You are on page 1of 12

Laporan pendahuluhan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan HUMAN

IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) di ruang teratai RSUD Bangil


Pasuruan

Oleh :
WAYAN SUPI ANDILA
2018611101

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2019
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
A. DEFINISI
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) diartikan sebagai bentuk paling berat
dari keadaan sakit terus-menerus yang berkaitan dengan infeksi human immunodeficiency
virus (HIV) (Smeltzer & Barre, 2001).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar
seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh
ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus famili
ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus
mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi
genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri,
informasi genetik virus juga ikut diturunkan.
Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti
sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat
terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target
utama HIV.22 HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara
tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi
dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen.
Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam
flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi
(perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini,
tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta
test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela
(window periode). Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala.
Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah
CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-
100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS
adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/μl. Dalam tubuh ODHA
(Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu
kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang
terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua
orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan
penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan
sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan
gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan, demam lama, pembesaran
kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dll. Virus HIV ini yang telah
berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel,
terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit
pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi
pada sel mikroglia di otak adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis.
Penularan HIV / AIDS dapat terjadi melalui cara sebagai berikut :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
3. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.
4. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan luka
yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai
orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut dapat menularkan HIV karena terjadi
kontak darah.
5. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi saat:
a) Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
b) Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah ibu atau
cairan vagina
c) Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul sesuai dengan tahap-tahap perkembangan virus HIV.
Gejala ini, sesuai dengan menurunnya tingkat CD4 di peredaran darah perifer dan Makin
melemahnya tingkat imunitas tubuh. Penyakit di timbulkan akan lebih sulit diatasi jika
sebelumnya penderita tersebut dan diperparah oleh HIV.
Stadium perkembangan virus ada 5 fase yaitu:
1. Periode jendela
Berlangsung selama 4 minggu-6 bulan setelah infeksi, tidak terdapat gejala, hasil rapid
test (-).
2. Fase infeksi primer akut
Berlangsung selama 1-2 minggu dengan gejala seperti flu. Hasil rapod test (-).
3. Infeksi Asimptomatik
Berlangsung selama 1-15 tahun/lebih dengan tidak ada gejala. Hasil rapid test (+).
4. Supresi Imun simptomatik
Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB turun, diare, neuropati,
lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. Periode AIDS
Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama ditegakkan.Sedangkan
dari kriteria mayor dan minor, manifestasi HIV adalah sebagai berikut:
Gejala mayor :
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b) Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c) Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
d) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
e) Demensia/ensefalopati HIV.
Gejala minor:
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b) Dermatitis generalisata yang gatal.
c) Herpes Zoster multisegmental dan atau berulang.
d) Kandidiasis orofaringeal.
e) Herpes simpleks kronis progresif.
f) Limfadenopati generalisata.
g) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

D. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV).
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi,
dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi opportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru PCP
dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
b. Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat
menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita
AIDS.
c. Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
d. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ
lain diluar paru.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan
sepsis.
6. Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.

E. PENATALAKSANAAN
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah
antiretroviral dan infeksi oportunistik. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan
dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut
ketentuannya:
a. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam
kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihat
jumlah limfosit CD4+.
b. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel /
mm3.
c. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.
d. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih
dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
e. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat
ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan dan
kerugianya masing – masing. Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya
digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC), dengan
nevirapin (NVP).
a. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna
menghambat perkembangbiakan virus. Obat-obat antiretrovirus yang diunakan adalah:
1) Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase inhibitor
atau NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini menghambat bahan
genetik HIV dipakai untuk membuat DNA dari RNA. Obat dalam golongan ini yang
disetujui di AS dan masih dibuat adalah:
1) 3TC (lamivudine)
2) Abacavir (ABC)
3) AZT (ZDV, zidovudine)
4) d4T (stavudine)
5) ddI (didanosine)
6) Emtricitabine (FTC)
7) Tenofovir (TDF; analog nukleotida)
2) Golongan obat lain menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup HIV, tetapi
dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau
NNRTI. Empat NNRTI disetujui di AS:
a) Delavirdine (DLV)
b) Efavirenz (EFV)
c) Etravirine (ETV)
d) Nevirapine (NVP)
3) Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI). Obat golongan ini menghambat
langkah kesepuluh, yaitu virus baru dipotong menjadi potongan khusus. Sembilan PI
disetujui dan masih dibuat di AS:
a) Atazanavir (ATV)
b) Darunavir (DRV)
c) Fosamprenavir (FPV)
d) Indinavir (IDV)
e) Lopinavir (LPV)
f) Nelfinavir (NFV)
g) Ritonavir (RTV)
h) Saquinavir (SQV)
4) Golongan ARV keempat adalah entry inhibitor. Obat golongan ini mencegah
pemasukan HIV ke dalam sel dengan menghambat langkah kedua dari siklus
hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:
a) Enfuvirtide (T-20)
b) Maraviroc (MVC)
5) Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan ini mencegah
pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan menghambat langkah
kelima dari siklus hidupnya. Obat INI pertama adalah:
 Raltegravir (RGV)
b. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang mungkin
didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah. Sedangkan obat yang
bersifat infeksi oportunistik adalah Aerosol Pentamidine, Ganciclovir, Foscamet.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Serologis
 Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan positif
HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering digunakan
karena paling efektif dan efisien waktu.
 ELISA
The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) mengidentifikasi antibodi yang
secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan
diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan seseorang pernah terinfeksi oleh
HIV. Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut dengan orang
yang seropositif.
 Western blot
Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat
ELISA.
 PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
 P24 ( Protein Pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun :
 Limfosit
Penurunan limfosit plasma <1200.
 Leukosit
Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.
 CD4 menurun <200
 Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( CD8 ke
CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
 Albumin
ASUHAN KEPERAWATAN TB DENGAN HIV

A. Pengkajian Data Fokus


1) Identitas : HIV terjadi pada usia produktif (15-40 thn). Pria lebih banyak daripada
wanita dan anak.
2) Riwayat penyakit : berisiko atau tidak untuk HIV/AIDS. Untuk TB menanyakan batuk
sejak kapan, ada sesak nafas, nyeri dada
3) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : apakah pasien nampak sakit berat, lemah kurus dan pucat.
 Breath
- Sesak nafas
- Batuk > 3 minggu
- Nyeri pleuritis
- RR meningkat
- Ronchi
 Blood
- Takikardhi, irreguler
- CRT > 3 detik, pucat, sianosis
- Tekanan darah normal / menurun
 Brain
- nyeri kepala
- kelemahan umum
- perubahan kesadaran
 Bladder: tidak ada perubahan (jumlah, warna)
 Bowel
- ada penurunan selera makan
- mual muntah
 Bone: adakah kelemahan, turgor kulit berubah, akral dingin, sianosis
4) Psiko-sosio-spiritual
Faktor stress :
- Kehilangan dukungan keluarga
- Hubungan dengan orang lain
- Penghasilan
- Gaya hidup
- Distress spiritual
B. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Pola nafas tidak efektif
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
4) Gangguan pertukaran gas
5) Intoleransi aktivitas
6) Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur
7) Ansietas
8) Gangguan rasa nyaman (nyeri)

C. Implementasi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan sekret
Tujuan : Jalan nafas bersih
KH : tidak ada suara nafas tambahan, RR 16-20 kali, klien dapat mengeluarkan
sekret
Intervensi :
 Kaji frek/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
 Auskultasi area paru
 Lakukan fisioterapi nafas (vibrasi) dan postural drainage
 Ajarkan klien cara bentuk efektif
 Kolaborasi pemberian mukolitik

2) Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan jaringan paru


Tujuan : Fungsi pernafasan normal
KH :pernafasan dalam batas normal, RR 16 - 20 kali, tidak ada retraksi otot bantu
nafas
Intervensi :
 Observasi status penafasan : Frek. nafas, dan kedalaman
 Posisikan klien untuk ventilasi yang maksimal yaitu posisi semi flower
 Tingkatkan istirahat dan tidur
 Berikan O2 sesuai kebutuhan
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
3) Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan intake
inadekuat
Tujuan : mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metaboliknya
Kriteria hasil :
- pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat
- serum albumin dan protein dalam batas normal,
- menghabiskan porsi yang disiapkan,
- tidak nyeri saat menelan
Intervensi :
 Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
 Monitor intake dan ouput
 Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.
 Anjurkan oral hygiene sebelum makan.
 Anjurkan untuk beri makanan ringan sedikit tapi sering.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.2000.Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta:EGC.

Doenges at al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta:EGC

Ishmayana, Safri. 2005. Adakah Obat HIV?AIDS saat ini?. http://www.chem-is-


try.org/artikel_kimia/berita

Komisi Penanggulangan AIDS Banyumas. 2008. Info Dasar HIV.


http://www.http://nursingcorner.com

Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Jakarta:EGC

Wilkinson, M. Judith. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi-7. Jakarta :EGC.

You might also like