You are on page 1of 56

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN

KEMANGI (Ocimum basilicum L.) TERHADAP SKOR CEDERA


TUBULUS PADA GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI MONOSODIUM
GLUTAMATE (MSG)

SKRIPSI

FARAH AKHWANIS SYIFA


1513010021

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN
KEMANGI (Ocimum basilicum L.) TERHADAP SKOR CEDERA
TUBULUS PADA GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI MONOSODIUM
GLUTAMATE (MSG)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)

FARAH AKHWANIS SYIFA


1513010021

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Farah Akhwanis Syifa
NIM : 1513010021
Program Studi : Kedokteran
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto
menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
serta bukan hasil penjiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada
unsur plagiasi, saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Purwokerto, xx Nov 2018


Yang membuat pernyataan

Farah Akhwanis Syifa

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi yang diajukan oleh:


Nama : Farah Akhwanis Syifa
NIM : 1513010021
Program Studi : Kedokteran
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun
Kemangi (Ocimum basilicum L.) terhadap Skor
Cedera Tubulus pada Ginjal Tikus Putih (Rattus
norvegicus) galur Wistar yamg Diinduksi
Monosodium Glutamate (MSG)

Telah diterima dan disetujui


Purwokerto, 5 Juli 2018

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Rizka Adi Nugraha Putra, M. Sc. Andi Muh. Maulana, M. Sc.
NIK. 2160480 NIK. 2160749

Ketua Program Studi Kedokteran,

dr. Agus Zuliyanto, Sp. T. H. T. K. L.


NIK. 2160593

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi yang diajukan oleh:

Nama : Farah Akhwanis Syifa


NIM : 1513010021
Program Studi : Kedokteran
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun
Kemangi (Ocimum basilicum L.) terhadap Skor
Cedera Tubulus pada Ginjal Tikus Putih (Rattus
norvegicus) galur Wistar yamg Diinduksi
Monosodium Glutamate (MSG)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked.) pada
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.

DEWAN PENGUJI

Penguji 1 : dr. Rizka Adi Nugraha Putra, M. Sc. (..............................)

Penguji 2 : Andi Muh. Maulana, M.Sc (..............................)

Penguji 3 : dr. Susiyadi, Sp. An. (..............................)

Ditetapkan di : Purwokerto
Tanggal : xx 2018

Mengetahui,
Dekan

dr. Mambodyanto SP., S.H., M.Kes.(MMR)


NIK. 21604

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Hubungan Lama Merokok dengan
Kadar Karboksihemoglobin (HbCO) pada Perokok Tembakau. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapakan terima kasih kepada yang terhormat:

1) Dr. H. Syamsuhadi Irsyad, S.H.,M.H., selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Purwokerto;
2) dr. Mambodyanto Sp., S.H., M.Kes.(MMR) selaku Dekan FK yang telah
memberi kesempatan untuk penyusunan skripsi ini;
3) dr. Agus Zuliyanto, Sp. T.H.T.K.L selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kedokteran yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang
tata laksana penyusunan skripsi ini;
4) dr. Muhammad Fadhol Romdhoni, M.Si., selaku dosen pembimbing 1 yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam
penyusunan skripsi ini;
5) dr. Dewi Karita, M.Sc., selaku dosen pembimbing 2 yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam
penyusunan skripsi ini;
6) Bapak Andi Muh.Maulana,M.Sc., selaku yang telah memberikan berbagai
pertanyaan dan menguji kelayakan hasil penelitian ini;
7) Bapak Ir. H. Mashudi dan Ibu Hj. Wardiah, S.Sos., M.Kes., selaku kedua
orang tua, serta kakak pertama Muhammad Rafiqal Derajat dan kakak
kedua Muhammad Royyan yang telah memberikan bantuan dan dukungan
baik materiil maupun moral;
8) Rasi Irfan Asany selaku teman spesial penulis yang selalu memberi
dukungan dan bantuan penulis dalam penyusunan skripsi ini;

vi
9) Teman-teman semuanya, Azzah, Kuntya, Ajikwa, Abdullah, Novia, Ken,
Aissyah, Enrika, Sekar, Samia, Farah, dan teman-teman Neuro’15 yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan
dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
10) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu. Amin.

Purwokerto, 24 September 2018


Penulis

vii
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv


DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 5
E. Keaslian Penelitian................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8
A. Landasan Teori ..................................................................................................... 8
1. Ginjal................................................................................................................... 8
2. Monosodium Glutamate (MSG)........................................................................ 18
3. Tikus (Rattus novergicus) ................................................................................. 19
4. Kemangi (Ocimum basilicum) .......................................................................... 21
5. Bahan Biologi Tersimpan ................................................................................. 26
B. Kerangka Teori ................................................................................................... 28
C. Kerangka Konsep................................................................................................ 29
D. Hipotesis ............................................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 30
A. Rancangan Penelitian ......................................................................................... 30
B. Populasi, Sampel dan Subjek Penelitian ........................................................... 30
C. Variabel Penelitian.............................................................................................. 32
D. Alat dan Bahan Penelitian.................................................................................. 33
E. Langkah Penelitian ............................................................................................. 35
F. Alur Penelitian .................................................................................................... 39
G. Analisis Data .................................................................................................... 40
H. Jadwal Penelitian ............................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42

viii
DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian............................................................................... 5


Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Monosodium glutamate (MSG) ..................... 18
Tabel 2.2 Kandungan bahan kimia aktif dalam minyak kemangi diidentifikasi
dengan analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) 24

ix
DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1. Ginjal ................................................................................................ 10


Gambar 2.2. Hubungan antara struktur nefron dengan ketiga fungsi dasarnya:
filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus dan sekresi tubulus. ............ 11
Gambar 2.3. Histologi korpuskulum renalis ......................................................... 13
Gambar 2.4. Histologi medulla ginjal ................................................................... 16
Gambar 2.5. Struktur kimia Monosodium glutamate (MSG) ............................... 19
Gambar 2.5. Tanaman Ocimum basilicum ............................................................ 23

x
DAFTAR SINGKATAN

α-KGDH : α-ketoglutarate dehydrogenase


AKI : Accute Kidney Injury
BBT : Bahan Biologi Tersimpan
CD2AP : CD2-associated Protein
CKD : Chronic Kidney Disease
DNA : Deoxyribonucleic Acid
DPPH : 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl
ESRD : End Stage Renal Disease
EFSA : Europian Food Safety Authority
FGF-8 : Fibroblast Growth Factor 8
FGFR2 : Fibroblast Growth Factor Receptor 2
Flk-1 : Fetal liver kinase1
FTC : Ferric Thiocyanate
GC-MS : Gas Chromatography-Mass Spectrometry
GDNF : Giant Cell line-derived Neutrophilic Factor
GGK : Gangguan Ginjal Kronik
GluRs : Glutamate Receptor
GPx : Glutathione Peroxidase
GSH : Glutathion
HE : Hematoxylin and Eosin
IACUC : Institutional Animal Care and Use Committe
IUPAC : International Union of Pure and Applied Chemistry
IUPOV : International Union for the Protection of New Varieties of Plants
JGA : JuxtaglomerularAapparatus
LAMB2 : Laminin beta-2
LFG : Laju Filtrasi Glomerular
MSG : Monosodium glutamate
PDGF-B : Platelet-derived Growth Factor B
PDGFβR : Platelet-derived Growth factor β receptor
RNA : Ribonucleic Acid
ROS : Reactive Oxygen Species
SDF-1 : Stromal-derived factor 1
SOD : Superoxide Dismutase
TCA : Tricarboxylic acid
VEGF-A : Vascular Endothelial Growth Factor-A
WHO : World Health Organization
WT-1 : Wilms Tumor 1

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Acute Kidney Injury (AKI), yang biasa disebut gangguan ginjal akut

adalah suatu kondisi klinis yang spesifik dengan manifestasi yang sangat

bervariasi, mulai dari ringan tanpa gejala, hingga sangat berat dan disertai gagal

organ multipel (Sudoyo et al., 2014). Komplikasi dini yang paling mungkin

terjadi dari penyakit ini adalah Chronic kidney disease (CKD). Insidensi CKD

di berbagai negara sebesar 200 kasus per satu juta penduduk per tahun.

Prevalensi penyakit ini di Amerika mendekati 1800 per satu juta, sementara di

Jepang dan Taiwan mendekati 2400 per satu juta (Hill et al., 2016).

Tingginya prevalensi Gagal Ginjal Kronik (GGK) juga terjadi di

Indonesia, karena angka ini dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.

Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia pada tahun 2014 tercatat 11.689

pasien aktif dengan 17.193 pasien baru dan pada tahun 2015 meningkat

menjadi 30.554 pasien aktif dengan 21.050 pasien baru (PERNEFRI, 2015).

Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia, pada

tahun 2013 didapatkan angka prevalensi untuk penyakit GGK pada penduduk

usia ≥ 15 tahun sebesar 0,2 % dan dengan kelompok usia ≥ 55 sebagai

prevalensi tertinggi sebesar 0,5 %. (Riskesdas, 2013).

Angka prevalensi yang tinggi menunjukkan perlunya tindakan lebih

lanjut untuk mengurangi perkembangan penyakit pasien menuju tahap akhir.

CKD biasanya asimptomatik dan biasanya tidak dapat terdiagnosis sampai

1
pada tahap akhir, dimana sudah terbentuk fibrosis pada ginjal. Pada tahap

fibrosis ini, fungsi fisiologis ginjal akan mengalami penurunan dan berakhir

menjadi End Stage Renal Disease (ESRD) (Cao, Wang and Harris, 2014).

ESRD juga ditandai dengan terbentuknya fibrosis ginjal terutama pada daerah

tubulointerstitial, yang meliputi adanya cedera sel dan penumpukan kolagen

pada matriks (Kamata et al., 2015). Proses terjadinya fibrosis ginjal dapat

dipahami melalui tingkat seluler yaitu respon dari sel (Putra, Arfian and

Budiharjo, 2017).

Umur merupakan faktor risiko penyakit degeneratif yang tidak dapat

dihindari. Secara alamiah, semua fungsi organ tubuh termasuk ginjal akan

menurun dengan bertambahnya umur (Lathifah, 2016). Hasil analisis

multivariat pada sebuah studi kasus di empat rumah sakit di Jakarta tahun 2014

menunjukkan kualitas air yang kurang baik, merokok, kebiasaan mengonsumsi

minuman kopi, teh, dan coklat, serta kebiasaan minum jamu pegal linu atau

pelangsing juga dapat dimasukkan sebagai faktor lain terjadinya GGK, tetapi

tidak terbukti secara statistik (Delima et al., 2017). Hal ini menunjukkan bahwa

pola makan sehari-hari dapat mempengaruhi angka kejadian GGK. Selain itu,

sebuah studi eksperimental menunjukan penurunan fungsi ginjal yang cukup

bermakna pada kelompok tikus dengan pemberian Monosodium glutamate

(MSG) dosis 1,6g/hari (Sharma et al., 2014).

MSG atau yang lebih dikenal dengan produk vetsin adalah zat aditif pada

makanan yang digunakan untuk menambah kelezatan rasa (Widyalita,

Sirajuddin and Zakaria, 2014). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh

2
dunia sebagai penambah rasa untuk makanan olahan ataupun masakan Asia

dalam bentuk L-glutamic acid. Europian Food Safety Authority (EFSA)

menyebutkan kadar konsumsi MSG per hari yang diperbolehkan adalah

30mg/kgBB. Walaupun diperkenankan sebagai penyedap masakan, beberapa

studi preklinik pada hewan coba menunjukkan bahwa MSG bersifat toksik

terhadap berbagai macam organ seperti hati, otak, pankreas dan ginjal (Henry-

Unaeze, 2017). Sebuah studi juga menyebutkan, fibrosis ginjal dengan

konsumsi MSG jangka panjang dan stress oksidatif, adalah penyebab utama

dari gagal ginjal (Sharma, 2015).

Senyawa antioksidan seperti vitamin C, vitamin E dan kuersetin yang

mengandung polifenol efektif untuk mencegah kerusakan pada hati, ginjal, dan

otak tikus yang diinduksi MSG (Ugur I et al., 2016). Penggunaan tanaman yang

mengandung antioksidan juga dapat meningkatkan mekanisme biologis dalam

tubuh untuk mencegah stres oksidatif (Joncquel-Chevalier Curt et al., 2015).

Salah satu tanaman yang memiliki kandungan antioksidan dan berpotensi

nefroprotektor yaitu kemangi (Ocimum basilicum). Bagian yang sering

dimanfaatkan dari kemangi adalah daunnya. Ekstrak daun kemangi sebagai anti

trombosis dan antiplatelet terbukti dapat menurunkan tekanan darah, karena

antioksidan yang terkandung didalamnya (Rodrigues et al., 2016). Sebuah uji

preklinik pada kelompok tikus yang diberikan ekstrak daun kemangi dosis

100mg/kgBB dan 200mg/kgBB dengan pelarut etanol 70% selama 15 hari

dapat mempengaruhi profil penanda ginjal, yaitu ureum dan kreatinin (Ali et

al., 2017). Ekstrak daun kemangi juga tidak berefek toksik pada hasil

3
pemeriksaan biokimia dan histopatologi ginjal dan hepar sehingga berpotensi

nefroprotektor (Varga et al., 2017).

Penelitian ini didasarkan oleh potensi terjadinya gangguan fungsi ginjal

akibat stress oksidatif yang disebabkan oleh konsumsi MSG berlebih serta

adanya tanaman antioksidan yang mengandung flavanoid yaitu kemangi

(Ocimum basilicum). Sehingga dalam penelitian ini akan diteliti bagaimana

efek ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum basilicum) terhadap cedera tubulus

ginjal pada tikus putih galur wistar yang diinduksi MSG.

B. Rumusan Masalah

Apakah pemberian ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum basilicum L.)

dapat menurunkan skor cedera tubulus pada ginjal tikus putih Wistar (Rattus

norvegicus) yang diinduksi MSG?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun kemangi

(Ocimum basilicum L.) terhadap skor cedera tubulus pada ginjal tikus

putih (Rattus norvegicus) Wistar yang diinduksi MSG.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ekstrak etanol daun

kemangi (Ocimum basilicum L.) dengan dosis 175 mg/kgBB, 350

mg/kgBB, dan 700 mg/kgBB terhadap skor cedera tubulus pada ginjal

tikus putih (Rattus norvegicus) Wistar yang diinduksi MSG.

4
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk

penelitian berikutnya terkait peranan daun kemangi terhadap kerusakan

ginjal.

2. Bagi Masyakarat

a. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat

mengenai pengaruh konsumsi MSG yang berlebihan bagi kesehatan.

b. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat

terkait manfaat dari daun kemangi yang baik bagi kesehatan.

3. Bagi Institusi

Penelitian ini sesuai dengan visi dan misi dari Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Purwokerto terkait pengembangan ilmu

kedokteran herbal.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian penelitian

No Judul Penulis Metode Hasil Perbedaan


1. Pengaruh Putri, 2018 Pemberian ekstrak Hasil dari Variabel
Ekstrak daun kemangi penelitian ini dependen yang
Etanol Daun dosis175, 350 dan yaitu ekstrak digunakan Putri
Kemangi 700 mg/kgBB etanol daun adalah ureum
(Ocimum dengan pelarut kemangi dan kreatinin,
basilicum) etanol 96% berpengaruh sementara
terhadap selama 14 hari signifikan peneliti adalah
Kadar Ureum pada tikus putih dalam cedera tubulus
dan Kreatinin galur wistar yang menurunkan ginjal.
pada Tikus diinduksi MSG kadar ureum.
Putih Galur dosis 1,6g/hari.
Wistar
(Rattus
Norvegicus

5
strain
Wistar) yang
Diinduksi
Monosodium
Glutamate
(MSG)

2. Gambaran Sari, 2018 Pemeriksaan Hasil dari Variabel


Histologi histopatologi dari penelitian ini idependen yang
Ginjal Tikus ginjal tikus wistar yaitu diperoleh digunakan Sari
Wistar yang dengan pemberian gambaran adalah jus
Terpapar jus tomat dosis 3 kerusakan tomat,
MSG Setelah ml yang diinduksi struktur sementara
Perlakuan MSG dosis 5 histologis peneliti adalah
Diberikan Jus mg/gBB tikus/hari ginjal yang ekstrak etanol
Tomat dan yang dilarutkan berbeda daun kemangi.
Diberhentika dalam 1,5 ml bermakna dari
n Perlakuan akuadest. setiap
Saja kelompok
perlakuan.
3. Gambaran Lagho et Pemeriksaan Hasil dari Variabel
Histopatologi al, 2017 histopatologi dari penelitian ini independen
Ginjal Tikus organ ginjal tikus yaitu diperoleh yang digunakan
Putih ( Rattus dengan pemberian gambaran Lagho et al
norvegicus ) amoksisilin 150 histopatologi adalah
yang Diberi mg/kgBB/hari sel tubulus pemberian
Amoxicillin dikombinasikan ginjal yang amoxicillin dan
Dikombinasi dengan mengalami asam
kan dengan deksametason 0,5 degenerasi, mefenamat,
Deksametaso mg/kgBB dan infiltrasi sel sementara
n dan Asam asam mefenamat radang, dan peneliti adalah
Mefenamat 45 mg/kgBB/hari nekrosis ekstrak etanol
Pasca pasca operasi. sebagai akibat daun kemangi.
Operasi pemberian
perlakuan
berupa
pemberian
amoxicillin,
yang
dikombinasika
n asam
mefenamat dan
deksametason.
4. Gambaran Adleend, Pemeriksaan Hasil Variabel
Histopatologi 2015 histopatologi dari penelitian ini independen
Ginjal Tikus organ ginjal tikus yaitu terdapat yang digunakan
Putih (Rattus dengan pemberian kerusakan oleh Adleend
norvegicus) meloksikam 30 histopatologis adalah

6
Setelah mg/kgBB dan 40 ginjal yang pemberian
Pemberian mg/kgBB selama berbeda pada meloksikam
Meloksikam 1, 3 , dan 5 hari. pemberian dosis toksik,
Dosis Toksik meloksikam sementara
dengan dosis peneliti
berbeda. menggunakan
ekstrak etanol
daun kemangi
dosis
bertingkat.

5. Pengaruh Vincent et Pemeriksaan Hasil dari Variabel


Pajanan al, 2014 histopatologi dari penelitian ini dependen yang
Monosodium duodenum ginjal yaitu diperoleh diteliti oleh
Glutamat tikus putih dengan gambaran Vincent et al
terhadap pemberian MSG kerusakan adalah
Histologi dosis 5 struktur gambaran
Duodenum mg/gBByang histologis histologi
Tikus Putih dilarutkan dalam duodenum duodenum,
1,5 ml aquadest yang disertai sementara
selama 28 hari.. dengan peneliti adalah
hilangnya gambaran
struktur brush cedera tubulus
border dan ginjal.
atropi vili Vincent et al
duodenum. juga tidak
memberikan
intervensi
terhadap subjek
penelitian,
sementara
peneliti
menggunakan
intervensi
berupa
pemberian
ekstrak etanol
daun kemangi.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Ginjal

a. Embriologi ginjal

Ginjal terbentuk dari dalam mesoderm intermediat dikontrol oleh

sejumlah gen yang beraturan. Beberapa gen yang diketahui berperan

dalam tahap pembentukan glomerulotubulus ginjal pada mamalia

yaitu GDNF (giant cell line-derived neutrophilic factor), FGFR2

(fibroblast growth factor receptor 2), WT-1 (Wilms tumor 1), FGF-8

(fibroblast growth factor 8), VEGF-A/Flk-1 (vascular endothelial

growth factor-A/fetal liver kinase-1), PDGF-B (platelet-derived

growth factor B), PDGFβR (platelet-derived growth factor β

receptor), SDF-1 (stromal-derived factor 1), NPHS1 (nephrin),

NPHS2 (podocyne), CD2AP (CD2-associated protein), dan LAMB2

atau laminin beta-2. Gen-gen tersebut mengalami transkripsi yang

dituntun oleh petunjuk-petunjuk morfogenik untuk memancing ureter

bud menemus blastema metanefron, tempat induksi sel-sel mesenkim

primer membentuk nefron awal (Alfred L. George and Neilson, 2013).

Dalam pembentukan sistem ginjal, termasuk nefron, terdapat tiga

tahap yaitu pronephros, mesonephros, serta metanephros. Tahap

pronephros muncul pada awal minggu keempat, membentuk struktur

non-fungsional dan akan mengalami rudimenter sampai menghilang

8
pada akhir minggu keempat perkembangan janin (Sadler T. W.,

2015).

b. Anatomi dan fisiologi ginjal

Ginjal merupakan suatu organ berpasangan kanan dan kiri yang

terletak retroperitoneal dari dinding abdomen. Skeletopinya setinggi

columna vertebralis Torakal 12 hingga Lumbal 3. Ginjal kanan

terletak lebih inferior atau rendah dari ginjal kiri. Hal ini disebabkan

oleh desakan dari lobus hepar. Terdapat tiga pelapis yang

membungkus ginjal dari lapisan terdalam keluar, yaitu capsula

renalis, adiposa dan fascia renalis. Lapisan-lapisan ini berfungsi

untuk melindungi ginjal dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora

and Derrickson, 2014).

Ginjal terdiri dari cortex di bagian luar yang berwarna cokelat

terang dan medulla di bagian dalam yang berwarna cokelat gelap.

Cortex pada ginjal merupakan lokasi dari jutaan unit fungsional

terkencil ginjal yang disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari renal

corpuscle (glomerulus dan kapsula bowman) dan renal tubule.

Medulla pada ginjal terdiri dari kumpulan massa triangular (renal

pyramid) (Gambar 2.1) (Guyton et al., 2014)

Ginjal berperan penting dalam pengaturan volume dan komposisi

kimia darah di tubuh dengan mengekskresikan zat terlarut dan air

secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah

melalui glomerolus dengan reabsorpsi dan sekresi sejumlah zat

9
terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal.

Kelebihan zat terlarut dan air akan diekskresikan keluar tubuh dalam

bentuk urin (Sherwood, 2014)

Gambar 2.1 Ginjal. (Paulsen et al., 2015)

Berikut ini merupakan fungsi ginjal menurut Sherwood (2014)

yaitu :

1) Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.

2) Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat

berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.

3) Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.

4) Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.

5) Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

10
Kerja ginjal yang berperan cukup penting dalam pengaturan

keseimbangan tubuh adalah sebagai pembentuk urin. Tiga proses

utama pembenukan urin terjadi di nefron (Gambar 2.2), yaitu

Gambar 2.2 Hubungan antara struktur nefron dengan ketiga fungsi


dasarnya: filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus dan sekresi
tubulus. (Tortora and Derrickson, 2014)

1) Filtrasi glomerulus (Glomerular filtration), sebagai langkah

pertama dalam produksi urin. Air dan zat terlarut (solutes) dalam

plasma darah menembus dinding anyaman kapiler glomerulus

dan podosit menuju kapsul glomerulus kemudian ke renal

tubulule.

2) Reabsorbsi tubulus (Tubular reabsorbtion), ketika cairan filtrat

mengalir sepanjang renal tubule sampai ke collecting duct, sel-

sel tubulus mengabsorbsi 99% air filtrat dan zat terlarut yang

masih berguna untuk dikembalikan lagi ke darah, melaui kapiler

peritubule dan vasa recta.

3) Sekresi tubulus (Tubular secretion), ketika cairan melewati renal

tubule dan collecting duct, sel-sel tubulus dan duktus mensekresi

11
material lain, seperti sampah, obat dan ion-ion yang berlebihan

ke cairan. Sekresi tubulus mengeluarkan substansi dari darah.

(Tortora and Derrickson, 2014)

c. Histologi Ginjal

Unit kerja fungsional ginjal (nephron) dapat diamati secara

histologis. Tiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nephron dengan struktur

dan fungsi yang sama. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kerja ginjal

adalah jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut (Price dan

Wilson, 2014). Struktur utama dari nephron, yaitu

1) Korpuskulum Renalis (Renal Corpuscle)

Pada permulaan nephron terdapat korpuskulum renalis,

berdiameter sekitar 200 μm dan di dalamnya terdapat anyaman

kapiler glomerulus. Struktur anyaman ini dikelilingi oleh lapisan

epitel parietal yang membentuk Bowman’s capsule. Lapisan sel

viseral berupa podocyte yang memiliki tonjolan atau kaki

(pedicle), yang bersinggungan dengan membran basalis pada

jarak tertentu (Price dan WIlson, 2014). Korpuskulum renalis

memiliki dua kutub, yakni kutub vaskular dan kutub urinari

sebagai pintu yang dilewati darah dan urin. Pada korpuskulum

renalis terjadi proses filtrasi yang didukung oleh struktur

penyaring, yaitu : (a). Endotel kapiler glomerulus yang menahan

sel darah merah dan keping darah. (b). Lamina basalis

glomerulus yang menahan protein berukuran besar dan beberapa

12
anion organik. (c). Filtration slit atau celah filtrat podosit yang

menahan protein berukuran kecil dan anion organik.(Junqueira

and Carneiro, 2014)

Komponen penting lainnya dari korpuskulum renalis adalah

mesangium, yang terdiri dari sel mesangial dan matriks

mesangial. Sel mesangial berperan dalam aktivitas fagositik,

sekresi prostatglandin dan sintesis matriks ekstrasel. Sel

mesangial bersifat kontraktil dan memiliki reseptor untuk

angiotensin II yang jika diaktifkan, akan menurunkan aliran

glomerulus (Price and Wilson, 2015)

Gambar 2.3 Histologi korpuskulum renalis (Junqueira and Carneiro, 2013)

Pada kutub vaskular, tepatnya pada pertemuan arteriol aferen

dan eferen, terdapat struktur kelompok sel yang bekerja mengatur

13
pelepasan renin dan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan

tekanan darah yang disebut juxtaglomerular apparatus (JGA).

JGA terdiri dari tiga macam sel yaitu:

a) Juxtaglomerular cell atau sel glanular yang menghasilkan

renin.

b) Makula densa di tubulus distal yang mendeteksi perubahan

tekanan aliran darah.

c) Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis yang berperan

sebagai fagosit (Price dan Wilson, 2014)

2) Tubulus Kontortus Proksimal (proximal convoluted tubule)

Pada kutub urinari korpuskulum renalis, epitel gepeng

dilapisan parietal Bowman’s capsule berhubungan langsung

dengan epitel tubulus kontortus proksimal yang berbentuk kuboid

atau silindris rendah. Filtrat glomerulus dari korpuskulum renalis

akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal dan

mengalami proses rabsorbsi dan sekresi. Tubulus kontortus

proksimal mensekresikan kreatinin dan substansi yang asing bagi

tubuh, seperti asam para-aminohippurat dan penisilin, dari

plasma interstitial ke dalam filtrat (Junqueira and Carneiro,

2014).

3) Ansa Henle (loop of Henle)

Ansa henle adalah struktur nefrom yang terdiri atas segmen

tebal desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis asenden dan

14
segmen tebal asenden. Ansa henle berperan pada proses retensi

air dan dindingnya tersusun oleh epitel gepeng selapis (Tortora

and Derrickson, 2014).

4) Tubulus Kontortus Distal (distal convoluted tubule)

Segmen tebal asenden ansa henle mencapai korteks ginjal

dan berkelok-kelok hingga mencapai tubulus kontortus distal.

Sel–sel tubulus kontortus distal memiliki banyak invaginasi

membran basal dan mitokondria terkait yang menunujukkan

fungsi transpor ionnya. Pada tubulus kontortus distal juga masih

terjadi proses reabsorbsi dan sekresi dari zat terlarut. Epitel yang

melapisi salurannya adalah epitel kuboid selapis (Sherwood,

2014).

5) Tubulus dan Duktus Koligentes (collecting tubule dan collecting

duct)

Tubulus koligentes dilapisi oleh epitel kuboid, terdiri atas

sel–sel yang tampak pucat dengan pulasan biasa. Epitel duktus

koligentes responsif terhadap vasopressin arginin atau hormon

antidiuretik yang disekresi hipofisis posterior. Jika masukan air

terbatas, hormon antidiuretik disekresikan dan epitel duktus

koligentes mudah dilalui air yang diabsorbsi dari filtrat

glomerulus (Eroschenko, 2016).

15
Gambar 2.4 Histologi medulla ginjal (Junqueira and Carneiro, 2014)

d. Penyakit Tubulointerstisial

Penyakit tubulointerstusual primer pada ginjal ditandai oleh

kelainan histologik dan fungsional yang melibatkan tubulus dan

interstisium. Sedangkan, penyakit tubulointerstisial sekunder terjadi

disebabkan oleh cedera glomerulus atau vaskular yang progresif. (Yu

and Brenner, 2013).

Patogenesis kerusakan ginjal yang progresif pada pasien dengan

diagnosa CKD selalu ditandai dengan adanya kerusakan dari

parenkim ginjal yang kemudian berubah menjadi jaringan ikat,

dimana keadaan ini disebut dengan fibrosis ginjal (Duffield, 2014).

Lokasi fibrosis yang paling sering terjadi yaitu pada daerah

tubulointerstisial. Mekanisme cedera tubulointerstisial yaitu : infeksi

(pyelonefritis bakteri akut dan kronis, infeksi jamur, penyakit viral

dan kondisi parasitik), kondisi immune-mediated, kondisi toksik,

kerusakan iskemik dan kondisi genetik (Rennke and Denker, 2014).

16
Mekanisme fibrosis ginjal melibatkan berbagai respon seluler,

diantaranya kerusakan dari pembuluh darah kapiler di interstisial dan

destruksi pada sel epitel tubulus (Putra, Arfian and Budiharjo, 2017).

Tubuh memberikan respon imun pada penyakit tubulointerstisial

dengan diperantarai oleh proses amplifikasi dan sitokin (Sudoyo et al.,

2014).

Terjadi serangkaian tahap yang saling menguatkan jika kerusakan

dimulai di glomerulus: (1) Cedera glomerulus berkepanjangan dapat

menyebabkan hipertensi lokal di berkas kapiler, meningkatkan laju

filtrasi glomerulus (LFG) masing-masing nefron dan menyebabkan

kebocoran protein ke tubulus. (2) Proteinuria yang signifikan disertai

dengan mengingkatnya angiotensin II lokal, memicu (3) mengalirnya

sitokin dan akumulasi sel-sel monomukleus interstisium. (4)

Neutrofil digantikan oleh makrofag dan limfosit T yang membentuk

suatu respon imun nefritogenik dan menimbulkan nefritis

interstisium. (5) Beberapa epitel tubulus berespon terhadap

peradangan ini dengan melepaskan diri dari membran basalis untuk

membentuk fibroblas interstisium baru. (6) Fibroblas yang hidup

membentuk kolagen pada kapiler dan tubulus yang rusak sehingga

meninggalkan jaringan parut aseluler. Perubahan pada struktur

tubulus dan interstisium ini seringkali disertai dengan gangguan

fungsi ginjal (Harris and Neilson, 2013).

17
2. Monosodium Glutamate (MSG)

Monosodium L-glutamate (MSG) adalah garam sodium dari asam

glutamat, sebuah asam amino non esensial yang berada di hampir setiap

makanan berprotein (Henry-Unaeze, 2017). Beberapa penelitian telah

menguji efek metabolik dan toksik dari pemberian MSG kronik, dan

menunjukkan adanya pengaruh stress oksidatif pada jaringan berbeda.

Termasuk juga pada organ metabolisme dan endokrin (Contini et al.,

2017). Nama MSG menurut International Union of Pure and Applied

Chemistry (IUPAC) yaitu Sodium (2S)- 2-amino-5-hydroxy-5-oxo-

pentanoate . Sifat fisika dan kimia MSG dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Monosodium glutamate (MSG)


(Muharani, 2016)

Sifat Fisika dan Kimia Informasi

Rumus molekul C5H8NNaO4

Berat molekul 187,13 g/mol

Titik lebur 232ºC

Kelarutan dalam air 74g/100 mL

MSG. sebagai salah satu penambah rasa makanan telah dikonsumsi

secara luas di seluruh dunia. Penambahan MSG pada makanan akan

membuat rasa makanan menjadi lebih lezat yang disebut rasa umami atau

gurih. MSG yang masuk kedalam tubuh, akan terurai menjadi natrium dan

glutamat. Glutamat tersebut yang menghasilkan rasa umami. (Campbell,

2014).

18
Gambar 2.5 Struktur kimia Monosodium glutamate (MSG) (Maluly,
Arisseto-Bragotto and Reyes, 2017).

Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik utama di otak.

Akumulasi glutamat yang berlebihan di dalam ruang ekstraselular dan

aktivasi reseptor glutamat berikutnya (GluRs) berperan dalam mekanisme

cedera neuron terkait stress oksidatif. Peningkatan kadar glutamat akan

mempercepat Tricarboxylic acid (TCA) karena adanya katabolisme asam

amino berlebihan khusunya glutamat. Kadar α-ketoglutarate

dehydrogenase (α-KGDH) yang meningkat dapat merangsang produksi

Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga stress oksidatif terjadi pada

ginjal tikus yang diinduksi MSG (Sari, 2018). Terjadinya stress oksidatif

pada jaringan akan menurunkan kadar antioksidan endogen seperti

superoxide dismutase (SOD), catalase, glutathione peroxidase (GPx),

glutathione (GSH) dan lainnya (Meng et al., 2015) yang terdapat di ginjal,

sehingga terjadi oksidasi lipid, protein, DNA, RNA, dan cedera sel

(Sharma et al., 2014).

3. Tikus (Rattus novergicus)

Tikus Wistar mempunyai klasifikasi taksonomi seperti berikut :

Kingdom : Animalia

19
Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Subkelas : Theria

Ordo : Rodensia

Subordo : Sciurognathi

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

(Maula, 2014)

Rattus sp. atau tikus adalah binatang pengerat yang banyak digunakan

sebagai hewan percobaan di laboratorium, terutama dari golongan tikus

putih. Berat tikus yaitu sekitar 150-600 gram, berhidung tumpul dan badan

besar, dengan panjang badan mencapai 18-25 cm. Kepala dan badan tikus

lebih pendek dari ekornya. Ekor tikus pun berukuran kecil, yaitu pada

diameter tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes RI, 2008).

Tikus, sebagai hewan yang sering dijadikan sebagai subyek

pemelitian, termasuk mudah dipelihara, relatif sehat, dan memiliki sistem

fisiologi yang mirip dengan manusia. Hampir seluruh tikus domestik dan

laboratorium berasal dari satu spesies tikus, yaitu tikus Norwegia (Rattus

norvegicus) dengan berbagai galur seperti Sprague Dawley, Long Evans dan

20
Wistar. Tikus dengan galur yang berbeda akan menunjukkan sensitivitas

yang berbeda terhadap komponen kimia tertentu. Begitu juga perbedaan

usia dan jenis kelamin juga dipertimbangkan untuk studi eksperimental.

Penelitian biomedik biasanya paling banyak menggunakan tikus Wistar

jantan karena memiliki kemampuan metabolik yang cepat dan tidak

memiliki banyak faktor pengganggu seperti hormonal. (Vincent, Trianto

and Ilmiawan, 2014)

Kelainan pada organ tikus dapat ditunjukkan oleh adanya lesi

histopatologis yang bisa muncul, baik melalui penuaan ataupun pada usia

muda. Nefropati progresif kronis adalah penyakit mendadak yang biasa

terjadi pada tikus yang mengalami penuaan. Nefropati progresif kronis

lebih sering pada tikus jantan karena terpengaruh pada diet tinggi protein,

lesinya memiliki ciri tubulus korteks basofilik, terdapat hyaline-cast,

glomerulosklerosis dan atrofi, infiltrasi sel inflamasi interstitial dan

fibrosis interstitial (McInnes, 2014).

4. Kemangi (Ocimum basilicum)

a. Taksonomi

Ocimum basilicum memiliki sistem klasifikasi seperti berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

21
Subkelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Keluarga : Lamiaceae

Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum basilicum

(Khair-ul-Bariyah, Ahmed and Ikram, 2012).

b. Morfologi

Ocimum basilicum adalah tanaman berukuran sedang dan

beraroma kuat. Bagian tumbuhan yang sering dimanfaatkan yaitu

daun, bunga, dan minyak esensial. Bijinya berwarna hitam, sedangkan

daunnya tunggal dan tersusun berhadapan. Berbentuk bulat telur

hingga elips agak meruncing di bagian ujung, berwarna hijau muda

hingga hijau keunguan, halus hingga sedikit berbulu dan panjang

sekitar 3-5 cm. Bunganya memiliki panjang sekitar 8-12 mm dengan

6-10 bunga. Warna kelopaknya putih, merah muda atau keunguan dan

berbunga pada sekitar bulan Oktober-Desember. Kemangi juga

memiliki buah kecil dengan cangkang berbentuk bulat telur warna

coklat tua sampai hitam, batang halus berwarna hijau dengan tebal 6

mm. (Pedro et al., 2016)

22
Gambar 2.6. Tanaman Ocimum Basilicum (Ismawan, 2016)

Ocimum basilicum banyak ditemukan di area tropis dan panas.

Tanaman ini tumbuh pada habitat gurun dan berbukit-bukit. Selain itu,

banyak juga ditanam di pot untuk kepentingan estetik dan terapeutik.

Penyerbukan terjadi melalui serangga (eteno-phylical).

Perbedaan dari kelompok kemangi dapat ditemukan dari ukuran

dan warna daun (hijau sampai ungu tua), warna bunga (putih, merah,

nila atau ungu), bentuk dan tinggi tanaman, serta aroma dan waktu

pembungaan. Deskripsi morfologinya telah terstandar oleh

International Union for the Protection of New Varieties of Plants

(IUPOV) menjadi enam tipe, yaitu : Lettuce-leaf, Small-leaf, True

basil, Purple basil (A), Purple basil (B) and Purple basil (C) (Varga

et al., 2017)

23
c. Kandungan kimia

Uji fitokimia dari ekstrak kemangi menunjukkan adanya

kandungan saponin, tanin dan cardiac glycosides. Terdapat juga

potassium, kalsium, sodium dan magnesium pada konsentrasi

28770mg/kg, 17460mg/kg, 280mg/kg dan 266mg/kg (Khair-ul-

Bariyah, Ahmed and Ikram, 2012). Komponen bahan kimia aktif

utama dari minyak kemangi dapat dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan bahan kimia aktif dalam minyak kemangi


diidentifikasi dengan analisis Gas Chromatography-Mass
Spectrometry (GC-MS) (Larasati and Apriliana, 2016)

Kandungan Jumlah (%)

ρ-cymene 1.03

1,8-cineole 12.28

Linalool 64.35

α-terpineol 1.64

Eugenol 3.21

germacrene-D 2.07

Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam kemangi, yaitu

3,7-dimetil-1,6-oktadien-3-ol (linalool 3,94 mg/g), 1-metoksi-4-(2-

propenil) benzena (estragol 2,03 mg/g), metil sinamat (1,28 mg/g), 4-

alil-2-metoksifenol (eugenol 0,896 mg/g), dan 1,8-sineol (0,288

mg/g) yang diidentifikasi dengan metode GC-MS. (Larasati and

Apriliana, 2016)

24
Senyawa fenol terutama flavanoid merupakan komponen kimia

spesifik sebagai metabolit sekunder daun kemangi yang sering

digunakan. Flavanoid pada tanaman memiliki aktivitas antioksidan

alami untuk menangkap molekul radikal bebas. Senyawa antioksidan

yang terkandung dalam ekstrak daun kemangi yaitu chlorogenic, p-

hydroxybenzoic, caffeic, vanillic dan rosmarinicacids, serta apigenin,

quercetin dan rutin. Senyawa antioksidan didapat dari tanaman

dengan proses dan pelarut yang berbeda. Kandungan fenol tertinggi

didapatkan dengan ekstraksi etanol 96% selama 30 menit (Rodrigues

et al., 2016; Teofilović et al., 2017).

Pelarut metanol dan etanol paling umum digunakan, begitu juga

pelarut air yang diasamkan dengan asam asetat dan etanol yang

ditambahkan asam hidroklorida. Pelarut etanol dan asam organik

lebih banyak digunakan untuk ekstraksi daun kemangi karena tidak

menimbulkan efek toksik. Hasil ekstraksi senyawa bioaktif

dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis pelarut, volume pelarut,

suhu dan waktu ekstraksi (Pedro et al., 2016).

d. Efek farmakologi

Kandungan yang didapat dari kemangi telah banyak

dimanfaatkan sebagai obat, baik digunakan secara murni atau setelah

modifikasi kimia. Kemangi memiliki efek yang bermanfaat bagi

tubuh, mulai dari efek antioksidan, imunomodulator, hipoglikemik,

hipolipidemik, antimikroba, antiinflamasi sampai antifungal (Khair-

25
ul-Bariyah, Ahmed and Ikram, 2012). Tanaman ini juga telah

digunakan selama ribuan tahun untuk mengobati berbagai macam

penyakit seperti demam, gangguan pencernaan, nausea, kram

abdominal, insomnia, migrain, gonorrhoea, disentri dan lain-lain

(Jiang et al., 2016).

Aktivitas antioksidan daun kemangi dapat diperoleh dari metode-

metode berbeda, seperti metode ferric thiocyanate (FTC),

pengumpulan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl (DPPH),

pengumpulan hidrogen peroksida dan pengumpulan dari sistem non-

enzimatis anion superoksida. Metode FTC telah digunakan untuk

memperoleh aktivitas antioksidan total, dimana dari ekstrak ethanol

kemangi pada konsentrasi 500 μg/mL menunjukkan 75,87% aktivitas

antioksidan dan sangat dekat dengan aktivitas antioksidan yang

ditunjukkan oleh α-tocopherol dalam konsentrasi 500 μg/mL (Khair-

ul-Bariyah, Ahmed and Ikram, 2012). Aktivitas antioksidan inilah

yang bertindak sebagai agen protektor dalam kemangi yang mencegah

penyakit jantung, menurunkan respon inflamasi (Teofilović et al.,

2017), dan melawan efek toksik pada renal (Ali et al., 2017).

5. Bahan Biologi Tersimpan

Bahan Biologi Tersimpan (BBT) adalah spesimen klinis atau materi

biologis yang disimpan atau diarsipkan. BBT diperoleh dari penelitian atau

pelayanan kesehatan, seperti tindakan diagnostik atau autopsi, yang

sengaja disimpan untuk pemeriksaan di masa depan. Beberapa contoh

26
BBT yang sering digunakan diantaranya, darah, jaringan (dari

pembedahan, otopsi, atau transplantasi), urin, saliva, plasenta, sum-sum

tulang, air susu, feses, dsb. BBT tersebut akan melewati 3 (tiga) tahap yaitu

pengumpulan, penyimpanan, dan pengolahan. BBT terbagi menurut

informasi sumbernya menjadi BBT beridentitas, BBT tidak beridentitas,

dan BBT anonim. (Dinis-Oliveira, Vieira and Magalhães, 2016)

Tahap pengumpulan bahan akan berbeda-beda berdasarkan tipe

spesimen. Secara umum, pengumpulan bahan jaringan untuk penelitian

dapat dilakukan dengan biopsi, pembedahan dan otopsi yang dikerjakan

oleh praktisi terampil. Hal yang harus diperhatikan yaitu jarak waktu

antara kematian organisme dan pengumpulan jaringan harus minimal,

serta tahap pengumpulan, penyimpanan, dan pengolahan harus dilakukan

secepat mungkin. Fiksasi menggunakan larutan formalin atau alkohol lalu

dibuat blok parafin merupakan teknik standar pada pengawetan spesimen

jaringan. Kelebihan dari BBT jaringan adalah penyimpanan yang relatif

mudah, sedangkan kekurangannya yaitu terjadi fragmentasi pada DNA

dan penurunan kualitas pada RNA spesimen. Suhu yang digunakan untuk

penyimpanan jaringan segar yaitu 0-4oC dan 18-20oC dalam bentuk blok

(Vaught and Henderson, 2011).

27
B. Kerangka Teori

MSG

Natrium Glutamate

Aktivasi GluRs Akumulasi di


ruang
ekstraseluler

Ekstrak etanol
daun kemangi α-ketoglutarate,
Siklus TCA ↑
Succinyl-CoA,
Succinate
Flavonoid

α-KGDH ↑

Antioksidan Eksogen ↑

Antioksidan endogen ↓ Stres oksidatif ROS ↑

Cedera tubulus ginjal

Pengaktifan Limfosit T
nefritogenik

Transisi epitel mesenkim Fibrosis tubulointerstisial Penurunan fungsi ginjal

(Harris and Neilson, 2013; Eddy, 2014; Teofilović et al., 2017)

Keterangan :
: Menghambat : Diteliti

: Mengakibatkan : Menurunkan
: Meningkatkan

28
C. Kerangka Konsep

Variabel bebas : Pengumpulan BBT berupa organ


Pemberian ekstrak ginjal tikus puth galur Wistar
daun kemangi yang diinduksi MSG

Penyimpanan dalam bentuk


blok parafin

Pengolahan BBT dan pembuatan


preparat dengan pewarnaan H&E

Variabel Terikat:
Skor cedera tubulus ginjal

D. Hipotesis

Pemberian ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum basilicum L.) dapat

menurunkan skor cedera tubulus pada ginjal tikus putih (Rattus norvegicus)

galur Wistar yang diinduksi MSG.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian quasi-

experimental dengan menggunakan rancangan randomized post test only

controlled group design. Subjek ditempatkan secara random pada tiap

kelompok dan akan dilakukan pengamatan pada akhir perlakuan (post

test). Hasil penelitian dibandingkan antara kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan.

2. Tempat Pelaksanaan

Tempat pelaksanaan berada di Laboratorium Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan Laboratorium Riset

Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan

Agustus 2018 sampai dengan Oktober 2018.

B. Populasi, Sampel dan Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan biologi

tersimpan dalam bentuk organ ginjal tikus putih (Rattus norvegicus)

galur Wistar.

30
2. Sampel

Pengambilan sampel organ telah dilakukan pada Januari 2018. Organ

telah difiksasi dengan larutan Buffered Neutral Formalin (BNF) 10% yang

selanjutnya menjadi Bahan Biologi Tersimpan (BBT) dari Januari 2018

sampai Mei 2018. Saat ini BBT diawetkan dalam blok parafin untuk

dilakukan pembuatan preparat histopatologi guna mengamati skor cedera

tubulus.

Pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan teknik simple

random sampling sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.

Sampel kemudian dibagi menjadi 4 (empat) kelompok. Penghitungan

besar sampel menggunakan rumus Federer, dengan persamaan sebagai

berikut:

(𝑡 − 1)(𝑛 − 1) ≥ 15

(4 − 1)(𝑛 − 1) ≥ 15

3(𝑛 − 1) ≥ 15

3𝑛 − 3 ≥ 15

3𝑛 ≥ 18

𝑛≥6

Keterangan: n = besar sampel

t = jumlah perlakuan

Setiap kelompok terdapat minimal 6 (enam) spesimen ginjal. Pada

penelitian ini menggunakan 4 (empat) kelompok. Peneliti memilih untuk

menggunakan 6 (enam) spesimen ginjal tikus putih galur wistar (Rattus

31
norvegicus) dengan 1 cadangan tiap kelompok sehingga jumlah seluruh

sampel penelitian sebanyak 28 spesimen.

3. Subjek

BBT yang akan digunakan pada penelitian ini adalah BBT yang telah

memenuhi kriteria inklusi berupa spesimen organ ginjal tikus putih (Rattus

norvegicus) galur Wistar yang masih dapat digunakan. Sampel spesimen

untuk pemeriksaan histopatologi harus segar, artinya jaringan diambil

secepat mungkin setelah hewan coba diterminasi dan terfiksasi dengaan

sempurna.. Hasil evaluasi preparat jaringan tidak sobek, tidak tergores,

tidak pecah, pewarnaan cukup, tidak ada bagian jaringan yang hilang, dan

tidak terdapat spot hitam pada preparat jaringan. Kriteria eksklusi berupa

spesimen organ ginjal yang terkontaminasi bahan kimia lain. (Indrawati,

2017)

C. Variabel Penelitian

1. Variabel

a. Variabel bebas : dosis bertingkat ekstrak etanol daun kemangi (175,

350, dan 700 mg/kgBB)

b. Variabel Terikat : skor cedera tubulus ginjal.

2. Definisi operasional

a. Ekstrak etanol daun kemangi

Ekstrak etanol daun kemangi merupakan daun kemangi spesies

Ocimum basilicum Linn yang diekstrak dengan metode maserasi

32
menggunakan pelarut etanol 96% yang didapat dari PT. Lansida

Yogyakarta.

b. Monosodium glutamate (MSG)

MSG dengan rumus molekul C5H8NNaO4 M=187.13 g/mol. Sediaan

MSG berupa bubuk kristal putih dengan LD50 19,9 g/kgBB (Inuwa et

al., 2011).

c. Skor cedera tubulus ginjal

Skor cedera tubulus ginjal adalah penghitungan berdasarkan

penilaian terhadap penampakan histopatologi ginjal yang telah

mendapatkan pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (HE) pada daerah

corticomedullary junction. Data yang diperoleh berupa skor cedera

tubulus ginjal digolongkan dari 0 sampai 4 (0 = normal, 1 = cedera

tubulus <25% lapang pandang, 2 = cedera tubulus melibatkan 25%-

50% lapang pandang, 3 = cedera tubulus melibatkan >50%-75%

lapang pandang, 4 = cedera tubulus melibatkan >75% lapang

pandang). Penghitungan skor tersebut berdasarkan pada adanya area

inflamasi, atrofi tubulus, hilangnya brush border pada tubulus

proksimal ginjal, dan dilatasi dengan pembentukan cast.

D. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

a. Alas nekropsi

b. Alumunium foil

33
c. Cetakan parafin

d. Cover slips Menzel-Glazer®

e. Gelas beker 250 cc dan 500 cc (Pyrex®)

f. Gunting lurus

g. Gunting bengkok

h. Handscoon

i. Jarum fiksator

j. Label

k. Masker

l. Mikroskop cahaya Leica DM 500

m. Microscope slides (Sail Brand®; Cat. No. 7101)

n. Microtom Nanolytik (X. Actcut 4050®)

o. Oven

p. Pinset anatomis

q. Pinset chirurgis

r. Scalpel

s. Tissue Flotation Bath (Thermo® 3120059 250W)

t. Tissue Tek Processor

u. Wadah penyimpan organ

2. Bahan

a. Spesimen

Spesimen yang digunakan adalah organ ginjal tikus putih galur

wistar (Rattus norvegicus) yang disimpan sebagai Bahan Biologi

Tersimpan (BBT) dalam bentuk blok parafin. Jumlah spesimen

34
disesuaikan dengan penghitungan sampel yaitu berjumlah 6 untuk 4

kelompok.

Bahan biologi berasal dari tikus yang telah diinduksi MSG dan

mendapatkan perlakuan berupa pemberian ekstrak etanol daun

kemangi dengan dosis 135, 350, dan 700 mg/kgBB yang berjumlah

28 ekor.

b. Bahan kimia

1) Air

2) Alkohol 80%

3) Alkohol 96%

4) Alkohol asam 1%

5) Entelan

6) Eosin

7) Hematoksilin

8) Larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%

9) Larutan NaCl 0,9% (Otsu-NS®)

10) Parafin

11) Xylol

E. Langkah Penelitian

1. Mengajukan persetujuan etik penelitian

35
Mengajukan persetujuan etik untuk dilakukannya penelitian kepada

Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Purwokerto.

2. Pembagian kelompok hewan coba

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok,

masing-masing terdiri dari 6 (empat) ekor hewan coba. Kelompok tersebut

adalah:

a. K+ : Kelompok kontrol positif, dengan pemberian MSG 1,6

g/kgBB secara oral selama 14 hari.

b. K1 : Kelompok perlakuan pertama, dengan pemberian MSG

1,6 g/hari secara oral dan setelah 1 jam di berikan ekstrak

etanol daun kemangi 135 mg/kgBB secara oral selama 14

hari.

c. K2 : Kelompok perlakuan pertama, dengan pemberian MSG 1,6

g/hari secara oral dan setelah 1 jam di berikan ekstrak

etanol daun kemangi 350 mg/kgBB secara oral selama 14

hari.

c. K3 : Kelompok perlakuan pertama, dengan pemberian MSG 1,6

g/hari secara oral dan setelah 1 jam di berikan ekstrak

etanol daun kemangi 700 mg/kgBB secara oral selama 14

hari.

3. Terminasi hewan coba

36
Untuk terminasi hewan coba pada penelitian ini dilakukan

menggunakan metode cervical dislocation yang telah di anastesi terlebih

dahulu. Cervical dislocation dilakukan dengan cara meletakan ibu jari dan

jari telunjuk pada kedua sisi leher di dasar tengkorak atau batang lalu

ditekan ke dasar tengkorak. Tangan yang lain ditempatkan pada pangkal

ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga terjadi pemisahan

antara tengkorak dan tulang leher (Leary et al., 2013).

4. Nekropsi dan Pengawetan BBT

Dilakukan diseksi tikus dengan cara memnuka dinding abdomen

sampai kavum toraks. Dilakukan pengambilan ginjal dengan cara

memotong pada bagian hilum renalis, kemudian membersihkan kapsula

renalisnya. Ginjal difiksasi ke dalam tabung yang berisi larutan Buffered

Neutral Formalin (BNF) 10% dalam wadah penyimpanan untuk

pembuatan preparat.

5. Pembuatan Preparat Histologi

Pembuatan preparat histologi hepar mencit dilakukan menggunakan

metode pewarnaan H&E. Jaringan hepar pada mencit dipotong dengan

ketebalan ± 2-3 mm, kemudian akan dimasukkan ke dalam kaset histologi

dan direndam terlebih dahulu dalam larutan formalin 10%. Setelah itu,

jaringan hepar akan diproses dengan menggunakan Tissue Tex Processor,

setelah itu akan dilakukan pengeblokan menggunakan paraffin. Setelah

diblok menggunakan paraffin preparat akan diletakkan pada kaca objek,

37
kemudian preparat dimasukkan ke dalam oven selama 1-2 jam pada suhu

60-70°C.

Selanjutnya preparat akan dimasukkan ke dalam xylol sebanyak dua

kali, alkohol 96% empat kali dengan waktu masing-masing 3 menit,

setelah itu dicuci menggunakan air selama 10 menit. Kemudian dilakukan

pengecatan menggunakan hematoksilin pada preparat selama 15 menit,

setelah dilakukan pengecatan preparat akan dicuci menggunakan air

mengalir selama 15 menit, alkohol asam 1% dan dicuci dengan alkohol

80%, alkohol 96% sebanyak dua kali, dan dijernihkan menggunakan xylol.

Selanjutnya preparat akan ditutup menggunakan coverslip dengan entelan.

6. Pengamatan Preparat Histologi

Preparat histologis hati diamati dibawah mikroskop cahaya pada

daerah corticomedullary junction dengan perbesaran 400 kali. Data yang

diperoleh berupa skor cedera tubulus ginjal digolongkan dari 0 sampai 4

(0 = normal, 1 = cedera tubulus <25% lapang pandang, 2 = cedera tubulus

melibatkan 25%-50% lapang pandang, 3 = cedera tubulus melibatkan

>50%-75% lapang pandang, 4 = cedera tubulus melibatkan >75% lapang

pandang). Penghitungan skor tersebut berdasarkan pada adanya area

inflamasi, atrofi tubulus, hilangnya brush border pada tubulus proksimal

ginjal, dan dilatasi dengan pembentukan cast. Kemudian dibandingkan

skor cedera tubulus pada setiap kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan.

38
F. Alur Penelitian

Pengajuan etik untuk melakukan penelitian kepada


Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Purwokerto

Bahan Biologi Tersimpan (BBT) yang memenuhi


kriteria inklusi

Pembuatan preparat histopatologi


dengan pewarnaan hematoksilin & eosin

Pengamatan skor cedera tubulus di


bawah mikroskop

Pengolahan dan analisis data

39
G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan Uji Statistik. Uji

normalitas data yang digunakan yaitu Shapiro-Wilk. Data terdistribusi normal

apabila p>0,05. Jika data yang diperoleh terdistribusi normal, maka akan

dilakukan analisis data statistik menggunakan Uji One-way ANOVA dengan

post-hoc Bonferroni untuk melihat perbandingan antara kelompok kontrol dan

perlakuan. Apabila data yang diperoleh tidak terdistribusi dengan normal maka

lakukan transformasi, analisis yang dilakukan bergantung pada sebaran dan

varian hasil transformasi. Apabila data yang diperoleh tidak terdistribusi

dengan normal maka akan dilakukan analisis non parametrik menggunakan Uji

Friedman dengan post-hoc Wilcoxon. Data statistik signifikan pada p<0,05.

(Dahlan, 2014)

40
H. Jadwal Penelitian

N Uraian Juli Agusrus September Oktober


o M M M M M M M M M M M M M M M M
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perencanaan
konsep dan
pembuatan
proposal
2 Pengajuan
izin
penelitian ke
komisi etik
3 Implementas
i dan
pelaksanaan
penelitian
4 Analisis dan
pembuatan
laporan hasil
penelitian
5 Penyampaian
progress
report
6 Persiapan
naskah
publikasi
7 Seminar hasil
8 Publikasi

41
DAFTAR PUSTAKA

Alfred L. George, J. and Neilson, E. G. (2013) Biologi Dasar Ginjal, in Harrison :


Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, pp. 2–11.
Ali, A. et al. (2017) Effects of Ocimum basilicum extract on hematological and
serum profile of male albino mice after AlCl 3 induced toxicity, 6(2), pp.
505–510.
Campbell, A. (2014) Monosodium Glutamate (MSG), in Encyclopedia of
Toxicology: Third Edition, pp. 391–392.
Cao, Q., Wang, Y. and Harris, D. C. H. (2014) Macrophage heterogeneity,
phenotypes, and roles in renal fibrosis, Kidney International Supplements,
4(1), pp. 16–19.
Contini, M. del C. et al. (2017) Adverse effects in kidney function, antioxidant
systems and histopathology in rats receiving monosodium glutamate diet,
Experimental and Toxicologic Pathology.
Dahlan, M. S. (2014) Uji One Way ANOVA (Uji Hipotesis Komperatif Numerik
Lebih dari Dua Kelompok Tidak Berpasangan Berdistribusi Normal), in
Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan
Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS, pp. 110–111.
Delima, D. et al. (2017) Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus Kontrol
di Empat Rumah Sakit di Jakarta Tahun 2014, Buletin Penelitian Kesehatan,
45(1), pp. 17–26.
Depkes RI (2008) Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit, pp. 1–56.
Dinis-Oliveira, R. J., Vieira, D. N. and Magalhães, T. (2016) Guidelines for
Collection of Biological Samples for Clinical and Forensic Toxicological
Analysis, Forensic Sciences Research. Taylor & Francis, 1(1), pp. 42–51.
Duffield, J. S. (2014) Cellular and molecular mechanisms in kidney fibrosis, The
Journal of clinical investigation, 124(6), pp. 2299–2306.
Eddy, A. a (2014) Overview of the cellular and molecular basis of kidney fibrosis,
Kidney international supplements. Nature Publishing Group, 4(1), pp. 2–8.
Eroschenko, V. P. (2016) Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.
Edited by Y. J. Suyono et al.
Guyton, L. et al. (2014) Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology, Igarss
2014.
Harris, R. C. and Neilson, E. G. (2013) Adaptasi Ginjal terhadap Cedera Ginjal, in

42
Harrison : Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, pp. 12–19.
Henry-Unaeze, H. N. (2017) Update on food safety of monosodium L-glutamate
(MSG), Pathophysiology, pp. 243–249.

Hill, N. R. et al. (2016) Global Prevalence of Chronic Kidney Disease – A


Systematic Review and Meta-Analysis, Plosone, pp. 1–18.
Indrawati, A. (2017) Teknik Pembuatan dan Evaluasi Preparat Histologi dengan
Pewarnaan Hematoksilin Eosin di Laboratorium Histologi dan Biologi Sel
Fakultas Kedokteran UGM dan National Laboratory Animal Center (NLAC)
Mahidol University, (c), pp. 1–4.
Inuwa, H. M. et al. (2011) Determination of Nephrotoxicity and Hepatoxicity of
Monosodium Glutamate ( MSG ) Consumption, British Journal of
Pharmacology and Toxicology, 2(3), pp. 148–153.
Ismawan, B. (2016) Herbal Indonesia Bukti Ilmiah & Racikan. Depok: PT Trubus
Swadaya.
Jiang, Y. et al. (2016) Regulation of Floral Terpenoid Emission and Biosynthesis
in Sweet Basil (Ocimum basilicum), Journal of Plant Growth Regulation,
35(4), pp. 921–935.
Joncquel-Chevalier Curt, M. et al. (2015) Creatine biosynthesis and transport in
health and disease, Biochimie. Elsevier Ltd, 119, pp. 146–165.
Junqueira and Carneiro (2013) Histologia Básica - Junqueira 12aed parte 1,
Journal of Chemical Information and Modeling.
Junqueira and Carneiro (2014) Histologi Dasar : Teks & Atlas, Histologi Dasar
JUNQUEIRA Teks & Atlas.
Kamata, M. et al. (2015) Role of cyclooxygenase-2 in the development of
interstitial fibrosis in kidneys following unilateral ureteral obstruction in
mice, Biomedicine & Pharmacotherapy, 70, pp. 174–180.
Khair-ul-Bariyah, S., Ahmed, D. and Ikram, M. (2012) Ocimum Basilicum: A
Review on Phytochemical and Pharmacological Studies, Pakistan Journal of
Chemistry, 2(2), pp. 78–85.
Larasati, D. and Apriliana, E. (2016) Efek Potensial Daun Kemangi (Ocimum
basilicum L.) sebagai Pemanfaatan Hand Sanitizer, Majority, 5, pp. 124–129.
Lathifah, A. U. (2016) Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Usia
Dewasa Muda Di RSUD Dr. Moewardi, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,
1(3), pp. 1–12.

43
Maluly, H. D. B., Arisseto-Bragotto, A. P. and Reyes, F. G. R. (2017) Monosodium
glutamate as a tool to reduce sodium in foodstuffs: Technological and safety
aspects, Food Science and Nutrition, 5(6), pp. 1039–1048.
Maula, I. F. (2014) Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jtropha
curcas L.) pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara in vivo.
McInnes, E. F. (2014) Wistar and Sprague-Dawley rats, Background Lesions in
Laboratory Animals. Elsevier Ltd.
Meng et al. (2015) TGF-Î2/Smad signaling in renal fibrosis, Frontiers in
Physiology, 6.
Muharani, E. (2016) Pengaruh Pemberian MSG (Monosodium Glutamate) pada
Tikus Sprague-Dowley Betina Usia Reproduktif selama 2 minggu terhadap
Kadar Enzim Penanda Kerusakan Sel Hati.
Paulsen, F. et al. (2015) Sobotta Lehrbuch Anatomie, Sobotta.
Pedro, A. C. et al. (2016) Extraction of bioactive compounds and free radical
scavenging activity of purple basil ( Ocimum basilicum L .) leaf extracts as
affected by temperature and time, 88, pp. 1–14.
PERNEFRI (2015) Report of Indonesian Renal Registry: Program Indonesian
Renal Regestry (IRR), Indonesian Renal Registry.
Price, S. and Wilson, L. (2015) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6.
Putra, R. A. N., Arfian, N. and Budiharjo, S. (2017) Pengaruh Pemberian Vitamin
D Aktif pada Mencit Jantan dengan Unilateral Ureteral Obstruction, Kajian
terhadap Cedera Tubulus, Jumlah Makrofag M1 & M2, serta Jumlah
Myofibroblast, pp. 1–3.
Putri, G. S. S. (2018) Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum basilicum)
terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin pada Tikus Putih Galur Wistar (Rattus
norvegicus strain Wistar) yang Diinduksi Monosodium Glutamate (MSG),
[Skripsi] Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Purwokerto. pp. 1–76.
Rennke, H. G. and Denker, B. M. (2014) Renal Pathophysiology : The Essential.
Fourth. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Riskesdas (2013) Riset Kesehatan Dasar 2013, Riset Kesehatan Dasar.
Rodrigues, L. B. et al. (2016) Anti-inflammatory activity of the essential oil
obtained from Ocimum basilicum complexed with β-cyclodextrin (β-CD) in
mice, Food and Chemical Toxicology. Elsevier Ltd.
Sadler T. W. (2015) Langmans Medical Embryology. Wolters Kluwer.

44
Sari, Y. E. S. (2018) Gambaran Histologi Ginjal Tikus Wistar Yang Terpapar MSG
Setelah Perlakuan Diberikan Jus Tomat Dan Diberhentikan Perlakuan Saja,
1(2), pp. 62–69.
Sharma, A. et al. (2014) Proteomic analysis of kidney in rats chronically exposed
to monosodium glutamate, PloS one, 9(12), p. e116233.
Sharma, A. (2015) Monosodium glutamate-induced oxidative kidney damage and
possible mechanisms: A mini-review, Journal of Biomedical Science. Journal
of Biomedical Science, 22(1), pp. 1–6.
Sherwood, L. (2014) Fisiologi manusia : dari sel ke sistem edisi 8, in Polish Journal
of Surgery, pp. 675–693.
Sudoyo, A. W. et al. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2, Interna
Publishing.
Teofilović, B. et al. (2017) Experimental and chemometric study of antioxidant
capacity of basil (Ocimum basilicum) extracts, Industrial Crops and
Products, 100, pp. 176–182.
Tortora, G. J. and Derrickson, B. (2014) Principles of Anatomy and Physiology,
Wiley.
Ugur I, C. et al. (2016) The Effects of Monosodium Glutamate and Tannic Acid on
Adult Rats, Iran Red.Crescent.Med.J., 18(2074–1804 (Print)), p. e37912.
Varga, F. et al. (2017) Morphological and biochemical intraspecific
characterization of Ocimum basilicum L., Industrial Crops and Products.
Vaught, J. B. and Henderson, M. K. (2011) Biological sample collection,
processing, storage and information management., IARC scientific
publications, (163), pp. 23–42.
Vincent, A., Trianto, H. F. and Ilmiawan, M. I. (2014) Pengaruh Pajanan
Monosodium Glutamat terhadap Histologi Duodenum Tikus Putih, pp. 1–7.
Widyalita, E., Sirajuddin, S. and Zakaria (2014) Analysis of Monosodium
Glutamate ( MSG ) in Street Food at SD Lariangbangi Complex in Makassar,
pp. 1–8.
Yu, A. S. L. and Brenner, B. M. (2013) Penyakit Tubulointerstisial Ginjal, in
Harrison : Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, pp. 182–187.

45

You might also like