You are on page 1of 17

Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut

PENGARUH KONSENTRASI GLISEROL DAN TAPIOKA TERHADAP


KARAKTERISTIK BIODEGRADABLE FILM BERBASIS AMPAS RUMPUT LAUT
Eucheuma cottonii
[The effects of glycerol and tapioca concentration on the characteristics of Eucheuma
cottonii seaweed dreg-based biodegradable films]
Zulferiyenni 1) dan Marniza 1), Erli Novida Sari 2),
1
) Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
2
) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

ABSTRACT
This research was aimed to find the appropriate
combination of glycerol and tapioca concentration in the
production of Eucheuma cottonii seaweed dreg-based
biodegradable films. A two factors experiment was arranged in
a Complete Randomized Design with three replications. The
first factor was three levels of glycerol concentration : 0.25%;
0.5% and 0.75%. The second factor was three levels of tapioca
concentration: 5%; 6% and 7%. The data of visual observation,
Fourier transform infra red analysis, biodegradability and
water vapor permeability were analyzed descriptively. The
tensile strength, elongation and solubility of biodegradable
films were analyzed using by ANOVA. The homogenity was
use barlett test and the aditivity was use Tukey test. The data
Diterima : 19 Juli 2014
Disetujui: 20 September 2014 were continue by HSD test at 5% level of significant. The
concentration of glycerol and tapioca significant effects on
Korespondensi Penulis : tensile strength and percent elongation, but not on solubility.
zulferiyenni@gmail.com The best characteristics of the Eucheuma cottonii seaweed
dreg-based biodegradable film was produced from a
combination of 0.25% of glycerol and 7% of tapioca
concentration. The best biodegradabe film had characteristic of
an f 53.92 MPa tensile strength, an 3.647 % elongation,
86.17% solubility, 14 day biodegradability, 6.13 g/(m2/day)
water vapor permeability . The addition of glycerol and
tapioca concentration in producting of Eucheuma cottonii
seaweed dreg-based biodegradable film has caused the film
characteristics more plastic and homogeneous.

Keywords: Biodegradable film, Fourier transform infra red,


percent elongation, seaweed dreg, tensile strength, water vapor
permeability

PENDAHULUAN 2012 tercatat 2,9 juta ton sedangkan pada


tahun 2013 diperkirakan akan meningkat
Produksi plastik di Indonesia
menjadi 3,2 juta ton (Budi, 2013).
mengalami peningkatan seiring dengan
Luasnya penggunaan bahan plastik
kenaikan konsumsi masyarakat, khususnya
sebagai bahan baku kemasan disebabkan
untuk plastik kemasan. Berdasarkan data
oleh berbagai keunggulan antara lain
INAPLAS (Indonesian Olefin Aromatic
ringan, kuat, mudah dibentuk, anti karat,
Plastic Industry Asociation) kebutuhan
tahan terhadap bahan kimia, mempunyai
plastik masyarakat Indonesia pada tahun

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 257
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al
sifat isolasi listrik yang tinggi, serta dapat satunya adalah biodegradable film.
dibuat berwarna maupun transparan Penelitian mengenai biodegradable film
(Mujiarto, 2005). Plastik merupakan salah telah lama dilakukan terutama oleh
satu bahan pengemas tidak tahan panas negara-negara maju seperti Jerman.
sehingga apabila bahan plastik dipanaskan Biodegradable film dapat memiliki tingkat
maka terjadi kontaminasi produk melalui kekuatan yang relatif sama dengan plastik
perpindahan monomernya. Hal ini dapat sintetik (Vroman dan Tighzert, 2009).
menyebabkan penyakit bagi manusia jika Selain itu, penggunaan biodegradable film
dikonsumsi secara terus menerus. pada bahan pengemas dapat memberikan
Plastik merupakan polimer sintetis perlindungan terhadap kualitas produk
dari minyak bumi atau petrokimia yang dengan baik dan memperpanjang masa
memiliki bobot molekul besar, jumlah simpan, juga dapat digunakan sebagai
cincin aromatik tinggi, dan ikatan-ikatan bahan pengemas yang ramah lingkungan
yang kompleks (Kim dan Rhee, 2003 (Mindarwati, 2006). Biodegradable film
dalam Syamsu et al., 2008) sehingga sulit dapat terbuat dari polisakarida yang
terurai secara biologis oleh bakteri dan berasal dari tumbuhan seperti selulosa,
mikroba. Hal ini karena bakteri dan pati,dan agar-agar.
mikroba tidak memiliki enzim yang Ampas rumput laut dapat
mampu mendegradasi polimer dari bahan digunakan sebagai bahan baku
minyak bumi (Chandra dan Rustgi., 1998). biodegradable film. Pada industri rumput
Plastik yang tidak terurai menyebabkan laut bagian yang digunakan hanya sekitar
penumpukkan limbah plastik dalam 30 - 35%, sedangkan 65 - 70% menjadi
jumlah besar. Penumpukan limbah plastik limbah yang belum banyak dimanfaatkan
dalam skala besar dapat menimbulkan (Wekridhany et al., 2012). Oleh karena
masalah pencemaran lingkungan yang itu, pemanfaatan ampas rumput laut perlu
serius (Syamsu et al., 2008) karena plastik dilakukan. Pemanfaatan ampas rumput
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk laut jenis Eucheuma cottonii sebagai
dapat terurai. Pada saat terurai partikel - bahan baku dalam pembuatan kertas sudah
partikel plastik akan mencemari tanah dan pernah diteliti dan memiliki hasil yang
air tanah. Apabila plastik dibakar akan baik (Sintaria, 2012). Pada penelitian
menghasilkan asap beracun seperti dioksin tersebut, dapat diketahui bahwa ampas
yang dapat memicu kanker dan gangguan rumput laut memiliki kandungan
saraf (Tanaga, 2010). Berdasarkan hal komponen selulosa sebesar 17,47%;
tersebut, kemasan plastik tidak dapat hemiselulosa 21,16% dan lignin 8,23%.
dipertahankan penggunaannya secara luas Kandungan selulosa yang tinggi
sehingga dibutuhkan bahan baku kemasan menjadikan ampas rumput laut Eucheuma
plastik yang bersifat mudah terurai cottonii memiliki potensi sebagai bahan
(organik), tersedia di alam dalam jumlah baku untuk biodegradable film.
besar, dan murah tetapi mampu Penelitian mengenai biodegradable
menghasilkan kemasan dengan kekuatan film dengan penambahan gliserol sebagai
yang sama dari kemasan plastik yang ada plasticizer pada ampas nanas
saat ini (Darni et al., 2009). menunjukkan bahwa gliserol mampu
Kemasan plastik yang berbahan merubah sifat biodegradable film menjadi
baku organik bersifat mudah terurai salah lebih plastis (Satriyo, 2012). Penambahan

258 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut
plasticizer pada biodegradable film J.T. Beaker. Alat-alat yang digunakan
berfungsi untuk mengurangi kerapuhan adalah FTIR tipe Scimitar 2000, kamera
film, meningkatkan permeabilitas uap air merk Casio tipe Exilim Ex-Zs6, testing
dan meningkatkan sifat plastis (Gontard machine MPY merk PA-104-30, cawan,
dan Guilbert, 1992). shaker waterbath merk Memmert tipe WB
Penelitian berbasis ampas rumput 14, hot plate, magnetik stirrer, termometer,
laut Eucheuma cottonii menunjukkan timbangan digital merk Mettler PJ 3000,
bahwa tapioka dapat digunakan sebagai pH meter, gelas Erlenmeyer, desikator,
bahan pengisi dalam pembuatan kertas kain saring, kertas saring, kompor merk
sehingga permukaan kertas lebih halus Hitachi, saringan stainless steel dan
(Sintaria, 2012). Tapioka dapat digunakan peralatan laboratorium lainnya.
sebagai bahan pengisi pada rongga–rongga
biodegradable film, sehingga dapat Cara Kerja
memperkecil pori-pori dan Prosedur untuk memperoleh ampas
menghomogenkan biodegradable film rumput laut
(Chandra, 2011). Penambahan tapioka Sampel rumput laut kering sebanyak
diharapkan dapat memperbaiki sifat 675 gram dicuci dan dibersihkan. Sampel
biodegradable film dari bahan selulosa. rumput laut direndam selama 24 jam
Berdasarkan uraian tersebut, maka kemudian ditimbang. Sampel rumput laut
dilakukan penelitian pembuatan dimasak selama 30 menit pada suhu 900-
biodegradable film berbahan baku utama 1000C sampai mendidih dengan
ampas rumput laut jenis Eucheuma perbandingan rumput laut dan air 1: 20.
cottonii dengan penambahan gliserol Sampel diperas dengan kain saring, untuk
sebagai plasticizer dan tapioka sebagai memisahkan agar dan ampas (Mailisa,
bahan pengisi. 2012)
Tujuan Penelitian Prosedur pemurnian ampas rumput
Penelitian ini bertujuan untuk laut menjadi selulosa
mendapatkan konsentrasi gliserol dan Ampas rumput laut sebanyak 1350
tapioka yang tepat untuk menghasilkan gram dihidriolisis dalam 100 ml larutan
karakteristik biodegradable film dari hidrogen peroksida 2% (v/v) selama 3 jam
ampas rumput laut Eucheuma cottonii pada suhu 850C dengan shaker waterbath.
terbaik. Ampas dicuci hingga pH netral, kemudian
disaring dengan kain saring sehingga
BAHAN DAN METODE
diperoleh selulosa (Hidayati, 2000)
Bahan dan Alat
Prosedur pembuatan Biodegradable film
Bahan utama yang digunakan untuk
pembuatan biodegradable film dalam Selulosa ampas rumput laut
penelitian ini adalah rumput laut kering sebanyak 8,5 gram dimasukan ke dalam
jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh Erlenmeyer 250 ml. Kemudian
dari Pesawaran. Sedangkan bahan lain ditambahkan 0,5 gram CMC 1% (b/v),
yang digunakan adalah aquades,etanol etanol 15 ml, gliserol dan tapioka masing-
96%, gliserol merk Chemical Product, masing sesuai perlakuan. Selanjutnya
tapioka cap IbuTani, CMC 1%, H2O2 merk campuran tersebut dilarutkan dengan 50
ml aquades. Larutan dipanaskan dan

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 259
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al
o
diaduk selama 30 menit pada suhu 70 C initial grip separation 50 mm, crosshead
menggunakan hot plate. Selanjutnya, speed 50 mm/menit dan loadcell 50 kg.
diangkat dan dihilangkan gelembungnya. Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban
Larutan dituang pada kaca 20 x 20 cm dan maksimum. Kekuatan tarik diukur dengan
dikeringkan pada suhu ruang selama 48 rumus :
jam (Indrarti dan Elsy, 2008).
Keterangan :
Pengamatan
= Kekuatan tarik (Mpa)
Analisis Gugus Fungsi dengan FITR
= Gaya kuat tarik (N)
Analisis Gugus Fungsi yaitu A = Luas Penampang (mm2)
menggunakan FTIR tipe Scimitar 2000. (ASTM, 1983)
Sampel yang digunakan merupakan
sampel padat sehingga sebelum di analisis Uji Persen Pemanjangan
harus dibentuk menjadi pellet yaitu Uji persen pemanjangan diukur
campuran antara sampel dan KBr yang dengan Testing Machine MPY (Type: PA-
digiling halus menggunakan mortar 104-30, Ltd Tokyo, Japan). Sebelum
dengan perbandingan 1 : 100 menjadi dilakukan pengukuran disiapkan lembaran
partikel berukuran 5 mm, kemudian pellet sampel film ukuran 2,5 x 15 cm dan
dimasukkan ke dalam die sets yang telah dikondisikan di laboratorium dengan
tersusun dengan benar. Pellet diratakan kelembaban (RH) 50% selama 48 jam.
lalu tutup, kelebihan pellet yang tertinggal Instron diset pada initial grip separation 50
dibersihkan. Die sets diletakkan ke dalam mm, crosshead speed 50 mm/ menit dan
pike hand press lalu press selama 15 detik. loadcell 50 kg. Persen pemanjangan
Press dihentikan kemudian die sets dihitung pada saat film pecah atau robek.
diambil. Pellet dianalisis dengan Sebelum dilakukan penarikan, panjang
menempatkan ke dalam set holder, film diukur sampai batas pegangan yang
kemudian dicari spektrum yang sesuai. disebut panjang awal (lo), sedangkan
Hasil yang didapat berupa difraktogram panjang film setelah penarikan disebut
hubungan antar panjang gelombang panjang setelah putus (l1) dan dihitung
dengan intensitas. Spektrum direkam persen perpanjangan dengan rumus yaitu:
menggunakan spektrofotometer infra red
pada suhu ruang. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui kemurnian selulosa Keterangan
melalui gugus fungsi ampas rumput laut lo : panjang awal
sebelum dan setelah proses pemurnian. l1 : panjang setelah putus (ASTM, 1983)

Uji kuat tarik Uji biodegradabilitas


Biodegradable film yang
Uji kuat tarik diukur dengan
dihasilkan diuji sifat biodegradabilitasnya
Testing Machine MPY (Type: PA-104-30,
dengan cara dikubur di dalam tanah
Ltd Tokyo, Japan). Sebelum dilakukan
dengan ukuran film 10 x 10 cm dan ke
pengukuran disiapkan lembaran film
dalaman 12 cm di dalam gelas plastik.
ukuran 2,5 x 15 cm dan dikondisikan di
Proses penguburan dilakukan selama dua
laboratorium dengan kelembaban (RH)
minggu kemudian dilakukan pengamatan
50% selama 48 jam. Instron diset pada

260 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut
setiap satu minggu sekali (Gontard dan film. Selanjutnya cawan ditimbang
Guilbert, 1992). dengan ketelitian 0,0001 gram, kemudian
diletakkan dalam humidity chamber,
Uji kelarutan ditutup lalu kipas angin dijalankan.
Uji kelarutan plastik biodegradable Cawan ditimbang tiap hari pada jam yang
dalam air dilakukan dengan memasukkan hampir sama dan ditentukan pertambahan
lembaran film plastik dengan ukuran 2x10 berat cawan. Selanjutnya dibuat grafik
cm ke dalam bejana yang berisi air. hubungan antara pertambahan berat(mg)
Kelarutan dalam air dinyatakan persentase dan waktu (jam). Nilai laju transmisi uap
sebagian film yang larut dalam air setelah air yang melewati film dihitung dengan
perendaman selama satu minggu. rumus :

Keterangan : Keterangan :
a : berat sampel awal (g) m2 = pertambahan berat (mg per jam)
b :berat cawan (g) t = waktu antara dua penimbangan
c :berat kering (g) (Gontard dan Guilbert, terakhir (ASTM, 1983).
1992)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju transmisi uap air metode Cawan
Pengujian bahan baku menggunakan
Laju transmisi uap air diukur analisis FTIR
dengan menggunakan water vapor
Hasil pengujian bahan baku pada
transmission rate tester Bergerlahr metode
ampas rumput laut dan ampas yang telah
cawan. Film yang akan diukur
dimurnikan menggunakan H2O2, melalui
dikondisikan sebelumnya pada ruangan
analisis gugus fungsi Fourier Transform
yang bersuhu 25 ± 20C selama 24 jam.
Infra Red disajikan pada Gambar 1 dan 2.
Bahan penyerap uap air (desikan)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
diletakkan dalam cawan sedemikian rupa
tingkat kemurnian selulosa ampas rumput
sehingga permukaan berjarak 3 mm dari
laut. Struktur selulosa dapat ditentukan
film yang akan diuji. Tutup cawan
berdasarkan hasil analisis ampas rumput
diletakkan sedemikian rupa sehingga
laut dan ampas yang telah dimurnikan
permukaan bagian yang terluar
menggunakan H2O2. Pengukuran data
menghadap keatas. Film diletakkan ke
dilakukan pada daerah panjang gelombang
dalam tutup cawan, lalu cincin karet
500 - 4000 cm1. Berikut adalah gambar
diletakkan untuk menyegel ke dalam,
difraktogram yang diperoleh.
ditutup sehingga cincin tersebut menekan

Gambar 1. Difraktogram hasil uji FTIR ampas rumput laut

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 261
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al

Gambar 2. Difraktogram hasil uji FTIR selulosa ampas rumput laut


Tabel 1. Hasil Analisis FTIR untuk ampas rumput laut
Pustaka Bilangan
(Skoog et al., 1998 Gugus Fungsi Gelombang (cm-1)
dalam Bambang, 2011)
3200- 3600 Puncak – OH bebas 3122,91
2850-2970 C ─ H Alkana 2903,90
2500-2700 O ─ H Ikatan hidrogen asam karboksilat 2545,29
2210-2280 C ≡ N Nitril 2222,94
2100-2260 C ≡ C Alkuna 2141,89
1610-1680 C ═ C Alkena 1646,06
1500-1600 C ═ C Cincin aromatic 1548,49
1340-1470 C ─ H Alkana 1427,53
Tabel 2. Hasil analisis FTIR untuk ampas rumput laut yang dimurnikan
Pustaka Gugus Fungsi Bilangan
(Skoog et al.,1998 Gelombang (cm-1)
dalam Bambang, 2011)
3500- 3650 O ─ H bebas 3583,66
3200- 3600 O ─ H bebas 3139,68
2500-2700 O ─ H Ikatan hidrogen asam karboksilat 2889,79
2850-2970 C ─ H Alkana 2541,68
2100-2260 C ≡ C Alkuna 2140,46
1610-1680 C ═ C Alkena 1655,36
1340-1470 C ─ H Alkana 1430,28
675-995 C ─ H Alkena 899,35

Berdasarkan kedua data tersebut selulosa yang terdiri dari glukosa dengan
gugus fungsional yang terbentuk pada gugus C, H dan O. Hal tersebut
spektrum infra merah, memperlihatkan menunjukkan proses pemurnian dengan
adanya gugus yang hilang saat pemurnian H2O2 mampu memisahkan selulosa dari
menggunakan H2O2 diantaranya C ≡ N lignin dan hemiselulosa. Pada proses
Nitril, C ─ H, dan C ═ C cincin aromatik. pembuatan biodegradable film dari
Hilangnya gugus tersebut terutama C ≡ N selulosa murni diharapkan dapat
Nitril pada ampas rumput laut tersebut menghasilkan biodegradable film dengan
sesuai dengan struktur bangun unit kuat tarik tinggi. Oleh karena itu, selulosa

262 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut
dari ampas rumput laut ini dapat cenderung akan mengikat molekul air.
digunakan sebagai bahan baku dalam Apabila tapioka dimasukkan ke dalam air,
pembuatan biodegradable film. granula akan menyerap air dan
membengkak. Hal ini disebabkan air yang
Penampakan Visual Biodegradable Film sebelumnya bebas bergerak di luar granula
Penampakan visual biodegradable pati menjadi terperangkap dan tidak dapat
film yang dihasilkan pada penelitian ini bergerak bebas setelah mengalami
disajikan pada Gambar 4. Biodegradable gelatinisasi (Winarno, 1997).
film hasil penelitian untuk semua Jika tapioka dalam air dipanaskan,
perlakuan secara visual tampak homogen. air akan menembus lapisan granula.
Hal ini dikarenakan adanya penambahan Granula mulai menggelembung hingga
stabilizer tapioka pada pembuatan akhirnya granula pati pecah dan isinya
biodegradable film. Tapioka dapat tersebar merata ke seluruh air di
memperbaiki sifat fisik dari penampakan sekelilingnya. Akan tetapi jika tapioka
biodegradable film karena dapat dimasukkan ke dalam air yang dingin,
tergelatinisasi. jumlah air yang terserap tersebut hanya
Tapioka terdiri dari butiran- butiran dapat mencapai 30% sehingga
kecil yang disebut granula. Granula pembengkakannya terbatas. Sebaliknya,
memiliki ikatan hidrogen (gugus hidroksil) apabila tapioka dimasukkan ke dalam air
yang dapat membantu mempertahankan pada suhu antara 550C - 650C maka akan
struktur. Pada saat terjadi gelatinisasi terjadi pembengkakan maksimum
gugus hidroksil pada granula yang bebas (Winarno, 1997).

Gambar 3. Penampakkan biodegradable film


Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 263
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al
Granula pati yang menggelembung yang terkurung di dalamnya sehingga
dan membentuk pasta atau gel, jika suhu terbentuk gel yaitu suatu bahan yang
terus dinaikkan akan tercapai viskositas mudah merekat dan mudah dicerna
puncak dan setelah didinginkan molekul- (Winarno, 1997). Proses pengeringan
molekul amilosa cenderung bergabung akan mengakibatkan lepasnya air sehingga
kembali (Krisna, 2011). Pada saat granula terjadi penyusutan, sehingga gel akan
pecah molekul berantai panjang mulai membentuk film yang stabil hal ini disebut
membuka atau terurai yang regelatinisasi. Regelatinasi merupakan
mengakibatkan ikatan amilosa akan suatu istilah tentang perubahan yang
cenderung saling berdekatan karena terjadi pada gelatinisasi pati mulai dari
adanya ikatan hidrogen (Winarno, 1997). keadaan tidak teratur menjadi keadaan
Pada pendinginan, molekul tapioka yang lebih teratur atau kristalin (Krisna,
membentuk jaringan dengan molekul air 2011).

a b c

Gambar 4. a : Masuknya air ke dalam granula, b : Granula membengkak dan pecah,


c : Regelatinisasi
Sumber : Widyastuti (2012).

Berdasarkan hal tersebut, tapioka dihasilkan pada penelitian terlihat


mampu menutup pori- pori yang tidak homogen.
terisi sempurna oleh selulosa (Sintaria,
2012) karena tapioka berfungsi sebagai Kuat Tarik
bahan pengisi pada rongga–rongga Pada penelitian ini, nilai kuat tarik
biodegradable film, sehingga dapat biodegradable film yang diperoleh yaitu
memperkecil pori-pori dan antara 31,578 – 53,917 Mpa dengan nilai
menghomogenkan permukaan tertinggi sebesar 53,917 Mpa terdapat
biodegradable film (Chandra, 2011). Oleh pada konsentrasi gliserol 0,25% dan
karena itu, biodegradable film yang tapioka 7% seperti pada Gambar 5.

264 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut

Gambar 5. Nilai kuat tarik biodegradable film

Berdasarkan hasil analisis ragam antara kedua perlakuan. Berikut pengaruh


menunjukkan bahwa konsentrasi gliserol konsentrasi gliserol dan tapioka terhadap
dan tapioka berpengaruh nyata pada taraf kuat tarik pada Tabel 3.
5% terhadap kuat tarik biodegradable film
yang dihasilkan, serta terdapat interaksi

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi gliserol dan tapioka terhadap kuat tarik biodegradable film.
Interaksi Rata-rata nilai kuat tarik (Mpa)
Gliserol 0,25% Tapioka 7% 53,917 a
Gliserol 0,25% Tapioka 5% 53,629 ab
Gliserol 0,5% Tapioka 7% 45,166 c
Gliserol 0,75% Tapioka 5% 42,304 cd
Gliserol 0,75% Tapioka 7% 40,566 cde
Gliserol 0,5% Tapioka 6% 39,993 cdef
Gliserol 0,25% Tapioka 6% 34,998 efg
Gliserol 0,75% Tapioka 6% 32,972 gh
Gliserol 0,5% Tapioka 5% 31,578 ghi
BNJ(0,05)= 7,012
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ taraf 5%

Kuat tarik merupakan salah satu (2009) menunjukkan biodegradable film


sifat mekanik biodegradable film yang berbahan baku tapioka dengan
sangat penting, karena biodegradable film penambahan selulosa residu rumput laut
yang memiliki kekuatan tarik tinggi akan memiliki nilai kuat tarik sebesar 10, 208
mampu melindungi produk yang Mpa sedangkan pada penelitian ini
dikemasnya dari gangguan mekanis memiliki nilai kuat tarik yang lebih tinggi
(Wahyuni, 2001). Penelitian Darni et al., yaitu sebesar 53, 917 Mpa. Nilai kuat

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 265
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al
tarik biodegradable film pada penelitian Persen pemanjangan
ini sudah sesuai dengan standar untuk
Nilai persen pemanjangan
plastik jenis polyethylene (LDPE) yaitu
biodegradable film dari selulosa ampas
9,86 MPa dan polypropylene yaitu 33,80
rumput laut dapat dilihat pada Gambar 6.
Mpa (Boedeker plastic, 2013) sehingga
diharapkan mampu melindungi produk
yang dikemas.

Gambar 6. Nilai persen pemanjangan biodegradable film

Berdasarkan hasil analisis ragam terdapat interaksi antara kedua perlakuan.


menunjukkan bahwa konsentrasi gliserol Berikut pengaruh konsentrasi gliserol dan
dan tapioka berpengaruh sangat nyata pada tapioka terhadap persen pemanjangan pada
taraf 5% terhadap persen pemanjangan Tabel 4.
biodegradable film yang dihasilkan, serta

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi gliserol dan tapioka terhadap persen pemanjangan


Rata-rata nilai persen
Interaksi
pemanjangan (%)
Gliserol 0,5% Tapioka 5% 8,480 a
Gliserol 0,75% Tapioka 6% 8,153 ab
Gliserol 0,25% Tapioka 6% 6,980 abc
Gliserol 0,5% Tapioka 6% 5,980 abcd
Gliserol 0,75% Tapioka 7% 5,480 cde
Gliserol 0,75% Tapioka 5% 4,813 e
Gliserol 0,5% Tapioka 7% 4,813 e
Gliserol 0,25% Tapioka 5% 4,647 e
Gliserol 0,25% Tapioka 7% 3,647 f
BNJ(0,05)= 1,834
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ taraf 5%.

266 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut
Persen pemanjangan sangat belum sesuai dengan standar yang
penting untuk diketahui, karena dapat dibutuhkan untuk plastik kemasan
membantu mengetahui tingkat plastis terutama plastik jenis polyethylene
biodegradable film. Pada biodegradable (LDPE) yaitu sebesar 100% dan jenis
film, semakin tinggi nilai persen polypropylene yaitu sebesar 23 %
pemanjangan maka akan semakin plastis, (Boedeker plastic, 2013). Hal ini diduga
sebaliknya semakin rendah akan bersifat karena ikatan molekuler biodegradable
rapuh (Theresia, 2003). Pada penelitian film terlalu panjang, sehingga gliserol
biodegradable film ini, dilakukan yang dibutuhkan lebih besar.
penambahan gliserol yang dimaksudkan Selain gliserol penambahan
untuk mengurangi ikatan molekuler pada tapioka sebagai bahan pengisi dapat
selulosa dengan memutuskan rantainya mempengaruhi nilai persen pemanjangan.
yang panjang sehingga biodegradable film Semakin banyak konsentrasi tapioka yang
yang dihasilkan menjadi plastis. Gliserol ditambahkan pada penelitian
merupakan plasticizer yang efektif karena biodegradable film ini, maka
memiliki kemampuan untuk mengurangi biodegradable film yang dihasilkan akan
ikatan intermolekuler sehingga dapat semakin getas atau rapuh, sehingga nilai
meningkatkan fleksibilitas (Nourieddini persen pemanjangan menjadi rendah. Hal
dan Medikonduru, 1997). ini karena, tapioka tersusun dari amilosa
Penelitian Darni et al., (2009) dan amilopektin. Amilosa memiliki sifat
menunjukkan biodegradable film berbahan pera sedangkan amilopektin memiliki sifat
baku tapioka dengan penambahan selulosa lengket. Tapioka hanya memiliki 4 – 5 %
residu rumput laut memiliki nilai persen kadar amilopektin dari berat total
pemanjangan sebesar 2,23% pada (Winarno,1997).
formulasi tapioka: selulosa 8:2, sedangkan
berdasarkan hasil penelitian Biodegradabilitas
biodegradable film berbahan baku ampas Pengujian biodegrabilitas bertujuan
rumput laut Eucheuma cottonii yang telah untuk mengetahui tingkat ketahanan
dilakukan, nilai persen pemanjangan yang biodegradable film terhadap pengaruh
diperoleh lebih tinggi yaitu sebesar 3,647 mikroorganisme pengurai, kelembapan
% pada konsentrasi gliserol 0,25% dan tanah, suhu dan faktor fisikokimia yang
tapioka 7%. Akan tetapi, nilai tersebut terdapat pada tanah.

Gambar 7. Pengujian biodegradabilitas

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 267
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al
Hasil analisis biodegradablilitas Biodegradabilitas dalam penelitian
(Gambar 7) menunjukkan bahwa ini sangat berkaitan dengan nilai kelarutan
biodegradable film dengan penambahan biodegradable film, semakin tinggi nilai
konsentrasi gliserol dan tapioka yang kelarutan maka biodegradable film akan
dikubur dalam tanah dapat terdegradasi semakin cepat terdegradasi. Proses
sempurna setelah dilakukan penguburan biodegradasi pada biodegradable film di
selama 14 hari. Biodegradable film yang dalam tanah terdiri dua tahap. Tahap
dihasilkan pada penelitian bersifat mudah pertama yaitu degradasi kimia dengan
terurai hal itu diduga karena bahan baku melalui proses oksidasi molekul sehingga
yang digunakan adalah bahan baku yang menghasilkan film dengan berat molekul
mudah berinteraksi dengan air dan rendah. Tahap kedua yaitu serangan
mikroorganisme bahkan sensitif terhadap mikroorganisme (bakteri, jamur dan alga)
pengaruh fisikokimia. dan aktifitas enzim (Latief, 2001).

Gambar 8. Biodegradable film pada penguburan minggu ke-1

Pada penguburan biodegradable Pada minggu kedua, sisa


film menggunakan media tanah selama 1 biodegradable film mengalami proses
minggu hasil pengamatan menunjukkan degradasi sempurna secara jelas yang
bahwa biodegradable film telah terurai ditandai dengan kondisi tanah lembab,
(Gambar 8). Tampak dalam Gambar 8 mengandung air dan terdapat mikroba
tersebut bahwa pada hari ke 7 telah pengurai. Biodegradable film yang terbuat
ditumbuhi jamur dan bakteri pengurai. dari selulosa ampas rumput laut yang
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dihasilkan pada penelitian ternyata dapat
terdapat degradasi yang jelas yakni dengan mudah didegradasi dalam tanah
kerusakan akibat proses degradasi oleh baik secara biologis maupun kimiawi.
jamur dan bakteri pengurai.
Biodegradable film memiliki sifat yang
dapat terurai atau terdegradasi dengan
mudah oleh tanah dibandingkan dengan
plastik sintetis (Latief, 2001).

268 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut

Gambar 9. Biodegradable film pada penguburan minggu ke-2

Kelarutan berkisar antara 63,983 – 86,173 %. Nilai


kelarutan pada biodegradable film dapat
Pada penelitian ini kelarutan pada dilihat pada Gambar 10.
biodegradable film memiliki nilai yang

Gambar 10. Nilai kelarutan biodegradable film

Hasil analisis ragam menunjukkan Pengaruh konsentrasi gliserol dan tapioka


bahwa konsentrasi gliserol dan tapioka terhadap kelarutan biodegradable film dari
tidak berpengaruh nyata terhadap selulosa ampas rumput laut dapat dilihat
kelarutan biodegradable film yang pada Tabel 5.
dihasilkan, akan tetapi interaksi antara
kedua perlakuan memiliki pengaruh nyata.

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 269
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al
Tabel 5. Pengaruh konsentrasi gliserol dan tapioka terhadap kelarutan.
Interaksi Rata-rata nilai kelarutan (%)
Gliserol 0,25% Tapioka 7% 86,173 a
Gliserol 0,25% Tapioka 5% 82,673 a
Gliserol 0,5% Tapioka 6% 81,977 a
Gliserol 0,5% Tapioka 7% 80,483 a
Gliserol 0,75% Tapioka 6% 78,517 a
Gliserol 0,25% Tapioka 6% 76,713 a
Gliserol 0,75% Tapioka 5% 75,820 a
Gliserol 0,75% Tapioka 7% 71,657 a
Gliserol 0,25% Tapioka 5% 63,983 b
BNJ(0,05)= 18,158
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ taraf 5%

Selulosa memiliki tiga gugus larut dalam air. Semakin tinggi nilai
hidroksil sehingga memungkinkan hidrofilik suatu bahan maka kelarutannya
selulosa untuk membentuk banyak ikatan akan semakin tinggi, dan semakin tinggi
hidrogen. Hal ini menyebabkan kekakuan nilai hidrofob suatu bahan maka
dan gaya antar rantai yang tinggi sehingga kelarutannya akan semakin rendah
selulosa tidak larut dalam air. Namun (Nugroho et al.,2013). Semakin tinggi
dengan penambahan gliserol mampu kelarutan maka biodegradabilitasnya juga
menurunkan gaya intermolekuler pada akan tinggi, hal ini disebabkan karena ada
biodegradable film sehingga nilai komponen hidrofilik didalam air dan
kelarutannya bertambah. Gliserol tanah. Semakin tinggi nilai kelarutan
merupakan plasticizer yang efektif karena maka kemampuan biodegradable film
memiliki kemampuan untuk mengurangi memiliki ketahanan terhadap air semakin
ikatan hidrogen internal pada ikatan rendah. Nilai kelarutan yang rendah pada
molekular. Plasticizer ditambahkan pada biodegradable film sangat baik digunakan
proses pembuatan biodegradable film sebagai bahan pengemas (Krisna, 2011).
untuk mengurangi kerapuhan,
Permeabilitas Uap Air
meningkatkan plastis dan ketahanan film
terutama jika disimpan pada suhu rendah Nilai permeabilitas suatu jenis film
(Gontard dan Guilbert, 1992). sangat penting untuk diketahui, karena
Kelarutan biodegradable film nilai tersebut dapat dipergunakan untuk
merupakan faktor yang sangat penting memperkirakan daya simpan produk yang
pada bahan pengemas. Kelarutan dikemas di dalamnya (Ariestiani, 2012).
dipengaruhi oleh komponen hidrofilik dan Permeabilitas uap air biodegradable film
hidrofob. Komponen hidrofilik adalah pada penelitian ini, diukur dari
komponen yang suka air atau larut dalam biodegradable film yang memiliki nilai
air, dalam penelitian ini gliserol dan kuat tarik tertinggi yaitu biodegradable
tapioka adalah komponen yang larut dalam film dengan penambahan gliserol
air. Sedangkan hidrofob adalah komponen konsentrasi 0,25% dan tapioka konsentrasi
yang suka lemak atau tidak larut dalam 7% nilai permeabilitas uap air yang
air. Selulosa adalah komponen yang tidak dihasilkan sebesar 6,13 gr/(m2/hari).

270 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film
Fransisca (2013), menggunakan bahan DAFTAR PUSTAKA
baku komposit selulosa nanas dengan
penambahan konsentrasi tapioka pada Ariestiani. 2012. Permeabilitas Uap Air
biodegradable film menghasilkan nilai dari Film atau Plastik.
permeabilitas 9,11 gr/(m2/hari). Menurut http://google.
Japanesse Industrial Standard (JIS) dalam search.com.ariestiani.files.wordpre
Mindarwati (2006) plastik film yang baik ss.com/2012/05/lap-permebilitas-
untuk kemasan makanan adalah film yang anni1.doc. Diakses 06 Maret 2013.
mempunyai nilai permeabilitas uap air Amna. 2012. Mengukur Permeabilitas
maksimal 7 gr/ (m2/hari). Biodegradable Uap Air dari Plastik. http://google.
film yang dihasilkan pada penelitian ini search.com. mengukur-
memiliki nilai permeabilitas uap air sesuai permeabilitas- uap- air-dari-
dengan nilai standar. plastik.html. Diakses 06 Maret
Nilai permeabilitas dipengaruhi 2012.
antara lain oleh sifat kimia polimer dan ASTM. 1983. Annual Book of ASTM
struktur dasar polimer. Polimer dengan Standards. American Society for
polaritas tinggi (polisakarida dan protein) Testing and Material Philadelpia.
mampu menghasilkan nilai permeabilitas New york. 578 Hlm. Diakses
uap air yang tinggi. Hal ini disebabkan pada tanggal 18 Mei 2012.
polimer mempunyai ikatan hidrogen yang Bambang. 2011. Instrumen FTIR dan
besar. Sebaliknya, polimer kimia yang Membaca Spektra FTIR.
bersifat non polar (lipida) yang banyak http://anekakimia. blogspot.com/
mengandung gugus hidroksil mempunyai 2011/06/instrumen-ftir-dan-
nilai permeabilitas uap air rendah, membaca-spektra-ftir.html.
sehingga menjadi penahan air yang baik Diakses pada tanggal 10 Mei2013.
(Amna, 2012). Gliserol memiliki ukuran Boedeker plastic. 2013. Polyethylene
molekul yang lebih kecil, akan masuk ke Specification.
dalam jaringan film lebih banyak sehingga http://www.boedeker.com/
memperlambat transfer atau laju air dalam polye_p.htm. Diakses pada
film (Wirawan et al., 2012). Hal ini tanggal 10 Mei 2013.
menunjukkan semakin tinggi konsentrasi Budi, Y. 2013. Penyiapan
tapioka maka nilai permeabilitas uap air Sumber Daya di Bidang Moulding.
akan semakin tinggi, sebaliknya semakin https://www.ubaya.ac.id/ 2013/
tinggi konsentrasi gliserol permeabilitas content/ articles_detail/65/
uap air akan semakin rendah. penyiapan-sumber-daya-di-bidang-
Permeabilitas uap air yang rendah dapat moulding.html. Diakses pada
menghambat hilangnya air dari produk tanggal 10 Mei 2013.
yang dikemas dengan menggunakan Chandra, L.H. 2011. Pengaruh
biodegradable film sehingga kesegaran konsentrasi tapioka dan sorbitol
terjaga. Selain itu, dapat menghambat dalam pembuatan edible coating
kerusakan akibat reaksi hidrolisa dan pada penyimpanana buah melon.
kerusakan oleh mikroorganisme karena (Skripsi). Departemen Teknologi
adanya air (Gunawan, 2009). Pertanian. Fakultas pertanian.
Universitas Sumatera Utara. 68
Hlm.

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 271
Karakteristik Biodegradable Film dari Ampas Rumput Laut Zulferiyenni et al
Chandra, R., dan R. Rustgi. 1998. Indrarti, l. dan R. Elsy. 2008. Bioselulosa
Biodegradable Polymers. Program sebagai Biodegradable Film.
Polymer Prosiding Teknologi Proses.
Science. 23:1273–1335. Seminar nasional pangan.
Department of Polymer Technology and Yogyakarta. 153 Hlm.
Applied Chemistry. Delhi College Krisna, D. 2011. Pengaruh regelatinisasi
of Engineering, Delhi-110006. dan modifikasi hidrotermal
India terhadap sifat fisik pada
Darni, Y., H. Utami dan S. Asriah. 2009. pembuatan edible film dari pati
Peningkatan Hidrofobisitas dan kacang merah (Vigna Angularis
Sifat Fisik Plastik Biodegradable Sp.). (Tesis). Magister teknik
Pati Tapioka dengan Penambahan kimia. Universitas Diponegoro. 65
Selulosa Residu Rumput Laut Hlm.
Eucheuma spinossum. Prosiding Latief, R. 2001. Teknologi Kemasan
Seminar Hasil Penelitian dan Plastik Biodegradable. Makalah
Pengabdian Kepada Masyarakat. Falsafah Sains Program Pasca
Universitas Lampung. 14 Hlm. Sarjana. IPB. Bogor. 23 Hlm.
Diakses pada tanggal 18 Mei 2012. http: //www. hayati_
Fransisca, D. 2013. Pengaruh konsentrasi ipb.com/users/ rudyet/individu
tapioka terhadap sifat fisik 2001/ Rindam _latief. htm-87k.
biodegradable film dari bahan Diakses pada 30 Juni 2012.
komposit selulosa nanas. Mailisa, T. 2012. Pengaruh konsentrasi
(Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil asam perasetat dan cmc terhadap
Pertanian. Fakultas Pertanian. sifat kimia pulp berbasis
Universitas Lampung. Bandar ampasrumput laut Eucheuma
Lampung. 52 Hlm cottonii(Skripsi). Jurusan
Gunawan, V. 2009. Formulasi dan Teknologi Hasil Pertanian.
aplikasi edible coating berbasis Fakultas Pertanian. Universitas
pati sagu dengan penambahan Lampung. Bandarlampung. 86
vitamin C pada paprika. (Skripsi). Hlm .
Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Mindarwati, E. 2006. Kajian
Bogor. 50 Hlm. pembuatanedible film komposit
Gontard, N., dan S. Guilbert. 1992. Bio dari karagenan sebagai pengemas
Packaging : Tecnology and bumbu instan rebus. (Tesis).
Propertiesof Edible Biodegradable Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Material of Agricultural Origin. Pertanian Bogor. Bogor. 69 Hlm.
Food Packaging a Preservation. Mujiarto, I. 2005. Sifat dan Karakteristik
The Aspen Publisher Inc. Material Plastik dan Bahan Aditif.
Gaithersburg, Maryland. 30 Hlm. Jurnal Traksi. 3(2, Desember
Hidayati. 2000. Pemutihan Pulp Ampas 2005). 6 Hlm. Http://mesinunimus.
Tebu sebagai Bahan Dasar files. wordpress.com /2008/02/
Pembuatan CMC. Jurnal sifat-karakteristik-material-
Agrosains. 13(1):59-78. plastik.pdf. Diakses 05 agustus
2012.

272 Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014
Zulferiyenni et al Karakteristik Biodegradable Film
Nourieddini, H. dan Mendikonkuru, V. MIKE MEILINDO TANAGA.
1997. Glycerolysis of fats and (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan
methyl ester. J. Am. Oil. Chem. Bisnis. Jurusan Manajemen.
Socs. 74(4):418-425. Universitas Bina Nusantara.
Nugroho, A., Basito dan R.B. Katri. 2013. Jakarta 96 Hlm.
Kajian Pembuatan Edible Film Theresia, V. 2003. Aplikasi dan
Tapioka dengan Penambahan karakterisasi sifat fisik mekanik
Pektin Beberapa Jenis Kulit Pisang plastik biodegradable dari
terhadap Karakteristik Fisik dan campuran LLDPE dan tapioka.
Mekanik. Jurnal Teknosains (Skripsi). Fakultas Teknologi
Pangan. 2(1):1-12. Pertanian. IPB. Bogor. 68 Hlm.
Satriyo. 2012. Kajian penambahan Vroman, I., dan L. Tighzert. 2009.
chitosan, gliserol dan cmc terhadap Biodegradable Polymers. Material
karakteristik biodegradable film Journal.
dari bahan komposit nanas. 2:307-344.
(Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Wahyuni, S. 2001. Mempelajari
Pertanian Fakultas Pertanian. karakteristik fisik dan kimia edible
Universitas Lampung. Bandar film dari gelatin tulang domba
Lampung. 56 Hlm. dengan plasticizer gliserol.
Sintaria, D. 2012. Pengaruh konsentrasi (Skripsi). Jurusan Ilmu Produksi
hidrogen peroksida H2O2dan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB.
tepung tapioka terhadap sifat fisik 78 Hlm.
kertas berbasis ampas rumput laut Wekridhany, A., Y. Darni dan D.
Eucheuma cottonii. (Skripsi). Agustina. 2012. Pengaruh Rasio
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Selulosa/ NaOH pada Tahap
Fakultas Pertanian. Universitas Alkalinisasi terhadap Peningkatan
Lampung. Bandar Lampung. 53 Produksi Natrium Karboksimetil
Hlm. selulosa( Na-CMC) dari Residu
Syamsu, K., K. Setyowati dan A. Khoiri. Rumput Laut Eucheuma
2008. Pengaruh Penambahan Spinossum. Jurnal Penelitian.
Pemlastis (Polietilen Glikol 400, Jurusan Teknik Kimia. Fakultas
Dietilen Glikol, dan Dimetil Ftalat) Teknik. Universitas Lampung. 7
terhadap Proses Biodegradasi Hlm.
Bioplastik Poli-B- Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan
Hidroksialkanoat pada Media Cair Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
dengan Udara Terlimitasi. Jurnal Jakarta.
Teknologi Pertanian. 4(1):1-15. Wirawan, S. Agus Prasetya dan Ernie.
Tanaga, N. 2010. Analisis kelayakan 2012. Pengaruh Plasticizer pada
ekspansi investasi mesin Karakteristik Edible Film dari
pengolahan limbah plastik pada PT Pectin. Jurnal Reaktor. 14(1):67.

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Volume 19, No.3 Oktober 2014 273

You might also like