Menimbang
Mengingat
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1507/MENKES/SK/X/2005
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN
KONSELING DAN TESTING HIV/AIDS SECARA SUKARELA
(VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING)
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa untuk mengetahui status HIV/AIDS secara dini perlu
ditunjang dengan pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS
yang komprehensif sehingga akibat negatif yang timbul dapat
dicegah sejak awal;
bahwa agar pelaksanaan konseling dan testing HIV/AIDS
sukarela sebagaimana dimaksud huruf a dapat berjalan dan
dipertanggungjawabkan maka perlu adanya suatu Pedoman
Pelayanan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan;
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495 );
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
Undang-undang Nomor Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3848),
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4262)
Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat NomorMenetapkan
Kesatu
Kedua
Ketiga
Keempat
Kelima
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
9IKEP/1994 tentang Strategi Nasional Penanggulangan AIDS
di Indonesia;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/
2001 tentang Susunan Organisasi dan Tatakerja Depkes RI;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/
2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan
Penyakit Menular Seksual;
MEMUTUSKAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN KONSELING DAN TESTING HIV/AIDS SECARA
SUKARELA (VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING).
Pedoman pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara
sukarela sebagaimana terlampir pada Keputusan ini
Pedoman sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua agar
digunakan sebagai acuan bagi tenaga Kesehatan dan tenaga
konseling dalam memberikan pelayanan konseling dan testing
HIV/AIDS secara sukarela
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan ini
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan melibatkan organisasi profesi terkait,
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2005
MENTERI KESEHATAN,
ttd
Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K)MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor — : 1507/MENKES/SK/X/2005
Tanggal_: 18 Oktober 2005
PEDOMAN PELAYANAN KONSELING DAN TESTING HIV/AIDS
SECARA SUKARELA (VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING)
|. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok
pengguna napza suntik (penasun/IDU = Injecting Drug User), peniaja seks
(Sex Worker) dan pasangan, serta waria di beberapa propinsi di Indonesia
pada saat ini, maka kemungkinan terjadinya risiko penyebaran infeksi HIV ke
masyarakat umum tidak dapat diabaikan. Kebanyakan dari mereka yang
berisiko tertular HIV tidak mengetahui akan status HIV mereka, apakah sudah
terinfeksi atau belum
Estimasi yang dilakukan pada tahun 2003 diperkirakan di Indonesia terdapat
sekitar 90,000-130,000 orang terinfeksi HIV, sedangkan data yang tercatat
oleh Departemen Kesehatan RI sampai dengan Maret 2005 tercatat 6.789
orang hidup dengan HIV/AIDS.
Melihat tingginya prevalensi di atas maka masalah HIV/AIDS saat ini bukan
hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi
masalah Kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu
penanganan tidak hanya dari segi medis tetapi juga dari psikososial_ dengan
berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan
primer, sekunder, dan tertier. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini
untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV atau belum melalui
konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, bukan dipaksa atau diwajibkan.
Mengetahui status HIV lebih dini memungkinkan pemanfaatan layanan-
layanan terkait dengan pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan
sehingga konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela merupakan pintu
masuk semua layanan tersebut di atas.
Perubahan perilaku seseorang dari berisiko menjadi kurang berisiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan
pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses
mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual,
Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk
mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri