You are on page 1of 7
Yang menjadi pokok bahasan tulisan ini adalah makna filosofis motif/fola batik tradisional/klasik yang merupakan suatu karya seni rupa dwi-matra dalam ranah budaya Jawa (Mataram, Surakarta-Yogyakarta). Kew: untuk bisa dimengerti —harus jwujudkan dalam bentukbentuk inderawi, difiungsikan dan secara spiritual dimaknai, Makna adalah arti sesuatu yang dibubungkan dengan totalitas jiwwa manusia. Makna merapakan konsep dasar dari fenomenologi, tidak meneliti benda, fakta atau obyek, melainkan makna. Makna membuka suatu cakrawala bila manusia mensituasikan diri (ngrewes, Jawa). Moi batik pada awal Keberadaannya terbentuk dari simbol simbol yang bermakna, yang bernuansa tradisional Jawa, Islami, Hinduisme, Budhisme, dan dalam perkembangannya diperkaya oleh nuans-nuansa budaya lain seperti Cina, dan modernisme Eropa, jiwa batik adalah lembut, dams, toleran, bersedia membuka pintu bagi masuknya budays-budaya lain yang justru ‘memperkaya pernik-pemik dalam kehidupannya, tulah yang merupakan kedigdayaan budaya batik, sehingga mampu bertahan hidup dan berkembang hingga rambahannya secara signifikan menembus batasbatas kedaerahan, menjadi identitas nasional, menjadi bagian dari budaya dunia. Kiranya sen batik menjadi salah satu contoh bukti dari kebenaran konsep “Tro Kon”, yakni tcori tentang pengembangan budaya seperti yang diutarakan Ki Hiagjar Dewantoro, “buhwa pengembangan budaya yang akan berkesinambungan harus memiliki sft konvergen (keterbukaan) terhadap budaya Iain, demi kontinuitas (esinambungan) budaya itu sendir, agar’ menyata dengan budaya dunia, nanun tetap harus konsentris pada bucaya tradisionalnya, agar tetap memiliki kepribadian di tengah-tengah budaya dunia.” Kecintaan budaya batik terhadap kebinekaan, ‘merupakan refleksi dari sikap budaya -magyarakat Mataram- Surakarta- Yogyakarta. Di dalam budaya batik hal tersebut tampak Ie jelas terpeta pada pola-pola yang disusun dengan “seni mosaik” yang indah dari berbagai pola yang menampilkan kebinckaan budaya sepertipolapola Céplokan, Tambal dan Sekariagad, Meski dalam al bentuk, fungsi, dan makna dapat dipilahpilah, namun akan terasapincang bila membedah makna suatu kreasi seni batik tanpa ‘membedah juga bentuk:-bentuk simbolisnya, yang ditata dengan kaidah seni menjadi motif atau pola-pola yang bbermakna simbolisfilosofs. Simbol adalah kreasi manusia untuk mengejawantahkan ekspresinya dan gejalagejala alam dengan bentuk- bentuk bermakna, yang maknanya dipahami dan disetujui oleh masyarakat tertentu, Manusia tidak dapat berkomunikasi dengan manusia lain tanpa simbok simbol. Bahkan tanpa adanya simbolsimbol, manusia sebagai mahluk budaya tidak dapat mengekspresikan jalan pikiran atau penalarannya. Man is animal symbilycus, kata Earnest Cassret. Porarupa 02, 2008 5 a/motif batik tradisional dikatakan sebagai kreasi ji karena_memang memiliki potensi seni, dan syarakat Iuas mengakuinya, Pengertian karya seni saya pergunakan sebagai acuan dalam penelitian tuk tulisan ini adalah yang merupakan simpulan dari -bagai ajaran tentang seni sejak zaman Yunani kuno ingga masa kini(abad ke2l): “Karya seni adalah suatu sreasi yang melibatkan cipta, rasa dan karsa manusia, ‘merupakan pengejawantaban dari ekspresi: manusia menyangkut rasa, emosi, citacita, harapan, gagasan, Khayalan serta pengalamannya, yang divisualisasikan pada suatu media, dengan keterampilan dalam bentuk- pentuk berstrukeur yang merupakan satu kesatwan yang pzanis, dengan menggunakan media indesaw, sehingga pat ditangkap dan ditingggapi oleh indera manusia sesuatu yang bermakna bagi pencipta dan umatnya (Gie, 19996), Dalam hal batik tradisional, nyaadalah “kai ara konsep filsafat yang saya terapkan di sini filsafat sebagai seni bertanya diri”,ialah usaha untuk memperoleh pengertian dan jan tentang hidup menyeluruh dengan gnakan kemampuan cipta rasa dan karsanya. i dalam ilmu tentang keindahan seni (estetika), ide pelhiran bentuk-bentak dalam seni rupa adalah: Naturalis, Intuitif, Abstrak, Abstraktif, Arsitektoris, Figuratif dan Filosofis (Raharjo, 1986; 38, dalam Harisman, 2001:137). Pelshiran bentuk pola/motif batik tradisional yang termasuk seni rupa dwimatra yang bentuk-bentuknya terbina dari unsueansur tt, gars, dan bidang, cir-cirinya sebagai berikut: 1). Bentuk abstraktif, yakni bentuk yang merupakan perubahan dari bentuk natural (alami) ke ‘bentuk deformatif dengan tchnik distorsi atau stilisasi, 2), Bentuk figurative, yang perubahannya disesuaikan dengan onseppkonsep dan pandangan hidup seseorang atau bbangsa. Konsepsi bangsa Timur termasuk Indonesia menghendaki simbolisme; 3). Bentuk filosofis, ‘merupakan bentuk-bentuk simbolis yang diciptakan atas dasar falsafah mania yang bersifat kosmologis ‘maupun falsafih kehidupan, ada awal penciptaannya, pertengahan abad ke 17 (era Sultan Agung Hanyakrakusuma), bentuk-bentuk motifnya dicjawantahkan dengan cara yang sederhana dan dengan ukuran yang relative besarbesar karena vwaktu itu belum diterukan “canting lis”. Pada awalnya motif Parang Barong, Kawung dan Tunggak 6 Parapa 02,2008 Semi ditampilkan dengan “jegul” kecl, semacam kas yang dibuat dari benang. Sesudah ditemukan canting tulis, sebuah alat sederhana yang digunakan untuk menorehkan iin cair untuk mengejawantahkan bentuebentuk yang rumit, Kecil, dan indah, seni dekorasi kain tersebut disebut “batik”, yang artinya menggambar hingga sekecibkecilnya, atau titik-titik. Dalam bahasa Jawa halus, membatik juga disebut yerat/menulis, ebab pada zaman dabulu huruf masih merupakan gambar (Kawindro Susanto dalam Soedarso 1998: 111-117). Bentuk Filosofis Ide dasar dari pelahiran bentuk pola-polanya adalah filosofi Kehidupan dan kosmologis dari seniman penciptanya. Bentuk-bentuk simbolis sangat dipengarubi oleh akar budaya dan pengalaman estet penciptanya, schingga terkadang sangatjauh dari reali sebab merupakan simbol di dalam simbol, misalnya:, Kawung Semar, Parang Rusak Barong, Nitik Truntum, Semen Rama, motif burung Huk, Gurda, Pohon Hayat, dl. Motif Burung Huk ‘Bentuk dasar ragam hiasnya adalah seekor anak burung, yang baru menetas, menggeleparkan kedua sayapnya yang masih lemah, berusaba lepas dari cangkang telurnya, separuh badan dan kedua kakinya masih berada di dalam cangkang. Ide dasarnya ialah pandangan hidup tentang “ke mana jiwa manusia sesudah mati”, Disebut motif atau ragam hias karena dalam perwujudannya tidak pemnah berdii sendiri. Pada kaain batik, motif tersebut selalu berada dalam susunan estetis bersama motif atau pola yang lain, misalnya sebagai ceplokan dengan latar gringsing, sebagai selingan motif parang, dalam bentuk mozaik dengan beberapa motiflain, atau berbaur dengan pola nitik Diceritakan, konon pada permulaan era Islam di Jawa, ada seorang seniman yang ingin mendapat jawaban “ke mana jiwa manusia sesudah mati”, Di dalam diri si seniman tersebut masih merambat akarakar budaya Hindu, sementara ajaran Islam mulai mempengaruhi pandangan hidupnya. Untuk mendapatkan jawaban yang _memuaskan hatinya, si seniman melakukan meditasi zikir dan kontemplasi. Dalam khusuknya berzikir menyebut asma Allah (Allah Husk AkBar, Allgh Maha Besar), dan ketika hanya tinggal terdengar satu Sido Mukti kata “Huk” dari mulutnya (dalam puncak zikirnya), dia melihat seckor burung yang bara mulai menetas, menggeleparkan sayapnya yang masih lemah, berusaha melepaskan dirinya dari cangkangnya, namun kakinya masih tetap berada di dalam telur Ketika terbangun dari meditasinya, ia lalu merenung, dan membuat kesimpulan, bahwa mati itu hai kerusakan raga, namun jiwanya tetap hidup entah terbang ke mana, mungkin mencati raga yang baru atau mungkin mencari Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa Dari kejadian tersebut maka terciptalah bentuk seni yang dinamai burung “Huk”. Kaki anak bburung yang masih di dalam telut, sasih menginjak bumi, adalah sebagai simbol bahwa kesimpulan yang dibuatnya sesungguhnya masih meragukandirinya, sebab kesimpulan itu adalah tentang perjalanan manusia sesudah mati, sedangkan dia yang membuat esimpulan itu adalah manusia biasa yang masih hhidup, masih mengénjak bum Motif Gurda (burung garuda) Bentuk dasar motif ini adalah seekor burung garuda yang dilihat tepat dari belakang sehingga kepala burung tidak tampak, dideformasi dan distilisasi untuk keindaban dan toleransitethadap ajaran Islami Motif ini merupakan motif khas batik yang paling banyak dikenal Bentuk simbolik gurda diilhami mitos Hinduisme, yaitu burung garuda kendaraan Dewa Wisnu, Sang Pemelihara Yang Bijaksana, namun ditampilkan dengan nyansa Islami (bentuk mahluk hidup dlitampilkan dengan cara disamarkan) Bentuk dasarnya terdiri dari: 1. Sepasang sayap mengembang yang ditata sama dan simetris. Masing- masing sayap bersap dua sampai lima, tiap bulunya d sedang mengembang, bulu ekornya berjumlah ganjil, dengan isemisen sawut; 2. Ekor burung juga tiga sampai tujuh helai, diisi dengan isen-isen sawus, tersusun seperti bentuk kerueut, vertikal; 3. Bentuk abstraktifsimbolik dari isi raga burung atau manusia, yang digambarkan seperti garis kontur bersapsap, terltak di bawah ckor, simbol dari isi kepala, tembolok, isi perut burung, organ seks, hingga dubur sebagai alat pembuangan. Terdapat bentuk simbolik Prarvpa 02,2008 7

You might also like