You are on page 1of 34

Ketuban Pecah Sebelum Waktunya dan

Sepsis
Tujuan

– Definisi KPSW
– Diagnosis (deteksi cairan ketuban dan
prediksi mulainya persalinan)
– Penatalaksanaan pada preterm dan aterm
Definisi
Ketuban Pecah Prematur
(Premature Rupture of Membrane/PROM)
– Pecahnya ketuban sebelum persalinan dimulai
• preterm < 37 minggu (PPROM)
• term ≥ 37 minggu (TPROM)

Ketuban Pecah Dini


(Early Rupture of Membrane/ERM)
– Pecahnya ketuban saat persalinan belum masuk
fase aktif kala I persalinan (pembukaan serviks < 4
cm)
Definition
The American College of Obstetrician & Gynecologist

• Premature rupture of the membranes is


defined as spontaneous membrane rupture
that occurs before the onset of labor.
• When spontaneous membrane rupture occurs
before 37 weeks’ gestation, it is referred to as
preterm PROM.
• The term “latency” refers to the time from
membrane rupture to the onset of delivery.
• Early Rupture of Membrane (EROM) defined
as ROM at a cervical dilatation < 4 cm during
labor;
• Late Ruptures of Membrane (LROM) defines
as ROM at a cervical dilatation ≥ 4 cm during
labor
• Early ROM occurred in 43% and the overall cesarean
section rate was 15.8% due to failure to progress
than did those with “late ROM”
Periode laten
– waktu yang dimulai sejak pecahnya membran sampai
dimulainya persalinan
– makin muda usia kehamilan makin lama periode
laten
– pada kehamilan aterm 90% persalinan akan terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah
– pada kehamilan 28-34 minggu
– 50% bersalin dalam waktu 24 jam
– 80-90% bersalin dalam waktu 1 minggu
Penyebab ketuban pecah dini

– Idiopatik
– sosioekonomi rendah/gangguan nutrisi
– infeksi (vaginosis bakterial) termasuk IMS
– Distensi uterus (polihidramnion, kehamilan ganda)
– inkompetensi servik
– anomali uterin
– pemasangan cerclage pada servik/amniosentesis
– trauma
– perokok
Predisposing factors
Brian M. Mercer, MD
(HIGH-RISK PREGNANCY SERIES: AN EXPERT’S VIEW)

• Premature rupture of membranes is multifactorial


in nature.
• In any given patient, one or more
pathophysiologic processes may be evident.
• Choriodecidual infection or inflammation appears
to play an important role in etiology of preterm
PROM, especially at early gestational ages
• Decreased membrane collagen content has
been demonstrated in the setting of preterm
PROM and with increasing gestational age.

• In support of this, increases in amniotic fluid


matrix metalloproteases (1, 8, and 9) as well as
decreases in tissue inhibitors of matrix
metalloproteases (1 and 2) have been identified
among women with preterm PROM.
Diagnosis Ketuban Pecah Dini

– riwayat persalinan sebelumnya


– pemeriksaan dengan spekulum steril (hindari
pemeriksaan digital)
– gunakan peralatan steril/DTT
– hisap cairan yang terkumpul di fornik posterior
– perhatikan apakah cairan keluar melalui kanalis servikalis
– Lakukan pemeriksaan:
– pH cairan (nitrazine test) – tidak spesifik
– ferning test - gambaran daun pakis
– lakukan bilasan (antiseptik) vagina setelah pengambilan
spesimen cairan
– USG-normal bila jumlah cairan cukup (back water)
Komplikasi Ketuban Pecah Dini
– Infeksi fetus/neonatus
– Infeksi ibu
– Kompresi atau prolaps tali pusat
– Gagal induksi dan diikuti oleh SC

Komplikasi Ketuban Pecah Prematur pada


Kehamilan Aterm
– Infeksi/sepsis
– Partus kering (dry labor)
Komplikasi Ketuban Pecah pada kehamilan preterm

– persalinan dan kelahiran preterm


– infeksi fetus/neonatus
– infeksi ibu
– prolaps dan kompresi tali pusat
– gagal induksi dan diikuti oleh SC
– hipoplasia paru (oligohidramnion berat )/respiratory
distress syndrome
– deformitas pada fetus (amniotic band sydrome)
Figure 1. Survival by gestational age among live-born resuscitated infants.
Results of a community-based evaluation of 8523 deliveries, 1997–1998,
Shelby County, Tennessee. Curves smoothed by 2-point average.
Mercer. Treatment of Preterm PROM. Obstet Gynecol 2003.
Figure 2. Acute morbidity by gestational age among surviving infants.
Results of a community-based evaluation of 8523 deliveries, 1997–1998,
Shelby County, Tennessee. Curves smoothed by 2-point average.
Mercer. Treatment of Preterm PROM. Obstet Gynecol 2003.
Figure 3. Chronic morbidity by gestational age among surviving infants.
Results of a community-based evaluation of 8523 deliveries, 1997–1998,
Shelby County, Tennessee. Curves smoothed by 2-point average.
Mercer. Treatment of Preterm PROM. Obstet Gynecol 2003.
Manajemen Umum

– Nilai keadaan umum ibu dan kesejahteraan janin


(biophysic profile)
– Pastikan diagnosis KPD/KPP
– Nilai kondisi servik (inspekulo)
– Hindarkan pemeriksaan digital servik
– Waspadai kondisi yang perlu ditindak-lanjuti (mis.
kenaikan suhu atau takikardi pada fetus dan ibu)
– Nilai adanya indikasi untuk segera memulai persalinan
Early Detection

• A positive fetal fibronectin screen was also associated with


preterm PROM in multiparas.

• Nulliparas with a positive cervicovaginal fetal fibronectin and


a short cervix had a 16.7% risk of preterm birth due to
preterm PROM, whereas multiparas with a prior history, a
short cervix, and a positive fetal fibronectin had a 25% risk of
preterm PROM.

• Multiparas with all three risk factors had a 31-fold increased


risk of PROM with delivery before 35 weeks relative to those
without risk factors (25% versus 0.8%, P .001)
Manajemen pada kehamilan aterm ( > 37
minggu)

– Hindari periksa dalam


– Nilai adanya infeksi
– Beri antibiotik jika ada riwayat periksa dalam atau
manipulasi berlebihan dan ketuban pecah ≥ 24 jam
– Manajemen aktif (perhatikan kondisi serviks dan
pastikan ada informed choice & informed consent)
Manajemen pada kehamilan preterm (34-36
minggu)

– Hindari pemeriksaan dalam


– Steroid (Beta/Dexamethasone) antenatal hanya
untuk kasus tertentus saja (misalnya: Ibu DM)
– Antibiotika profilaksis intrapartum
– Pantau tanda-tanda infeksi secara klinis (nadi dan
temperatur tubuh ibu dan denyut jantung bayi)
– Pemberian antibiotik yang sesuai bila terjadi
korioamnionitis
Manajemen pada preterm (<34 minggu)

– Hindari pemeriksaan dalam


– Steroid antenatal (Beta/Dexamethasone)
– Pemberian antibiotik antepartum dan intrapartum
(profilaksis atau terapi amnionitis)
– Pantau tanda-tanda infeksi secara klinis (temperatur
dan nadi ibu, denyut jantung janin, dan kontraksi
iritabilitas uterus)
– Pertimbangkan untuk merujuk ke fasilitas rujukan
yang lebih memadai jika fasilitas setempat tidak
lengkap
– Perawatan ekspektatif (waspadai amniotic band
syndrome)
Antibiotik yang dianjurkan:

Triple drugs (Ampisilin 3 X 1G + Gentamycin 2 x 80 mg +


Metronidazole 2 x 1 G atau Klindamisin 3 x 600 mg)
atau
Ceftriaxone 1 G & lanjutkan 2 x 500 mg + Klindamisin 3 x 600 mg
atau
Amoksilin + Asam Klavulanat 3 X 500 mg dan Azythromycine 1 X
500 mg

Ibu hamil dengan korioamnionitis membutuhkan antibiotik spektrum


luas !!!
Sepsis Puerpuralis

Penyebab kematian Ibu yang dapat dicegah sejak


inpartu hingga nifas
Tujuan

Tujuan Umum
• Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu
melakukan stabilisasi kondisi gawatdarurat dan
menatalaksana sepsis puerperalis

Tujuan Khusus
• Menjelaskan beberapa penyebab infeksi nifas
• Menjelaskan rencana terapi sepsis akibat metritis
• Melakukan praktik pemberian infus dan antibiotik pada
sepsis karena metritis
Masalah

• ENMMS 2000 : sepsis berkontribusi untuk 10%


penyebab kematian langsung obstetri dan 8% dari
semua kematian ibu.

• MMR akibat sepsis adalah 7/100.000 dan 93% kasus


ditata-laksana oleh tenaga kesehatan sebelum
meninggal.

• Pelayanan sub-standar oleh:


– dokter spesialis obstetri dan bidan (berkontribusi terhadap 38%
kematian yang disebabkan oleh sepsis)
– dukun paraji (sekitar 90% akibat manipulasi berlebihan)
Definisi

• Sepsis puerperium adalah kelanjutan dari septikemia yang terkait


dengan infeksi saluran reproduksi yang terjadi setelah pecah
ketuban, selama intrapartum dan masa nifas hingga 42 hari setelah
persalinan atau 2 minggu pascakeguguran.
• Selain demam, dapat terjadi satu atau beberapa tanda sbb:
– Nyeri panggul atau nyeri tekan uterus
– Lokia serosanguinea atau purulernta
– Cairan berbau (busuk)
– Sub-involusi uterus

• Demam didefinisikan sebagai suhu oral > 38°C yang diukur pada
dua waktu di luar 24 jam pasca persalinan, atau suhu ≥ 38,5°C pada
saat apapun.
Faktor Predisposisi

Antenatal
• Anemia, uremia, hiperglikemia tidak terkendali
• Obat imunosupresi dan/atau imunokompromi
• Infeksi traktus genitalis sebelum persalinan dimulai

Intranatal
• Penatalaksanaan persalinan yang tidak higienis
• KPSW
• Periksa dalam berulang kali
• Persalinan operatif
• Plasenta manual
• Laserasi vagina
Diagnosis

Anamnesis

• Ada faktor predisposisi (risiko)


• Tatalaksana persalinan
• Keadaan umum dan lamanya demam
• Jumlah, warna dan bau lokia
• Respirasi: batuk dan ekspektorasi
• Miksi: frekuensi meningkat dan disuria
Pemeriksaan

Pemeriksaan umum
• Melakukan pemeriksaan klinis untuk menilai kondisi
umum pasien dan stabilitasi hemodinamiknya
termasuk nadi, tekanan darah, suhu dan diuresis.
• Perhatikan adanya anemia atau ikterus.

Pemeriksaan Abdomen
• Distensi dan nyeri regio uterus
• Massa pelvio-abdominal
• Tanda peritonitis: nyeri saat meregangkan dan jika
ada tekanan pada dinding abdomen
Pemeriksaan setempat

• Inspeksi genitalia eksterna dan perineum untuk


mengetahui adanya infeksi robekan jalan lahir, luka
episiotomi, pengeluaran lokia dan pus per vaginam.

• Subinvolusi dan nyeri tekan uterus (palpasi abdomen


atau pemeriksaan bimanual).
Penyebab sepsis pascapersalinan

umumnya bakteri gram-negatif (mis. E. Coli) atau gram-


positif (staphylococci khususnya MRSA, anaerobic
streptococci, clostridium)

– endotoksin dinding sel bakteri menimbulkan lesi


pada pembuluh darah (efek toksik pada endothelium)
– terjadi hipotensi / hipoperfusi
Pemeriksaan laboratorium/studi diagnostik

• Lekositosis
• Apusan cairan serviks/vagina atas untuk kultur dan
sensitivitas
• Analisis urin (plus kultur jika terlihat ada sel darah putih
atau bakteri pada saat analisis)
• USG untuk mendeteksi abses intrauterin atau pelvik
terutama jika demam menetap setelah 48 jam pemberian
antibiotika
• Jika ditemukan massa pelvio-abdominal, lakukan
laparoskopik diagnostik atau laparotomi
• Pemeriksaan laboratorium lainnya (C - reactive protein,
analisis gas darah, radiologi, dsb)
Penatalaksanaan

• Pasang dua kanula IV besar dan infus kristaloid IV.

• Dopamine drips, titrasi dan dosis bertingkat (mulai 5


mcg/kgBB/menit, maksimal 10 mcg/kg BB/menit)

• Antibiotika terapetik (triple drugs) sebelum uji sensitivitas dan


lanjutkan antibiotika yang sesuai. Lanjutkan antibiotik hingga
pasien tidak mengalami demam selama 24 - 48 jam dan tidak
merasa nyeri

• Evakuasi massa intrauterin atau abses pelvik disertai drainase.

• Pantau lekosit setiap 48 jam/menurut kondisi klinik

• X-ray dada untuk membantu menentukan adanya emboli


pulmoner septik atau pneumonia.
Dopamine

• At doses < 3 mcg/kg/min, dopamine stimulates


dopamine receptors, resulting in vasodilatation.

• At doses between 5 - 10 mcg/kg/min, dopamine


also stimulates beta-1 adrenergic receptors,
resulting in increased cardiac output.

• At doses > 10 mcg/kg/min, dopamine stimulates


alpha-adrenergic receptors, leading to
vasoconstriction, which increases the systemic
vascular resistance.

• Dopamine is typically used in the treatment of


septic shock or cardiogenic shock.
Dobutamine

• Dobutamine is a drug that primarily stimulates beta-1


receptors, leading to increased inotropic and
chronotropic effects.

• This combination of effects contributes to increased


cardiac output with decreased systemic vascular
resistance. Dose 0.5-5 mcg/kg/min

• To al lesser extent, dobutamine also stimulates beta-2


adrenergic receptors, leading to vasodilatation.

• Dobutamine is typically used for patients with


cardiogenic shock. It is not routinely used in septic shock
because it can lower systemic vascular resistance, thus
leading to a risk of hypotension.

You might also like