You are on page 1of 14

A.

Definisi Gangguan Kognitif


Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Stuart&Sundeen,1987).
Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karenakemampuan pasien
untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .Respon kognitif maladaptif
meliputi ketidakmampuan untuk membuat keputusan,kerusakan memori dan
penilaian, disorientasi, salah persepsi, penurunan rentangperhatian, dan kesulitan
berfikir logis. Respon tersebut dapat terjadi secara episodik atau terjadi terus-menerus.
Suatu kondisi dapat reversibel atau ditandai denganpenurunan fungsi secara progresif
tergantung stressor.

B. Etiologi Gangguan Kognitif


1. Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf
pusat (SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman
nutrisi mengakibatkan gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah
penyakit infeksi sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck, Rawlins
dan Williams, 1984, hal 871). Banyak faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat
menimbulkan gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan
jiwa fungsional.
2. Faktor Presipitasi
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat berupa
anemia Hipoksia, Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia.
Semua Keadaan ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan
metabolisme sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia.
Racun, virus dan virus menyerang otak mengakibatkan gangguan fungsi otak,
misalnya sifilis. Perubahan struktur otak akibat trauma atau tumor juga mengubah
fungsi otak. Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu fungsi
kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan merangsang dapat
mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi, namun belum ada penelitian yang
tepat.
C. Akibat gangguan kognitif
1. Menurun kemampuan konsentrasi terhadap stimulus (misalnya, pertanyaan harus
diulang).
2. Proses pikir yang tidak tertata, misalnya tidak relevan atau inkoheren.
3. Minimal 2 dari yang berikut :
a. Menurunkan tingkat kesadaran.
b. Gangguan persepsi, Ilusi, halusinasi.
c. Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau ngatuk pada siang hari.
d. Meningkat atau Menurun aktivitas psikomotor.
e. Disorientasi, tempat, waktu, orang.
f. Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru, misalnya nama
beberapa benda setelah lima menit.

D. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
Penyebab :
a. Gangguan fungsi susunan saraf pusat
b. Gangguan pengiriman nutrisi
c. Gangguan peredaran darah

a. Penuaan
• Kumulatif degeneratif jaringan otak = penuaan
• Racun dalam jaringan otak
• Kimia toksik/logam berat = Respon kognitif maladaptif
b. Neurobiologi
• Penyakit Alzheimer’s
• Gangguan metabolik :
- Penyakit lever kronik,
- GGK
- Defisit vitamin
- Malnutrisi
• Anorexia nervosa
• Bulimia nervosa
c. Genetik : Penyakit otak degeneratif herediter ( Huntington’s Chorea)
2. Stressor Presipitasi
a. Hipoksia :
- Anemia hipoksik
- Histotoksik hipoksia
- Hipoksemia hipopoksik
- Iskemia hipoksik = Suplai darah ke otak menurun/berkurang

b. Gangguan metabolisme
Malfungsi endokrin : Underproduct / Overproduct Hormon
- Hipotiroidisme
- Hipertiroidisme
- Hipoglikemia
c. Racun, Infeksi
- Gagal ginjal
- Syphilis
- Aids Dement Comp
d. Perubahan Struktur
- Tumor
- Trauma
e. Stimulasi Sensori
- Stimulasi sensori berkurang
- Stimulasi berlebih

3. Perilaku
Pada gangguan kognitif, diagnosa medis yang sering dihadapi adalah Demensia:
Suatu keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir abstrak. Delirum:
Suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan: Gangguan perhatian,
memori, pikiran dan orientasi. Insomnia: Insomnia/sulit tidur adalah masalah yang
lazim dialami lansia; sleep-maintenance insomnia adalah kondisi terkait umur dan
membuat penderitanya lemah (Bootzin, Engle-Friedman, dan Hazelwood).
Demensia
1. Pengertian Demensia
Demensia merupakan istilah digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional
yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Demensia bukan berupa
penyakit dan bukanlah sindrom.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya
sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia
diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang
normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa
menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan
penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi
fungsi.
Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum
berarti indikasi terjadinya demensia. Orang-orang yang menderita demensia sering
tidak dapat berpikir dengan baik dan berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik.
Oleh sebab itu mereka lambat laun kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan
permasalahan dan perlahan menjadi emosional, sering hal tersebut menjadi tidak
terkendali.

2. Faktor Penyebab Demensia


Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti stroke, Alzheimer,
penyakit Creutzfeldt-Jakob, Penyakit Pick, Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-
lain. Demesia juga dapat diinduksi oleh defisiensi niasin.
Orang yang menderita cedera kepala berulang (misalnya petinju) seringkali
mengalami demensia pugilistika (ensefalopati traumatik progresif kronik); beberapa
diantaranya juga menderita hidrosefalus.
Usia lanjut yang menderita depresi juga mengalami pseudodemensia. Mereka
jarang makan dan tidur serta sering mengeluh tentang ingatannya yang berkurang;
sedangkan pada demensia sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan
mereka.
3. Gejala Demensia
a. Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah,
sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari.
a) Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan
kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda.
b) Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang
tepat dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian angka).
c) Sering terjadi perubahan kepribadian.

b. Demensia karena penyakit Alzheimer biasanya dimulai secara samar.


a) Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi; tetapi
bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi
atau perubahan kepribadian lainnya.
b) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-
kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau
tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.
c) Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan
dalam mengemudikan kendaraan.
d) Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.
c. Demensia karena stroke kecil memiliki perjalanan penyakit dengan pola seperti
menuruni tangga.
a. Gejalanya memburuk secara tiba-tiba, kemudian agak membaik dan
selanjutnya akan memburuk kembali ketika stroke yang berikutnya terjadi.
b. Mengendalikan tekanan darah tinggi dan kencing manis kadang dapat
mencegah stroke berikutnya dan kadang terjadi penyembuhan ringan.
c. Beberapa penderita bisa menyembunyikan kekurangan mereka dengan baik.
d. Mereka menghindari aktivitas yang rumit (misalnya membaca atau bekerja).
e. Penderita yang tidak berhasil merubah hidupnya bisa mengalami frustasi
karena ketidakmampuannya melakukan tugas sehari-hari.
f. Penderita lupa untuk melakukan tugasnya yang penting atau salah dalam
melakukan tugasnya.
4. Tanda - Tanda
Tanda dari demensia antara lain:
a. Bicara tidak nyambung
b. Daya ingat menurun
c. Pengetahuan tentang diri dan lingkungan menurun
d. Emosi labil ( cepat marah dan cepat berubah)

Dengan bertambahnya usia, kemampuan memori menurun secara wajar. Ciri-ciri


mudah lupa antara lain :

a. Mudah lupa nama benda, nama orang dan sebagainya


b. Terdapat gangguan dalam mengingat kembali atau recall
c. Terdapat gangguan dalam mengambil kembali informasi yang telah tersimpan
dalam memori
d. Tidak ada gangguan dalam mengenal kembali sesuatu, apabila diberi isyarat.
e. Lebih sering menjabarkan bentuk atau fungsi daripada menyebutkan namanya.

5. Tahap-Tahap Demensia
1) Tahap awal
a. Perubahan alam perasaan atau kepribadian
b. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah
c. Konfusi tentang tempat (tersesat pada saat akan ke toko)
d. Konfusi tentang waktu
e. Kesuliatan dengan angka,uang dan tagihan
f. Anomia ringan (kesulitan dalam menyebut nama benda)
g. Menarik diri/depresi

2) Tahap pertengahan
a. Gangguan memori saat ini dan masa lalu.
b. Anomia, agnosia (ketidakmampuan untuk mengenali objek yang umum),
apraksia (ketidakmampuan melakukan gerakan yang bertujuan meskipun sistem
sensoris dan motoriknya utuh ), afasia (kesulitan dengan bahasa)
c. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah yang parah.
d. Konfusi tentang waktu dan tempat semakin memburuk.
e. Gangguan persepsi
f. Kehilangan pengendalian impuls.
g. Anxietas, gelisah, mengeluyur dan berkeras (gerakan atau vokalisasi berulang)
h. Hiperoralitas (ingin memasukan makanan atau benda-benda lain ke dalam
mulutnya).
i. Kemungkinan kecurigaan,delusi atau halusinasi
j. Konfabulasi (tidak mampu menemukan kata yang tepat,dapat menggunakan
kata-kata atau frasa yang tidak logis untuk mengisi kekosongan.
k. Gangguan kemampuan merawat diri yang sangat besar
l. Mulai terjadi inkontinensia
m.Gangguan siklus tidur bangun.

3) Tahap akhir
a. Gangguan yang parah pada semua kemampuan kognitif.
b. Ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman
c. Gangguan komunikasi yang parah (dapat menggerutu, mengeluh,
menggumam).
d. Sedikitnya kapasitas perawatan diri.
e. Inkontinensia kandung kemih dan usus
f. Kemungkinan menjadi hiperoralitas dan memiliki tangan yang aktif.
g. Penurunan nafsu makan,disfasia dan resiko aspirasi
h. Depresi sitem imun yang menyebabkan meningkatnya risiko infeksi.
i. Gangguan mobilitas dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan,kaku
otot,dan paratonia.
j. Reflex menghisap dan menggenggam
k. Menarik diri
l. Gangguan siklus tidur bangun,dengan peningkatan waktu tidur

6. Diagnosa
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta
adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan
pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk
menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke.
Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara
bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit
Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan
banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh
jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal).
Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah
pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang
merupakan pemerisaan skening otak khusus.

7. Terapi Farmkologis dan Non Farmakologis


a. Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
b. Obat takrin membantu penderita dengan penyakit Alzheimer, tetapi menyebabkan
efek samping yang serius. Takrin telah digantikan oleh donepezil, yang
menyebabkan lebih sedikit efek samping dan memperlambat perkembangan
penyakit Alzheimer selama 1 tahun atau lebih.
c. Ibuprofen juga bisa memperlambat perjalanan penyakit ini. Obat ini paling baik
jika diberikan pada stadium dini.
d. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke. Jika
hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi. Jika
didiagnosis secara dini, maka demensia karena hidrosefalus bertekanan normal
kadang dapat diatasi dengan membuang cairan yang berlebihan di dalam otak
melalui selang drainase (shunting).
b) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikosa (misalnya
tioridazin dan haloperidol). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek
samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang
mengalami halusinasi atau paranoid.
c) Selain terapi farmakologis seperti dijelaskan di atas, demensia dapat juga
diberikan terapi non farmakologis seperti Terapi aktivitas kelompok brain gym
yang bertujuan mengurangi resiko kehilangan daya ingat yang lebih parah. Terapi
aktivitas kelompok review kehidupan yang bertujuan untuk mengurangi
penurunan daya ingat dengan mereview pengalaman – pengalaman lansia di
masa lalu , kemudian diceritakan kembali oleh lansia lainnya, selain itu Klien
mampu meningkatkan komunikasi yang efektif dengan sesama klien.

8. Membantu penderita demensia dan keluarganya


Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki
orientasi.
a. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
b. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
c. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan,
akan sangat membantu.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN KOGNITIF (DEMENSIA)

I. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2. Kaji adanya demensia
Dengan alat- alat yang sudah distandarisasi, meliputi:
a. Mini Mental Status Exam (MMSE)
3. Singkirkan kemungkinan adanya depresi
Dengan alat skrining yang tepat, seperti Geriatric Depression Scale ( Yesavage &
brink, untuk perbandigan gejala delirium, demensia, depresi.
4. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung
terhadap:
a. Perilaku.
1. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari?
2. Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
3. Apakah klien sering mondar mandir “keluyuran”?
4. Apakah dia menunjukkan sundown syndrome atau perseveration
phenomena?
b. Afek.
1. Apakah klien menunjukkan ansietas?
2. Labilitas emosi?
3. Depresi atau apatis?
4. Iritabilitas?
5. Curiga?
6. Tidak berdaya?
7. frustasi?

c. Respon kognitif.
1. Bagaimana tingkat orientasi klien?
2. Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja
atau yang sudah lama terjadi?
3. Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan? Kurang
mampu membuat penilaian terbukti mengalami afasia, agnosia, atau
apraksia?
4. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga.
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia
sudah menjadi pemberi asuhan di keluarga tersebut. (demensia jenis
Alzheimer tahap akhir dapat sangat menyulitkan karena sumber daya
keluarga mungkin sudah habis.)
b. Identifikasi system pendukung yang ada pada pemberi asuhan dan
anggota keluarga yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawaran klien dan sumber
daya komunitas ( catat hal-hal yang prertlu diajarkan)
d. Identifikasi system pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran
pemberi asuhan tentang dirinya sendiri.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan proses pikir b.d gangguan kognitif
2. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan persepsi, transmisi, dan integrasi sensori
3. Resiko cedera b.d agitasi
4. Defisit perawatan diri b.d penurunan kemampuan melakukan aktivitas
5. Risiko perubahan nutrisi b.d perubahan nafsu makan

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Perubahan proses pikir b.d gangguan kognitif
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
mengenali perubahan dalam berpikir dengan
Kriteria Hasil : 1. Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani
konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi
dan pikiran tentang diri
2. Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan
diri yang negative
3. Mampu mengenali perubahan dalam berpikir atau tingkah
laku dan faktor penyebab
4. Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak
diinginkan, ancaman, dan kebingungan
Intervensi :
a. Orientasikan pasien lebih sering kepada realitas dan sekelilingnya.
Rasional : orientasi akan melatih ingatan klien pada realita dan lingkungan
sekitar.
b. Berikan umpan balik positif bila pikiran dan perilaku tepat atau bila pasien
mengungkapkan bahwa ide yang diekspresikan tidak didasarkan pada
realitas.
c. Gunakan penjelasan sederhana dan interaksi, saling berhadapan bila
berkomunikasi dengan pasien.
Rasional : komunikasi dengan teman-temannya akan meningkatkan nilai
sosial lansia tersebut.
d. Observasi ketat terhadap perilaku pasien yang diindikasikan.
Rasional : memantau keadaan klien dapat menentukan intervensi selanjutnya.
2. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan persepsi, transmisi, dan integrasi sensori
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi
sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan
Kriteria Hasil : 1. Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress
atau mengatur prilaku.
2. Mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi
3. Perawat mampu mengidentifikasi faktor eksternal yang berperan
terhadap perubahan
4. Kemampuan persepsi sensori
Intervensi:
a. Kurangi jumlah rangsang pada lingkungan pasien (misalnya kebisingan
rendah, sedikit orang, dekorasi sederhana).
Rasional : faktor lingkungan juga akan mempengaruhi
b. Pertahankan realitas melalui reorientasi dan fokus pada situasi-situasi dan
orang- orang yang sebenarnya.
Rasional : mengulang- ulang orientasi akan melatih ingatan dan
melambatkan terjadinya demensia yang lebih parah.
c. Berikan rasa aman terhadap keselamatan jika pasien memberikan respon
dengan rasa takut terhadap persepsi yang tidak akurat.
Rasional : Rasa aman akan mengurangi rasa kecemasan pada diri lansia
tersebut.
d. Perbaiki dekripsi pasien pada persepsi yang tidak akurat, dan uraikan
situasinya yang realitas.
Rasional : persepsi yang salah akan melekat pada ingatan pasien
e. Berikan perasaan aman dan stabilitas pada lingkungan pasien dengan
memungkinkan perawatan diberikan oleh petugas yang sama secara teratur.
Rasional : Memproteksi pasien menumbuhkan rasa bina hubungan saling
percaya
3. Resiko cedera b.d agitasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera tidak
terjadi
Kriteria Hasil : 1. Meningkatkan tingkat aktivitas
2. Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko
trauma/cedera
3. Tidak mengalami trauma/cedera
Intervensi:
a. Kaji tingkat disorientasi atau kebingungan pasien untuk menurunkan
kebutuhan keamanan.
Rasional : mengkaji keadaan pasien dapat menentukan intervensi selanjutnya
b. Tempatkan pasien pada ruangan yang tenang dan tersendiri.
Rasional : lingkungan akan mempengaruhi tingat resiko cedera pada pasien
c. Lakukan kewaspadaan keamanan
Rasional : Rasa aman akan menumbuhkan rasa BHSP pada klien dan perawat
d. Orientasikan pasien lebih sering pada realitas dan hal- hal di sekelilingnya
e. Pantau tanda-tanda vital pada klien
Rasional : memantau keadaan klien akan mengetahui intervensi selanjutnya.
4. Defisit perawatan diri b.d penurunan kemampuan melakukan aktivitas
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat merawat
dirinya sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil: 1. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan
2. Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber
pribadi/komunitas yang dapat memberikan bantuan
Intervensi:
a. Perhatikan berat/durasi ketidaknyamanan
b. Berikan bantuan sesuaikebutuhan dengan hygiene
c. Ubah posisi klien tiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan
kaki
5. Resiko perubahan nutrisi b.d perubahan nafsu makan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat nutrisi
yang seimbang.
Kriteria hasil: 1. Mengubah pola asupan yang benar
2. Mendapat diet nutrisi yang seimbang
3. Mempertahankan/mendapat kembali berat badan yang sesuai
4. Ikut serta dalam aktivitas yang mempermudah koping adaptif
Intervensi:
1. Kaji pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan
2. Usahakan/berikan bantuan dalam memilih menu
3. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
4. Hindari makanan yang terlalu panas
5. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan
6. Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai
7. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan.
DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.


Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI.
Nugroho,Wahjudi.1999. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi2. Jakarta: EGC.

You might also like