You are on page 1of 172

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH :

AKADEMI KEPERAWATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

1.2 Konsep Halusinasi

1.2.1 Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami

perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan, penghidupan skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang

banyak dijumpai dimana – mana namun faktor penyebabnya belum dapat

diidentifikasi secara jelas (Direja, 2011).

Halusinasi pendengaran dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi

sensori dengar seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasa ada suara

padahal tidak ada stimulus suara. Suara dapat berasal dari diri individu dan dari

luar dirinya (Yosep, 2011).

1.2.2 Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Ade Herman, halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu:

1. Fase pertama disebut dengan fase comporting yaitu fase yng

menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan non – psikotik.

Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa

bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. Klien

mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan, cara ini

hanya menolong sementara.


Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan

bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat

jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase kedua disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu

halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.

Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,

kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri jadi dominan.

Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain

tahu dan ia tetap bisa mengontrolnya.

Perilaku klien : meningkatkan tanda – tanda sistem saraf otonom seperti

peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan

halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

3. Fase ketiga adalah fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman

seperti sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.

Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasinya semakin menonjol. Klien

menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian

hanya beberapa menit atau detik, tanda – tanda fisik berupa klien

berkeringat, tremor dan tidak mampu memenuhi peritntah.

4. Fase keempat adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur

dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah

dan memarahi klien, klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain

dilingkungan.

Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri atau

katatonik, tidak merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu

merespons lebih dari satu orang.

1.2.3 Jenis Halusinasi

Menurut Farida Kusumawati dan Yudi Hartono (2010). Jenis – jenis

halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Halusinasi Pendengaran : mendengarkan suara atau kebisikan yang

kurang jelas ataupun yang jelas, dimana terkadang suara – suara

tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien

untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi Penglihatan : stimulus visual dalam bentuk kilatan atau

cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan

bisa menyenangkan atau menakutkan.

3. Halusinasi Penghidung : menciumbau – bauan tertentu bau darah,

urine, feses, parfum, atau bau lain. Ini sering terjadi pada seseorang

pasca serangan stroke, kejang, atau dimensia.

4. Halusinasi Pengecapan : merasa mengecap rasa seperti darah, urine,

feses, atau yang lainnya.

5. Halusinasi Perabaan : merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau

ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.


6. Halusinasi Cenesthetic : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah

divena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.

7. Halusinasi Kinetika : merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa

bergerak

1.2.4 Rentang Respon Neurologis Gangguang Halusinasi

Menurut Stuart dan Sundeen dikutip dalam buku Ermawati Dalami dkk

(2009), rentang respons neurologis gangguan halusinasi adalah :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran Logis Distorsi Pikiran Waham

Persepsi Akurat Ilusi Halusinasi

Emosi Konsistensi Menarik Diri Sulit Berespons

Prilaku Sesuai Reaksi Emosi >/< Prilaku Disorganisasi

Gambar 1.1 Rentang Respon Neurologis Gangguan Halusinasi

Keterangan Gambar :

1. Respon Adaptif adalah respon yang diterima oleh norma – norma

sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam

batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut. Respon adaptif:

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

c. Emosi konsisten pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran.

e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain

dan lingkungan.

2. Respon Psikososial meliputi

a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

gangguan.

b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penelitian yang salah tentang

penerapan yang benar – benar terjadi (objek nyata) karena

rangsangan pancaindra.

c. Emosi berlebihan atau berkurang

d. Prilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

batas kewajaran.

e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain.

3. Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma – norma sosial budaya dan

lingkungan, adapun respons maladaptif ini meliputi:

a. Kepainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.


c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari

hati.

d. Prilaku tidak terorganisir merupakan suatu prilaku yang tidak

teratur.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh

individuan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai

suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

1.2.5 Etiologi

Menurut (Iyus Yosep, 2011). Faktor penyebab halusinasi adalah:

1. faktor Presdiposisi

a. Faktor Pengembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya

kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu

mendiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih

rentan terhadap stress.

b. faktor Sosiokultural

seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi

(Unwanted Child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak

percaya kepada lingkungannya.

c. faktor Biokimia

mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia


seperti buffofenon dan dimety tranferase (DMT). Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter

otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholamin dan

dopamin.

d. Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang

tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat

dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

e. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang

tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang

sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Respon klien terhadap halusinasi dapat beruba curiga, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat

membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan

Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berdasarkan

hakekat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun


atas unsur – unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat

dilihat dari lima dimensi yaitu:

a. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat – obatan, demam

hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur

dalam waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien

tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan

kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.

Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk

melawan impuls yang menekan, namun merupakan sesuatu hal

yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tak jarang mengontrol semua perilaku klien.


d. Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan

comfortming, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dalam

nyata sangat membahayakan. klien asik dengan halusinasinya,

seolah – olah ia merupakan tempat yang mempengaruhi kebutuhan

akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak

didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem

kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi

berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk

itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi

yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,

serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak berlangsung.

e. Dimensi Spiritual

Secara spiritual klien mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas

tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya

secara spiritual untuk mensucikan diri. Irama sirkardiannya

terganggu karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat

siang. Saat terbangun merasa hampa dan idak jelas tujuan

hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam menjemput

rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan

takdirnya memburuk.
1.2.6 Pohon Masalah

Menurut Nita Fitria (2010) pohon masalah untuk gangguan persepsi

sensori (halusinasi) adalah sebagai berikut:

Effect Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem P
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Gambar 1.2 Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

2.2.7 Manifestasi Klinik

Menurut Iyus Yosep (2011) Manifestasi Klinik pada gangguan persepsi

sensori halusinasi pendengaran yaitu:

1. Data Subyektif : mendengarkan suara menyuruh, mendengar suara atau

bunyi, mendengar suara yang mengajak bercakap – cakap, mendengar

suara seseorang yang sudah meninggal, mendengar suara yang

mengancam diri klien tau orang lain atau suara lain yang membahayakan.

2. Data Obyektif : mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau

tertawa sendiri, marah – marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat

kamit, ada gerakan telinga.


2.3 Proses Keperawatan pada Pasien Halusinasi Pendengaran

2.3.1 Pengkajian

Data yang perlu dikaji

1. Alasan Masuk RS

Klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak

mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang

dinampakkan dirumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk

mendapatkan perawatan.

2. Faktor Predisposisi

a. Faktor Perkembangan Terlambat

1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanna, minum dan rasa

aman.

2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.

3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.

b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga

1) Komunikasi peran ganda

2) Tidak ada komunikasi

3) Tidak ada kehangatan

4) Komunikasi dengan emosi berlebihan

5) Komunikasi tertutup

6) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang

otoritas dan konflik dalam keluarga


c. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan

lingkungan yang terlalu tinggi.

d. Faktor Psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,

ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis

peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

e. Faktor Biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran

vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.

f. Faktor Genetik

Telah diketahui bahwa genetik skizofrenia diturunkan melalui

kromosom tertentu. Nemun demikian, kromosom yang keberapa yang

menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam

tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromosom

nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5 dan

22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami

skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,

sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang

salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%

mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia

maka peluangnya menjadi 35%.


3. Faktor Presipitasi

Faktor – faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

a. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan

memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme

penerimaan abnormal).

c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak

berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif

adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.

a. Kesehatan

Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,

kelelahan dan infeksi, obat – obatan sistem syaraf pusat, kurangnya

latihdan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

b. Lingkungan

Lingkungan sekitar yang memenuhi, masalah dalam rumah tangga,

kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari

– hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial,

kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, dan ketidakmampuan

mendapat pekerjaan.
c. Sikap

Merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, merasa punya kekuatan

berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi,

ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.

d. Perilaku

Respon perilaku terhadap klien terhadap halusinasi dapat berupa

curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri.

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis

halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda – tanda

dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan

tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi

informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :

1) Isi Halusinasi

Mendengar suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan

2) Waktu dan Frekuensi

Kapan pengalaman halusinasi muncul berapa kali sehari

3) Situasi Pencetus Halusinasi

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum

halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami

klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi

pertanyaan klien.
4) Respon Klien

Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji

dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman

halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya

atau sebaliknya.

Pemeriksaan Fisik

Yang dikaji adalah tanda – tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, dan tekanan darah),

berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

1. Status Mental

a. Penampilan : tidak rapi, tidak serasi

b. Pembicaraan : terorganisir atau berbelit – belit

c. Aktivitas motorik : meningkat atau menurun

d. Afek : sesuai atau maladaptif

e. Persepsi : ketidakmampuan menginterprestasikan stimulus yang ada

sesuai dengan informasi

f. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan

baik dan dapat mempengaruhi proses fikir

g. Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis

h. Tingkat kesadaran

i. Kemampuan konsentrasi dan berhitung

2. Mekanisme Koping

a. Regresi : malas beraktifitas sehari – hari


b. Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain

c. Menarik diri : mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal

3. Masalah psikososial dan lingkungan : masalah berkenaan dengan

ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perubahan atau pemukiman.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Farida Kusumawati dan Yudi Hartono (2011) masalah

keperawatan klien dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Resiko mencederai diri sendiri

2. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi dengar

3. Isolasi sosial : Menarik diri

4. Harga diri rendah


2.3.3 Rencana Keperawatan

Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah rencana tindakan keperawatan klien

dengan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran adalah :

Tabel 2.1 Rencana Keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi Dengar

Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional


Keperawata Tujuan Kriteria Hasil
n
Perubahan Tujuan Klien mampu 1. Bina hubungan 1. Hubungan
persepsi Umum : membina saling percaya saling
sensori : klien tidak hubungan dengan percaya
halusinasi menciderai saling percaya menggunakan merupakan
pendengara diri sendiri dengan prinsip langkah
n / orang lain perawat komunikasi awal
/ dengan kriteria terapeutik: menentuka
lingkungan hasil : a. Sapa klien n rencana
Tujuan 1. Membalas dengan lanjutan
Khusus I : sapaan ramah baik 2. Untuk
Klien dapat perawat verbal mengurang
membina 2. Ekspresi maupun i kontak
hubungan wajah non verbal klien
saling bersahabat b. Perkenalka dengan
percaya dan senang n diri halusinasin
dengan 3. Ada kontak dengan ya
perawat mata sopan 3. Dengan
4. Mau c. Tanyakan mengenal
berjabat nama halusinasin
tangan lengkap ya dengan
5. Mau klien dan mengenal
menyebutk nama halusinasi
an nama panggilan akan
6. Klien mau kesukaan membantu
duduk klien mengurang
berdampin d. Jelaskan i dan
gan dengan maksud dan menghilan
perawat tujuan gkan
7. Klien mau interaksi halusinasi
mengutarak e. Berikan
an masalah perhatian
yang pada klien,
dihadapi perhatikan
kebutuhan
dasarnya
2. Beri
kesempatan
klien
mengungkapk
an
perasaannya
3. Dengarkan
ungkapan
klien dengan
empati

Tujuan Klien mampu 1. Adakan 1. Mengetahu


Khusus II: mengenali kontak sering i apakah
Klien dapat halusinasinya singkat secara halusinasi
mengenali dengan kriteria bertahap datang dan
halusinasin hasil : 2. Tanyakan apa menentuka
ya 1. Klien yang n tindakan
menyebutk didengarkan yang tepat
an waktu, dari atas
timbulnya halusinasinya halusinasin
halusinasi 3. Tanyakan ya
2. Klien dapat kapan 2. Mengenalk
mengidentif halusinasinya an pada
ikasi kapan datang klien
frekuensi 4. Tanyakan isi terhadap
situasi saat halusinasinya halusinasin
terjadi 5. Bantu klien ya dan
halusinasi mengenal mengidenti
3. Klien dapat halusinasinya fikasi
mengungka a. Jika faktor
pkan menemukan pencetus
perasaan klien sedang halusinasin
saat muncul halusinasi, ya
halusinasi tanyakan 3. Menentuka
apakah ada n tindakan
suara yang yang sesuai
didengar bagi klien
b. Jika klien untuk
menjawab mengontrol
ada, halusinasin
lanjutkan apa ya
yang
dikatakan
c. Katakan
bahwa
perawat
percaya
mendengar
suara itu,
namun
perawat
sendiri tidak
mendengarny
a (dengan
nada
bersahabat
tanpa
menuduh
atau
menghakimi)
d. Katakan
bahwa klien
lain juga ada
yang seperti
klien
e. Katakan
bahwa
perawat akan
membantu
klien
6. Diskusikan
dengan klien:
1) Situasi yang
menimbulka
n atau tidak
menimbulka
n halusinasi
2) Waktu,
frekuensi
terjadinya
halusinasi
(pagi, siang,
sore, dan
malam jika
sendiri,
jengkel, atau
sedih)
7. Diskusikan
dengan klien
apa yang
dirasakan jika
terjadi
halusinasi
(marah atau
takut, sedih,
senang) beri
kesempatan
mengungkapk
an perasaan
Tujuan Klien dapat 1. Identifikasi
Khusus III: mengidentifika bersama klien
klien dapat si tindakan tindakan yang
mengontrol yang akan biasa
halusinasin dilakukan dilakukan bila
ya untuk terjadi
mengendalikan halusinasi
halusinasinya 2. Diskusikan
manfaat dan
cara yang
digunakan
klien, jika
bermanfaat
berikan pujian
3. Diskusikan
cara baik
memutus atau
mengontrol
halusinasi
a. Katakan
“saya tidak
mau dengar
kamu” (pada
saat
halusinasi
terjadi)
b. Temui orang
lain (perawat
atau teman
atau anggota
kelarga)
untuk
bercakap –
cakap atau
mengatakan
halusinasi
yang
didengar
c. Membuat
jadwal
kegiatan
sehari – hari
d. Meminta
keluarga atau
teman atau
perawat
menyapa
klien jika
tampak
bicara
sendiri,
melamun
atau kegiatan
yang tidak
terkontrol
4. Bantu klien
memilih dan
melatih cara
memutus
halusinasi
secara
bertahap
5. Beri
kesempatan
untuk
melakukan
cara yang
dilatih.
Evaluasi
hasilnya dan
beri pujian
jika berhasil
6. Anjurkan klien
mengikuti
terapi aktivitas
kelompok,
jenis orientasi
realita atau
stimulus
persepsi
Tujuan 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien 1. Membantu
Khusus IV: memilih untuk klien
Klien dapat cara memberi tahu menentuka
dukungan mengatasi keluarga jika n cara
dari halusinasin mengalami mengontrol
keluarga ya halusinasi halusinasi.
dalam 2. Klien 2. Diskusikan Peridoe
mengontrol melaksanak dengan berlagsung
halusinasin an cara keluarga klien nya
ya yang telah (pada saat halusinasi:
dipilih keluarga a. Memberi
memutus berkunjung support
halusinasin atau kepada
ya kunjungan klien
3. Klien dapat rumah) b. Menambah
mengikuti a. Gejala pengetahua
terapi halusinasi n klien
aktivitas yang dialami untuk
kelompok oleh klien melakukan
b. Cara yang tindakan
dapat pencegaha
dilakukan n
oleh klien halusinasi
dan keluarga 2. Membantu
untuk klien untuk
memutus beradaptasi
halusinasi dengan
c. Cara cara
merawat alternatife
anggota yang ada
keluarga 3. Memberi
yang motivasi
mengalami agar cara
halusinasi diulang
dirumah :
beri kegiatan
jangan
biarkan
sendiri,
makan
bersama,
bepergian
bersama
d. Beri
informasi
follow up
atau kapan
perlu
mendapat
bantuan
halusinasi
tidak
terkontrol
dan resiko
menciderai
diri sendiri
dan orang
lain
3. Diskusikan
dengan
keluarga dan
klien tentang
jenis, dosis,
frekuensi dan
manfaat obat
Tujuan 1. Keluarga 1. Anjurkan klien 1. Partisipasi
Khusus V: dapat bicara dengan keluarga
klien dapat membina dokter tentang dalam
menggunak hubungan manfaat kegiatan
an obat saling 2. Diskusikan tersebut
dengan percaya akibat berhenti membantu
benar untuk dengan obat tanpa klien
mengendali perawat konsultasi beraktivita
kan 2. Keluarga 3. Bantu klien s sehingga
halusinasin dapat menggunakan halusinasi
ya menyebutk obat dengan tidak
an prinsip 5 benar muncul
pengertian, 2. Keluarga
tanda dan merupakan
tindakan orang
untuk terdekat
mengalihka yang bisa
n halusinasi membantu
3. Klien dan klien
keluarga meningkat
dapat kan
menyebutk pengetahua
an manfaat, n keluarga
dosis, dan dan cara
efek merawat
samping klien
obat halusinasi
4. Klien dapat 3. Meningkat
informasi kan
tentang pengetahua
manfaat n keluarga
dan efek tentang
samping obat
obat 4. Membantu
5. Klien dapat memperce
memahami pat
akibat penyembu
berhenti han dan
minum obat memastika
tanpa n obat
konsultasi sudah
6. Klien dapat diminum
menyebutk oleh klien
an prinsip 5 5. Meningkat
benar kan
penggunaan pengetahua
obat n tentang
manfaat
dan efek
samping
obat

6. Mengetahu
i reaksi
setelah
minum
obat
7. Ketetapan
prinsip 5
benar
minum
obat
membantu
penyembu
han dan
menghinda
ri kesalahn
minum
obat serta
membantu
tercapainya
standar
2.3.4 Penatalaksanaan

Strategi pelaksanaan (SP) Halusinasi Pendengaran dikutip dari website

wahyu dayatmono.

1. Proses Keperawatan

2. Masalah Utama Halusinasi Pendengaran

Kondisi klien : Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri

dikamar, klien sering ketawa dan tersenyum sendiri, klien mengatakan

sering mendengar suara – suara yang membisiki dan isinya tidak jelas.

3. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar

4. Tindakan Keperawatan kepada Klien

Tujuan tindakan untuk pasien meliputi : Pasien mengenali halusinasi yang

dialaminya. Pasien dapat mengontrol halusinasinya. Pasien mengikuti

program pengobatan secara optimal.

a. SP 1 Pasien

Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara – cara

mengontrol halusinasi dengan cara pertama menghardik halusinasi.

Orientasi

“Selamat pagi bapak/ibu, saya mahasiswa...., yang akan merawat

bapak/ibu, nama saya....., senang dipanggil...... nama bapak/ibu

siapa? Senang dipanggil apa?”

“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Apa keluhan bapak/ibu saat


ini?”

“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang suara yang

selama ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya?” Dimana kita

duduk? Bagaimana kalau diruang tamu? Berapa lama? Bagaimana

kalau 30 menit?”

Kerja

“Apakah bapak/ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apakah

yang dikatakan suara itu?”

“Apakah terus – menerus terdengar atau sewaktu – waktu? Kapan

yang paling sering didengar suara itu? Berapa kali sehari bapak/ibu

alami? Pada keadaan apa? Apakah pada waktu sendiri?”

“Apa yang bapak/ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”

“Apa yang bapak/ibu lakukan saat mendengar suara itu? Apakah

dengan cara itu suara – suara itu hilang? Bagaimana kalau kita

belajar cara – cara untuk mencegah suara – suara itu muncul?”

”Bapak/ibu, ada empat cara untuk mencegah suara – suara itu

muncul. Pertama dengan menghardik suara tersebut, kedua dengan

cara bercakap – cakap dengan orang lain, ketiga melakukan kegiatan

yang sudah terjadwal, dan yang keempat yaitu dengan minum obat

secara teratur.”

“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan

menghardik.”

“Caranya sebagai berikut, saat suara – suara itu muncul, langsung


bapak/ibu bilang, pergi saya tidak mau dengar, saya tidak mau

dengar, kamu suara palsu. Begitu diulang – ulang sampai suara itu

tidak terdengar lagi. Coba bapak/ibu peragakan!. Nah

begitu,....bagus. Coba lagi! Ya bagus bapak/ibu sudah bisa.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah memperagakan latihan tadi?

Kalau muncul suara – suara itu silahkan coba cara yang tadi sudah

diperagakan! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam

berapa saja latihannya? (masukkan dalam jadwal kegiatan harian

klien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan

mengendalikan suara – suara dengan cara yang kedua? Jam berapa?

Bagaimana kalau dua ajm lagi? Berapa lama kita akan berlatih?

Dimana tempatnya?”

“Baiklah, selamat pagi bapak/ibu, sampai jumpa.”

b. SP 2 Pasien

Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua : bercakap –

cakap dengan orang lain

Orientasi

“Selamat pagi bapak bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah

suara – suara masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang

telah kita latih? Berkurangkah suara – suaranya?......bagus! sesuai

janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap – cakap dengan orang lain, kita akan

latihan 20 menit, mau dimana? Disini saja?

Kerja

“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan

bercakap – cakap dengan orang lain, jadi kalau bapak mulai

mendengar suara – suara, langsung saja cari teman untuk diajak

bercakap – cakap. Minta teman untuk diajak bercakap – cakap

dengan bapak/ibu, contohnya begini,.... tolong saya mulai dengar

suara – suara ayo bercakap – cakap dengan saya! Atau kalau ada

orang dirumah misalnya suami, istri, anak, bapak/ibu katakan nak

ayo bercakap – cakap dengan bapak/ibu sedang dengar suara –

suara. Begitu bapak/ibu coba lakukan seperti yang sayan tadi

lakukan! Ya, begitu, bagus. Coba sekali lagi! Bagus. Nah latih terus

ya bapak.

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah latihan ini? Jadi sudah

ada beberapa cara yang bapak/ibu pelajari ntuk mencegah atau

mengontrol suara – suara itu? Bagus... cobalah kedua cara ini

kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita

masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa

latihan bercakap – cakap? Nah, nanti lakukan secara teratur serta

sewaktu – waktu ketika suara itu muncul! Besok pagi saya akan

kesini lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau

jam....? mau dimana? Disini lagi? Sampai besok ya bapak/ibu.

Selamat pagi.”

c. SP 3 Pasien

Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga :

melaksanakan aktivitas terjadwal.

Orientasi

“Selamat pagi bapak/ibu, bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini,

apakah suara – suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua

cara yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya? Bagus! Sesuai

janji kita hari ini kita akan belajar cara ketiga untuk

mencegah/mengontrol halusinasi yaitu melakukan kegiatan

terjadwal. Mau dimana kita bicara? Baik kita duduk diruang tamu.

Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah, ini

blangko yang bisa bapak/ibu pakai. Kita akan mengerjakan selama

1 jam. Disini ya bapak/ibu.”

Kerja

“Coba bapak/ibu tuliskan kegiatan yang dilakukan dari bagun pagi

sampai tidur malam. Caranya bapak/ibu tulis dulu jam dikolom

pertama kemudian kegiatan bapak/ibu bangun, kemudian sholat

subuh. Ya begini : jam 05.00 bapak/ibu bangun, kemudian sholat

subuh. Ya begitu, coba bapak/ibu teruskan. Ya bagus teruskan


sampai tidur malam. Ya bagus bapak/ibu selesai menulis kegiatan

bapak/ibu dari bangun sampai tidur lagi. Sekarang jam 10.00

jadwalnya menyapu halaman, mari kita latihan!: ( beri contoh dan

latih klien mengerjakan dengan benar, berikan pujian atas

keberhasilan klien).

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah membuat jadwal ini? Kita

mulai lakukan kegiatan sesuai jadwal. Bapak/ibu juga harus buat

jadwal 6 hari berikutnya. Jadi sudah berapa cara yang sudah kita

lakukan untuk mencegah muncuknya halusinasi? Bagus...

bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas

cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa?

Bagaimana kalau jam 12.00? diruang makan ya? Sampai jumpa,

selamat pagi bapak/ibu.”

2.3.5 Terapi Kelompok

Menurut Farida Kusumawati dan Yudi Hatono, terapi kelompok adalah metode

pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga

yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat

sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat

perubahan atau ketiganya.


1. Indikasi : Semua pasien rehabilitation

2. Kontraindikasi : psikopat dan sosiopat, selalu diam / autis, delusi yang

tidak terkontrol, klien yang mudah bosan, pasien yang amuk.

3. Tujuan :

a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing).

b. Membentuk sosialisasi.

c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran

tentang hubungan sosial dan adaptasi.

d. Membangun motivasi untuk kemajuan psikologis baik efektif maupun

kognitif.

e. Penyaluran emosi.

f. Melatih pemahaman identitas diri.

4. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu sebagai berikut:

Jenis – Jenis TAK

1. TAK Stimulasi Kognitif / Persepsi

Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan / dialami dengan

aktivitas baca artikel / baca majalah atau menonton TV.

Tujuan :

a. Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya

dengan tepat.

b. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus.


Aktivitas :

a. Aktivitas mempersepsikan stimulus sehari – hari :

1) Aktivitas mempersepsikan stimulus kognitif / persepsi : menonton

televisi.

2) Aktivitas mempersepsikan stimulus kognitif / persepsi : membaca

majalah / koran / artikel.

3) Aktivitas mempersepsikan stimulus kognitif / persepsi : melihat

gambar.

b. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata dan respon yang dialami

dalam kehidupan :

1) TAK stimulus kognitif / persepsi : mengenal kekerasan yang biasa

dilakukan (penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan dan

akibat perilaku kekerasan).

2) TAK stimulus kognitif / persepsi : mencegah perilaku kekerasan

melalui interaksi sosial asertif.

3) TAK stimulus kognitif / persepsi : mencegah perilaku kekerasan

melalui kepatuhan minum obat.

4) TAK stimulus kognitif / persespsi : mencegah perilaku kekerasan

melalui kegiatan ibadah.

c. Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang

dialami dalam kehidupan :

1) TAK stimulus kognitif / persepsi : mengenal halusinasi.


2) TAK stimulus kognitif / persepsi : mengusir atau menghardik

halusinasi.

3) TAK stimulus kognitif / persepsi : mengontrol halusinasi dengan

melakukan kegiatan.

4) TAK stimulus kognitif / persepsi : mengontrol halusinasi dengan

patuh minum obat.

d. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata yang menyebabkan harga

diri rendah.

1) TAK stimulasi kognitif / persepsi mengidentifikasi aspek yang

membuat harga diri rendah dan aspek positif kemampuan yang

dimiliki selama hidup (dirumah atau dirumah sakit).

2) TAK stimulasi kognitif / persepsi : melatih kemampuan yang dapat

digunakan dirumah dan dirumah sakit.

2. TAK Stimulasi Sensori

Klien diberikan stimulus sensori dan klien diobservasi reaksi sensorinya

berupa ekspresi, emosi / perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka,

dan ucapan, dilakukan dengan aktivitas menyanyi, bermain musik, atau

menari.

Tujuan :

Klien mampu berespon terhadap suara yang didengar, suara yang dilihat,

dan mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.

Aktivitas dapat berupa stimulus terhadap penglihatan, pendengaran, dan

lain – lain, seperti gambar, video, tarian dan nyanyian. Indikasi pada klien
dengan isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang disertai dengan

kurang komunikasi verbal.

3. TAK Orientasi Realita

Klien diorientasi pada kenyataan yang ada disekitar klien yaitu diri sendiri,

orang lain yang ada disekeliling klien, atau prang terdekat klien. Aktivitas

dengan orientasi orang, waktu, tempat, benda sekitar.

Tujuan :

Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada, mengenal

waktu dengan tepat, dapat mengenal diri sendiri dan orang – orang

disekitarnya dengan tepat.

Aktivitas yang dilakukan berupa aktivitas pengenalan orang, tempat dan

waktu. Klien yang mempunyai indikasi TAK Orientasi Realita adalah

klien halusinasi, demensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah

mengenal orang lain, tempat, dan waktu.

4. TAK Sosialisasi

Klien dibantu melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar

klien, dilakukan dengan bertahap dari interpersonal, kelompok, massa.

Aktivitas dapat berupa latihan dalam kelompok semua anggota kegiatan

sosialisasi.

Tujuan :

Klien mampu memperkenalkan diri, mampu berkenalan dengan anggota

kelompo, mampu bercakap – cakap dengan anggota kelompok, mampu

menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan, mampu


menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain,

mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang

telah dilakukan.

Sesi 1 : Mengenal Halusinasi

1. Tujuan

a. Klien dapat mengenal halusinasi

b. Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi

c. Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi

d. Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi

2. Setting

a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkungan

b. Ruangan nyaman dan tenang

3. Alat

a. Spidol

b. Papan tulis

4. Metode

a. Diskusi dan tanya jawab

b. Bermain peran / stimulasi

Langkah Kegiatan

1. Persiapan

a. Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan

persepsi : halusinasi
b. Membuat kontrak dengan klien

c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

1) Salam dan terapis kepada klien

2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis ( pakai papan nama )

3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien ( beri papan nama )

b. Evaluasi / validasi

c. Kontrak

Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu

mengenai suara – suara yang didengar, menanyakan perasaan klien

saat ini.

3. Tahap Kerja

a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu mengenal

suara – suara yang didengar ( halusinasi)

b. Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi

4. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

2) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok

Kontrak yang akan datang :

Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok dan

menyepakati waktu dan tempat.


Evaluasi:

1. Kemampuan verbal

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5

a. Menyebutkan nama lengkap

b. Menyebutkan nama panggilan

c. Menyebutkan asal

d. Menyebutkan hobi

2. Kemampuan Non Verbal

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5

a. Kontak Mata

b. Duduk Tegak

c. Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai

d. Mengikuti kegiatan awal sampai akhir

Sesi 2 : Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik

1. Tujuan :

a. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk

mengatasi halusinasi.

b. Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi.


c. Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi

2. Setting

a. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran

b. Ruangan nyaman dan tenang

3. Alat

a. Spidol dan apan tulis / whiteboard / flipchart

b. Jadwal kegiatan klien

4. Metode

a. Diskusi dan tanya jawab

b. Bermain peran / simulasi

Langkah kegiatan persiapan

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti 1

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam Terapeutik

1) Salam dari terapis kepada klien

2) Klien dan terapis pakai papan nama

b. Evaluasi / validasi

1) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini

2) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi, isi,

waktu, situasi, dan perasaan


c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara

mengontrol halusinasi

2) Menjelaskan aturan main, yaitu:

a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta

izin pada terapis

b) Lama kegiatan 45 menit

c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

3. Tahap Kerja

a. Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat

mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua

klien mendapat giliran

b. Berikan pujian setiap klien selesai bercerita

c. Terapis menjelaskan cara mnegatasi halusinasi dengan menghardik

halusinasi saat halusinasi muncul

d. Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu : “Pergi

jangan ganggu saya”, “Saya mau bercakap – cakap dengan....”

e. Terapis meminta masing – masing klien memperagakan cara

menghardik halusinasi dimulai dari klien disebelah kiri terapis,

berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapatkan

giliran.

f. Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan

saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi


4. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b. Tindak lanjut

1) Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah

dipelajari jika halusinasi muncul

c. Kontra yang akan datang

1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang

berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan

melakukan kegiatan

2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai denga tujuan TAK.

Untuk TAK stimulus persepsi halusinasi Sesi – 2, kemampuan yang diharapkan

adalah mengatasi halusinasi dengan menghardik. Formulir evaluasi sebagai

berikut

Sesi 2 :

Stimulasi Persepsi : Halusinasi


Kemampuan menghardik halusinasi

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5

Menyebutkan cara yang selama ini


a.
digunakan mengatasi halusinasi

b. Menyebutkan efektivitas cara

Menyebutkan cara mengatasi halusinasi


c.
dengan menghardik

d. Memperagakan menghardik halusinasi

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien

2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan : cara yang

biasa digunakan untuk mengatasi halusinasi, keefektifannya, cara

menghardik halusinasi, dan memperagakannya. Beri tanda √ jika klien

mampu dan tanda X jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses

keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi :

halusinasi Sesi 2. Klien mampu memperagakan cara menghardik halusinasi.


Anjurkan klien menggunakannya jika halusinasi muncul, khusus pada malam hari

(buat jadwal)

Sesi 3 : Mengontol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan

1. Tujuan

a. Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk

mencegah munculnya halusinasi

b. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya

halusinasi

2. Setting

a. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan

b. Ruangan nyaman dan tenang

3. Alat

a. Jadwal kegiatan harian

b. Pulpen

c. Spidol dan whiteboard / papan tulis / flipchart

4. Metode

a. Diskusi dan tanya jawab

b. Bermain peran / simulasi dan latiham

Langkah kegiatan

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi – 2

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan


2. Orientasi

a. Salam terapeutik

1) Salam dari terapis kepada klien

2) Klien dan terapis pakai papan nama

b. Evaluasi / validasi

1) Terapis menanyakan keadaan klien saat ini

2) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah

dipelajari

3) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara

menghardik halusinasi

3. Kontrak

a. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya

halusinasi dengan melakukan kegiatan

b. Menjelaskan aturan main berikut

1) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta

izin kepada terapis

2) Lama kegiatan 45 menit

3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

4. Tahap Kerja

a. Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari –

hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan

mencegah munculnya halusinasi


b. Terapis meminta tiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa

dilakukan sehari – hari, dan tulis di whiteboard

c. Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis

menulis formulir yang sama di whiteboard

d. Terapis membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal

kegiatan harian, dari bangun pagi sapai tidur malam. Klien

menggunakan formulir, terapis menggunakan whiteboard

e. Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun

f. Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang

sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan

5. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun

jadwal kegiatan dan memperagakannya

2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b. Tindak Lanjut

Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol

halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan

c. kontrak yang akan datang

1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK

berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan

bercakap – cakap

2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat


Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 3, kemampuan yang diharapkan

adalah klien melakukan kegiatan harian untuk mencegah timbulnya halusinasi.

Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 3 : TAK Stimulus Persepsi Halusinasi

Kemampuan mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5

Menyebutkan kegiatan yang biasa


a.
dilakukan

Memperagakan kegiatan yang biasa


b.
dilakukan

c. Menyusun jadwal kegiatan harian

Menyebutkan dua cara mengontrol


d.
halusinasi

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk setiap klien,beri penilaian atas kemampuan menyebutkan kegiatan

harian yang biasa dilakukan, memperagakan salah satu kegiatan,

menyusun jadwal kegiatan harian, dan menyebutkan dua cara mencegah

halusinasi. Beri tanda √ jika klien mampu dan tanda X jika klien tidak

mampu

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat terapi TAK pada catatan

proses keperawatan tiap klien. Contoh klien mengikuti TAK stimulasi persepsi

halusinasi Sesi – 3. Klien mampu memperagakan kegiatan harian dan menyusun

jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan untuk mencegah halusinasi.

2.3.6 Pencegahan

Peran dan fungsi perawat sangatlah penting dalam hal pelaksanaan asuhan

keperawatan jiwa. Prinsip pelayanan kesehatan adalah komprehensif, yang

difokuskan pada pasien. Prinsip tersebut adalah pencegahan primer pada anggota

masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang

mengalami masalah psikososial dan gangguan jiwa, pencegahan tersier pada

pasien gangguan jiwa yang sedang dalam proses pemulihan (Kusumawati dam

Hartono, 2010).
2.3.7 Evaluasi Keperawatan

Selanjutnya setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan

terhadap kemampuan pasien halusinasi dan keluarganya serta kemampuan

perawat dalam merawat pasien halusinasi (Budi Anna Keliat, 2010).

2.3.8 Dokumentasi

Dokumentasi keperawatan dari setiap tindakan merupakan hal wajib

dilakukan karena dapat dijadikan sebagai bukti apabila suatu saat terjadi

kesalahan. Pendokumentasian disini mnggunakan model dokumentasi

keperawatan POR (Problem Oriented Record). Dengan menggunakan catatan

perkembangan dalam bentuk format SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment,

Planning). Potter dan Perry, 2010.


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta

Graha Ilmu

Doenges, Marilym E. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi ke –

3 Jakarta : EGC

Direja, Ade Herman S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta

: Nuha Medika

Firia, Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan

dan Strategi Pelaksana Keperawatan untuk Keperawatan Jiwa Berat Bagi

Program S1 Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Maharatih, Ayu. et. Al. (2009). Psikiatri Komprehensif Soal dan Pembahasan

Jakarta : EGC

Kusumawati dan Hartono, (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :

Salemba Medika

Maharatih, Ayu. et. Al. (2009). Psikiatri Komprehensif Soal dan Pembahasan

Jakarta : EGC

Videbeck. Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yosep, Iyus (2011). Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Jakarta : Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ISI PIKIR : WAHAM

I. KASUS ( MASALAH UTAMA ) : Waham Kebesaran

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Pengertian

Gangguan proses pikir (isi pikir) : waham merupakan kepercayaan

yang salah, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang realitas

eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang intelegensi dan budaya

pasien; tidak dapat dikoreksi dengan penalaran (Benjamin J. Sadock, 2004).

Waham merupakan keyakinan salah yang didasarkan pada interpretasi

yang salah atau tidak realistis dari suatu pengalaman atau persepsi.

Seringkali waham terjadi dalam bentuk penyiaran pikiran yaitu mereka

percaya bahwa pikiran pribadi mereka disiarkan ke dunia luar. Seringkali

bahwa klien percaya bahwa perasaan, pikiran, atau tindakan yang mereka

lakukan bukan milik mereka tetapi digerakkan oleh beberapa kekuatan

eksternal. Tema waham yang umumnya terjadi adalah waham kejar,

referensial, somatik, waham kebesaran (Copel, 2002).

Waham adalah suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami

suatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas-aktivitas kognitif

(Townsend, 1998 dalam Mukhripah, 2012).

Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita

normal (Stuart dan Sunden, 1998 dalam Mukhripah, 2012).


Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai

dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misal, mata saya

adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh”

(hanya sangat tidak mungkin, misal, “FBI mengikuti saya”) dan tetap

dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk

mengoreksinya.

Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian

realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat

intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus

internal dan eksternal melalui proses interaksi/informasi secara akurat

(Yosep, 2009 dalam Mukhripah, 2012).

2. Rentang Respon

Skema. Rentang Respons Neurobiologi Waham, (Sumber: Stuart, 2013)

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan proses

Persepsi akurat menyimpang ilusi pikir : waham

Emosi konsisten Reaksi emosional Halusinasi

dengan pengalaman berlebihan atau kurang Kesulitan memproses

Perilaku sesuai Ilusi emosi

Hubungan sosial Perilaku aneh atau tak Ketidakteraturan

lazim dalam perilaku


Menarik diri Isolasi sosial

3. Penyebab

Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga

diri, dan kebutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi

dan waham. Selain itu kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan

mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan

perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi dibedakan,

mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari luar lingkungan

(Damaiyanti dan Iskandar, 2012).

Ada faktor yang menyebabkan terjadinya waham (Damaiyanti dan

Iskandar, 2012) yaitu :

1. Faktor Predisposisi

Meliputi perkembangan psikologis, perkembangan, sosial budaya,

biologis, genetik. Jika tugas perkembangan terlambat dan hubungan

interpersonal terganggu maka individu mengalami stress dan

kecemasan. Berbagai faktor masyarakat dapat membuat seseorang

merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya

rangsangan eksternal. Stress yang berlebihan dapat mengganggu


metabolisme dalam tubuh sehingga membuat tidak mampu dalam

proses stimulus internal dan eksternal.

2. Faktor Presipitasi

Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya

waham yaitu faktor sosial budaya, faktor biokimia, faktor psikologis

kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk

mengatasi masalah sehingga klien : mengembangkan koping untuk

menghindari kenyataan yang menyenangkan. Suasana ini dapat

meningkatkan stress dan kecemasan.

Selain itu, menurut NANDA NIC-NOC, 2015 ada beberapa teori yang

mengemukakan tentang penyebab dari delusi atau waham, yaitu:

1. Biologis

Pola keterlibatan keluarga relatif kuat yang muncul dikaitkan dengan

delusi atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang

dimanifestasikan dengan gangguan ini berada pada resiko lebih untuk

mengalaminya dibanding dengan populasi umum. Studi pada manusia

kembar juga menunjukkan bahwa ada keterlibatan faktor genetic.

2. Teori psikososial

1) System keluarga

Dikemukakan oleh Bowen (1978) dimana perkembangan

skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik

diantara suami isteri mempengaruhi anak. Banyaknya masalah dalam


keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana anak tidak

akan mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya.

Beberapa ahli teori meyakini bahwa individu paranoid memiliki

orangtua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,

perasaan mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya

pada individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena

pengalaman awal ini.

2) Teori interpersonal

Dikemukakan oleh Sullivan (1953) dimana orang yang mengalami

psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orangtua anak yang

penuh dengan ansietas tinggi. Hal ini jika dipertahankan maka konsep

diri anak akan mengalami ambivalen.

3) Psikodinamika

Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau

perhatian ibu, dengan ini bayi mengalami penyimpangan rasa aman

dan gagal untuk membangun rasa percayanya.

Sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena

kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut

dan ansietas berat. Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan

dan dapat berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan


mekanisme koping paling umum yang digunakan sebagai pertahanan

melawan perasaan.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Aziz R dkk dalam Eko Prabowo tahun 2014, tanda dan gejala

waham adalah sebagai berikut:

1. Pasien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,

kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya, berulang kali secara berlebihan

tetapi tidak sesuai dengan kenyataan).

2. Pasien tampak tidak mempunyai orang lain

3. Curiga

4. Bermusuhan

5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)

6. Takut, sangat waspada

7. Tidak tepat menilai lingkungan/realita

8. Ekspresi wajah tegang

9. Mudah tersinggung

5. Klasifikasi Waham

Menurut Budi Kelat (2004) terdapat macam-macam tipe waham, yaitu :

a. Waham Agama

Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan

berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.


Contoh: “kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan

pakaian putih setiap hari,” atau klien mengatakan bahwa dirinya adalah

Tuhan yang dapat mengendalikan makhluknya.

b. Waham Kebesaran

Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus

atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-

ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh: “Saya ini pejabat di Departemen Kesehatan lho...”

c. Waham Curiga

Keyakinan bahwa seseorang atau kelompok orang berusaha merugikan

atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai

dengan kenyataan.

Contoh: “Saya tahu... semua saudara saya ingin menghancurkan hidup

saya karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya.”

d. Waham Somatik

Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau

terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan.

Contoh: klien selalu mengatakan bahwa dirinya sakit kanker, namun

setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya sel

kanker pada tubuhnya.

e. Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan

berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh: “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”.

f. Waham Bizar (Bizarre)

Suatu paham yang melibatkan fenomena keyakinan seseorang yang

sama sekali tidak masuk akal (Sadock & Sadock, 2007). Waham bizar

terdiri dari waham sisip pikir (thought of insertion), waham siar pikir

(thought of broadcasting), dan waham kendali pikir (thought of being

controlled).

1) Waham sisip pikir adalah waham dimana klien meyakini bahwa

pikirannya bukan miliknya sendiri, melainkan milik orang lain dan

telah dimasukkan ke dalam pikiran klien.

2) Waham siar pikir adalah waham dimana klien memiliki keyakinan

yang tidak masuk akal bahwa orang lain dapat mendengar atau

menyadari pikirannya.

3) Waham kendali pikir adalah waham dimana klien meyakini bahwa

perasaan, dorongan, pikiran, atau tindakannya berada di bawah

kendali orang lain atau pihak eksternal daripada di bawah kendalinya

sendiri.

6. Prognosis Waham

Menurut Benjamin J. Sadock dan Virginia A. Sadock (2010)

menyebutkan perjalanan dan prognosis waham sebagai berikut:


Beberapa klinis dan data penelitian menunjukkan bahwa stressor

psikososial yang dapat diidentifikasi sering menyertai munculnya gangguan

waham. Sifat stressor dapat sedemikian rupa hingga dapat menimbulkan

kecurigaan atau perhatian pada pasien tersebut. Contoh stressor tersebut

adalah imigrasi yang baru saja dilakukan, konflik social dengan anggota

keluarga atau teman, dan isolasi social. Awitan mendadak biasanya

dianggap lebih sering daripada awitan perlahan. Beberapa klinisi percaya

bahwa seseorang dengan gangguan waham mungkin memiliki intelegensia

di bawah rata-rata dan bahwa kepribadian premorbid orang tersebut

mungkin ekstrover, dominan, dan hipersensitif. Kecurigaan atau perhatian

awal seorang secara bertahap menjadi rumit, membutuhkan lebih banyak

perhatian orang tersebut, dan akhirnya menjadi waham. Ia mulai bertengkar

dengan rekan kerja, mencari perlindungan dari FBI atau polisi, atau mulai

mengunjungi banyak dokter umum atau bedah untuk melakukan konsultasi,

berkonsultasi dengan penasihat hukum untuk melakukan gugatan, atau

mendatangi polisi untuk kecurigaan wahamnya.

Gangguan waham dianggap merupakan diagnosis yang cukup stabil.

Kurang dari 25 persen kasus gangguan jiwa waham akhirnya didiagnosis

sebagai skizofrenia, dan kurang dari 10% pasien mengalami gangguan

mood, sekitar 50% pasien sembuh dengan follow-up jangka panjang, 20%

pasien mengalami pengurangan gejala, dan 30% pasien tidak mengalami

perubahan gejala. Faktor berikut kolerasi dengan prognosis baik : tingkat

pekerjaan, social, dan penyesuaian fungsi baik. Jenis kelamin perempuan


lebih awitan sebelum usia 30 tahun, awitan dadakan, durasi penyakit

singkat, dan adanya faktor presipitasi. Meskipun data yang diandalkan

terbatas, pasien dengan gangguan waham kejar, somatic, dan erotic

dianggap mempunyai prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan

waham cemburu dan kebesaran.

7. Konsep Arus Pikir

Menurut Abdul Muhith, 2015. Data diperoleh dari observasi pada saat

wawancara adalah sebagai berikut:

1. Arus Pikir

1. Koheren : kalimat/pembicaraan dapat dipahami dengan baik

2. Inkoheren : kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit dipahami.

3. Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada

tujuan pembicaraan.

4. Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada

tujuan pembicaraan.

5. Asosiasi longgar : pembicaraan tidak ada hubungan antara kalimat

yang satu dengan kalimat yang lainnya, dan klien tidak

menyadarinya.

6. Flight of ideas : pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik

lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada

tujuan.
7. Blocking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal

kemudian dilanjutkan kembali.

8. Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, tema secara

berlebihan.

9. Logorea : pembicaraan cepat tidak terhenti

10. Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tidak dipahami oleh

umum.

11. Irelefansi : ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan

atau dengan hal yang sedang dibicarakan.

12. Assosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai

persamaan bunyi.

13. Main kata-kata : membuat sajak secara tidak wajar.

14. Afasi : bisa sensorik (tidak mengerti pembicaraan orang lain),

motorik (tidak bisa atau sukar berbicara).

2. Isi Pikir

1. Obsesif : Pikiran yang selalu muncul meski klien berusaha

menghilangkannya.

2. Phobia : Ketakutan yang patologis/tidak logis terhadap obyek/situasi

tertentu.

3. Ekstasi : Kegembiraan yang luar biasa.

4. Fantasi : Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang

diinginkan.
5. Bunuh diri : Ide bunuh diri.

6. Ideas of reference : Pembicaraan orang lain, benda-benda atau suatu

kejadian yang dihubungkan dengan dirinya.

7. Pikiran magis : Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan

hal-hal yang mustahil/diluar kemampuannya.

8. Alienasi : Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda atau

asing.

9. Rendah diri : Merendahkan atau menghina diri sendiri, menyalahkan

diri sendiri tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah

dilakukan.

10. Pesimisme : Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak

hal dalam hidupnya.

Waham : Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak cocok

sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan

latar belakang kebudayaannya, biarpun dibuktikan kemustahilan hal

itu.

III. POHON MASALAH

(Sumber: Stuart, 2013)


Resiko kerusakan komunikasi verbal

Perubahan proses pikir : waham

Gangguan konsep diri : harga diri


rendah kronis
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Shadock (2010), masalah keperawatan jiwa yang mungkin

muncul adalah:

1. Gangguan isi pikir : waham

V. RENCAN KEPERAWATAN

Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) rencana tindakan

keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan isi pikir :

waham kebesaran sebagai berikut :

Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional


Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil

Gangguan isi Tujuan


pikir : waham Umum:
adalah Klien dapat
keyakinan mengontrol
individu yang wahamnya
tidak dapat
divalidasi
atau
dibuktikan
dengan
realitas
Tujuan Kriteria 1. Bina hubungan 1. Hubungan
Khusus 1: Evaluasi : saling percaya saling
Klien dapat 1. Ekspresi dengan percaya
membaca wajah menggunakan menjadi
hubungan bersahabat terapeutik: dasar
saling 2. Mau berjabat a. Sapa klien interaksi
percaya tangan dengan ramah terbinanya
3. Mau baik verbal hubungan
menjawab maupun non saling
salam verbal. percaya dan
4. Klien mau b. Perkenalkan klien lebih
duduk diri dengan terbuka
berdampinga sopan merasa
n c. Tanyakan aman dan
5. Klien mau nama lengkap mau
mengutaraka dan nama berinteraksi
n panggilan 2. Meningkatk
perasaannya yang disukai an orientasi
d. Jelaskan klien pada
tujuan realita dan
pertemuan meningkatk
e. Jujur dan an rasa
menepati janji percaya
f. Tunjukkan klien pada
sikap empati perawat
dan mau 3. Suasana
menerima persahabata
klien apa n yang
adanya mendukung
2. Jangan dalam
membantah dan komunikasi
mendukung 4. Dengan
waham klien: orientasi
a. Katakan ditentukan
bahwa intervensi
perawat selanjutnya
menerima 5. Reinforcem
keadaan ent adalah
keyakinan penting
klien “saya untuk
menerima meningkatk
keyakinan an
anda” kesabaran
b. Katakan klien,
perawat tidak mengetahui
mendukung curiga dan
“sukar bagi intervensi
saya untuk selanjutnya
dapat
mempercayai
nya”
3. Yakinkan klien
dalam keadaan
aman terlindungi:
a. “anda berada
ditempat
yang aman
dan
terlindungi”
b. Gunakan
keterbukaan
dan
kejujuran,
jangan
tinggalkan
klien
sendirian
4. Observasi apakah
waham pasien
menunggu
aktivitas sehari-
hari dan
perawatan diri
Tujuan Kriteria 1. Beri pujian pada 1. Klien
Khusus 2: Evaluasi: penampilan dan terdorong
Klien dapat 1. Klien mampu kemampuan klien untuk
mengidentifi mempertahan yang realitas memilih
kasi kan 2. Diskusikan dengan aktivitas
kemampuan aktivitasnya klien kemampuan seperti
yang sehari-hari yang dimiliki pada sebelumnya
dimilikinya 2. Klien dapat waktu lalu dan saat 2. Dengan
mengontrol ini yang realitas mendengarka
wahamnya (hati-hati terlibat n klien akan
diskusi dengan merasa lebih
wahamnya) diperhatikan
3. Tanyakan apa sehingga
yang bisa klien akan
dilakukan (kaitkan mengungkap
dengan aktivitas kan
sehari-hari dan perasaannya
perawatan diri)
kemudian anjurkan
untuk melakukan
saat ini
4. Jika klien selalu
bicara tentang
wahamnya,
dengarkan sampai
kebutuhan waham
tidak ada, perawat
perlu
memperhatikan
bahwa klien
penting
Tujuan Kriteria 1. Observasi 1. Dengan
Khusus 3: Evaluasi: kebutuhan klien observasi
Klien dapat 1. Kebutuhan sehari-hari dapat
mengidentifi klien 2. Diskusikan mengetahui
kasi terpenuhi kebutuhan klien kebutuhan
kebutuhan 2. Klien dapat yang tidak klien
yang tidak melakukan terpenuhi selama 2. Dengan
terpenuhi aktivitas di rumah maupun mengetahui
secara terarah di rumah sakit kebutuhan
3. Klien tidak 3. Hubungkan yang tidak
menggunakan kebutuhan yang terpenuhi
/membicaraka tidak terpenuhi maka dapat
n wahamnya dengan timbulnya diketahui
4. Tingkatkan kebutuhan
aktivitas yang yang
dapat memenuhi diperlukan
kebutuhan klien 3. Mengetahui
dan memerlukan keterkaitan
waktu dan tenaga antara yang
5. Atur situasi agar tidak
klien tidak terpenuhi
mempunyai waktu dengan
untuk wahamnya
menggunakan 4. Dengan
wahamnya meningkatka
n aktivitas
tidak akan
mempunyai
waktu untuk
mengikuti
wahamnya
5. Dengan
situasi
tertentu akan
dapat
mengontrol
wahamnya
Tujuan Kriteria 1. Berbicara dengan 1. Reinforceme
Khusus 4: Evaluasi: klien dalam nt adalah
Klien dapat 1. Klien mampu kondisi korteks penting
berhubunga berbicara realitas (realitas untuk
n dengan secara realitas diri, realitas orang meningkatka
realistis 2. Klien lain, waktu dan n kesadaran
mengikuti tempat) klien akan
terapi 2. Sertakan klien realitas
aktivitas dalam terapi 2. Pujian pada
kelompok aktivitas kelompok memotivasi
: orientasi realitas klien untuk
3. Berikan pujian meningkatka
pada tiap kegiatan n kegiatan
positif yang positifnya
dilakukan klien
Tujuan Kriteria 1. Diskusikan dengan Perhatian
Khusus 5: Evaluasi: keluarga tentang: keluarga dan
Klien dapat 1. Keluarga a. Gejala waham pengertian
dukungan dapat b. Cara keluarga akan
keluarga membina merawatnya dapat membantu
hubungan c. Lingkungan klien dalam
saling percaya keluarga mengendalikan
dengan d. Follow up dan wahamnya
perawat obat
2. Keluarga 2. Anjurkan keluarga
dapat melaksanakan
menyebutkan dengan bantuan
pengertian, perawat
tanda dan
tindakan
untuk
merawat klien
dengan
waham
Tujuan Kriteria 1. Diskusikan dengan Obat dapat
Khusus 6: Evaluasi: klien dan keluarga mengontrol
Klien dapat 1. Klien tentang obat, dosis, waham yang
menggunakan menyebutkan frekuensi, efek dialami klien
obat dengan manfaat, samping dan
benar dosis, dan akibat penghentian
efek samping obat
obat 2. Diskusikan
2. Klien dapat perasaan klien
mendemonstr setelah minum
asikan obat
penggunaan 3. Berikan obat
obat dengan dengan prinsip
benar lima benar dan
3. Klien dapat observasi setelah
menyebutkan minum obat
manfaat dan
efek samping
obat
4. Klien
memahami
akibat
berhentinya
obat tanpa
konsultasi
5. Klien dapat
menyebutkan
prinsip lima
benar dalam
penggunaan
obat
DAFTAR PUSTAKA

Copel, Linda Carman. 2002. Kesehatan Jiwa & Psikiatri: Pedoman Klinis
Perawat, edisi 2. Jakarta : EGC

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:


Refika Aditama

Doengoes, Marilynn E, dkk. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri, edisi


3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Ingram, I.M. 1995. Psikiatri : Catatan Kuliah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
: EGC

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Keliat, Budi Anna, dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Keliat, Budi Anna, dkk. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN
(Basic Course). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).


Yogyakarta : Penerbit Andi

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.
Jogjakarta : Medication

Puri, Basant K, & Paul.J.Laking.(2011). Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta:


EGC.

Sadock, Benjamin J., & Virginia Alcott. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KONSEP DIRI : GANGGUAN CITRA TUBUH – HARGA


DIRI RENDAH SITUASIONAL DAN KRONIS

2.1.1 Definisi Konsep Diri

1. Menurut Yusuf dkk (2015)

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, serta pendirian

yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain.

2. Menurut Farida Kusumawati dan Yudi (2010)

Konsep diri adalah penilaian subektif terhadap dirinya perasaan sadar / tidak

sadar dalam persepsi terhadap fungsi, peran, dan tubuh.

3. Menurut Varcarolis. E.M (2000)

Konsep diri adalah merefliksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya

juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya.

2.1.2 Pembagian konsep diri

Menurut Mukhripah dkk (2014) dalam buku Asuhan Keperawatan Jiwa, Konsep

diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan

pengetahuan individu tentang dirinya dan memengaruhi hubungannya dengan

orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari hasil

pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan

realitas dunia (Stuart, 2006).


7
a. Citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak di

sadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan

sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan da potensi. Citra tubuh di

modifikasi secara berkesinambungan dengan persesi dan pengalaman baru.

Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri seperti fokus indvidu

terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja, bentuk tubuh, tinggi badan,

dan berat badan serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin sekunder , menjadi

gambaran diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, gambaran yang

realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa

aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, serta

individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat

mendorong sukses dalam kehidupan.

b. Ideal diri (self ideal)

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya

berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.

Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita, keinginan,

harapan tentang diri sendiri.

Hal-hal yang terkait dengan ideal diri meliputi perkembangan awal terjadi

pada masa kanak-kanak, terbentuknya masa remaja melalui proses

identifikasi terhadap orang tua, guru, dan teman. Dipengaruhi oleh orang-

orang yang di pandang penting dalam memberi tuntunan dan harapan serta

mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan


sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu menetapkan ideal

diri sebatas kemampuan, faktor kultur dibandigkan dengan standar orang lain,

hasrat melebihi orang lain, hasrat untuk berhasil, hasrat memenuhi kebutuhan

realistik, hasrat menghindari kegagalan, dan adanya perasaan cemas dan ideal

diri.

c. Identitas diri (Self identifity)

Identitas pribadi adalah prinsip pengorganisasian kepribadian yang

bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan

keunikan individu. Pembentukan identitas di mulai pada masa bayi dan terus

berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa

remaja. Menurut Sunaryo (2004) identitas diri merupakan kesadaran akan diri

pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis

semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal-hal

penting yang terkait dengan identitas diri, yaitu :

1. Berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan berkembangnya

konsep diri.

2. Individu yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang

dirinya tidak sama dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.

3. Identias jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi.

4. Identitas jenis kelamin di mulai dengan konsep laki-laki dan perempuan

serta banyak di pengaruhi olehpandangan maupun perlakuan masyarakat.

5. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri,

kemampuan, dan penguasaan diri.


6. Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.

d. Peran diri (self role)

Menurt Stuart (2006), peran diri merupakan serangkaian pola perilaku

yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu

di berbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan adalah peran yang

dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diambil adalah

peran yang terpilih oleh individu.

Menurut Sunaryo (2004), peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai dan

aspirasi yang diharapkan individu berdasarkan posisinya di masyarakat.

Setiap individu disibukkan oleh berbagai macam peran yang terkait dengan

posisinya.

Hal-hal penting terkait dengan peran diri yaitu :

1. Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri.

2. Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan

harga diri yang tinggi atau sebaliknya.

3. Posisi individu dimasyarakat dapat menjadi stressor terhadap peran.

4. Stres peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran

atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.

5. Stres peran, terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang

tidak sesuai, dan peran yang berlaku banyak atau berlebih.


e. Harga diri

Harga diri merupakan penilaian individu tentang nilai persoalan yang

diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal

diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal yang berasal dari

penerima diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,

kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan

berharga (Stuart, 2006)

Menurut Sunaryo (2004) aspek utama harga diri adalah dicintai

disayangi, dikasihi orang lain dan mendapatkan penghargaan dari orang lain.

2.2 Konsep Harga Diri Rendah

2.2.1 Definisi Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat B.A, 1992).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti terhadap diri

sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa

gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).

Menurut Nanda (2005) Harga diri rendah adalah berkembangnya persepsi diri

yang negatif dalam berespon terhadap situasi yang sedang terjadi.

2.2.2 Jenis Harga Diri Rendah

a. Situasioanal, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus

operasi,kecelakaan, dicerai suami / istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,

perasaan malu karena sesuatu (korban pemerkosaan, dipenjara tiba-tiba)


b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum

sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit

dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini

mengakibatkan respon maladaptif. Kondisi ini dapat di temukan pada klien

dengan gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.

2.2.3 Rentang respon

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan

yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi

hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995) Konsep diri tidak

terbentuk sejak lahir namun dipelajari.

Respon adaptif Respon maladptif

Aktuakisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi

Diri positif rendah identitas

Rentang respon Harga diri rendah, Sumber Keliat (1999)

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah

penilaian individu tentang pencapain diri dengan menganalisa seberapa jauh

perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah

adalah menolah dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung
jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung

harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan

penghargaan orang lain.

Menurut Melza Lahyuni (2017) dari buku Stuart dan Sundeen (1998) respon

individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri yaitu

adaptif dan maladaptif

a. Aktualisasi adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman

nyata yang sukses diterima.

b. Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif dalam

beraktualisasi diri.

c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri

maladaptif.

d. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek

psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.

e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitas terhadap diri sediri yang

berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan

dirinya dengan orang lain.

2.2.4 Etiologi

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri

seseorang. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri

rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas

keberhasilan pujiannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya


kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa

awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul

saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya

(Yosep, 2009)

Menurut Buku Asuhan Keperawatan Jiwa (Mukhripah, 2014), faktor-faktor

yang mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan

faktor presipitasi sebagai berikut:

a. faktor predisposisi

1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan

orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai

tanggung jawab yang personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri

yang tidak realistis.

2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,

tuntutan peran kerja, dan harapan peran kerja.

3. Faktor yang mempengaruhi peran identitas pribadi meliputi ketidak

percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur

sebaya.

b. Faktor presipitasi

Menurut Yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah

biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/ bentuk

tubuh, kegagalan atau produktifitas yang menurun. Secara umum, gangguan

konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik.

Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya


harus di operasi, kecelakaan, pemerkosaan atau di penjara, termasuk di rawat

di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena

penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman.

Harga diri rendah kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau

sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat

dirawat.

2.2.5 Tanda dan gejala harga diri rendah

Menurut buku Keperawatan Jiwa (Ns. Nurhalima, 2016) ungkapan negatif

tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala harga diri rendah :

Community Meental Healthy Nursing (CMHN, 2006) tanda dan gejala harga diri

yang rendah adalah:

a. Mengkritik diri sendiri

b. Perasaan tidak mampu

c. Pandangan hidup yang pesimis

d. Penurunan produktifitas

e. Penolakan terhadap kemampuan diri

f. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, selera makan

kurang.

g. Tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat

dengan nada suara lemah.


Townsend (1998), menambahkan karakteristik pasien dengan harga diri rendah

adalah:

a. Ekspresi rasa malu atau bersalah

b. Ragu-ragu untuk mencoba hal-hal baru atau situasi-situasi baru

c. Hipersensitifitas terhadap kritik

2.2.6 Patofisiologi

Sesorang dengan harga diri rendah berhubungan dengan hubungan

interpersonal yang buruk yang mulanya merasa dirinya tidak berharga sehingga

merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain, individu yang mempunyai

ketergantungan berlebihan pada orang lain, dan kemudian dimunculkan dalam

bentuk perilaku (Sturt, et al 1998). Perilaku biasanya ditunjukkan pada klien

dengan harga diri rendah adalah kritik terhadap diri sendiri / orang lain,

produktivitas menurun, destruksi pada orang lain, gangguan berhubungan

perasaan irritable, sikap negatif terhadap diri sendiri, ketegangan peran, pesimis

tehadap kehidupan, keluhan fisik, pandangan hidup terpolarisasi, menolak

kemampuan diri sendiri, mengejek diri dari realitas, cemas dan takut. Harga diri

rendah berhubungan dengan hubngan interpersonal yang buruk mengarah pada

kasus skizofrenia dan depresi. Hal ini dapat terjadi karena faktor sosiokultural

akibat menurunnya stabilitas keluarga dan kesibukan keluarga dalam mencukupi

kehidupan sehari-hari dan faktor psikologis meliputi koping individu yang tidak

efektif terhadap keadaan dirinya, tanggung jawabnya, serta koping keluarga dalam

menghadapi situasi yang dialami klien (Rakatsu 2012)


2.2.7 Pohon masalah

Pohon masalah pada pasien dengan harga diri rendah kronik menurut

Yosep, (2014)adalah sebagai berikut:

Isolasi Sosial Effect

Harga Diri Rendah Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif Causa

2.2.8 Penatalaksanaan

MenurutAgnes Elya (2017) di dalam buku Afnuhazi (2015) terapi pada

gangguan jiwa sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami

diskriminasi bahkan metode lebih manusiawi dari pada masa sebelumnya.Terapi

yang dimaksud meliputi :

a. Psikofarmaka

Jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh

dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan generasi

pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat yangtermasuk golongan

pertama misalnya chlorpromazine HCL,Throridazine HCL, dan Haloperidol. Obat

yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine,

Zotatine, dan Aripiprazole.


b. Psikoterapi

Untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderitalain,

perawat dan dokter. Tujuan dari psikoterapi ini adalah supaya iatidak

mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapatmembentuk kebiasaan

yang kurang baik, pasien dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan

bersama.

c. Terapi Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)

ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandma secara

artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang satu

atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak

mempan dengan terapi neuroleptika oral atauinjeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5

joule / detik.

d. Keperawatan

Dilakukan terapi modalitas (perilaku) merupakan rencana pengobatan

untuk Skizofrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien,

menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.

Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi

interpersonal. Terapi aktifitas kelompok dibagi empat yaitu stimulasi kognitif

(persepsi), terapi aktivitas kelompokstimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok

stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.Dari empat jenis terapi

aktivitas kelompok yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan

konsep diri harga diri rendah dengan terapi aktivitas kelompok (TAK). Stimulasi

persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait
dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok dapat

berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyesalan masalah.

2.2.9 Pencegahan

Menurut Kusuma dan Hartono (2010) peran dan fungsi perawat sangatlah

penting dalam hal pelaksanaan Asuhan Keperawatan jiwa. Prinsip pelayanan

kesehatan adalah komprensif, yang di fokuskan pada klien. Prinsip tersebut adalah

pencegahan primer pada anggota masyarakat yang megalami masalah psikososial

dan gangguan jiwa, pencegahan tersier pada pasien.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah

2.3.1 Dasar Data Pengkajian Gangguan Harga Diri Rendah

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan

(Direja, 2011). Data-data tersebut dikelompokkan menjadi faktor predisposisi,

presipirasi, terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang

dimiliki klien. Data-data yang diperoleh selama pengkajian juga dapat

dikelompokkan menjadi data subjektif dan data objekiedcf. Data subjektif

merupakan data yang disampaikan secara lisan oleh klien maupun keluarga klien

melalui proses wawancara. Sedangkan data objektif adalah data yang ditemukan

secara nyata pada klien melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat

(Keliat, Panjaitan & Helena, 2006).

Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :

a. Keluhan utama atau alasan masuk


Apa yang menyebabkan klien dan keluarga datang, atau dirawat dirumah

sakit, apakah sudah tahu penyakit tersebut sebelumnya, apa yang dilakukan

keluarga untuk mengatasi masalah.

b. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah penolakan

orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kueang mempunyai

tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang

tidak realistis (Fitria, 2009).

c. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadiya harga diri rendah kronis adalah hilangnya

sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau menurunnya

produktivitas (Fitria, 2009)

d. Konsep diri

1. Gambaran diri : persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuhnya yang

disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian

yang disukai.

2. Ideal diri : persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku

berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.

3. Harga diri : penilaian individu tentang nilai personal yang di peroleh dengan

menganalisis sebagai beberapa perilaku dirinya dengan ideal diri.

4. Identitas : prinsip pengorganisasian kerpribadian yang bertanggung jawab

terhadap kesatuan, kesinambungan, konsentrasi, dan keunikan individu.


5. Peran : serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial

berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Mukhripah dkk (2017) masalah konsep diri berhubungan dngan

ansietas bermusuhan dan rasa bersalah. Masalah ini sering menimbulkan proses

penyebaran diri dan sirkular bagi individu yang dapat menyebabkan repon

koping maladaptif respon ini dapat terlihat pada berbagai macam individu yang

mengalami ancaman integritas fisik atau sistem diri (Stuart, 2006)

Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat berdasarkan pohon masalah adalah :

1. Harga diri rendah

2. Koping individu tidak efektif

3. Isolasi yang sosial


2.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah

Nama klien : Diagnosa medis :

Ruang : No. CM :

NO Diagnosa Perencanaan Intervensi


DX keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi

1 Harga diri TUM : 1. Ekspresikan wajah 1. Bina hubungan saling percaya dengan
rendah Pasien memiliki bersahabat menunjukkan mengungkapkan prinsip komunikasi
konsep diri yang rasa senang ada kontak terapeutik.
positif. mata mau berjabat a. Sapa klien dengan ramah
tangan, mau menjawab b. Perkenalkan diri denga sopan
TUK 1: salam, klien mau duduk c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
Klien dapat membina berdampingan dengan panggilan yang paling disukai
hubungan saling perawat, mau d. Jelaskan tujuan pertemuan
percaya dengan mengutarakan masalah e. Jujur dan menepati janji
perawat yang dihadapi. f. Tunjukkan sifat empaty dari menerima klien
apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien
h. Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki klien.

22
TUK 2 : 2. Klien mengidentifikasi a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif
Klien dapat kemampuan dan aspek yang dimiliki pasien
mengidentifikasikan positif yang dimiliki : b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi
kemampuan dan a. Kemampuan yang nilai negatif
aspek positif yang dimiliki c. Utamakan memberikan pujian yang realistik
dimilik b. Aspek positif
keluarga
c. Aspek positif
lingkungan

TUK 3 : 3. Klien dapat menilai a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang


Klien dapat menilai kemampuan yang dapat masih dapat digunakan selama sakit
kemampuan yang digunakan b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
dapat digunakan penggunaan

TUK 4 : 4. Klien membuat rencana a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
Klien kegiatan harian dilakukan setiap hari sesuai dengan
dapat(menetapkan) kemampuan
kegiatan sesuai b. Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan
dengan kemampuan toleransi koondisi klien
yang dimiliki c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan

23
TUK 5 : 5. Klien melakukan a. Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba
Klien dapat kegiatan sesuai kondisi kegiatan ang telah direncanakan
melakukan kegiatan sakit dan kemampuannya b. Beri pujian atas keberhasilan klien
sesuai kondisi sakit c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah

TUK 6 : 6. Klien memanfaatkan a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga


Klien dapat sistem pendukung yang tentang cara merawat klien dengan harga diri
memanfaatkan sistem ada keluarga rendah kronik
pendukung yang ada b. Bantu kepada keluarga untuk memberikan
dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga untuk menyiapkan lingkungn
rumah

24
2.3.4 Tindakan Keperawatan

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan

1. Tindakan keperawatan pada pasien harga diri rendah

Langkah-langkah untuk mengatasi masalah pasien dengan harga diri rendah adalah

menetapkan beberapa tindakan keperawatan.

A. Tujuan :

a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

c. Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.

d. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.

e. Pasien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.

B. Tindakan keperawatan :

a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.

1) Mendiskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif

seperti kegiatan pasien di rumah, serta adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.

2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien penilaian

yang negatif.

b. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

1) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini setelah

mengalami bencana.

2) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang

diungkapkan pasien.

3) Perlihatkan respons yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.

c. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan.


1) Mendiskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai

kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.

2) Bantu pasien menetapkan aktivitas yang dapat pasien lakukan secara mandiri, aktivitas

yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga, dan aktivitas yang perlu bantuan penuh

dari keluarga atau lingkungan terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan aktivitas

yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat daftar aktivitas atau kegiatan

sehari-hari pasien.

d. Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih sesuai kemampuan.

1) Mendiskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan (yang sudah dipilih

pasien) yang akan dilatihkan.

2) Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang akan dilakukan

pasien.

3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan pasien.

e. Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya.

1) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.

2) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.

3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap aktivitas.

4) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga.

5) Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan kegiatan.

6) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan pasien.

SP 1 pasien : Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu

pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien

memilih / menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan

yang sudah di pilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah

dilatih dalam rencana harian.


ORIENTASI :

“ Assalamualaikum, bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar”


“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah T lakuakan? Kita akan menilai kegiatan mana dapt T lakukan di rumah
sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
“Dimana kita duduk? Bagaimana kalau diruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 20 menit?
Kerja :

“T, apa saja kemampuan yang T miliki ? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang bisa T lakukan? Bagaimana denga
merapihkan kamar? Menyapu? Mencuci piring.......dst”
“waaah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T miliki”
“ T, dari lima kegiatan / kemampuan ini, mana yang masih dapay dikerjakan
dirumah sakit? Coba kita lihat yang pertama bisakah? Yang kedua.... sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang
masih bisa dikerjakan dirumah sakit ini.”
“ Sekarang coba T pilih salah satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan dirumah
sakit ini” “O yang nomer satu merapikan tempat tidur? Kalau gitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur
“ Mari kita lihat tempat tidur T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“ Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal
dan selimutnya. Bagus ! sekarang kita angkat spreinya, kita mulai dari arah
atas, yaaa bagus! Sekarang sebelah kiri, tarik dan masukkan, lalu sebelah
pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan disebelah
atas/ kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan disebelah bawah. Baguuus!!
“ T sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan ? bagus “
Coba lakukan kegiatan diatas dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri
kalau T dapat melakukannya tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika T diingatkan
untuk melakukan, dan T (tidak) melakukan.
TERMINASI :

“ Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan


tempat tidur? Yaaah, T ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat
dilakukan dirumah sakit ini. Salah satuna merapikan tempat tidur, yang sudah T
praktekkan dengan baik sekali. Naah kemampuan ini dapat dilakukan juga
dirumah setelah pulang.”
“Sekarang mari kita masukkan pada jadwal harian T. Mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa? Lalu
sehabis istirahat jam 16.00.”
“ Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan
apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapikan tempat tidur?
Ya bagus cuci piring.. kalau begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8
pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai jumpa yaa.”

SP 2 pasien : Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien
ORIENTASI :

“ Assalamualiakum, bagaimana perasaan T pagi ini? Waaaah tampak cerah.”


“Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin / tadi pagi?
Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan
latihan kemampuan ke dua. Masih ingat kegiatan apa itu T”
“Yaaa benar, kita akan latihan mencuci piring didapur ruangan ini.”
“Waktunya sekitar 15 menit, mari kita kedapur.”
KERJA :

“T sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabet / tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk membersikan
piring dan air untuk membilas. T bisa menggunakan air yang mengalir dari kran
ini. Oh iya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa
makanan.”
“ Oh iyaa sekarang saya perlihatkan dulu yaa caranya.”
“ Setelah semuanya perlengkapan tersedia, T ambil satu pring kotor lalu buang
dulu sisa kotoran yang ada dipiring tersebut ketempat sampah. Kemudian T
bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes ang sudah diberikan
sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai
tidak ada busa sabun sedikitpun dipiring tersebut. Setelah itu T bisa
mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia didapur.
Nah selesai....”
“Sekarang coba T yang melakukan...”
“Bagus sekali, T dapat mempraktekkan cuci piring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya.”
TERMINASI :

“ Bagaimana perasaan T setelah latihan mencuci piring?”


“ Bagaimana jika kegiatan mencuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan
sehari-hari T. Mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring
tiga kali setelah makan.”
“ Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapikan tempat
tidur dan mencuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan
latihan mengepel.”
“ Mau jam berapa? Sama dengan sekarang? Sampai jumpa.”

2. Tindakan keperawatan pada keluarga

Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah dirumah dan

menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.

A. Tujuan

a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.

b. Keluarga memfasilitasi aktivitas pasien yang sesuai kemampuan.


c. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan latihan yang

dilakukan.

d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien.

B. Tindakan keperawatan

a. Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien.

b. Anjurkan memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang dimiliki.

c. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien dalam melakukan kegiatan yang sudah

dilatihkan pasien dengan perawat.

d. Ajarkan keluarga cara mengamati perkembangan perubahan perilaku pasien.

SP 1 keluarga :Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

dirumah, menjelaskan tentang pengertian,tanda, dan gejala harga diri

rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,

mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan

memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara merawat.

ORIENTASI :

“ Assalamualaikum!”
“Bagaimana keadaan bapak / ibu pagi ini ?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat T?
Berapa lama waktu bapak/ ibu? 30 menit? Baiklah,mari duduk di ruangan
wawancara!”
KERJA:

“ Apa yang bapak /ibu ketahui tentang masalah T?”


“ Ya memang benar sekali pak/bu, T memang terlihat tidak percaya diri dan
sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya,T sering menylahkan diri dan
mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak
bapak/ibu memiiki masalah gangguan harga diri rendah yang ditandai degan
munculnya pikiran-pikiran negatif terhada dirinya sendiri. Bila keadaan T
seperti ini erus, T bisa mengalami masalah yang lebih parah seperti malu
bertemu dengan orang lain dan lebih memilih mengurung diri”
“ Sampai disini bapak/ibu mengerti apa yang dimaksut dengan harga diri
rendah?”
“ Bagus sekali bapak/ibu sudah mengerti.”
“ Setelah anda mengert bahwa masalah T dapat menjadi masalah yang serius,
maka kita perlu meberi perawatan yang baik untuk T.”
“ Bapak/ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki T? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama( jika kemampuannya sama dengan kemampuan yang
dikatakan T).”
“T telah berlatih dua kegiatan, yaitu merapikan tempat tidur dan mencuci piring
serta telah dibuat jadwal untuk melakukannya. Untuk itu, bapak / ibu dapat
mengingatkan T untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadwal yang ada.
Tolong bantu siapkan alat-alatnya ya bapak/ibu, jangan lupa untuk memberikan
pujian agar harga dirinya meningkat! Setelah selesai melakukan kegiatan
tersebut, ajak T untuk memberikan tanda cek list pada jadwalnya.”
“ Apabila T sudah tidak dirawat dirumah sakit lagi, bapak/ ibu tetap harus
memantau perkembangannya. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan
tidak tertangani lagi, segeralah bawa T ke puskesmas.”
“Nah bagaimana jika sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian pada
T?”
“Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian
seperti : bagus sekali T, kamu semakin terampil dalam mencuci piring.”
“coba bapak/ibu praktekkan sekarang. Bagus.”
TERMINASI :

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah percakapan kita ini?”


“Dapatkah bapak/ibu menjelaskan kembali masalah yang di hadapi T dan
bagaimana cara merawatnya?”
“Bagus sekali, bapak/ibu dapat menjelaskannya dengan baik. Nah setiap kali
bapak/ibu kemari,lakukan seperti itu. Begitu juga jika T sudah kembali ke
rumah.”
“Bagaimana kalau kita ketemu lagi 2 hari mendatang untuk latihan cara
memberikan pujian langsung pada T.”
“ Jam berapa bapak/ibu akan datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 2 keluarga : melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien denan masalah harga

diri rendah langsung kepada pasien

ORIENTASI:

“Assalamualaikum pak/bu”
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini?”
“Bapak/ibu masih ingat latihan merawat anak bapak/ibu yang suda kita pelajari
2 hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan langsung mempraktekkannya kepada T.”
“Waktunya 20 menit.”
“Sekarang mari kita temui T.”
KERJA:

“Assalamualaikum T. Bagaimana perasaan T hari ini?”


“Hari ini saya datang bersama orang tua T. Seperi yang sudah saya katakan
sebelumnya, orang tua T juga ingin merawat T agar T cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“ Nah pak/bu, sekarang bapak/ib bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latih
beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan anak
bapak/ibu.”
(saudar mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti
yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
“ Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bincang dengan orang tua T?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua T ke ruang perawat dulu.”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi degan
keluarga)
TERMINASI :

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita latihan tadi?”


“Mulai sekarang bapak/ ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada T.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak/ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama
seperti sekarang ya pak/bu.”
“Assalamualaikum.”

SP 3 keluarga : membuat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI :

“Asslamulaikum pak/bu.”
“Karena hari ini T sudah boleh pulang, maka kita akan membicarakan jadwal T
selama di rumah.”
“Mari kita bicarakan dikantor.”
KERJA :

“Pak/bu ini jadwal kegiatan T selama dieumah sakit. Coba perhatikan, apakah
semua dapat dilaksanakan dirumah? Tolong jadwal kegiatan maupun jadwal
minum obatnya tetap dilanjutkan dirumah.”
“Hal-hal yang harus diperhatikan lebih lanjut adalah perilau yang ditampilkan
T selama dirumah. Contohnya adalah T terus-menerus menyalahkan diri sendiri
dan berpikir negatif terhadap diri sendiri, menolak minim obat serta
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi, segera
hubungi perawat K di puskesmas Indra Puri, puskesmas terdekat dari rumah
bapak/ibu. Ini nomor telepon Puskesmasnya : (0651)54xxxx.”
“Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan T selama
dirumah.”
TERMINASI:
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian T untuk
dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di Puskesmas Indra Puri.
Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang
tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”
3. TAK Stimulus persepsi : Harga Diri Rendah

SESI 1 : Identifikasi Hal Positif pada Diri

Tujuan

1. Klien dapat mengidentifikasi pengalaman yang tidak menyenangkan.

2. Klien dapat mengidentifikasi hal positif pada dirinya.

Setting

1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.

2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat

1. Spidol sebanyak jumlah klien yang mengikuti TAK

2. Kertas putih HVS dua kali jumlah klien yang megikuti TAK

Metode

1. Diskusi

2. Permain

Langkah kegiatan

1. Persiapan

a. Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu klien dengan gangguan konsep diri : harga

diri rendah.

b. Membuat kontral dengan klien.

c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada klien.

2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).


3. Menanyakan nama dan panggilan semua klien ( beri papan nama).

b. Evaluasi / validasi

Menanyakan perasaan klien saat ini.

c. Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu bercakap – cakap tentang hal positif diri

sendiri.

2. Terapis menjelaskan aturan main berikut.

a. Jika ada klien yang meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada terapis.

b. Lama kegiatan 45 menit.

c. Setiap mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja

a. Terapis memperkenalkan diri : nama lengkap dan nama panggilan serta memakai

papan nama.

b. Terapis membagikan kertas dan spidol kepada klien.

c. Terapis meminta tiap klien menulis pengalaman yang tidak menyenangkan.

d. Terapis memberi pujian atas peran serta klien.

e. Terapis membagikan kertas yang kedua.

f. Terapis meminta tiap klien menulis hal positif tentang diri sendiri : kemampuan yang

dimiliki kegiatan yang biasa dilakukan di rumah dan di rumah sakit.

g. Terapis meminta klien membacakan hal positif yang sudah di tulis secara bergiliran

sampai semua klien mendapatkan giliran.

h. Terapis memberi pujian pada setiap peran serta klien.

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK


2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Tindak lanjut

Terapis meminta klien menulis hal positif lain yang belum tertulis.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK yang akan datang yaitu melatih hal positif diri yang dapat

diterapkan di rumah sakit dan dirumah.

2. Menyepakati waktu dan tempat.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya tahap kerja. Aspek yang

dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi

persepsi : harga diri rendah sesi 1, kemampuan klien yang diharapkan dan aspek positif

(kemampuan) yang dimiliki. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 1

Stimulasi persepsi : harga diri rendah

Kemampuan menulis pengalaman yang tidak menyenangkan dan hal positif diri sendiri

No Nama klien Menulis pengalaman yang Menulis hal positif


tidak menyenangkan diri sendiri
Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.

2. Untuk tiap klien beri penilaian tentang kemampuan menulis pengalaman yang tidak

menyenangkan dan aspek positif diri sendiri. Beri tanda (V) jika klien mampu dan (X) jika

klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses

keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi persepsi harga diri

rendah. Klien mampu menuliskan tiga hal pengalaman yang tidak menyenangkan, mengalami

kesulitan menyebutkan hal positif diri. Anjurkan klien menulis kemampuan dan hal positif

dirinya dan tingkatkan pujian.

Sesi 2 : Melatih Positif pada Diri

Tujuan

1. Klien dapat menilai hal positif diri yang dapat digunakan.

2. Klien dapat memilih hal positif diri yang akan dilatih.

3. Klien dapat melatih hal positif diri yang telah dilatih.

4. Klien dapat menjadwalkan penggunaan kemampuan yang telah dilatih.

Setting

1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.

2. Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih.

3. Ruangan nyaman dan tenang.

Alat

1. Spidol dan papan tulis.

2. Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih.

3. Kertas daftar kemampuan positif pada sesi 1.


4. Jadwal kegiatan sehari-hari.

Metode

1. Diskusi dan tanya jawab

2. Bermain peran.

Langkah kegiatan

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 1.

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

1. Salam dari terapis kepada klien.

2. Klien dan terapis mengguanakan papan nama.

b. Evaluasi / validasi

1. Menanyakan perasaan klien saat ini.

2. Menayakan apakah ada tambahan hal positif klien.

c. Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu melatih hal positif pada klien.

2. Terapis menjelaskan aturan main berikut.

a. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis.

b. Lama kegiatan 45 menit.

c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja

a. Terapis meminta semua klien membaca ulang daftar kemampuan positif sesi 1 dan

memilih satu untuk dilatih.

b. Terapis meminta klien menyebutkan pilihan dan ditulis diwhiteboard.


c. Terapis meminta semua klien untuk memilih satu dari daftar diwhiteboard. Kegiatan

yang paling banyak dipilih diambil untuk dilatih.

d. Terapis melatih cara pelaksanaan kegiatan/ kemampuan yang dipilih dengan cara

berikut.

1. Terapis memperagakan.

2. Klien memperagakan ulang (semua klien mendapatkan giliran).

3. Berikan pujian sesuai dengan keberhasilan klien.

4. Kegiatan a sampai dengan d, dapat diulang umtuk kemampuan/ kegiatan yang berbeda.

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis memberikan pujian kepada kelompok.

b. Tindak lanjut

Terapis meminta kien memasukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan

sehari-hari.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK yang akan datang untuk hal positif lain.

2. Menyepakati waktudan tempat sampai aspek positif selesai dilatih.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek

yang di evaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK srimulasi

persepsi harga diri rendah sesi 2, kemampuan klien yang diharapkan adalah memiliki satu hal

positif yang akan dilatih dan memperagakannya. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Sesi 2 : TAK

Stimulasi : Harga Diri

Kemampuan melatih kegiatan pasien

No Nama klien Membaca daftar hal Memilih satu hal Memperagakan


positif positif yang akan diri
dilatih

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.

2. Untuk tiap klien beri penilaian tentang kemampuan menulis pengalaman yang tidak

menyenangkan dan aspek positif diri sendiri. Beri tanda (V) jika klien mampu dan (X)

jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan keperawatan

tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 2, TAK stimulasi persepsi: harga diri rendah. Klien

telah melatih merapikan tempat tidur. Anjurkan dan jadwalkan agar klien melalukannya serta

berikan pujian.
2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi pada pasien Harga Diri Rendah menurut Melza Lahyuni dalam buku Keliat

(2015) mengatakan bahwa kemampuan pasien harga diri rendah dan keluarga berhasil

apabila pasien dan keluarga dapat :

a. Pasien

1. Menyeutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

2. Menilai kemampuan yang masih dapat digunakan.

3. Memilih kegiata yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

4. Melatih kemampuan yang telah dipilih.

5. Melaksanakan kemampuan yang telah dilatih.

6. Melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal.

b. Keluarga

1. Menjelaskan pengertian dan tanda-tanda orang dengan harga diri rendah.

2. Menyebutkan 3 cara merawat pasien harga diri rendah (memberikan pujian,

menyediakan fasilitas untuk pasien dan melatih pasien melakukan kemampuan).

3. Mampu mempraktekkan cara merawat pasien.

4. Melakukan follow up sesuai rujukan.

6.3.5 Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperatawan adalah suatu sisem pencatatan dan pelaporan informasi

tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat. Dokumentasi keperawatan adalah pengumpulan, penyimpanan dan desiminasi

informasi guna mempertahankan sejumlah fakta yang penting secara terus menerus pada

suatu waktu terhadap sejumlah kejadian.


FORMAT

EVALUASI TAK HARGA DIRI RENDAH

Sesi 1

Stimulasi persepsi : harga diri rendah

Kemampuan menulis pengalaman yang tidak menyenangkan dan hal positif diri sendiri

No Nama klien Menulis pengalaman yang Menulis hal positif


tidak menyenangkan diri sendiri

Petunjuk :

3. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.

4. Untuk tiap klien beri penilaian tentang kemampuan menulis pengalaman yang tidak

menyenangkan dan aspek positif diri sendiri. Beri tanda (V) jika klien mampu dan (X) jika

klien tidak mampu.


FORMAT

EVALUASI TAK HARGA DIRI RENDAH

Sesi II

Stimulasi : Harga Diri Rendah

Kemampuan melatih kegiatan pasien

No Nama klien Membaca daftar hal Memilih satu hal Memperagakan


positif positif yang akan diri
dilatih

Petunjuk :

3. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.

4. Untuk tiap klien beri penilaian tentang kemampuan menulis pengalaman yang tidak

menyenangkan dan aspek positif diri sendiri. Beri tanda (V) jika klien mampu dan (X)

jika klien tidak mampu.


LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI (DPD) : BERPAKAIAN – ELIMINASI – MAKAN –


MANDI

Definisi

Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai
dengan kondisi kesehatannya . Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya ika tidak dapat
melakukan perawatan dirinya (Mukhripah & Iskandar, 2012:147).

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari secara
mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri adalah
ketidakmampuan dalam : kebersihan dir, makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri,
buang air besar atau kecil sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).

Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien gangguan
jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan
ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam
keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154).

Penyebab Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri adalah :

a. kelelahan fisik

b. penurunan kesadaran.

Sedangkan Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :

a. Faktor presdiposisi

1) Perkembangan :

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif


terganggu.

2) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

3) Kemampuan realitas turun


Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

4) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi


lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. (Mukhripah &
Iskandar, 2012:147 - 148).

b. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri (Mukhripah &
Iskandar, 2012: 148).

Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar, 2012:148) faktor –
faktor yang mempengaruhi personl higiene adalah

a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan


diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada pasien penderita diabetes mellitus
ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan
f. Kebiasaan orang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Jenis Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :

a. Defisit perawatan diri: Mandi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.

b. Defisit perawatan diri: Berpakaian Hambatan kemampuan untuk melakukan atau


menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berias untuk diri sendiri.

c. Defisit perawatan diri: Makan Hambatan kemampuan untuk melakukan atau


menyelesaikan aktivitas sendiri.
d. Defisit perawatan diri: Eliminasi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri (Nurjannah, 2004:79)

Rentang respon

Adaptif Maladaptif

Pola Kadang Tidak

perawatan perawatan melakukan

diri diri kadang perawatan diri

seimbang tidak

Keterangan :

1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.

2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang
klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.

3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresor.

Proses terjadinya masalah

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri,berhias diri secara mandiri, dan toileting ( buang air besar [BAB]atau
buang air kecil [BAK])secara mandiri (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154).

Sedangkan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri
adalah : kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.

Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah sebagai berikut:

a. Mandi/hygiene Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,


memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar
mandi.

b. Berpakaian/berhias Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil


potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,memilih 7 pakaian,
meggunakan alat tambahan, menggunakan kancig tarik, melepaskan pakaian, menggunakan
kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskkan, mengambil pakaian
dan mengenakan sepatu.

c. Makan Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan


makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, meggunakan alat tambahan, mendapat
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan
dari wadah lalu memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut
cara diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan
dengan aman.

d. Eliminasi Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban


atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil
(Mukhripah & Iskandar, 2012:149-150).

Menurut Depkes (2000), tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :

a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor

2) Rambut dan kulit kotor

3) Kuku panjang dan kotor

4) Gigi kotor disertai mulut bau

5) Penampilan tidak rapi

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif

2) Manarik diri, isolasi diri

3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina

c. Sosial

1) Interaksi kurang

2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma

4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat, gosok gigi dan mandi
tidak mampu mandiri (Mukhripah & Iskandar, 2012:150).

Akibat

dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan. Gangguan pemeliharaan
kesehatan ini bentuknya bisa bermacam – macam. Akibat dari defisit perawat diri adalah
sebagai berikut :

a. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan macam penyakit kulit
(kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek atau frambosa, dan borok).

b. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang masuk ke dalam
tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan. Disamping itu kuku yang kotor sebagai
tempat bertelur cacing, dan sebagai penyakit cacing pita, cacing tambang, dan penyakit perut.

c. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi berlubang, bau mulut, dan
penyakit gusi

d. Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan kegagalan dalam
makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena hygiene BAB/BAK sembarangan) (Wahit
Iqbal, dkk.,2015:159)

Sedangkan menurut (tarwoto dan wartonah, 2010:117) akibatnya adalah :

a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah
: gangguan integritas kulit, gangguan 9 membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga, gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah


gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

Mekanisme koping

a. Regresi

b. Penyangkalan

c. Isolasi sosial, menarik diri

d. Intelektualisasi (Mukhripah & Iskandar, 2012:153).

Sedangkan menurut (Stuart & Sundeen, 2000) didalam didalam (Herdman Ade,
2011:153-154) mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukund fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan
perawatn diri secara mandiri.

b. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,


memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri menurut (Herdman Ade, 2011:154) adalah
sebagai berikut :

a. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri

b. Membimbing dan menolong klien perawatan diri

c. Ciptakan lingkungan yang mendukung

d. BHSP (bina hubungan saling percaya)

Pohon masalah

Effect Gangguan pemeliharaan

kesehatan (BAB/BAK,mandi, makan minum)

Core problem Defisit perawatan diri

Causa Menurunnya motivasi

dalam perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri

Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri (Sumber : Keliat, 2006)


Diagnosa keperawatan

Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan, BAB/BAK


(Yusuf, Rizky & Hanik,2015:155).

Rencana Asuhan Keperawatan

Defisit perawatan diri merupakan core probem atau diagnosa utama dalam pohon
masalah di atas, berikut ini adalah rencana asuhan keperawatan dari defisit perawatan diri
menurut (Kelliat,2006)

TUM: Pasien dapat memelihara kesehatan diri secara mandiri

TUK: 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Mengidentifikasi kebersihan diri klien.

3. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

4. menjelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga kebersihan diri dan cara
melakukan kebersihan diri

5. Menjelaskan cara makan yang benar

6. Menjelasakan cara mandi yang benar

7. Menjelaskan cara berdandan yang benar

8. Menjelaskan cara toileting yang benar

9. Mendiskusikan masalah yang dirasakan

Kriteria evaluasai

1.Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, klien bersedia berjabat


tangan, klien bersedia menyebutkan nama, ada kontak mata, klien bersedia duduk
berdampingan dengan perawat, klien bersedia mengutarakan masalah yang
dihadapinya

2. Klien dapat menyebutkan dirinya

3. Klien dapat memahami pentinya kebersihan diri

4. Klien dapat menyebutkan dan dapat mendemonstrasikan dengan alat kebersihan

5. Klien dapat mengerti cara makan yang benar

6. Klien dapat mengerti cara mandi yang benar

7. Klien dapat mengerti cara berdandan yang benar

8. Klien dapat toileting yang benar


9. Keluarga dapat mengerti tentang merawat klien

Intervensi

1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g. Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar klien

2. 1. Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri dan tandanya

2. Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyan

3. Berikan pujian terhadap kemampuan klien menawab pertanyaan..

3.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

2. Meminta klien menjelaskan kembali pentingnya kebersihan diri

3. Diskusikan dengan klien tentang tentang kebersihan diri

4. Beri penguatan positif atas jawabannya

4.1. Menjelaskan alat yang dibutuhkan dan cara membersihkan diri

2. Memperagakan cara membrsihkan diri dan mempergunakan alat untuk


membersihkan diri

3. Meminta klien untuk memperagakan ulang alat dan cara kebersihan diri

4. Beri pujian positif terhadap klien

5.1. Menjelaskan cara makan yang benar

2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara benar

3. Memberikan pujian positif terhadap klien

6.1. Menjelaskan cara mandi yang benar

2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara yang benar
3. Memberi pujian positif terhdap klien

7.1. Menelskan cara berdandan yang benar

2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara yang benar

3. Memberi pujian positif terhdap klien

8.1. Menjelaskan cara toileting yang benar

2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara yang benar

3. Memberi pujian positif terhdap klien

9.1. Menjelsakan kepada keluarga tentang pengertian tanda dan gejala tanda defisit
perawatan diri, dan jenis perawatan diri.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) SP1 KEBERSIHAN
DIRI

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi pasien Seorang klien mengalami defisit perawatan diri. Klien terlihat kotor,
rambut kotor dan kusam, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku panjang dan kotor, BAB/BAK
disembarangan tempat.

b. Diagnosa keperawatan Defisit Perawatan Diri, ketidakmampuan dalam kebersihan diri

c. Tujuan khusus

1) Membina hubungan saling percaya

2) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

3) Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

4) Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

5) Menganjurkan pasien Memasukkan kedalam jadwal harian

d. Tindakan keperawatan

1) Bina hubungan saling percaya

2) Jelaskan pentingnya kebersihan diri

3) Jelaskan cara menjaga kebersihan diri

4) Bantu pasien mempraktekkan cara mejaga kebersihan diri

5) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Orientasi

1) Salam Terapeutik

Selamat pagi bapak atau ibu, perkenalkan nama saya naina fitri. saya biasanya
dipanggil fitri. Nama bapak atau ibu siapa? Biasanya dipanggil siapa ? Saya mahasiswa
akper Dian Husada yang akan merawat bapak hari ini dari jam 7 sampai jam 2 siang. Dari
19 tadi saya lihat Bapak atau ibu menggaruk – garuk badannya, apakah gatal ?

2) Evaluasi

Bagaimana keadaan bapak atau ibu hari ini ? bapak atau ibu apakah sudah mandi
? Sudah berganti baju ?
3) Kontrak

Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang TentangPentingnya Kebersihan
Waktu : Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa ? berapa lama ?
bagaimana jika jam 09.30- 09.45 ?

Tempat : Bapak atau ibu dimana kita akan berbincang – bincang? Bagaimana kalau
ditaman ?

b. Kerja

“Bapak atau ibu mengapa anda garuk – garuk badan ? Apakah Bapak atau ibu sudah
mandi ? Apa alasan Bapak atau ibu tidak merawat diri ? Kalau kita tidak teratur menaga
kebersihan diri masalah apa menurut Bapak atau ibu yang bisa muncul ? Ya betul, selain
Bau badan , masalah yang dapat timbul yaitu kudis, panu, kutu , gatal – gatal, dan lain –
lain.”

“Menurut Bapak atau ibu kita mandi harus bagaimana ? sebelum mandi apa yang perlu
kita siapkan ? benar sekali, Bapak atau ibu perlu menyiapkan handuk, sikat gigi dan pasta
gigi, sabun, shampoo, dan sisir. Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi , saya akan
membimbing Bapak atau ibu melakukannya. Sekarang,buka pakaian dan siram seluruh
tubuh Bapak atau ibu termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokan pada kepala Bapak
atau ibu sampai berbusa, lalu bilas sampai bersih. Bagus sekali! Selanjutnya ambil sabun,
gosokan diseluruh tubuh secara merata, lalu disiram dengan air sampai bersih, jangan lupa
sikat gigi pakai pasta gigi, giginya disikat mulai dari atas sampai bawah. Gosok seluruh
gigi bapak atau ibu mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur – kumur sampai
bersih. Terakhir, siram lagi seluruh badan Bapak atau ibu sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk. Bapak atau ibu bagus sekali melakukannya.”

c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif Bagaimana perasaan Bapak atau ibu setelah belajar cara menjaga
kebersihan diri (mandi) yang benar.

2) Evaluasi Obyektif Coba Bapak atau ibu sebutkan lagi apa saja cara – cara mandi yang baik
yang sudah Bapak atau ibu lakukan.

3) Kontra

- Topik Bagaimana kalau besok kite bertemu lagi dan berbincang – bincang lagi tentang
cara makan yang baik.

- Tempat Bapak atau ibu mau berbincang – bincang dimana? Bagaimana kalau diruang
makan ?

- Waktu Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali besok jam 08.00 – 08.15 ?,
apakah bapak atau ibu setuju ?
4) Rencana tindak lanjut

Saya harap Bapak atau ibu melakukan cara menjaga kebersihan diri dan jangan lupa
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian (Aprilianti, dkk, 20145-7).

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

(SP) SP2 MAKAN

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi pasien: Klien mengatakan malas makan sendiri dn tidak mampu untuk makan
sendiri. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.

b. Diagnosa keperawatan Defisit perawatan diri makan

c. Tujuan khusus

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

2) Klien dapat mengetahui cara dan alat makan yang benar.

3) Klien dapat melakuakan kegiatan makan

4) Klien dapat memasukkan kegiatan makan dalam jadwal kegiatan harian.

d. Tindakan keperawatan

1) Bina hubungan saling percaya

2) Jelaskan cara dan alat makan yang benar.

3) Latih kegiatan makan

4) Anjurkan pasien memasukkan kegiatan makan dalam jadwal kegiatan harian

2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Orientasi

1) Salam Terapeutik Selamat siang Bapak atau ibu, tampak rapi hari ini. Siang ini kita
akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang makan
ya!Mari.....itu sudah datang makanan.

2) Evaluasi

a) Bagaiman Bapak atau ibu sudah mandi hari ini ?


b) Alat apa saja yang dibutuhkan ketika mau mandi ?

3) Kontrak

Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang tentangcara dan alat makan yang
benar.

Waktu : Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa ? Dan berapa lama ?
Bagaimana jika jam 08.00 – 08-15.

Tempat :dimana kita berbincang – bincang ? Bagaimana kalau kita berbincang diruan
makan ?

b. Kerja

“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana Bapak atau Ibu
makan?”

“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktikkan!”

“ Bagus, setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu.
Silakan Bapak atau Ibu yang pimpin! Bagus.”

“Mari kita makan! Saat makan kita harus menyuap makanan satu persatu dengan pelan-pelan.
Ya, ayo......sayurnya dimakan ya. Setelah makan kita bereskan piring dan gelas yang kotor.
Ya betul ......dan kita akhiri dengan cuci tangan.”

“Ya bagus ! itu suster sedang membagikan obat, coba Bapak atau Ibu minta sendiri obatnya.’’

c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berbincang – bincang
dengan saya dan setelah kita makan bersama.

2) Evaluasi Obyektif Coba bapak atau ibu sebutkan kembali apa saja yang harus kita lakukan
pada saat makan.

3) Kontrak

- Topik Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang – bincang lagi tentang
cara toileting yang baik.

- Tempat Besok kita akan berbincang – bincang dimana ? Bagaimana kalau ditaman ?

- Waktu Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali besok jam 08.00 – 08.15 ?
Apakah Bapak atau ibu setuju ?

5) Rencana tindak lanjut Saya harap Bapak atau ibu melakukan makan secara mandiri dan
jangan lupa masukkan dalam jadwal kegiatan harian (Kelliat, 2007:173).
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

(SP) SP3 TOILETING

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi pasien Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK atau
BAB. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai BAB atau BAK tidak
pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB atau BAK.

b. Diagnosa keperawatan Defisit Perawatan Diri Toileting

c. Tujuan khusus

1) Klien dapat membina hubungan salingan percaya

2) Klien dapat melakukan BAB dan BAK yang baik

3) Klien dapat menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai

4) Klien dapat menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAK dan BAB

d. Tindakan keperawatan

1) Bina hubungan saling percaya

2) Latihan cara BAB dan BAK dengan baik

3) Jelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai 4) Jelaskan cara membersihkan diri setelah
BAB dan BAK

2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Orientasi

1) Salam Terapeutik

Selamat pagi bapak atau ibu, bagaimana perasaan hari ini ? baik. Sudah dijalankan jadwal
kegiatannya ?. . kita akan membicarakan tentang cara BAB dan BAK yang baik ya. Kira –
kira 30 menit yah .. ? dimana kita duduk ?

2) Evaluasi

a) Bagaimana bapak atau ibu makannya sudah habis 1 porsi ?

b) Bapak atau ibu ketika makan apa saja yang harus dilakukan ?

3) Kontrak
Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang tentangmelakukan BAB dan
BAK secar mandiri

Waktu :Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa ? Dan berapa ? Dan
berapa lama ? Bagaiman jika jam 08.00 – 08.00?

Tempat : Dimana kita akan berbincang – bincang ? bagaimana jika kita berbincang –
bincang di taman ?

b. Kerja

Untuk pasien laki-laki:

Dimana biasanya bapak buang air besar dan buang air kecil? Benar bapak buang air
besar atau kecilyang bail itu di WC, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada
saluran pembuangan kotoran. Jadi kita tidak boleh buang air besar atau kecil di sembarang
tempat. Sekarang, apakah bapak tau bagaimana cara cebok? Yang perlu diingat saat
mencebok adalah bapak membersihkan bokong atau kemaluan dengan air yang bersih dan
pastikan tidak ada tinja atau air kencing yang di tubuh bapak. Setelah bapak selesai cebok,
jangan lupa tinja atau air kencing yang ada di WC di bersihkan. Caranya siram tinja atau
air kencing yang ada di WC secukupnya sampai tinja atau air kencing itu tidak tersisa di
WC. Setelah itu cuci tangan dengan menggunakan sabun.

Untuk perempuan:

Cara membilas yang bersih setelah ibu buang air besar yaitu dengan menyiram air
kea rah depan ke belakang. Jangan terbalik yah.. cara seperti ini berguna untuk mencegah
masuknya kotoran/tinja yang ada di bokong ke bagian kemaluan kita. Setelah ibu selesai
cebok, jangan lupa tinja atau air kecingyang ada di WC di bersihkan. Caranya siram tinja
atau air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai air kencing atau tinja tidak tersisa
di WC. Lalu cuci dengan menggunakan sabun.

c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif Bagaiman perasaan Bapak atau ibu setelah berbincang – bincang lagi
tentang Buang air besar atau kecil yang baik.

2) Evaluasi Obyektif Coba bapak atau ibu jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang baik.

3) Kontrak
- Topik Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang – bincang lagi tentang
cra berhias/berdandan.

- Tempat Besok kita akan berbincang – bincang dimana ? Bagaimana kalau di ruangan ?

- Waktu Besok jam berapa Bapak atau ibu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau jam 08.00 –
08.15 seperti biasa

6) Rencana tindak lanjut

Saya harap Bapak atau ibu melakukan toileting yang baik dan jangan lupa masukkan
dalam jadwal kegiatan harian(Aprilianti, dkk, 20145-7).

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

(SP) SP4 BERDANDAN/BERHIAS

1. Proses Keperawatan

a. Kondisi pasien Klien mengatakan dirinya malas berdandan. Ketidakmampuan berpakaian


atau berhias ditandai dengan rambut acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, tidak bercukur (laki – laki) atau tidak berdandan (wanita).

b. Diagnosa keperawatan Defisit perawatan diri Berhias/berdandan

c. Tujuan khusus

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

2) Klien dapat menjelaskan pentingnya berhias/berdandan

3) Latihan cara berhias/ berdandan

4) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

d. Tindakan keperawatan

1) Bina hubungan saling percaya


2) Jelaskan pentingnya berhias/berdandan

3) Latihan cara berhias/ berdandan

4) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Orientasi

1) Salam Terapeutik

Selamat pagi Bapak atau ibu, bagaimana perasaan hari ini ? Baik. Sudah dijalankan
jadwal kegiatannya ?., Hari ini kita akan latihan berhias/berdandan, mau dimana
latihannya? Bagaimana kalau diruang tamu ? bagaimana kalau kita melakukannya
selama 30 menit?

2) Evaluasi

a) Bagaimana Bapak atau ibu hari ini sudah BAB/BAK ?

b) Bapak atau ibu ketika BAB/BAK apa saja yang harus dilakukan.?

3) Kontrak

Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang – bincang tentang melakukan
berhias/berdandan.

Waktu : Bapak atau ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa ? Dan berapa lama
? Bagaimana jika jam 08.00 – 08.15 ?

Tempat : Dimana kita akan berbincang – bincang ? Bagaimana kalau kita berbincang –
bincang di ruangan?

b. Kerja

“apa yang bapak lakukan setelah selesai mandi? Apa Bapak sudah ganti baju?”

“untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih 2
kali sehari. Sekarang coba bapak ganti baju. Ya, bagus seperti itu.”
“apakah bapak menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir? Coba kita praktikkan, lihat ke
cermin, bagus sekali “

“apakah bapak suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur? Betul 2 kali seminggu
“tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari pak dirapikan!ya, bagus!” (catatan
: janggut dirapikan jika pasien tidak memelihara janggut).

c. Terminasi

1) Evaluasi Subyektif Bagaimana perasaan bapak setelah berhias/berdandan?

2) Evaluasi Obyektif Coba Bapak, sebutkan cara berhias diri yang baik sekali lagi.

3) Kontrak

- Topik

Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang – bincang lagi tentang kondisi
bapak/ibu yang lain.

- Tempat

Besok kita akan berbincang – bincang dimana ? bagaimana kalau di taman ?

- Waktu

Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali hari ini jam 08.00 selama 30 , apakah
bapak atau ibu setuju ?

4) Rencana tindak lanjut

Saya harap Bapak atau ibu melakukan berhias atau berdandan yang baik dan jangan lupa
masukkan dalam jadwal kegiatan harian. (Kelliat, 2007:171)
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

2.1 Konsep Isolasi Sosial

2.1.1 Pengertian

Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun lingkungan

yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun

psikis. Isolasi Sosial merupakan gangguan dalam hubungan dan merupakan mekanisme

individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari intraksi dengan

orang lain karena perasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).

2.1.2 Etiologi

Terjadi gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan

sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya

pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu

merumuskan keinginan,dan merasa tertekan. Keadaan ini menimbulkan perilaku tidak

berkomunikasi pada orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan

kegiatan sehari-hari terabaikan.(kusuma wati dan hartono,2010)

Isolasi sosial terjadi karena adanya beberapa faktor (Ardani,2013):

1.Faktor Predisposisi:

A .Faktor perkembangan :

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses

karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi akan menghamat perkembangan

selanjutnya. Keluarga adalah tempat yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalani hubungan dengan orang lain. Kurangnya simulasi, kasih sayang, perhatian dan

kehangantan dari ibu/pengasuh bayi akan memberi rasa percaya diri. Rasa ketidak percayaan

tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di

kemudian hari komunikasi yang hangat sangat penting pada masa ini, agar anak tidak merasa

diperlukan sebagai objek. (Ardani,2013)

B. Faktor biologis:

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofren

ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.

(Ardani,2013)

C. Faktor Sosial dan Budaya:

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya

faktor berhubungan. Dapat juga disebabkan karena norma-norma yang salah dianut oleh

suatu keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial, kelainan

pada struktu otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan vlume otak serta

perubahan struktur limbic, diduga dapat menyebabkan skizofrenia

2. Faktor predisposisi

Stressor presifitasi terjadinya isoalsi sosial dapat ditimbulkan dari faktor internal maupun

eksternal, meliputi (Ardani,2013):

a.Stressor sosial budaya

stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadi penurunan

stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara

semua itu dapat menimbulakan isolasi sosial (Ardani,2013)

b.Stressor biokimia

1.) Teori dopatime: kelebihan dopatime pada mesokortikal dan mesolibik serta tratus saraf

dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2.) Menurut MOA (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan

dopaminedalam otak. Karena salah satu kegiatan MOA adalah sebagai enzim yang

menurunkan dopamine, maka menurut MOA juga dapat merupakan indikasi terjadinya

skizofrenia.

3.) Faktor endokrin: jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan dalam klien skizofrenia

demikian juga prolactin mengalami penurunan karena terhambat.

2.1.3 Pohon Masalah

Pohon masalah isolasi sosial adalah

Menurut Nita Fitria (2012) Pohon Masalah isolasi sosial adalah sebagai berikut:

Ristia mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Defisit perawatan diri Perubahan Persempsi sensori:Halusinasi

Intoleransi Aktifitas Isolasi Sosial


Harga Diri Rendah

Koping indivi tidak efektif Koping Keluarga Tidak Efektif

2.1.4 Tanda Dan Gejala

Tanda dan Gejala skizofrenia dengan isolasi sosial berupa (Ardani,2013)

1. Menyendiri dalam ruangan

2. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata

3. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usia

4. Sedih, efek datar

5. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tidak berulang,dan tidak bermakna

6. Mengekpresikan penolakan,dan kesepian pada orang lain

7. Tidak ada asosiasi ide satu dengan lainnya

8. Menggunakan kata kata simbolik (neologisme)

9. Menggunakan kata yang tidak berarti

10. Kontak mata kurang, tidak mampu menatap lawan jenis

11. klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiri

sendiri

2.1.5 Rentang Respon

Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari stuard (2006) menyatakan bahwa manusia adalah

makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina

hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling bergantung yang

merupakan keseimbangan dan kemandirian dalam suatu


Respon Adaktif Respon

Maladaktif

Menyendiri Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri impulsive

Kebersamaan KetergantunganImpilsive Narkisisme

saling ketergantungan

Gamabar 2.1 Rentang Respon Hubungan Sosial

a.Menyendiri

Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan

dilingkungan sosial dan suatu cara mengevaluasi diri untuk langkah selanjutnya. Menyendiri

umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.

b. Otonomi

Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide ide pikiran,

perasaan dalam hubungan sosial.

c. Kebersamaan

kebersamaan adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut

saling memberi dan menerima


d. Saling Ketergantungan

Saling ketergantungan merupakan kondisi saling ketergantungan antar individu dengan orang

lain dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain

e. Kesepian

Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dsn terasing pada lingkungannya

f. Isolasi sosial

merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina

hubungan secara terbuka dengang orang lain

g. Keterganungan

ketergantungan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau

kemampuan untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang

diperlukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan

individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan orang lain

h. Manipulasi

merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang

lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam

i. Impulvise

individu impulvise tidak mampu merencanakan sesuatu, belajar dari pengalaman, tidak dapat

diandalkan, dan penilai yang buruk


j. Narkisisme

pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh,secara terus menerus berusaha

mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentrik,pecemburu, marah jika orang lain

tidak mendukung

2.1.6 Mekanisme Koping

Individu yang mengalami respon sosial maladaktive, menggunakan berbagai

mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua

upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan

yang spesifik (Gail,2006: hal 281) koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian

anti sosial antara lain: proyeksi, merendahkan orang lain. Koping ini berhubungan dengan

gangguan kepribadian ambang: formasi reaksi, isolasi, identitas orang lain,dan merendahkan

orang lain.

2.1.7 Manifestasi klinis

Menurut Dalami, 2009, observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan

ditemukan data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih,afek tumpul, menghindar dari

orang lain, klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak

tidak bercakap-cakap pada orang lain, tidak ada kontak mata atau kotak mata kurang, klien

lebih sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak

melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi janin saat tidur, sedangkan untuk data subjektif

sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Beberapa data subjektif adalah dengan singkat,

dengan kata-kata “tidak”, “ya”, dan “ tidak tahu”.


2.1.8 Pencegahan

Menurut kusnawati dan Hartono (2010), peran dan fungsi perawat sangatlah penting

dalam hal pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa. Prinsip pelayanan kesehatan adalah

komprehensif, yang difokuskan pada pasien secara menyeluruh. Prinsip tersebut adalah

pencegah primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan tersier pada pasien

gangguan jiwa yang sedang dalam proses pemulihan.

2.2.9 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis Dalami, et.all (2009)

1.) Electro Convulsive Therapy (ECT)

Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik

digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal

kepala (pelipis kiri dan kanan).

Indiksi:

2.) Depresi Mayor

(1) Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian lagi terhadap

dunia sekeliling, kehilangan berat badan yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang

menetap.

(2) Klien depresi ringan adanya riwayat responsive atau memberikan respon membaik pada

ECT.

(3) Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresi atau klien tidak bisa

menerima antridepresi.
3.) Maniak

Klien maniak tidak responsive terhadap cara terapi yang lain atau terapi yang berbahaya bagi

klien.

4.) Skizofrenia

Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik. Tetapi bermanfaat pada skizofrenia

yang sudah lama tidak kambuh.

5.) Psikoterapi

Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses

terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,

menciptakan lingkungan yang terapeutik.

6.) Terapi Okupasi

Adalah suatu ilmu yang seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam

melakukan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki,

memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah terapi aktivitas kelompok,

merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien

yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Yang bertujuan untuk memebantu

anggota berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan

maladaktive. (Keliat,2004)
2.2 Proses Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Isolasi sosial

1. Identitas klien

Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama

2. Keluhan Utama

Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa kerumah sakit biasanya akibat adanya

kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi.

3. Fase Predisposisi

Fase predisposisi sangat erat dengan kaitannya dengan faktor etiologi yakni keturunan,

endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.

4. Psikososial

1.) Genogram

Genoram ini biasanya dikaitkan dengan penyakit isolasi sosial misalnya skizofrenia

2.) Konsep diri

Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien mempengaruhi konsep

diri pasien.

3.) Hubungan sosial

Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri
4.) Spiritual

Aktifitas spiritual menurut seiring dengan kemunduran kemauan

5. Status Mental

1.) Penampilan diri

Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak acak, kancing baju tidak rapi, baju terbalik

sebagai manifestasi kemunduran kemauan pasien.

2.) Pembicaraan (komunikasi)

Nada suara rendah,lambat, kurang bicara, apatis.

3.) Aktifitas Motorik

Kegiatan yang dilakukan bervariatif,kecenderungan bertahan pada satu posisi yang dibuatnya

sendiri (katalepsia)

4.) Emosi

Emosi dangkal

5.) Afek

Dangkal, tak ada ekspresi roman muka

6.) Intraksi selama wawancara

Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara, diam.

7.) Persepsi

Tidak terdapat halusinasi atau waham


8.) Proses berfikir

Gangguan proses berfikir jarang ditemukan

9.) Kesadaran

Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan dengan dunia luar

dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan (secara

kualitatif)

10.) Memori

Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan, orang

11.) Kemampuan Penilaian

Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan, selalu

memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas dan tidak tepat.

12.) Tilik diri

Tidak ada yang khas

6. Kebutuhan sehari hari

Pada permulaan, penderita kurang memperbaiki diri dan keluarga, makin mundur dalam

pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minta untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat

menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, dan istirahat tidur

2.2.2 Batasan karakteristik

Menurut NANDA NIC-NOC (2015-2016) Batasan karakteristik pasien isolasi sosial

sebagai berikut:
1.) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting.

2.) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan.

3.) Afek tumpul.

4.) Bukti kecacatan (mis:fisik,mental)

5.) Ada didalam subkultular.

6.) Sakit,tindakan tidak berarti

7.) Tidak ada kontak mata

8.) Dipenuhi dengan pikiran sendiri

9.) Menunjukan Permusuhan

10.) Tindakan berulang

11.) Afek sedih, ingin sendirian

12.)Menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok cultular yang dominan

13.) Tidak komunikatif (menarik diri)

2. Subjektif

1.) Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan

2.) Mengalami perasaan yang berbeda dari orang lain

3.) Ketidak mampuan memenuhi orang lain

4.) Tidak percaya diri saat berhadapan dengan public

5.) Mengungkapkan perasaan kesendirian yang didorongkan oleh orang lain


6.) Mengungkapkan perasaan penolakan

7.) Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok cultural yang didomisikan

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA (2015-2017) diagnosa keperawatan yang muncul adalah isolasi

sosial Eko Prabowo (2014), adalah sebagi berikut

2.2.4 Rencana Asuhan keperawatan menurut Eko Prabowo (2014), adalah sebagai berikut:

No Diagnosa Tujuan Intervensi

keperawatan

1. Isolasi Sosial Tujuan Umum: Bina hubungan saling

Pasien dapat berintraksi dengan percaya dengan prinsip

orang lain. komunikasi terapeutik.

Tujuan khusus: 1. Sapa pasien dengan

TU 1: dapat membina hubungan ramah baik verbal maupun

saling percaya. non verbal.

Kriteria hasil: 2. Perkenalkan diri dengan

Setelah dilakukan …..X pertemuan, sopan

pasien dapat mengungkapkan 3.Tanyakan nama lengkap

perasaan dan keberadaannya saat ini dan nama kesukaan pasien.

secara verbal: 4. Jelaskan tujuan

1. Mau menjawab salam. pertemuan

2. Ada kontak mata. 5. Buat kontak interaksi

3. Mau berjabat tangan yang jelas

4. Mau berkenalan 6. Jujur dan menepati janji.


5. Mau menjawab pertanyaan. 7. Tujuakkan sikap empati

6. Mau duduk berdampingan dan menerima pasien apa

dengan perawat. adanya.

7. Mau mengungkapkan 8. Ciptakan lingkungan

perasaannya yang tenang dan

bersahabat.

9.Beri perhatian dan

penghargaan: temani pasien

walau tidak menjawab.

10. Dengarkan dengan

empati beri kesempatan

bicara, jangan buru-buru,

tunjukkan bahwa perawat

mengikuti pembicaraan

pasien

11. Beri perhatian dan

perhatikan kebutuhan dasar

pasien

TUK 2 1. Tanyakan pada pasien

Pasien dapat menyebutkan tentang

penyebab menarik diri a. Orang yang tinggal

Kriteria hasil: serumah atau sekamar

Setelah dilakukan ……X dengan pasien

pertemuan, pasien dapat b. Orang terdekat pasien

menyebutkan minimal satu dirumah atau diruang


penyebab menarik diri yang berasal perawatan

dari: c. Apa yang membuat

1. Diri sendiri pasien-pasien dekat dengan

2. Orang lain orang tersebut

3. Lingkungan d. Hal-hal yang membuat

pasien jauh dari orang

tersebut

e. Upaya yang dilakukan

untuk mendekatkan diri

dengan orang terdebut

2. Kaji pengetahuan pasien

tentang perilaku menarik

diri dan tanda-tandanya

3. Beri kesempatan pada

pasien untuk

mengungkapkan perasaan

penyebab menarik diri

tidak mau bergaul

4. Diskusikan pada pasien

tentang perilaku menarik

diri, tanda serta penyebab

yang muncul

5. Berikan reinforcement

positif terhadap

kemampuan pasien dalam


mengungkapkan

perasaannya.

TUK 3 1. Kaji pengetahuan pasien

Pasien dapat menyebutkan tntang manfaat dan

keuntungan berhubungan dengan keuntungan berhubungan

orang lain dan kerugian bila tidak dengan orang lain serta

berhubungan dengan orang lain kerugian bila tidak

Kriteria hasil: berhubungan dengan orang

Setelah dilakukan …..X pertemuan, lain.

pasien dapat menyebutkan 2. Beri kesempatan pada

keuntungan berhubungan dengan pasien untuk

orang lain, missal: mengungkapkan

1. Banyak teman perasaannya tentang

2. Tidak kesepian berhubungan dengan orang

3. Bisa diskusi lain.

4. Saling menolong 3. Beri kesempatan pada

Setelah dilakukan …..X pertemuan, pasien untuk

pasien dapat menyebutkan kerugian mengungkapkan

tidak berhubungan dengan orang perasaannya tentang

lain, missal: kerugian bila tidak

1. Sendiri berhubungan dengan orang

2. Tidak Punya teman lain.

3. Tidak ada teman ngobrol 4. Diskusikan bersama

tentang keuntungan

berhubungan dengan orang


lain dan kerugian tidak

berhubungan dengan orang

lain

5. Beri reinforcement

positif terhadap

kemampuan

mengungkapkan perasaan

tentang keuntungan

berhubungan dengan orang

lain dan kerugian bila tidak

berhubungan dengan orang

lain.

TUK 4 1. Observasi perilaku

Pasien dapat melaksanakan pasien saat berhubungan

hubungan sosial secara bertahap dengan orang lain

Kriteria hasil: 2. Berikan motivasi dan

Setelah dilakukan ….x pertemuan bantu pasien untuk

pasien dapat mendemonstrasikan berkenalan dengan orang

hubungan secara bertahap k-p, k-p- lain

p lain,k-p-p lain k, k-p- 3. Beri reinforcement

kel/kelompok masyarakat positif pada keberhasilan

yang telah dicapi

4. Bantu pasien untuk

mengetahui manfaaf

berhubungan dengan orang


lain

5. Beri motivasi dan

libatkan pasien dalam

terapi aktivitas kelompok

6. Diskusikan jadwal harian

yang dapat dilakukanivasi

pasien bersama pasien

untuk mengisi waktuluang

7. Memotivasi pasien

untuk melakukan sesuai

jadwal yang telah dibuat

8. Beri reinforcement atau

kegiatan pasien dalam

melakukan pergaulan

melalui aktivitas yang

dilakukan.

TUK 5 1. Dorong pasien untuk

Pasien dapat mengungkapkan mengungkapkan perasaan

perasaan seteleh berhubungan setelah berhubungan

dengan orang lain dengan orang

Kriteria hasil: lain/kelompok

Setelah dilakukan …..X pertemuan 2. Diskusikan pada pasien

pasien dapat mengungkapkan tentang manfaaat

perasaan setelah melakukan berhubungan dengan orang

hubungan dengan orang lain untuk lain


diri sendiri dan orang lain untuk: 3. Beri Reinforcement atas

1. Diri ssendiri kemampuan pasien untuk

2. Orang lain mengungkapkan perasaan

3. Kelompok berhubungan dengan orang

lain

2.2.5 Strategi pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Strategi pelaksana (SP) Isolasi Sosial pada pasien:

1. Tindakan keperawatan pada pasien

Tujuan keperawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien mampu

berintraksi dengan orang lain disekitar.

1.) SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya,membantu pasien mengenal isolasi sosial,

membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian berhubungan dengan orang

lain,dan mengajarkan pasien ketenanga

Orientasi

“Selamat pagi saya perawat…..saya senang dipanggil……saya perawat dari ruang……ini.”

“Siapa nama bapak,senang dipanggil apa?”

“Apa keluhan bapak saat ini?”, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang teman dan

keluarga bapak? Mau dimana bercakap-cakapnya pak?

“Bagaimana kalo diruang tamu?,Mau berapa lama pak?, Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja

(Jika pasien baru)

“Siapa saja yang tinggal serumah dengan bapak?, Siapa yang dekat dengan bapak?, siapa

yang jarang bercakap-cakap dengan bapak?, Apa yang membuat bapak bercakap-cakap
dengannya?”

(Jika Pasien sudah lama dirawat)

“Apa yang bapak rasakan selama bapak dirawat disini?, bapak merasa sendiri?”

“Siapa saja yang bapak kenal diruang ini?”

“Apa saja kegiatan yang bapak lakukan dengan teman yang bapak kenal”

“Apa yang menghambat bapak dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang

lain”

“Menurut bapak apa saja manfaat kalau kita memiliki teman?, Wah benar ada teman yang

bercakap-cakap. Apa lagi? (Sampai pasien dapat menyebutkan beberapa), nah banyak juga

ruginya tidak punya teman ya?, jadi apakah bapak belajar bergaul dengan orang lain?”

“Bagus! Bagaimana kalau kita sekarang belajar berkenalan dengan orang lain?”

“Begini lho bapak, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama

panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobby kita. Contohnya: nama saya……, senang

dipanggil…………, asal saya dari kota………., hoby…….”

“Ayo bapak coba! Misalnya saya belum kenal dengan bapak. Coba berkenalan dengan saya!

Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali!”

“Setelah bapak berkenalan dengan orang tersebut, bapak bisa melakukan percakapan tentang

hal-hal yang menyenangkan bapak bicarakan, misalnya tentang cuaca, tentang hoby,tentang

keluarga, pekerjaan, dan sebagainya.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan berkenalan?”

“Bapak tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya bapak

dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada sehingga bapak lebih

siap untuk berkenalan dengan orang lain. Bapak mau mempraktikkan ke orang lain?”

bagaimana kalau bapak mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat……, bagaimana,
bapak mau kan?”

“baiklah, sampai jumpa!”

2.) SP 2 Pasien: Mengajarkan pasien berintraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang

pertama (perawat)

Orientasi

“Selamat pagi pak!, bagaimana perasaan bapak hari ini”

“Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan?”

“Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan suster”

“Bagus sekali, bapak masih ingat. Nah, seperti janji saya,saya akan mengajak bapak

berkenalan dengan teman saya perawat….. Tidak lama kok, sebentar 10 menit.”

“Ayo kita ketempat perawat…… disana!”

Kerja

(Bersama-sama pak, perawat mendekati perawat…..)

“Selamat pagi perawat…..., bapak ingin berkenalan dengan……. Baiklah pak, bapak bisa

berkenalan dengan perawat….. seperti yang kita praktikkan kemarin.” (pasien

mendemonstrasikan cara berkenalan dengan perawat……: memberi salam, menyebutkan

nama, menanyakan nama perawat, dan statusnya.)

“Ada lagi yang ingin bapak tanyakan pada perawat…..? coba tanyakan tentang keluarga

perawat….!”

“Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan bapak dapat menyudahi perkenalan ini. Lalu

bapak bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat….., karena bapak sudah selesai

berkenalan, saya dan bapak akan kembali keruangan bapak. Selamat pagi!” (bersama pasien,

perawat…..meninggalakan perawat……… untuk melakukan terminasi dengan bapak


ditempat lain).

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah berkenalan dengan perawat…..?”

“Bapak tampak bagus sekali saat berkenalan tadi.”

Pertahankan terus apa yang sudah bapak lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakin topik

lain supaya perkenalan berjalan lancer.misalnya menanyakan keluarga, hoby, dan sebagainya.

Bagaimana mau mencoba dengan perawat lain? Mari kita masukkan kedalam jadwal. Mau

beberapa kali sehari?, bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti bapak coba sendiri. Besok kita

latihan sendiri ya pak, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok?”

3.) SP 3 Pasien: Melatih pasien berkenalan dengan orang ke dua

Orientasi

“Selamat bpagi bapak! Bagaimana perasaan bapak hari ini?”

“Apakah bapak bercakap dengan perawat….. kemarin sian (jika pasien berkata “ya” maka

perawat dapat melanjutkan komunikasi selanjutnya dengan pasien lain)”

“Bagaimana perasaan bapak setelah bercakap-cakap dengan perawat…..kemarin siang”

“Bagus sekali bapak menjadi senang karena punya teman lagi?”

“Kalau begitu bapak ingin punya teman lagi?”

“Bagaimana kalau sekarang kita lagi dengan teman serunangan bapak yang lain, yaitu

bapak….. seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari kita temui diruang makan.”

Kerja

(Beersama-sama bapak, perawat mendekati pasien lain)

“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang inin berkenalan.”

“Baiklah bapak, Bapak sekarang bisa berkenalan dengannya seperti telah bapak lakukan
sebelumnya.”(Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan

nama, nama panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama.)

“Ada lagi lagi yang bapak ingin tanyakan kepada….? Kalau tidak ada lagi yang ingin

dibicarakan, bapak bisa sudahi percakapan ini. Lalu bapak bisa buat janji bertemu lagi, missal

bertemu lagi jam 4 sore nanti (Bapak membuat janji temu kembali dengan…..).”

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah berkenalan dengan….?”

“Dibandingkan kemarin pagi bapak lebih baik ketika berkenalan dengan…..,pertahankan apa

yang sudah bapak lakukan tadi jangan lupa untuk bertemu kembali dengan…..jam 4 sore

nanti”

“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain

sebanyak 3 kali, jam 10 pagi, 1 siang, dan jam 8 malam, bapak bisa bertemu dengan….., dan

tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya bapak bisa berkenalandengan orang

lain lagi secara bertahap. Bagaimana bapak setuju kan?”

“Baiklah,besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman bapak. Pada jam yang

sama dan tempat yang sama ya.”

“Sampai jumpa besok”

2. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga

Tujuan Keperawatan: Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien dengan

isolasi sosial.

1.) SP 1 Keluarga: Memberi pendidikan kesehatan pada keluarga mengenai masalah isolasi

sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien isolasi sosial.
Orientasi

“Selamat pagi dan bapak saya perawat…., saya yang merawat anak bapak,anak bapak di

ruang….ini?”

“Nama bapak siapa,senang dipanggil apa?”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini?,bagaimana keadaan anak bapak sekarang?”

“Bagaimana kalo kita berbincang-bincangtentang masalah anak bapak dan cara

perawatannya?”

“Kita diskusikan disini saja ya? Berapa lama bapak punya waktu?, bagaimana kalau setengah

jam?”

Kerja

“Apa malah yang bapak hadapi dalam merawat anak bapak? Apa yang sudah dilakukan?”

“Masalah yang dialami anak bapak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu penyakit yang

juga dialami pasien-pasien gangguan jiwa yang lain. Tanda-tandanya antara lain tidak mau

bergaul dengan orang lain, mengurung diri, dan kalau berbicara hanya sebentar dengan wajah

menunduk. Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan

ketika berhubungan dengan orang lain seperti ditolak, tidak dihargai dan berpisah dengan

orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi sosial tidak diatasi, seseorang dapat

mengalami halusinasi, yakni melihat atau mendengar bayangan yang sebetulnya tidak ada.

Untuk menghadapi keadaan yang demikian bapak dan anggota keluarga yang lainnya harus

sabra menghadapi anak bapak. Untuk merawat anak bapak keluarga perlu melakukan

beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan saling percaya kepada anak bapak,

caranya dengan perduli terhadap anak bapak dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu

memberi semangat dan dorongan kepada anak bapak untuk dapat melakukan kegiatan

bersama-sama dengan orang lain. Berikan ujian yang wajar dan jangan mencela anak bapak.

Selanjutnya jangan biarkan anak bapak sendiri. Buat rencana jadwal bercakap-cakap dengan
anak bapak, misalnya ibadah bersama, makan bersama, rekreasi bersama, atau melakukan

kegiatan rumah tangga bersama.”

“Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu? Begini contoh

komunikasinya pak,”…bapak lihat kamu sekarang sudah bisa bercakap-cakap dengan orang

lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu,

nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan yang lain. Bagaimana nak, kamu mau

cobakan?”

“Nah, coba sekarang bapak peragakan cara berkomunikasi seperti yang saya contohkan!

Bagus, bapak telah memperagakan dengan baik sekali!”

“Sampai disini ada yang ditanyakan pak?”

Terminasi

“Baiklah waktu sudah habis, bagaimana perasaan bapak setelah kita latian tadi?”

“Coba bapak ulangi apa yang dimaksud isolasi sosial, dan tanda-tanda orang yang mengalami

isolasi sosial. Selanjutnya dapatkah bapak ulangi cara-cara perawatan anak bapak yang

mengalami isolasi sosial?”

“Bagus sekali, bapak dapat menyebutkan cara-cara perawatan tersebut! Nanti kalau bertemu

anak bapak coba bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar

melakukan hal-hal yang sama.”

“Bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung dengan anak bapak?”

“Kita bertemu disini ya pak dengan jam yang sama. Selamat pagi!”

2.) SP 2 Keluarga: melatih keluarga merapat pasien isolasi sosial langsung dihadapan pasien.

Orientasi

“Selamat pagi pak”! bagaimana perasaan bapak saat ini”


“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang kita pelajari beberapa hari yang

lalu?”

“Mari kita langsung praktikan dengan anak bapak! Bapak punya waktu berapa lama? Baik

kita coba 30 menit.”

“Sekarang mari kita temui anak bapak!”

Kerja

“Selamat pagi bapak, bagaimana perasaan bapak saat ini?”

“Bapalk anda datang membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong bapak tunjukkan jadwal

kegiatan!” (Kemudian anda bicara dengan keluarga sebagai berikut)

“Nah pak, sekarang bapak bisa mempraktikkan apa yang sudah kita lakukan beberapa hari

yang lalu. (perawat mengobservasi keluarga cara merawat pasien seperti yang dilakukan pada

pertemuan sebelumnya.)”

“Bapagaimana perasaan X setelah berbincang bincang dengan ayah X?”

“Baiklah sekarang saya dan orang tua keruang perawat dulu.”(perawat meninggalkan pasien

untuk melakukan terminasi dengan keluarga).

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latian tadi? Bapak sudah bagis melakukannya

“Mulai sekarang bapak sudah dapat melakukan cra perawat ersebut terhadap anak bapak”

“Tiga hari lagi kita akan bertemu dan mendiskusikan pengalaman bapak melakuakan cara

merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempat sama seperti sekarang ya pak?”

3.) SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang dengan keluarga

Orientasi

“Selamat pagi bapak! Karena besok adak bapak sudah boleh pulang, kita perlu membicarakan
cara perawatan anak bapak dirumah.”

“Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal anak bapak tersebut disini saja.”

“Berapa lama kita bicara, bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja

“Bapak, ini jadwal anak bapak selama dirumah sakit. Coba dilihat, mungkin dilanjut

dirumah? Di rumah bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal dirumah. Baik

jadwal kegiatan maupunjadwal minum obat berikan pujian jika benar dilakuakan. Hal-hal

yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan anak bapak

selamadirumah. Misalnya kalau anak bapak terus-menerus tidak mau bergaul dengan orsng

lain. Menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakanorang lain jika hal

itu terjadi segera hubungi perawat…. Di puskesmas, yang terdekat dari rumah bapak, ini

nomer telepon puskesmas 0856xxxx, selanjutnya perwat….. tersebut akan memantau

perkembangan anak bapak selama ada dirumah.”

Terminasi

“Bagaimana pak? Ada yang belum jelas?, ini jadwal kegiatan anak kegiatan harian anak

bapak untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat….dipuskesmas. jangan lupa

control kepuskesmas kalau obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan

administrasinya!”

2.2.6 Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)

Klien dibantu melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien, dilakukan

bertahap interpersonal, kelompok, massa. Aktivitas dapat berupa latihan dalam kelompok

semua anggota sosialisasi.


Tujuan: Klien mampu memberkenalkan diri, mampu berkenalan dengan anggota

kelompok, mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok, mampu menyampaikan dan

membicarakan topic perbincangan, mampu membicarakan masalah peribadi dengan orang

lain, mampu menyampaikan manfaat TAKS yang telah dilakukan.

Menurut Budi Anna Keliath dan Akemat 2010 TAK yang dapat dilakukan oleh pasien

isolasi sosial adalah TAK sosialisasi yang meliputi 7 sesi, meliputi hal-hal berikut.

Sesi 1: Kemampuan mengenalkan diri

Sesi 2 : Kemampuan berkenalan.

Sesi 3 : Kemampuan berbicara

Sesi 4 : Kempuan berbicara topic tertentu.

Sesi 5 : Kemampuan berbicara masalah pribadi

Sesi 6 :Kemampuan bekerja sama

Sesi 7 :Evaluasi kemampuan isolasi sosial

2.2.7 Evaluasi Keperawatan

Setelah tindakan dilakukan, segera lakukan evaluasi.Evaluasi terhadap masalah isolasi

sosial meliputi kemampuan pasien isolasi sosial meliputi kemampuan pasien isolasi sosial

dan keluarga dan kemampuan dalam merawat pasien isolasi sosial.


LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN (PK) : RESIKO PK TERHADAP DIRI SENDIRI –


RESIKO PK TERHADAP ORANG LAIN

I. MASALAH UTAMA

PERILAKU KEKERASAN

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. PENGERTIAN

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka

perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,

orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk

yaitu sedangberlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat

perilaku kekerasan).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri

sendiri maupun orang laindan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman

(Kartika Sari, 2015:137)

2. RENTANG RESPON
a.Respon Adaptif

Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma

-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam

batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah

tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96) :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman

4) Perilaku sosiaL adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas

kewajaran

5)Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan

b.Respon Maladaptif

1)Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun

tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial

2)Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan

yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik

3)Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati

4)Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur

(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)

3. PENYEBAB

a.Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan

adalah:1)Teori Biologis
a) Neurologic FaktorBeragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,

neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi

atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat

agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku

bermusuhan dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012 : hal 100).

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara perilaku

yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana

terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal

dapat menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan(Nuraenah, 2012: 29).

b)Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku

agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dorman

(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh factor

eksternal.Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya

dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut

hukum akibat perilaku

agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

c)Cycardian Rhytm

Iramapenelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang

berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih

mudah bersikap agresif. (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100)

d)FaktorBiokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya epineprin,

norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam penyampaian

informasi melalui sistem persyarafandalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantarkan melalui

impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent.

Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan

GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi

faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal

100).

e)Brain Area Disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor otak,

trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap

perilaku agresif dan tindak kekerasan(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

2)Teori Psikogis

a)Teori Psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang

seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara

usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan

kebutuhan air susu yang cukupcenderung mengembangkan sikap agresif dan

bermusuhan setelah dewasasebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada

lingkungannya. Tidak terpenuhinya

kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan

membuat konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan

merupakan

pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya

harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100 –101)

b)Imitation, modelling and information processing theory


Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang

mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media

atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam

suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan

pada boneka dengan reward positif ( semakin keras pukulannya akan diberi

coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan

mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah).

Setelah anak –anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak

berperilaku sesuai dengantontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti,

2012: hal 101).

c)Learning Theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan

terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan

dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012:

hal 101).

b.Faktor Presipitasi

4. TANDA DAN GEJALA

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku

kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)

a.Muka merah dan tegang

b.Mata melotot atau pandangan tajam

c.Tangan mengepal

d.Rahang mengatup

e.Wajah memerah dan tegang

f.Postur tubuh kaku


g.Pandangan tajam

h.Jalan mondar mandi

Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari, 2015:

138) :

a.Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam

b.Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna

c.Klien mengungkapkan perasaan jengkel

d.Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa

tercekik dan bingung

e.Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan

f.Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

5. AKIBAT

Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan

yang dapat

membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat mengalami

perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku

(Kartikasari, 2015: hal 140) :

Data Subyektif :

a.Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam

b.Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data Obyektif :

a.Wajah tegang merah

b.Mondar mandir
c.Mata melotot, rahang mengatup

d.Tangan mengepal

e.Keluar banyak keringat

f.Mata merah

g.Tatapan mata tajam

h. Muka merah

III. A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Masalah keperawatan:

a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

b. Perilaku kekerasan / amuk

c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

2.Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan

a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Data Subyektif :

1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang

kesal

atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :

1) Mata merah, wajah agak merah.

2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul

diri

sendiri/orang lain.

3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

4) Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perilaku kekerasan / amuk

Data Subyektif :

1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang

kesal atau marah.

3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Obyektif

1) Mata merah, wajah agak merah.

2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

4) Merusak dan melempar barang-barang.

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Data subyektif:

1) Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,

mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data obyektif:
2) Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif

tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perilaku kekerasan

V. RENCANA KEPERAWATAN

Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

a. Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan

jelaskan tujuan

b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku

Tindakan:

a. Beri kesempatan mengungkapkan

b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku

Tindakan :

a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.

b. Observasi tanda perilaku

c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa

b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa

c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku

Tindakan:

a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :

a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

b. Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik :tarik nafas dalam jika sedang kesal,

berolah raga, memukul bantal / kasur.

c. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung

d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi

kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku

Tindakan:

a. Bantu memilihcara yang paling tepat.

b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah

c. Bantu mensimulasikan cara yang telah

d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam

e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga

Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan

b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan

efeksamping).

b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,

cara dan waktu).

c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

Masalah : Perilaku Kekerasan

A. PROSES KEPERAWATAN

1) Pengkajian :

a) Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau

marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

b) Data Obyektif :

Mata merah, wajah agak merah.Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.Ekspresi

marah

saat membicarakan orang, pandangan tajam.Merusak dan melempar barang-barang.

2) Diagnosa keperawatan : Perilaku kekerasan

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A) Tindakan keperawatan untuk pasien


a. Tujuan

1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya

4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya

5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya

6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,

sosial, dan

dengan terapi psikofarmaka.

b. Tindakan

1) Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa

aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan

dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:

a) Mengucapkan salam terapeutik

b) Berjabat tangan

c) Menjelaskan tujuan interaksi

d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien

2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu

3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan

a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis

c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial

d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual

e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual


4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat

marah secara:

a) verbal

b) terhadap orang lain

c) terhadap diri sendiri

d) terhadap lingkungan

5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

a) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam

b) Obat

c) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya

d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:

a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal

b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal

8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,

meminta dengan

baik, mengungkapkan perasaan dengan baik

b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.

9) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:

a) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa

b) Buat jadwal latihan sholat, berdoa

10) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:


a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama

pasien,

benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis

obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat

b) Susun jadwal minum obat secara teratur

11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

mengontrol

Perilaku Kekerasan

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,

tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara

mengontrol secara fisik I

ORIENTASI:

“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil saya
yudi, saya perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di


ruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada
penyebab lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?”
(tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang?
Iya, tentu tidak. Apakerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-
barang pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”

”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –
lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah
bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan


bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya .........
(sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu,
apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali
sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”

SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2

a. Evaluasi latihan nafas dalam

b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal

c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua


ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini di
ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”

KERJA

“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan
lupa merapikan tempat tidurnya

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”


“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore.
Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita
buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik
nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat ya pak”

SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:

a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik

b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta

dengan

baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.

C.Atur jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka
kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta
uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang
untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-
lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan.
Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau
latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus
nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan
cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

dan sosial/verbal

b. Latihan sholat/berdoa

c. Buat jadual latihan sholat/berdoa


ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan
ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana mau
dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya
(untuk yang muslim).”
TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak
sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah,
yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat

a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah

dilatih.

b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien,

benar

nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat)

disertai

penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.

c. Susun jadual minum obat secara teratur


ORIENTASI
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi” “Bagaimana pak,
“Selamat pagi pak,latihan
sudah dilakukan sesuai tarik
dengan janjidalam,
napas saya kemarin hari ini
pukul kasur kita ketemu
bantal, bicaralagi”
yang “Bagaimana
baik serta sholat?,
apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
pak, sudah dilakukan
“Bagaimana latihan tarik
kalau sekarang kita napas
bicaradalam, pukul tentang
dan latihan kasur bantal, bicaraobat
cara minum yangyang
baik benar
serta untuk
mengontrol rasa marah?”
sholat?,
“Dimana apaenaknya
yang dirasakan setelah melakukan
kita berbincang-bincang? latihan secara
Bagaimana kalauteratur?.
di tempatCoba kita lihat cek
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”
kegiatannya”.
FASEKERJA (perawat membawa obat pasien)
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
“Bagaimana
Berapa macam kalau sekarang
obat yang Bapakkita minum?
bicara dan latihan apa
Warnanya tentang
saja?cara minum
Bagus! Jamobat yang
berapa benar
Bapak minum?
Bagus!
untuk mengontrol
“Obatnya rasa macam
ada tiga marah?” pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar
“Dimana enaknya
pikiran teratur kitarasa
dan berbincang-bincang? Bagaimanaini
marah berkurang. Semuanya kalau
harusdi bapak
tempat kemarin?”
minum 3 kali sehari jam 7
pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Berapa lamasetelah
“Bila nanti bapak minum
mau kita berbincang-bincang?
obat mulut bapak terasaBagaimana
kering, untukkalau 15 menit”
membantu mengatasinya bapak
bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
FASEKERJA
“Bila terasa mata(perawat membawa obat
berkunang-kunang, bapakpasien)
sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar nama
“Bapak
bapak sudah
tertulisdapat obat
disitu, dari dokter?”
berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca
juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi
Berapa
apakahmacam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak
benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena
minum? Bagus!kekambuhan.”
dapat terjadi
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
“Obatnya
TERMINASI ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”
tenang,
“Coba yang
bapak putih ini namanya
sebutkan lagijenisTHP agar
obat rileks,
yang dan minum!
Bapak yang merah jambu ini
Bagaimana namanya
cara minum HLPobat yang
benar?”
agar pikiran
“Nah, sudahteratur
berapa dancara
rasa mengontrol
marah berkurang.perasaanSemuanya
marah ini harus
yang kitabapak minum
pelajari?. 3 kali kita
Sekarang
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan
sehari jam
teratur 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan dan
“Bila nanti setelah
sejauhmana dapat minum
mencegah obatrasa
mulut bapak
marah. terasajumpa”
Sampai kering, untuk membantu mengatasinya

bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.

1. Tindakan keperawatan untuk keluarga

a. Tujuan

Keluarga dapat merawat pasien di rumah

b. Tindakan

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien


2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,tanda dan gejala,

perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)

3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada

perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain

4) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan

a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan

oleh perawat

b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapt melakukan

kegiatan tersebut secara tepat

c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan

gejala gejala perilaku kekerasan

5) Buat perencanaan pulang bersama keluarga

P1 SP 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku

kekerasan di rumah

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,tanda dan gejala,

perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)

3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada

perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain

ORIENTASI
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya A K, saya perawat dari ruang Soka ini, saya
yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?”
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan?
Baik Bu, Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-hal yang perlu
diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar
akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa
direndahkan, keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu
artinya suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya
dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar?
Kalau apa perubahan terjadi? Lalu apa yang biasa dia lakukan?””
“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda
kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadual latihan
cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat
teratur”. Kalau bapak bisa melakukanya jangan lupa di puji ya bu”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita
bicarakan tadi langsung kepada bapak?”
“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol Kemarahan

a) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah

b) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan

oleh

perawat

c) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan

kegiatan

tersebut secara tepat

d) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan

gejala-gejala perilaku kekerasan

ORIENTASI
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”
“Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu tanyakan?” “Berapa
lama ibu mau kita latihan?“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya panggilkan
bapak supaya bisa berlatih bersama”
KERJA
”Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan. Bagus sekali. Coba
perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Bagus!”
”Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan Bapak.”
”Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”
”Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang harus
dilakukan bapak adalah.......?”
”Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar
lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba
lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu
temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.
“Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”

“ Ya..benar, kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.

“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak
semangat ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”. “Cara yang ketiga adalah bicara yang
baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak, coba praktekkan langsung kepada ibu cara
bicara ini:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan
kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu uang untuk beli rokok! Coba bapak praktekkan.
Bagus pak”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan:
‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan.
Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan.
Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus dilakukan?”
“Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu untuk meredakan
kemarahan”.
“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya
juga tenang, tidak ada rasa marah”
“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat? Bagus. Apa
guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali!”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak dapatkan, ibu tolong
selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan tanpa
sepengetahuan dokter”
TERMINASI
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara-cara
mengontrol marah langsung kepada bapak?”
“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat
selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk Bapak bila dapat melakukan dengan
benar ya Bu!”
“ Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi Ibu bertemu saya
untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di rumah nanti.”
“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.”
SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama keluarga

Buat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, karena ibu dan keluarga sudah menetahui cara-cara yang
sebelumnya telah kita bicarakanya. Sekarang Bagaimana kalau kita berbincang-
bincang tentang perawatan lanjutan untuk keluarga Bapak/Ibu. Apakah sudah dipuji
keberhasilannya?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual kegiatan dan perawatan lanjutan di
rumah, disini saja?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA
“Pak, bu, jadual yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadual aktivitas maupun
jadual minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
bapak selama di rumah. Kalau misalnya Bapak menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, maka bapak konsul kan ke dokter
atau di bawa kerumah sakit ini untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada bapak.”
TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu
diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, kontrol; ke rumah sakit). Saya rasa
mungkin cukup sampai disini dan untuk persiapan pulang pasien lainya akan segera
saya siapkan”

You might also like