Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
WAYAN SUPI ANDILA
2018611101
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul sesuai dengan tahap-tahap perkembangan virus HIV.
Gejala ini, sesuai dengan menurunnya tingkat CD4 di peredaran darah perifer dan Makin
melemahnya tingkat imunitas tubuh. Penyakit di timbulkan akan lebih sulit diatasi jika
sebelumnya penderita tersebut dan diperparah oleh HIV.
Stadium perkembangan virus ada 5 fase yaitu:
1. Periode jendela
Berlangsung selama 4 minggu-6 bulan setelah infeksi, tidak terdapat gejala, hasil rapid
test (-).
2. Fase infeksi primer akut
Berlangsung selama 1-2 minggu dengan gejala seperti flu. Hasil rapod test (-).
3. Infeksi Asimptomatik
Berlangsung selama 1-15 tahun/lebih dengan tidak ada gejala. Hasil rapid test (+).
4. Supresi Imun simptomatik
Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB turun, diare, neuropati,
lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. Periode AIDS
Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama ditegakkan.Sedangkan
dari kriteria mayor dan minor, manifestasi HIV adalah sebagai berikut:
Gejala mayor :
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b) Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c) Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
d) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
e) Demensia/ensefalopati HIV.
Gejala minor:
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b) Dermatitis generalisata yang gatal.
c) Herpes Zoster multisegmental dan atau berulang.
d) Kandidiasis orofaringeal.
e) Herpes simpleks kronis progresif.
f) Limfadenopati generalisata.
g) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
D. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV).
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi,
dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi opportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru PCP
dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
b. Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat
menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita
AIDS.
c. Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
d. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ
lain diluar paru.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan
sepsis.
6. Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.
E. PENATALAKSANAAN
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah
antiretroviral dan infeksi oportunistik. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan
dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut
ketentuannya:
a. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam
kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihat
jumlah limfosit CD4+.
b. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel /
mm3.
c. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.
d. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih
dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
e. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat
ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan dan
kerugianya masing – masing. Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya
digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC), dengan
nevirapin (NVP).
a. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna
menghambat perkembangbiakan virus. Obat-obat antiretrovirus yang diunakan adalah:
1) Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase inhibitor
atau NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini menghambat bahan
genetik HIV dipakai untuk membuat DNA dari RNA. Obat dalam golongan ini yang
disetujui di AS dan masih dibuat adalah:
1) 3TC (lamivudine)
2) Abacavir (ABC)
3) AZT (ZDV, zidovudine)
4) d4T (stavudine)
5) ddI (didanosine)
6) Emtricitabine (FTC)
7) Tenofovir (TDF; analog nukleotida)
2) Golongan obat lain menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup HIV, tetapi
dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau
NNRTI. Empat NNRTI disetujui di AS:
a) Delavirdine (DLV)
b) Efavirenz (EFV)
c) Etravirine (ETV)
d) Nevirapine (NVP)
3) Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI). Obat golongan ini menghambat
langkah kesepuluh, yaitu virus baru dipotong menjadi potongan khusus. Sembilan PI
disetujui dan masih dibuat di AS:
a) Atazanavir (ATV)
b) Darunavir (DRV)
c) Fosamprenavir (FPV)
d) Indinavir (IDV)
e) Lopinavir (LPV)
f) Nelfinavir (NFV)
g) Ritonavir (RTV)
h) Saquinavir (SQV)
4) Golongan ARV keempat adalah entry inhibitor. Obat golongan ini mencegah
pemasukan HIV ke dalam sel dengan menghambat langkah kedua dari siklus
hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:
a) Enfuvirtide (T-20)
b) Maraviroc (MVC)
5) Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan ini mencegah
pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan menghambat langkah
kelima dari siklus hidupnya. Obat INI pertama adalah:
Raltegravir (RGV)
b. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang mungkin
didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah. Sedangkan obat yang
bersifat infeksi oportunistik adalah Aerosol Pentamidine, Ganciclovir, Foscamet.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Serologis
Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan positif
HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering digunakan
karena paling efektif dan efisien waktu.
ELISA
The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) mengidentifikasi antibodi yang
secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan
diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan seseorang pernah terinfeksi oleh
HIV. Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut dengan orang
yang seropositif.
Western blot
Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat
ELISA.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
P24 ( Protein Pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun :
Limfosit
Penurunan limfosit plasma <1200.
Leukosit
Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.
CD4 menurun <200
Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( CD8 ke
CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
Albumin
ASUHAN KEPERAWATAN TB DENGAN HIV
C. Implementasi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan sekret
Tujuan : Jalan nafas bersih
KH : tidak ada suara nafas tambahan, RR 16-20 kali, klien dapat mengeluarkan
sekret
Intervensi :
Kaji frek/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Auskultasi area paru
Lakukan fisioterapi nafas (vibrasi) dan postural drainage
Ajarkan klien cara bentuk efektif
Kolaborasi pemberian mukolitik
Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Jakarta:EGC
Wilkinson, M. Judith. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi-7. Jakarta :EGC.