas lingkungan blok membawahi beberapa petugas
blok;
b) Petugas memberikan izin dan mencatat narapidana dan
tahanan masuk dan keluar lingkungan blok hunian;
c) Petugas menjaga agar tidak ada narapidana dan tahanan
yang keluar masuk lingkungan blok hunian dengan tidak
sah;
d) Petugas mengawasi lalu lintas orang yang keluar masuk
yang melalui lingkungan blok;
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 36
e) Petugas melakukan penggeledahan terhadap orang dan
barang yang akan keluar atau masuk lingkungan blok
hunian;
f) Petugas membantu melaksanakan penggeledahan insidentil
di lingkungan blok dan kamar hunian.
4) Penindakan
a) Melarang orang dan barang yang akan keluar dan masuk
lingkungan blok hunian yang diduga dapat menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban;
b) Apabila terjadi gangguan keamanan dan
ketertiban di lingkungan blok dilakukan dengan
cara :
1. Memberikan isyarat tanda bahaya;
2. Memberikan perintah berhenti dan menjauh dari area
lingkungan blok
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area lingkungan blok tidak diindahkan, petugas
memberikan peringatan;
4. Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri dan membahayakan
jiwa;
5. Menghubungi Karupam.
c)Petugas tetap berada di lingkungan blok pada saat terjadi
ganggua keamanan dan ketertiban sampai dengan
diperintahkan oleh Karupam.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 37
5) Pelaporan
g. Penjagaan blok
1) Serah Terima
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 38
2) Buka dan Tutup Pintu
3) Pemeriksaan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 39
b) Petugas mengawasi kegiatan kebersihan di lingkungan blok
dan kamar;
c) Petugas wajib memberitahu tata cara kehidupan dan
perilaku di dalam blok sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, diantaranya:
1. Tata cara berpakaian dan berpenampilan;
2. Rambut pendek dan rapih;
3. Sikap dan perilaku terhadap sesama narapidana dan
tahanan atau petugas.
5) Penindakan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 40
3. Jika perintah berhenti atau perintah untuk menjauh dari
area pintu blok tidak diindahkan, petugas memberikan
peringatan;
4. Tahanan dan narapidana dapat dilumpuhkan apabila
melakukan percobaan melarikan diri, melawan petugas,
dan membahayakan jiwa;
5. Menghubungi Karupam.
f)Petugas tetap berada di blok pada saat terjadi gangguan
keamanan dan ketertiban sampai dengan diperintahkan oleh
Karupam.
6) Pelaporan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 41
h. Penjagaan Ruang Kunjungan
1) Pemeriksaan
2) Penindakan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 42
3. Mengamankan orang yang memicu terjadinnya
gangguan keamanan dan ketertiban;
4. Apabila perintah dan peringatan tidak diindahkan,
petugas melumpuhkan orang yang memicu gangguan
keamanan dan ketertiban;
5. Apabila tahanan dan narapidana melakukan percobaan
melarikan diri, melawan petugas, dan membahayakan
jiwa dapat dilumpuhkan;
6. Menghubungi Karupam.
c)Petugas tetap berada di ruang kunjungan pada saat terjadi
gangguan keamanan dan ketertiban sampai dengan
diperintahkan oleh Karupam.
3) Pelaporan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 43
C. Penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
Komandan regu selain melakukan pencegahan terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban juga harus melakukan penindakan. Adapun hal
yang dilakukan pertama olehKomandan Regu dalam melakukan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban sebagai berikut :
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 44
o Petugas memberikan tindakan medis kepada yang terluka
o Petugas memberikan pengarahan kepada penghuni kamar
untuk tidak melakukan tindakan perkelahian
o Petugas melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi,
pelaku dan korban
o Petugas mengamankan kedua pelaku perkelahian pada blok
isolasi secara terpisah
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada Regu
Pengamanan selanjutnya
o Kepala Regu Pengamanan melaporkan kepada Kepala
Pengamanan
o Kepala Pengamanan melaporkan kepada Kepala Lapas atau
Kepala Rutan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis kejadian dan segera melaporkan kepada Divisi
Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat
Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling lama 1x24 jam
setelah kejadian
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 45
langsung melakukan penguncian seluruh blok dan kamar
hunian oleh petugas
o Petugas memberikan instruksi untuk menghentikan
perkelahian dan menghimbau penghuni lainnya untuk
tetap tenang
o Petugas memerintahkan kembali kepada penghuni yang
tidak terlibat perkelahian dan belum masuk ke dalam blok
dan kamar untuk segera memasuki kamar serta melakukan
penghitungan
o Petugas melakukan pemisahan penghuni yang terlibat
perkelahian
o Petugas dapat mengamankan atau menggunakan kekuatan
yang melumpuhkan pada saat melakukan pemisahan
o Petugas menggunakan standar penindakan pemberontakan
apabila perkelahian mengarah pada pemberontakan
o Petugas melakukan penggeledahan badan dan
mengamankan barang bukti
o Petugas dapat melakukan penggeledahan kamar apabila
dianggap perlu
o Petugas memberikan tindakan medis kepada yang terluka
o Petugas melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi,
pelaku dan korban
o Petugas mengamankan kedua pelaku perkelahian pada
blok isolasi secara terpisah
o Petugas melaporkan kepada Kepala Pengamanan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada Regu
Pengamanan selanjutnya
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 46
o Kepala Pengamanan melaporkan kepada Kepala Lapas
atau Kepala Rutan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis kejadian dan segera melaporkan kepada Divisi
Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat
Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling lama 1x24 jam
setelah kejadian
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 47
o Petugas memberikan himbauan kepada seluruh pihak yang
terlibat untuk menghentikan perkelahian
o Petugas melakukan pemisahan terhadap masing-masing
pihak yang terlibat dalam perkelahian massal ke tempat
yang aman dan dilakukan penguncian secara terpisah
o Petugas harus terlebih dahulu menyelamatkan,
mengamankan dan memindahkan segera korban
perkelahian massal berupa pengeroyokan ke Lapas, Rutan
atau pos polisi terdekat
o Petugas memastikan narapidana dan tahanan yang tidak
terlibat perkelahian untuk masuk ke dalam blok dan kamar
masing-masing dan dilakukan penguncian serta dilakukan
penghitungan
o Petugas memerintahkan seluruh narapidana dan tahanan
yang terlibat dan telah diamankan untuk duduk di lantai
dan tetap tenang
o Petugas melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi,
pelaku dan korban
o Petugas memindahkan segera korban perkelahian massal
ke Lapas, Rutan atau kantor polisi terdekat apabila
diperlukan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada regu
pengamanan selanjutnya
o Apabila skala perkelahian massal meningkat dan
membahayakan keselamatan jiwa petugas, narapidana dan
tahanan, atau ada upaya melarikan diri secara massal,
maka petugas dapat melakukan penggunaan kekuatan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 48
o Kepala Lapas atau Rutan meminta bantuan pengamanan
kepada TNI/Polri dan Pemadam Kebakaran dalam hal
skala perkelahian massal meningkat
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 49
o Petugas melakukan penggunaan kekuatan untuk
menghentikan penyerangan dan mengamankan pelaku
o Petugas melakukan pembatasan gerak kepada narapidana
dan tahanan berupa penguncian seluruh pintu
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan memerintahkan seluruh
petugas untuk membantu melakukan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban
o Petugas memastikan narapidana dan tahanan yang tidak
terlibat perkelahian untuk masuk ke dalam blok dan kamar
masing-masing dan dilakukan penguncian serta
penghitungan
o Petugas melakukan penggeledahan kamar, blok dan
mengamankan barang bukti
o Melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi, pelaku dan
korban dengan menghormati hak-hak narapidana dan
tahanan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada regu
pengamanan selanjutnya
o Kepala Lapas atau Rutan meminta bantuan pengamanan
kepada TNI/Polri dan Pemadam Kebakaran dalam hal
skala penyerangan meningkat
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 50
e). Percobaan pelarian.
- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan carakomunikasi melalui HT,memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala
kesatuan pengamanan.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 51
o Petugas melakukan penggeledahan kamar, blok dan
mengamankan barang bukti
o Melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi, pelaku dan
korban dengan menghormati hak-hak narapidana dan
tahanan
o Kepala Regu Pengamanan mencatat dalam buku laporan
jaga dan memberikan informasi penting kepada regu
pengamanan selanjutnya
o Kepala Lapas atau Rutan meminta bantuan pengamanan
kepada TNI/Polri dan Pemadam Kebakaran dalam hal
skala penyerangan meningkat
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian
f). Pelarian
- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan cara komunikasi melalui HT, memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala
kesatuan pengamanan.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 52
o Komandan regu memerintahkan anggota memastikan
seluruh pintu blok dan kamar hunian dalam keadaan
tertutup dan terkunci serta melakukan penghitungan
penghuni
o Petugas medatangi dan mengamankan lokasi pelarian
beserta alat-alat yang digunakan dalam pelarian
o Petugas melakukan penggeledahan dan pemeriksaan di
lokasi pelarian, kamar dan/atau blok hunian
o Petugas Mengumpulkan informasi terkait lokasi pelarian,
data identitas pelaku pelarian dan tempat-tempat yang
diduga menjadi tempat persembunyian
o Kepala Regu Pengamanan segera berkoordinasi dengan
POLRI/TNI terdekat dan melaporkan kejadian kepada
Kepala Lapas/Rutan
o Kepala Regu Pengamanan melaporkan kejadian kepada
Kepala Lapas atau Kepala Rutan
o Kepala Lpas atau Rutan melakukan koordinasi kepada
Polri/TNI untuk melakukan pencarian dan penangkapan
kembali
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan segera melaporkan kepada
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan
Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas paling
lama 1x24 jam setelah kejadian
o Kepala Lapas atau Rutan membuat surat perintah
Pembentukan Tim Pencarian yang dipimpin oleh Ketua
tim Kepala Pengamanan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 53
o Petugas menyerahkan data informasi terkait lokasi
pelarian, data identitas pelaku pelarian dan tempat-tempat
yang diduga menjadi tempat persembunyian kepada
Polri/TNI
o Petugas melakukan pencarian dan berkoordinasi dengan
kepolisian terdekat atau setempat
o Petugas melakukan pencarian terus menerus selama 3x24
jam
o Pencarian yang dilakukan setelah 3x24 jam diserahkan
kepada Polri
o Apabila pelaku pelarian sudah ditemukan segera
diamankan
o Apabila pada saat ditemukan pelaku melakukan
perlawanan, petugas dapat melakukan penggunaan
kekuatan
o Petugas memastikan tidak terjadinya tindakan kekerasan
selama dalam perjalanan
o Kepala Pengamanan melakukan pemeriksaan dengan
menghormati hak-hak narapidana dan tahanan serta
membuat berita acara pemeriksaan
o Kepala Pengamanan mengamankan dan memasukan
pelaku pelarian ke dalam sel isolasi
o Kepala Pengamanan membuat reka ulang kejadian
pelarian dan menggambarkan denah pelarian
o Kepala Pengamanan membuat dokumentasi dan laporan
terkait pelarian
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 54
o Kepala Pengamanan melaksanakan hukuman sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Lapas atau
Rutan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 55
Kemenkumham dan Direktorat Bina Keamanan dan
Ketertiban Ditjenpas
o Penindakan Percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas menerima laporan adanya narapidana dan tahanan
yang melakukan percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas mendatangi lokasi dan menenangkan narapidana
dan tahanan serta memindahkan narapidana dan tahanan
lainnya ke tempat yang lebih aman
o Petugas mengamankan lokasi dan peralatan yang
digunakan untuk melakukan percobaan bunuh diri atau
bunuh diri
o Petugas memeriksa kondisi awal narapidana dan tahanan
yang melakukan percobaan bunuh diri dan bunuh diri
o Petugas menyelamatkan dan mengamankan pelaku yang
masih hidup
o Petugas melakukan penggunaan kekuatan kekuatan
apabila pelaku melakukan penyerangan
o Petugas menghubungi petugas medis Lapas dan Rutan
o Petugas melaporkan segera kepada Kepala Pengamanan
dan Kepala Lapas atau Rutan
o Petugas melakukan evakuasi pelaku yang masih hidup ke
Poliklinik Lapas dan Rutan
o Petugas menghubungi dan mendampingi Polri untuk
melakukan evakuasi korban apabila telah meninggal
o Petugas mendampingi Polri untuk melakukan investigasi
o Petugas melakukan dokumentasi terhadap korban, lokasi
dan peralatan sebelum Polri tiba di lokasi
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 56
o Petugas melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan
pelaku yang masih hidup
o Petugas membuat berita acara pemeriksaan dan
melaporkan hasil pemeriksaan
o Petugas menyerahkan pelaku dan barang bukti ke pihak
Polri jika diduga terjadi tindak pidana
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 57
o Petugas melaporkan segera kepada Kepala Pengamanan
dan Kepala Lapas atau Rutan
o Petugas melakukan evakuasi pelaku yang masih hidup ke
Poliklinik Lapas dan Rutan
o Petugas menghubungi dan mendampingi Polri untuk
melakukan evakuasi korban apabila telah meninggal
o Petugas mendampingi Polri untuk melakukan investigasi
o Petugas melakukan dokumentasi terhadap korban, lokasi
dan peralatan sebelum Polri tiba di lokasi
o Petugas melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan
pelaku yang masih hidup
o Petugas membuat berita acara pemeriksaan dan
melaporkan hasil pemeriksaan
o Petugas menyerahkan pelaku dan barang bukti ke pihak
Polri jika diduga terjadi tindak pidana
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 58
o Petugas menghubungi dan mendatangkan Tim dokter dan
petugas medis
o Petugas menghubungi dan meminta bantuan pengamanan
Polri
o Petugas mengamankan lokasi dan barang bukti yang
diduga menyebabkan keracunan massal dan wabah
penyakit
o Petugas menenangkan narapidana dan tahanan yang tidak
mengalami keracunan massal dan wabah penyakit
o Petugas melakukan investigasi bersama Polri
o Petugas melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perawatan
o Petugas menghitung kembali narapidana dan tahanan
o Petugas membuat berita acara pemeriksaan dan
melaporkan hasil pemeriksaan
o Petugas menyerahkan pelaku dan barang bukti ke pihak
Polri jika diduga terjadi tindak pidana
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 59
kesatuan pengamanan kemudian komandan regu
memerintahkan :
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 60
o Petugas mengusai lokasi pemberontakan dengan
memerintahkan narapidana dan tahanan untuk masuk ke
dalam Blok dan kamar masing-masing dan melakukan
penguncian
o Petugas melakukan penghitungan narapidana dan tahanan
o Petugas mengevakuasi narapidana dan tahanan yang
menjadi korban
o Petugas melakukan penggeledahan badan, kamar dan blok
hunian
o Petugas mengamankan dan memeriksa narapidana dan
tahanan yang menjadi otak pelaku dan terlibat dalam
pemberontakan, serta mengamankan alat bukti
o Petugas melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala
Lapas atau Kepala Rutan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan
kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham
dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Kepala Lapas atau Rutan membuat Laporan Kronologis
Kejadian (LKK);
b). Kebakaran
- Komandan regu mendapatkan laporan dari anggota regu
dengan cara komunikasi melalui HT, memberikan isyarat tanda
bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan
kewaspadaan kepada seluruh petugas maka komanda regu
mengikuti memberikan isyarat tanda bahaya secara berturu
turut dan berantai kemudian melaporkan kepada kepala
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 61
kesatuan pengamanan kemudian komandan regu
memerintahkan :
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 62
o Petugas melakukan penghitungan jumlah petugas,
narapidana dan tahanan
o Petugas mengidentifikasi, mengawal dan mengarahkan
petugas pemadam kebakaran dalam melakukan tugas-
tugas pemadaman dan mencatat peralatan yang dibawa
o Petugas mengamankan dokumen penting, buku-buku
register, gardu listrik beserta jaringannya, gudang
persediaan makanan, gudang barang, kendaraan, senjata
dan amunisi dan aset negara lainnya
o Petugas melakukan evakuasi korban kebakaran
o Petugas menetapkan situasi keadaan darurat kebakaran
apabila skala kebakaran meningkat
o Jika skala kebakaran meningkat, petugas pengamanan
bersama-sama dengan aparat keamanan POLRI/TNI dapat
memindahkan narapidana dan tahanan ke Lapas atau Rutan
terdekat ataupun dititipkan di ruang tahanan POLRI
terdekat
o Dalam skala kebakaran yang merusak seluruh fasilitas
pelayanan Lapas atau Rutan, Kepala Lapas atau Rutan
membentuk posko darurat yang terdiri dari: dapur umum,
layanan kesehatan, MCK umum, pusat komunikasi dan
lain-lain, untuk kepentingan pemulihan
o Petugas mengamankan tempat kejadian kebakaran
o Memastikan peralatan pemadam kebakaran tidak ada yang
tertinggal
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 63
o Petugas melakukan investigasi terhadap kejadian
kebakaran bersama-sama dengan Polri dan dinas Pemadam
kebakaran
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan
kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham
dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Petugas membuat laporan terkait kebakaran
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 64
o Kepala Lapas atau Rutan mengarahkan seluruh petugas
untuk membantu melakukan evakuasi sesuai dengan
rencana evakuasi yang telah dibuat
o Petugas meningkatkan kesiagaan disetiap pos penjagaan
untuk mencegah terjadinya kepanikan atau gangguan
keamanan lainnya dan meningkatkan pengamanan pintu
utama
o Petugas memindahkan narapidana dan tahanan ke dalam
Lapas dan Rutan terdekat atau lokasi yang lebih tinggi
dalam hal terjadi banjir, tsunami dan dampak gunung
meletus
o Petugas meminta bantuan dari Polri dan (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) BNPB
o Petugas mengamankan dokumen penting, buku-buku
register, gardu listrik beserta jaringannya, gudang
persediaan makanan, gudang barang, kendaraan, senjata
dan amunisi dan aset negara lainnya
o Dalam skala bencana alam merusak seluruh fasilitas
pelayanan Lapas atau Rutan, Kepala Lapas atau Rutan
membentuk posko darurat yang terdiri dari: dapur umum,
layanan kesehatan, MCK umum, pusat komunikasi dan
lain-lain, untuk kepentingan pemulihan
o Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi
kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan
kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham
dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Petugas memeriksa sarana dan prasarana Lapas dan Rutan
apabila bencana telah selesai
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 65
d). Penyerangan dari luar
- Komandan jaga memberikan isyarat tanda bahaya secara berturut-
turut dan berantai untuk meningkatkan kewaspadaan kepada
seluruh petugas bahwa ada penyerangan dari luar, maka komandan
regu memerintahkan :
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 66
o Petugas melakukan investigasi bersama dengan pohak
Polri/TNI
o Kepala Lapas atau Rutan membuat laporan atensi kronologis
singkat kejadian dan seketika melaporkan kepada Divisi
Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat Bina
Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas
o Petugas membuat laporan kejadian penyerangan dari luar
setelah situasi aman
D. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara strategi
pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban cobalah
latihan di bawah ini.
E. Rangkuman
Komandan regu harus mengerti prosedur tetap, strategi dan tehnik
pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam
upaya mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan
tugas.
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 67
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 68
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN
Modul Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengamanan Bagi Kepala Regu Page 69
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
PETUGAS PINTU UTAMA PADA
LAPAS DAN RUTAN
MODUL
PROSEDUR TETAP (PROTAP), TEKNIK
DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN
PENINDAKAN GANGGUAN KEAMANAN
KETERTIBAN DI LAPAS DAN RUTAN
Penulis:
Farhan Hidayat Bc.IP.,S.Sos., M.Si
Donny Setiawan, A.Md.IP., SH.,MM
Editor
Haidan S.Pd.,M.Ag
Sambutan ………..………………………………………………………… 3
Kata Pengantar …………………………………………………………… 4
Daftar Isi ………………………………………………………………….... 5
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem keamanan di Lapas, Rutan dan Cabang Rutan pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan
yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan dengan terencana,
terarah dan sistematis sehingga dapat menjamin terselenggaranya kegiatan
perawatan tahanan dan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam
rangka pencapaian tujuan pemasyarakatan.
Untuk menjamin tercapainya tujuan Pemasyarakatan dibutuhkan
situasi dan kondisi yang aman dan tertib dengan melalukan langkah
langkah pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
dengan cara melakukan tugas pokok dan fungsi keamanan dan ketertiban
di seluruh jajaran pemasyarakatan.
B. Deskripsi Singkat
Prosedur Tetap, tehnik pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban yang diterapkan dimaksudkan untuk memandu
peserta melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya pencegahan
dan penindakan gangguan keamanan, terutama tehnik dan tata cara
pelaksanaan pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban yang dijelaskan.
C. Manfaat Modul
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari mata Diklat Prosedur Tetap, strategi dan tehnik
pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban
diLapas/Rutan, peserta Diklat diharapkan mampu menjalankan
Prosedur Tetap dan menerapkanstrategi serta teknikpencegahan dan
penidakan sebagai Petugas Pintu Utama (P2U) untuk mengurangi
tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.
B. Pengertian
1. Prosedur /Standar Operasional Prosedur
D. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai dasar
pembentukan petugas pintu utama, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara fahami tentang Petugas Pintu Utama itu sendiri?
2. Jelaskan tugas pokok dan fungsi petugas pintu utama!
3. Dalam menjalankan tugas, terdapat aturan dasar petugas pintu utama?
Jelaskan!
A. Pengertian
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas
dalam kurun waktu tertentu. Pencegahanan adaah mengambil suatu
tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian. Penindakan
adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menyelamatkan, melindungi dan memulihkan keadaan. Gangguan
keamanan dan ketertiban adalah situasi kondisi yang menimbulkan
keresahan, ketidaknyamanan, ketidaktertiban kehidupan dan kelesamatan
jiwa dari luar maupun dari dalam.
E. Rangkuman
Petugas pintu Utama harus mengerti strategi pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam upaya mengurangi
tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.
D. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara dalam melakukan
tehnik dan tatacara pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban cobalah latihan di bawah ini
1. Apa yang saudara ketahui tentang tehnik dan tatacara pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban ? Jelaskan .
2. Praktekan tehnik dan tatacara pencegahan gangguan keamanan dan
ketertiban yang dilakukan petugas pintu utama !
3. Apa saja penindakan yang dilakukan oleh petugas pintu utama ?
Jelaskan!
E. Rangkuman
Petugas pintu Utama haru mengerti strategi pencegahan dan
penindakan gangguan keamanan dan ketertiban dalam upaya mengurangi
tingkat kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tugas.
Kesimpulan
PERATURAN
MODUL
TEKNIK KOMUNIKASI PETUGAS
PENGAMANAN
Penulis:
Moch. Akbar Hadiprabowo
Editor:
Nurohma
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hal ini mutlak dimiliki oleh setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
dewasa ini dituntut mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan
1
benar. Selain tentunya sebagai bentuk profesionalisme dari setiap ASN
dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sesuai dengan
visi dan misi suatu organisasinya. Namun juga sangat penting dan
bermanfaat, agar komunikasi tidak berdampak buruk jika tidak
dilakukan dengan semestinya atau tidak menggunakan pendekatan yang
benar. Sehingga dalam hal ini diperlukan suatu bentuk atau model
komunikasi yang benar, tepat dan menarik melalui teknik komunikasi yang
memadai.
Kejadian dan keluhan ini tentu tidak boleh terulang lagi. Oleh karena
2
itu, modul Teknik Komunikasi ini secara lebih khusus akan memberikan
pemahaman dan membekali kemampuan para petugas pengamanan di lingkungan
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Kementerian Hukum dan HAM dalam menerapkan teknik komunikasi
yang efektif dan menarik sehingga dapat melaksanakan tugas
kesehariaanya dengan benar dan tepat.
B. Deskripsi Singkat
C. Hasil Belajar
3
5. Mempraktekkan teknik dan etika komunikasi bagi petugas
pengamanan Lapas dan Rutan
E. Materi Pokok
G. Manfaat
4
peralatan pendukung komunikasi, penampilan, sikap tubuh dan
cara bicara yang baik.
H. Petunjuk Belajar
5
BAB II
KONSEP DASAR KOMUNIKASI
A. Konsep Komunikasi
6
Hovland, Janis & Kelley (1953) memberikan pengertian komunikasi
sebagai suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan
tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya
(khalayak). (Sasa Djuarsa, 1993 : 7). Melalui penggunaaan symbol-
symbol seperti kata- kata, gambar- gambar, angka- angka dan lain- lain.
Komunikasi juga dapat diartikan hubungan kontak antar dan antara
manusia baik individu maupun kelompok (AW.Widjaja, 1986:1).
7
Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam dari kegiatan
komunikasi karena yang disampaikan orang komunikasi bukan kata-kata,
tetapi arti atau makna dari kata-kata. Yang ditanggapi orang dalam
komunikasi bukan kata-kata, tetapi makna dari kata-kata.
a. Komunikator (sender)
Komunikator sebagai sumber komunikasi mempunyai maksud
berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan
kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa
berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-
simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
8
b. Pesan (message)
Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media
atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Contohnya berbicara langsung melalu telepon, surat, e-mail, atau
media lainnya.
c. Media (channel)
Media merupakan alat yang menjadi penyampai pesan dari
komunikator ke komunikan.
d. Komunikan (receiver)
Komunikan menerima pesan yang disampaikan dan
menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang
dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
9
komunikator perlu memastikan bahwa komunikan dapat mengoperasikan
media komunikasi dengan sebaiknya untuk memaksimalkan
pencapaian tujuan komunikasi. Faktor eksternal ini sering menjadi penyebab
ketidak berhasilan suatu komunikasi (contohnya ketidakmampuan komunikan
mengoperasikan alat komunikasi).
B. Teknik Komunikasi
Untuk mencapai komunikasi yang baik perlu dilakukan dengan singkatan
JEBPLES yaitu: jelas, benar, penuh pertimbangan, lengkap dan singkat.
Selain itu berkomunikasi hendaknya memperhatikan : 5 W & 1 H
(whom, who, what, when, where and how).
1. Whom : siapa yang akan diajak berkomunikasi
2. Who : siapa yang akan berkomunikasi
3. What : apa isi yang tepat untuk berkomunikasi
4. When : kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi
5. Where : dimana lokasi yang tepat untuk mengkomuniukasikan
pesan tersebut
6. How : bahasa, media, style yang dipakai untuk berkomunikasi.
10
Kelihaian berkomunikasi dibutuhkan sejak awal membuat status di media
social, menuliskan lamaran, membuat CV, test wawancara, untuk
meyakinkan penguji tentang kualifikasi kita. Saat diterima bekerja
menjadi seorang karyawan atau karyawati, peran komunikasi pun tidak
kalah penting untuk menjaga hubungan baik dengan atasan, dengan
rekan kerja, dengan bawahan, dengan pelanggan, dengan supplier. Agar
para stake holkder memahami dengan baik kemampuan kita, diperlukan
kemampuan berkomunikasi yang baik.
Jika kita perhatikan, tidak ada satu pun pemimpin dunia, politikus ulung,
pebisnis, negosiator, pengacara, artis yang tidak memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik. Barrack Obama misalnya, mampu menjadi
presiden Amerika Serikat walaupun berasal dari kalangan kulit hitam.
Salah satu sebab utamanya, karena Obama memiliki kemampuan
berkomunikasi yang luar biasa. Dia mampu meyakinkan public Amerika
tentang kemampuannnya membawa AS menuju masa depan yang lebih
baik.
1. Appearance : penampilan
2. Words : perkataan
3. Tone : nada bicara
11
4. Actions : apa yang anda lakukan
5. Behavior : bagaimana anda melakukannya
6. Reaction of others : respon orang lain kepada kita
7. Results : pencapaian atau prestasi
1. Ucapan yang jelas dan idenya tidak ada makna ganda, utuh.
2. Berbicara dengan tegas, tidak berbelit-belit
3. Memahami betul siapa yang diajak bicara, hadapkan wajah dan
badan, pahami pikiran lawan bicara.
4. Menyampaikan tidak berbelit-belit, tulus dan terbuka.
5. Sampaikan informasi dengan bahasa penerima informasi.
6. Menyampaikan dengan kemampuan dan kadar akal penerima
informasi
7. Sampaikan informasi dengan global dan tujuannya baru detailnya.
12
8. Berikan contoh nyata, lebih baik jadikan anda sebagai model
langsung.
9. Sampaikan informasi dengah lembut, agar berkesan, membuat sadar
dan menimbulkan kecemasan yang mengcerahkan.
10. Kendalikan noise dan carilah umpan balik untuk meyakinkan
informasi anda diterima. Contoh dengan bertanya atau menyuruh
mengulanginya. Dengan adanya beberapa teknik komunikasi ini
diharapkan hambatan-hambatan dalam komunikasi dapat
diminimalisasi. Bukan hanya komunikasi antar individu saja yang
membutuhkan teknik komunikasi, dalam berkomunikasi dengan
stakeholder atau antar karyawan juga perlu teknik komunikasi
tersendiri.
13
2. Persuasif Communication (Komunikasi Persuasif)
Komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku komunikan yang lebih menekan sisi psikologis
komunikan. Penekanan ini dimaksudkan untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku, tetapi persuasi dilakukan dengan halus,
luwes, yang mengandung sifat-sifat manusiawi sehingga
mengakibatkan kesadaran dan kerelaan yang disertai perasaan
senang. Agar komunikasi persuasif mencapai tujuan dan sasarannya,
maka perlu dilakukan perencanaan yang matang dengan
mempergunakan komponen-komponen ilmu komunikasi yaitu
komunikator, pesan, media, dan komunikan. Sehingga dapat
terciptanya pikiran, perasaan, dan hasil penginderaannya
terorganisasi secara mantap dan terpadu. biasanya teknik ini efektif,
komunikan bukan hanya sekedar tahu, tapi tergerak hatinya dan
menimbulkan perasaan tertentu.
14
Dengan menguasai keterampilan berkomunikasi, para alumni Diklat
Teknik Pengamanan lebih terampil dalam menyampaikan laporan,
pemikiran, telaah staf kepada pimpinan dan masyarakat umum, sehingga
substansi dari apa yang dikomunikasikan dan atau dipresentasikan benar-
benar dimengerti oleh pendengar.
C. Etika Komunikasi
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur
tentang tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling
menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun, tata krama,
protokoler, dan lain-lain. Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga
kepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa senang,
tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan
perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku
serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia secara umum. Tata
cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam
bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan
etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani
disebut ethicos yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-
kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia. Etika
menurut para ahli adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana
yang buruk. Menurut D.P. Simorangkir dinyatakan bahwa etika atau etik
adalah pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai
yang baik.Sementara menurut pendapat Sidi Cjajalba diterangkan bahwa
etika ialah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari
segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Lalu
15
pendapat yang disampaikan oleh A. Voemans mendefinisikan bahwa
etika dan etik terdapat hubungan yang erat dengan masalah pendidikan.
Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang
membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai
baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika dalam perkembangannya
sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika pada akhirnya
membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini
dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita.
Dari pengertian dasar dan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
dapat disimpulkan bahwa etika komunikasi adalah norma, nilai, atau
ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu
masyarakat.
Etika komunikasi ini sangat penting, bahkan menjadi faktor penentu
dalam suatu perkumpulan atau organisasi. Sebab dalam setiap
perkumpulan atau organisasi segala kegiatan yang ditujukan untuk
pencapaian tujuan selalu erat kaitannya dengan aktivitas komunikasi.
Proses komunikasi itu terjadi antara sesama anggota dari organisasi
mulai dari sesama pimpinan, pimpinan dengan bawahan atau staf, antara
sesama bawahan/ staf. Sehingga untuk menjaga agar proses komunikasi
tersebut berjalan baik dan menjaga tidak menimbulkan dampak negatif,
maka diperlukan etika komunikasi.
Cara paling mudah menerapkan etika komunikasi dalam organisasi ialah,
semua anggota dan pimpinan organisasi perlu memperhatikan beberapa
hal berikut ini:
1. Tata krama pergaulan yang baik
2. Norma kesusilaan dan budi pekerti
3. Norma sopan santun dalam segala tindakan
16
Tiga cara penerapan etika komunikasi itu, menurut peneliti etika
komunikasi disimpulkan bahwa semua tentang bagaimana tutur bahasa
yang sopan, nada bicara yang lembut dan bahkan mimik wajah yang
ramah ditunjukan kepada lawan bicara. Etika komunikasi mencoba untuk
mengkolaborasi standar etis yang digunakan oleh komunikator dan
komunikan.
17
1. Kepercayaan penerima pesan (komunikan) terhadap komuni- kator
serta keterampilan komunikator berkomunikasi (menyajikan isi
komunikasi sesuai tingkat nalar komunikan).
2. Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan
komunikan.
3. Pengalaman yang sama tentang isi pesan antara komunikator dan
komunikan.
4. Kemampuan komunikan menafsirkan pesan, kesadaran dan
perhatian komunikan akan kebutuhan atas pesan yang diterima.
5. Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan
menantang).
6. Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media
yang sesuai dengan jenis indera penerima pesan.
E. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai konsep dasar
komunikasi, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang anda ketahui tentang komunikasi?
2. Apa yang dimaksud dengan proses komunikas dan bagaimana
terjadinya?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan JEBPLES dan 5W1H?
4. Jelaskan pengertian etika komunikasi dan arti pentingnya dalam
organisasi?
5. Apa saja penyebab dari kegagalan dari komunikasi dan kriteria
keberhasilan sebuah komunikasi
18
F. Rangkuman
Dalam bab ini menjelaskan kepada peserta diklat tentang konsep dasar
komunikasi, yakni pemahaman mengenai dasar-dasar komunikasi yang
dimulai dari pengertian konsep komunikasi yang diartikan sebagai proses
penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan media dan cara penyampaian informasi yang tepat
dengan tingkat pemahaman esensi komunikan yang sama lewat
transmisi pesan informasi yang simbolik.
19
BAB III
TEKNIK DAN ETIKA KOMUNIKASI PETUGAS
PENGAMANAN PINTU UTAMA
20
Ada beberapa unsur yang dapat dijadikan obyek komunikan (penerima
pesan) yaitu masyarakat yang terdiri dari pengunjung atau tamu dinas, para
petugas dan wargabinaan pemasyarakatan. Melalui berbagai model dan jenis
komunikasi, maka petugas pengamanan Lapas ataupun Rutan dapat
menerapkan teknik komunikasi yang baik dan benar agar maksud dari
komunikator (pengirim pesan) dapat diterima oleh komunikan (penerima
pesan) sehingga merespon pesan/informasi dan melakukan aktifitas sesuai
yang diharapkan.
Namun demikian materi pada modul Diklat kali ini, akan lebih difokuskan
kepada teknik komunikasi bagi petugas pengamanan di area Pintu
Pengamanan Utama atau lebih dikenal dengan P2U. Sebagaimana kita
ketahui bahwa petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U) mempunyai tugas:
21
Sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Lapas
dan Rutan, terutama mencegah masuknya barang barang terlarang, namun
para petugas pengamanan ini juga termasuk Aparatur Sipil Negara yang
tunduk kepada Undang Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
Oleh karena itu ada beberapa teknik dan etika komunikasi yang perlu
diterapkan dalam mendukung tugas pokok dan fungsinya sehingga dalam
melaksanakan tugasnya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun teknik dan etika komunikasi yang dapat diterapkan para petugas
pengamanan pintu utama di lingkungan Lapas dan Rutan dapat diuraikan
sebagai berikut:
22
3. Papan pengumuman Syarat dan tata cara berkunjung atau bertamu di
lingkungan Lapas/Rutan;
4. Fhoto Menteri atau Dirjen yang digeledah oleh Petugas P2U ketika
memasuki area P2U;
5. Jadwal Kunjungan dan lamanya waktu kunjung, dan sebagainya.
23
segera. Melalui peralatan ini komunikasi bisa dilakukan tanpa harus
bertemu langsung.
3. Panic button, merupakan peralatan komunikasi keamanan yang
terhubung ke kepolisian ataupun pemadam kebakaran sebagai tanda
atau informasi bahwa telah terjadi gangguan keamanan atau
kebakaran di Lapas/Rutan tersebut.
C. Penampilan Petugas Pengamanan
Mengapa penampilan (Performance) sangat penting artinya bagi seorang
anggota Petugas pengamanan pintu utama? Penampilan petugas
pengamanan merupakan jenis komunikasi verbal dan jenis komunikasi
perilaku. Karena kita dinilai orang pertama kalinya berdasarkan
penampilan kita. Penampilan yang baik merupakan wujud dari
komunikasi dalam upaya meningkatkan citra seorang anggota Petugas
pengamanan pintu utama.
24
1. Rambut pendek dan rapih (tidak berjambul, bergaya Mohawk,
punk, Emo, dsb), usahakan menggunakan minyak rambut agar
rambut kelihatan basah dan wajah terlihat segar.
2. Menata atau merapihkan cambang dan kumis (apabila ada) agar
terlihat lebih rapih dan berwibawa.
3. Selalu menggosok gigi atau berkumur setelah selesai makan agar
sisa makanan tidak terselip di gigi dan nafas menjadi harum.
4. Kuku tangan dipotong pendek dan rapih.
5. Pada saat bertugas, yang boleh dikenakan hanyalah Jam tangan
dan cincin kawin polos (Cincin Batu Ali, Gelang Akar Bahar dan
Kalung tag agar ditanggalkan).
6. Baju PDH diganti baru setiap akan bertugas agar kerah baju tidak
terlihat kotor dan kumal.
7. Menggunakan kaos dalam putih / kaos singlet untuk seragam
PDH dan Kaos warna biru tua (Dongker) untuk seragam PDL.
8. Seragam disetrika dengan rapih.
9. Menggunakan atribut seragam dengan rapih dan lengkap.
10. Menggunakan ikat pinggang.
11. Koppelrim di brasso agar mengkilat.
12. Menggunakan kaos kaki warna hitam atau biru tua dan polos
tidak bercorak.
13. Sepatu PDH/PDL disemir agar mengkilat dan bersih.
25
Memperbaiki sikap tubuh dimulai dari :
1. Sikap Berjalan
Berjalanlah dengan badan yang tegak (tegak ini berarti bahu ditarik,
dada di kembangkan), kepala tidak menunduk, pandangan lurus ke
depan, tangan diayunkan pada saat melangkah, kepalan tangan
mengepal, apabila membawa barang, simpan barang tersebut di
tangan kiri supaya kita bisa sigap menghormat apabila bertemu
dengan atasan. Berjalanlah dengan sedikit cepat, tapak sepatu tidak
boleh bergesekan dengan lantai (Jangan melangkah dengan kaki
diseret).
2. Sikap Duduk
Duduklah dengan tegak, punggung lurus, jangan bersandar, simpan
kedua lengan di atas meja / diatas paha, pandangan mata lurus ke
depan mengawasi sekitar. Dilarang menggunakan HP (Gadget
lainnya) saat bertugas, apalagi membaca koran, mengisi TTS,
makan – minum dan merokok di meja tugas. Gunakan waktu istirahat
untuk melakukan hal tersebut.
Pada awalnya duduk dengan tegak membuat punggung kita terasa
pegal, tapi lama kelamaan kita akan terbiasa juga duduk dengan
punggung yang lurus.
26
4. Sikap Memandang
Jangan salah dalam memandang orang lain, alih-alih kita berniat
untuk membuat kontak yang lebih intim malah jadinya kita dianggap
sebagai orang yang kurang ajar atau miss komunikasi.. Hati-hati
dalam membuat kontak mata (Eyes Contact) karena mata adalah
jendela jiwa, mata bisa menunjukan hasrat yang tersembunyi, mata
bisa menunjukan kekurang pedean, mata juga bisa memancarkan
kekuatan batin, jangan sampai kita melakukan kontak mata, malah
kita sendiri sebagai petugas keamanan malah menundukan mata
karena kalah wibawa. Jadi ke titik mana kita pusatkan pandangan
apabila kita menatap wajah orang lain? Fokuskanlah pandangan kita
ke satu titik di dahi antara kedua alis sehingga kita terlihat
memandang dengan sopan tapi tanpa terganggu oleh tatapan mata,
bibir dan ke-sexy-an orang tersebut (Prinsipnya sama dengan “Kaca
mata Kuda” supaya kita bisa konsentrasi dan tidak jelalatan kemana-
mana). SIkap memandang ini penting bagi petugas pengamanan pintu
utama, terutama ketika membuka pintu kotak kecil saat mengecek
dan memastikan siapa tamu atau pengunjung yang mengetuk pintu.
5. Sikap Menegur
Apa yang salah ketika seorang anggota petugas pengamanan pintu
utama menegur seseorang yang melanggar peraturan atau berlaku
tidak tertib, orang tsb tidak mengindahkannya bahkan tidak peduli
dengan teguran petugas pengamanan pintu utama? Apapun
pelaksanaan tugasnya, mau itu menegur untuk menertibkan,
menegakan peraturan atau memperingatkan agar mengikuti
peraturan, semuanya bergantung pada cara melaksanakannya.
Adapun cara mengkomunikasikan bahwa yang dilakukan
27
pengunjung/tamu/petugas adalah benar yaitu dengan memperhatikan
beberapa hal seperti di bawah ini :
a. Berprasangka Baik
Menanyakan secara baik baik, maksud dan tujuan pelanggaran tata
tertib yang dilakukan dengan sopan, tidak perlu pasang muka
galak atau menyeramkan. Jadi berprasangka baiklah, siapa tahu
memang orang tsb benar-benar tidak tahu peraturan yang berlaku
di tempat kita bertugas. Cukup beri tahu dan menyampaikan
peraturan yang berlaku dengan etika dan kesopanan.
b. Empati
Empati, yaitu kemampuan menciptakan keinginan untuk
menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang
lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan,
mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Kalau kita bisa
memahami bagaimana rasanya seseorang yang memiliki keluarga
yang sedang menjalani hukuman atau dipidana, tentu saja perasaan
sedih, bingung, galau, resah bukan? (Kata orang istilahnya
GEGANA, gelisah, galau, merana).
28
d. Gunakan “Magic Word”
Selalu gunakan “Magic Word” apa itu?, “Magic Word” adalah
kata “Maaf....” (Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat uraian di
bawah).
Contoh :
1) “Maaf ibu, ijin kami geledah dulu barang bawaannya, ya!”
2) “Maaf pak, HPnya sudah ditaruh di loker?”
e. Berikan Solusi
Hal yang terakhir yang harus dilakukan seorang anggota Petugas
pengamanan pintu utama adalah dengan memberikan solusi, orang
akan merasa terganggu kalau kepentingan / kebutuhannya tidak
terpenuhi. Misalnya seorang pengunjung yang akan mengunjungi
anaknya, ternyata masih ditahan di Kepolisian, berikan informasi
secukupnya.
6. Bahasa Tubuh
Salah satu pengertian komunikasi disebutkan bahwa komunikasi
adalah “Suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui
sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku” (Webster
New Collogiate Dictionary).
Yang menjadi fokus kita saat ini adalah “tingkah laku”, artinya apa?
Artinya sikap tubuh ketika kita berbicara walaupun mulut terkunci
rapat! Orang bisa tahu apakah kita senang, sedang malas, marah,
tidak peduli, merasa terganggu, tidak ikhlas, dll, hanya dari bahasa
tubuh kita yang kita lakukan tanpa kita sadari.
Bahasa tubuh positif, misalnya :
a. Badan menghadap penuh dan sedikit condong kearah orang
yang kita hadapi.
29
b. Tersenyum.
c. Wajah terlihat antusias.
30
penyelesain apabila terjadi peristiwa yang berdampak kepada
gangguan keamanan di area Pintu Utama.
31
16) Saya harap...
F. Latihan
Petunjuk. Beri jawaban lengkap kepada setiap butir pertanyaan berikut ini.
1. Jelaskan apa itu JEBPLES dan 5 W & 1 H ?
2. Jelaskan Penggunaan symbol atau tanda gambar?
3. Jelaskan Penggunaan peralatan pendukung merupakan hal yang
prinsip untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok?
4. Jelaskan bagaimana sikap tubuh dan cara bicara yang baik?
32
G. Rangkuman
Dalam bab ini menjelaskan kepada peserta diklat tentang teknik, strategi
dan etika komunikasi yang harus dimiliki dan dipraktekkan oleh seorang
petugas pengamanan dalam melaksanakan tugas tugas pengamanan di
lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan
Negara (Rutan).
Adapun teknik dan etika komunikasi yang dapat diterapkan para petugas
pengamanan pintu utama di lingkungan Lapas dan Rutan meliputi
bagaimana cara penggunaan simbol atau tanda gambar, penggunaan
peralatan pendukung komunikasi, penampilan petugas pengamanan, sikap
tubuh yang baik, cara bicara yang baik.
33
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Salah satu kemampuan mendasar yang harus dimiliki oleh setiap petugas
P2U adalah kemampuan komunikasi. Sebab semua kontak dimulai
dengan komunikasi. Oleh karenanya, melalui materi diklat teknik
komunikasi ini diharapkan peserta diklat menguasai teknik, strategi dan
etika komunikasi dalam melaksanakan tugas tugas pengamanan di
lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan
Negara (Rutan) sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Hukum dan HAM nomor 33 tahun 2015 tentang Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
B. Tindak Lanjut
34
meningkatkan kompetensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik para
pegawai/ petugas pengamanan Lapas dan Rutan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, sehingga mampu memiliki kompetensi untuk
memahami dalam berkomunikasi yang dapat mendukung pelaksanaan
tugas kesehariaannya lebih profesional.
35
DAFTAR PUSTAKA
C. Buku- Buku:
Aubrey Fisher, 1998. Teori-Teori Komunikasi . Bandung: Remaja
Rosdakarya.
A.W. Widjaja. 1986. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta:
Bina Aksara.
Baran, Stanley J. 2012. Pengantar Komunikasi Massa Jilid 1 Edisi 5.
Penerjemah : S. Rouli Manalu, Editor : Yayat Sri Hayati.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Budyatna, Muhammad & Leila Mona Ganiem. 2011. Teori Komunikasi
Antarpribadi. Jakarta : Kencana.
Cangara, H. Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta,
Deddy Mulyana, 2007. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Devito A. Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta :
Profesional Books.
Hovland,C.I.,Janis,I.L.,dan Kelley.1953.Communication and
persuation.New Haven: Yale University Press.
Jerry L. Winsor dan James J. Floyd, Komunikasi Bisnis dan Profesional
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996).
Johannesen, Richard L. 1996. Etika Komunikasi Edisi Ke-3, Editor :
Dedy Djamaluddin Malik dan Deddy Mulyana. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Dedy & Rakhmat, Jalaluddin,.1993. Komunikasi Antar-
budaya, Bandung: PT Remaja.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung :
Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu
36
Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Naim, Ngainun. 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. Yogjakarta:
ArRuzz Media.
Nurudin. 2014. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.
Rahardi, Kunjana. 2012. Menulis Artikel Opini & Kolom di Media
Massa. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Rakhmat, Jalaluddin. 2014. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Rohim, H. Syaiful.2009. Teori Komunikasi : Perspektif, Ragam, dan
Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Rosdakarya. 143 Effendy,Onong Uchyana, 1986, Dinamika Komunikasi,
Rosda Karya Bandung.
Sendjaya, Sasa Djuarsa. 1993. Teori Komunitas. Universitas Terbuka.
Jakarta.
Tamburaka, Apriadi. 2013. Agenda Setting Media Massa. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Wasesa, Silih Agung. 2006. Strategi Public Relations. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
D. Internet
Komunikasi Efektif,
http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/2007/11/komunika
si-efektif-1.html
Model Interaksional Suatu Teori,
http://stetephanie.blogspot.com/2010/09/model-interaksional-
suatu-teori.html
37
Teori Komunikasi, http://wikipedia.com/teori-komunikasi.html
Macam-macam Teori Komunikasi,
http://reniekurniati.blogspot.com/2010/11/macam-macam-
teori-komunikasi.html
Proses Komunikasi secara linear,
http://juprimalino.blogspot.com/2011/10/proses-komunikasi-
secara-linear.html
Pengertian Konsep dan model komunikasi,
http://rumakom.wordpress.com/2010/10/31/pengertian-
konsep-dan-model-komunikasi/
Pengertian Komunikasi, Tujuan Komunikasi, Jenis-jenis Komunikasi,
dan Unsur-unsur Komunikasi,
http://www.ilmusahid.com/2015/09/pengertian-komunikasi-
tujuan-komunikasi.html
38
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN
MODUL
TEKNIK DAN STRATEGI PENANGANAN HURU HARA
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS PENGAMANAN
LAPAS DAN RUTAN
Penulis
Donny Setiawan, A.Md.IP., SH.,MM
Editor
Dr. Arisman, ST., MM
Lembar i
Judul
Kata ii
Pengantar iii
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Deskripsi Singkat 1
C. Manfaat Modul 1
D. Tujuan Pembelajaran 2
E. Materi Pokok 2
F. Sub Materi 2
G. Petunjuk Belajar 3
ii
BAB Penutup 24
IV Kesimpulan 24
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul ini memiliki keterkaitan dengan pembahasan pada modul
lainnya, jika peserta telah memahami isi modul ini maka peserta akan lebih
mudah memahami secara utuh tentang sistem keamanan di Lapas, Rutan dan
cabang Rutan yang merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan
dan penghidupan yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan dengan
terencana, terarah dan sistematis sehingga dapat menjamin terselenggaranya
kegiatan perawatan tahanan dan pembinaan warga binaan pemayasyarakatan
(WBP) dalam rangka pencapaian tujuan pemasyarakatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dibutuhkan situasi dan kondisi yang aman dan tertib dengan
serangkaian langkah-langkah pencegahan dan penindakan gangguan
keamanan dan ketertiban di seluruh jajaran pemasyarakatan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, modul ini disusun sebagai sarana untuk
membekali pengetahuan dan keterampilan petugas dalam menjalankan salah
satu tugas pokok dan fungsinya yaitu penanganan ketika terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban khususnya kejadian kerusuhan atau huru hara di
Lapas dan Rutan. Kerusuhan atau huru-hara terjadi pada saat sekelompok
orang berkumpul bersama untuk melakukan tindak kekerasan, biasanya
sebagai tindakan balasan terhadap perlakuan yang dianggap tidak adil ataupun
sebagai upaya penentangan terhadap sesuatu. Pengendalian huru hara
merupakan suatu upaya mengatasi kerusuhan guna mewujudkan rasa aman
dan tertib di lingkungan Lapas dan Rutan.
1
B. Deskripsi Singkat
Pembahasan awal dalam modul ini mengantarkan pembaca untuk
mengetahui tentang pengertian dan klasifikasi gangguan keamanan dan
ketertiban di Lapas dan Rutan. Pembahasan selanjutnya tentang teknik dan
strategi penanganan huru hara, meliputi: tim tanggap darurat (TTD), formasi,
perintah untuk regu tameng dan senjata, serta perlengkapan dalmas.
C. Manfaat Modul
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah
peserta diklat memperoleh pemahaman yang memadai tentang gangguan
keamanan dan ketertiban serta teknik dan strategi cara melakukan penanganan
huru hara di Lapas dan Rutan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu
menerapkan teknik dan strategi penangan huru hara di tempat tugas
masing-masing untuk menciptakan kondisi yang aman dan terkendali.
2. Indikator Hasil Belajar
Indikator-indikator hasil belajar ini adalah:
1. Peserta dapat menjelaskan gangguan keamanan dan ketertiban di
Lapas dan Rutan.
2. Peserta dapat menerapkan teknik dan strategi penanganan huru
hara di Lapas dan Rutan
E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah sebagai berikut :
1. Gangguan keamanan dan ketertiban.
2
2. Teknik dan strategi penanganan huru hara.
G. Petunjuk Belajar
1. Petunjuk Untuk Peserta Diklat
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
diklat teknik dan strategi penangan huru hara dapat berjalan lebih
lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, anda kami
sarankan mengikuti langkah-langkah sebagaiberikut:
a. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau
tujuan pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena
indikator belajar memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar
menetapkan apa yang harus anda capai.
b. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan
sampai dengan Bab IV.
c. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas pada
akhir bab.
d. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata diklat ini
tergantung pada kesungguhan anda. Belajarlah secara mandiri
atau berkelompok secara seksama. Untuk belajar mandiri, dapat
3
seorang diri, berdua atau berkelompok dengan yang lain untuk
mempraktikkan strategi dan tehnik pencegahan dan penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban yang baik dan benar.
e. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain,
seperti yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan
jangan segan-segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai
kompetensi dalam hal teknik dan strategi penangan huru hara di
Lapas dan Rutan.
4
BAB II
GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI LAPAS DAN
RUTAN
5
berbagai cara, yaitu: pemeriksaan pintu masuk, penjagaan, pengawalan,
penggeledahan, inpeksi, control, kegiatan Intelijen, pengendalian peralatan,
pengawasan komunikasi, pengendalian lingkungan, penguncian, penempatan
dalam rangka pengamanan, investigasi dan reka ulang dan tindakan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai gangguan
keamanan dan ketertiban di Lapas dan Rutan, kerjakan latihan di bawah ini!
6
1. Jelaskan pengertian gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas dan
Rutan!
2. Jelaskan klasifikasi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas dan
Rutan !
D. Rangkuman
Sistem keamanan di Lapas, Rutan dan cabang Rutan pada dasaranya
merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan
yang teratur, aman dan tentram. Upaya ini dilakukan dengan terencana, terarah
dan sistematis dalam rangka pencapaian tujuan pemasyarakatan. Gangguan
keamanan dan ketertiban adalah suatu kondisi yang menimbulkan keresahan,
ketidakamanan, serta ketidaktertiban kehidupan di dalam Lapas dan Rutan.
Beragam gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi antara lain : kejadian
perkelahian, percobaan pelarian, pelarian, penyerangan terhadap petugas,
pelanggaran tata tertib, percobaan bunuh diri atau bunuh diri, keracunan
massal atau wabah, pemberontakan, kebakaran bencana alam dan
penyerangan dari luar.
7
BAB III
TEKNIK DAN STRATEGI PENANGANAN HURU HARA
A. Pengertian
Penindakan terhadap keadaan tertentu seperti pemberontakan,
kebakaran, bencana alam, penyerangan dari luar dilakukan oleh tim tanggap
darurat dengan cara sebagai berikut:
a. membunyikan tanda bahaya;
b. mengamankan orang, lokasi, barang atau tempat kejadian perkara dan/atau
c. mengamankan pelaku yang diduga dapat menimbulkan atau melakukan ancaman
gangguan keamanan dan ketertiban.
Tim tanggap darurat (TTD) atau Emergency Response Team (ERT)
adalah sekelompok petugas yang dilatih mengenai teknik-teknik pengendalian
massa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, jumlah satu regu biasanya
terdiri dari 15 petugas. Ke-15 petugas ini termasuk komandan regu, satu
personil gas, ditambah 13 petugas lain yang digunakan untuk membentuk
formasi. Penggunaan tim tanggap darurat (TTD) di Lapas dan Rutan
dilakukan untuk mengendalikan gangguan seperti kerumunan yang tidak bisa
diatur, kelompok orang dan atau individu yang mengganggu. Kendali
gangguan adalah sebuah metode menggunakan jumlah kekuatan minimum
untuk mengendalikan situasi yang berbahaya, tujuannya adalah untuk
melindungi staf, warga binaan atau tahanan serta bangunan pemerintah dari
situasi-situasi yang berbahaya.
8
B. Perlengkapan Dalmas
a) Tameng Lengkung
• Digunakan oleh regu tim tanggap darurat baris depan untuk
melindungi diri terhadap tonjokan, tendangan, senjata tumpul, dan
lemparan.
• Juga digunakan untuk menangkap dan mengendalikan warga binaan
yang memberontak.
• Bentuk melengkung akan memantulkan objek yang dilemparkan
sehingga menjauh dari regu.
• Baris terdepan regu yang memegang tameng akan merapatkan tameng
sehingga membentuk dinding yang menangkis benda ataupun warga
binaan mau menerobos barisan.
• Tameng dipegang dengan memasukkan tangan melalui sabuk
pemegang kemudian tangan itu memegang pegangan yang satu lagi.
• Tameng dipegang rapat pada badan.
• Jarak dan interval normal antara para petugas adalah sekitar 38 cm.
• Jarak dan interval normal antara tameng adalah sekitar 5-8 cm.
b) Tongkat dalmas
• Biasanya dibuat dari kayu keras yang tidak mudah pecah atau rusak.
9
• Petugas yang dilengkapi pentungan dalmas harus terlatih dalam
menggunakannya.
• Pelatihan penggunaan pentungan dalmas diantaranya adalah
pengetahuan titik-titik tubuh manusia yang lemah dan fatal, posisi
dasar dan tindakan perlindungan, dan formasi dalmas dengan tongkat
dalmas.
Berikut ini tiga langkah wajib untuk mendapatkan genggaman tongkat
dalmas yang baik.
1. Tali pada tongkat pertama-tama ditaruh melingkari ibu jari.
2. Tongkat dalmas kemudian dipegang dengan posisi yang
memungkinkan tali untuk menggantung melintasi punggung
tangan.
3. Tangan kemudian digulingkan ke arah pegangan tongkat dalmas,
yang membuat tali ditekan oleh telapak tangan.
Teknik menggenggam tongkat dalmas tersebut di atas memudahkan
seseorang untuk menggenggam tongkat dengan aman dan
memudahkan pelepasan senjata hanya dengan merenggangkan tangan.
10
d) Rompi Pelindung
• Melindungi terhadap pukulan, tendangan, senjata tumpul, lemparan,
peluru dan sabetan senjata tajam.
• Tidak efektif terhadap tusukan senjata tajam seperti pisau, gancu, dsb.
• Dipakai seperti rompi dengan penutup velcro atau kait.
e) Masker Gas
• Mencegah dampak zat kimia yang membuat tim tanggap darurat
lumpuh.
• Ketika dikenakan dengan benar, masker gas akan menyaring partikel
yang mengganggu terpisah dari udara sehingga tanggap darurat tetap
bisa melanjutkan fungsinya.
1. Persyaratan
11
2. Persiapan
12
• Ketua TTD melakukan evaluasi pelaksanaan tugas
• Ketua TTD membuat laporan pelaksanaan tugas
a) Pembatasan Gerak
• Menggunakan borgol dan rantai kaki yang terdiri dari
pembatasan gerak pasif dan pembatasan gerak taktis
• Pembatasan gerak pasif digunakan saat narapidana dan
tahanan patuh dan secara suka rela, menghadiri sidang
pengadilan, perawatan medis dan pemindahan
• Pembatasan gerak taktis digunakan saat narapidana dan
tahanan melawan, menolak perintah dan membahayakan
orang
• Penggunaan borgol plastik (flex cuffs) yang merupakan borgol
sementara hanya dapat digunakan sebanyak 1 (satu) kali
dalam jumlah besar untuk mengatasi perlawanan
• Memastikan borgol dan rantai kaki digunakan sampai pada
tahap atau jangka waktu dimana pengendalian dibutuhkan
• Memastikan borgol dan rantai kaki tidak boleh digunakan
sebagai hukuman atau dengan sengaja menimbulkan rasa
sakit
• Memeriksa borgol dan rantai kaki yang digunakan tidak
menahan sirkulasi atau peredaran darah, atau menyebabkan
cedera yang berkepanjangan;
• Memeriksa borgol dan rantai kaki yang bersifat mekanis
harus selalu dikunci ganda setelah dipasangkan
13
• Teknik Penggunaan Pembatas Gerak Pasif
• Memastikan jarak petugas cukup aman dari narapidana dan
tahanan
• Memastikan lubang kunci borgol menghadap ke atas atau
berlawanan dengan jari sebelum digunakan terhadap
narapidana atau tahanan
• Meminta narapidana dan tahanan untuk membelakangi
petugas dengan tangan berada di belakang punggung, telapak
tangannya menghadap keluar, dan ibu jarinya menghadap ke
atas
• Petugas memegang borgol di tangan yang lebih dominan
(tangan kanan), dengan jari di sekitar rantai penghubung yang
memisahkan borgol. Gelang ganda ditempatkan di tangan
berbentuk “V” sementara gelang tunggal berada di bawah jari
telunjuk. Petugas kemudian memasang borgol mengitari
pergelangan tangan narapidana dan tahanan
• Petugas mendorong borgol ke atas tangan sehingga gelang
tunggal menggantung di sekitar pergelangan tangan
narapidana dan tahanan
• Petugas mengamankan gerigi borgol dengan menaruh tangan
kiri ke tangan narapidana dan tahanan dan menutup borgol
• Petugas kemudian mengulangi prosedur yang sama untuk
tangan lainnya
• Petugas menempatkan jari kelingkingnya di antara borgol dan
pergelangan tangan narapidana untuk memastikan bahwa
borgol tidak terlalu ketat. Jika tidak ada jarak untuk
memasukkan sebuah jari kelingking di antara borgol dan
14
pergelangan tangan, maka Petugas menggunakan kunci untuk
meregangkan borgol
• Petugas mengunci borgol sebanyak dua kali, yaitu dengan
menekan lubang pin yang terdapat pada gelang ganda, atau
kunci ganda (double lock), lalu memasukkan kunci ke dalam
lubang kunci borgol sebagai penguncian terakhir
• Saat Petugas membuka alat pembatas borgol, Petugas
memerintahkan narapidana dan tahanan untuk tetap diam dan
berdiri agak condong ke depan agar petugas dapat memiliki
ruang yang lebih baik untuk membuka borgol
• Jika satu tangan narapidana dan tahanan sudah terlepas dari
borgol, Petugas menutup gerigi borgol yang terbuka dan
memerintahkan narapidana atau tahanan untuk menempatkan
tangannya yang sudah bebas tadi di belakang kepalanya,
sementara Petugas membebaskan tangan narapidana atau
tahanan yang belum terlepas dari borgol
15
- Menggunakan prosedur sesuai dengan ketentuan pembatas
gerak pasif
16
- Pasang bagian lengan kemudian kaitkan bagian atas dengan
bagian bawah lengan
1. Formasi Banjar
Pergerakan yang cepat dan teratur regu untuk berpindah dari satu
lokasi ke lokasi lain. Anggota regu berbaris berbanjar di belakang
anggota lain dengan jarak yang sama
• Ini adalah titik awal dan formasi banjar akan memperlancar
pergerakan yang teratur dari regu.
a. Sebelum memasuki daerah gangguan, formasi banjar
akan dibentuk di lokasi dekat gangguan, tapi diluar
pandangan para pengganggu.
b. Petugas patokan akan selalu menjadi orang nomor satu di
dalam barisan dengan komandan regu dan pemegang gas
diposisi luar kiri.
17
c. Saat selesainya formasi, pemimpin regu akan
memberikan komado “Berhitung”, mulai dari “petugas
patokan” atau pengawas depan, ia akan menyebut satu
dan sisa dari regu akan menyebutkan angka-angka
selanjutnya.
d. Setiap orang harus mengingat nomornya karena ini
memberitahukan posisi mereka di dalam setiap formasi-
formasi berikut (saf, diagonal, atau baji).
e. Dalam formasi banjar, regu dapat dengan mudah diatur
untuk mengatasi gangguan apapun.
f. Ketika perintah “berkumpul” atau “berbaris” diberikan,
maka formasi banjar dibentuk.
PENJURU
DANRU
2. Formasi Saf
Terdiri dari regu yang menghadap ke satu arah, sekitar 40 cm
dari bahu ke bahu. Penyesuaian dapat dibuat sesuai dengan
18
situasi, Tujuan dasarnya adalah untuk memberikan
“penunjukkan kekuatan” atau mengosongkan sebuah area.
• Dapat digunakan untuk bertahan atau menyerang.
• Pertunjukan Kekuatan
a. Sebagai formasi menyerang, formasi saf dipakai untuk
mendorong kerumunan melintasi daerah terbuka
ataupun ke ujung jalanan.
b. Sebagai formasi bertahan, formasi saf dipakai untuk
menghalangi akses masuk daerah terlarang atau untuk
mempertahankan suatu posisi.
c. Saat petugas patokan mengambil posisi, petugas dengan
nomor ganjil 3.5.7.9.11 di dalam regu akan bergerak ke
kiri petugas patokan sesuai dengan urutan nomornya
dan petugas bernomor genap 2.4.5.8.10 akan bergerak
ke sebelah kanan petugas patokan sesuai dengan nomor
yang berurutan di dalam formasi saf.
3. Formasi Baji
Formasi baji digunakan untuk membagi kelompok warga
19
binaan ke dua kelompok yang lebih kecil. Para anggota regu
berbaris di dalam barisan diagonal dari petugas patokan atau
pengawas depan dan membentuk baji. Mereka menjaga jarak
tidak lebih dari satu lengan dari anggota di depan mereka saat
melindungi sisi mereka
• Formasi baji digunakan untuk membagi kelompok warga
binaan ke dua kelompok yang lebih kecil
• Saat petugas patokan mengambil posisi, para petugas
bernomor ganjil 3.5.7.9.11 di dalam regu akan bergerak ke
kiri dari petugas patokan dengan nomor yang berurutan dan
para petugas bernomor genap 2.4.6.8.10 akan bergerak ke
kanan petugas patokan sesuai urutan angkanya di dalam
formasi baji.
20
• Digunakan untuk memberikan jalan kepada warga binaan
untuk pindah
• Mendapatkan kembali atau mengurung suatu posisi
• Mengarahkan kerumunan dan digunakan untuk kendali
massa.
Saat petugas patokan mengambil posisinya baik diagonal
kiri atau kanan, anggota regu yang lain akan membentuk
sebuah garis diagonal secara berurut 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
21
• Tameng Huru-Hara juga dapat digunakan untuk menempelkan
narapidana dan tahanan ke dinding atau ke lantai jika
narapidana dan tahanan memiliki senjata tajam
• Melucuti senjata narapidana dan tahanan dengan aman dan
memasangkan Pembatas Gerak
22
• Semprotan Merica/gas air mata digunakan sebagai respon
pertama yang dapat dipilih pada pelaksanaan Penggunaan
Kekuatan
• Semprotan Merica/gas air mata tidak boleh digunakan sebagai
hukuman atau balas dendam
• Tabung-tabung Semprotan Merica berukuran kecil dapat
digunakan pada jarak hingga 3 (tiga) meter
• Penggunaan Semprotan Merica/gas air mata harus dilakukan
dengan memperhatikan keselamatan anggota, narapidana dan
tahanan serta mengikuti petunjuk penggunaan
• Semprotan merica/gas air mata digunakan oleh salah satu
anggota tim
• Pada saat penggunaan semprotan merica, petugas mengambil
posisi kuda-kuda kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang,
dengan semprotan di pegang di tangan kanan dan posisi tangan
kiri lurus ke depan menghadap ke arah narapidana atau tahanan
• Sedangkan pada saat penggunaan semprotan gas air mata.
Dengan kuda-kuda yang sama, petugas memegang gas air mata
di tangan kanan menghadap ke arah narapidana atau tahanan
• Saat menggunakan Semprotan Merica/gas air mata, anggota
harus berdiri di arah yang berlawanan dengan arah angin dan
arah narapidana dan tahanan
• Anggota perlu berhati-hati akan adanya cipratan atau
semprotan berlebih yang bisa mengarah pada anggota,
narapidana dan tahanan lain di area tersebut
23
• Demi keselamatan dan keefektifan maksimum penyemprotan,
anggota TTD harus tetap berada pada jarak setidaknya 1 (satu)
sampai 3 (tiga) meter dari penyerang, atau tergantung situasi
• Jika narapidana dan tahanan berjalan ke arah anggota TTD
yang sedang mencoba untuk menyemprotkan Semprotan
Merica/gas air mata, maka anggota TTD perlu berdiri sehingga
tangannya yang bebas menghadap ke narapidana dan tahanan
dalam posisi bersiaga (defensif) sehingga dapat menepis
serangan, dan memberikan kemungkinan untuk menyemprot
penyerang
• Anggota segera bergerak ke samping setelah menyemprotkan
Semprotan Merica/gas air mata, untuk menghindari penyerang
melanjutkan gerakan ke depannya
• Anggota TTD perlu mengarahkan semprotan langsung ke arah
wajah narapidana dan tahanan, di area antara alis, dengan jarak
1 (satu) sampai 3 (tiga) meter sebanyak satu kali
• Jika narapidana dan tahanan tidak bereaksi terhadap semprotan,
dan masih melanjutkan perilaku agresifnya 3 (tiga) detik
setelah disemprot, maka semprotan selanjutnya perlu diarahkan
ke arah mulut dan hidung narapidana dan tahanan tersebut
• Prosedur penanganan setelah terpapar Semprotan Merica/gas
air mata meliputi: - Anggota TTD dapat meminta
narapidana dan tahanan untuk mandi, sebagai cara yang paling
cepat dan efektif untuk menghilangkan paparan semprotan
Merica
▪ Jika mandi tidak mungkin dilakukan, maka perlu membasuh
mata dan muka narapidana dengan air dingin
24
▪ Narapidana dan tahanan yang terpapar Semprotan Merica harus
segera dipindahkan ke area berudara segar dan diangin-
anginkan
▪ Narapidana dan tahanan yang terpapar Semprotan Merica harus
ditanyakan apakah menderita kondisi medis yang serius, dan
perlu ditanyakan apakah mengalami kesulitan bernafas atau
masalah lain seperti asma. Jika iya, bantuan medis perlu
dilakukan.
h) Taktik dan Teknik Pemaksaan Keluar dari Sel
• Teknik Pemaksaan Keluar dari Sel digunakan untuk
mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam sel karena
adanya bahaya terhadap dirinya atau terhadap orang lain
• Teknik Pemaksaan Keluar dari sel digunakan sebagai cara
terakhir
• Penerobosan sel dapat dilakukan dan harus sesuai dengan
pelaksanaan Penggunaan Kekuatan
• Prosedur melakukan Pemaksaan Keluar dari Sel
• Ketua TTD menerima perintah dari Kepala Lapas atau Rutan
atau Kepala Pengamanan
• Ketua TTD mengumpulkan anggota Tim pada titik kumpul
yang telah ditentukan dengan seragam lengkap
• Kepala Lapas atau Rutan dan Kepala Pengamanan harus
memberikan pengarahan kepada TTD mengenai alasan
Pemaksaan Keluar dari Sel perlu dilakukan, potensi bahaya
yang ada, dan lokasi penempatan narapidana ketika Pemaksaan
Keluar dari Sel sudah dilakukan dengan tetap menghormati
25
hak-hak narapidana atau tahanan juga tidak melakukan
penggunaan kekuatan yang berlebihan
• Kepala Pengamanan memastikan jumlah anggota Tim dalam
pengeluaran paksa yaitu minimal 1 narapidana atau tahanan
berbanding 5 orang petugas
• Kepala Pengamanan memastikan bahwa seluruh pintu blok dan
sel hunian telah dilakukan penguncian
• Ketua TTD memberikan pengarahan pada tiap anggota TTD di
dalam kelompoknya untuk melakukan tugas khusus saat
melakukan Pemaksaan Keluar dari Sel
• Ketua TTD memastikan kembali tugas anggota 1, anggota 2,
anggota 3, anggota 4, anggota 5 dan seterusnya
• TTD menuju kamar akan menggunakan Formasi Baris dan
berpegangan pada anggota TTD di depan mereka
• Ketua TTD memberikan instruksi kepada narapidana dan
tahanan untuk menyerah
• TTD melakukan pembatasan gerak pasif apabila narapidana
atau tahanan menyerah
• Ketua TTD menyampaikan tindakan yang akan dilakukan oleh
Tim apabila narapidana atau tahanan menolak untuk menyerah
atau keluar dari kamar
• TTD membuka pintu kamar narapidana atau tahanan untuk
segera melakukan tindakan menyudutkan, melumpuhkan dan
melakukan pembatasan gerak taktis
• TTD menggunakan semprotan merica atau gas air mata secara
berulang apabila dilakukan terhadap lebih dari 1 orang
narapidana atau tahanan
26
• TTD mengeluarkan narapidana atau tahanan sebagai otak
pelaku dengan cepat apabila pengeluaran dilakukan terhadap
lebih dari 1 orang narapidana atau tahanan dalam kondisi ruang
kamar terbatas
• TTD memindahkan narapidana atau tahanan ke ruang isolasi
• TTD memastikan Petugas Medis mengevaluasi narapidana dan
tahanan setelah pemindahan
• TTD memastikan seluruh dokumentasi lengkap setelah
melakukan Pemaksaan Keluar dari Sel
• TTD membuat evaluasi pelaksanaan kegiatan
• TTD membuat laporan pelaksanaan kegiatan
• Tanggung Jawab Anggota Nomor 1 (satu) TTD pada
pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Menggunakan Tameng Huru-Hara dan menyudutkan
narapidana atau tahanan ke tembok
2) Anggota Nomor 1 (satu) TTD memberikan komando
verbal untuk mengarahkan tindakan narapidana atau
tahanan
27
2) Membawa borgol dan memasangkannya ke tangan
narapidana atau tahanan dengan bantuan Anggota Nomor
2 (dua) TTD
3) Menyerukan ke Komandan TTD bahwa “tangan sudah
aman” saat alat pembatas gerak sudah dipasangkan
• Tanggung Jawab Anggota Nomor 4 (empat) TTD pada
pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Mengendalikan kaki kiri narapidana atau tahanan
2) Mendampingi Anggota Nomor 5 (Lima) TTD dalam
memasangkan alat pembatas gerak ke kaki narapidana atau
tahanan
• Tanggung Jawab Anggota Nomor 5 (lima) TTD pada
pelaksanaan Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Mengendalikan kaki kanan narapidana atau tahanan
2) Membawa alat pembatas gerak (borgol) dan
memasangkannya ke kaki narapidana atau tahanan dengan
bantuan Anggota Nomor 4 (empat) TTD
3) Menyerukan ke Komandan TTD bahwa “kaki sudah
aman” saat alat pembatas gerak sudah dipasangkan
• Tanggung Jawab seluruh anggota TTD pada pelaksanaan
Pemaksaan Keluar dari Sel meliputi:
1) Seluruh anggota TTD akan memindahkan narapidana atau
tahanan dari dalam sel dengan menggotongnya
2) Masing-masing anggota TTD akan memegang pundak,
bawah lengan, dan bagian kaki di atas lutut narapidana saat
menggotongnya
28
3) Seluruh anggota TTD akan membawa narapidana atau
tahanan ke tempat yang diperintahkan oleh Komandan
TTD
29
c) Praktekkan penggunaan perlengkapan dalmas : tameng lengkung,
tongkat dalmas, helm dalmas, rompi pelindung dan masker!
E. Rangkuman
30
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan Keamanan dan Ketertiban adalah suatu situasi kondisi yang
menimbulkan keresahan, ketidakamanan, serta ketidaktertiban kehidupan di
dalam Lapas atau Rutan. Dalam rangka menciptakan pelaksanaan tugas
pengamanan Lapas dan Rutan, yang mengutamakan kepentingan pelayanan
masyarakat dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Lembaga
Pemasyarakatan maka kompetensi petugas menjadi syarat mutlak yang harus
dimiliki setiap petugas terutama keterampilan petugas dalam menangani
kejadian gannguan keamanan dan ketertiban khususnya kejadian huru hara.
31
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan
32
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN
MODUL
TEKNIK PENGGUNAAN PERALATAN PENDUKUNG
Penulis
Riko Purnama Candra
Editor
Richard Pantun
v
vi
D. Latihan ................................................................. 11
E. Rangkuman .......................................................... 11
Selamat datang dalam Pelatihan Petugas Penjagaan Pintu Utama (P2U) dan
Kepala Regu Pengamanan untuk mata Diklat “Teknik Penggunaan Alat
Pendukung”. Dalam hal ini sangatlah penting bagi seorang petugas
pengamanan pada Lapas/Rutan khususnya petugas Penjagaan Pintu Utama
(P2U) dan Kepala Regu Pengamanan untuk menguasai teknik-teknik
penggunaan alat pendukung pengamanan dalam melaksanakan tugas sehari-
hari. Sebagai bagian dari pelatihan, maka modul ini akan memperkenalkan
kepada para peserta tentang teknik-teknik penggunaan alat pendukung
pengamanan yang sering digunakan agar kinerja petugas pengamanan dapat
lebih maksimal dan efektif.
A. Latar Belakang
Sistem keamanan di Lapas dan Rutan pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan untuk mewujudkan kehidupan dan penghidupan yang teratur, aman
dan tenteram sehingga terselenggaranya kegiatan perawatan tahanan,
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka pencapaian tujuan
Pemasyarakatan.
Bahwa keamanan dan ketertiban yang kondusif di dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara adalah syarat utama dalam
mendukung terwujudnya keberhasilan Pemasyarakatan. Terampil dalam
penggunaan alat pendukung pengamanan menjadi salah satu kriteria yang
harus dipenuhi oleh seorang petugas Lapas dan Rutan dalam melaksanakan
tugas-tugas pengaman.
2
Pengamanan yang dimaksud dalam hal ini adalah segala bentuk kegiatan
dalam rangka memberikan perlindungan, pencegahan dan penindakan
terhadap setiap ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar
Lapas dan Rutan. Dengan memperhatikan pelaksanaan kegiatan tugas-tugas
pengamanan maka diperlukan peralatan pendukung untuk memudahkan
pelaksanaan tugas pengamanan guna tercapainya tujuan dari pengamanan itu
sendiri.
B. Deskripsi Singkat
Model pelatihan yang diterapkan dalam pelatihan yang dimaksudkan adalah
untuk memandu peserta melakukan teknik penggunaan alat pendukung
pengamanan yang sering digunakan oleh petugas pengamanan Lapas/Rutan
khususnya Petugas Pintu Utama dan Kepala Regu Pengamanan.
C. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang mata Diklat Teknik Penggunaan Alat
Pendukung, peserta Diklat diharapkan memiliki kemampuan lebih baik untuk
menggunakan alat pendukung tugas-tugas pengamanan.
E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Pengertian Pengamanan Lapas dan Rutan.
2. Tugas Petugas Pintu Utama.
3. Tugas Kepala Regu pengamanan.
4. Alat pendukung.
Sub materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
1. Teknik penggunaan alat pembatas gerak (borgol).
2. Teknik penggunaan penyemperot merica.
3. Teknik penggunaan tongkat kendali.
F. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami pengertian tugas-tugas
pengamanan di Lapas dan Rutan, khususnya Petugas Pintu Utama
dan Kepala Regu Pengamanan.
2. Peserta diklat dapat memahami fungsi masing-masing alat
pendukung pengamanan.
3. Peserta diklat dapat lebih memahami teknik penggunaan alat
pendukung tugas-tugas pengamanan di Lapas dan Rutan.
G. Petunjuk Belajar
Dalam proses pembelajaran mata Diklat “Teknik Penggunaan Alat
Pendukung”, untuk mencapai tujuan pembelajaran secara baik, peserta
disarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator
4
BAB II
TUGAS PENGAMANAN LAPAS DAN RUTAN
D. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai konsep dasar
pengamanan, cobalah latihan di bawah ini.
a. Apa yang saudara fahami tentang pengamanan Lapas dan
Rutan?
b. Coba jelaskan tugas seorang Petugas Pintu Utama !
c. Apa sajakah tugas seorang Kepala Regu Pengamanan ?
E. Rangkuman
Segala bentuk kegiatan dalam rangka memberikan perlindungan, pencegahan
dan penindakan terhadap setiap ancaman dan gangguan dari dalam dan luar
Lapas dan Rutan merupakan pengertian dari Pengamanan Lapas dan Rutan.
Dalam melaksanakan fungsinya, antara lain terdapat tugas Petugas Pintu
Utama dan tugas Kepala Regu Pengamanan.
9
BAB III
ALAT PENDUKUNG PENGAMANAN
A. Alat Pendukung
Alat pendukung kegiatan pengamanan di Lapas dan Rutan menurut fungsinya
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Alat pendukung berfungsi pelindung diri
merupakan alat pendukung yang berfungsi untuk membantu melindungi
keselamatan diri petugas yang menggunakannya, seperti : helm pelindung
kepala, rompi dan sarung tangan anti senjata tajam, pelindung tangan,
pelindung kaki, masker gas, tameng.
2. Alat pendukung berfungsi pencegahan
merupakan alat pendukung yang berfungsi untuk pencegahan gangguan
keamanan dan ketertiban, seperti : Borgol tangan, borgol kaki, metal detector,
inspection mirror, gembok, x-ray, control clock.
3. Alat pendukung penindakan
merupakan alat pendukung yang berfungsi untuk melakukan kegiatan
penindakan terhadap gangguan kamtib, seperti : tongkat kejut listrik, tongkat
kendali (T), alat semprot merica, pelontar gas air mata, senjata api (amunisi
karet dan tajam), alat pemadam api ringan (APAR).
3. Penyemperot Merica
4. Metal Detektor
5. Gawang Detektor Logam (Walk Through Metal Detector /
WTMD )
6. X-ray
7. Body scanner
8. Sarung Tangan
9. Kaca inspeksi
D. Latihan
1. Sebutkan fungsi dari alat pendukung !
2. Sebutkan contoh alat pendukung untuk Petugas Pintu Utama
dan Kepala Regu Pengamanan!
E. Rangkuman
Dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas Pengamanan Lapas dan Rutan,
alat pendukung dikelompokkan berdasarkan fungsi yang antara lain sebagai
pelindung diri, untuk pencegahan dan untuk penindakan gangguan keamanan
dan ketertiban.
11
BAB IV
TEKNIK PENGGUNAAN ALAT PENDUKUNG
E. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang teknik penggunaan
alat pendukung, cobalah latihan di bawah ini.
1. Apa yang saudara pahami tentang teknik-teknik pembatas
gerak ?
2. Jelaskan langkah saudara setelah narapidana atau tahanan
terpapar papper spray!
3. Bilamana pemakaian tongkat taktis dapat dilaksanakan?
Jelaskan!
F. Rangkuman
Penggunaan teknik alat pendukung pembatas gerak pasif dan body scanner
adalah untuk pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban, penggunaan
teknik alat pendukung papper spray/gas air mata dan tongkat kendali adalah
untuk penindakan gangguan keamanan di Lapas dan Rutan.
20
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Salah satu faktor pendukung keamanan dan ketertiban di dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara dapat terwujud dengan baik
adalah dengan terpenuhinya kemampuan petugas dalam menguasai dan
menerapkan teknik alat pendukung pengamanan.
Penyelenggaraan pengamanan mencakup kegiatan pencegahan, penindakan
gangguan keamanan dan ketertiban serta pemulihan pasca gangguan
keamanan dan ketertiban.
Alat pendukung pengamanan berfungsi untuk melindungi diri, untuk
melakukan tugas pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban di Lapas Rutan.
Ada tiga teknik penggunaan alat pendukung yang sering dilakukan oleh
petugas Lapas dan Rutan yaitu teknik penggunaan alat pembatas yang
merupakan salah satu teknik pencegahan ganguan keamanan dan ketertiban;
Teknik penggunaan penyemprot merica/gas air mata dan teknik penggunaan
tongkat kendali sebagai teknik dalam penindakan gangguan keamanan dan
ketertiban.
B. Tindak Lanjut
Perlu dilaksanakannya pelatihan teknis pengamanan lebih lanjut untuk
meningkatkan kemampuan dasar para Petugas Pintu Utama dan kepala Regu
Pengamanan tidak hanya di UPT Lapas dan Rutan tetapi juga di UPT Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Lembaga Penempatan Anak Sementara
(LPAS).
21
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2015 Tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara
Buku
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Standar Pencegahan Gangguan
Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan (Jakarta: Ditjen Pemasyarakatan,
2015)
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Standar Pencegahan Penindakan
Keamanan dan Ketertiban Lapas dan Rutan (Jakarta: Ditjen Pemasyarakatan,
2015)
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN
MODUL
PENGENALAN DASAR-DASAR INTELIJEN
SAMBUTAN………………………………………………………………...ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………vi
DAFTAR ISI................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………….1
B. Deskripsi Singkat…………………………………………….2
C. Hasil Belajar………………………………………………….4
D. Indikator Hasil Belajar……………………………………….4
E. Materi Pokok…………………………………………………5
F. Manfaat………………………………………………………5
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….80
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara adalah
masyarakat yang "khusus" karena dihuni oleh orang-orang yang sedang
dicabut kemerdekaan bergeraknya. Oleh karena itu secara potensial
orang-orang yang tinggal di dalamnya mengalami penderitaan yang
mengakibatkan berbagai kehilangan seperti kebutuhan rasa aman,
kebebasan, kemerdekaan, pelayanan dan rasa memiliki barang dan jasa,
serta kesempatan untuk melakukan hubungan biologis. Hal ini
mengakibatkan munculnya upaya memenuhi kebutuhan tersebut melalui
praktik ilegal dan menumbuhkan sikap saling toleransi dan solidaritas
yang kuat selama menjalani pidana.
Dalam penyelenggaraan proses pemasyarakatan, UPT Pemasyarakatan
mengalami banyak tantangan atau ancaman baik dari internal maupun
eksternal yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan
keselamatan proses pemasyarakatan yang membutuhkan serangkaian
tindakan pengamanan yang efektif, efisien dengan mengedepankan nilai-
nilai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
Maraknya permasalahan di UPT Pemasyarakatan seperti praktik ilegal
yang didukung dengan lemahnya regulasi, sarana/prasarana, kualitas dan
kuantitas petugas, serta pengawasan dan kepemimpinan menjadi potensi
terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. Praktik ilegal ini
melibatkan oknum Petugas, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), dan
sebagian masyarakat sehingga dibutuhkan intelijen untuk mendapatkan
informasi potensi gangguan keamanan dan ketertiban yang dapat berguna
1
2
B. Deskripsi Singkat
Berbicara mengenai Intelijen Pemasyarakatan secara internal Intelijen
Pemasyarakatan diharapkan berperan dalam memberikan gambaran-
gambaran tentang perkiraan keadaan untuk dijadikan pengambilan
keputusan oleh pimpinan dan secara eksternal melakukan penelitian dan
analisa terhadap adanya dampak dari sebuah peristiwa di luar UPT
Pemasyarakatan yang dimungkinkan berhubungan dengan keadaan atau
kejadian di dalam UPT Pemasyarakatan. Peran Intelijen Pemasyarakatan
tersebut berupaya menghimpun data, melakukan analisis dan evaluasi
berdasarkan teori yang relevan dengan tujuan untuk memberikan
perkiraan (forcasting) yang tepat dari suatu peristiwa yang berkembang
ke tahap ambang gangguan dengan nilai kerahasiaan, serta melakukan
evaluasi terhadap gangguan keamanan yang sudah terjadi.
Salah satu peran Intelijen dalam mendukung pelaksanaan tugas
Pemasyarakatan adalah sebagai produk, pengetahuan, dan informasi.
Intelijen sebagai pengetahuan, produk, dan informasi sendiri merupakan
bahan keterangan yang telah diolah melalui proses pengolahan sehingga
bermakna sebagai pengetahuan untuk bahan pertimbangan dalam
penyusunan rencana, perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan.
C. Hasil Belajar
Dengan mempelajari modul Pengenalan Dasar-dasar Intelijen
Pemasyarakatan, diharapkan peserta dapat:
➢ Memahami tugas dan fungsi intelijen dalam mendukung tugas-tugas
Pemasyarakatan;
➢ Menerapkannya sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan Intelijen
Pemasyarakatan;
➢ Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan
oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas intelijen;
E. Materi Pokok
Dalam modul Pengenalan Dasar-dasar Intelijen Pemasyarakatan ada 4
(empat) materi pokok yang menjadi dasar dalam pembelajaran antara lain:
1. Norma, dasar hukum, dan definisi global standar Intelijen
Pemasyarakatan
2. Asas, Prinsip, dan Peran Intelijen Pemasyarakatan
3. Bisnis proses dan jangka waktu penyelesaian Intelijen
Pemasyarakatan
4. Kebutuhan sumber daya manusia dan sarana prasarana
F. Manfaat
Modul Pengenalan Dasar-dasar Intelijen Pemasyarakatan diharapkan
dapat memberi manfaat antara lain:
4
BAB II
NORMA, DASAR HUKUM, DAN DEFINISI GLOBAL
STANDAR INTELIJEN PEMASYARAKATAN
B. Definisi global
Dalam Standar Pelaksanaan Intelijen Pemasyarakatan ini yang dimaksud
dengan:
1. Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait
dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan
keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang
terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan
dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan
setiap ancaman terhadap keamanan nasional;
2. Intelijen Pemasyarakatan adalah disiplin fungsional yang
melakukan pendekatan dengan sejumlah kemampuan pendekatan
pengumpulan dan analisa informasi dalam rangka penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan dilingkungan Pemasyarakatan yang
digunakan sebagai proses pengambilan keputusan atau kebijakan
Pimpinan;
3. Standar Intelijen Pemasyarakatan adalah pedoman atau ukuran
yang terdiri dari peraturan, definisi, petunjuk, proses, dan kriteria
dalam melaksanakan Intelijen di lingkungan Pemasyarakatan;
4. Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan adalah upaya penelitian,
penyusupan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data,
informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan
7
2. Misi
Memperkuat pengaruh kepemimpinan Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan melalui kebijakan di bidang Intelijen Pemasyarakatan
secara terencana, sistematis, efektif, efesien, dan menjunjung tinggi
etika dan norma-norma keamanan sebagai garda terdepan pengamanan
negara dalam bidang pemasyarakatan.
C. Latihan
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab II ini, sebutkan visi
dan misi intelijen Pemasyarakatan, serta apasaja pengertian atau istilah-
istilah yang ada didalam intelijen Pemasyarakatan?
9
D. Rangkuman
Dalam Pelaksanaan tugas dan fungsi intelijen khususnya Intelijen
Pemasyarakatan tentunya membutuhkan payung hukum sebagai regulasi
dalam pelaksanaan tugas dilapangan, selain itu pengetahuan akan
pengertian atau istilah-istilah didalam intelijen juga menjadi faktor
penting didalam melaksanakan kegiatan intelijen, seperti pengertian
intelijen, penyelidikan, pengamanan, pengalangan, pemetaan, bahan
keterangan, informasi, cipta kondisi dan sebagainya, menjadi hal yang
wajib diketahui oleh petugas pemasyarakatan akan melaksanakan
kegiatan intelijen pemasyarakatan, sehingga dengan mengetahui dasar
hukum, pengertian atau istilah-istilah serta visi dan misi intelijen
pemasyarakatan dapat memperkecil tingkat kesalahan petugas
pemasyarakatan dalam pelaksanaan tugas pemasyarakatan khususnya
dibidang intelijen pemasyarakatan.
10
BAB III
ASAS, PRINSIP DAN PERAN INTELIJEN
PEMASYARAKATAN
informasi dan
informasi serta
personil analitis di
tingkat pusat, tingkat
wilayah, UPT PAS
dan melakukan
koordinasi dengan
Komite Intelijen Pusat
(KOMINPUS) dalam
rangka menghimpun
spektrum (keadaan)
yang lebih luas
tentang kepastian
penegakkan hukum
khususnya di
lingkungan
Kementerian Hukum
dan HAM RI.
4. Melaksanakan operasi
Intelijen dan
intervensi dalam
rangka cipta kondisi
di wilayah dan UPT
Pemasyarakatan;
5. Melakukan
pembinaan terhadap
agen Intelijen di
wilayah dan UPT
Pemasyarakatan
dalam rangka
14
penggalangan dan
pembentukan jejaring;
6. Membentuk unit
Intelijen tingkat pusat
dan menetapkan UIP
Wilayah dan UPT
PAS berdasarkan
Keputusan Direktur
Jenderal
Pemasyarakatan;
4. Memberikan
laporan/Informasi
Intelijen kepada UIP
Pusat;
5. Sebagai bagian dari
fungsi Intelijen
Pemasyarakatan
NELUAR LAPAS DENGAN ALASAN
C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab III, apa saja yang
menjadi asas dan prinsip dalam pelaksanaan Intelijen Pemasyarakatan,
serta apa saja yang menjadi tugas dan fungsi masing-masing UIP?
E. RANGKUMAN
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Intelijen Pemasyarakatan, setiap
petugas Intelijen Pemasyarakatan diwajibkan mengetahui asas dan
prinsip Intelijen pemasyarakatan. Selain asas dan prinsip, peran Intelijen
juga wajib untuk diketahui dimana peran Intelijen antara lain Intelijen
sebagai organisasi, Intelijen sebagai kegiatan dan Intelijen sebagai
produk, pengetahuan, dan informasi. Dalam memudahkan Intelijen
menjalankan tugas dan fungsinya perlu dibentuk unit–unit Intelijen di
daerah di mana Intelijen Pemasyarakatan telah mengidentifikasi menjadi
3 (tiga) unit Intelijen antara laian Unit Intelijen Pusat yang berkedudukan
di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Unit Intelijen Wilayah yang
berkedudukan di kantor Wilayah, dan Unit Intelijen UPT
Pemasyarakatan.
17
BAB IV
STRATEGI DAN KEWENANGAN INTELIJEN
PEMASYARAKATAN
b) Tahap Pengumpulan
Tahap pengumpulan merupakan pelaksanaan kegiatan
penyelidikan dimana pelaksana berusaha mencari dan
mengumpulkan bahan-bahan keterangan atau sumber-
sumber bahan sesuai dengan pengarahan yang diberikan
oleh atasan yang berwenang yaitu yang diterima pelaksana
sebagai perintah atau permintaan.
Pengumpulan bahan keterangan dapat dilakukan dengan
berbagai kegiatan baik bersifat terbuka maupun tertutup
sesuai kondisi sasaran dan peraturan perundangan-
perundungan yang berlaku.
Adapun teknik-teknik pengumpulan bahan keterangan
dapat berupa:
(a) Penelitian
(b) Wawancara
(c) Interogasi
(d) Elisitasi
(e) Pengamatan
(f) Penggambaran
(g) Penjejakan
(h) Pendengaran
(i) Penyusupan
(j) Penyadapan
(k) Penyurupan
22
2. Penilaian
Penilaian adalah penentuan ukuran kepercayaan
terhadap sumber informasi dan ukuran kebenaran dari
isi informasi dengan menggunakan neraca penilaian.
Penilaian terhadap sumber bahan keterangan atau
informasi dilakukan dengan jalan membandingkan
baik yang berasal dari sumber yang sama maupun
yang berasal dari sumber lainnya. Pencatatan secara
sistematis terhadap semua keterangan yang diterima
akan membantu mempermudah pekerjaan penilaian
terhadap informasi yang baru diterima.
3. Penafsiran
3.1. Penafsiran (interpretasi) adalah menentukan arti
dan kegunaan baket dihubungkan dengan baket-
baket lainnya yang telah ada, yaitu:
3.1.1. Apakah baket itu dibantah, memperkuat
atau menegaskan keterangan-keterangan
sebelumnya.
3.1.2. Apakah baket itu memberikan suatu
kepastian tentang kesimpulan-kesimpulan
kita mengenai sasaran
3.2. Penafsiran dilakukan dengan cara
mempersamakan, mencocokan, dan
membandingkan baket yang baru diterima dengan
baket yang telah ada.
3.3. Penafsiran secara logika sebenarnya terdiri dari 3
(tiga) tahap yang kadang-kadang terjadi secara
simultan, yaitu tahap pengertian (terbentuknya
ide atau konsep), tahap keputusan dan tahap
penalaran atau penarikan suatu kesimpulan.
27
4. Kesimpulan
4.1. Pekerjaan terakhir dari pengolahan yaitu
mengambil kesimpulan dari keseluruhan baket
yang telah melalui proses pencatatan sampai
dengan penafsiran yang kemudian dituangkan
menjadi produk Intelijen Pemasyarakatan;
4.2. Dalam menarik suatu kesimpulan dapat dilakukan
secara langsung atau tidak langsung (induksi,
deduksi, dan kumulatif);
4.3. Penarikan kesimpulan melalui tahap analisa,
tahap integrasi dan konklusi, yaitu :
4.3.1. Analisa
4.3.1.1. Dalam analisa diusahakan menguraikan
dan mengenali persoalan yang dihadapi.
Analisa dilakukan dengan memisah-
misahkan masalah yang penting,
membandingkan, serta mensortir
informasi yang sudah dinilai untuk
memilih informasi yang ada
hubungannya dengan tugas dan operasi;
4.3.1.2. Dalam analisa ini terjadi proses
identifikasi untuk mengetahui masalah
pokoknya dengan mengajukan
pertanyaan what, why, who, when,
where, plus how disingkat 5W+1H
terhadap suatu informasi;
28
4.3.2. Integrasi
4.3.2.1. Dalam tahap ini diadakan penggabungan
unsur-unsur yang masih terpisah
sebelumnya, sehingga terbentuklah
suatu gambaran yang logis atau hipotesa
tentang kegiatan-kegiatan lawan atau
karakteristik daerah operasi yang dapat
mempengaruhi tugas Intelijen
Pemasyarakatan;
4.3.2.2. Hipotesa yang diperoleh harus dianalisa
dan diuji dengan mengadakan verifikasi
terhadap ada atau tidaknya indikasi-
indikasi di dalam batas waktu dengan
cara atau alat yang tersedia.
4.4. Konklusi
Konklusi berarti menarik suatu kesimpulan yang
memiliki arti dan informasi yang berhubungan
dengan situasi lawan dan daerah operasi yang
kemudian dapat digunakan sebagai bahan
29
b. Pengamanan
Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan adalah serangkaian
kegiatan Intelijen baik yang dilakukan secara reaktif maupun
proaktif dalam rangka mewujudkan keamanan dibidang
Pemasyarakatan;
1) Peranan Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan
a) Tindakan pencegahan dini, pendeteksian dini dan
pemberian peringatan dini sebagai bahan pengambilan
keputusan pimpinan;
b) Pelaksanaan dan pengamanan kebijakan pemerintah dan
pimpinan di bidang Pemasyarakatan;
c) Pencipta kondisi untuk mendukung pelaksanaan tugas
Pemasyarakatan serta tugas-tugas pemerintahan dalam
rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
2) Ruang Lingkup Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan
Lingkup Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan meliputi
pengamanan informasi dan dokumen Intelijen pada :
a) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
b) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Divisi
Pemasyarakatan);
c) UPT Pemasyarakatan.
30
c. Penggalangan
Penggalangan Intelijen adalah serangkaian aktifitas
mempertahankan kemampuan Intelijen Pemasyarakatan, cipta
kondisi dan penguatan jejaring Intelijen internal dan eksternal.
(1) Penyusupan
(a) Dilakukan secara tertutup oleh agen-agen
penggalang ke dalam sasaran, bersamaan dengan
itu sambil menyusun jaringan-jaringan penggalang
dalam tubuh sasaran;
(b) Agen penggalang dan jaringan tersamar sedemikian
rupa sehingga identitas kegiatan tidak
menimbulkan kecurigaan;
(c) Penyusupan kedalam kelompok masyarakat,
sasaran dapat dilakukan dengan perantaraan sarana-
sarana seperti Agen biro perjalanan, wartawan dll.
(2) Percerai-beraian
Kegiatan dilakukan untuk mencerai-beraikan
keutuhan, kesatuan dan kekompakan sasaran dengan
cara :
(a) Kesatuan dan persatuan serta keutuhan masyarakat
tanpa disadari dikelompokan kedalam golongan
33
(3) Pengingkaran
Menimbulkan pertentangan dan perpecahan,
kelompok menjadi terpecah belah, kewibawaan dan
kedudukan pimpinan sasaran menjadi lemah;
(4) Pengarahan
Memberikan arahan atau motivasi bahwa untuk
terciptanya dan terpeliharanya suatu keadaan yang
34
(5) Penggeseran
Mengganti pimpinan sasaran yang dinilai dapat
mengarahkan pengikutnya ke dalam pengaruh
penggalang;
(6) Penggabungan
Kelompok yang terpecah digabungkan kembali dan
telah tercipta kondisi yang dikehendaki penggalang,
sehingga merupakan bagian dari keseluruhan
kekuatan.
4) Taktik Penggalangan Intelijen Pemasyarakatan
a) Gerakan menarik (persuasif) sasaran.
a. Pemberi bantuan;
b. Hadiah;
c. Bujukan.
b) Gerakan menekan sasaran, yaitu memaksa agar obyek
menerima kehendak penggalang.
c) Gerakan penyesatan untuk mengalihkan perhatian sasaran.
d) Gerakan memecah belah, dimana sasaran dirangsang untuk
meragukan kepentingan kelompoknya sehingga bersedia
mengingkari kepatuhan kepada kelompoknya.
e) Gerakan mendorong dan dirangsang berfikir persuasif
yakni mengutamakan golongan intelektual sebagai sasaran
35
a. Intelijen Dasar
Adalah salah satu produk Intelijen Pemasyarakatan yang dibuat
oleh petugas Intelijen yang berisi mengenai bahan keterangan
tentang semua aspek kehidupan dan penghidupan tertentu dalam
suatu daerah(profil) yang isinya meliputi aspek Pemasyarakatan
dengan tujuan agar pimpinan atau para pengguna lainnya dapat
mengenal gambaran situasi umum yang ada didaerah tugasnya,
sehingga pimpinan dapat menentukan langkah-langkah kebijakan
dengan tepat;
b. Laporan Harian
Adalah suatu bentuk produk Intelijen Pemasyarakatan yang dibuat
oleh petugas Intelijen setiap hari yang memuat
berita/informasi/kejadian yang menonjol dari berbagai bidang
Intelijen yang mencakup masalah-masalah pemasyarakatan yang
didapat atau diterima pada hari itu dan perlu mendapatkan
perhatian dari pimpinan;
c. Laporan harian khusus atau aktual
Adalah salah satu produk Intelijen pemasyarakatan yang dibuat
oleh petugas Intelijen yang memuat salah satu masalah atau
peristiwa yang hanya sekali terjadi tetapi sangat menonjol dan atau
masalah/peristiwa yang sama dan pada hari yang sama terjadi pada
beberapa tempat disuatu wilayah tertentu yang perlu segera
diketahui pimpinan pada hari itu juga;
d. Laporan informasi
Adalah laporan dari petugas pemasyarakatan yang hanya meliputi
satu bidang dan satu masalah. Fakta dipisahkan dari pendapat
37
a. Taktis
Mencari, mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan keterangan
untuk digunakan bagi kepentingan taktis yaitu menentukan
tindakan-tindakan yang akan diambil dengan memperhitungkan
resiko dan pemberdayaan sarana-sarana yang ada secara efektif
dan efisien dalam batas waktu tertentu;
b. Strategis
Mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan keterangan untuk
dipergunakan bagi kepentingan cipta kondisi dalam rangka
membangun rasa aman dan tertib di UPT pemasyarakatan.
C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab IV, coba jelaskan
mengenai strategi Intelijen Pemasyarakatan dan apa saja kewenagan serta
kode etik Intelijen Pemasyarakatan dalam menudukung pelaksanaan
tugas Pemasyarakatan.
D. RANGKUMAN
Intelijen Pemasyarakatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
membutuhkan strategi-strategi guna mendapatkan atau memperoleh suatu
informasi atau laporan Intelijen yang akurat, strategi-strategi dalam
pelaksanaan Intelijen pemasyarakatan meliputi 3 aspek antara lain
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan , dimana ketiga aspek
tersebut terdapat tahapan yang harus dilakukan. Selian itu dalam upaya
mendukung pelaksanaan tugas Intelijen pemasyarakatan , setiap petugas
Intelijen diberikan kewenangan-kewenang sebagai alat untuk
mendapatkan informasi atau laporan Intelijen yang akurat, namun
kewenangan tersebut dibatasi oleh kode etik Intelijen Pemasyarakatan
yang mana kode teik tersebut mengacu kepada UU Intelijen Negara.
41
BAB V
BISNIS PROSES DAN JANGKA WAKTU PENYELESAIAN
INTELIJEN PEMASYARAKATAN
ANALISA
DAN
PENGOLAHAN
PENGUM-
PULAN PENGA-
DATA MATAN
PENYAJIAN
PRODUK
INTELIJEN
Penjelasan Umum
1. Melakukan pengumpulan dan pengelolaan dan verifikasi data
informasi;
42
➢ Prosedur
Didalam Pelaksanaan intelijen Pemasyarakatan terdapat beberapa
Standard Operational Procedure (SOP) antara lain:
1. SOP Kegiatan Intelijen Pemasyarakatan;
2. SOP Operasi Intelijen Pemasyarakatan;
3. SOP Pemetaan UPT Pemasyarakatan Potensi Gangguan Kamtib;
4. SOP Penyelidikan Intelijen Pemasyarakatan;
5. SOP Pengamanan Intelijen Pemasyarakatan;
6. SOP Penggalangan Intelijen Pmeasyarakatan.
Penjelasan
• Jangka waktu Pengumpulan informasi dari mulai penerimaan sampai
dengan adanya disposisi kepala Unit maksimal 1 hari kerja.
• Jangka waktu Verifikasi data dan informasi dari mulai pemeriksaan
berkas sampai dengan disposisi Kepala Unit maksimal 1 hari kerja.
• Jangka waktu Analisa data dan informasi dari mulai diterimanya disposisi
sampai dengan laporan hasil maksimal 1 hari kerja.
• Jangka waktu pengamatan/surveilance maksimal 5 hari kerja
• Jangka waktu Penyampaian laporan dan evaluasi hasil kegiatan maksimal
2 hari kerja
Total waktu Pelaksanaan kegiatan Intelijen Pemasyarakatan sampai
menjadi produk intelijen dibutuhkan maksimal 10 hari kerja.
C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab V, coba jelaskan
mengenai strategi Intelijen Pemasyarakatan dan apa saja kewenangan serta
kode etik intelijen Pemasyarakatan dalam menudukung pelaksanaan tugas
Pemasyarakatan.
D. RANGKUMAN
Dalam rangka memperoleh data dan informasi intelijen yang akurat,
dibutuhkan tahapan atau alur mekanisme dari mulai pengumpulan data,
analisa dan pengolahan, pengamatan serta penyajian produk intelijen
sehingga dengan adanya alur mekanisme tersebut diharapkan laporan
intelijen menjadi akurat.
BAB VI
KEBUTUHAN SDM DAN SARANA PRASARANA
A. Kebutuhan SDM
Dukungan operasional personel yang memadai dan berkualitas sangat
penting dalam penyelenggaraan intelijen Pemasyarakatan. Tujuannya
untuk mempercepat proses penyajian data dan informasi yang akan
digunakan pimpinan dalam pengambilan keputusan agar tepat waktu dan
berkualitas. Pengadaan SDM harus sesuai kebutuhan dan kompetensi
dalam penyelenggaraan intelijen sesuai dengan standar kompetensi dasar.
Kebutuhan petugas pada Unit Intelijen Pemasyarakatan minimal
sebanyak 6 (enam) orang anggota yang mewakili tugas dan fungsi dalam
satker, terdiri atas:
4 Menyusun 3 Pernah
produk mendapatka
intelijen n diklat
Intelijen
4 Mempunyai
kemampuan
agen
handling
3. Pendidikan intelijen
▪ Jenis pendidikan.
a) Pendidikan Dasar Intelijen;
b) Pendidikan Lanjutan Intelijen;
c) Pendidikan Intelijen Pemasyarakatan Strategis.
▪ Tempat pendidikan.
a) Dalam Negeri
a) Pusdik Intelijen;
b) Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (POLTEKIP);
c) Pendidikan Dasar Pemasyarakatan;
d) Lembaga-lembaga Pendidikan Intelijen.
b) Luar Negeri
Kerja sama dengan negara-negara lain yang mempunyai
lembaga pendidikan di bidang intelijen.
▪ Materi pendidikan.
Ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan sesuai
dengan dinamika perkembangan tantangan dan kebutuhan yang
dihadapi di lapangan.
▪ Peserta pendidikan.
a) Pejabat Struktural;
b) Pejabat Fungsional Umum atau tertentu.
50
▪ Pelatihan intelijen
a. Pelatihan Intelijen Pemasyarakatan
1) Tujuan
Memelihara dan meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan terhadap fungsi Intelijen.
2) Materi
Berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi
Pemasyarakatan serta manajemen fungsi pembinaan
dan manajemen operasional khususnya meliputi:
1) Kemampuan-kemampuan perorangan;
2) Kemampuan-kemampuan Tim.
▪ Pelatihan Intelijen Terpadu
a. Tujuan
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama lintas ungsional
dan antar fungsi Intelijen dalam meneyelenggarakan
kegiatan dan operasi Intelijen.
b. Materi
Sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
B. Sarana Prasarana
Berikut ini adalah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
melaksanakan standar intelijen Pemasyarakatan secara efektif dan efisien:
Penjelasan:
Kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka kegiatan
intelijen Pemasyarakatan antara lain :
A. Senjata berikut peluru dan ijin penggunaanya yang digunakan
sebagai alat pengamanan diri pada saat melaksanakan tugas;
53
C. LATIHAN
Setelah peserta membaca dan mempelajari isi dari bab VI, coba jelaskan
mengenai jumlah petugas Intelijen Pemasyarakatan dalam setiap unitnya
dan sarana prasarana sebagai penunjang pelaksanaan tugas intelijen
Pemasyarakatan ;
D. RANGKUMAN
Kebutuhan sumber daya Manusia dibidang Intelijen Pemasyarakatan
tentunya menjadi salah satu faktor penting dalam pelaksanaan tugas
Intelijen Pemasyarakatan, Sumber daya manusia yang berkualitas
tentunya menjadi skala prioritas, guna mendapatkan sumber daya
manusia yang berkualiatas tentunya harus dilakukan melalui berbagai
metoda, antara lain melalui berbagai pelatihan dan rekuitmen, kebutuhan
54
BAB VII
PENUTUP
A. SIMPULAN
Peran dan fungsi Intelijen dalam pelaksanaan tugas pemasyarakatan
menjadi sangat penting dalam upaya mencegah terjadinya gangguan
keamanan dan ketertiban di UPT Pemasyarakatan karena Intelijen
merupakan suatu alat atau sarana deteksi dini dalam bentuk pemberian
atau penyampaian informasi atau data yang akurat. Selain itu Intelijen
juga merupakan produk dan pengetahuan yang berisi keterangan yang
telah diolah melalui proses pengolahan sehingga bermakna sebagai
pengetahuan untuk bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana,
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Intelijen sebagai produk dan pengetahuan tentunya membutuhkan
tahapan–tahapan dalam mendapatkan laporan Intelijen yang akurat.
Tahapan tersebut antara lain meliputi dasar hukum pelaksanaan tugas,
norma, asas dan prinsip Intelijen, peran, bisnis proses, dan strategi
pencapaiannya. Tahapan tersebut tentunya didukung dengan adanya
sumber daya manusia yang akurat serta adanya dukungan operasional
berupa sarana dan prasarana yang memadai. Dengan adanya tahapan
tersebut, diharapkan laporan Inteljen yang akurat dapat terlaksana serta
dapat dipertanggungjawabkan atau akuntabel.
Modul Pengenalan dasar-dasar Intelijen Pemasyarakatan menjadi bagian
yang penting sebagai penunjang keberhasilan bagi pelaksanaan tugas
Intelijen pemasyarakatan. Dengan adanya modul tersebut diharapkan
56
B. TINDAK LANJUT
Sebagai upaya tindak lanjut dari kegiatan pelatihan ini diharapkan setiap
UPT Pemasyarakatan dan Kantor Wilayah dapat membentuk Unit
Intelijen Pemasyarakatan sebagai perpanjangan unit Intelijen
Pemasyarakatan tingkat pusat dan agar setiap peserta pelatihan dapat
menerapkan dalam pelaksanaan tugas di lapangan dan menjadi agen-agen
Intelijen Pemasyarakatan dengan memberikan data dan
informasi/laporan Intelijen yang akurat dalam rangka deteksi dini potensi
gangguan keamanan dan ketertiban di UPT Pemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
MODUL
PENGENALAN DASAR NAPZA DAN
KEWASPADAAN STANDAR KESEHATAN
Penulis
dr. Astia Murni
Editor
Dra. Dede Erni Kartikawati,M.Si
v
vi
A. Latar Belakang
1
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat Pengenalan Dasar Napza dan Kewaspadaan Standar
Kesehatan pada Diklat Teknis Pengamanan berisi tentang materi dasar
mengenai jenis-jenis Napza dan efeknya terhadap kesehatan serta materi
Kewaspadaan Standar Kesehatan untuk melindungi Petugas Pengamanan
dari risiko tertular infeksi.
C. Hasil Belajar
Setelah mempelajari tentang Mata Diklat Pengenalan Dasar Napza dan
Kewaspadaan Standar Kesehatan ini, peserta Diklat diharapkan mampu
mengidentifikasi jenis-jenis Napza dan efeknya terhadap kesehatan serta
menerapkan kewaspadaan Standar Kesehatan untuk melindungi Petugas
Pengamanan dari risiko tertular infeksi.
D. Indikator Pembelajaran
Setelah mempelajari Mata Diklat Pengenalan Dasar Napza dan
Kewaspadaan Standar Kesehatan ini, peserta diharapkan dapat:
a. Mengidentifikasi jenis-jenis Napza dan efeknya terhadap kesehatan.
b. Menerapkan kewaspadaan Standar Kesehatan untuk melindungi
Petugas Pengamanan dari risiko tertular infeksi.
E. Materi Pokok / Sub Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah:
a. Jenis-jenis Napza Dan Efeknya Terhadap Kesehatan.
1) Pengertian Napza.
2) Penggolongan Napza
3) Efek Yang Ditimbulkan Oleh Zat
4) Penyalahgunaan Napza
5) Dampak Penyalahgunaan Napza Terhadap Kesehatan.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
F. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah:
1. Peserta diklat dapat lebih memahami pengertian Napza, jenis-jenis zat
yang sering disalahgunakan, dan gangguan kesehatan akibat
penyalahgunaan Napza.
2. Peserta diklat dapat lebih memahami pengertian kewaspadaan standar
dalam kesehatan dan kegiatan pokok kewaspadaan standar.
3. Peserta diklat dapat lebih memahami teknik pencegahan penularan
infeksi penyakit di Lapas dan Rutan.
4. Peserta diklat dapat menerapkan pengamanan terhadap barang/orang
lingkungan dalam rangka pencegahan peredaran gelap Napza ke dalam
lingkungan Lapas/ Rutan dengan tetap menerapkan kewaspadaan
standar kesehatan untuk mencegah penularan penyakit.
G. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata
Diklat“Pengenalan Dasar Napza dan Kewaspadaan Standar Kesehatan”
dapat berjalan lebih lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara
baik, Anda kami sarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
A. Pengertian Napza
5
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
B. Penggolongan Napza
Berbagai jenis Napza memiliki pengaruh terhadap tubuh yang
menghasilkan perubahan kondisi mental dan tingkah laku penggunanya.
Berdasarkan efek yang dapat ditimbulkannya, Napza digolongkan
menjadi 4 golongan:
1. Stimulan
Bersifat meningkatkan aktifitas susunan saraf pusat. Zat ini
mempercepat detak jantung dan pernapasan serta meningkatkan
tekanan darah. Zat ini berpotensi menekan nafsu makan dan membuat
penggunanya tetap terjaga.
2. Depresan
Bersifat menekan aktifitas susunan saraf pusat. Penggunanya
mengalami perlambatan detak jantung dan pernapasan. Beberapa
pengguna memanfaatkan efek ini pada saat mengalami sulit tidur.
3. Halusinogen
Menyebabkan gangguan sensori panca indera
(halusinasi) yang cukup besar dan mengubah
suasana hati dan pikiran.
4. Others
Mempunyai efek kombinasi dari jenis-jenis zat
yang telah disebutkan di atas, misalnya stimulan
dan halusinogen.
2. Ganja
Ganja dikenal dapat memicu psikosis, terutama
bagi mereka yang memiliki latar belakang
(gen). Ganja juga bisa memicu dan
mencampuradukkan antara kecemasan dan
depresi.
Gejala yang ditimbulkan dari penggunaan
ganja
▪ Rasa senang dan bahagia
▪ Santai dan lemah
▪ Acuh tak acuh
▪ Mata merah
▪ Nafsu makan meningkat
▪ Mulut kering
▪ Pengendalian diri dan konsentrasi kurang
▪ Depresi dan sering menguap/mengantuk.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
4. Kokain
Kokain adalah salah satu zat adiktif yang sering disalahgunakan.
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
D. Penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan napza yaitu mengkonsumsi Napza tanpa indikasi medis
dan tanpa pengawasan petugas kesehatan.
Risiko penyalahgunaan Napza adalah berkembangnya penyakit adiksi
(kecanduan). Adiksi merupakan penyakit yang menyerang fungsi otak,
bersifat kronis dan memiliki risiko kambuh yang tinggi. Gejala khas
adiksi ditandai dengan pencarian dan penggunaan kompulsif, meskipun
mengetahui kemungkinan konsekuensi yang membahayakan. Seperti
halnya dengan beberapa penyakit kronis lainnya, adiksi tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikelola agar penderitanya dapat aktif
menjalankan fungsi sosialnya.
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
F. Latihan
Untuk lebih memantapkan pengertian saudara mengenai Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza), cobalah diskusikan:
1. Hal-hal apa saja yang menyebabkan seseorang tertarik menggunakan
Napza?
2. Apakah semua pengguna Napza pasti menjadi pecandu?
3. Bagaimana seorang pengguna Napza dapat tertular HIV?.
G. Rangkuman
Narpza mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan.
Pemahaman mengenai dampak buruk narkoba sangat penting untuk
mencegah seseorang terlibat dalam lingkungan pergaulan yang berisiko
tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba.
BAB III
KEWASPADAAN STANDAR KESEHATAN
13
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
D. Latihan
Untuk lebih mengembangkan pemahaman saudara tentang Kewaspadaan
Standar Kesehatan, cobalah latihan di bawah ini.
1. Peragakan cara mencuci tangan yang baik dan benar!
2. Peragakan teknik penggeledahan badan terhadap Narapidana/Tahanan.
3. Peragakan teknik penggeledahan barang yang benar .
Diklat Teknis Pengamanan Kepala Regu Dan Petugas Pintu Utama Pada Lapas/Rutan
E. Rangkuman
Situasi Lapas/Rutan merupakan lingkungan yang berisiko tinggi terhadap
paparan terhadap sumber infeksi. Hal ini membuat petugas Lapas/Rutan
sangat rentan tertular penyakit. Oleh karena itu sangat penting penerapan
Kewaspadaan Standar Kesehatan oleh petugas Pengamanan dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari untuk melindungi dirinya dari penyakit
tanpa memperhatikan status infeksi sumbernya.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Penyalahgunaan Napza dapat mempengaruhi kehidupan dan memiliki
dampak buruk terhadap kesehatan.
2. Kewaspadaan Standar harus diterapkan tanpa memandang status
infeksi
B. Tindak Lanjut
Penerapan teknik-teknik Kewaspadaan Standar dalam menjalankan tugas
pengamanan dapat melindungi petugas dari risiko infeksi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. http://dedihumas.bnn.go.id
2. http://new.dhh.louisiana.gov/assets/oph/Center-PHCH/Center-
CH/infectious-epi/InfectionControl/presentations/CorrectionalFacility.pd
3. UNODC, Intervention for Drug Users in Prison.
DIKLAT TEKNIS PENGAMANAN
KEPALA REGU DAN PETUGAS
PINTU UTAMA PADA LAPAS
DAN RUTAN
MODUL
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Penulis :
FEBIE DWI HARTANTO, A.md.IP, SH
Editor:
RINI SETIAWATI, S.T., M.Pd.
A. Latar Belakang
Salah tugas dan fungsi dari Rutan dan Lapas setelah melakukan
penerimaan tahanan atau narapidana adalah melakukan pengamanan
Tahanan/Narapidana baik saat berada dalam kamar hunian atau pun pada
saat melaksanakan kegiatan di luar kamar hunian yang dikenal dengan
kegiatan penjagaan, yang mana fungsi dan tugas tersebut dilaksanakan
oleh Regu Pengamanan di Rutan dan Lapas.
1
menjadi faktor penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi
pelaksanaan tugas sehari-hari khususnya dibidang tugas pengamanan.
B. Deskripsi Singkat
Modul Praktek Kerja Lapangan (PKL) Diklat Teknis Pengamanan
Kepala Regu Pengamanan dan Petugas Pintu Utama ini memuat dan
menjelaskan tentang pelaksanaan mekanisme praktek kerja lapangan
mengenai penerapan prosedur pelaksanaan pengamanan pintu utama
bagi Petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U) dan Kepala Regu
Pengamanan sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia nomor 33 Tahun 2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta penyusunan
laporan praktek kerja lapangan (PKL).
2. Indikator keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat (Kepala Regu
Pengamanan dan Petugas Pengamanan Pintu Utama (P2U) )
diharapkan dapat :
1. Melaksanakan mekanisme Praktek Kerja Lapangan sesuai
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 33
Tahun 2015 tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara
2. Menyusun laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
2. Penyusunan Laporan
a. Sistematika Penulisan Laporan
b. Penjelasan Format Penulisan Laporan
F. Petunjuk Belajar
Untuk tercapainya tujuan pembelajaran, peserta diharapkan dapat
membaca dan memahami setiap pokok bahasan. Peserta dapat
menambah referensi bahan bacaan untuk memperkaya wacana dan
kerangka pikir yang disesuaikan dengan perkembangan lingkungan
stratejik, sehingga proses transfer knowledge antara narasumber dan
peserta dapat lebih efisien, efektif serta saling mengisi.
4
BAB II
MEKANISME PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat melaksanakan
Praktek Kerja lapangan sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia nomor 33 Tahun 2015 tentang Peraturan
Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
Negara.
2. Ketentuan Pembimbing :
a. Dosen Pembimbing ditunjuk oleh penyelenggara Diklat.
b. Pembimbing adalah dosen tetap dan tidak tetap pada BPSDM
Kemenkumham.
C. Objek Observasi
1. Mempelajari cara kerja Petugas Pintu Pengamanan Utama
(P2U) pada tempat PKL, antara lain :
a. Proses serah terima tugas
b. Buka tutup pintu utama
c. Pemeriksaan orang
d. Pemeriksaan tahanan dan narapidana
6
e. Pemeriksaan barang
f. Pemeriksaan kendaraan
g. Penindakan pelanggaran
h. Pembuatan Laporan
D. Rangkuman
1. Prosedur pelaksanaan PKL adalah sebagai berikut :
a. Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat memakai pakaian dinas harian/pakaian
diklat.
b. Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat didampingi oleh pembimbing, dosen dan
pendamping dari tempat PKL.
c. Menjaga tata tertib selama pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan (PKL).
d. Pembagian kelompok Peserta diklat
2. Objek observasi
a. Mempelajari cara kerja Petugas Pintu Pengamanan Utama
(P2U) pada tempat PKL.
7
b. Mempelajari cara kerja Petugas Pintu Pengamanan Utama
(P2U) pada tempat PKL.
E. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!
1. Jelaskan prosedur pelaksanaan PKL ?
2. Jelaskan objek observasi pada bagian Pengamanan Pintu Utama ?
3. Jalaskan objek observasi pada bagian Kepala Regu Pengamanan ?
8
BAB III
PENYUSUNAN LAPORAN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat menyusun
laporan Praktek Kerja lapangan.
2. Bagian inti
a. BAB I PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
2) Perumusan Masalah
3) Tujuan dan Manfaat
4) Metode Pengambilan Data
b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
9
c. BAB III TINJAUAN UMUM
1) Gambaran umum Lapas
2) Struktur Organisasi
3) Tugas dan Tanggung Jawab
4) Sistem yang sedang berjalan
d. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1) Analisis Sistem Berjalan
2) Usulan pemecahan masalah
3) Perancangan (Optional)
e. BAB V PENUTUP
1) Kesimpulan
2) Saran
3. Bagian akhir
a. DAFTAR PUSTAKA
b. LAMPIRAN 1
11
II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi uraian yang sistematis dari teori-teori yang mendukung
topik pembahasan.
12
yang berjalan seperti usulan kebutuhan Fungsional dan non
fungsional.
V. BAB V PENUTUP
Berisi uraian singkat tentang kesimpulan(rangkuman keseluruhan
dari hasil pembahasan) dan saran perluasan, pengembangan,
pendalaman, atau pengkajian ulang yang perlu disampaikan
C. Rangkuman
1. Kerangka Laporan terdiri dari tiga bagia, yaitu :
a. Bagian awal
b. Bagian inti
c. Bagian akhir
2. Bagian awal berisiskan:
a. Halaman Sampul
b. Halaman Judul (sama dengan halaman sampul)
c. Halaman Pengesahan Praktek Kerja Lapangan
d. Halaman Pernyataan Keaslian Hasil
e. Kata Pengantar
f. Daftar Isi
g. Daftar Tabel (jika ada)
h. Daftar Gambar (jika ada)
i. Daftar Grafik (Jika ada)
j. Daftar Lampiran (Jika ada)
F. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan singkat
1. Jelaskan isi bagian latar belakang ?
2. Jelaskan isi bagian rumusan masalah?
3. Jelaskan isi bagian analisa dan pembahasan?
14
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Upaya peningkatan pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan sejauh ini terus menerus dilakukan oleh Kementerian
Hukum dan HAM. Berbagai kebijakan dan usaha untuk mendorong
peningkatan pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan telah dilakukan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah diterbitkannya regulasi terbaru
yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 33 Tahun 2015
tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara. Dengan regulasi ini diharapkan akan
meningkatkan keamanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan.
Dalam mengimplementasikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor 33 Tahun 2015 tersebut, maka BPSDM Hukum dan HAM
melakukan beberapa penyempurnaaan dalam pelaksanaan peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia khususnya Kepala Regu Pengamanan
dan Penjaga Pintu Utama. Penyempurnaan ini dimaksudkan agar Kepala
Regu Pengamanan dan Penjaga Pintu Utama mampu menerapan
prosedur pelaksanaan pengamanan pintu utama bagi Petugas
Pengamanan Pintu Utama (P2U) dan Kepala Regu Pengamanan sesuai
dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 33 Tahun 2015.
Untuk mendukung keberhasilan pendidikan dan pelatihan tersebut
BPSDM Hukum dan HAM menyusunan modul Praktek Kerja Lapangan
15
(PKL) ini. Sehingga diharapkan menjadi bahan pembelajaran dan sarana
mempermudah proses pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan bagi para
widyaiswara dan dosen di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Semakin banyak modul mata diklat yang disusun diharapkan akan
semakin memperlancar pembelajarandan meningkatkan kualitas peserta
diklat.
B. Latihan
Jawablah pertanyaaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Jelaskan apa saja yang dipersiapkan sebelum melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan!
2. Jalaskan sistematika penulisan laporan yang baik dan benar?
16
KUNCI JAWABAN
BAB II
1. Prosedur pelaksanaan PKL adalah sebagai berikut :
▪ Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat memakai pakaian dinas harian/pakaian
diklat.
▪ Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
peserta diklat didampingi oleh pembimbing, dosen dan
pendamping dari tempat PKL.
▪ Menjaga tata tertib selama pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan (PKL).
▪ Pembagian kelompok Peserta diklat
2. Objek observasi pada bagian Pintu Pengamanan Utama (P2U)
adalah sebagai berikut :
▪ Proses serah terima tugas
▪ Buka tutup pintu utama
▪ Pemeriksaan orang
▪ Pemeriksaan tahanan dan narapidana
▪ Pemeriksaan barang
▪ Pemeriksaan kendaraan
▪ Penindakan pelanggaran
▪ Pembuatan Laporan
3. Objek observasi pada bagian Kepala Regu Pengamanan
adalah sebagai berikut :
▪ Proses serah terima tugas
17
▪ Pelaksanaan Apel Regu Pengamanan dan penghitungan
Warga Binaan
▪ Pelaksanaan Kontrol
▪ Pelaksanaan pengendalian peralatan
▪ Pelaksanaan penguncian
BAB III
1. Latar Belakang Bagian ini berisi tentang alasan mengapa
suatu obyek harus diteliti atau dapat dikatakan sebagai
cerminan masalah yang akan diteliti disertai dengan dukungan
data yang jelas seperti analisis situasi saat ini. Perlu dijelaskan
pula pentingnya tugas Kepala Regu pengamanan dan Petugas
Pintu Pengamanan Utama (P2U).
2. Perumusan Masalah Memuat pernyataan tentang apa yang
menjadi masalah pokok. Pernyataan tersebut harus
menunjukkan gambaran adanya permasalahan (seperti
yang teridentifikasi dalam latar belakang) yang perlu dicari
pemecahannya sehingga tujuan dapat dicapai. Perumusan
masalah biasanya dituliskan dalam bentuk kata tanya.
Rumusan ini harus terjawab pada setiap pembahasan serta
kesimpulan.
3. Analisa dan pembahasan berisikan tiga poin, yaitu :
▪ Analisis Sistem Berjalan Jelaskan hasil analisis anda,
tentang kelebihan dan kelemahan/kekurangan sistem yang
berjalan.
▪ Usulan pemecahan masalah Jelaskan usulan pemecahan
masalah sehubungan dengan hasil analisis anda tentang
18
sistem yang berjalan seperti usulan kebutuhan Fungsional
dan non fungsional.
▪ Perancangan Pada Bagian ini akan disampaikan
rancangan sistem baru atau yang .
19
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 33 Tahun 2015
tentang Peraturan Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara.
20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
21