You are on page 1of 136

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

Aset
Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK) dan Prinsip Kehati-Hatian
dalam Kegiatan Penyertaan Modal
Kodiifikasi P
Peratu
uran Peerbankaan Indonesiaa 

Asset  
Battas M
Maksiimumm Peembeerian 
    Kreedit ((BMP
PK) d
dan PPrinssip 
Kehhati­hatia
an da
alam m Keggiataan 
Pen
nyerttaan Mod dal 
 
 
 
 
 
Tim P Penyusun n 
Ramlaan Gintingg 
Chandrra Murniaadi 
Siti Astiyah
Gantiah W Wuryand dani 
W
Wahyu Yu uwana Hiddayat 
Komala Dewi
Wirza Ay yu Novriaana 
Indrii Triyana
Ristia Iccha Prameesi 
 
 
 
 
 
 
Pusat Riset d
dan Edukasi Bank Sentraal (PRES) 
Bank Indoneesia 
Telp: 021 28
8917321 
Fax.: 021 23
311580 
email: PRES@@bi.go.id 
Hak Cipta ©
© 2013, Bank Indonesia 
 
2013 
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

DAFTAR ISI
Paragraf Halaman

Daftar Isi Hal. i – v


Rekam Jejak Regulasi Batas Maksimum Pemberian Kredit Hal. vi
Rekam Jejak Regulasi Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Hal. vii
Penyertaan Modal
Dasar Hukum Hal. viii
Regulasi Terkait Hal. viii – x
Regulasi Bank Indonesia Hal. x

Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum


Ketentuan Umum Par. 1 – 3 Hal. 1 – 6
BMPK Kepada Pihak Terkait Par. 4 – 10 Hal. 6 – 19
BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait Par. 11 – 12 Hal. 19 – 22
Perhitungan BMPK Par. 13 – 22 Hal. 22 – 33
Kredit Par. 13 Hal. 22 – 23
Surat Berharga Par. 14 – 17 Hal. 23 – 25
Derivatif Kredit (Credit Derivative) Par. 18 Hal. 25 – 28
Tagihan Akseptasi Par. 19 Hal. 28 – 29
Transaksi Rekening Administratif Par. 20 Hal. 29
Transaksi Derivatif Par. 21 Hal. 29 – 32
Penyertaan Par. 22 Hal. 32 – 33
Pelampauan BMPK Par. 23 Hal. 33 – 35
Penyelesaian Pelanggaran dan Pelampauan BMPK Par. 24 – 26 Hal. 35 – 36
Pengecualian Par. 27 – 43 Hal. 36 – 49
Pelaporan Par. 44 Hal. 49
Ketentuan Lain Par. 45 – 46 Hal. 49 – 50
Sanksi Par. 47 – 48 Hal. 50 – 51

Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat


Ketentuan Umum Par. 49 – 51 Hal.51 – 59
Dasar Perhitungan BMPK Par. 52 Hal. 59
BMPK Kepada Pihak Terkait Par. 53 – 56 Hal. 59 – 61
BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait Par. 57 – 58 Hal. 62 – 64
Pelampauan BMPK Par. 59 Hal. 64 – 65
Penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan Par. 60 – 62 Hal. 65 – 68
Pengecualian Par. 63 – 65 Hal. 68 – 71
Tata Cara Penyampaian Laporan BMPK dan Koreksi Laporan BMPK Par. 66 – 71 Hal. 71 – 76
Ketentuan Lain Par. 72 – 73 Hal. 76 – 77
Sanksi Par. 74 Hal. 77 – 79
Keadaan Memaksa (Force Majeure) Par. 75 Hal. 79 – 80

i
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat


Syariah
Ketentuan Umum Par. 76 – 78 Hal. 80 – 85
Dasar Perhitungan BMPD Par. 79 Hal. 85 – 86
BMPD Kepada Pihak Terkait Par. 80 – 83 Hal. 86 – 88
BMPD Kepada Pihak Tidak Terkait Par. 84 – 85 Hal. 88 – 90
Pelampauan BMPD Par. 86 Hal. 90 – 92
Penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPK Par. 87 – 89 Hal. 92 – 94
Pengecualian Par. 90 – 92 Hal. 95 – 98
Tatacara Penyampaian Laporan BMPD dan Koreksi Laporan BMPD Par. 93 – 98 Hal. 98 – 102
Ketentuan Lain Par. 99 – 103 Hal. 103 – 106
Sanksi Par. 104 Hal. 106 – 108
Keadaan Memaksa (Force Majeure) Par. 105 Hal. 108

Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal


Ketentuan Umum Par.106 Hal. 108 – 109
Ruang lingkup dan Persyaratan Penyertaan Modal Par.107 – 115 Hal. 109 – 112
Tata Cara Pengajuan dan Persetujuan Penyertaan Modal Par.116 – 120 Hal. 113 – 116
Pelampauan Batasan Penyertaan Modal Sesuai BUKU Par. 121 Hal. 116 – 117
Divestasi Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal Sementara Par. 122 – 126 Hal. 117 – 119
Penyertaan Modal oleh Perusahaan Anak Par.127 – 128 Hal. 119 – 121
Alamat Pelaporan Par.129 Hal. 121
Perlakuan Akuntansi dan Kualitas Penyertaan Modal dan Par. 130 – 131 Hal. 121
Penyertaan Modal Sementara
Transparansi dan Pengelolaan Penyertaan Modal dan Penyertaan Par. 132 – 133 Hal. 121 – 122
Modal Sementara
Lain-Lain Par.134 – 137 Hal. 122 – 123
Sanksi Par. 138 Hal. 123
Ketentuan Peralihan Par. 139 Hal. 123

Lampiran Hal. 124 – 294


Lampiran 1 : Pengendali Bank Hal. 124
Lampiran 2 : Pengendali Bank Secara Bersama-sama Hal. 125
Lampiran 3 : Perusahaan yang Dikendalikan Bank Hal. 126
Lampiran 4 : Pengendali Lain Hal. 127
Lampiran 5 : Perusahaan Afiliasi Hal. 128
Lampiran 6 : Kontrak Investasi Kolektif Hal. 129
Lampiran 7 : Peminjam-Peminjam dalam Satu Pengendalian Hal. 130
Lampiran 8 : Hubungan Kepengurusan Hal. 131
Lampiran 9 : Contoh Perhitungan BMPK Peminjam Bukan Pihak Hal. 132
Terkait
Lampiran 10 : Pembelian Tagihan/Kredit Hal. 133
Lampiran 11 : Transaksi Repo Hal. 134
Lampiran 12 : Transaksi Efek Beragun Aset Hal. 135 – 136
Lampiran 13 : Contoh Transaksi Reksadana Hal. 137
Lampiran 14 : Credit Default Swap Hal. 138
Lampiran 15 : Total Return Swap Hal. 139

ii
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Lampiran 16 : Contoh Perhitungan Potential Future Credit Exposure Hal. 140 – 141
Lampiran 17 : Contoh Perhitungan Potential Future Credit Hal. 142 – 143
Exposure untuk Transaksi yang Dilengkapi Perjanjian
Saling Hapus
Lampiran 18 : Contoh Perhitungan BMPK Penyediaan Dana yang Hal. 144 – 145
Dijamin Prime Bank
Lampiran 19 : Contoh Penyediaan Dana Kepada Anak Perusahaan Hal. 146 – 147
Lampiran 20 : Contoh Penyediaan BMPK secara Konsolidasi Hal. 148 – 151
Lampiran 21 : Contoh Penyediaan Dana Kepada BUMN Hal. 152 – 153
Lampiran 22 : Contoh Pengelompokan Peminjam Dalam Beberapa Hal. 154 – 155
Kelompok Peminjam
Lampiran 23 : Contoh Kelompok Peminjam Karena Terdapat Hal. 156 – 157
Penjaminan
Lampiran 24 : Pedoman Penyusunan Laporan Batas Maksimum Hal. 158 – 177
Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat
Halaman Judul Hal 158
Bab I Penjelasan Umum Hal. 159 – 160
Bab II Laporan BMPK Hal. 161 – 177
II.1.1 Laporan Penyediaan Dana Pihak Terkait Hal. 161
II.1.2 Penjelasan LaporanPenyediaan Dana Pihak Terkait Hal. 162 – 166
II.2.1 Laporan Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal. 167
II.2.2 Penjelasan Laporan Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal. 168 – 171
II..3.1 Laporan Pelampauan BMPK Hal. 172
II.3.2 Penjelasan Laporan Pelampauan BMPK Hal. 173 – 177
Lampiran 25 : Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan Batas Hal. 178 – 236
Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan
Rakyat
Halaman Judul Hal. 178
Bab I Pendahuluan Hal. 179 – 182
1.1. Konfigurasi S/W dan H/W Minimum Hal. 179
1.2. Penjelasan Umum Hal. 180 – 182
1.2.1. Struktur Menu Sistem Hal. 180
1.2.2. Masukan dan Keluaran Hal. 180 – 182
Bab II Instalasi Hal. 183 – 197
2.1. Pada Komputer yang Sudah Ter-install Aplikasi Laporan Bulanan Hal. 183 – 195
Versi 02.02
2.1.1. Backup Data Hal. 183 – 185
2.1.2. Uninstall Aplikasi yang Ada Hal. 185 – 188
2.1.3. Instalasi Aplikasi Versi 03.02 Hal. 189 – 192
2.1.4. Me-restore Data yang telah Di-backup Hal. 192 – 195
2.2. Pada Komputer yang Belum Ada Aplikasi Laporan Bulanan Hal. 195 – 197
Bab III Petunjuk Teknis Hal. 198 – 209
3.1. Menggunakan Aplikasi Laporan Berkala Pertama Kali Hal. 198 – 208
3.1.1. Inisialisasi Data Pokok Hal. 198 – 199
3.1.2. Login ke Sistem Hal. 199 – 200
3.1.3. Pembuatan Otoritas Pemakai Hal. 200 – 203
3.1.4. Mengubah Password Hal. 203 – 204
3.1.5. Inisialisasi Data Laporan Hal. 204 – 208

iii
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

3.2. Sistem Hal. 208 – 209


3.2.1. Login Hal. 208 – 209
3.2.2. Logout Hal. 209
3.2.3. Keluar Hal. 209
Bab IV Laporan BMPK Hal. 210 – 236
4. 1. Data Entry Hal. 210 – 221
4.1.1. Entry Kelompok Debitur Hal. 210 – 211
4.1.2. Penyediaan Dana Pihak Terkait Hal. 211 – 215
4.1.3. Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal. 215 – 218
4.1.4. Pelampauan BMPK Hal. 218 – 221
4.2. Laporan Hal. 221 – 236
4.2.1. Penyediaan Dana Pihak Terkait Hal. 221 – 223
4.2.2. Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal. 223 – 225
4.2.3. Pelampauan BMPK Hal. 225 – 227
4.3. Validasi Hal. 228 – 229
4.4. File Kirim Hal. 229 – 230
4.5. Export Hal. 230 – 231
4.6. Struktur Data Export Hal. 231 – 234
4.7. Import Hal. 234 – 235
4.8. Back-Up Hal. 235 – 236
4.9. Restore Hal. 236
Lampiran 26 : Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan Batas Hal. 237 – 261
Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan
Rakyat
Halaman Judul Hal. 237
Bab I Pendahuluan Hal. 238
1.1. Konfigurasi Minimal Hal. 238
Bab II Instalasi Hal. 239 – 244
2.1. Pra-instalasi Hal. 239 – 241
2.2. Menjalankan Internet Explorer Hal. 241 – 243
2.3. Halaman Utama BPR Hal. 243 – 244
Bab III Petunjuk Teknis Hal. 245 – 261
3.1. Halaman Upload Hal. 245 – 249
3.2. Halaman Tabel Referensi Hal. 249 – 250
3.3. Halaman Laporan Hal. 250 – 256
3.4. Halaman Helpdesk Hal. 256 – 259
3.5. Halaman Berita Hal. 259 – 260
3.6. Halaman Teguran Hal. 260
3.7. Halaman Log Hal. 261
Lampiran 27 : Pedoman Penyusunan Laporan Batas Maksimum Hal. 262 – 294
Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Halaman Judul Hal. 262
Kata Pengantar Hal. 263
Penjelasan Umum Hal. 264
Bab 1 Laporan Pelanggaran Batas Maksimum Penyaluran Dana Hal. 265 – 272
(BMPD) Pihak Terkait
1.1 Formulir 1 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Terkait Hal. 265

iv
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

1.2 Rincian Formulir 1 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Terkait Hal. 266 – 267
1.3 Penjelasan Formulir 1 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Hal. 268 – 272
Terkait
Bab 2 Laporan Penyaluran Dana Dan Pelampauan Batas Maksimum Hal. 273 – 279
Penyaluran Dana (BMPD) Pihak Terkait
2.1 Formulir 2 Laporan Penyaluran Dana dan Pelampauan Hal. 273
BMPD Pihak Terkait
2.2 Rincian Formulir 2 Laporan Penyaluran Dana dan Hal. 274 – 275
Pelampauan BMPD Pihak Terkait
2.3 Penjelasan Formulir 2 Laporan Penyaluran Dana dan Hal. 276 – 279
Pelampauan BMPD Pihak Terkait
Bab 3 Laporan Pelanggaran Batas Maksimum Penyaluran Dana Hal. 280 – 287
(BMPD) Pihak Tidak Terkait
3.1 Formulir 3 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Tidak Terkait Hal. 280
3.2 Rincian Formulir 3 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Tidak Hal. 281 – 282
Terkait
3.3 Penjelasan Formulir 3 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Tidak Hal. 283 – 287
Terkait
Bab 4 Laporan Pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana Hal. 288 – 294
(BMPD) Pihak Tidak Terkait
4.1 Formulir 4 Laporan Pelampauan BMPD Pihak Tidak Terkait Hal. 288
4.2 Rincian Formulir 4 Laporan Pelampauan BMPD Pihak Tidak Hal. 289 – 290
Terkait
4.3 Penjelasan Formulir 4 Laporan Pelampauan BMPD Pihak Tidak Hal. 291 – 294
Terkait

v
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Rekam Jejak Regulasi Batas Maksimum Pemberian Kredit

SE 13/17/DPbs 2011

13/5/PBI/2011
SE 11/21/DKBU 2009 Batas Maksimum
Penyaluran Dana BPR
11/13/PBI/2009 Syariah
- UU No. 32/2004 tentang
Batas Maksimum
Pemerintah Daerah Pemberian Kredit BPR
- UU No. 33/2004 tentang
8/13/PBI/2006
Batas Maksimum
Perimbangan Keuangan antara
Pemberian Kredit Bank Pemerintah Pusat & Daerah
Umum - 5/8/PBI/2003 tentang
Manajemen Resiko Bank Umum
- 5/10/PBI/2003 tentang Prinsip
Kehati-hatian dalam Penyertaan
Pasal 1,2,8,12,23(1) Modal
huruf d, 24(4),
30,37,40,40A,40B,40C
- 28/119/KEP/DIR 1995 tentang
Transaksi Derivatif

SE 7/14/DPNP 2005

7/3/PBI/2005
Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank
Umum

2/5/PBI/2000 2/16/PBI/2000
Penyediaan Dana oleh Batas Minimum
Bank yang Dijamin Bank Pemberian Kredit Bank
Lain Umum

31/177/KEP/DIR/1998 Pasal
Batas Minimum 15(3),15A,15B 31/61/KEP/DIR/1998
Pemberian Kredit Bank SE 31/16/UPPB Batas Maksimum
Umum Pemberian Kredit BPR

28/63/KEP/DIR/1995 SE 28/3 BPPP


BMPK u/ Perusahaan Batas Maksimum Pemberian
yang Sahamnya Kredit Untuk Perusahaan
Diperdagangkan Di yang Sahamnya
Bursa Efek Diperdagangkan di Bursa Efek

26/21/KEP/DIR/1993
Batas Minimum SE 26/8 BPPP SE 26/3 BPPP
Pemberian Kredit Bank Batas Maksimum Batas Maksimum
Umum Pemberian Kredit Pemberian Kredit Keterangan :
Diubah
Dicabut
25/97/KEP/DIR/1992 SE 25/1 BPPP
Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal dan Terkait
Pemilikan Saham oleh Pemilikan Saham oleh PBI/KEP DIR
Bank Bank Masih Berlaku
PBI/KEP DIR
Tidak Berlaku

21/51/KEP/DIR/1988 SE Masih Berlaku


21/50/KEP/DIR/1988
Pemberian Kredit
BMPK Kepada Debitur/ SE Tidak Berlaku
Kepada Pengurus/
Debitur Grup
Pemegang Saham Regulasi Terkait

vi
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Rekam Jejak Regulasi Prinsip Kehati-hatian


dalam Kegiatan Penyertaan Modal

- 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan


Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank
- 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada
Perbankan Indonesia
- 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana
- 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum
- 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank
- 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum
- 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum
- 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan APMK 15/11/PBI/2013
- 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan
Prinsip Kehati-hatian dalam
Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah Kegiatan Penyertaan Modal
- 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum
- 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum
- 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Umum
- 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
- 32/37/KEP/DIR/1999 tentang Kantor Cabang Bank Asing
- 31/51/KEP/DIR/1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum
- Peraturan Otoritas Perusahaan Anak tentang
Penyertaan Modal

5/10/PBI/2003
Prinsip Kehati-hatian dalam
Kegiatan Penyertaan Modal

Ps 10 ayat (2)

31/147/KEP/DIR/1998
Kualitas Aktiva Produktif

23/66/KEP/DIR/1991
Keterangan : Penyertaan Pada Bank dan
Lembaga Keuangan Lain diluar
Diubah Negeri
Terkait
Dicabut

PBI/KEP DIR
Masih Berlaku

PBI/KEP DIR
Tidak Berlaku

Regulasi Terkait

vii
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Dasar Hukum :
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 tahun 1998
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Regulasi Terkait :
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 UU tentang Pemerintah Daerah
- Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang Perubahan Pertama atas 8/19/PBI/2006 tentang
Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan
Rakyat
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/14/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah
- Peraturan Perbankan Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Perbankan
Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah (berlaku juga untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah)
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 tentang Perubahan Ketiga atas Nomor 7/2/PBI/2005 atas
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
- Peraturan Perbankan Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah (berlaku juga untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah)
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas Nomor 7/2/PBI/2005 atas
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

viii
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

- Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Pertama atas Nomor 7/2/PBI/2005 atas
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Resiko Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
- Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/37/KEP/DIR/1999 tentang Kantor Cabang Bank Asing
- Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/51/KEP/DIR/1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum
- Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR/1995 tentang Transaksi Derivatif
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/28/DPNP 2013 perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/23/DPNP 2013 perihal Transfer Dana
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/7/DPNP 2013 perihal Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/4/DPNP 2013 perihal Kepemilikan Saham Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/2/DPNP 2013 perihal Kepemilikan Tunggal pada Perbankan
Indonesia
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/37/DPNP 2012 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/35/DPNP 2012 perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan
Tahunan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP 2012 perihal Perubahan atas SE 11/10/DASP 2009 perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor
5/21/DPNP 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/18/DPbS 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 18/34/DPbS 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/16/DPbS 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 18/35/DPbS 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/11/DPbS 2011 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/10/DPbS 2011 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum
Syariah dan unit Usaha Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP 2009 perihal Uang Elektronik
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS 2008 perihal Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS 2008 perihal Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada Bank
Indonesia
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 32/7/UPPB 1999 perihal Persyaratan dan Tata Cara Merger,
Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum
- Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 21 tentang Akuntansi Ekuitas

ix
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

- Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Penurunan
- Peraturan Otoritas Perusahaan Anak tentang Penyertaan Modal

Regulasi Bank Indonesia :


- Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana BPR Syariah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/10 /PBI/2003 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan
Modal
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/17/DPbS 2011 perihal Batas Maksimum Penyaluran Dana BPR
Syariah
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU 2009 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/14/DPNP 2005 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum

x
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Perbankan
Aset
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum
BAB I Ketentuan Umum
1 Pasal 1 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
8/13/PBI/2006 Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang
bank asing.
2. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya disebut dengan BMPK
adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan
terhadap modal Bank.
3. Penyediaan Dana adalah penanaman dana Bank dalam bentuk:
a. kredit;
b. surat berharga;
c. penempatan;
d. surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali;
e. tagihan akseptasi;
f. derivatif kredit (credit derivative);
g. transaksi rekening administratif;
h. tagihan derivatif;
i. potential future credit exposure;
j. penyertaan modal;
k. penyertaan modal sementara;
l. bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan
huruf a sampai dengan huruf k.
4. Modal adalah:
a. modal inti dan modal pelengkap bagi Bank yang berkantor pusat di
Indonesia; atau
b. dana bersih kantor pusat dan kantor-kantor cabang lainnya di luar
negeri (Net Head Office Fund), bagi kantor cabang bank asing,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
5. Pihak Terkait adalah perseorangan atau perusahaan/badan yang
mempunyai hubungan pengendalian dengan Bank, baik secara langsung
maupun tidak langsung, melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan,
dan atau keuangan.
6. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang
diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank
pada saat pemberian Penyediaan Dana.
7. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang
diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank
pada saat tanggal laporan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPK
sebagaimana dimaksud pada angka 6.
8. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga, termasuk:
a. cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah

1
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
c. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
9. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas
kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu
kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam
pasar modal dan pasar uang.
10. Penempatan adalah penanaman dana Bank pada bank lain, dalam bentuk
giro, interbank call money, deposito berjangka, sertifikat deposito, kredit,
dan penanaman dana lainnya yang sejenis.
11. Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali adalah pembelian
Surat Berharga dari pihak lain yang dilengkapi dengan perjanjian untuk
menjual kembali kepada pihak lain tersebut pada akhir periode dengan
harga atau imbalan yang telah disepakati sebelumnya (reverse repurchase
agreement).
12. Tagihan Akseptasi adalah tagihan yang timbul sebagai akibat akseptasi
yang dilakukan terhadap wesel berjangka.
13. Tagihan Derivatif adalah tagihan karena potensi keuntungan dari suatu
perjanjian/kontrak transaksi derivatif (selisih positif antara nilai kontrak
dengan nilai wajar transaksi derivatif pada tanggal laporan), termasuk
potensi keuntungan karena mark to market dari transaksi spot yang masih
berjalan.
14. Potential Future Credit Exposure adalah seluruh potensi keuntungan dari
suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif selama umur kontrak, yang
ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari nilai nosional
perjanjian/kontrak transaksi derivatif tersebut.
15. Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham
pada bank atau perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti
perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi,
serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, termasuk
penanaman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan
opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat
Bank memiliki atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan
yang bergerak di bidang keuangan lainnya.
16. Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal oleh Bank pada
perusahaan peminjam untuk mengatasi kegagalan kredit (debt to equity
swap), termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi
(convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi
tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada
perusahaan peminjam.
17. Transaksi Rekening Administratif adalah kewajiban komitmen dan
kontinjensi yang antara lain meliputi penerbitan jaminan, letter of credit
(L/C), stand-by letter of credit (SBLC), dan atau kewajiban komitmen dan
kontinjensi lain, kecuali fasilitas Kredit yang belum ditarik.
18. Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang
memperoleh Penyediaan Dana dari Bank, termasuk:
a. debitur, untuk Penyediaan Dana berupa Kredit;
b. penerbit Surat Berharga, pihak yang menjual Surat Berharga, manajer
investasi kontrak investasi kolektif, dan atau reference entity, untuk

2
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Penyediaan Dana berupa Surat Berharga;
c. pihak yang mengalihkan risiko kredit (protection buyer) dan atau
reference entity, untuk Penyediaan Dana berupa derivatif kredit (credit
derivatives);
d. pemohon (applicant), untuk Penyediaan Dana berupa jaminan
(guarantee), letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC), atau
instrumen serupa lainnya;
e. pihak tempat Bank melakukan Penyertaan Modal (investee), untuk
Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal;
f. Bank atau debitur, untuk Penyediaan Dana berupa tagihan akseptasi;
g. pihak lawan transaksi (counterparty), untuk Penyediaan Dana berupa
Penempatan dan transaksi derivatif;
h. pihak lain yang wajib melunasi tagihan kepada Bank.
19. Reference Entity adalah pihak yang berutang atau mempunyai kewajiban
membayar (obligor) dari aset yang yang mendasari (underlying reference
asset), termasuk:
a. penerbit dari Surat Berharga yang ditetapkan sebagai aset yang
mendasari (underlying reference asset);
b. pihak yang berkewajiban untuk melunasi piutang dari kredit atau
tagihan yang dialihkan dan ditetapkan sebagai aset yang mendasari
(underlying reference asset).
20. Komisaris:
a. bagi perusahaan berbentuk hukum perseroan terbatas adalah
Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi perusahaan berbentuk hukum perusahaan daerah adalah
Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah;
c. bagi perusahaan berbentuk hukum koperasi adalah pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, termasuk pejabat yang ditunjuk
untuk melakukan fungsi pengawasan sebagaimana Komisaris.
21. Direksi:
a. bagi perusahaan berbentuk hukum perseroan terbatas adalah Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi perusahaan berbentuk hukum perusahaan daerah adalah Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1962 tentang Perusahaan Daerah;
c. bagi perusahaan berbentuk hukum koperasi adalah pengurus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, termasuk pejabat yang
mempunyai wewenang sebagaimana Direksi.
22. Pejabat Eksekutif adalah Pejabat yang mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan dan operasional Bank atau perusahaan, termasuk kepala satuan
kerja audit intern, akuntansi, dan manajemen risiko Bank.

2 Pasal 2 (1) Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam
8/13/PBI/2006 memberikan Penyediaan Dana, khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak
Ayat (1) Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau Penyediaan

3
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank.

Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar penerapan manajemen


risiko, khususnya kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana besar (large
exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada pihak lain yang memiliki
kepentingan terhadap Bank dilaksanakan secara wajar (arm’s length
basis), disesuaikan dengan kemampuan permodalan Bank, dan tidak
terkonsentrasi secara signifikan kepada Peminjam atau kelompok
Peminjam tertentu.
Yang dimaksud dengan pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap
Bank termasuk pejabat atau pegawai Bank beserta keluarganya.

SE 7/14/DPNP Penerapan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko ini antara lain
2005 dilakukan dengan menetapkan batas (limit) Penyediaan Dana. Penetapan
Romawi II batas (limit) Penyediaan Dana tersebut harus dilakukan berdasarkan
analisis dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil risiko
Bank, yaitu dengan mempertimbangkan besaran, jenis, jangka waktu
Penyediaan Dana maupun dampak Penyediaan Dana terhadap kebijakan
dan strategi diversifikasi portofolio Bank secara menyeluruh. Selain
penetapan limit terhadap eksposur kepada pihak tertentu, maka untuk
keperluan internal, Bank dapat menetapkan limit berdasarkan area
geografis (geographic limits) dan sektor industri tertentu (certain
industries).

Analisa dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil risiko
tersebut dilakukan antara lain dengan cara mengukur risiko kredit terhadap
sekumpulan Penyediaan Dana (pools of provision of funds) yang memiliki
karakteristik yang serupa, dari sisi besaran, jenis, dan atau jangka waktu.
Risiko kredit tersebut diukur antara lain berdasarkan data historis tingkat
kegagalan (historical default rate) dan perpindahan kualitas Penyediaan
Dana (credit rating migration) selama periode tertentu.

Analisa terhadap risiko konsentrasi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam


suatu batas (limit) maksimum Penyediaan Dana yang dapat diberikan untuk
Peminjam. Batas (limit) maksimum Penyediaan Dana tersebut pada
umumnya ditentukan berdasarkan kerugian maksimum dari Penyediaan
Dana yang dapat ditolerir oleh permodalan Bank (maximum loss rate as
percentage of capital).

Selain melakukan analisa terhadap konsentrasi Penyediaan Dana kepada


Peminjam dan sekumpulan Penyediaan Dana sebagaimana dijelaskan
diatas, Bank juga harus melakukan analisa terhadap alokasi yang ditetapkan
untuk masing-masing komponen portofolio Penyediaan Dana. Hal ini
dimaksudkan agar Bank dapat memiliki komposisi portofolio yang optimum
dari struktur neraca Bank secara keseluruhan. Dalam menentukan alokasi
tersebut, Bank harus mempertimbangkan korelasi risiko antara komponen
portofolio Penyediaan Dana maupun tingkat volatilitas dari masing-masing
komponen portofolio.

4
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Pasal 2 (2) Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko
8/13/PBI/2006 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank wajib memiliki pedoman
Ayat (2) – (6) kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau Penyediaan
Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank.
(3) Pedoman kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling kurang mencakup:
a. standar dan kriteria untuk melakukan seleksi dan penilaian kelayakan
Peminjam dan kelompok Peminjam;

Dalam melakukan seleksi dan penilaian kelayakan, Bank harus


memastikan tersedianya informasi yang cukup antara lain mencakup
data dan informasi mengenai pemegang saham, kepengurusan, struktur
kelompok usaha, dan kondisi keuangan dari Peminjam dan atau
kelompok Peminjam.

b. standar dan kriteria untuk penetapan batas (limit) Penyediaan Dana;

Batas (limit) Penyediaan Dana ditetapkan paling tinggi sesuai dengan


batas yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini. Limit Penyediaan
Dana ditetapkan berdasarkan analisis dampak Penyediaan Dana
terhadap struktur neraca dan profil risiko Bank. Analisis dampak pada
struktur neraca dan profil risiko Bank dilakukan dengan
mempertimbangkan besar, jenis, jangka waktu, dan diversifikasi
portofolio Penyediaan Dana secara keseluruhan sehingga dapat
mencegah portofolio Penyediaan Dana terkonsentrasi pada satu
Peminjam atau kelompok Peminjam tertentu.

c. sistem informasi manajemen Penyediaan Dana;

Sistem informasi manajemen harus dapat memungkinkan pengurus


Bank secara tepat waktu mengidentifikasi antara lain konsentrasi
Penyediaan Dana, khususnya kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana
besar (large exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada pihak lain
yang memiliki kepentingan terhadap Bank. Selain itu, sistem informasi
manajemen harus mencakup tersedianya sistem pelaporan kepada
pengurus Bank mengenai Penyediaan Dana yang melampaui atau
diperkirakan akan melampaui limit Penyediaan Dana.

d. sistem pemantauan terhadap Penyediaan Dana; dan

Sistem pemantauan terhadap Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait,


eksposur besar (large exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada
pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank antara lain
mencakup:
1. kepatuhan terhadap limit;
2. kecukupan agunan dibandingkan Penyediaan Dana;
3. identifikasi kualitas Penyediaan Dana.

5
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


e. penetapan langkah pengendalian untuk mengatasi konsentrasi
Penyediaan Dana.

Langkah pengendalian sebagaimana dimaksud dalam huruf ini antara


lain mencakup:
1. penambahan modal dalam rangka mengatasi peningkatan eksposur
risiko;
2. sindikasi;
3. sekuritisasi aset.

(4) Pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling kurang sama atau lebih
berhati-hati (prudent) dibandingkan dengan kebijakan dan prosedur
pelaksanaan manajemen risiko kredit secara umum.
(5) Pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dikaji ulang secara periodik
paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Frekuensi kaji ulang dapat ditingkatkan intensitasnya sesuai dengan


perkembangan konsentrasi risiko Penyediaan Dana.

(6) Pedoman kebijakan dan prosedur tentang Penyediaan Dana sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan, prosedur, dan penetapan risiko kredit sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum.

3 Pasal 3 Bank dilarang:


7/3/PBI/2005 a. membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan
yang mewajibkan Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan
mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK; dan

Pengaturan pada huruf ini mencakup bentuk perikatan atau perjanjian


atau persyaratan yang ditetapkan untuk Penyediaan Dana yang tercatat
di neraca maupun rekening administratif.

b. memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK.

Kewajiban pemenuhan ketentuan pada huruf ini berlaku untuk setiap saat
pemberian Penyediaan Dana.

BAB II BMPK Kepada Pihak Terkait


4 Pasal 4 Seluruh portofolio Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank
7/3/PBI/2005 ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank.

SE 7/14/DPNP Yang dimaksud dengan Modal Bank adalah:


2005 1. untuk Bank yang berkantor pusat di Indonesia adalah modal inti dan
Romawi IV.B modal pelengkap;
2. untuk Unit Usaha Syariah dari Bank yang melakukan kegiatan usaha
konvensional adalah modal inti dan modal pelengkap yang dihitung

6
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


secara konsolidasi dari unit yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan unit usaha syariah Bank.
3. untuk kantor cabang bank asing adalah dana bersih kantor pusat dan
kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri atau yang dikenal dengan Net
Head Office Funds.
Modal sebagaimana dimaksud diatas tidak termasuk modal pelengkap
tambahan dan tidak dikurangi penyertaan. Penempatan yang dilakukan kantor
cabang bank asing pada kantor-kantor cabang dan kantor pusatnya di luar
negeri merupakan komponen pengurang Net Head Office Funds. bBgi kantor
cabang bank asing, penempatan pada kantor-kantor cabang dan kantor
pusatnya diluar negeri tidak termasuk Penyediaan Dana dalam perhitungan
BMPK. Adapun Penyediaan Dana dari kantor cabang bank asing kepada Pihak
Terkait dengan kantor pusat dari kantor cabang bank asing tersebut, termasuk
Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Untuk menentukan jumlah modal
dalam perhitungan pelanggaran BMPK, modal yang digunakan adalah posisi
modal bulan terakhir sebelum realisasi Penyediaan Dana.

5 Pasal 5 (1) Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait yang
7/3/PBI/2005 bertentangan dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku.

Yang dimaksud dengan prosedur umum Penyediaan Dana adalah prosedur


yang diterapkan di Bank tersebut dan berlaku sama untuk semua nasabah
Peminjam serta tetap memberikan keuntungan yang wajar bagi Bank.
Termasuk dalam pengertian prosedur umum yang berlaku adalah
penggunaan nilai pasar (market value) dalam analisis Penyediaan Dana.

(2) Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tanpa
persetujuan dewan Komisaris Bank.
(3) Bank dilarang membeli aktiva berkualitas rendah dari Pihak Terkait.

Yang dimaksud dengan aktiva berkualitas rendah adalah aktiva yang:


1. mempunyai status non-accrual yaitu aktiva yang pembayaran pokok
dan atau bunganya telah menunggak lebih dari 90 (sembilan puluh)
hari; dan atau
2. persyaratannya telah dinegosiasi ulang sebagai akibat penurunan
kondisi keuangan pemilik aktiva.

(4) Apabila kualitas Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait menurun menjadi
kurang lancar, diragukan, atau macet, Bank wajib mengambil langkah-
langkah penyelesaian untuk memperbaiki antara lain dengan cara:
a. pelunasan kredit selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari sejak turunnya kualitas Penyediaan Dana; dan atau

Pelunasan antara lain dapat dilakukan dengan cara menjual Kredit


tersebut kepada pihak lain.

b. melakukan restrukturisasi kredit sejak turunnya kualitas Penyediaan


Dana.

Restrukturisasi Kredit dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank


Indonesia yang berlaku tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

7
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


6 Pasal 6 (1) Penyediaan Dana kepada Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait
7/3/PBI/2005 yang disalurkan dan atau digunakan untuk keuntungan Pihak Terkait
digolongkan sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait.
(2) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait yang menerima
Penyediaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan
sebagai Pihak Terkait.

7 Pasal 7 Dalam hal Bank akan memberikan Penyediaan Dana dalam bentuk Penyertaan
7/3/PBI/2005 Modal yang mengakibatkan pihak tempat Bank melakukan Penyertaan Modal
(investee) menjadi Pihak Terkait, Bank wajib memastikan:
a. rencana Penyediaan Dana tersebut tidak melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 4 Kodifikasi ini);
b. Penyediaan Dana yang akan dan telah diberikan kepada investee tersebut
setelah ditambah dengan seluruh portfolio Penyediaan Dana kepada Pihak
Terkait yang telah ada tidak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 (Paragraf 4 Kodifikasi ini);
c. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 5 Kodifikasi
ini)dipenuhi.

8 Pasal 8 (1) Pihak Terkait meliputi:


8/13/PBI/2006 a. perseorangan atau perusahaan/badan yang merupakan pengendali
Bank;
b. perusahaan/badan dimana Bank bertindak sebagai pengendali;
c. perseorangan atau perusahaan/badan lain yang bertindak sebagai
pengendali dari perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf b;
d. perusahaan dimana:
1) perseorangan dan atau perusahaan/badan sebagaimana dimaksud
pada huruf a bertindak sebagai pengendali;
2) perseorangan dan atau perusahaan/badan sebagaimana dimaksud
pada huruf c bertindak sebagai pengendali;
e. Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif Bank;
f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua, baik horisontal maupun vertikal:
1) dari perseorangan yang merupakan pengendali Bank sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
2) dari Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif pada Bank
sebagaimana dimaksud pada huruf e.

Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat


kedua baik horisontal maupun vertikal adalah pihak-pihak sebagai
berikut:
1. orang tua kandung/tiri/angkat;
2. saudara kandung/tiri/angkat;
3. anak kandung/tiri/angkat;
4. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat;
5. cucu kandung/tiri/angkat;
6. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua;
7. suami atau istri;
8. mertua atau besan;
9. suami atau istri dari anak kandung/tiri/angkat;

8
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


10. kakek atau nenek dari suami atau istri;
11. suami atau istri dari cucu kandung/tiri /angkat;
12. saudara kandung /tiri/angkat dari suami atau istri beserta suami
atau istrinya dari saudara yang bersangkutan.

g. Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif pada perusahaan sebagaimana


dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan atau huruf d;
h. perusahaan/badan yang Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat
Eksekutifnya merupakan:
1) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif pada Bank;

Yang dimaksud dengan Direksi Bank hanyalah Direksi Bank yang


dapat menjadi anggota dewan Komisaris pada perusahaan anak
yang dikendalikan oleh Bank tersebut yang tidak termasuk sebagai
rangkap jabatan dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai Good Corporate Governance.

2) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif pada


perusahaan/badan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf
b;

i. Perusahaan/badan yang 50% (lima puluh perseratus) atau lebih


Komisaris dan Direksinya merupakan Komisaris, Direksi dan/atau
Pejabat Eksekutif pada perusahaan/badan sebagaimana dimaksud pada
huruf c dan atau huruf d;

Jumlah 50% (lima puluh perseratus) atau lebih dihitung dari jumlah
kumulatif Komisaris dan/atau Direksi.

j. perusahaan/badan dimana:
1) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank sebagaimana
dimaksud pada huruf e bertindak sebagai pengendali;
2) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan atau
huruf d, bertindak sebagai pengendali;
k. perusahaan/badan yang memiliki hubungan keuangan dengan Bank dan
atau pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i dan atau huruf j;

Hubungan keuangan dilihat dari beberapa faktor sebagai berikut:


1. terdapat bantuan keuangan dari Bank dan atau Pihak Terkait atau
bantuan keuangan kepada Bank dan atau Pihak Terkait lainnya
dengan persyaratan yang ditetapkan sedemikian rupa sehingga
menyebabkan pihak yang memberikan bantuan keuangan
mempunyai kemampuan untuk menentukan (controlling influence)
kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima bantuan
keuangan. Yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah
kebijakan yang menyangkut penetapan arah dan tujuan
pelaksanaan usaha yang berdampak signifikan; dan atau

9
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


2. terdapat keterkaitan rantai bisnis yang signifikan dalam operasional
usaha Bank atau pihak terkait dengan perusahaan/ badan lain
sehingga terdapat ketergantungan antara satu pihak dengan pihak
lainnya yang mengakibatkan :
a. salah satu pihak tidak mampu dengan mudah mengalihkan
transaksi bisnis tersebut kepada pihak lain; dan
b. ketidakmampuan dengan mudah mengalihkan transaksi bisnis
tersebut menyebabkan cash flow salah satu pihak akan
mengalami gangguan yang signifikan sehingga mengalami
kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.

l. kontrak investasi kolektif dimana Bank dan atau pihak-pihak


sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f, huruf g, huruf h, huruf i dan atau huruf j memiliki 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih saham pada manajer investasi kontrak investasi
kolektif tersebut;
m. Peminjam berupa perseorangan atau perusahaan/badan bukan bank
yang memberikan jaminan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada huruf a sampai dengan huruf l;

Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang diterbitkan oleh satu
pihak untuk mengambil alih dan atau melunasi sebagian atau seluruh
kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal
memenuhi kewajibannya (wanprestasi).

n. Peminjam yang diberikan jaminan oleh pihak-pihak sebagaimana


dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l;

Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang diterbitkan oleh satu
pihak untuk mengambil alih dan atau melunasi sebagian atau seluruh
kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal
memenuhi kewajibannya (wanprestasi).

o. Bank lain yang memberikan jaminan kepada pihak-pihak sebagaimana


dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l sepanjang terdapat
counterguarantee dari Bank dan atau pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l kepada bank lain
tersebut.
p. Perusahaan/badan lain yang didalamnya terdapat kepentingan dari
pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf f.

Yang dimaksud dengan kepentingan adalah apabilan terdapat


pengendalian dari hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan
keuangan.

(2) Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c adalah apabila perseorangan atau perusahaan/badan secara
langsung atau tidak langsung:

Yang dimaksud dengan memiliki secara tidak langsung saham adalah


memiliki atau mengendalikan saham secara bersama-sama atau melalui

10
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


pihak lain, termasuk:
1. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak lain
yang hak suaranya dapat digunakan atau dikendalikan pengendali;
2. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak
yang dikendalikan oleh pengendali;
3. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak
terafiliasi dari pengendali;
4. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh anak
perusahaan dari perusahaan/badan yang dikendalikan oleh
pengendali;
5. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak-
pihak yang bertindak untuk dan atas nama pengendali (saham
nominee) berdasarkan atau tidak berdasarkan perjanjian tertentu;
6. saham Bank atau perusahaan/badan lain dimiliki oleh pihak lain yang
pemindahtangannya memerlukan persetujuan dari pengendali;
7. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki Bank melalui
perusahaan/badan yang dikendalikan oleh Bank secara berjenjang
sampai dengan perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary);
8. saham Bank atau perusahaan/badan lain selain saham sebagaimana
dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 7 yang dikendalikan
oleh Bank atau pengendali.

Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi dari pengendali sebagaimana


dimaksud dalam angka 3 adalah:
a. Komisaris, Direksi, atau yang setara atau kuasanya, pejabat, atau
karyawan perusahaan pengendali;
b. pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau
karyawan perusahaan pengendali, khusus bagi perusahaan yang
berbentuk hukum koperasi;
c. pihak yang memberikan jasa kepada perusahaan pengendali, antara
lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lain
yang terbukti dikendalikan oleh pengendali;
d. pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan pengendali baik
karena perkawinan maupun karena keturunan sampai dengan derajat
kedua baik secara horisontal maupun vertikal, termasuk besan;
e. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan pengendali, antara lain pemegang
saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas,
keluarga Direksi, dan keluarga pengurus.

Yang dimaksud dengan saham adalah semua jenis saham yang memiliki
hak suara.

a. memiliki secara sendiri atau bersama-sama 10% (sepuluh perseratus)


atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain;
b. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila
digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan atau
mengendalikan secara sendiri atau bersama-sama 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain;

11
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


c. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai
tujuan bersama dalam mengendalikan Bank atau perusahaan/badan
lain (acting in concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan
pihak lain, sehingga secara bersama-sama memiliki dan atau
mengendalikan 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau
perusahaan/badan lain;
d. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai
tujuan bersama dalam mengendalikan Bank atau perusahaan/badan
(acting in concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak
lain tersebut, sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau
hak lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut
dilaksanakan menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan atau
mengendalikan secara bersama-sama 10% (sepuluh perseratus) atau
lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain;
e. memiliki kewenangan dan atau kemampuan untuk menyetujui,
mengangkat dan atau memberhentikan anggota Komisaris dan atau
Direksi Bank atau perusahaan/badan lain;
f. memiliki kemampuan untuk menentukan (controlling influence)
kebijakan strategis Bank atau perusahaan/badan lain;

Yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah kebijakan yang


menyangkut penetapan arah dan tujuan pelaksanaan usaha yang
berdampak signifikan.

g. mengendalikan 1 (satu) atau lebih perusahaan lain yang secara


keseluruhan memiliki dan atau mengendalikan secara bersama-sama
10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau
perusahaan/badan lain;
h. melakukan pengendalian terhadap pengendali sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf g.
(3) Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf j adalah
apabila perseorangan atau perusahaan/badan secara langsung atau tidak
langsung:

Yang dimaksud dengan memiliki secara tidak langsung saham adalah


memiliki atau mengendalikan saham secara bersama-sama atau melalui
pihak lain, termasuk:
1. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak lain yang hak
suaranya dapat digunakan atau dikendalikan pengendali;
2. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak yang
dikendalikan oleh pengendali;
3. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak terafiliasi dari
pengendali;
4. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh anak perusahaan
dari perusahaan/badan yang dikendalikan oleh pengendali;
5. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak-pihak yang
bertindak untuk dan atas nama pengendali (saham nominee)
berdasarkan atau tidak berdasarkan perjanjian tertentu;
6. saham perusahaan/badan lain dimiliki oleh pihak lain yang
pemindahtangannya memerlukan persetujuan dari pengendali;

12
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


7. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki melalui
perusahaan/badan yang dikendalikan pengendali secara berjenjang
sampai dengan perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary);
8. saham perusahaan/badan lain selain saham sebagaimana dimaksud
pada angka 1 sampai dengan angka 7 yang dikendalikan oleh
pengendali.

Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi dari pengendali sebagaimana


dimaksud pada angka 3 adalah:
1. Komisaris, Direksi, atau yang setara atau kuasanya, pejabat, atau
karyawan perusahaan pengendali;
2. pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau
karyawan perusahaan pengendali, khusus bagi perusahaan yang
berbentuk hukum koperasi;
3. pihak yang memberikan jasa kepada perusahaan pengendali, antara
lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lain
yang terbukti dikendalikan oleh pengendali;
4. pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan pengendali baik
karena perkawinan maupun karena keturunan sampai dengan derajat
kedua baik secara horisontal maupun vertikal, termasuk besan;
5. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan pengendali, antara lain pemegang
saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas,
keluarga Direksi, dan keluarga pengurus.

Yang dimaksud dengan saham adalah semua jenis saham yang memiliki
hak suara.

a. memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan


lain dan porsi kepemilikan tersebut merupakan porsi yang terbesar;
b. memiliki secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima
perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan lain;
c. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila
digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan atau
mengendalikan saham perusahaan/badan lain sebagaimana dimaksud
pada huruf a atau huruf b;
d. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai
tujuan bersama dalam mengendalikan perusahaan/badan lain (acting in
concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain,
sehingga secara bersama-sama memiliki dan atau mengendalikan
saham perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf
b;
e. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai
tujuan bersama dalam mengendalikan perusahaan/badan (acting in
concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain
tersebut, sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak
lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan
menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan atau mengendalikan
secara bersama-sama saham perusahaan/badan lain sebagaimana
dimaksud pada huruf a atau huruf b;

13
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


f. memiliki kewenangan dan atau kemampuan untuk menyetujui,
mengangkat dan atau memberhentikan anggota Komisaris dan atau
Direksi perusahaan/badan lain;
g. memiliki kemampuan untuk menentukan (controlling influence)
kebijakan strategis perusahaan/badan lain.

Yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah kebijakan yang


menyangkut penetapan arah dan tujuan pelaksanaan usaha yang
berdampak signifikan.

SE 7/14/DPNP (4) Konsepsi dasar penentuan Pihak Terkait dan kelompok Peminjam
2005 menggunakan unsur “pengendalian” baik secara langsung maupun tidak
Romawi III.A No. 1 langsung sebagai faktor penentu. Unsur pengendalian dapat dianalisa
berdasarkan hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan.
Adapun cara-cara perseorangan atau perusahaan/badan melakukan
pengendalian dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian tersebut antara lain melalui kepemilikan saham secara
langsung, hak opsi, maupun acting in concert. Walaupun tidak memiliki
saham, pengendalian juga dapat dilakukan melalui kemampuan dalam
penentuan kepengurusan maupun kemampuan dalam menentukan
kebijakan operasional atau kebijakan keuangan Bank.
A. Kepemilikan Saham.
Hubungan pengendalian antara lain dapat timbul sebagai akibat
kepemilikan saham suatu pihak, baik itu berbentuk perseorangan atau
perusahaan/badan terhadap suatu perusahaan/badan. Kepemilikan ini
dijabarkan dalam bentuk kepemilikan saham yang memiliki hak suara
pada suatu perusahaan/badan. Dalam menentukan kepemilikan
saham, termasuk didalamnya kepemilikan saham secara bersama-
sama atau melalui pihak lain, seperti saham dari Pihak Terkait/anggota
kelompok lainnya ataupun saham dari keluarganya.
- Pihak Terkait dengan Bank
a. Pengendali Bank Berdasarkan Kepemilikan Saham
Suatu pihak dianggap mempunyai hubungan pengendalian
dengan Bank apabila pihak tersebut memiliki 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih saham Bank.
Apabila pihak yang menjadi pengendali Bank dikendalikan oleh
pihak lain, baik berbentuk perseorangan atau
perusahaan/badan, maka pengendali dari pengendali
ditetapkan pula sebagai pengendali Bank. Dalam menentukan
pengendali dari pengendali tersebut tidak ada batas jenjang
tertentu, sehingga penentuan pengendali dari pengendali
hendaknya ditelusuri sampai dengan pengendali akhir.
Apabila pengendali Bank adalah perorangan, maka pihak yang
mempunyai hubungan keluarga baik vertikal maupun
horisontal dari perseorangan tersebut juga merupakan
pengendali Bank. Adapun pihak-pihak yang mempunyai
hubungan keluarga dimaksud termasuk suami atau istri dari
saudara kandung/tiri/angkat perseorangan yang bersangkutan.
Pengendalian terhadap Bank sebagaimana dijelaskan diatas
dapat dicontohkan dengan struktur kepemilikan sebagaimana

14
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


digambarkan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2 (Lampiran 1
dan 2 Kodifikasi ini).
b. Perusahaan/Badan Dimana Bank Bertindak Sebagai Pengendali
Suatu perusahaan/badan dianggap dibawah pengendalian
Bank apabila Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau
lebih saham perusahaan/badan tersebut.
Sebagaimana dalam menentukan pengendali dari pengendali
Bank, tidak ada batas jenjang tertentu untuk menentukan
perusahaan/badan yang berada dibawah pengendalian Bank.
Penelusuran perusahaan/badan yang berada dibawah
pengendalian Bank dilakukan sampai dengan
perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary). Hal ini
antara lain dicontohkan dalam Lampiran 3 (Lampiran 3
Kodifikasi ini).
c. Pengendali Lain Dari Perusahaan/Badan Yang Dibawah
Pengendalian Bank
Pengendali lain dari perusahaan/badan yang dibawah
pengendalian Bank dengan kepemilikian 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih saham, dianggap sebagai Pihak Terkait.
Hal ini antara lain dicontohkan pada Lampiran 4 (Lampiran 4
Kodifikasi ini).
d. Perusahaan/Badan Dibawah Pengendalian Pihak-Pihak Dalam
Huruf a dan Huruf c
Perusahaan/badan lain yang dikendalikan oleh pengendali
Bank serta perusahaan/badan yang dikendalikan oleh
pengendali lain dari anak perusahaan Bank juga ditetapkan
sebagai Pihak Terkait. Dalam menentukan parameter
pengendalian dari sisi kepemilikan saham, persentase yang
digunakan adalah sebesar:
1) 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dan porsi kepemilikan
tersebut merupakan porsi terbesar; atau
2) 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih kepemilikan
atas saham perusahaan/badan tersebut. Hal ini antara lain
dicontohkan dalam Lampiran 5 (Lampiran 5 Kodifikasi ini).
e. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Kontrak investasi kolektif secara umum didefinisikan sebagai
suatu kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian
yang mengikat pemegang efek dimana manajer investasi diberi
wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif dan
bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan
penitipan kolektif. Dalam konteks BMPK, manajer investasi KIK
ditetapkan sebagai subjek untuk menentukan hubungan
pengendalian. Apabila Bank dan atau Pihak Terkait dengan
Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham
pada suatu manajer investasi KIK maka penanaman dana pada
KIK yang dikelola manajer investasi tersebut dan atau
Penyediaan Dana kepada manajer investasi tersebut
ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Hal
ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 6 (Lampiran 6
Kodifikasi ini).

15
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


SE 7/14/DPNP Apabila Pemda memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih pada
2005 suatu Bank maka Pemda tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait
Romawi VII.B dengan Bank.
Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku pinjaman
daerah dapat bersumber dari lembaga keuangan Bank. Dalam
memberikan Penyediaan Dana kepada Pemda bank wajib
memperhatikan prinsip kehati-hatian serta mematuhi ketentuan
mengenai persyaratan Pinjaman Daerah, antara lain;
1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah dengan jumlah pinjaman
yang akan ditarik tidak melebihi dari 75% (tujuh puluh lima
perseratus) penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) pada tahun sebelumnya;
2. Pemda memiliki rasio kemampuan daerah minimum sesuai yang
telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku;
3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
berasal dari Pemerintah;
4. Telah tercantum dan dianggarkan dalam APBD pada tahun yang
bersangkutan;
5. Telah disetujui oleh DPRD; dan’
6. Dilengkapi dengan surat otorisasi kepala daerah.
Dalam pengelompokan Peminjam, dapat dikemukakan bahwa
Pemerintah Daerah, antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II,
mempunyai independensi yang antara lain dituangkan dalam bentuk
penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan
daerah masing-masing, termasuk pengelolaan kekayaan dan APBD
yang terpisah, sehingga antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II
serta antara masing-masing Pemda Tingkat II, tidak ditetapkan sebagai
kelompok Peminjam.

SE 7/14/DPNP B. Kepengurusan
2005 Hubungan pengendalian dapat timbul sebagai akibat hubungan
Romawi III. B No.1 kepengurusan.
- Pihak Terkait.
a. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif Bank beserta
keluarganya ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Adapun yang
dimaksud dengan keluarga disini termasuk suami/istri dari
saudara kandung/tiri/angkatnya. Hal ini antara lain dapat
dicontohkan dalam Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini)
dalam bentuk garis putus-putus yang melingkari Bank.
b. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak
yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait termasuk juga
sebagai Pihak Terkait. Hal ini antara lain dicontohkan dalam
Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini) dalam bentuk garis
putus-putus yang melingkari pengendali Bank dan pihak-pihak
yang dikendalikan oleh Bank.
c. Perusahaan/badan dimana Komisaris, Direksi dan atau Pejabat
Eksekutif yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait memiliki
pengendalian, maka perusahaan/badan tersebut ditetapkan
sebagai Pihak Terkait. Hal ini dapat dicontohkan dalam
Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini).

16
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


d. Apabila Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang
telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait merangkap jabatan
pada suatu perusahaan/badan lain, maka perusahaan/badan
tersebut ditetapkan pula sebagai Pihak Terkait.
e. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat
kepentingan dari keluarga Dewan Komisaris, Direksi, dan atau
Pejabat Eksekutif Bank termasuk dalam pengertian Pihak
Terkait. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan dimana
keluarga dari Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat
Eksekutif Bank bertindak sebagai Dewan Komisaris, Direksi,
atau Pejabat Eksekutif ditetapkan sebagai Pihak Terkait
dengan Bank. Selain itu, keluarga dari pengendali
perseorangan Bank merupakan Pihak Terkait dengan Bank.
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan dimana keluarga
dari pengendali tersebut bertindak sebagai Dewan Komisaris,
Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif juga merupakan Pihak
Terkait dengan Bank. Hal-hal tersebut diatas antara lain
dicontohkan dalam Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini).

SE 7/14/DPNP C. Keuangan.
2005 Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan
Romawi III. C keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan
beberapa unsur sebagai berikut:
1) Ketergantungan keuangan (financial interdependence)
Salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan adanya
ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan
melihat nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam
hal terdapat transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan
pihak lain yang mengakibatkan kesehatan keuangan pihak
tersebut dipengaruhi secara langsung oleh pihak lain lain, maka
antara pihak-pihak tersebut ditetapkan memiliki ketergantungan
keuangan (financial interdependence). Beberapa faktor yang
dapat digunakan dalam menganalisa hubungan transaksi antar
pihak yang dapat menyebabkan ketergantungan keuangan antara
lain adalah ketergantungan penjualan pada pihak tertentu dan
atau ketergantungan terhadap pinjaman maupun sumber dana
dari pihak tertentu. Analisa ketergantungan keuangan
sebagaimana dijelaskan diatas dititikberatkan hanya kepada
hubungan transaksional antara 1 (satu) pihak secara langsung
dengan pihak lain. Pihak-pihak tersebut dapat digolongkan
kedalam satu kelompok Peminjam apabila cash flow dari satu
pihak akan terganggu secara signifikan akibat gangguan cash flow
dari pihak lain, sehingga secara signifikan mempengaruhi
kemampuan masing-masing pihak dalam membayar
kewajibannya kepada Bank.
2) Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan
Faktor lain yang digunakan untuk menentukan adanya
ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya
pengalihan risiko kredit melalui penjaminan dimana pihak yang
menjamin akan mengambil alih sebagian atau keseluruhan risiko

17
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


keuangan dari pihak yang dijamin.
Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan
keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal
guarantee, corporate guarantee, dan atau aval. Hubungan
keuangan sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk Pihak
Terkait dengan Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak
Terkait, apabila diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
keuangan merupakan Pihak Terkait dengan Bank maka
keseluruhan pihak yang mempunyai hubungan keuangan tersebut
ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank.
Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku
untuk fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada
debiturnya dalam rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya
seperti pinjaman dan atau penjaminan yang diberikan dalam
berbagai bentuk seperti; performance bond, bid bonds, atau
akseptasi. Tidak termasuk pula dalam pengertian hubungan
keuangan sebagaimana dijelaskan diatas adalah hubungan
penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh perusahaan
asuransi dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik itu
Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah negara lain.

9 Pasal 9 (1) Kantor pusat dan kantor cabang lainnya dari kantor cabang bank asing
7/3/PBI/2005 tidak termasuk dalam pengertian Pihak Terkait dengan kantor cabang bank
asing tersebut.
(2) Pihak Terkait dengan kantor pusat dari kantor cabang bank asing termasuk
dalam pengertian Pihak Terkait dengan kantor cabang bank asing tersebut.

10 Pasal 10 (1) Bank wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait
7/3/PBI/2005 dengan Bank.

Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang


saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari
dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan
penyusunan daftar rincian Pihak Terkait memuat diagram struktur
kelompok usaha (corporate tree).

(2) Daftar rincian Pihak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disampaikan Bank kepada Bank Indonesia:
a. untuk pertama kali paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia ini; dan
b. 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun apabila terdapat perubahan
masing-masing untuk posisi Juni dan posisi Desember, paling
lambat pada bulan berikutnya.
(3) Bank Indonesia dapat sewaktu-waktu meminta Bank menyampaikan daftar
rincian Pihak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
SE 7/14/DPNP (4) Bank wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait
2005 dengan Bank serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia, yaitu:
Romawi VII.C 1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta
10110,bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia; atau

18
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia.
Daftar rincian Pihak Terkait tersebut ditandatangani oleh Direksi Bank.
Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang
saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari
dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan
penyusunan daftar rincian Pihak Terkait juga memuat diagram struktur
kelompok usaha (corporate tree) dari Pihak Terkait dengan Bank.
Dalam menyusun daftar rincian Pihak Terkait ini Bank mencantumkan
semua pihak-pihak yang termasuk dalam definisi Pihak Terkait, baik pihak-
pihak yang mempunyai eksposur secara langsung atau tidak langsung,
maupun tidak mempunyai eksposur pada Bank. Namun demikian, khusus
untuk keluarga dari Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif, yang
dicantumkan pada daftar rincian Pihak Terkait hanya pihak-pihak keluarga
dimana Bank memiliki eksposur, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

BAB III BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait


11 Pasal 11 (1) Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak
7/3/PBI/2005 Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari Modal
Bank.
(2) Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan
merupakan Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima
perseratus) dari Modal Bank.
SE 7/14/DPNP (3) Dalam hal pada satu kelompok Peminjam terdapat pelanggaran terhadap
2005 BMPK kelompok Peminjam serta pelanggaran terhadap salah satu
Romawi IV.A Peminjam yang merupakan anggota kelompok Peminjam tersebut, maka
perhitungan pelanggaran hanya terhadap kelompok Peminjam, namun
action plan penyelesaian pelanggaran hendaknya dilakukan untuk kedua
pelanggaran BMPK tersebut. Contoh perhitungan BMPK untuk kelompok
Peminjam dapat digambarkan dalam Lampiran 9 (Lampiran 9 Kodifikasi
ini).

12 Pasal 12 (1) Peminjam digolongkan sebagai anggota suatu kelompok Peminjam


8/13/PBI/2006 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 11 Kodifikasi ini) ayat (2)
Ayat (1) apabila Peminjam mempunyai hubungan pengendalian dengan Peminjam
lain baik melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan atau
keuangan, yang meliputi:
a. Peminjam merupakan pengendali Peminjam lain;
b. 1 (satu) pihak yang sama merupakan pengendali dari beberapa
Peminjam (common ownership);

Contoh:
Perusahaan A dan perusahaan B mendapatkan Penyediaan Dana dari
Bank dan masing-masing perusahaan tersebut 25 % (dua puluh lima
perseratus) atau lebih sahamnya dimiliki oleh perusahaan C. Oleh
karena itu, perusahaan A dan perusahaan B dikelompokkan dalam 1
(satu) kelompok Peminjam. Dalam hal perusahaan C merupakan
Peminjam pada Bank maka perusahaan A, perusahaan B, dan
perusahaan C dikelompokkan dalam 1 (satu) kelompok Peminjam.

19
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


c. Peminjam memiliki hubungan keuangan dengan Peminjam lain;

Hubungan keuangan dapat dianalisa berdasarkan beberapa faktor


sebagai berikut:
1. terdapat bantuan keuangan dari Peminjam kepada Peminjam lain
dengan persyaratan yang ditetapkan sedemikian rupa sehingga
menyebabkan pihak yang memberikan bantuan keuangan
mempunyai kemampuan untuk menentukan (controlling
influence) kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima
bantuan keuangan. Yang dimaksud dengan kebijakan strategis
adalah kebijakan yang menyangkut penetapan arah dan tujuan
pelaksanaan usaha yang berdampak signifikan; dan atau
2. terdapat keterkaitan rantai bisnis yang signifikan dalam
operasional usaha Peminjam dengan Peminjam lain sehingga
terdapat ketergantungan antara satu pihak dengan pihak lainnya
yang mengakibatkan :
a. salah satu pihak tidak mampu dengan mudah mengalihkan
transaksi bisnis tersebut kepada pihak lain; dan
b. ketidakmampuan dengan mudah mengalihkan transaksi bisnis
tersebut menyebabkan cash flow salah satu pihak akan
mengalami gangguan yang signifikan sehingga mengalami
kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.

d. Peminjam menerbitkan jaminan (guarantee) untuk mengambil alih dan


atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban Peminjam lain dalam
hal Peminjam lain tersebut gagal memenuhi kewajibannya
(wanprestasi) kepada Bank;

Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang diterbitkan oleh satu
pihak untuk mengambil alih dan atau melunasi sebagian atau seluruh
kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal
memenuhi kewajibannya (wanprestasi).

e. Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam menjadi


Direksi dan atau Komisaris pada Peminjam lain.
SE 7/14/DPNP (2) Dari sisi kepemilikan saham, untuk menentukan hubungan pengendalian
2005 antara 1 (satu) Peminjam dengan Peminjam lain adalah sebagai berikut:
Romawi III.A No. 2 a. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki
saham sebesar 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Peminjam
lain dan porsi kepemilikan tersebut adalah porsi terbesar; atau
b. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki
saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih saham
Peminjam lain.
Apabila 1 (satu) Peminjam memiliki saham Peminjam lain dengan
persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a atau huruf b, maka
kedua Peminjam tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok
Peminjam. Penggolongan kelompok Peminjam berlaku pula apabila 1
(satu) pihak yang sama menjadi pengendali beberapa Peminjam, yaitu
apabila pihak tersebut memiliki saham di beberapa Peminjam dengan
persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a dan atau huruf b. Hal

20
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 7 (Lampiran 7 Kodifikasi
ini).
SE 7/14/DPNP (3) Unsur dasar penentu hubungan pengendalian melalui kepengurusan
2005 antara beberapa Peminjam bukan Pihak Terkait, secara umum sama
Romawi III.B No. 2 dengan Pihak Terkait.
Dalam hal Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam juga
mendapatkan Penyediaan Dana dari Bank, maka eksposur Penyediaan
Dana baik kepada Peminjam serta kepada Direksi, Komisaris, dan atau
Pejabat Eksekutif Peminjam tersebut diperhitungkan sebagai satu kesatuan
dan Peminjam beserta Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif
Peminjam ditetapkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam.
Sebagaimana halnya dengan perlakuan untuk Pihak Terkait apabila
terdapat beberapa perusahaan yang Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat
Eksekutifnya merupakan pihak yang sama, maka perusahaan-perusahaan
tersebut ditetapkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam.
SE 7/14/DPNP (4) Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan
2005 keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan
Romawi III.C beberapa unsur sebagai berikut:
1) Ketergantungan keuangan (financial interdependence)
Salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan adanya
ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan melihat
nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal terdapat
transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan pihak lain yang
mengakibatkan kesehatan keuangan pihak tersebut dipengaruhi secara
langsung oleh pihak lain lain, maka antara pihak-pihak tersebut
ditetapkan memiliki ketergantungan keuangan (financial
interdependence). Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam
menganalisa hubungan transaksi antar pihak yang dapat menyebabkan
ketergantungan keuangan antara lain adalah ketergantungan
penjualan pada pihak tertentu dan atau ketergantungan terhadap
pinjaman maupun sumber dana dari pihak tertentu. Analisa
ketergantungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas
dititikberatkan hanya kepada hubungan transaksional antara 1 (satu)
pihak secara langsung dengan pihak lain. Pihak-pihak tersebut dapat
digolongkan kedalam satu kelompok Peminjam apabila cash flow dari
satu pihak akan terganggu secara signifikan akibat gangguan cash flow
dari pihak lain, sehingga secara signifikan mempengaruhi kemampuan
masing-masing pihak dalam membayar kewajibannya kepada Bank.
2) Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan
Faktor lain yang digunakan untuk menentukan adanya ketergantungan
keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya pengalihan risiko kredit
melalui penjaminan dimana pihak yang menjamin akan mengambil alih
sebagian atau keseluruhan risiko keuangan dari pihak yang dijamin.
Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan
keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal
guarantee, corporate guarantee, dan atau aval. Hubungan keuangan
sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk Pihak Terkait dengan
Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak Terkait, apabila diantara
pihak-pihak yang mempunyai hubungan keuangan merupakan Pihak
Terkait dengan Bank maka keseluruhan pihak yang mempunyai

21
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


hubungan keuangan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan
Bank.
Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku untuk
fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada debiturnya dalam
rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya seperti pinjaman dan atau
penjaminan yang diberikan dalam berbagai bentuk seperti; performance
bond, bid bonds, atau akseptasi. Tidak termasuk pula dalam pengertian
hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas adalah hubungan
penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh perusahaan asuransi dan
jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik itu Pemerintah Republik
Indonesia atau pemerintah negara lain
Pasal 12 (5) Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
8/13/PBI/2006 adalah pengendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8
Ayat (2) Kodifikasi ini) ayat (3).

BAB IV Perhitungan BMPK


Bagian Pertama Kredit
13 Pasal 13 (1) Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai Penyediaan Dana
7/3/PBI/2005 kepada debitur.
Ayat (1)
SE 7/14/DPNP Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
2005 dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
Romawi IV.C No. 1 antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Termasuk dalam pengertian Kredit adalah:
a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah
yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai eksposur terhadap
Peminjam atau debitur Kredit tersebut. Sementara itu untuk menghitung
BMPK, Penyediaan Dana berupa Kredit dihitung berdasarkan baki debet.
Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 10 (Lampiran 10 Kodifikasi
ini).

Pasal 13 (2) BMPK untuk Kredit dihitung berdasarkan baki debet.


7/3/PBI/2005 (3) Debitur untuk pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang atau
Ayat (2) – (5) pembelian kredit dengan persyaratan tanpa janji untuk membeli kembali
(without recourse) adalah pihak yang berkewajiban untuk melunasi
piutang.

Contoh:
Bank mengambil alih tagihan dari PT. Z terhadap PT X without recourse
sebesar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah), maka BMPK Bank
ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada PT. X.

(4) Debitur untuk pengambilalihan dalam rangka anjak piutang atau


pembelian kredit dengan persyaratan janji untuk membeli kembali (with
recourse) adalah pihak yang menjual tagihan/kredit.

22
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Contoh:
Bank mengambil alih tagihan dari PT. Z terhadap PT X with recourse
sebesar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah), maka BMPK Bank
ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada PT. Z.

(5) Baki debet untuk pengambilalihan dalam rangka anjak piutang atau
pembelian kredit dihitung berdasarkan harga beli.

Bagian Kedua Surat Berharga


14 Pasal 14 Penyediaan Dana berupa Surat Berharga oleh Bank wajib memenuhi
7/3/PBI/2005 persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku.

15 Pasal 15 (1) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai Penyediaan
7/3/PBI/2005 Dana kepada penerbit Surat Berharga tersebut, kecuali ditetapkan
tersendiri.
(2) BMPK untuk pembelian Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dihitung berdasarkan harga beli, kecuali ditetapkan tersendiri.
SE 7/14/DPNP (3) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai eksposur
2005 terhadap penerbit Surat Berharga tersebut. Sementara itu untuk
Romawi IV.C No. 2 menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Surat Berharga dihitung
berdasarkan harga beli Surat Berharga. Kecuali ditetapkan tersendiri kedua
pengaturan diatas berlaku untuk Surat Berharga secara umum.

16 Pasal 16 (1) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga yang Dibeli dengan Janji Dijual
7/3/PBI/2005 Kembali ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada pihak yang menjual
Surat Berharga.

Contoh:
Bank membeli surat berharga PT. X yang dimiliki Bank Z dengan janji akan
dijual kembali. BMPK untuk Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual
Kembali tersebut ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Bank Z
sebagai penjual. Sedangkan Bank Z tetap memiliki Penyediaan Dana surat
berharga kepada PT. X sebagai penerbit surat berharga. Selanjutnya
apabila pada tanggal jatuh tempo transaksi repo Bank Z tidak dapat
melunasi tagihan repo maka Bank akan memiliki Penyediaan Dana surat
berharga kepada PT. X.

(2) BMPK untuk Surat Berharga yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan harga beli.
SE 7/14/DPNP (3) Pembelian Surat Berharga secara repo bagi reverse party, ditetapkan
2005 sebagai Penyediaan Dana terhadap pemilik Surat Berharga yang dijual
Romawi IV.C secara repo (repo party). Sementara itu, bagi repo party, Surat Berharga
No. 2a yang direpokan tetap diperhitungkan sebagai Penyediaan Dana kepada
penerbit Surat Berharga (issuer). Lampiran 11 (Lampiran 11 Kodifikasi ini)
merupakan contoh umum mekanisme transaksi Surat Berharga secara
repo.

23
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


17 Pasal 17 (1) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga yang dihubungkan atau dijamin
7/3/PBI/2005 dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset)
Ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk Surat Berharga yang pembayaran kewajibannya terkait langsung
dengan aset yang mendasari (pass through) dan tidak dapat dibeli
kembali (non redemption) oleh penerbit ditetapkan sebagai Penyediaan
Dana kepada Reference Entity;
b. untuk Surat Berharga yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud pada huruf a ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada:
1) penerbit; dan
2) Reference Entity.

SE 7/14/DPNP Yang dimaksud dengan Surat Berharga yang dihubungkan/dijamin dengan


2005 aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) adalah bentuk
Romawi IV.C No.2b Surat Berharga dimana harga/nilai dari Surat Berharga tersebut ditentukan
antara lain berdasarkan harga/nilai dari suatu instrumen tertentu yang
ditetapkan sebagai instrumen dasar seperti reksadana atau efek beragun
aset. Pengaturan untuk Surat Berharga sebagaimana dimaksud diatas dapat
dibagi 2 sebagai berikut:
1) Pass-Through dan Non-Redemption
Yang dimaksud dengan pass-through adalah apabila pembayaran
kewajiban Surat Berharga sepenuhnya terkait langsung dengan
aset/instrumen yang mendasari penerbitan Surat Berharga, yaitu
apabila pembayaran pokok dan bunga Surat Berharga tersebut
sepenuhnya berasal dan merupakan penerusan dari pembayaran
pokok dan bunga aset/instrumen yang mendasari. Sementara itu yang
dimaksud dengan non-redemption adalah apabila:
a. Surat Berharga tersebut tidak dapat dicairkan kepada penerbit
sebelum Surat Berharga jatuh tempo;
b. pada saat jatuh tempo, pembayaran/pencairan Surat Berharga
tersebut sepenuhnya bergantung pada kualitas aset/instrumen
yang mendasari Surat Berharga tersebut. Risiko atas terjadinya
wanprestasi pembayaran dari aset/instrumen yang mendasari
yang menyebabkan terjadinya wanprestasi pembayaran Surat
Berharga, sepenuhnya diambil alih oleh pembeli Surat Berharga
tersebut; dan
c. tidak dapat dibeli kembali oleh Penerbit Surat Berharga.
Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin dengan
aset/instrumen tertentu yang mendasari (underlying reference
asset) dan memenuhi kriteria pass-through dan non-redemption
sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan sebagai Penyediaan
Dana kepada Reference Entity. Sementara itu, BMPK untuk
masing-masing Reference Entity tersebut dihitung secara
proporsional berdasarkan proporsi aset/instrumen dasar dari
masing-masing Reference Entity terhadap Surat Berharga secara
keseluruhan. Lampiran 12 (Lampiran 12 Kodifikasi ini) merupakan
contoh transaksi efek beragun aset.
2) Non-Pass Through dan atau Redemption
Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin dengan
aset/instrumen tertentu yang mendasari (underlying reference asset)

24
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


dan tidak memenuhi kriteria pass-through dan non-redemption
sebagaimana dijelaskan pada angka 1) diatas ditetapkan sebagai
Penyediaan Dana baik kepada Reference Entity maupun kepada
penerbit dari Surat Berharga tersebut. Lampiran 13 (Lampiran 13
Kodifikasi ini) merupakan contoh transaksi reksadana.

Pasal 17 (2) BMPK untuk Surat Berharga kepada Reference Entity sebagaimana
7/3/PBI/2005 dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b angka 2) dihitung secara
Ayat (2) – (3) proporsional berdasarkan proporsi aset yang mendasari (underlying
reference asset) dari masing-masing Reference Entity.

Contoh :
Bank melakukan investasi di reksadana yang diterbitkan oleh PT.A dengan
harga beli sebesar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) yang
portofolionya terdiri dari:
1. Obligasi PT. X sebesar 60% (enam puluh perseratus);
2. Obligasi PT. Y sebesar 40% (empat puluh perseratus).
BMPK untuk portofolio reksadana kepada PT. X dan PT. Y dihitung secara
proporsional berdasarkan proporsi asset dasar (reference asset) dari
masing-masing PT. X yaitu sebesar 60% (enam puluh perseratus) x Rp
150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan PT Y yaitu sebesar 40%
(empat pulu perseratus) x Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

(3) BMPK untuk Surat Berharga kepada penerbit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b angka 1) dihitung berdasarkan harga beli.

Contoh:
Bank melakukan investasi di reksadana yang diterbitkan oleh PT.A dengan
harga beli sebesar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) yang
portofolionya terdiri dari:
1) Obligasi PT. X sebesar 60% (enam puluh perseratus);
2) Obligasi PT. Y sebesar 40% (empat puluh perseratus).
BMPK untuk portofolio reksadana kepada PT. A adalah sebesar
Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

Bagian Ketiga Derivatif Kredit (Credit Derivative)


18 Pasal 18 Penyediaan Dana berupa derivatif kredit (credit derivative) ditetapkan sebagai
7/3/PBI/2005 berikut:

Jaminan/perlindungan dalam rangka derivatif kredit (credit derivative) tidak


mengurangi eksposur Penyediaan Dana bagi pihak yang mengalihkan risiko
(protection buyer).

a. untuk derivatif kredit (credit derivative) berupa credit default swap atau
instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada
Reference Entity.

Contoh:
Bank A mengambil alih risiko kredit (protection seller) portofolio aset
keuangan dari Bank B dalam bentuk credit default swap. Credit default
swap oleh Bank A kepada portofolio aset keuangan Bank B ditetapkan

25
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


sebagai Penyediaan Dana kepada Reference Entity portofolio aset
keuangan tersebut.

b. untuk derivatif kredit (credit derivative) berupa total rate of return swap
atau instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana
kepada Reference Entity.

Contoh:
Bank A melakukan pembayaran kepada Bank B sejumlah bunga tertentu
ditambah kompensasi kerugian dari portofolio kredit yang dimiliki Bank B
yang telah ditetapkan sebagai aset yang mendasari (underlying reference
asset). Sementara itu, atas pembayaran dari Bank A tersebut, Bank B
membayarkan bunga yang diperoleh dari aset yang mendasari
(underlying reference asset) kepada Bank A. Penyediaan Dana Bank A
dalam transaksi total rate of return swap ini ditetapkan sebagai
Penyediaan Dana kepada Reference Entity dari portofolio kredit yang
dimiliki Bank B tersebut.

c. untuk derivatif kredit (credit derivative) berupa credit linked notes atau
instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada:
1) Reference Entity; dan
2) penerbit credit linked notes.

Contoh:
Penerbit credit linked notes adalah pihak yang mengalihkan risiko kredit
(protection buyer). Bank A membeli credit linked notes dari Bank B,
dimana aset yang mendasari (underlying reference asset) dari credit
linked notes tersebut terdiri dari aset keuangan yang dimiliki Bank B.
Pembelian credit linked notes tersebut oleh Bank A diperhitungkan dalam
BMPK sebagai Penyediaan Dana kepada:
1. Bank B selaku penerbit credit linked notes; dan
2. Reference Entity dari aset yang mendasari (underlying reference aset)
credit linked notes.

d. untuk derivatif kredit (credit derivative) selain sebagaimana dimaksud


pada huruf a, huruf b, dan huruf c, BMPK ditetapkan sesuai dengan risiko
kredit yang melekat dari masing-masing instrumen derivatif kredit (credit
derivative).
SE 7/14/DPNP e. BMPK untuk derivatif kredit ditetapkan sesuai dengan risiko kredit yang
2005 melekat pada masing- masing instrumen derivatif kredit. Berikut adalah
Romawi IV.C No. 3 contoh-contoh transaksi derivatif kredit.
a) Credit Default Swap
Dalam credit default swap, pihak yang mengambil alih risiko/investor
(protection seller) hanya memberikan pembayaran kepada pihak
yang mengalihkan risiko (protection buyer) apabila terjadi suatu
credit event pada reference asset. Sementara itu, protection buyer
hanya melakukan pembayaran terhadap jaminan yang diberikan
protection seller dalam bentuk premi. Mekanisme transaksi credit
default swap sebagaimana dijelaskan diatas antara lain dapat
dicontohkan dalam Lampiran 14 (Lampiran 14 Kodifikasi ini).

26
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Pembayaran oleh protection seller pada saat terjadi credit event
dapat dilakukan sebagai berikut:
1) sebesar nilai par (par value) yang ditukarkan dengan pengiriman
fisik (physical delivery) dari reference asset;
2) dalam bentuk kompensasi sebesar selisih antara nilai par (par
value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference
asset pada saat terjadi credit event; atau
3) jumlah tetap yang telah diperjanjikan sebelumnya. Bagi
protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko
reference asset, jaminan yang diberikan atas reference asset
merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur
kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang
diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar jumlah
maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh protection
seller dalam hal terjadi credit event pada reference asset,
sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian
transaksi credit default swap dimaksud.
b) Total (rate of) Return Swap
Lampiran 15 (Lampiran 15 Kodifikasi ini) merupakan contoh transaksi
total (rate of) return swap. Dalam contoh tersebut diatas, protection
buyer menukarkan (swap) pendapatan (return) yang diterima dari
reference aset ditambah dengan margin tertentu (termasuk kenaikan
nilai reference asset), kepada protection seller. Sebagai gantinya,
protection seller akan memberi pembayaran dalam jumlah tertentu
kepada protection buyer ditambah dengan kompensasi atas
turunnya nilai dari reference asset.
Dengan pola transaksi total (rate of) return swap sebagaimana
dijelaskan diatas, maka protection seller mengambil alih keseluruhan
risiko kredit (dan risiko pasar) dari reference asset selama periode
transaksi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi protection seller, yaitu
pihak yang mengambil alih risiko reference asset, jaminan yang
diberikan atas kerugian nilai dari reference asset merupakan subjek
BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur kepada reference entity.
Adapun nilai dari jaminan yang diberikan tersebut diperhitungkan
dalam BMPK sebesar jumlah maksimum kerugian yang mungkin
ditanggung oleh protection seller, sebagaimana telah ditetapkan
dalam kontrak/perjanjian transaksi total (rate of) return) swap
dimaksud.
c) Credit Linked Notes
Credit linked notes atau CLN merupakan Surat Berharga yang
diterbitkan oleh protection buyer yang akan dibayarkan sebesar nilai
par pada saat jatuh tempo dengan persyaratan tidak terjadi credit
event terhadap reference aset sampai dengan Surat Berharga
tersebut jatuh tempo. Dalam hal terjadi credit event maka
pemegang CLN mencairkan CLN tersebut kepada penerbit CLN
(dengan nilai antara lain sebesar selisih antara nilai par (par value)
dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference asset pada
saat terjadi credit event).

27
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Berdasarkan karakteristiknya CLN merupakan kombinasi antara
obligasi dan credit default swap, sehingga sebagaimana halnya credit
default swap, hanya risiko kredit dari reference asset yang dijamin.
Namun terdapat perbedaan antara CLN dan credit default swap atau
total (rate of) return swap yaitu dalam hal CLN, pihak pembeli CLN
atau protection seller membeli/melakukan pembayaran dimuka
sebesar nilai reference asset yang mendasari CLN.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka eksposur yang timbul dari
pembelian CLN ditetapkan sebagai eksposur kepada 2 (dua) pihak,
yaitu:
1) sebagai eksposur kepada penerbit CLN; dan
2) sebagai eksposur kepada reference entity, dan masing-masing
eksposur tersebut ditetapkan sebagai subjek BMPK. BMPK
kepada penerbit untuk pembelian CLN dihitung sebagaimana
halnya pembelian Surat Berharga pada umumnya, yaitu sebesar
harga beli. Sementara itu, BMPK terhadap reference entity
diperlakukan sebagaimana halnya jaminan yang diberikan
kepada reference entity dan dihitung secara proporsional
berdasarkan proporsi aset yang mendasari.
d) Lainnya
Untuk derivatif kredit yang mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan ketiga bentuk yang telah dijelaskan pada huruf a. sampai
dengan huruf c., maka BMPK untuk derivatif kredit tersebut
ditetapkan berdasarkan risiko kredit yang melekat serta besarnya
risiko yang dialihkan/diambil alih dari instrumen derivatif kredit
tersebut. Dalam hal Bank akan melakukan Penyediaan Dana dalam
bentuk pembelian derivatif kredit, Bank hendaknya mengacu pula
pada Peraturan Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum,
khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan risiko produk dan
aktivitas baru. Sehubungan dengan itu, sepanjang Penyediaan Dana
dalam bentuk derivatif kredit cukup signifikan dan mempengaruhi
profil risiko Bank, Bank harus melaporkannya kepada Bank
Indonesia.

Bagian Keempat Tagihan Akseptasi


19 Pasal 19 (1) Penyediaan Dana berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai Penyediaan
7/3/PBI/2005 Dana kepada:
a. bank apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah bank lain; dan
atau
b. debitur (applicant) apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah
debitur.
(2) BMPK untuk Tagihan Akseptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sebesar nilai wesel yang diaksep.

Yang dimaksud dengan nilai wesel yang diaksep adalah nilai bruto tagihan
terhadap debitur (applicant) atau pihak yang menjamin.

SE 7/14/DPNP (3) Penyediaan Dana berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai eksposur
2005 kepada pihak yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi tersebut.
Romawi IV.C No. 4 Untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain without recourse,
pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi tersebut adalah bank

28
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


yang mengaksep tagihan tersebut. Sementara itu, untuk Tagihan Akseptasi
yang telah diaksep bank lain dengan syarat with recourse atau tagihan
akseptasi yang tidak diaksep oleh bank, maka pihak yang berkewajiban
melunasi Tagihan Akseptasi dalam kaitannya dengan perhitungan BMPK
adalah nasabah tersebut atau pihak lain yang wajib melunasi Tagihan
Akseptasi. Adapun BMPK, untuk Tagihan Akseptasi tersebut dihitung
sebesar nilai wesel yang diaksep yaitu sebesar nilai bruto tagihan terhadap
pihak yang menjamin.

Bagian Kelima Transaksi Rekening Administratif


20 Pasal 20 (1) Penyediaan Dana untuk Transaksi Rekening Administratif berupa jaminan
7/3/PBI/2005 (guarantee), letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC), atau
instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada
pemohon (applicant).
(2) BMPK untuk Transaksi Rekening Administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dihitung sebesar nilai yang telah diterbitkan (outstanding).
(3) Jaminan untuk Peminjam dan atau Kelompok Peminjam yang diterima
Bank dari bank lain dan atau pihak lain tidak diperhitungkan sebagai
pengurang Penyediaan Dana.

Bank lain yang memberikan jaminan tetap memperhitungkan jaminan


kepada pihak penerima jaminan dalam Transaksi Rekening Administratif.

Bagian Keenam Transaksi Derivatif


21 Pasal 21 (1) Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang berkaitan dengan suku
7/3/PBI/2005 bunga atau valuta asing ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada pihak
lawan (counterparty).

Yang dimaksud transaksi derivatif yang berkaitan dengan suku bunga atau
valuta asing adalah:
a. kontrak suku bunga seperti single currency interest rate swaps,
forward rate agreements dan instrumen serupa lainnya;
b. kontrak valuta asing seperti cross currency swap, cross currency
interest rate swap, forward foreign exchange contracts, dan
instrumen serupa lainnya.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, transaksi derivatif yang


diperkenankan adalah transaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau
valuta asing. Sementara itu transaksi derivatif yang berkaitan dengan
saham hanya dapat dilakukan atas izin Bank Indonesia atau dalam rangka
Penyertaan Modal atau Penyertaan Modal Sementara sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

(2) BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif.
(3) Risiko kredit transaksi derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
dari Tagihan Derivatif ditambah Potential Future Credit Exposure.
(4) Dalam menghitung nilai risiko kredit transaksi derivatif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Bank dapat melakukan saling hapus (set-off)

29
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. merupakan instrumen sejenis;
b. memiliki transaksi yang mendasari (underlying transaction) yang
sejenis;

Yang dimaksud dengan transaksi yang mendasari (underlying


transaction) yang sejenis antara lain adalah suku bunga dengan suku
bunga, dan nilai tukar dengan nilai tukar.

c. memiliki valuta yang sama;


d. dilakukan dengan pihak lawan (counterparty) yang sama;
e. mempunyai jangka waktu yang sama; dan
f. diatur dalam perjanjian para pihak (netting agreement) berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
SE 7/14/DPNP (5) Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang didasari oleh suku bunga
2005 atau valuta asing ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak lawan
Romawi IV.C transaksi (counterparty). Contoh transaksi derivatif tersebut di atas antara
No. 6a lain seperti single currency interest rate swap, forward rate agreements,
cross currency swap, cross currency interest rate swap, forward foreign
exchange contracts atau instrumen serupa lainnya. Tidak termasuk dalam
pengertian transaksi derivatif disini adalah transaksi derivatif berupa
derivatif kredit.
SE 7/14/DPNP (6) BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana tersebut diatas dihitung
2005 berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif tersebut. Risiko kredit transaksi
Romawi IV.C derivatif adalah penjumlahan dari:
No. 6b 1) Tagihan derivatif yaitu jumlah positif potensi keuntungan suatu
perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang diperoleh dari proses mark
to market dari perjanjian/kontrak transaksi derivatif (selisih positif
antara nilai kontrak dengan nilai wajar transaksi derivatif); dan
Potential Future Credit Exposure yaitu seluruh potensi keuntungan
suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif selama umur
perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang ditentukan berdasarkan
persentase tertentu dari nilai nosional perjanjian/kontrak transaksi
derivatif tersebut. Besarnya persentase tertentu yang ditetapkan
sebagai faktor konversi untuk menentukan jumlah Potential Future
Credit Exposure ditentukan berdasarkan jangka waktu dan faktor yang
mendasari perjanjian/kontrak transaksi derivatif sebagaimana
dijelaskan dalam tabel berikut ini.

30
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Sementara itu, yang dimaksud dengan nilai nosional dari suatu
perjanjian/kontrak adalah nilai nosional efektif yang
digunakan/ditetapkan untuk menentukan jumlah arus pembayaran
antara para pihak yang terlibat dalam transaksi.
SE 7/14/DPNP (7) Jangka waktu untuk menghitung Potential Future Credit Exposure adalah
2005 jangka waktu perjanjian/kontrak transaksi derivatif, kecuali ditetapkan
Romawi IV.C tersendiri sebagai berikut:
No. 6c 1) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang secara otomatis
kembali menjadi 0 (nol) (automatically reset to zero) setelah
pembayaran, jangka waktu yang digunakan adalah sisa jangka waktu
sampai dengan pembayaran berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak
transaksi derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang ditetapkan
serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima perseratus) walaupun
periode reset kurang dari 1 (satu) tahun;
2) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang melakukan
penyesuaian tingkat bunga (interest rate adjustment), jangka waktu
yang digunakan adalah sisa jangka waktu sampai dengan penyesuaian
tingkat bunga berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi
derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu lebih dari 1
(satu) tahun, maka persentase konversi yang ditetapkan serendah-
rendahnya 0.5% (nol koma lima perseratus) walaupun periode
penyesuaian tingkat bunga kurang dari 1 (satu) tahun;
3) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang didasarkan pada
suatu instrumen referensi yang mempunyai jangka waktu, jangka
waktu yang digunakan adalah jangka waktu dari instrumen referensi
tersebut.
SE 7/14/DPNP (8) Dalam hal transaksi derivatif merupakan transaksi yang berbasis nilai tukar,
2005 maka Potential Future Credit Exposure dihitung dengan menggunakan kurs
Romawi IV.C yang telah diperjanjikan dalam transaksi. Lampiran 16 (Lampiran 16
No. 6d Kodifikasi ini) merupakan contoh perhitungan Potential Future Credit
Exposure.
SE 7/14/DPNP (9) Perhitungan risiko kredit beberapa transaksi derivatif yang dilengkapi
2005 dengan perjanjian saling hapus antara pihak yang melakukan transaksi
Romawi IV.C (bilateral netting agreement), dilakukan dengan menghitung eksposur
No. 6e bersih (net exposures) dari masing-masing transaksi tersebut, baik untuk
komponen Potential Future Credit Exposure maupun komponen tagihan
derivatif. Perhitungan eksposur bersih untuk komponen Potential Future
Credit Exposure dalam menentukan risiko kredit transaksi derivatif
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

A net = [0,4 x A gross + (0,6 x NGR x A gross)]


dimana:
1) Anet adalah eksposur bersih (net exposure) Potential Future Credit
Exposure (adjusted sum Potential Future Credit Exposure);
2) Agross adalah jumlah seluruh eksposur kotor (gross exposure) Potential
Future Credit Exposure dari masing-masing transaksi derivatif; dan
3) NGR adalah rasio eksposur bersih terhadap eksposur kotor (net to
gross ratio)

31
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Sementara itu, untuk menghitung eksposur bersih tagihan derivatif untuk
transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus dilakukan dengan
menjumlahkan jumlah positif dan jumlah negatif nilai mark to market dari
transaksi-transaki yang dilengkapi dengan perjanjian saling hapus tersebut.
Apabila hasil penjumlahan tersebut adalah negatif, maka nilai yang
digunakan adalah 0 (nol). Lampiran 17 (Lampiran 17 Kodifikasi ini)
merupakan contoh perhitungan Potential Credit Exposure untuk transaksi
yang dilengkapi perjanjian saling hapus.

Bagian Ketujuh Penyertaan


22 Pasal 22 (1) Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai Penyediaan
7/3/PBI/2005 Dana kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan Modal
(investee).
(2) BMPK untuk Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung berdasarkan harga perolehan.

Yang dimaksud harga perolehan dalam ayat ini adalah harga beli ditambah
biaya lain yang dikeluarkan pertama kali pada saat Penyertaan Modal
dilakukan. Perhitungan harga perolehan untuk Penyertaan Modal berupa
penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi (convertible bond)
dengan opsi saham (equity option) atau jenis transaksi tertentu yang
berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham adalah sebesar nilai
saham atau penyertaan yang akan dimiliki.

SE 7/14/DPNP (3) Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai eksposur
2005 kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan (investee). Definisi
Romawi IV.C No. 7 Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham
pada bank atau perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti
perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi
serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, termasuk
penanaman dalam bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan
opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat
Bank memiliki atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan
yang bergerak di bidang keuangan lainnya.
Adapun jumlah Penyediaan Dana dalam bentuk penyertaan saham adalah
sebesar harga perolehan, yakni seluruh biaya yang dikeluarkan dalam
rangka penyertaan. Untuk penanaman dalam bentuk surat konversi utang
(convertible bonds) dengan opsi saham (equity options), yang
diperhitungkan adalah sebesar nilai saham atau penyertaan yang akan
diperoleh Bank apabila surat konversi utang (convertible bonds) dikonversi
menjadi saham. Untuk jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank
memiliki atau akan memiliki saham seperti transaksi opsi saham,
Penyediaan Dana yang diperhitungkan dalam BMPK adalah sebesar nilai
keseluruhan saham yang akan dimiliki apabila opsi tersebut di-exercise.
Adapun transaksi opsi saham yang termasuk dalam Penyertaan adalah opsi
saham dimana Bank memiliki pengendalian berdasarkan 2 faktor sebagai
berikut:
a. Faktor Potential Voting Rights yakni yang dilihat berdasarkan
1) hak atas keuntungan/laba yang diperoleh investee,

32
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


2) risiko dalam menanggung kerugian investee dan atau
3) hak untuk menggunakan hak suara atau mengurangi hak suara
pemegang saham lain; serta
b. Faktor waktu kepemilikan (presently exercisable) atas Potential Voting
Rights yakni apakah hak ataupun risiko sebagaimana dijelaskan pada
huruf a telah berada/dapat digunakan investor pada saat transaksi opsi
saham dilakukan. Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah opsi saham
dapat diexercise sewaktu-waktu (exercise at any time); atau apakah
transaksi opsi saham distruktur sedemikian rupa sehingga opsi
tersebut wajib di-exercise (mandatory exercise), misalnya penetapan
strike price opsi yang sedemikian rupa sehingga mengharuskan opsi di-
exercise pada saat jatuh tempo atau perpanjangan terus menerus dari
opsi yang mengindikasikan keinginan dari pihak pemegang opsi untuk
meng-exercise opsi tersebut. Adapun kemampuan keuangan (financial
capability) dari Bank untuk dapat menggunakan hak tersebut tidak
mempengaruhi penilaian faktor waktu kepemilikan sebagaimana
dijelaskan diatas.
Dalam melakukan transaksi opsi saham, Bank hendaknya mengacu
pada Transaksi Derivatif. Sesuai ketentuan tersebut, transaksi derivatif
yang diperkenankan adalah transaksi derivatif yang didasarkan atas
suku bunga dan nilai tukar. Sementara itu, transaksi derivatif atas
dasar saham hanya diperkenankan apabila transaksi tersebut
memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan BMPK dan
ketentuan prinsip kehatihatian dalam kegiatan penyertaan modal.
Adapun transaksi derivatif atas dasar saham yang diperuntukan untuk
jual beli saham, yaitu transaksi yang tidak memenuhi persyaratan
dalam kedua ketentuan diatas, tidak diperkenankan.

BAB V Pelampauan BMPK


23 Pasal 23 (1) Penyediaan Dana oleh Bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK
8/13/PBI/2006 apabila disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. penurunan Modal Bank;
b. perubahan nilai tukar;
c. perubahan nilai wajar;

Termasuk dalam perubahan nilai wajar antara lain adalah perubahan


nilai dalam pencatatan penyertaan dengan metode ekuitas (equity
method) yang telah lebih dari 1 (satu) tahun atau pencatatan Surat
Berharga yang dimiliki dengan menggunakan nilai pasar (mark to
market).

d. penggabungan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan atau


perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan
Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam;
e. perubahan ketentuan.

Termasuk dalam perubahan ketentuan adalah perubahan pihak-pihak


yang dikategorikan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam.

33
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(2) Penentuan Peminjam dalam perhitungan Pelampauan BMPK dilakukan
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan
Pasal 22 (Paragraf 13 sampai dengan Paragraf 22 Kodifikasi ini).
(3) Pelampauan BMPK dihitung berdasarkan nilai yang tercatat pada tanggal
laporan.

Nilai yang tercatat pada tanggal laporan adalah sebagaimana diatur


dalam Standar Akuntansi Kuangan yang berlaku terhadap masing-masing
instrumen. Khusus untuk Transaksi Derivatif, nilai tercatat pada tanggal
laporan termasuk nilai Potential Future Credit Exposure.

SE 7/14/DPNP (4) Bank dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK, apabila terdapat selisih
2005 lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase
Romawi IV Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada saat pemberian
Penyediaan Dana. Bank dinyatakan melakukan pelampauan BMPK apabila
terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan
persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada
tanggal laporan.
SE 7/14/DPNP (5) Penyediaan Dana oleh Bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK
2005 apabila terdapat selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana terhadap
Romawi V Modal Bank dengan persentase BMPK yang diperkenankan yang
disebabkan oleh penurunan Modal Bank, perubahan nilai tukar,
perubahan nilai wajar, penggabungan usaha dan atau perubahan struktur
kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan atau
kelompok Peminjam, dan atau perubahan ketentuan.
Perhitungan Pelampauan BMPK didasarkan pada nilai tercatat pada
tanggal laporan (carrying value) dari penyediaan dana yang dicatat sesuai
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Untuk transaksi derivatif, nilai
tercatat pada tanggal laporan termasuk Potential Future Credit Exposure
yang telah ditetapkan untuk transaksi tersebut.

A. Penurunan Modal Bank


Yang dimaksud dengan penurunan Modal Bank dalam kaitannya
dengan Pelampauan BMPK adalah penurunan modal inti dan atau
modal pelengkap atau NHOF, yang mengakibatkan Modal Bank,
sebagai faktor penyebut untuk perhitungan BMPK, menjadi lebih kecil.
B. Perubahan Nilai Tukar dan atau Nilai Wajar
Perubahan nilai tukar dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
nilai tercatat Penyediaan Dana dalam bentuk valuta asing, sehingga
dapat mengakibatkan Pelampauan BMPK. Sesuai standar akuntansi
keuangan, penyesuaian atas nilai tukar hanya dilakukan untuk akun-
akun dalam bentuk monetary asset, sehingga penyertaan modal dalam
valuta asing tidak disesuaikan dengan kurs pada tanggal laporan. Yang
dimaksud dengan perubahan nilai wajar adalah perubahan nilai sesuai
standar akuntansi keuangan yang berlaku, misalnya pencatatan Surat
Berharga sesuai nilai pasar dan pencatatan penyertaan dengan
menggunakan equity method. Peningkatan jumlah penyertaan akibat
equity method yang belum melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun,
tidak diperhitungkan sebagai pelampauan BMPK. Penyertaan yang
dikonsolidasi dan menghasilkan goodwill, dapat diamortisasi dalam

34
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


jangka waktu tertentu. Sejalan dengan itu, maka nilai penyertaan
dalam laporan keuangan bank secara individual juga dianggap
mengalami penurunan nilai (impairement) sebesar amortisasi goodwill
tersebut. Penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian atas
penurunan nilai penyertaan dan mengurangi nilai tercatat pada
laporan keuangan bank secara individual. Untuk transaksi derivatif
yang dinilai kembali (repricing), komponen Potential Future Credit
Exposure dihitung kembali pada waktu dilakukannya penilaian kembali.
C. Penggabungan Usaha dan atau Perubahan Struktur Kepengurusan
Penggabungan usaha, baik dalam bentuk akuisisi, merger, atau
perubahan struktur kepemilikan lainnya, dan atau perubahan struktur
kepengurusan baik yang dilakukan oleh Bank penyedia dana maupun
oleh Peminjam dapat mengakibatkan berubahnya pihak-pihak yang
ditetapkan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam.
Sehubungan dengan itu, sebagai akibat terjadinya penggabungan
usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan tersebut, Bank
harus mengevaluasi ulang jumlah eksposur yang dimilikinya atas
Peminjam berkaitan dengan batasan (limit) tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum untuk Pihak Terkait dan atau kelompok
Peminjam.

BAB VI Penyelesaian Pelanggaran dan Pelampauan BMPK


24 Pasal 24 (1) Bank wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan)
8/13/PBI/2006 untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan atau Pelampauan BMPK.
(2) Action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat paling
kurang langkah-langkah untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan atau
Pelampauan BMPK serta target waktu penyelesaian.
(3) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk Pelanggaran BMPK, paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia.
b. untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, huruf b, dan huruf c (Paragraf 23
Kodifikasi ini) ditetapkan paling lambat 9 (sembilan) bulan sejak action
plan disampaikan kepada Bank Indonesia.
c. untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf d, ditetapkan
paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak action plan disampaikan
kepada Bank Indonesia.
d. untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf e, ditetapkan
paling lambat 18 (delapan belas) bulan sejak batas akhir waktu
penyampaian action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
(Paragraf 25 Kodifikasi ini) ayat (3).
(4) Dalam hal jangka waktu penyelesaian action plan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dinilai tidak mungkin dicapai, Bank atas dasar persetujuan
Bank Indonesia dapat menetapkan jangka waktu penyelesaian action plan
yang berbeda dengan jangka waktu penyelesaian action plan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).

35
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


25 Pasal 25 (1) Action plan untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7/3/PBI/2005 24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) harus diterima Bank Indonesia paling lambat
1 (satu) bulan sejak terjadinya Pelanggaran BMPK.
(2) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d harus diterima Bank Indonesia paling lambat 1 (satu)
bulan setelah akhir bulan laporan.

Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh penggabungan usaha,


jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah 1 (satu) bulan
setelah akhir bulan laporan sejak disahkannya akta penggabungan usaha
oleh instansi yang berwenang.

(3) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf e harus
diterima Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya
ketentuan baru.

26 Pasal 26 (1) Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan masing-masing
7/3/PBI/2005 untuk Pelanggaran BMPK dan Pelampauan BMPK.
(2) Laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah realisasi action plan.

BAB VII Pengecualian


27 Pasal 27 (1) Ketentuan BMPK dikecualikan untuk:
7/3/PBI/2005 a. pembelian Surat Berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia
dan atau Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan Pemerintah Indonesia adalah pemerintah


pusat dan pemerintah daerah.

b. bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia


sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat
dibatalkan (irrevocable);

Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah


apabila:
1. manfaat yang diperoleh Bank penyedia dana dari jaminan
tidak berkurang secara substansial walaupun terjadi
kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali
Bank; dan
2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti:
a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuann
wanprestasi (notification of default);

36
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik
(good faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau
c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara
dilakukannya saling hapus (set-off) terlebih dahulu
dengan kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak
penjamin.

2) harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja


sejak diajukan klaim, termasuk pencairan sebagian;
3) mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka
waktu Penyediaan Dana; dan
4) tidak dijamin kembali (counter guarantee) oleh Bank penyedia
dana atau bank yang bukan prime bank.
c. bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh:
1) agunan dalam bentuk agunan tunai berupa giro, deposito,
tabungan, setoran jaminan dan atau emas;

Dalam hal agunan tunai berupa emas maka nilai agunan


ditentukan berdasarkan harga pasar (market value).

2) agunan berupa Surat Berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah


Indonesia dan atau Bank Indonesia, sepanjang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

Termasuk dalam pengertian Penyediaan Dana yang dijamin


agunan Surat Berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah
Indonesia dan atau Bank Indonesia adalah Surat Berharga Yang
Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali (reverse repurchase
agreement). Dalam hal agunan berupa Surat Utang Negara (SUN)
maka nilai agunan ditentukan berdasarkan nilai pasar (market
value) SUN tersebut atau dalam hal tidak tersedia nilai pasar
ditentukan berdasarkan nilai wajar (fair value).

a) agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan


dari pemilik agunan untuk keuntungan Bank penerima
agunan, termasuk pencairan sebagian untuk membayar
tunggakan angsuran pokok/bunga;
b) bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat
dibatalkan (irrevocable);

Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah


apabila:
1. manfaat yang diperoleh Bank Penyedia Dana dari
jaminan tidak berkurang secara substansial walaupun
terjadi kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor di
luar kendali Bank; dan
2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti:
a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan
wanprestasi (notification of default);

37
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik
(good faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau
c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara
dilakukannya saling hapus (setoff) terlebih dahulu
dengan kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak
penjamin.

c) jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada


huruf a) paling kurang sama dengan jangka waktu
Penyediaan Dana;
d) memiliki pengikatan hukum yang kuat (legally enforceable)
sebagai agunan, bebas dari segala bentuk perikatan lain,
bebas dari sengketa, tidak sedang dijaminkan kepada pihak
lain, termasuk tujuan penjaminan yang jelas;
e) untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1),
disimpan atau ditatausahakan pada Bank penyedia dana
atau pada prime bank.
(2) Bank wajib mengajukan klaim terhadap jaminan atau agunan yang diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak Peminjam wanprestasi (event of default).
(3) Peminjam dianggap wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
apabila:
a. terjadi tunggakan pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya
selama 90 (sembilan puluh hari);
b. tidak diterimanya pembayaran pokok dan atau bunga dan atau tagihan
lainnya pada saat Penyediaan Dana jatuh tempo; atau
c. tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan
atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi.
SE 7/14/DPNP (4) Penyediaan Dana yang dijamin oleh agunan tunai dikecualikan dari
2005 ketentuan BMPK. Latar belakang penggunaan agunan tunai sebagai agunan
Romawi VI.A yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK adalah bahwa agunan
tunai bersifat sangat likuid, mudah dicairkan, dan mempunyai nilai yang
relatif tetap. Oleh karena itu, risiko Penyediaan Dana yang dijamin agunan
tunai tersebut dapat dimitigasi secara menyeluruh. Apabila fungsi mitigasi
tersebut tidak dapat dipenuhi oleh agunan tunai yang diberikan, antara
lain disebabkan bahwa agunan tunai berasal dari Penyediaan Dana yang
diberikan Bank penyedia dana, maka agunan tunai tersebut tidak dapat
diakui sebagai agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK.
Agunan yang memenuhi syarat agunan tunai sesuai ketentuan tersebut
diatas adalah agunan tunai yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditetapkan dalam ketentuan termasuk jangka waktu pemblokiran yang
paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana serta jangka
waktu pengajuan klaim. Sehubungan dengan itu agunan tunai tersebut
adalah agunan yang digunakan untuk menjamin Penyediaan Dana yang
bersifat sebagai utang piutang dan tidak termasuk Penyediaan Dana dalam
bentuk Penyertaan.

28 Pasal 28 Prime bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 (Paragraf 27 Kodifikasi ini)
7/3/PBI/2005 ayat (1) huruf c angka 2) huruf e) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki peringkat investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat

38
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


paling kurang:
1) BBB- berdasarkan penilaian Standard & Poors;
2) Baa3 berdasarkan penilaian Moody’s;
3) BBB- berdasarkan penilaian Fitch; atau
4) peringkat investasi setara dengan angka 1), angka 2), dan atau angka
3) berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat terkemuka lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia,berdasarkan penilaian terhadap
prospek usaha jangka panjang (long term outlook) banK tersebut; dan
b. memiliki total aset yang termasuk dalam 200 (dua ratus) besar dunia
berdasarkan informasi yang tercantum dalam banker’s almanac.

29 Pasal 29 Ketentuan BMPK dikecualikan untuk Penempatan sepanjang Penempatan


7/3/PBI/2005 tersebut termasuk dalam cakupan yang dijamin dan memenuhi syarat program
penjaminan Pemerintah serta Bank tempat Penempatan memenuhi
persyaratan program penjaminan Pemerintah.

Program penjaminan Pemerintah yang berlaku adalah yang diselenggarakan


oleh Unit Pelaksana Program Penjaminan atau Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.

30 Pasal 30 (1) Dalam hal program penjaminan Pemerintah tidak meliputi Penempatan
8/13/PBI/2006 maka Penempatan merupakan komponen Penyediaan Dana yang
diperhitungkan dalam BMPK.

Yang dimaksud program penjaminan Pemerintah tidak meliputi


Penempatan termasuk apabila Penempatan tidak memenuhi syarat untuk
dijamin berdasarkan program penjaminan Pemerintah.
Program penjaminan Pemerintah mengacu kepada peraturan perundang-
undangan tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

(2) Dalam hal Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan


Pemerintah, maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada
Bank lain di Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan
manajemen likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat
belas) hari dikecualikan dari ketentuan BMPK.

Yang dimaksud dengan manajemen likuiditas adalah kegiatan yang


dilakukan Bank untuk mengelola risiko likuiditas (liquidity risk) dan
mengoptimalkan likuiditas yang tersedia.

SE 7/14/DPNP (3) Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan Pemerintah,


2005 maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada Bank lain di
Romawi VI.C Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan manajemen
likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari
dikecualikan dari BMPK.
Pengaturan ini berlaku untuk counterparty Bank yang merupakan Bank lain
di Indonesia baik yang merupakan peserta program penjaminan
Pemerintah ataupun tidak. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang dimaksud
dalam pengaturan ini adalah PUAB di Indonesia sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

39
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


31 Pasal 31 (1) Penyertaan Modal kepada bank lain di Indonesia dikecualikan dari
7/3/PBI/2005 ketentuan BMPK sepanjang Bank melakukan konsolidasi dengan bank
penerima Penyertaan Modal (investee).

Yang dimaksud dengan bank lain di Indonesia adalah bank umum dan bank
perkreditan rakyat.
Yang dimaksud dengan konsolidasi pada ayat ini adalah konsolidasi
laporan keuangan dan konsolidasi dalam pelaksanaan prinsip kehatihatian
yang antara lain mencakup kewajiban penyediaan modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut
pengawasan dan penetapan status Bank.

(2) Pengecualian Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berlaku dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penyertaan Modal yang dilakukan mengakibatkan Bank wajib
melakukan konsolidasi laporan keuangan dengan investee;

Kewajiban melakukan konsolidasi sesuai dengan Standar Akuntansi


Keuangan yang berlaku.

b. Bank dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis


kepada Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan
investee secara individual maupun secara konsolidasi; dan

Penerapan pengawasan Bank dan investee meliputi penerapan


ketentuan kehati-hatian yaitu kewajiban penyediaan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak
lanjut pengawasan dan penetapan status Bank.

c. Penyertaan Modal memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam


ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

Ketentuan yang berlaku antara lain adalah Peraturan Bank Indonesia


tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Kegiatan Penyertaan Modal.

(3) Penyediaan Dana selain Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) kepada investee merupakan komponen Penyediaan Dana yang
diperhitungkan dalam BMPK.
SE 7/14/DPNP (4) Penyertaan Modal kepada bank lain di Indonesia dapat dikecualikan dari
2005 BMPK sepanjang memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan
Romawi VI.D yang wajib dipenuhi untuk pengecualian Penyertaan Modal tersebut
adalah Bank dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis
kepada Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee
secara individual maupun konsolidasi. Adapun penerapan pengawasan
secara konsolidasi tersebut meliputi penerapan ketentuan kehati-hatian
yaitu kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum pemberian
kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan dan
penetapan status Bank. Rasio-rasio yang diperhatikan dalam penetapan
pengawasan khusus dan pengawasan intensif, antara lain mencakup giro
wajib minimum, rasio kredit bermasalah terhadap total kredit, dan
penilaian tingkat kesehatan. Penerapan pengawasan secara individual

40
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


maupun secara konsolidasi sebagaimana dimaksud diatas diilustrasikan
dalam Lampiran 19 dan Lampiran 20 (Lampiran 19 dan 20 Kodifikasi ini).

32 Pasal 32 Pengambilalihan (negosiasi) wesel ekspor berjangka dikecualikan dari


7/3/PBI/2005 perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11
(Paragraf 4 dan Paragraf 11 Kodifikasi ini) sepanjang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. wesel ekspor berjangka diterbitkan atas dasar Letter of Credit (L/C)
berjangka (Usance L/C) yang sesuai dengan Uniform Customs and Practice
for Documentary Credits (UCP) yang berlaku; dan
b. telah diaksep oleh prime bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
(Paragraf 28 Kodifikasi ini).

33 Pasal 33 (1) Bagian Penyediaan Dana kepada Peminjam yang dijamin oleh prime bank
7/3/PBI/2005 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (Paragraf 28 Kodifikasi ini)
dikecualikan dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dan Pasal 11 (Paragraf 4 dan Paragraf 11 Kodifikasi ini) sepanjang jaminan
yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berbentuk standby letter of credit yang diterbitkan sesuai dengan
Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) atau
International Standby Practices (ISP) yang berlaku;
b. bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan
(irrevocable);

Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah apabila:


1. manfaat yang diperoleh Bank penyedia dana dari jaminan tidak
berkurang secara substansial walaupun terjadi kerugian yang
disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali Bank; dan
2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti:
a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan
wanprestasi (notification of default);
b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good
faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau
c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara
dilakukannya saling hapus (set-off) terlebih dahulu dengan
kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak penjamin.

c. harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak


diajukan klaim, termasuk pencairan sebagian;
d. mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu
Penyediaan Dana; dan
e. tidak dijamin kembali (counter guarantee) oleh Bank penyedia dana
atau bank yang bukan prime bank.
(2) Pengecualian dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling tinggi:
a. 90% (sembilan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan
Dana kepada Pihak Terkait;
b. 80% (delapan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan
Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait;
dan

41
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


c. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan
Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan merupakan
Pihak Terkait.
(3) Bank wajib mengajukan klaim terhadap jaminan yang diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sejak Peminjam wanprestasi (event of default).
(4) Peminjam dianggap wanprestasi (event of default) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila:
a. terjadi tunggakan pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya
selama 90 (sembilan puluh) hari;
b. tidak diterimanya pembayaran pokok dan atau bunga dan atau tagihan
lainnya pada saat Penyediaan Dana jatuh tempo; atau
c. tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan
atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi (event
of default).

34 Pasal 34 Penempatan pada setiap prime bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
7/3/PBI/2005 (Paragraf 28 Kodifikasi ini) tidak diperhitungkan dalam Batas Maksimum
Pemberian Kredit dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal
Bank.

SE 7/14/DPNP Penempatan kepada setiap prime bank tidak diperhitungkan dalam BMPK
2005 dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal Bank. Hal ini antara
Romawi VI.B lain dicontohkan dalam Lampiran 18 (Lampiran 18 Kodifikasi ini).

35 Pasal 35 (1) Bagian Penyediaan Dana kepada Peminjam yang dijamin oleh lembaga
7/3/PBI/2005 pembangunan multilateral dikecualikan dari perhitungan BMPK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11 (Paragraf 4 dan
Paragraf 11 Kodifikasi ini) sepanjang jaminan yang diberikan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. penyediaan Dana bertujuan untuk pembiayaan di Indonesia;
b. penjamin merupakan lembaga pembangunan multilateral yang
ditetapkan Bank Indonesia; dan

Yang dimaksud dengan lembaga pembangunan multilateral dalam


huruf ini adalah International Bank for Reconstruction and
Development (IBRD), Inter-American Development Bank, Asian
Development Bank (ADB), International Finance Corporation (IFC),
European Investment Bank (EIB), Islamic Development Bank (IDB),
Council of Europe Social Development Fund (Council of Europe
Resettlement Fund), Nordic Investment Bank, European Bank for
Reconstruction and Development (EBRD), European Investment Fund,
Inter-American Investment Corporation, dan Africa Development Bank
(AfDB), serta lembaga pembangunan multilateral lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.

c. jaminan yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut:


1) bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan
(irrevocable);

42
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah
apabila:
1. manfaat yang diperoleh Bank penyedia dana dari jaminan tidak
berkurang secara substansial (berdasarkan asas materialitas)
walaupun terjadi kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor
di luar kendali Bank; dan
2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti:
a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan
wanprestasi (notification of default);
b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good
faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau
c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara
dilakukannya saling hapus (set-off) terlebih dahulu dengan
kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak penjamin.

2) harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja


sejak diajukan klaim, termasuk pencairan sebagian;
3) mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka
waktu Penyediaan Dana; dan
4) tidak dijamin kembali (counter guarantee) Bank penyedia dana
atau bank yang bukan prime bank.
(2) Pengecualian dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling tinggi:
a. 90% (sembilan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan
Dana kepada Pihak Terkait;
b. 80% (delapan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan
Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait;
atau
c. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan
Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan merupakan
Pihak Terkait.
(3) Bank wajib mengajukan klaim terhadap jaminan yang diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sejak Peminjam wanprestasi (event of default).
(4) Peminjam dianggap wanprestasi (event of default) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila:
a. terjadi tunggakan pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya
selama 90 (sembilan puluh) hari;
b. tidak diterimanya pembayaran pokok dan atau bunga dan atau tagihan
lainnya pada saat Penyediaan Dana jatuh tempo; atau
c. tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan
atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi (event
of default).

36 Pasal 36 (1) Penyertaan Modal Sementara untuk mengatasi kegagalan Kredit


7/3/PBI/2005 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
dikecualikan dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dan Pasal 11 (Paragraf 4 dan Paragraf 11 Kodifikasi ini) dan ketentuan
Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi
ini).

43
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(2) Dalam hal terdapat Penyediaan Dana baru yang diberikan terhadap
perusahaan dimana Bank melakukan Penyertaan Modal Sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Penyediaan Dana baru
tersebut diperhitungkan dalam BMPK.

Dalam hal Penyertaan Modal Sementara untuk mengatasi kegagalan


Kredit dilakukan kepada pihak yang bukan merupakan Pihak Terkait, BMPK
untuk Penyediaan Dana baru ditetapkan sebagai BMPK untuk pihak yang
bukan merupakan Pihak Terkait.

37 Pasal 37 (1) Penggolongan kelompok Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12


8/13/PBI/2006 (Paragraf 12 Kodifikasi ini) dikecualikan untuk pemberian Kredit kepada
nasabah (end user) melalui lembaga pembiayaan dengan metode
penerusan (channeling) sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Bank melakukan pengawasan terhadap penilaian kelayakan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan terhadap nasabah (end-user);
b. Bank memiliki risiko langsung atas Penyediaan Dana yang disalurkan
kepada nasabah (end-user);

Yang dimaksud dengan memiliki risiko langsung adalah apabila


kualitas Penyediaan Dana yang disalurkan Bank kepada nasabah (end-
user) dengan metode penerusan (channeling) melalui lembaga
pembiayaan mencerminkan secara langsung risiko terkini dari masing-
masing nasabah (end user).

c. perjanjian Kredit dilakukan antara nasabah (end-user) dengan Bank


atau dengan pihak yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama
Bank;

Agunan yang diberikan nasabah diikat untuk kepentingan Bank


sehingga Bank dapat secara langsung melakukan eksekusi agunan
dalam hal terjadi wanprestasi.

d. pembayaran dari nasabah (end-user) untuk keuntungan Bank; dan

Tidak termasuk pembayaran dari nasabah (end-user) untuk


keuntungan Bank adalah spread yang timbul dari perbedaan tingkat
bunga yang diterima bank dan lembaga pembiayaan yang merupakan
jasa bagi lembaga pembiayaan dalam melakukan pengelolaan kredit.

e. lembaga pembiayaan tidak menjamin untuk mengambil alih atau


melunasi sebagian atau seluruh kewajiban nasabah (end-user) dalam
hal nasabah tersebut gagal memenuhi kewajibannya kepada Bank.
SE 7/14/DPNP (2) Dalam pengelompokan Peminjam, terdapat kemungkinan dimana
2005 beberapa kelompok Peminjam memiliki pengendalian terhadap 1 (satu)
Romawi VII. A Peminjam. Dalam perhitungan BMPK, eksposur yang dimiliki Bank
terhadap Peminjam ditambahkan kedalam eksposur masing-masing
kelompok Peminjam tersebut, dan Peminjam tersebut ditetapkan sebagai
anggota masing-masing kelompok Peminjam tersebut di atas. Perhitungan
BMPK dan pengelompokan Peminjam sebagaimana dimaksud di atas dapat

44
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


dicontohkan dalam Lampiran 22 dan Lampiran 23 (Lampiran 22 dan
Lampiran 23 Kodifikasi ini).
Apabila hubungan pengendalian disebabkan semata-mata karena
hubungan keuangan yang disebabkan oleh adanya penjaminan, maka
eksposur BMPK bagi Peminjam di atas dihitung secara proporsional untuk
masing-masing kelompok Peminjam berdasarkan proporsi penjaminan
yang diterima atas Penyediaan Dana Bank kepada Peminjam. Sementara
itu, bentuk jaminan yang diakui untuk menghitung BMPK secara
proporsional sebagaimana dijelaskan di atas adalah jaminan berupa
corporate guarantee. Apabila jaminan yang diterima berbentuk selain
corporate guarantee, maka BMPK tidak dihitung secara proporsional.
Pengelompokan Peminjam karena adanya jaminan sebagaimana dimaksud
di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 23 (Lampiran 23 Kodifikasi ini).

38 Pasal 38 Pemberian Kredit dengan pola kemitraan inti-plasma dimana perusahaan inti
7/3/PBI/2005 menjamin Kredit kepada plasma dikecualikan dari pengertian kelompok
Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 12 Kodifikasi ini)
sepanjang:
a. Kredit diberikan dengan pola kemitraan;

Yang dimaksud dengan pola kemitraan adalah pola pengembangan


dengan menggunakan perusahaan inti yang membantu membimbing
perusahaan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem
kerjasama yang saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan.

b. perusahaan inti bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank;


c. plasma bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki,
dikuasai, atau berafiliasi dengan inti;
d. plasma memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan inti sebagai
bagian dari produksi perusahaan inti; dan
e. perjanjian Kredit dengan plasma dilakukan oleh Bank secara langsung
dengan plasma.

39 Pasal 39 Kredit kepada Pejabat Eksekutif Bank dikecualikan sebagai pemberian Kredit
7/3/PBI/2005 kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 8
(Paragraf 4 dan Paragraf 8 Kodifikasi ini) sepanjang diberikan dalam rangka
kesejahteraan sumber daya manusia Bank yang didasarkan pada kebijakan
tunjangan dan fasilitas jabatan serta diberikan secara wajar.

Yang dimaksud dengan diberikan secara wajar antara lain :


1. berdasarkan kemampuan untuk mengembalikan Kredit yang diterima;
2. tatacara penilaian pemberian Kredit dilakukan dengan memperhatikan
prinsip kehati-hatian yang setara dengan pemberian Kredit kepada pihak-
pihak yang bukan merupakan Pejabat Eksekutif Bank;
3. tidak ada perlakuan khusus antar Pejabat Eksekutif Bank dalam
pemberian Kredit; dan
4. tatacara pemberian Kredit diatur dalam peraturan kepegawaian yang
berlaku umum.

45
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


40 Pasal 40 (1) Penyediaan Dana Bank kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
8/13/PBI/2006 tujuan pembangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh
Ayat (1) perseratus) dari Modal Bank.

Yang dimaksud dengan BUMN dalam Paragraf ini adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan Penyediaan Dana kepada BUMN untuk tujuan


pembangunan antara lain adalah Penyediaan Dana untuk:
1. pengadaan pangan;
2. pengadaan rumah sangat sederhana;
3. pengadaan/penyediaan/pengelolaan minyak dan gas bumi serta
sumber alam pengganti energi lainnya yang setara;
4. pengadaan/pengolahan komoditi yang berorientasi ekspor;
5. pengadaan/penyediaan/pengelolaan air;
6. pengadaan/penyediaan/pengelolaan listrik;
7. pengadaan infrastruktur penunjang transportasi darat, laut, dan udara
berupa pembangunan jalan, jembatan, rel kereta api, pelabuhan laut
dan bandar udara.

SE 7/14/DPNP Perhitungan Penyediaan Dana kepada 1 (satu) BUMN didasarkan pada


2005 keseluruhan Penyediaan Dana yang telah diterima BUMN tersebut, baik
Romawi VI. E untuk tujuan sebagaimana dicantumkan pada angka 1 sampai dengan
angka 6 diatas, maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu Penyediaan Dana
yang diperhitungkan selain Penyediaan Dana secara langsung kepada
BUMN yang bersangkutan, maupun kepada kelompok BUMN tersebut. Hal
ini dapat diilustrasikan pada Lampiran 21 (Lampiran 21 Kodifikasi ini).
Batasan 30% (tiga puluh perseratus) diberlakukan apabila antara Bank
dengan BUMN yang menerima Penyediaan Dana tidak mempunyai
hubungan pengendalian. Dalam hal terdapat hubungan pengendalian,
selain karena adanya kepemilikan pemerintah, maka BMPK untuk BUMN
tersebut mengikuti BMPK untuk Pihak Terkait dengan Bank.

Pasal 40 (2) Hubungan antara Bank yang berbentuk BUMN atau Badan Usaha Milik
8/13/PBI/2006 Daerah (BUMD) dengan Peminjam yang berbentuk BUMN dan atau BUMD
Ayat (2) dikecualikan dari pengertian Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) sepanjang hubungan tersebut semata-
mata disebabkan karena kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia.

Yang dimaksud dengan BUMD dalam ayat ini adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah
yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam perundangundangan yang
berlaku. Termasuk sebagai perusahaan BUMN adalah Bank BUMN yang
direstrukturisasi sehingga menjadi bagian dari suatu bank holding
company yang merupakan BUMN.

46
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


SE 7/14/DPNP Pengecualian dari pengertian Pihak Terkait tersebut juga diberlakukan
2005 untuk Bank non-BUMN/BUMD yang terdapat kepemilikan saham
Romawi VI. F Pemerintah Indonesia melalui PPA dengan jumlah 10% atau lebih,
sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena kepemilikan
langsung Pemerintah Indonesia. Dengan demikian apabila antara Bank
dengan BUMN/BUMD tersebut antara lain memiliki hubungan
kepengurusan, maka penyediaan dana kepada BUMN/BUMD tersebut
diperhitungkan BMPK kepada Pihak Terkait.

Pasal 40 (3) Perusahaan-perusahaan BUMN dan atau BUMD tidak diperlakukan sebagai
8/13/PBI/2006 kelompok Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 12
Ayat (3) Kodifikasi ini) sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan
karena kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia.

Yang dimaksud dengan BUMD dalam ayat ini adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah
yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam perundangundangan yang
berlaku. Termasuk sebagai perusahaan BUMN adalah Bank BUMN yang
direstrukturisasi sehingga menjadi bagian dari suatu bank holding
company yang merupakan BUMN.

41 Pasal 40A Penyediaan Dana kepada perusahaan/badan sebagaimana dimaksud dalam


8/13/PBI/2006 Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf b yang dikendalikan oleh Bank
melalui dana pensiun Bank yang bersangkutan, dikecualikan dari perhitungan
BMPK kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 4
Kodifikasi ini) sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Hubungan pengendalian antara Bank dengan perusahaan/badan yang
dikendalikan oleh dana pensiun Bank tersebut semata-mata disebabkan
adanya kepemilikan dana pensiun terhadap perusahaan/badan tersebut;
dan

Sebagai contoh Bank A mengendalikan dana pensiun B. Perusahaa-


perusahaan yang dimiliki oleh dana pensiun B bukan merupakan pihak
terkait Bank A sepanjang:
1. tidak terdapat pengendalian lain secara langsung dari Bank A; dan
atau
2. tidak terdapat pengendalian dari dana pensiun B selain kepemilikan.

Yang dimaksud dengan dana pensiun adalah dana pensiun sebagaimana


diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Penyediaan Dana diberikan dengan persyaratan yang wajar (arm’s length)


dan sesuai dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku.

42 Pasal 40B (1) Penyediaan Dana kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam:
8/13/PBI/2006 a. Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf c;
b. Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini)ayat (1) huruf d angka 2);
c. Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf g, huruf j angka 2),
huruf k sampai dengan huruf o, hanya untuk pihak-pihak sebagaimana

47
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


dimaksud pada Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf c dan
huruf d angka 2,
dikecualikan dari perhitungan BMPK kepada Pihak Terkait sebagaimana
dimaksud dalam Paragraf 4 sepanjang memenuhi persyaratan tertentu
(2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
a. Hubungan pengendalian antara Bank dengan pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf c dan
atau Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf d angka 2) semata-
mata disebabkan oleh hubungan kepemilikan;
b. Penyediaan Dana diberikan dengan persyaratan yang wajar (arm’s
length) dan sesuai dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang
berlaku; dan
c. Penyediaan Dana diberikan oleh Bank pada saat Bank tidak
ditempatkan dalam pengawasan intensif Bank Indonesia.

Termasuk dalam pengertian pemberian Penyediaan Dana oleh Bank


ada lah perpanjangan jangka waktu Penyediaan Dana.

(3) Bank yang tidak ditempatkan dalam pengawasan intensif Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah bank yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. memiliki peringkat komposit dalam penilaian tingkat kesehatan paling
kurang 3;
b. tidak memiliki permasalahan aktual dan atau potensial terhadap
keseluruhan risiko (composite risks);
c. tidak memiliki pelanggaran dan atau pelampauan BMPK;
d. tidak memiliki pelanggaran posisi devisa neto;
e. memiliki rasio giro wajib minimum sama dengan atau lebih besar dari
rasio yang ditetapkan;
f. memiliki rasio kredit bermasalah terhadap total kredit secara neto
kurang dari 5% (lima perseratus); dan
g. tidak memiliki permasalahan profitabilitas yang mendasar.

Penjelasan masing-masing kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1


sampai dengan angka 7 mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai
tindak lanjut pengawasan dan penetapan status Bank.

43 Pasal 40C (1) Penyediaan Dana kepada perusahaan/badan dimana Komisaris, Direksi,
8/13/PBI/2006 dan atau Pejabat Eksekutifnya merupakan:
a. Komisaris pada Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8
Kodifikasi ini) ayat (1) huruf e; dan atau
b. keluarga Komisaris Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
(Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf f angka 2,
dikecualikan dari perhitungan BMPK kepada Pihak Terkait sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 4 Kodifikasi ini) sepanjang memenuhi
persyaratan tertentu.
(2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
a. Komisaris pada Bank merupakan Komisaris Independen;

48
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan

Yang dimaksud dengan Komisaris Independen adalah Komisaris


Independen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum.

b. Penyediaan Dana diberikan dengan persyaratan yang wajar (arm’s


length) dan sesuai dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang
berlaku;
c. Komisaris Independen tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pengambilan keputusan untuk Penyediaan Dana
tersebut; dan
d. Tidak terdapat hubungan pengendalian lainnya.

BAB VIII Pelaporan


44 Pasal 41 (1) Bank wajib menyampaikan laporan secara berkala dan benar kepada Bank
7/3/PBI/2005 Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit.
(2) Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), termasuk sanksi pelaporan, mengacu kepada ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku tentang Laporan Berkala Bank Umum.
(3) Bank wajib menyesuaikan penyusunan Laporan Berkala Bank Umum untuk
laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit sesuai dengan Peraturan Bank
Indonesia ini.

Termasuk yang disesuaikan antara lain definisi Penyediaan Dana, BMPK


untuk Kelompok Peminjam, BMPK untuk Kredit yang dijamin oleh lembaga
pembangunan multilateral.

BAB IX Ketentuan Lain


45 Pasal 42 (1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi terhadap pelaksanaan
7/3/PBI/2005 ketentuan BMPK oleh Bank.

Yang dimaksud dengan pelaksanaan ketentuan BMPK antara lain adalah


perhitungan Penyediaan Dana, perhitungan Modal, penentuan kelompok
Peminjam dan atau penentuan Pihak Terkait.

(2) Bank wajib melakukan koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan Bank kepada Bank
Indonesia dan laporan publikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
berlaku.

Koreksi terhadap laporan kepada Bank Indonesia dan laporan publikasi


dilakukan paling kurang untuk periode berikutnya sejak ditetapkannya
koreksi Bank Indonesia.

46 Pasal 43 (1) Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini berlaku pula bagi
7/3/PBI/2005 Penyediaan Dana oleh Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
(2) Definisi Penyediaan Dana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank
Indonesia ini bagi Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan

49
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah Bank konvensional,
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk Bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

BAB X Sanksi
47 Pasal 44 (1) Bank yang melakukan Pelanggaran BMPK dan atau Pelampauan BMPK
7/3/PBI/2005 dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
(2) Bank yang menyampaikan action plan untuk Pelanggaran BMPK setelah
batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 25 (Paragraf 25
Kodifikasi ini) ayat (1) sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah
batas akhir waktu tersebut, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per hari kerja
keterlambatan.
(3) Bank yang belum menyampaikan action plan untuk Pelanggaran BMPK
setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (2),
dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(4) Bank yang menyampaikan action plan untuk Pelampauan BMPK setelah
batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 25 (Paragraf 25
Kodifikasi ini) ayat (2) atau ayat (3) sampai dengan 14 (empat belas) hari
kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenakan sanksi berupa
kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari
kerja keterlambatan.
(5) Bank yang belum menyampaikan action plan untuk Pelampauan BMPK
setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (4),
dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
(6) Bank yang menyampaikan laporan pelaksanaan action plan setelah batas
akhir waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 26 (Paragraf 26 Kodifikasi
ini) ayat (2) sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas
waktu tersebut, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.
(7) Bank yang belum menyampaikan laporan pelaksanaan action plan setelah
batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (6), dikenakan sanksi
berupa kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(8) Bank yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 (Paragraf 2 Kodifikasi ini) ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5),
Pasal 3 (Paragraf 3 Kodifikasi ini), Pasal 5 (Paragraf 5 Kodifikasi ini)ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 7 (Paragraf 7 Kodifikasi ini), Pasal 10
(Paragraf 10 Kodifikasi ini) ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 24 (Paragraf 24
Kodifikasi ini) ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif antara lain
berupa:
a. teguran tertulis;
b. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, pemegang saham
dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam
penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku;
c. pembekuan kegiatan usaha tertentu.

50
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(9) Bank yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan
BMPK sesuai dengan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
(Paragraf 24 Kodifikasi ini) dan atau tidak melakukan atau tidak
melaksanakan langkah penyelesaian sesuai koreksi yang ditetapkan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 (Paragraf 45 Kodifikasi
ini) ayat (2), setelah diberi peringatan 2 (dua) kali oleh Bank Indonesia
dengan tenggang waktu 1 (satu) minggu untuk setiap teguran, dikenakan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain
berupa:
a. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, pemegang saham
dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam
penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku;
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan
untuk ekspansi Penyediaan Dana; dan atau
c. larangan untuk turut serta dalam rangka kegiatan kliring.
(10)Bank yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (9), terhadap Dewan Komisaris, Direksi,
pegawai Bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat
dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf
b, Pasal 50, dan Pasal 50 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998.

48 Pasal 45 (1) Bank yang menyampaikan daftar rincian Pihak Terkait setelah batas akhir
7/3/PBI/2005 waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 (Paragraf 10 Kodifikasi ini)
ayat (2) sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir
waktu tersebut dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan.
(2) Bank yang belum menyampaikan daftar rincian Pihak Terkait setelah batas
akhir waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat


BAB I Ketentuan Umum
49 Pasal 1 1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
11/13/PBI/2009 dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional.

51
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


3. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya disebut dengan
BMPK adalah persentase maksimum realisasi penyediaan dana yang
diperkenankan terhadap modal BPR.
4. Penyediaan Dana adalah penanaman dana BPR dalam
bentuk:
a. kredit, dan/atau
b. penempatan dana antar bank.
5. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara BPR dengan pihak lain yang mewajibkan pihak Peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
6. Penempatan Dana Antar Bank adalah penanaman dana BPR pada Bank
lain, dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito,
kredit yang diberikan dan penanaman dana lainnya yang sejenis.
7. Modal adalah modal inti dan modal pelengkap sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
BPR.
8. Pihak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai
hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan dengan BPR.
9. Pihak Tidak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang tidak
mempunyai hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan
dengan BPR.
10. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana
pada saat direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang
diperkenankan.
11. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana
yang telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan
dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPK
sebagaimana dimaksud pada angka 10.
12. Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang
memperoleh Penyediaan Dana dari BPR berupa Kredit.
13. Direksi:
a. bagi BPR berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi BPR berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah;
c. bagi BPR berbentuk hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
14. Dewan Komisaris:
a. bagi BPR berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah Dewan Komisaris
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi BPR berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah;

52
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


c. bagi BPR berbentuk hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.

50 Pasal 2 BPR wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam membuat Perjanjian


11/13/PBI/2009 Kredit antara BPR dan Peminjam yang mencantumkan Penyediaan Dana.

SE 11/21/DKBU BPR dalam menyediakan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian


2009 antara lain dengan penyebaran portofolio penyediaan dana yang diberikan
Romawi I No. 1 agar risiko penyediaan dana tersebut tidak terpusat pada Peminjam atau
kelompok Peminjam tertentu.

51 Pasal 3 (1) BPR dilarang membuat Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam
11/13/PBI/2009 Pasal 2 (Paragraf 50 Kodifikasi ini) apabila Perjanjian Kredit tersebut
mewajibkan BPR untuk menyediakan dana yang akan mengakibatkan
terjadinya pelanggaran BMPK.
(2) BPR dilarang memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan
Pelanggaran BMPK.

Kewajiban pemenuhan ketentuan pada ayat ini berlaku untuk setiap saat
pemberian/realisasi Penyediaan Dana.

SE 11/21/DKBU (3) BPR dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK apabila terdapat selisih
2009 lebih antara persentase penyediaan dana pada saat direalisasikan terhadap
Romawi III Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan. BPR tetap dinilai melanggar
BMPK selama pelanggaran BMPK tersebut belum diselesaikan.
(4) Modal BPR yang digunakan dalam perhitungan BMPK adalah jumlah Modal
Inti dan Modal Pelengkap sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum BPR pada posisi
bulan terakhir sebelum realisasi penyediaan dana.
(5) Dalam hal terdapat pelanggaran BMPK berupa penyediaan dana dalam
bentuk kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang
merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait maka
pelanggaran BMPK dihitung berdasarkan penjumlahan pelanggaran atas
pemberian kredit kepada masing-masing Peminjam dan pelanggaran
pemberian kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait.

Contoh Perhitungan BMPK:


Contoh 1: Kredit dengan angsuran yang ditarik sekaligus
BPR ”X” memberikan fasilitas kredit dengan pembayaran angsuran kepada
debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang penarikannya dilakukan secara
sekaligus dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR : per akhir Juni 2009 sebesar Rp1.500 juta dan
per akhir Juli 2009 sebesar Rp1.400 juta
b. BMPK Pihak Tidak Terkait : 20%
c. bulan Juli 2009 sebesar Rp300 juta (= 20% x Rp1.500 juta)
d. bulan Agustus 2009 sebesar Rp280 juta (= 20% x Rp1.400 juta)
e. Fasilitas Kredit : Rp 400 juta
f. Jangka Waktu : 18 (delapan belas bulan)
g. Tanggal Akad Kredit : 15 Juli 2009
h. Realisasi Kredit : Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 15 Juli 2009

53
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


i. Baki Debet :
- per akhir Juli 2009 sebesar Rp 375 juta
- per akhir Agustus 2009 sebesar RP 350 juta
Perhitungan Pelanggaran BMPK
1) Bulan Juli 2009
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi/pencairan
kredit debitur A yaitu sebesar Rp400 juta terhadap modal BPR per
akhir Juni 2009 sebesar Rp1.500 juta dikurangi dengan persentase
BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(400 juta / 1.500 juta x 100%) – 20% = 6,67%
Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 6,67%.
2) Bulan Agustus 2009
Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir Agustus
2009 yaitu sebesar Rp350 juta terhadap modal BPR per akhir Juli
2009 sebesar Rp1.400 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak
Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(350 juta / 1.400 juta x 100%) – 20% = 5,00%
Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 5,00%.
Contoh 2: Kredit yang pencairannya dilakukan secara bertahap
BPR ”Y” memberikan fasilitas kredit kepada debitur B (Pihak Terkait) yang
pencairannya dilakukan secara bertahap dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR :
- per akhir Juli 2009 sebesar Rp2.000 juta
- per akhir Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta
b. BMPK Pihak Terkait : 10%
- bulan Agustus 2009 sebesar Rp200 juta (= 10% x Rp2.000 juta)
- bulan September 2009 sebesar Rp150 juta (= 10% x Rp1.500 juta)
c. Fasilitas kredit : Rp 200 juta
d. Jangka waktu : 24 (dua puluh empat bulan)
e. Tanggal akad kredit : 10 Agustus 2009
f. Realisasi kredit : Pencairan Kredit secara bertahap
- Pencairan tahap I, tanggal 10 Agustus 2009 : Rp 100juta
- Pencairan tahap II, tanggal 10 September 2009 : Rp 100juta
Perhitungan BMPK
1) Bulan Agustus 2009
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi/pencairan
kredit debitur B tahap I sebesar Rp100 juta terhadap modal BPR per
akhir Juli 2009 sebesar Rp2.000 juta dikurangi dengan persentase
BMPK Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(100 juta / 2.000 juta x 100%) – 10% = -5%
Tidak terdapat pelanggaran BMPK.
2) Bulan September 2009
Dengan adanya realisasi/pencairan kredit debitur B tahap II sebesar
Rp100 juta sehingga baki debet menjadi sebesar Rp200 juta maka
persentase atas baki debet tersebut terhadap modal BPR per akhir
Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta dikurangi dengan persentase BMPK
Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(200 juta / 1.500 juta x 100%) – 10% = 3,33%
Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 3,33%.

54
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Contoh 3: Kredit dengan fasilitas rekening koran
BPR ”Y” memberikan fasilitas kredit rekening koran kepada debitur C
(Pihak Tidak Terkait) dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR : per akhir Agustus 2009 sebesar Rp 1.800juta
b. BMPK Pihak Tidak Terkait : 20% atau sebesar Rp 360juta (=20% x RP
1.800juta)
c. Fasilitas kredit : Rp 400juta
d. Jangka waktu : 12 (dua belas) bulan
e. Tanggal akad kredit : 5 September 2009
f. Realisasi baki debet pada bulan September 2009:

Tanggal Penarikan Penyetoran Saldo Debet

8 September 2009 Rp370.000.000,- Rp370.000.000,-

15 September 2009 Rp5.000.000,- Rp365.000.000,-

28 September 2009 Rp35.000.000,- Rp400.000.000,-

29 September 2009 Rp15.000.000,- Rp385.000.000,-

Perhitungan BMPK
Perhitungan BMPK didasarkan pada persentase atas baki debet
tertinggi pada bulan yang bersangkutan (September 2009) yaitu
sebesar Rp400 juta terhadap modal BPR per akhir Agustus 2009
sebesar Rp1.800 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak
Terkait (20%), dengan perhitungan sebagai berikut:
(400 juta / 1.800 juta x 100%) – 20% = 2,22%
Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 2,22%.

Contoh 4: Pemberian kredit yang secara individu Peminjam tidak melebihi


BMPK namun secara kelompok Peminjam melebihi BMPK
BPR ”X” memberikan fasilitas kredit kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait)
dan debitur PT B (PT B menjamin kredit yang diberikan oleh BPR ”X” kepada
debitur A) yang pencairannya dilakuk an secara sekaligus dengan kondisi
sebagai berikut:
a. Modal BPR : per akhir September 2009 sebesar Rp 3.000juta
b. BMPK Pihak Tidak Terkait:
- Individu Peminjam : 20% atau sebesar Rp 600juta (=20% x Rp
3.000juta)
- Kelompok Peminjam : 30% atau sebesar Rp 900juta (=30% x Rp
3.000juta)
c. Fasilitas krdit : debitur A sebesar Rp 500juta dan debitur PT B sebesar
Rp 600juta
d. Jangka waktu : masing-masing 24 (dua puluh empat) bulan
e. Tanggal akad kredit : debitur A, tanggal 15 Oktober 2009 dan debitur
PT B, tanggal 20 Oktober 2009
f. Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus  debitur A, tanggal
15 Oktober 2009 dan debitur PT B, tanggal 20 Oktober 2009

55
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Perhitungan BMPK
1) BMPK Individu Peminjam
a) Pemberian kredit BPR ”X” kepada debitur A sebesar R p500 juta
tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai
berikut:
(500 juta / 3.000 juta x 100%) – 20% = -3,34%
b) Pemberian kredit BPR ”X” kepada debitur PT B sebesa r Rp600 juta
tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(600 juta / 3.000 juta x 100%) – 20% = 0%
2) BMPK Kelompok Peminjam
Mengingat debitur A dan PT B memenuhi kriteria kelompok Peminjam
maka perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan baki debet
kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.100 juta (Rp500 juta + Rp600
juta). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%.
Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut:
(1.100 juta / 3.000 juta x 100%) – 30% = 6,67%
Terdapat Pelanggaran BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait
sebesar 6,6,7%
Berdasarkan perhitungan angka 1) dan angka 2) diatas, pemberian
kredit kepada masing-masing Peminjam yaitu debitur A dan PT B tidak
melanggar BMPK namun secara kelompok Peminjam melanggar BMPK
sebesar 6,67%.

Contoh 5: Pemberian Kredit dan Penempatan dana pada BPR lain yang
secara individu Peminjam melebihi BMPK namun secara kelompok
Peminjam tidak melebihi BMPK
BPR ”Y” menempatkan dananya pada BPR ”Z” dan member ikan fasilitas
kredit kepada debitur PT A (Pihak Tidak Terkait yang memiliki saham BPR
”Z” sebesar 40%) dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR : per akhir Oktober 2009 sebesar Rp5.000
juta
b. BMPK Pihak Tidak Terkait:
- Individu Peminjam : 20% atau sebesar Rp1.000 juta (= 20% x
Rp5.000 juta)
- Kelompok Peminjam : 30% atau sebesar Rp1.500 juta (= 30% x
Rp5.000 juta)
g. Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa:
- Deposito : Rp500 juta, jangka waktu 3 (tiga) bulan (10
November 2009 – 10 Februari 2010)
- Kredit : Rp700 juta
d. BPR ”Y” memberikan kredit kepada debitur PT A sebes ar Rp800 juta
e. Jangka waktu : 36 (tiga puluh enam) bulan
f. Tanggal akad kredit : - BPR ”Z”, tanggal 4 November 2009 dan debitur
PT A, tanggal 11 November 2009
g. Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus BPR ”Z” pada tanggal
4 November 2009 debitur PT A pada tanggal 11 November 2009

Perhitungan BMPK:
(1) BMPK Individu Peminjam
Penempatan dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa deposito sebesar
Rp500 juta dan kredit sebesar Rp700 juta, sehingga jumlah

56
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


penempatan dana sebesar Rp1.200 juta. BMPK Penempatan Dana
Antar Bank pada BPR lain yaitu sebesar 20%. Perhitungan BMPK
Penempatan Dana Antar Bank tersebut sebagai berikut:
(1.200 juta / 5.000 juta x 100%) – 20% = 4,00%
Pemberian kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A sebesa r Rp800 juta
tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(800 ta / 5.000 juta x 100%) – 20% = -4,00%

(2) BMPK Kelompok Peminjam


Mengingat debitur PT A dan BPR ”Z” memenuhi kriteri a kelompok
Peminjam maka perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan
kelompok Peminjam. Berdasarkan perhitungan, BMPK kelompok
Peminjam tidak melanggar BMPK karena secara keseluruhan jumlah
baki debet dalam bentuk kredit masing-masing kepada debitur PT A
Rp700 juta dan BPR ”Z” Rp800 juta yaitu sebesar Rp1.500 juta, tidak
melebihi BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu paling
tinggi 30%, dengan perhitungan sebagai berikut:
(1.500 juta / 5.000 juta x 100%) – 30% = 0,00% Berdasarkan
perhitungan diatas, maka:
a. Penempatan dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” melanggar BMPK untuk
Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sebesar 4,00%.
b. Pemberian kredit BPR ”Y” kepada debitur PT A tidak melanggar
BMPK.
c. Pemberian kredit kepada BPR ”Z” dan debitur PT A se bagai
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait juga tidak melanggar
BMPK.

Contoh 6: Pemberian Kredit yang secara individu dan kelompok


Peminjam melebihi BMPK
BPR ”B” memberikan fasilitas kredit kepada debitur Pihak Tidak Terkait PT X
dan PT Y. PT X dan PT Y dimiliki oleh Sdr. S dengan kepemilikan saham pada
masing-masing PT tersebut 50%. Pencairan kredit dilakukan sekaligus
dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR : per akhir November 2009 sebesar Rp4.000 juta
b. BMPK Pihak Tidak Terkait:
- Individu Peminjam : 20% atau sebesar Rp800 juta
(= 20% x Rp4.000 juta)
- Kelompok Peminjam : 30% atau sebesar Rp1.200 juta
(= 30% x Rp4.000 juta)
c. Fasilitas kredit :
- debitur PT X sebesar Rp1.000 juta dan
- debitur PT Y sebesar Rp900 juta
d. Jangka waktu : masing-masing 48 (empat puluh delapan) bulan
e. Tanggal akad kredit :
- debitur PT X, tanggal 7 Desember 2009
- debitur PT Y, tanggal 15 Desember 2009
f. Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus debitur PT X, tanggal
7 Desember 2009, debitur PT Y, tanggal 15 Desember 2009

57
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Perhitungan BMPK
1) BMPK Individu Peminjam
Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT X sebesar Rp1.000 juta
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(1.000 juta / 4.000 juta x 100%) – 20% = 5,00%
Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y sebesa r Rp900 juta
melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut:
(900 juta / 4.000 juta x 100%) – 20% = 2,50%

2) BMPK Kelompok Peminjam


Mengingat debitur PT X dan PT Y memenuhi kriteria kelompok
Peminjam Pihak Tidak Terkait maka perhitungan BMPK juga dihitung
berdasarkan kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.900 juta (Rp1.000
juta + Rp900 juta). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu
30%. Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut:
(1.900 juta / 4.000 juta x 100%) – 30% = 17,50%

Berdasarkan perhitungan diatas, maka


- Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT X secara individu
melanggar BMPK sebesar 5%.
- Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT Y secara individu
melanggar BMPK sebesar 2,5%.
- Pemberian kredit BPR ”B” kepada debitur PT X dan PT Y sebagai
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait melanggar BMPK
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 17,50%.
Dengan demikian persentase jumlah keseluruhan pelanggaran
BMPK yang dilakukan oleh BPR ”B” adalah 25%.

Contoh 7: Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dalam bentuk
deposito
BPR ”Y” menempatkan dananya dalam bentuk deposito p ada BPR ‘Z”
dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR ”Y” :
- per akhir Agustus 2009 sebesar Rp 4.900 juta
- per akhir September 2009 sebesar Rp5.000 juta
b. BMPK Penempatan Dana pada BPR lain : 20%
- bulan September 2009 sebesar Rp980 juta (= 20% x Rp4.900 juta)
- bulan Oktober 2009 sebesar Rp1.000 juta (= 20% x Rp5.000 juta)
c. Penyediaan Dana BPR ”Y” pada BPR ”Z” berupa:
- Deposito I : Rp700 juta dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan
(10 Juli 2009 – 10 Oktober 2009)
- Deposito II: Rp500 juta dengan jangka waktu 1 (satu) bulan
(2 Oktober 2009 – 2 November 2009)

Perhitungan BMPK
1) Bulan September 2009
Berdasarkan persentase atas jumlah nominal sebagaimana tercantum
dalam bilyet deposito I sebesar Rp700 juta terhadap modal BPR per
akhir Agustus 2009 sebesar Rp4.900 juta dikurangi dengan persentase
BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait

58
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(700 juta / 4.900 juta x 100%) – 20% = -5,71%
Tidak terdapat pelanggaran BMPK.

2) Bulan Oktober 2009


Dengan adanya penempatan deposito II sebesar Rp500 juta pada
tanggal 2 Oktober 2009 maka jumlah seluruh penempatan deposito
pada BPR ”Z” pada tanggal tersebut menjadi sebesar Rp1.200 juta.
Dengan demikian persentase atas nominal Penempatan Dana Antar
Bank tersebut terhadap modal BPR per akhir September 2009 sebesar
Rp5.000 juta dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan Dana
Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil
sebagai berikut:
(1.200 juta / 5.000 juta x 100%) – 20% = 4,00%
Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 4,00%.

Berdasarkan contoh perhitungan sebagaimana dimaksud pada angka 4


contoh 1, 3, 4, 5 dan 6 maka selain melanggar BMPK, BPR juga melanggar
Paragraf 3 ayat (1) PBI No.11/13/PBI/2009 tanggal 17 April 2009 tentang
BMPK BPR yang menyatakan bahwa BPR dilarang membuat Perjanjian
Kredit yang mewajibkan BPR untuk menyediakan dana yang akan
mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK.

BAB II Dasar Perhitungan BMPK


52 Pasal 4 (1) BMPK untuk Kredit dihitung berdasarkan baki debet Kredit.
11/13/PBI/2009 (2) BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dihitung
berdasarkan nominal Penempatan Dana Antar Bank.
SE 11/21/DKBU (3) Perhitungan BMPK untuk Kredit dilakukan berdasarkan baki debet seluruh
2009 kredit yang diterima oleh debitur yang bersangkutan, termasuk pemberian
Romawi II kredit atas nama debitur lain yang digunakan untuk keuntungan debitur
No. 1 – 3 yang bersangkutan. Untuk kredit dalam bentuk rekening koran,
perhitungan BMPK dilakukan berdasarkan baki debet tertinggi pada bulan
laporan.
(4) BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk
tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan laporan.
(5) BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito
Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk
deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana tercantum
dalam seluruh bilyet deposito pada BPR yang sama.

BAB III BMPK Kepada Pihak Terkait


53 Pasal 5 Penyediaan Dana kepada seluruh Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 10%
11/13/PBI/2009 (sepuluh persen) dari Modal BPR.

54 Pasal 6 Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada Pihak Terkait wajib memperoleh
11/13/PBI/2009 persetujuan dari 1 (satu) orang anggota Direksi dan 1 (satu) orang anggota
Dewan Komisaris BPR.

59
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Persetujuan anggota Dewan Komisaris dimaksudkan sebagai pelaksanaan
tugas pengawasan yang dilakukan oleh Komisaris atas tindakan kepengurusan
oleh Direksi dan tidak menghilangkan tanggung jawab Direksi sebagai
pemutus.

55 Pasal 7 Pihak Terkait meliputi:


11/13/PBI/2009 a. pemegang saham yang memiliki saham 10% (sepuluh persen) atau lebih
dari modal disetor;
b. anggota Dewan Komisaris;
c. anggota Direksi;
d. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua,
baik horisontal maupun vertikal, dengan pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c;

Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua,


baik horisontal maupun vertikal, adalah pihak-pihak sebagai berikut:
1. orang tua kandung/tiri/angkat;
2. saudara kandung/tiri/angkat;
3. anak kandung/tiri/angkat;
4. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat;
5. cucu kandung/tiri/angkat;
6. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua;
7. suami atau isteri;
8. mertua;
9. besan;
10. suami atau isteri dari anak kandung/tiri/angkat;
11. kakek atau nenek dari suami atau isteri;
12. suami atau isteri dari cucu kandung/tiri/angkat;
13. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau isteri beserta suami atau
isteri dari saudara yang bersangkutan.

e. Pejabat Eksekutif;

Yang dimaksud dengan Pejabat Eksekutif adalah Pejabat Eksekutif


sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPR.

f. Perusahaan-perusahaan bukan Bank yang dimiliki oleh pihak-pihak


sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yang
kepemilikannya baik individual maupun keseluruhan sebesar 25% (dua
puluh lima persen) atau lebih dari modal disetor perusahaan;
g. BPR lain yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf
a sampai dengan huruf e yang kepemilikannya secara individual sebesar
10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor pada BPR lain tersebut;

Yang dimaksud dengan “BPR lain” termasuk pula Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan
Syariah.

h. BPR lain yang:


1. anggota Dewan Komisarisnya merupakan anggota Dewan Komisaris
BPR; dan

60
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


2. rangkap jabatan pada BPR lain dimaksud merupakan 50% (lima puluh
persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris
dan Direksinya.

Ketentuan huruf h memperhatikan ketentuan pembatasan rangkapjabatan


sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPR.

Contoh:
BPR A menyediakan dana kepada BPR B. BPR A mempunyai 2 (dua) orang
Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Kedua Komisaris BPR A tersebut
menjabat sebagai Komisaris pada BPR B yang mempunyai 2 (dua) orang
Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Mengingat 2 (dua) orang Komisaris
pada BPR B memenuhi asas mayoritas sebesar 50% (lima puluh persen)
dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksi BPR B maka
BPR B tersebut merupakan Pihak Terkait dari BPR A, sehingga penyediaan
dana BPR A kepada BPR B paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

i. Perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah
keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksinya merupakan
anggota Dewan Komisaris BPR;

Ketentuan huruf i memperhatikan ketentuan pembatasan rangkap jabatan


sebagaimana sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang BPR.

Contoh:
BPR C menyediakan dana kepada PT D. BPR C mempunyai 2 (dua) orang
Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Salah satu Komisaris BPR C tersebut
menjabat sebagai Komisaris pada PT D yang mempunyai 1 (satu) orang
Direktur dan 1 (satu) orang Komisaris. Mengingat 1 (satu) orang Komisaris
pada PT D tersebut memenuhi asas mayoritas sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksi PT
D maka PT D tersebut merupakan Pihak Terkait dari BPR C, sehingga
penyediaan dana BPR C kepada PT D paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).

j. Peminjam yang diberikan jaminan oleh pihak sebagaimana dimaksud pada


huruf a sampai dengan huruf i.

Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang dibuat secara tertulis
oleh pihak yang menjamin untuk mengambil alih dan/atau melunasi
sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak
yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi).

56 Pasal 8 Penyediaan Dana kepada pihak-pihak selain yang dimaksud dalam Pasal 7
11/13/PBI/2009 (Paragraf 55 Kodifikasi ini) dapat dikategorikan sebagai Penyediaan Dana
kepada Pihak Terkait apabila penyediaan dana tersebut digunakan untuk
keuntungan Pihak Terkait.

61
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


BAB IV BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait
57 Pasal 9 (1) Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR
11/13/PBI/2009 lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua
puluh persen) dari Modal BPR.

Yang dimaksud dengan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR lain
adalah penempatan dana dalam bentuk Tabungan, Deposito dan Kredit
yang Diberikan.

(2) Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) Peminjam Pihak
Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal
BPR.
(3) Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) kelompok Peminjam
Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari
Modal BPR.

SE 11/21/DKBU Perhitungan BMPK untuk penyediaan dana dalam bentuk kredit kepada
2009 satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari
Romawi II No. 6 kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait dihitung berdasarkan pemberian
kredit kepada masing-masing Peminjam dan pemberian kredit kepada satu
kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait. BMPK pemberian kredit kepada
satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh
persen) dari modal BPR.

58 Pasal 10 Peminjam digolongkan sebagai anggota suatu kelompok Peminjam


11/13/PBI/2009 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57 Kodifikasi ini) ayat (3)
apabila Peminjam mempunyai keterkaitan dengan Peminjam lain baik melalui
hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan dan/atau hubungan
keuangan, yang meliputi:
(1) perusahaan-perusahaan yang masing-masing 25% (dua puluh lima persen)
atau lebih modal disetornya dimiliki oleh suatu perusahaan/badan atau
perorangan atau secara bersama oleh suatu keluarga;

Yang dimaksud dengan suatu keluarga adalah keluarga inti yang terdiri
dari suami, isteri dan anak kandung/tiri/angkat; suami dan isteri; suami
dan anak kandung/tiri/angkat; atau isteri dan anak kandung/tiri/angkat.
Contoh:
1. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing
perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki oleh 1 (satu)
orang/perusahaan. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan
perusahaan C menjadi Peminjam BPR yang sama maka perusahaan-
perusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok
Peminjam.
2. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing
perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki secara
bersama oleh X, Y dan Z yang merupakan suami, isteri dan anak
kandung/tiri/angkat. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan
perusahaan C menjadi Peminjam BPR yang sama maka perusahaan-
perusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok
Peminjam.

62
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


3. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham perusahaan A dimiliki
oleh suami dan anak pertama, 25% (dua puluh lima persen) atau lebih
saham perusahaan B dimiliki oleh isteri dan anak kedua. Apabila
perusahaan A dan perusahaan B menjadi Peminjam BPR yang sama
maka perusahaan-perusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu)
kelompok Peminjam.

b. perusahaan-perusahaan yang salah satunya memiliki 25% (dua puluh lima


persen) atau lebih modal disetor perusahaan lainnya;

Contoh:
Perusahaan A memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan B.
Perusahaan B memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan C.
Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Peminjam
BPR maka perusahaan A dan perusahaan B digolongkan sebagai 1 (satu)
kelompok Peminjam. Sementara perusahaan B dan perusahaan C
digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam yang lain.

c. perusahaan-perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari


jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada
perusahaan yang satu menjadi Dewan Komisaris dan/atau Direksi pada
perusahaan lainnya.

Pertimbangan azas mayoritas 50% (lima puluh persen) atau lebih dihitung
dari jumlah kumulatif Dewan Komisaris dan/atau Direksi. Dalam hal
perusahaan tersebut berbadan hukum Koperasi maka untuk menentukan
mayoritas adalah jumlah kumulatif dari pengurus, pengawas dan
pengelola yang diangkat oleh pengurus dari Koperasi dimaksud.

d. perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana


dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c, namun terdapat bantuan
keuangan dari salah satu perusahaan tersebut terhadap perusahaan
lainnya yang mengakibatkan adanya pengendalian oleh perusahaan
tersebut terhadap perusahaan lainnya.

Yang dimaksud dengan bantuan keuangan adalah bantuan keuangan yang


disertai dengan persyaratan tertentu yang menyebabkan pihak yang
memberikan bantuan mempunyai kewenangan untuk menentukan
kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima bantuan, antara
lain namun tidak terbatas pada keputusan untuk melakukan pembagian
deviden dan perubahan pengurus.

e. perusahaan-perusahaan dan/atau perorangan yang salah satunya


bertindak sebagai penjamin kredit atas kredit yang diterima oleh
perusahaan atau perorangan lainnya.

Yang dimaksud dengan penjamin adalah pihak yang memberikan jaminan


dalam bentuk janji yang dibuat secara tertulis yang menyatakan bahwa
penjamin akan mengambilalih dan/atau melunasi sebagian atau seluruh
kewajiban pihak yang berutang, dalam hal pihak yang berutang gagal

63
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Termasuk dalam pengertian ini
adalah pihak-pihak yang berutang yang dijamin dengan menggunakan
agunan yang sama.

BAB V Pelampauan BMPK


59 Pasal 11 Penyediaan Dana oleh BPR dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila
11/13/PBI/2009 terjadi selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang telah
direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK
yang diperkenankan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. penurunan Modal BPR;
b. penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambilalihan usaha,
perubahan struktur kepemilikan dan/atau kepengurusan yang
menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam;

Yang dimaksud dengan penggabungan usaha atau merger adalah


penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Peminjam dengan
perusahaan lainnya dan/atau BPR dengan BPR lainnya dengan tetap
mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan Peminjam dan/atau
BPR dan membubarkan perusahaan Peminjam dan/atau BPR lainnya
tanpa melikuidasi terlebih dahulu.

Yang dimaksud dengan peleburan usaha atau konsolidasi adalah


penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Peminjam dengan
perusahaan lainnya dan/atau BPR dengan BPR lainnya dengan cara
mendirikan perusahaan Peminjam dan/atau BPR baru dan membubarkan
perusahaan Peminjam dan/atau BPR tersebut tanpa melikuidasi terlebih
dahulu.

Yang dimaksud dengan pengambilalihan usaha atau akuisisi adalah


pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan Peminjam dan/atau BPR
yang mengakibatkan beralihnya pengendalian perusahaan Peminjam
dan/atau BPR.

Yang dimaksud dengan perubahan struktur kepemilikan adalah


perubahan struktur kepemilikan di perusahaan Peminjam dan/atau di
BPR.

Yang dimaksud dengan perubahan kepengurusan adalah perubahan


kepengurusan di perusahaan Peminjam dan/atau di BPR.
Yang dimaksud dengan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok
Peminjam adalah:
1) Peminjam Pihak Tidak Terkait menjadi Peminjam Pihak Terkait;
dan/atau
2) Peminjam perorangan menjadi kelompok Peminjam.

c. perubahan ketentuan.

Yang dimaksud dengan perubahan ketentuan adalah perubahan


ketentuan yang menyebabkan perubahan kriteria Pihak Terkait dan/atau
kelompok Peminjam BPR dan/atau perubahan ketentuan lainnya yang

64
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


menyebabkan terjadinya pelampauan BMPK.

SE 11/21/DKBU Contoh: Perhitungan Pelampauan BMPK karena penurunan modal


2009 BPR ”X” memberikan fasilitas kredit dengan pembayar an angsuran kepada
Romawi IV No. 3 debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang penarikannya dilakukan secara
sekaligus dengan kondisi sebagai berikut:
a. Modal BPR :
- per akhir Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta
- per akhir September 2009 sebesar Rp1.200 juta
b. BMPK Pihak Tidak Terkait : 20%
- bulan September 2009 sebesar Rp300 juta (= 20% x Rp1.500 juta)
- bulan Oktober 2009 sebesar Rp240 juta (= 20% x Rp1.200 juta)
c. Fasilitas kredit : Rp300 juta
d. Jangka waktu : 18 (delapan belas) bulan
e. Tanggal akad kredit : 17 September 2009
f. Realisasi kredit : Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 21
September 2009
g. Baki debet : - per akhir September 2009 sebesar Rp300
juta
- per akhir Oktober 2009 sebesar Rp285
juta

Perhitungan pelampauan BMPK


1) Bulan September 2009
Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi kredit
debitur A yaitu sebesar Rp300 juta terhadap modal BPR per akhir
Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta dikurangi dengan persentase
BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut:
(300 juta / 1.500 juta x 100%) – 20% = 0%
Tidak terdapat pelanggaran BMPK.

2) Bulan Oktober 2009


Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir
Oktober 2009 yaitu sebesar Rp285 juta terhadap modal BPR per
akhir September 2009 sebesar Rp1.200 juta dikurangi dengan
persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil
sebagai berikut:
(285 juta / 1.200 juta x 100%) – 20% = 3,75%
Terdapat pelampauan BMPK sebesar 3,75%

BAB VI Penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPK


60 Pasal 12 (1) BPR wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan)
11/13/PBI/2009 untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK.
(2) Action plan untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus disampaikan oleh BPR dan diterima oleh Bank Indonesia paling
lambat 1 (satu) bulan setelah batas akhir penyampaian laporan BMPK
bulan yang bersangkutan atau 14 (empat belas) hari sejak exit meeting
untuk Pelanggaran BMPK yang ditemukan dalam pemeriksaan.

65
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Yang dimaksud dengan exit meeting adalah pertemuan akhir antara
pengurus BPR dan Bank Indonesia untuk membahas hasil pemeriksaan.

(3) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 (Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf a dan huruf b harus disampaikan oleh
BPR dan diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan
setelah akhir bulan laporan BMPK bulan yang bersangkutan atau 14
(empat belas) hari sejak exit meeting untuk Pelampauan BMPK yang
ditemukan dalam pemeriksaan.

Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh penggabungan usaha,


peleburan usaha atau pengambilalihan usaha, jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah 1 (satu) bulan setelah akhir
bulan laporan sejak disahkannya akta penggabungan usaha, peleburan
usaha atau pengambilalihan usaha oleh instansi yang berwenang.

(4) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
(Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf c harus disampaikan oleh BPR dan
diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
diberlakukannya ketentuan baru.
(5) Dalam hal jangka waktu penyampaian action plan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur
maka BPR wajib menyampaikan action plan pada hari kerja sebelumnya.

61 Pasal 13 (1) Action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 60 Kodifikasi
11/13/PBI/2009 ini) ayat (1) wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk
penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK serta
target waktu penyelesaian.

Langkah-langkah penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan


BMPK meliputi antara lain:
a. Pelunasan seluruh/sebagian Kredit yang melanggar dan/atau
melampaui BMPK;
b. Penambahan modal disetor.

(2) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk Pelanggaran BMPK, paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia.
b. Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf a dan
huruf b, paling lambat 6 (enam) bulan sejak action plan disampaikan
kepada Bank Indonesia.
c. Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf c, paling
lambat 12 (dua belas) bulan sejak action plan disampaikan kepada
Bank Indonesia.

66
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(3) Dalam hal sisa jangka waktu penyediaan dana sampai dengan jatuh
tempo lebih pendek daripada target waktu penyelesaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) maka target waktu penyelesaian paling lambat
sampai dengan penyediaan dana jatuh tempo.

Contoh:
1. Pada tanggal 1 April 2009 BPR B memberikan Kredit kepada debitur X
(Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
yang merupakan 20% (dua puluh persen) dari modal BPR B dengan
jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pada tanggal 31 Mei 2009 modal
BPR B turun karena mengalami kerugian sehingga persentase Kredit
kepada debitur X menjadi 25% (dua puluh lima persen) dari modal BPR
B atau melampaui BMPK yang ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Untuk itu BPR B wajib membuat action plan untuk menyelesaikan
pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lambat
6 (enam) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia.
2. Pada tanggal 1 April 2009 BPR A menempatkan Deposito 3 bulan (jatuh
tempo pada tanggal 1 Juli 2009) pada BPR B (Pihak Tidak Terkait)
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang merupakan
30% (tiga puluh persen) dari modal BPR A. Pada tanggal 10 Mei 2009
dikeluarkan ketentuan mengenai BMPK BPR yang mengatur bahwa
penempatan dana BPR ke BPR lain paling tinggi 20% (dua puluh
persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPR A tetap maka dengan
adanya ketentuan BMPK tersebut penempatan Deposito BPR A ke BPR
B menjadi melampaui BMPK yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen). Untuk itu BPR A wajib membuat action plan untuk
menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu
penyelesaian paling lambat sampai dengan jatuh tempo Deposito yaitu
tanggal 1 Juli 2009.

(4) Target waktu penyelesaian pelanggaran dan/atau pelampauan BMPK atas


Penempatan Dana Antar Bank yang tidak memiliki jatuh tempo berupa
Tabungan pada BPR lain, paling lambat 1 (satu) bulan sejak action plan
disampaikan kepada Bank Indonesia.

Contoh:
Pada tanggal 1 April 2009 BPR A menempatkan Tabungan pada BPR B
(Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
yang merupakan 30% (tiga puluh persen) dari modal BPR A. Pada tanggal
10 Mei 2009 dikeluarkan ketentuan mengenai BMPK BPR yang mengatur
bahwa penempatan dana BPR ke BPR lain paling tinggi 20% (dua puluh
persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPR A tetap maka dengan
adanya ketentuan BMPK tersebut penempatan Tabungan BPR A ke BPR B
menjadi melampaui BMPK yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Untuk itu BPR A wajib membuat action plan untuk menyelesaikan
pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lambat 1
(satu) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia.

(5) Bank Indonesia dapat meminta BPR melakukan penyesuaian action plan
yang disampaikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia langkah-
langkah dan/atau target waktu penyelesaian tidak mungkin dicapai.

67
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


62 Pasal 14 (1) BPR wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan untuk
11/13/PBI/2009 penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK disertai
dengan bukti pendukungnya.

Yang dimaksud dengan bukti pendukung antara lain adalah bukti setoran
modal dan bukti pembayaran atau pelunasan Kredit.

(2) Laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disampaikan oleh BPR dan diterima oleh Bank Indonesia paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak realisasi action plan.

Yang dimaksud dengan realisasi action plan adalah tahapan pelaksanaan


penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPK.

(3) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPR wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan action plan pada hari kerja
sebelumnya.

BAB VII Pengecualian


63 Pasal 15 Ketentuan BMPK dikecualikan untuk:
11/13/PBI/2009 a. Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum, termasuk Bank Umum
yang memenuhi kriteria Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 (Paragraf 55 Kodifikasi ini);

Yang dimaksud dengan Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana


dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

b. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh:


1) Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan di
BPR;

Deposito dan Tabungan yang dapat dijadikan sebagai agunan adalah


Deposito dan Tabungan yang ditempatkan pada BPR yang sama.

2) Emas dan/atau logam mulia; dan/atau

Nilai agunan yang berupa emas dan/atau logam mulia ditentukan


berdasarkan harga pasar (market value).

3) Sertifikat Bank Indonesia,


sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa
pencairan/penjualan yang tidak dapat dibatalkan dari pemilik agunan
untuk keuntungan BPR penerima agunan, termasuk
pencairan/penjualan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran
pokok/bunga;
b) jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a)
paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; dan

68
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


c) untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka
2), disimpan atau ditatausahakan pada BPR yang bersangkutan.
c. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia secara
langsung maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan Pemerintah Indonesia adalah Pemerintah Pusat


dan Pemerintah Daerah.

Yang dimaksud dengan BUMN dan BUMD dalam Paragraf ini adalah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) BPR.

1) jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat


dibatalkan (irrevocable);

Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah apabila


tidak memuat persyaratan prosedural, seperti:
a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan wanprestasi
(notification of default);
b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good faith)
oleh BPR penyedia dana; dan/atau
c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara dilakukannya
saling hapus buku (set-off) terlebih dahulu dengan kewajiban BPR
penyedia dana kepada pihak penjamin.

2) harus dapat dicairkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak klaim
diajukan, termasuk pencairan sebagian; dan
3) mempunyai jangka waktu penjaminan paling kurang sama dengan
jangka waktu Penyediaan Dana.
d. Bagian Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sepanjang memenuhi
persyaratan:
1) Terdapat kesepakatan antar BPR yang menempatkan dananya dengan
BPR lain yang menerima penempatan dana;
2) Dalam rangka menanggulangi kesulitan likuiditas BPR; dan
3) Bagian Penempatan Dana dimaksud:
1. merupakan simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan
oleh BPR pada BPR lain sesuai kesepakatan sebagaimana
dimaksud pada angka 1); atau
2. berasal dari simpanan/iuran/porsi dana dari BPR-BPR yang
ditujukan untuk menanggulangi kesulitan likuiditas masing-
masing BPR.

Bagian Penempatan Dana yang dimaksud dalam ayat ini adalah bagian
penempatan dana dalam rangka memenuhi simpanan/iuran/porsi dana
atau penempatan dana dalam rangka penanggulangan likuiditas yang
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Contoh:
Terdapat 28 BPR yang membuat kesepakatan untuk menempatkan dana

69
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


berupa simpanan/iuran/porsi dana pada salah satu BPR yang ditunjuk
untuk mengkoordinir pengelolaan dana yang terhimpun. Dalam
kesepakatan tersebut dimuat antara lain:
- Jumlah simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh BPR
pada BPR lain yang ditunjuk, misalnya Rp25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah) per BPR.
- Jumlah maksimum dana/pinjaman likuiditas yang dapat ditempatkan
oleh BPR yang ditunjuk kepada salah satu dari 28 BPR tersebut,
misalnya 10 (sepuluh) kali dari jumlah simpanan/iuran/porsi dana
yang ditempatkan atau Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).

Yang dikecualikan dari perhitungan BMPK dalam contoh tersebut adalah:


- masing-masing penempatan dana dari 28 BPR tersebut kepada BPR
yang ditunjuk sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
- penempatan dana dari BPR yang ditunjuk kepada salah satu dari 28
BPR yang mengalami kesulitan likuiditas sebesar Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah).

64 Pasal 16 (1) Penyediaan dana BPR berupa Kredit dengan pola kemitraan inti-plasma
11/13/PBI/2009 atau pola Pengembangan Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya
Masyarakat (PHBK) dikecualikan dari pengertian kelompok Peminjam
Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57
Kodifikasi ini) ayat (3).

Yang dimaksud dengan pola kemitraan adalah pola pengembangan


dengan menggunakan perusahaan inti yang membantu membimbing
perusahaan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem
kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan.
Yang dimaksud dengan pola PHBK adalah pola pembiayaan dalam upaya
mengembangkan prasarana pelayanan keuangan bagi pengusaha mikro,
yang bersifat saling menguntungkan antara tiga unsur yang berbeda
yaitu BPR, Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), dan
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

(2) Pola kemitraan inti-plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan dari pengertian kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57 Kodifikasi ini) ayat (3),
sepanjang memenuhi persyaratan:
a. Kredit diberikan dengan pola kemitraan;
b. Perusahaan inti merupakan Pihak Tidak Terkait dengan BPR;
c. Plasma bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang
dimiliki, dikuasai atau berafiliasi dengan perusahaan inti;
d. Plasma memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan inti
sebagai bagian dari produksi perusahaan inti; dan
e. Perjanjian Kredit antara BPR dengan plasma dilakukan secara
langsung.
(3) Pola PHBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari
pengertian kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57 Kodifikasi ini) ayat (3), sepanjang

70
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


memenuhi persyaratan:
a. Kredit diberikan kepada kelompok;

Yang dimaksud kelompok disini adalah KSM.

b. Partisipan PHBK telah melalui seleksi;

Yang dimaksud partisipan PHBK adalah perorangan dan/atau


lembaga yang terlibat seperti LPSM dan KSM.

c. Menghargai otonomi lembaga partisipan;


d. Mempromosikan tabungan dan mengkaitkan tabungan dengan
kredit;
e. Mengenakan tingkat bunga pasar;
f. Mengembangkan dan menerima agunan alternatif;

Termasuk dalam agunan alternatif yaitu jaminan tanggung renteng


di antara anggota kelompok.

g. Terdapat bantuan teknis/pendampingan untuk membina kelompok.

65 Pasal 17 Kredit kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pegawai
11/13/PBI/2009 BPR yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang ditujukan untuk peningkatan
kesejahteraan serta dibayar kembali dari pendapatan yang diperoleh dari BPR
yang bersangkutan dikecualikan sebagai pemberian Kredit kepada Pihak
Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 55 Kodifikasi ini).

Yang dimaksudkan dengan pemberian Kredit yang dikecualikan pada Paragraf


ini adalah fasilitas BPR kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris
dan/atau pegawai BPR yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang antara lain
ditujukan untuk biaya sekolah, biaya pengobatan/sakit, biaya kontrak rumah,
cicilan rumah, uang muka pembelian rumah, biaya pernikahan dan pembelian
kendaraan bermotor.

Pemberian Kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas dikategorikan sebagai


penyediaan dana kepada Pihak Tidak Terkait dan mengacu pada ketentuan
BMPK kepada Pihak Tidak Terkait.

Tata Cara Penyampaian Laporan BMPK dan Koreksi Laporan


BAB VIII
BMPK
66 Pasal 18 (1) BPR wajib menyusun dan menyampaikan laporan BMPK kepada Bank
11/13/PBI/2009 Indonesia secara on-line setiap bulan secara benar, lengkap dan tepat
waktu.

Yang dimaksud dengan penyampaian secara on-line adalah penyampaian


laporan dengan mengirim atau mentransfer rekaman data secara
langsung kepada Kantor Pusat Bank Indonesia melalui fasilitas ekstranet
Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya.

71
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(2) Laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. Penyediaan Dana kepada Pihak Tidak Terkait yang melanggar dan
melampaui BMPK; dan
b. Seluruh Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait.

Perhitungan BMPK kepada Pihak Terkait dihitung secara keseluruhan


Penyediaan Dana.

(3) Tatacara penyampaian laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
SE 11/21/DKBU (4) Format dan tata cara penyusunan laporan BMPK dan/atau koreksi
2009 laporan BMPK berpedoman pada Lampiran 1 (Lampiran 24 Kodifikasi ini)
Romawi VI mengenai Pedoman Penyusunan Laporan BMPK dan/atau Koreksi
Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran ini.
(5) Prosedur pengoperasian aplikasi laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK diatur dalam Lampiran 2 (Lampiran 25 Kodifikasi ini) mengenai
Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran 3
(Lampiran 26 Kodifikasi ini) mengenai Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR
Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran ini.
SE 11/21/DKBU (6) Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau
2009 koreksi laporan BMPK, BPR perlu melakukan persiapan dan menyediakan
Romawi VII sarana sebagai berikut:
1. Komputer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware dan
software sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis Aplikasi
Data Entry Laporan BMPK BPR dan Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR
Laporan BMPK BPR.
2. BPR menunjuk:
a. Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan
aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK.
b. Pejabat atau Pegawai BPR yang bertanggungjawab
(Penanggungjawab) untuk melakukan verifikasi ulang dalam
rangka meyakini kebenaran laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK serta menyampaikan laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK kepada Bank Indonesia.
3. Nama Petugas dan Penanggungjawab sebagaimana dimaksud pada
angka 2, wajib disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia yang
mewilayahi kantor pusat BPR.
4. BPR menyusun pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur
penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan
BMPK BPR, Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR
dan Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR.
5. BPR memiliki:
a. sistem pengamanan yang memadai terhadap: sarana komputer,
aplikasi, dan data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.
b. back up data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK yang
ditatausahakan dengan baik.

72
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


SE 11/21/DKBU (7) Laporan BMPK dan/atau laporan koreksi BMPK disampaikan kepada Bank
2009 Indonesia secara on-line melalui fasilitas jaringan ekstranet Bank
Romawi IX Indonesia.
(8) BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah yang belum memiliki fasilitas
jaringan ekstranet atau mengalami keadaan memaksa (force majeure),
laporan disampaikan secara off-line kepada Kantor Bank Indonesia (KBI)
yang mewilayahi BPR pelapor.
(9) Dalam hal terjadi masalah/gangguan pada ekstranet, BPR pelapor
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara off-
line kepada:
a. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM cq. Bagian Informasi,
Dokumentasi dan Administrasi (IDAd), Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta
10350, bagi BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta
Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi.
b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi BPR pelapor, bagi BPR
pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
(10) Penyampaian nama petugas, penanggungjawab dan nomor telepon yang
digunakan untuk menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan
BMPK serta perubahan nama dan nomor telepon tersebut ditujukan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada
angka 3 (ayat (3) Paragraf ini).
(11) Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi laporan BMPK disampaikan
kepada help desk Bank Indonesia dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350, telp. (021) 3818000 (hunting), faksimili (021) 3866071 atau
email address: helpdesk@bi.go.id.

67 Pasal 19 (1) BPR bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan isi laporan
11/13/PBI/2009 BMPK yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 (Paragraf 66 Kodifikasi ini) ayat (1).
(2) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPK
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia, BPR wajib
menyampaikan koreksi atas laporan BMPK secara on-line dengan
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 66
Kodifikasi ini).

SE 11/21/DKBU BPR pelapor menyampaikan koreksi laporan BMPK kepada Bank


2009 Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau
Romawi V No. 2 sarana teknologi lainnya paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.

68 Pasal 20 (1) Kewajiban penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
11/13/PBI/2009 secara on-line sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 (Paragraf 66 Kodifikasi
ini) ayat (1) dan Pasal 19 (Paragraf 67 Kodifikasi ini) ayat (2) dikecualikan
dalam hal:
a. BPR berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas komunikasi
sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan laporan BMPK
dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line;
b. BPR baru beroperasi dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan
setelah melakukan kegiatan operasional;

73
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


c. BPR mengalami gangguan teknis; atau

Yang dimaksud dengan gangguan teknis adalah gangguan yang


mengakibatkan BPR tidak dapat menyampaikan laporan BMPK
dan/atau koreksi laporan BMPK secara online, antara lain gangguan
pada jaringan telekomunikasi atau pemadaman listrik.

d. Terjadi kerusakan dan/atau gangguan pada database atau jaringan


komunikasi di Bank Indonesia.
(2) BPR memperoleh pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, huruf b atau huruf c setelah menyampaikan pemberitahuan tertulis
terlebih dahulu kepada Bank Indonesia dengan mengemukakan alasannya.
(3) BPR wajib menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
secara on-line setelah kegiatan operasional kembali berjalan secara
normal.

69 Pasal 21 (1) BPR yang tidak dapat menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
11/13/PBI/2009 laporan BMPK secara on-line sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
Ayat (1) (Paragraf 68 Kodifikasi ini), wajib menyampaikan laporan dimaksud secara
off-line.

Yang dimaksud dengan penyampaian secara off-line adalah penyampaian


laporan dengan menyampaikan rekaman data dalam bentuk disket atau
media perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi kepada
Kantor Bank Indonesia setempat.

SE 11/21/DKBU Dalam hal terjadi kerusakan disket atau media perekam data elektronik
2009 lainnya yang telah diterima oleh Bank Indonesia secara off-line, BPR
Romawi V No. 7 pelapor menyampaikan ulang disket atau media perekam data elektronik
lainnya setelah diminta oleh Bank Indonesia.

Pasal 21 (2) Tatacara penyampaian laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat
11/13/PBI/2009 (1) akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Ayat (2)
70 Pasal 22 (1) Laporan BMPK wajib disampaikan oleh BPR kepada Bank Indonesia paling
11/13/PBI/2009 lambat tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.

Laporan BMPK dapat disampaikan secara on-line pada hari libur atau hari
Sabtu.

(2) Dalam hal tanggal 14 (empat belas) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu
maka BPR yang menyampaikan laporan BMPK secara off-line wajib
menyampaikan laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya.
(3) BPR dinyatakan telah menyampaikan laporan BMPK pada tanggal
diterimanya laporan BMPK oleh Bank Indonesia.

Bukti penerimaan untuk laporan BMPK yang disampaikan secara online


adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara on-line (download).

74
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Sedangkan bukti penerimaan untuk laporan BMPK yang disampaikan
secara off-line adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung
kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan
melalui pos.

(4) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPK yang
telah disampaikan, BPR wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPK
dimaksud kepada Bank Indonesia secara on-line paling lambat tanggal 20
(dua puluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang
bersangkutan.

Koreksi laporan BMPK dapat disampaikan secara on-line pada hari libur
atau hari Sabtu.

(5) Dalam hal tanggal 20 (dua puluh) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu
maka BPR yang menyampaikan koreksi laporan BMPK secara off-line wajib
menyampaikan laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya.

Contoh:
Koreksi laporan BMPK untuk data bulan Mei 2009 disampaikan secara off-
line paling lambat tanggal 19 Juni 2009 (hari Jumat) untuk penyampaian
secara langsung kepada Bank Indonesia maupun untuk penyampaian
melalui pos, mengingat tanggal 20 Juni 2009 jatuh pada hari Sabtu.

(6) BPR dinyatakan telah menyampaikan koreksi laporan BMPK pada tanggal
diterimanya koreksi laporan BMPK oleh Bank Indonesia.

Bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPK yang disampaikan secara


on-line adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara online
(download). Sedangkan bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPK
yang disampaikan secara off-line adalah berupa tanda terima apabila
disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos
apabila dikirimkan melalui pos.

SE 11/21/DKBU (7) Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line
2009 dilakukan sampai dengan akhir bulan laporan. Laporan BMPK dan/atau
Romawi V No. 4 koreksi laporan BMPK secara on-line tersebut dapat disampaikan pada hari
libur atau hari Sabtu.
SE 11/21/DKBU (8) Dalam hal penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
2009 dilakukan setelah berakhirnya bulan laporan maka laporan tersebut hanya
Romawi V No. 6 dapat disampaikan secara off-line. Penyampaian laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK secara off-line dilakukan dalam bentuk disket atau
media perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi yang telah
ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR.
SE 11/21/DKBU (9) Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPK dan/atau
2009 koreksi laporan BMPK secara off-line adalah hari libur nasional dan hari
Romawi V No. 9 libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.

75
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


71 Pasal 23 (1) BPR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK apabila sampai
11/13/PBI/2009 dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
Ayat (1) (Paragraf 70 Kodifikasi ini) BPR belum menyampaikan laporan BMPK.

SE 11/21/DKBU Dalam hal laporan disampaikan melewati batas waktu sebagaimana


2009 dimaksud pada angka 1 dan angka 2 (SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V.1
Romawi V No. 3 dan V.2), maka BPR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK
dan/atau koreksi laporan BMPK.

Pasal 23 (2) BPR dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPK apabila
11/13/PBI/2009 sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
Ayat (2) (4) (Paragraf 70 Kodifikasi ini) BPR belum menyampaikan koreksi laporan
BMPK.

SE 11/21/DKBU Dalam hal BPR tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
2009 laporan BMPK sampai dengan akhir bulan laporan maka BPR dinyatakan
Romawi V No. 5 tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.

Pasal 23 (3) BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
11/13/PBI/2009 laporan BMPK apabila sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah
Ayat (3) – (4) berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan BPR belum menyampaikan
laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.

Contoh:
BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK untuk data bulan Juni 2009 apabila laporan dimaksud belum
diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 31 Juli 2009.

(4) BPR yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetap wajib
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK.

BAB IX Ketentuan Lain


72 Pasal 24 (1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi terhadap pelaksanaan
11/13/PBI/2009 ketentuan BMPK oleh BPR.

Yang dimaksud dengan pelaksanaan ketentuan BMPK antara lain adalah


perhitungan Penyediaan Dana, perhitungan Modal, penentuan kelompok
Peminjam dan/atau penentuan Pihak Terkait.

(2) BPR wajib melakukan koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam laporan BMPK BPR kepada Bank Indonesia.

Koreksi terhadap laporan BMPK kepada Bank Indonesia dilakukan untuk


posisi penelitian dan/atau pemeriksaan oleh Bank Indonesia berdasarkan
penelitian dan/atau pemeriksaan Bank Indonesia atas Laporan BMPK yang
telah disampaikan oleh BPR pelapor.

(3) Dalam hal terdapat koreksi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), BPR wajib menyampaikan koreksi laporan BMPK dimaksud kepada

76
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pemberitahuan oleh Bank Indonesia atau sejak tanggal exit meeting.
(4) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPR wajib
menyampaikan koreksi atas laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya.

73 Pasal 25 (1) BPR dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPK


11/13/PBI/2009 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (2)
apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
(Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (3) BPR belum menyampaikan koreksi
laporan BMPK.
(2) BPR dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (2) apabila
sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank
Indonesia atau sejak tanggal exit meeting, BPR belum menyampaikan
koreksi laporan BMPK.
(3) BPR yang dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan koreksi
laporan BMPK.

BAB X Sanksi
74 Pasal 27 (1) BPR yang melakukan Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud dalam
11/13/PBI/2009 Pasal 3 ayat (2), Pasal 5, dan Pasal 9 (Paragraf 51, Paragraf 53, dan Paragraf
57 Kodifikasi ini) dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
(2) Terhadap setiap kesalahan laporan BMPK yang ditemukan berdasarkan
penelitian dan/atau pemeriksaan Bank Indonesia, dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per jenis
kesalahan atau paling banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Yang dimaksud dengan jenis kesalahan adalah nominal yang dilaporkan


meliputi jumlah Kredit yang diberikan dan nilai agunan.
Jenis kesalahan dihitung per rekening (per baris).
Nama debitur tidak termasuk yang diperhitungkan dalam jenis kesalahan.
Termasuk jenis kesalahan adalah pelanggaran/pelampauan yang tidak
dilaporkan.

(3) Dalam hal jenis kesalahan yang sama terjadi pada laporan bulanan BPR
sesuai ketentuan yang berlaku dan atas kesalahan tersebut BPR telah
dikenakan sanksi maka BPR tidak lagi dikenakan sanksi atas jenis kesalahan
yang sama tersebut pada laporan BMPK.
(4) BPR yang dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan
ayat (2) (Paragraf 71 Kodifikasi ini) dan Pasal 25 ayat (1) (Paragraf 73
Kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan.
(5) BPR yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi
laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) (Paragraf 71
Kodifikasi ini) dan Pasal 25 ayat (2) (Paragraf 73 Kodifikasi ini) dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

77
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(6) BPR yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6, Pasal 12,
Pasal 14 serta Pasal 24 ayat (2) (Paragraf 51 ayat (1), Paragraf 54, Paragraf
60, Paragraf 62 serta Paragraf 72 ayat (2) Kodifikasi ini), dikenakan sanksi
administratif sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. penurunan nilai kredit aspek manajemen dalam perhitungan tingkat
kesehatan.
(7) BPR yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6, Pasal 12,
Pasal 14 serta Pasal 24 ayat (2) (Paragraf 51 ayat (1), Paragraf 54, Paragraf
60, Paragraf 62 serta Paragraf 72 ayat (2) Kodifikasi ini) selain dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikenakan sanksi
administratif sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa pencantuman anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham dalam daftar
pihak-pihak yang memperoleh predikat tidak lulus dalam penilaian
kemampuan dan kepatutan BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku.
(8) BPR yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan
BMPK sesuai dengan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
(Paragraf 61 Kodifikasi ini) ayat (2) dan/atau tidak melaksanakan langkah
penyelesaian sesuai koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (2), setelah diberi
peringatan 2 (dua) kali oleh Bank Indonesia, dikenakan sanksi administratif
sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, berupa:
a. pencantuman anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau
pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang memperoleh predikat
tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan BPR
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku;
dan/atau
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan
untuk ekspansi Penyediaan Dana.
(9) BPR yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terhadap anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat
dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf
b, Paragraf 50, dan Paragraf 50 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998.
SE 11/21/DKBU (10) Pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada
2009 Pasal 27 PBI No. 11/13/PBI/2009 tanggal 17 April 2009 tentang BMPK
Romawi VIII (Paragraf 74 Kodifikasi ini) BPR dilakukan oleh kantor pusat BPR pelapor
kepada Bank Indonesia secara tunai atau non tunai dengan cara sebagai
berikut:
1. Pembayaran secara tunai
a. bagi BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta

78
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
menyetor kepada Bagian Pengelolaan Uang Kas Keluar (BPUK),
b. bagi BPR pelapor yang berkedudukan di luar wilayah
sebagaimana dimaksud pada huruf a, menyetor kepada Kantor
Bank Indonesia, pada setiap hari kerja, waktu layanan kas,
pukul 08.00 s.d 12.00 waktu setempat (hari Senin s.d. Kamis)
atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk
untung rekening nomor 566.000447 - ”Rekening antara
sehubungan dengan penerimaan sanks i administratif BPR”.
2. Pembayaran secara non tunai
a. Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 - ” Rekening
antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif
BPR”, dengan mencantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban
membayar dari BPR XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak
menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
periode MM-YYYY” pada kolom keterangan.
b. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 - ” Rekening
antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif
BPR”, dengan mencantumkan Transaction Reference Number
(TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan
”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX atas
kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan BMPK
dan/atau koreksi laporan BMPK periode MM-YYYY”.

BPR pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban


membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud
pada butir IX.2.

BAB XI Keadaan Memaksa (Force Majeure)


75 Pasal 29 (1) BPR yang mengalami Keadaan Memaksa (force majeure) selama satu atau
11/13/PBI/2009 lebih periode penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1),
Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 24 ayat (3) (Paragraf 66 ayat (1), Paragraf 67
ayat (2) dan Paragraf 72 ayat (3) Kodifikasi ini);

Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa (force majeure)” adalah


keadaan yang secara nyata menyebabkan BPR tidak dapat menyusun
dan/atau menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
secara on-line dan off-line, antara lain kebakaran, kerusuhan massa,
perang, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir, yang
dibenarkan oleh pejabat instansi yang berwenang dari daerah setempat.

(2) BPR yang mengalami Keadaan Memaksa (force majeure) kurang dari satu
periode penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan BMPK dan/atau
koreksi laporan BMPK dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 (Paragraf 70 Kodifikasi ini) ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan ayat (5);

79
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(3) BPR yang mengalami Keadaan Memaksa (force majeure), menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan disertai
penjelasan mengenai Keadaan Memaksa yang dialami;
(4) BPR wajib menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK
setelah kembali melakukan kegiatan operasional secara normal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 ayat (3) (Paragraf 70
dan Paragraf 72 ayat (3) Kodifikasi ini).

Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat


Syariah
BAB I Ketentuan Umum
76 Pasal 1 1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
13/5/PBI/2011 dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
serta Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS, adalah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Batas Maksimum Penyaluran Dana yang selanjutnya disebut dengan BMPD
adalah persentase maksimum realisasi penyaluran dana yang
diperkenankan terhadap modal BPRS.
4. Penyaluran Dana adalah penanaman dana BPRS dalam bentuk:
a. pembiayaan, dan/atau
b. penempatan dana antar bank.
5. Pembiayaan adalah Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
6. Penempatan Dana Antar Bank adalah penanaman dana BPRS pada Bank
Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau
BPRS lain, dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat
deposito, pembiayaan yang diberikan dan penanaman dana berdasarkan
prinsip syariah lainnya yang sejenis.
Penempatan Dana Antar Bank yang terkena Batas Maksimum
Penyaluran Dana (BMPD) adalah penempatan dana BPRS pada BPRS lain
dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan pembiayaan yang
diberikan.
7. Modal adalah modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum BPRS.
8. Pihak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai
hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan dengan BPRS.
9. Pihak Tidak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang tidak
mempunyai hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan
dengan BPRS.
10. Pelanggaran BMPD adalah selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana
pada saat direalisasikan terhadap Modal BPRS dengan BMPD yang
diperkenankan.
11. Pelampauan BMPD adalah selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana

80
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


yang telah direalisasikan terhadap Modal BPRS pada saat tanggal laporan
dengan BMPD yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPD
sebagaimana dimaksud pada angka 10.
12. Nasabah Penerima Fasilitas adalah perorangan, perusahaan atau badan
yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan prinsip syariah.
13. Direksi adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
14. Dewan Komisaris adalah Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

77 Pasal 2 BPRS wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah dalam
13/5/PBI/2011 membuat akad Pembiayaan antara BPRS dengan Nasabah Penerima Fasilitas.

SE 13/17/DPbS BPRS dalam menyalurkan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian


2011 antara lain dengan penyebaran portofolio Penyaluran Dana yang diberikan
Romawi I No. 1 agar risiko Penyaluran Dana tersebut tidak terpusat pada Nasabah
Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas tertentu.

SE 13/17/DPbS Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
2011 itu berupa:
Romawi I No. 3 a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

78 Pasal 3 (1) BPRS dilarang membuat akad Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
13/5/PBI/2011 Pasal 2 (Paragraf 77 Kodifikasi ini) apabila akad Pembiayaan tersebut
mewajibkan BPRS untuk menyalurkan dana yang akan mengakibatkan
terjadinya pelanggaran BMPD.
(2) BPRS dilarang memberikan Penyaluran Dana yang mengakibatkan
Pelanggaran BMPD.

Larangan pada ayat ini berlaku untuk setiap saat pemberian/realisasi


Penyaluran Dana.

SE 13/17/DPbS (3) BPRS dinyatakan melakukan pelanggaran BMPD apabila terdapat


2011 selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana pada saat
Romawi III direalisasikan terhadap Modal BPRS, dengan BMPD yang
diperkenankan. BPRS tetap dinilai melanggar BMPD selama
pelanggaran BMPD tersebut belum diselesaikan.

81
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(4) Modal BPRS yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan
pelanggaran BMPD adalah Modal BPRS pada posisi bulan terakhir
sebelum tanggal realisasi Penyaluran Dana.
(5) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak
Terkait yang secara individu tidak melanggar BMPD namun secara
kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD
dihitung terhadap satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait.
(6) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD namun secara
kelompok tidak terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD
dihitung terhadap individu Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak
Terkait.
(7) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD dan secara
kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD
dihitung berdasarkan penjumlahan atas pelanggaran BMPD untuk
masing-masing anggota kelompok dan pelanggaran BMPD terhadap
satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait.

Contoh Perhitungan BMPD:


BPRS ”X” melakukan Penyaluran Dana berupa Pembiayaan kepada
beberapa nasabah dan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS “Y”
(Pihak Tidak Terkait) masing-masing sebagai berikut:
- Mudharabah kepada nasabah A sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), nisbah bagi hasil 25:75, jangka waktu 2 (dua) tahun,
tanggal akad 7 Maret 2011.
- Musyarakah kepada nasabah B sebesar Rp80.000.000,00 (delapan
puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu 1 (satu)
tahun, tanggal akad 9 Maret 2011.
- Murabahah untuk pembelian rumah kepada nasabah C dengan
- harga pokok rumah sebesar Rp450.000.000,00 (empat ratus lima
puluh juta rupiah) dan margin sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), jangka waktu 50 (lima puluh) bulan, tanggal akad 11
Maret 2011.
- Salam untuk pembelian beras jenis IR45 sebanyak 2 (dua) ton
- kepada nasabah D sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), jangka waktu 6 (enam) bulan, tanggal akad 15 Maret 2011.
- Ijarah atas hak penggunaan kios yang diperoleh dari Tuan F
- dengan harga perolehan sewa sebesar Rp120.000.000,00 (seratus
dua puluh juta rupiah) selama 2 (dua) tahun kepada nasabah E dan
BPRS menetapkan pendapatan sewa (ujroh) sebesar
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), jangka waktu 2 (dua)
tahun, tanggal akad 22 Maret 2011.
- Musyarakah kepada BPRS “Y” sebesar Rp450.000.000,00 (empat
ratus lima puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu 3
(tiga) tahun, tanggal akad 15 Maret 2011.

82
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


- Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS “Y” berupa deposito
mudharabah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dengan nisbah bagi hasil 30:70, jangka waktu 6 (enam) bulan,
mulai tanggal 24 Maret 2011 hingga jatuh tempo tanggal 23
September 2011.

Nasabah A, B, C, D dan E serta BPRS “Y” tersebut di atas memiliki


hubungan kepemilikan, kepengurusan dan/atau keuangan, sehingga
merupakan satu kelompok (satu grup).

Modal BPRS “X”:


- per akhir Februari 2011 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
- per akhir Maret 2011 sebesar Rp1.900.000,00 (satu miliar sembilan
ratus juta rupiah).

BMPD Pihak Tidak Terkait:


Individual 20%:
- bulan Maret 2011 sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah) = (20% x Rp2.000.000.000,00)
- bulan April 2011 sebesar Rp380.000.000,00 (tiga ratus delapan
puluh juta rupiah) = (20% x Rp1.900.000,00)

Kelompok 30%:
- bulan Maret 2011 sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah) = (30% x Rp2.000.000.000,00)
- bulan April 2011 sebesar Rp570.000.000,00 (lima ratus tujuh puluh
juta rupiah) = (30% x Rp1.900.000,00)

Saldo masing-masing Pembiayaan dan nominal Penempatan Dana Antar


Bank per akhir April 2011:
- Pembiayaan mudharabah kepada nasabah A dengan baki debet
Rp95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah).
- Pembiayaan musyarakah kepada Nasabah B dengan baki debet
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
- Pembiayaan murabahah kepada Nasabah C dengan saldo piutang
sebesar Rp539.000.000,00 (lima ratus tiga puluh sembilan juta rupiah)
dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp98.000.000,00
(sembilan puluh delapan juta rupiah).
- Pembiayaan salam kepada Nasabah D dengan saldo piutang
sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
- Pembiayaan ijarah kepada Nasabah E dengan harga perolehan aktiva
ijarah sebesar Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan akumulasi amortisasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
- Pembiayaan musyarakah kepada BPRS “Y” sebesar
Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah).
- Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS “Y” sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

83
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Perhitungan Pelanggaran BMPD
1) Bulan Maret 2011

Jumlah
Nama Penyaluran Pelanggaran BMPD
BMPD
Nasabah Dana
Nominal %
A 100.000.000,00 400.000.000,00 - 0
B 80.000.000,00 400.000.000,00 - 0
C 450.000.000,00 400.000.000,00 50.000.000,00 2,50
D 50.000.000,00 400.000.000,00 - 0
E 120.000.000,00 400.000.000,00 - 0
BPRS "Y" 450.000.000,00
50.000.000,00
500.000.000,00 400.000.000,00 100.000.000,00 5,00
1.250.000.000,
Kelompok 00 600.000.000,00 650.000.000,00 32,50

Jumlah pelanggaran 40,00

Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelanggaran


BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait
sebesar 40% (empat puluh persen) yang terdiri dari pelanggaran
individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah C
(Pembiayaan murabahah) sebesar 2,50% (dua koma lima puluh
persen), pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas
nama nasabah BPRS “Y” (Pembiayaan musyarakah & Penempatan
Dana Antar Bank) sebesar 5% (lima persen), dan pelanggaran
secara kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebesar 32,50% (tiga
puluh dua koma lima puluh persen).
Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam
pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait
secara individual adalah sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) yang berasal dari Pembiayaan sebesar Rp450.000.000,00
(empat ratus lima puluh juta rupiah) dan Penempatan Dana Antar
Bank sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan
jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan
dalam pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas
Pihak Tidak Terkait hanya berupa Pembiayaan yaitu sebesar
Rp450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).

84
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


2) Bulan April 2011:

Jumlah
Nama Penyaluran Pelanggaran BMPD
Nasabah BMPD
Dana
Nominal %
A 95.000.000,00 380.000.000,00 - 0
B 75.000.000,00 380.000.000,00 - 0
C 441.000.000,00 380.000.000,00 61.000.000,00 3,21
D 40.000.000,00 380.000.000,00 - 0
E 115.000.000,00 380.000.000,00 - 0
BPRS "Y" 440.000.000,00
50.000.000,00
490.000.000,00 380.000.000,00 110.000.000,00 5,79
Kelompok 1.206.000.000,00 570.000.000,00 636.000.000,00 33,47
Jumlah pelanggaran 42,47

Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, pada bulan April masih


terdapat pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas
Pihak Tidak Terkait sebesar 42,47% (empat puluh dua koma empat
puluh tujuh persen) yang terdiri dari pelanggaran individu Nasabah
Penerima Fasilitas atas nama nasabah C (Pembiayaan murabahah)
sebesar 3,21% (tiga koma dua puluh satu persen), pelanggaran
individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah BPRS “Y”
(Pembiayaan musyarakah & Penempatan Dana Antar Bank) sebesar
5,79% (lima koma tujuh puluh sembilan persen), dan pelanggaran
secara kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebesar 33,47% (tiga
puluh tiga koma empat puluh tujuh persen).
Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y” yang diperhitungkan dalam
pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait
secara individual adalah sebesar Rp490.000.000,00 (empat ratus
sembilan puluh juta rupiah) yang berasal dari Pembiayaan sebesar
Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah) dan
Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah), sedangkan jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS “Y”
yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD kelompok Nasabah
Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait hanya berupa Pembiayaan
yaitu sebesar Rp440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta
rupiah).

BAB II Dasar Perhitungan BMPD


79 Pasal 4 (1) BMPD untuk Pembiayaan dihitung berdasarkan baki debet Pembiayaan.
13/5/PBI/2011 (2) BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS lain dihitung
berdasarkan nominal Penempatan Dana Antar Bank.
SE 13/17/DPbS (3) BMPD untuk Pembiayaan Perhitungan BMPD untuk Pembiayaan
2011 dilakukan berdasarkan jenis-jenis akad yang digunakan, yaitu:
Romawi II a. Pembiayaan murabahah, Pembiayaan istishna’, dan Pembiayaan
No. 1 – 3 multijasa dihitung berdasarkan saldo harga pokok;
b. Pembiayaan salam dihitung berdasarkan harga perolehan;

85
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


c. Pembiayaan mudharabah, Pembiayaan musyarakah dan
Pembiayaan qardh dihitung berdasarkan saldo baki debet; dan
d. Pembiayaan ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik dihitung
berdasarkan saldo harga perolehan aktiva ijarah atau ijarah
muntahiya bittamlik dikurangi akumulasi penyusutan atau
amortisasi aktiva ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik.
(4) BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan
Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk
tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan laporan.
(5) BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito
perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk
deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana
tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPRS yang sama.

BAB III BMPD Kepada Pihak Terkait


80 Pasal 5 Penyaluran Dana kepada seluruh Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 10%
13/5/PBI/2011 (sepuluh persen) dari Modal BPRS.

81 Pasal 6 Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada Pihak Terkait wajib
13/5/PBI/2011 memperoleh persetujuan dari 1 (satu) orang anggota Direksi dan 1 (satu) orang
anggota Dewan Komisaris BPRS.

Persetujuan anggota Dewan Komisaris dimaksudkan sebagai pelaksanaan


tugas pengawasan yang dilakukan oleh Komisaris atas tindakan kepengurusan
oleh Direksi dan tidak menghilangkan tanggung jawab Direksi sebagai
pemutus.

82 Pasal 7 Pihak Terkait meliputi:


13/5/PBI/2011 a. pemegang saham yang memiliki saham 10% (sepuluh persen) atau lebih
dari modal disetor;
b. anggota Dewan Komisaris;
c. anggota Direksi;
d. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua,
baik horisontal maupun vertikal, dengan pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c;

Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua,


baik horisontal maupun vertikal, adalah pihak-pihak sebagai berikut:
1. orang tua kandung/tiri/angkat;
2. saudara kandung/tiri/angkat;
3. anak kandung/tiri/angkat;
4. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat;
5. cucu kandung/tiri/angkat;
6. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua;
7. suami atau isteri;
8. mertua;
9. besan;
10. suami atau isteri dari anak kandung/tiri/angkat;
11. kakek atau nenek dari suami atau isteri;
12. suami atau isteri dari cucu kandung/tiri/angkat;

86
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


13. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau isteri beserta suami
atau isteri dari saudara yang bersangkutan.

e. Pejabat Eksekutif;

Yang dimaksud dengan Pejabat Eksekutif adalah Pejabat Eksekutif


sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPRS.

f. Perusahaan-perusahaan bukan Bank yang dimiliki oleh pihak-pihak


sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yang
kepemilikannya baik individual maupun keseluruhan sebesar 25% (dua
puluh lima persen) atau lebih dari modal disetor perusahaan;
g. BPRS lain yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada
huruf a sampai dengan huruf e yang kepemilikannya secara individual
sebesar 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor pada BPRS
lain tersebut;
h. BPRS lain yang:
1) anggota Dewan Komisarisnya merupakan anggota Dewan Komisaris
BPRS; dan
2) rangkap jabatan pada BPRS lain dimaksud merupakan 50% (lima
puluh persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan
Komisaris dan Direksinya.

Ketentuan huruf h memperhatikan ketentuan pembatasan


rangkapjabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang BPRS.
Contoh:
BPRS A menyediakan dana kepada BPRS B. BPRS A mempunyai 2 (dua)
orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Kedua Komisaris BPRS A
tersebut menjabat sebagai Komisaris pada BPRS B yang mempunyai 2
(dua) orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Mengingat 2 (dua)
orang Komisaris pada BPRS B memenuhi asas mayoritas sebesar 50%
(lima puluh persen) dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris
dan Direksi BPRS B maka BPRS B tersebut merupakan Pihak Terkait dari
BPRS A, sehingga penyediaan dana BPRS A kepada BPRS B paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen).

i. perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah
keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksinya
merupakan anggota Dewan Komisaris BPRS;

Ketentuan huruf i memperhatikan ketentuan pembatasan rangkap


jabatan sebagaimana sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang BPRS.
Contoh:
BPRS C menyediakan dana kepada PT D. BPRS C mempunyai 2 (dua) orang
Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Salah satu Komisaris BPRS C
tersebut menjabat sebagai Komisaris pada PT D yang mempunyai 1 (satu)
orang Direktur dan 1 (satu) orang Komisaris. Mengingat 1 (satu) orang
Komisaris pada PT D tersebut memenuhi asas mayoritas sebesar 50%

87
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(lima puluh persen) dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris
dan Direksi PT D maka PT D tersebut merupakan Pihak Terkait dari BPRS
C, sehingga penyediaan dana BPRS C kepada PT D paling tinggi sebesar
10% (sepuluh persen).

j. Nasabah Penerima Fasilitas yang diberikan jaminan oleh pihak


sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i.

Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang dibuat secara tertulis
oleh pihak yang menjamin untuk mengambil alih dan/atau melunasi
sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak
yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi).

83 Pasal 8 Penyaluran Dana kepada pihak-pihak selain yang dimaksud dalam Pasal 7
13/5/PBI/2011 (Paragraf 82 Kodifikasi ini) dapat dikategorikan sebagai Penyaluran Dana
kepada Pihak Terkait apabila Penyaluran Dana tersebut digunakan untuk
keuntungan Pihak Terkait.

BAB IV BMPD Kepada Pihak Tidak Terkait


84 Pasal 9 (1) Penyaluran Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS
13/5/PBI/2011 lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua
puluh persen) dari Modal BPRS.

Yang dimaksud dengan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS lain
adalah penempatan dana dalam bentuk Tabungan, Deposito dan
Pembiayaan yang Diberikan.

(2) Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada 1 (satu) Nasabah


Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling
tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS.
(3) Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada 1 (satu) kelompok
Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan
paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPRS.
SE 13/17/DPbS (4) BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu
2011 atau lebih Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang
Romawi II No. 6 merupakan bagian dari kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait.
BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak
Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPRS, dengan
Pembiayaan kepada masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas
tersebut tidak melebihi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS.
Termasuk dalam pengertian satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas
adalah Nasabah Penerima Fasilitas non bank yang memiliki hubungan
kepengurusan, kepemilikan, atau keuangan dengan bank selaku
Nasabah Penerima Fasilitas.

85 Pasal 10 Nasabah Penerima Fasilitas digolongkan sebagai anggota suatu kelompok


13/5/PBI/2011 Nasabah Penerima Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 (Paragraf
84 Kodifikasi ini) ayat (3) apabila Nasabah Penerima Fasilitas mempunyai

88
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


keterkaitan dengan Nasabah Penerima Fasilitas lain baik melalui hubungan
kepemilikan, hubungan kepengurusan dan/atau hubungan keuangan, yang
meliputi:
a. perusahaan-perusahaan yang masing-masing 25% (dua puluh lima persen)
atau lebih modal disetornya dimiliki oleh suatu perusahaan/badan atau
perorangan atau secara bersama oleh suatu keluarga;

Yang dimaksud dengan suatu keluarga adalah keluarga inti yang terdiri
dari suami, isteri dan anak kandung/tiri/angkat; suami dan isteri; suami
dan anak kandung/tiri/angkat; atau isteri dan anak kandung/tiri/angkat.
Contoh:
1. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing
perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki oleh 1 (satu)
orang/perusahaan. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan
perusahaan C menjadi Nasabah Penerima Fasilitas BPRS yang sama
maka perusahaan perusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu)
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas.
2. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing
perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki secara
bersama oleh X, Y dan Z yang merupakan suami, isteri dan anak
kandung/tiri/angkat. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan
perusahaan C menjadi Nasabah Penerima Fasilitas BPRS yang sama
maka perusahaanperusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu)
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas.
3. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham perusahaan A dimiliki
oleh suami dan anak pertama, 25% (dua puluh lima persen) atau lebih
saham perusahaan B dimiliki oleh isteri dan anak kedua. Apabila
perusahaan A dan perusahaan B menjadi Nasabah Penerima Fasilitas
BPRS yang sama maka perusahaan-perusahaan tersebut digolongkan
sebagai 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas.

b. perusahaan-perusahaan yang salah satunya memiliki 25% (dua puluh lima


persen) atau lebih modal disetor perusahaan lainnya;

Contoh:
Perusahaan A memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan B.
Perusahaan B memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan C.
Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Nasabah
Penerima Fasilitas BPRS maka perusahaan A dan perusahaan B
digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas.
Sementara perusahaan B dan perusahaan C digolongkan sebagai 1 (satu)
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang lain.

c. perusahaan-perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari


jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada 1
(satu) perusahaan tertentu menjadi Dewan Komisaris dan/atau Direksi
pada perusahaan lainnya.

Pertimbangan azas mayoritas 50% (lima puluh persen) atau lebih dihitung
dari jumlah kumulatif Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi

89
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


d. perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c, namun terdapat bantuan
keuangan dari salah satu perusahaan tersebut terhadap perusahaan
lainnya yang mengakibatkan adanya pengendalian oleh perusahaan
tersebut terhadap perusahaan lainnya.

Yang dimaksud dengan bantuan keuangan adalah bantuan keuangan yang


disertai dengan persyaratan tertentu yang menyebabkan pihak yang
memberikan bantuan mempunyai kewenangan untuk menentukan
kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima bantuan, antara
lain namun tidak terbatas pada keputusan untuk melakukan pembagian
deviden dan perubahan pengurus.

e. perusahaan-perusahaan dan/atau perorangan yang salah satunya


bertindak sebagai penjamin Pembiayaan atas Pembiayaan yang diterima
oleh perusahaan atau perorangan lainnya.

Yang dimaksud dengan penjamin adalah pihak yang memberikan jaminan


dalam bentuk janji yang dibuat secara tertulis yang menyatakan bahwa
penjamin akan mengambilalih dan/atau melunasi sebagian atau seluruh
kewajiban pihak yang berutang, dalam hal pihak yang berutang gagal
memenuhi kewajibannya (wanprestasi).
Termasuk dalam pengertian ini adalah pihak-pihak yang berutang yang
dijamin dengan menggunakan agunan yang sama.

BAB V Pelampauan BMPD


86 Pasal 11 Penyaluran Dana oleh BPRS dikategorikan sebagai Pelampauan BMPD apabila
13/5/PBI/2011 terjadi selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana yang telah
Butir a direalisasikan terhadap Modal BPRS pada saat tanggal laporan dengan BMPD
yang diperkenankan, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. penurunan Modal BPRS;
SE 13/17/DPbS Contoh Perhitungan Pelampauan BMPD karena penurunan modal:
2011 BPRS ”X” melakukan Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
Romawi IV No. 3 murabahah untuk pembelian mobil kepada Nasabah Penerima
Fasilitas A (Pihak Tidak Terkait) pada tanggal 15 April 2011 dengan harga
pokok sebesar Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah)
dengan margin sebesar Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
rupiah) selama jangka waktu 1 (satu) tahun. Pembiayaan murabahah
diangsur setiap bulan sebesar Rp22.000.000,00 (dua puluh dua juta
rupiah).

Modal BPRS:
- per akhir Maret 2011 sebesar Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
- per akhir April 2011 sebesar Rp1.350.000.000,00 (satu miliar tiga
ratus lima puluh juta rupiah).
- per akhir Mei 2011 sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua
ratus juta rupiah).
- per akhir Juni 2011 sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).

90
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Saldo Pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
- per akhir April 2011 saldo piutang sebesar Rp242.000.000,00 (dua
ratus empat puluh dua juta rupiah) dan saldo margin yang
ditangguhkan sebesar Rp22.000.000,00 (dua puluh dua juta rupiah).
- per akhir Mei 2011 saldo piutang sebesar Rp220.000.000,00
(dua ratus dua puluh juta rupiah) dan saldo margin yang
ditangguhkan sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
- per akhir Juni 2011 saldo piutang sebesar Rp198.000.000,00
(seratus sembilan puluh delapan juta rupiah) dan saldo margin yang
ditangguhkan sebesar Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Perhitungan pelampauan BMPD Individu Nasabah Penerima Fasilitas


A (Pihak Tidak Terkait) posisi bulan April, Mei dan Juni 2011:

Pelampauan BMPD
Bulan Saldo Harga Pokok BMPD
Nominal %
April 220.000.000,00 270.000.000,00 - 0
Mei 200.000.000,00 240.000.000,00 - 0
Juni 180.000.000,00 160.000.000,00 20.000.000,00 2,50

Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelampauan BMPD


individu Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 2,50%
(dua koma lima puluh persen) pada bulan Juni 2011.

Pasal 11 b. penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambilalihan usaha,


13/5/PBI/2011 perubahan struktur kepemilikan dan/atau kepengurusan yang
Butir b – c menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Nasabah
Penerima Fasilitas;

Yang dimaksud dengan “penggabungan usaha atau merger” adalah


penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Nasabah Penerima
Fasilitas dengan perusahaan lainnya dan/atau BPRS dengan BPRS lainnya
dengan tetap mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan
Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS dan membubarkan
perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS lainnya tanpa
melikuidasi terlebih dahulu.

Yang dimaksud dengan “peleburan usaha atau konsolidasi” adalah


penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Nasabah Penerima
Fasilitas dengan perusahaan lainnya dan/atau BPRS dengan BPRS lainnya
dengan cara mendirikan perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas
dan/atau BPRS baru dan membubarkan perusahaan Nasabah Penerima
Fasilitas dan/atau BPRS tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu.

Yang dimaksud dengan “pengambilalihan usaha atau akuisisi” adalah


pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan Nasabah Penerima
Fasilitas dan/atau BPRS yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS.

91
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Yang dimaksud dengan “perubahan struktur kepemilikan” adalah
perubahan struktur kepemilikan di perusahaan Nasabah Penerima
Fasilitas dan/atau di BPRS.

Yang dimaksud dengan “perubahan kepengurusan” adalah perubahan


kepengurusan di perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau di
BPRS.

Yang dimaksud dengan “perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok


Nasabah Penerima Fasilitas” adalah:
1) Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait menjadi Nasabah
Penerima Fasilitas Pihak Terkait; dan/atau
2) Nasabah Penerima Fasilitas perorangan menjadi kelompok Nasabah
Penerima Fasilitas.

c. perubahan ketentuan.

Yang dimaksud dengan “perubahan ketentuan” adalah perubahan


ketentuan yang menyebabkan perubahan kriteria Pihak Terkait dan/atau
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas BPRS dan/atau perubahan
ketentuan lainnya yang menyebabkan terjadinya pelampauan BMPD.

BAB VI Penyelesaian Pelanggaran Dan/Atau Pelampauan BMPD


87 Pasal 12 (1) BPRS wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan)
13/5/PBI/2011 untuk penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan BMPD.
(2) Action plan untuk Pelanggaran BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disampaikan oleh BPRSS dan diterima oleh Bank Indonesia paling
lama 1 (satu) bulan setelah batas akhir penyampaian laporan BMPD bulan
yang bersangkutan atau 14 (empat belas) hari sejak exit meeting untuk
Pelanggaran BMPD yang ditemukan dalam pemeriksaan.

Yang dimaksud dengan exit meeting adalah pertemuan akhir antara


pengurus BPRS dan Bank Indonesia untuk membahas hasil pemeriksaan.

(3) Action plan untuk Pelampauan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
(Paragraf 86 Kodifikasi ini) huruf a dan huruf b harus disampaikan oleh
BPRSS dan diterima oleh Bank Indonesia paling lama 1 (satu) bulan setelah
akhir bulan laporan BMPD bulan yang bersangkutan atau 14 (empat belas)
hari sejak exit meeting untuk Pelampauan BMPD yang ditemukan dalam
pemeriksaan.

Untuk Pelampauan BMPD yang disebabkan oleh penggabungan usaha,


peleburan usaha atau pengambilalihan usaha, jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat ini adalah 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan
sejak disahkannya akta penggabungan usaha, peleburan usaha atau
pengambilalihan usaha oleh instansi yang berwenang.

(4) Action plan untuk Pelampauan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

92
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(Paragraf 86 Kodifikasi ini) huruf c harus disampaikan oleh BPRSS dan
diterima oleh Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak
diberlakukannya ketentuan baru.
(5) Dalam hal jangka waktu penyampaian action plan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur
maka BPRSS wajib menyampaikan action plan pada hari kerja sebelumnya.

88 Pasal 13 (1) Action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 87 Kodifikasi
13/5/PBI/2011 ini) ayat (1) wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk
penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan BMPD serta target
waktu penyelesaian.

Langkah-langkah penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan


BMPD meliputi antara lain:
a. Pelunasan seluruh/sebagian Pembiayaan yang melanggar dan/atau
melampaui BMPD;
b. Penambahan modal disetor.

(2) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk Pelanggaran BMPD, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia.
b. Untuk Pelampauan BMPD yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Paragraf 86 huruf a dan huruf b, paling lama 6 (enam)
bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia.
c. Untuk Pelampauan BMPD yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Paragraf 86 huruf c, paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia.
(3) Dalam hal sisa jangka waktu penyediaan dana sampai dengan jatuh tempo
lebih pendek daripada target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) maka target waktu penyelesaian paling lama sampai dengan
penyediaan dana jatuh tempo.

Contoh:
1. Pada tanggal 3 Januari 2011 BPRS B memberikan Pembiayaan kepada
debitur X (Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) yang merupakan 20% (dua puluh persen) dari modal BPRS
B dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pada tanggal 28 Februari
2011 modal BPRS B turun karena mengalami kerugian sehingga
persentase Pembiayaan kepada debitur X menjadi 25% (dua puluh lima
persen) dari modal BPRS B atau melampaui BMPD yang ditetapkan
sebesar 5% (lima persen). Untuk itu BPRS B wajib membuat action plan
untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu
penyelesaian paling lama 6 (enam) bulan sejak action plan
disampaikan kepada Bank Indonesia.
2. Pada tanggal 3 Januari 2011 BPRS A menempatkan Deposito 3 bulan
(jatuh tempo pada tanggal 3 April 2011) pada BPRS B (Pihak Tidak
Terkait) sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang
merupakan 30% (tiga puluh persen) dari modal BPRS A. Pada tanggal 7
Februari 2011 dikeluarkan ketentuan mengenai BMPD BPRS yang
mengatur bahwa penempatan dana BPRS ke BPRS lain paling tinggi

93
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


20% (dua puluh persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPRS A
tetap maka dengan adanya ketentuan BMPD tersebut penempatan
Deposito BPRS A ke BPRS B menjadi melampaui BMPD yang ditetapkan
sebesar 10% (sepuluh persen). Untuk itu BPRS A wajib membuat action
plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu
penyelesaian paling lama sampai dengan jatuh tempo Deposito yaitu
tanggal 3 April 2011.

(4) Target waktu penyelesaian pelanggaran dan/atau pelampauan BMPD atas


Penempatan Dana Antar Bank yang tidak memiliki jatuh tempo berupa
Tabungan pada BPRS lain, paling lama 1 (satu) bulan sejak action plan
disampaikan kepada Bank Indonesia.

Contoh:
Pada tanggal 3 Januari 2011 BPRS A menempatkan Tabungan pada BPRS B
(Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
yang merupakan 30% (tiga puluh persen) dari modal BPRS A.
Pada tanggal 7 Februari 2011 dikeluarkan ketentuan mengenai BMPD
BPRS yang mengatur bahwa penempatan dana BPRS ke BPRS lain paling
tinggi 20% (dua puluh persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPRS A
tetap maka dengan adanya ketentuan BMPD tersebut penempatan
Tabungan BPRS A ke BPRS B menjadi melampaui BMPD yang ditetapkan
sebesar 10% (sepuluh persen). Untuk itu BPRS A wajib membuat action
plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu
penyelesaian paling lama 1 (satu) bulan sejak action plan disampaikan
kepada Bank Indonesia.

(5) Bank Indonesia dapat meminta BPRS melakukan penyesuaian action plan
yang disampaikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia langkah-
langkah dan/atau target waktu penyelesaian tidak mungkin dicapai.

89 Pasal 14 (1) BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan untuk
13/5/PBI/2011 penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan BMPD disertai
dengan bukti pendukungnya.

Yang dimaksud dengan bukti pendukung antara lain adalah bukti setoran
modal dan bukti pembayaran atau pelunasan Pembiayaan.

(2) Laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disampaikan oleh BPRS dan diterima oleh Bank Indonesia paling lama
14 (empat belas) hari sejak realisasi action plan.

Yang dimaksud dengan realisasi action plan adalah pelaksanaan tahapan


penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPD.

(3) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPRS wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan action plan pada hari kerja
sebelumnya.

94
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


BAB VII Pengecualian
90 Pasal 15 Ketentuan BMPD dikecualikan untuk:
13/5/PBI/2011 a. Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum Konvensional, Bank
Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah, termasuk Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah yang
memenuhi kriteria Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
(Paragraf 79 Kodifikasi ini);

Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum Konvensional adalah


dalam bentuk giro dan/atau tabungan. Yang dimaksud dengan Bank
Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah
adalah Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan/atau Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21
tentang Perbankan Syariah.

b. Bagian Penyaluran Dana yang dijamin oleh:


1) Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan di
BPRSS;

Deposito dan Tabungan yang dapat dijadikan sebagai agunan adalah


Deposito dan Tabungan yang ditempatkan pada BPRS yang sama.

2) Emas dan/atau logam mulia; dan/atau

Nilai agunan yang berupa emas dan/atau logam mulia ditentukan


berdasarkan harga pasar (market value).

3) Sertifikat Bank Indonesia atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah,


sepanjang memenuh persyaratan sebagai berikut:
a) agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa
pencairan/penjualan yang tidak dapat dibatalkan dari pemilik
agunan untuk keuntungan BPRSS penerima agunan, termasuk
pencairan/penjualan sebagian untuk membayar tunggakan
angsuran pokok/margin/bagi hasil/ujrah;
b) jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a)
paling singkat sama dengan jangka waktu Penyaluran Dana; dan
c) untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan
angka 2), disimpan atau ditatausahakan pada BPRSS yang
bersangkutan.
c. Bagian Penyaluran Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia secara
langsung maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan Pemerintah Indonesia adalah Pemerintah Pusat


dan Pemerintah Daerah.

1) jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat


dibatalkan (irrevocable);
2) harus dapat dicairkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak klaim
diajukan, termasuk pencairan sebagian; dan

95
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


3) mempunyai jangka waktu penjaminan paling singkat sama dengan
jangka waktu Penyaluran Dana.

d. Bagian Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS lain sepanjang:


1) Terdapat kesepakatan antara BPRS yang menempatkan dananya
dengan BPRS lain yang menerima penempatan dana, dalam rangka
menanggulangi kesulitan likuiditas BPRS; dan
2) Bagian Penempatan Dana dimaksud merupakan simpanan/iuran/porsi
dana yang wajib ditempatkan oleh BPRS pada BPRS lain sesuai
kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) yang ditujukan
untuk menanggulangi kesulitan likuiditas masing-masing BPRS.

Bagian Penempatan Dana yang dimaksud dalam ayat ini adalah bagian
penempatan dana dalam rangka memenuhi simpanan/iuran/porsi dana
atau penempatan dana dalam rangka penanggulangan likuiditas yang
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Contoh:
Terdapat 28 BPRS yang membuat kesepakatan untuk menempatkan dana
berupa simpanan/iuran/porsi dana pada salah satu BPRS yang ditunjuk
untuk mengkoordinir pengelolaan dana yang terhimpun. Dalam
kesepakatan tersebut dimuat antara lain:
- Jumlah simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh BPRS
pada BPRS lain yang ditunjuk, misalnya Rp25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah) per BPRS.
- Jumlah maksimum dana/pinjaman likuiditas yang dapat ditempatkan
oleh BPRS yang ditunjuk kepada salah satu dari 28 BPRS tersebut,
misalnya 10 (sepuluh) kali dari jumlah simpanan/iuran/porsi dana yang
ditempatkan atau Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).

Yang dikecualikan dari perhitungan BMPK dalam contoh tersebut adalah:


- masing-masing penempatan dana dari 28 BPRS tersebut kepada BPRS
yang ditunjuk sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
- penempatan dana dari BPRS yang ditunjuk kepada salah satu dari 28
BPRS yang mengalami kesulitan likuiditas sebesar Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah).

91 Pasal 16 (1) Penyediaan dana BPRS berupa Pembiayaan dengan pola kemitraan inti-
13/5/PBI/2011 plasma atau pola Pengembangan Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya
Masyarakat (PHBK) dikecualikan dari pengertian kelompok Nasabah
Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 (Paragraf 84 Kodifikasi ini) ayat (3).

Yang dimaksud dengan pola kemitraan adalah pola pengembangan


dengan menggunakan perusahaan inti yang membantu membimbing
perusahaan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem
kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan.
Yang dimaksud dengan pola PHBK adalah pola pembiayaan dalam upaya
mengembangkan prasarana pelayanan keuangan bagi pengusaha mikro,

96
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


yang bersifat saling menguntungkan antara tiga unsur yang berbeda yaitu
BPRS, Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), dan
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

(2) Pola kemitraan inti-plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan dari pengertian kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak
Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 84 Kodifikasi
ini) ayat (3), sepanjang memenuhi persyaratan:
a. Pembiayaan diberikan dengan pola kemitraan;
b. Perusahaan inti merupakan Pihak Tidak Terkait dengan BPRS;
c. Plasma bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki,
dikuasai atau berafiliasi dengan perusahaan inti;
d. Plasma memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan
intisebagai bagian dari produksi perusahaan inti; dan
e. Akad Pembiayaan antara BPRS dengan plasma dilakukan secara
langsung.
(3) Pola PHBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari
pengertian kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 84 Kodifikasi ini) ayat (3),
sepanjang memenuhi persyaratan:
a. Pembiayaan diberikan kepada kelompok;

Yang dimaksud kelompok disini adalah KSM.

b. Partisipan PHBK telah melalui seleksi;

Yang dimaksud partisipan PHBK adalah perorangan dan/atau lembaga


yang terlibat seperti LPSM dan KSM.

c. Menghargai otonomi lembaga partisipan;


d. Mempromosikan tabungan dan mengkaitkan tabungan dengan
Pembiayaan;
e. Mengenakan tingkat margin/bagi hasil/ujrah sesuai tingkat pasar;
f. Mengembangkan dan menerima agunan alternatif;

Termasuk dalam agunan alternatif yaitu jaminan tanggung renteng di


antara anggota kelompok.

g. Terdapat bantuan teknis/pendampingan untuk membina kelompok.

92 Pasal 17 Pembiayaan kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau


13/5/PBI/2011 pegawai BPRS yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang ditujukan untuk
peningkatan kesejahteraan serta dibayar kembali dari pendapatan yang
diperoleh dari BPRS yang bersangkutan dikecualikan sebagai pemberian
Pembiayaan kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
(Paragraf 82 Kodifikasi ini).

Yang dimaksudkan dengan “Pembiayaan untuk peningkatan kesejahteraan”


adalah pembiayaan BPRS kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris
dan/atau pegawai BPRS yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang antara lain
ditujukan untuk biaya sekolah, biaya pengobatan/sakit, biaya kontrak rumah,

97
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


cicilan rumah, uang muka pembelian rumah, biaya pernikahan dan pembelian
kendaraan bermotor.
Pemberian Pembiayaan kepada pihak-pihak tersebut di atas dikategorikan
sebagai Penyaluran dana kepada Pihak Tidak Terkait dan mengacu pada
ketentuan BMPD kepada Pihak Tidak Terkait.

Tatacara Penyampaian Laporan BMPD Dan Koreksi Laporan


BAB VIII
BMPD
93 Pasal 18 (1) BPRS wajib menyusun dan menyampaikan laporan BMPD kepada Bank
13/5/PBI/2011 Indonesia secara on-line setiap bulan secara benar, lengkap dan tepat
Ayat (1) waktu.

Yang dimaksud dengan penyampaian secara on-line adalah penyampaian


laporan dengan mengirim atau mentransfer rekaman data secara
langsung kepada Kantor Pusat Bank Indonesia melalui fasilitas ekstranet
Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya.

SE 13/17/DPBS BPRS pelapor menyampaikan laporan BMPD kepada Bank Indonesia paling
2011 lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah
Romawi V No. 1 berakhirnya bulan laporan.

Pasal 18 (2) Laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
13/5/PBI/2011 a. Penyaluran Dana kepada Pihak Tidak Terkait yang melanggar dan
Ayat (2) – (3) melampaui BMPD; dan
b. Seluruh Penyaluran Dana kepada Pihak Terkait.
(3) Tatacara penyampaian laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam ketentuan Bank Indonesia.

94 Pasal 19 (1) BPRS bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan isi laporan
13/5/PBI/2011 BMPD yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 (Paragraf 93 Kodifikasi ini) ayat (1).
(2) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPD
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia, BPRS wajib menyampaikan
koreksi atas laporan BMPD secara on-line dengan memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 93 Kodifikasi ini).

SE 13/17/DPbS BPRS pelapor menyampaikan koreksi laporan BMPD kepada Bank


2011 Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau
Romawi V No. 2 – 3 sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 20 (dua puluh) pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.

Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dapat


disampaikan pada hari Sabtu atau hari libur.

95 Pasal 20 (1) Kewajiban penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD
13/5/PBI/2011 secara on-line sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 (Paragraf 93 Kodifikasi
ini) ayat (1) dan Pasal 19 (Paragraf 94 Kodifikasi ini) ayat (2) dikecualikan
dalam hal:
a. BPRS berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas

98
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


komunikasi sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan
laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line;
b. BPRS baru beroperasi dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan
setelah dimulainya kegiatan operasional;
c. BPRS mengalami gangguan teknis; atau

Yang dimaksud dengan gangguan teknis adalah gangguan yang


mengakibatkan BPRS tidak dapat menyampaikan laporan BMPD
dan/atau koreksi laporan BMPD secara online, antara lain gangguan
pada jaringan telekomunikasi atau pemadaman listrik.

d. Terjadi kerusakan dan/atau gangguan pada database atau jaringan


komunikasi di Bank Indonesia.
(2) BPRS memperoleh pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b atau huruf c setelah menyampaikan pemberitahuan
tertulis terlebih dahulu kepada Bank Indonesia dengan mengemukakan
alasannya.
(3) BPRS wajib menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD
secara on-line setelah kegiatan operasional kembali berjalan secara
normal.
SE 13/17/DPbS (4) Pada prinsipnya, pelaporan BMPD yang mencakup data kantor pusat dan
2011 data seluruh kantor cabang BPRS disampaikan oleh kantor pusat BPRS
Romawi I No. 6 – 7 secara on-line. Namun demikian dalam kondisi tertentu pelaporan
BMPD dapat disampaikan secara off-line.
(5) Penyusunan dan penyampaian laporan BMPD pada Bank Indonesia
secara on-line dilakukan dengan menggunakan aplikasi Data Entry
Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS.

96 Pasal 21 (1) BPRS yang tidak dapat menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi
13/5/PBI/2011 laporan BMPD secara on-line sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
(Paragraf 95 Kodifikasi ini), wajib menyampaikan laporan dimaksud secara
off-line.

Yang dimaksud dengan penyampaian secara off-line adalah penyampaian


laporan dengan menyampaikan rekaman data dalam bentuk media
perekam data elektronik disertai hasil validasi kepada Kantor Bank
Indonesia setempat.

(2) Tatacara penyampaian laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

97 Pasal 22 (1) Laporan BMPD wajib disampaikan oleh BPRS kepada Bank Indonesia paling
13/5/PBI/2011 lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan yang bersangkutan.

Laporan BMPD dapat disampaikan secara on-line pada hari libur atau hari
Sabtu.

(2) Dalam hal tanggal 14 (empat belas) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu
maka BPRS yang menyampaikan laporan BMPD secara off-line wajib
menyampaikan laporan BMPD pada hari kerja sebelumnya.

99
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(3) BPRS dinyatakan telah menyampaikan laporan BMPD pada tanggal
diterimanya laporan BMPD oleh Bank Indonesia.

Bukti penerimaan untuk laporan BMPD yang disampaikan secara online


adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara on-line (download).
Sedangkan bukti penerimaan untuk laporan BMPD yang disampaikan
secara off-line adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung
kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan
melalui pos.

(4) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPD
yang telah disampaikan, BPRS wajib menyampaikan koreksi atas laporan
BMPD dimaksud kepada Bank Indonesia secara on-line paling lama tanggal
20 (dua puluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan
yang bersangkutan.

Koreksi laporan BMPD dapat disampaikan secara on-line pada hari libur
atau hari Sabtu.

(5) Dalam hal tanggal 20 (dua puluh) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu
maka BPRS yang menyampaikan koreksi laporan BMPD secara off-line
wajib menyampaikan laporan BMPD pada hari kerja sebelumnya.

Contoh:
Koreksi laporan BMPD untuk data bulan Februari 2011 disampaikan secara
off-line paling lambat tanggal 18 Maret 2011 (hari Jumat) untuk
penyampaian secara langsung kepada Bank Indonesia maupun untuk
penyampaian melalui pos, mengingat tanggal Maret 2011 jatuh pada hari
Minggu.

(6) BPRS dinyatakan telah menyampaikan koreksi laporan BMPD pada tanggal
diterimanya koreksi laporan BMPD oleh Bank Indonesia.

Bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPD yang disampaikan secara


on-line adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara online
(download). Sedangkan bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPD
yang disampaikan secara off-line adalah berupa tanda terima apabila
disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos
apabila dikirimkan melalui pos.

98 Pasal 23 (1) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPD apabila sampai
13/5/PBI/2011 dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 97
Kodifikasi ini) ayat (1) BPRS belum menyampaikan laporan BMPD.
(2) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPD apabila
sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
(Paragraf 97 Kodifikasi ini) ayat (4) BPRS belum menyampaikan koreksi
laporan BMPD.
(3) BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi
laporan BMPD apabila sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan BPRS belum menyampaikan
laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD.

100
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Contoh:
BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi
laporan BMPD untuk data bulan Maret 2011 apabila laporan dimaksud
belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30 April 2011.

(4) BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau


koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetap wajib
menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD.
SE 13/17/DPbS (5) Dalam hal BPRS menyampaikan laporan melewati batas waktu
2011 sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 sampai dengan
Romawi V akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan, maka
No. 4 – 12, 14 laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang disampaikan
dinyatakan terlambat.
(6) Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang mengalami
keterlambatan sebagaimana dimaksud pada angka 4 tetap disampaikan
secara on-line.
(7) BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada angka 6 tetap wajib
menyampaikan laporan BMPD secara off-line.
(8) Dalam hal penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan
BMPD dilakukan setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan laporan
maka laporan tersebut hanya dapat disampaikan secara off-line.
(9) Penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara
offline dilakukan dalam bentuk disket atau cd-rom dan hasil cetak
komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi yang
telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta
Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lambat
pukul 16.00 WIB; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
(10) Tanggal penerimaan laporan BMPD yang disampaikan secara off-line
adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda
terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank Indonesia
apabila disampaikan secara langsung.
(11) Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima
oleh Bank Indonesia secara off-line, BPRS Pelapor menyampaikan
ulang disket atau cd-rom laporan BMPD dan/atau koreksi laporan
BMPD setelah diminta oleh Bank Indonesia.
(12) BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian laporan
BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dengan alamat:
a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
paling lambat pukul 16.00 WIB; atau

101
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
(13) Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD secara off-line adalah hari libur nasional
dan/atau hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
setempat.
SE 13/17/DPbS (14) Format dan tata cara penyusunan laporan BMPD diatur dalam
2011 Pedoman Penyusunan Laporan BMPD sebagaimana tercantum dalam
Romawi VI Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran ini (Lampiran 27 Kodifikasi ini).
(15) Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan BMPD terdapat dalam buku
mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata
Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS, yang disampaikan
kepada BPRS.
SE 13/17/DPbS (16) Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPD dan/atau
2011 koreksi laporan BMPD, BPRS perlu melakukan persiapan serta
Romawi VII menyediakan sarana dan sumber daya manusia sebagai berikut:
1. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware
dan software sebagaimana tercantum dalam buku mengenai Tata Cara
Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web
User BPRS Laporan Berkala BPRS.
2. Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan aplikasi
dan melakukan verifikasi laporan BMPD dan/atau koreksi laporan
BMPD.
3. Penanggungjawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi
ulangdalam rangka meyakini kebenaran laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD serta menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD kepada Bank Indonesia.
4. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer
yang digunakan, aplikasi, dan data laporan BMPD dan/atau koreksi
laporan BMPD.
5. Back up data laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang
ditatausahakan dengan baik.
SE 13/17/DPbS (17) Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan:
2011 1. Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS
Romawi IX Laporan Berkala BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia
dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, Telepon
Nomor 021-3818000 (hunting), Faksimili Nomor 021-3866071 atau
Email Address: helpdesk@bi.go.id.
2. Ketentuan laporan BMPD BPRS disampaikan kepada:
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta
10350, Telepon Nomor 021-3818749, 021-3818513, Faksimili
Nomor 021-3447620, 021-3501989, Email Address:
DPbS@bi.go.id, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di
wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan
Bekasi.
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a.

102
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


BAB IX Ketentuan Lain
99 Pasal 24 (1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi terhadap pelaksanaan
13/5/PBI/2011 ketentuan BMPD oleh BPRS.

Yang dimaksud dengan “pelaksanaan ketentuan BMPD” antara lain adalah


perhitungan Penyaluran Dana, perhitungan Modal, penentuan kelompok
Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau penentuan Pihak Terkait.

(2) BPRS wajib melakukan penyesuaian atas koreksi yang ditetapkan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan BMPD BPRS
kepada Bank Indonesia.

Koreksi terhadap laporan BMPD kepada Bank Indonesia dilakukan untuk


posisi hasil penelitian dan/atau pemeriksaan oleh Bank Indonesia atas
Laporan BMPD yang telah disampaikan oleh BPRS pelapor.

(3) Dalam hal terdapat koreksi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), BPRS wajib menyampaikan koreksi laporan BMPD dimaksud
kepada Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pemberitahuan oleh Bank Indonesia atau sejak tanggal exit meeting.
(4) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPRS wajib
menyampaikan koreksi atas laporan BMPD pada hari kerja sebelumnya.

100 Pasal 25 (1) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPD
13/5/PBI/2011 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 99 Kodifikasi ini) ayat (2)
apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
(Paragraf 99 Kodifikasi ini) ayat (3) BPRS belum menyampaikan koreksi
laporan BMPD.
(2) BPRS dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 99 Kodifikasi ini) ayat (2) apabila
sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank
Indonesia atau sejak tanggal exit meeting, BPRS belum menyampaikan
koreksi laporan BMPD.
(3) BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan koreksi
laporan BMPD.

101 Pasal 26 (1) BPRS wajib melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPRS
13/5/PBI/2011 termasuk badan hukum pemilik BPRS sampai dengan ultimate
shareholders kepada Bank Indonesia, 1 (satu) tahun sekali untuk posisi
akhir tahun dan setiap terdapat rencana perubahan struktur kelompok
usaha yang menyebabkan perubahan pengendali BPRS.

Laporan struktur kelompok usaha pada ayat ini memuat seluruh


perorangan atau badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau
lebih saham BPRS dan pihak-pihak yang melakukan Pengendalian
dan/atau memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum
dimaksud, serta menyebutkan pihak yang menjadi ultimate shareholders.

103
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(2) Laporan struktur kelompok usaha untuk posisi akhir tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari
setelah akhir tahun.
(3) Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling
lama 30 (tiga puluh) hari sebelum terjadinya perubahan.
(4) Dalam hal perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menurut penilaian Bank Indonesia menyebabkan perubahan
pengendali BPRS, maka BPRS wajib mengajukan calon PSP dimaksud untuk
dilakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) oleh Bank
Indonesia.
SE 13/17/DPbS (5) BPRS melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPRS
2011 untuk posisi akhir tahun paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah akhir
Romawi X tahun, antara lain berupa:
a. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh persen)
atau lebih saham BPRS;
b. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan perorangan yang
menjadi ultimate shareholders;
c. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh persen)
atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham BPRS;
d. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10%
(sepuluh persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan
perorangan yang menjadi ultimate shareholders;
e. Pemegang saham perorangan yang memiliki saham BPRS kurang
dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan Pengendalian BPRS;
dan/atau
f. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh
persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki saham
BPRS kurang dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan
Pengendalian BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi
ultimate shareholders.

104
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Contoh :
Laporan struktur kelompok usaha PT BPRS XYZ :

(6) BPRS melaporkan setiap rencana perubahan struktur kelompok usaha yang
menyebabkan perubahan pengendali BPRS paling lama 30 (tiga puluh)
hari sebelum terjadinya perubahan.
(7) BPRS mengajukan calon PSP untuk dilakukan uji kemampuan dan
kepatutan (fit and proper test) yang disebabkan oleh adanya
perubahan struktur kelompok usaha BPRS yang mengakibatkan
terjadinya perubahan Pengendalian

102 Pasal 27 Bank Indonesia dapat menolak perubahan pengendali BPRS, apabila
13/5/PBI/2011 berdasarkan penilaian Bank Indonesia perubahan tersebut dapat
menyebabkan atau diindikasikan dapat menghambat pelaksanaan pengawasan
BPRS.

Yang dimaksud dengan menghambat pelaksanaan pengawasan BPRS antara


lain apabila Bank Indonesia mengalami atau melihat potensi adanya kesulitan
untuk mengakses data dan informasi termasuk informasi sumber keuangan
pengendali BPRS.

103 Pasal 28 (1) BPRS wajib mengungkapkan ultimate shareholders BPRS dalam laporan
13/5/PBI/2011 keuangan tahunan dan laporan keuangan publikasi BPRS.
(2) Kewajiban pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakantambahan atas kewajiban pengungkapan informasi mengenai
pemegang saham BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku.

105
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Contoh pengungkapan informasi pengendali terakhir (ultimate
shareholders):
1. Tuan X melalui PT ABC ...% saham BPRS.
2. Tuan Z melalui:
 PT A ...% saham BPRS,
 PT B ...% saham BPRS, dan
 PT C ...% saham BPRS.

BAB X Sanksi
104 Pasal 29 (1) BPRS yang melakukan Pelanggaran BMPD sebagaimana dimaksud dalam
13/5/PBI/2011 Pasal 3 ayat (2), Pasal 5, dan Pasal 9 (Paragraf 78 ayat (2), Paragraf 80, dan
Paragraf 84 Kodifikasi ini) dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan
BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
(2) Terhadap setiap kesalahan laporan BMPD yang ditemukan berdasarkan
penelitian dan/atau pemeriksaan Bank Indonesia, dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per jenis
kesalahan atau paling banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Yang dimaksud dengan “jenis kesalahan” adalah nominal yang dilaporkan


meliputi jumlah Pembiayaan yang diberikan dan nilai agunan.
Jenis kesalahan dihitung per rekening (per baris).
Nama debitur tidak termasuk yang diperhitungkan dalam jenis kesalahan.
Termasuk jenis kesalahan adalah pelanggaran/pelampauan yang tidak
dilaporkan.

(3) Dalam hal jenis kesalahan yang sama terjadi pada laporan bulanan BPRS
sesuai ketentuan yang berlaku dan atas kesalahan tersebut BPRS telah
dikenakan sanksi maka BPRS tidak lagi dikenakan sanksi atas jenis
kesalahan yang sama tersebut pada laporan BMPD.
(4) BPRS yang dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan
ayat (2) dan Pasal 25 ayat (1) (Paragraf 98 ayat (1) dan ayat (2) dan
Paragraf 100 ayat (1) Kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan.
(5) BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dan
Pasal 25 ayat (2) (Paragraf 98 ayat (3) dan Paragraf 100 ayat (2) Kodifikasi
ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
(6) BPRS yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6, Pasal 12,
Pasal 14, serta Pasal 24 ayat (2) (Paragraf 78 ayat (1), Paragraf 81, Paragraf
87, Paragraf 89, serta Paragraf 99 ayat (2) Kodifikasi ini), dikenakan sanksi
administratif sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. penurunan nilai faktor manajemen dalam perhitungan tingkat
kesehatan.
(7) BPRS yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6, Pasal 12,
Pasal 14, serta Pasal 24 ayat (2) (Paragraf 78 ayat (1), Paragraf 81, Paragraf
87, Paragraf 89, serta Paragraf 99 ayat (2) Kodifikasi ini) selain dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikenakan sanksi

106
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


administratif sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa pencantuman anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham dalam daftar
pihak-pihak yang memperoleh predikat tidak memenuhi persyaratan (tidak
lulus) dalam uji kemampuan dan kepatutan BPRS sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
(8) BPRS yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan
BMPD sesuai dengan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
(Paragraf 88 Kodifikasi ini) ayat (2) dan/atau tidak melaksanakan langkah
penyelesaian sesuai koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 99 Kodifikasi ini) ayat (2), setelah diberi
peringatan 2 (dua) kali oleh Bank Indonesia, dikenakan sanksi administratif
sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, berupa:
a. pencantuman anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau
pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang memperoleh
predikat tidak memenuhi persyaratan (tidak lulus) dalam uji
kemampuan dan kepatutan BPRS sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan
untuk ekspansi Penyaluran Dana.
(9) BPRS yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPD selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (8), terhadap anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat
dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) huruf
b, Pasal 64, dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
(10) BPRS yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
(Paragraf 101 Kodifikasi ini) ayat (2) dan (3) dikenakan sanksi administratif
sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, berupa teguran tertulis dan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari
keterlambatan untuk setiap laporan dengan jumlah paling banyak
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
SE 13/17/DPbS (11) Pembayaran sanksi kewajiban membayar dilakukan oleh kantor pusat
2011 BPRS pelapor kepada Bank Indonesia dengan cara transfer melalui:
Romawi VIII b. Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 - ”Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan mencantumkan
pada kolom keterangan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar
dari BPRS XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan
laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD periode BB-TTTT”.
c. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 - ”Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan mencantumkan
Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan
mencantumkan pada kolom keterangan ”pembayaran sanksi
kewajiban membayar dari BPRS XXX atas kesalahan/keterlambatan/
tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD
periode BB-TTTT”.

107
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(12) BPRS pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi
kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10350, atau melalui Faksimili Nomor 021-3447620, 021-3501990,
bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta
Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.

BAB XI Keadaan Memaksa (Force Majeure)


105 Pasal 31 (1) BPRS yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) selama satu atau
13/5/PBI/2011 lebih periode penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1),
Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 24 ayat (3) (Paragraf 93 ayat (1), Paragraf 94
ayat (2) dan Paragraf 99 ayat (3) Kodifikasi ini).

Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa (force majeure)” adalah


keadaan yang secara nyata menyebabkan BPRS tidak dapat menyusun
dan/atau menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD
secara on-line dan off-line, antara lain kebakaran, kerusuhan massa,
perang, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir, yang
dibenarkan oleh pejabat instansi yang berwenang dari daerah setempat.

(2) BPRS yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) kurang dari satu
periode penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 (Paragraf 97 Kodifikasi ini) ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan ayat (5).
(3) BPRS yang mengalami keadaan memaksa (force majeure), menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan disertai
penjelasan mengenai keadaan memaksa yang dialami.
(4) BPRS wajib menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD
setelah kembali melakukan kegiatan operasional secara normal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 ayat (3) (Paragraf 97
dan Paragraf 99 ayat (3) Kodifikasi ini).

Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal


BAB I Ketentuan Umum
106 Pasal 1 Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
15/11/PBI/2013 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
2. Modal Bank adalah modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum Bank.

108
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


3. Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada
perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, termasuk penanaman
dalam bentuk surat utang konversi wajib (mandatory convertible bonds)
atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan
memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan.
4. Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal oleh Bank, Unit Usaha
Syariah atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dalam
bentuk saham pada perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan
kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Perusahaan yang Bergerak di Bidang Keuangan adalah bank sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 dan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan
perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangundangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan.
6. Investee adalah Perusahaan yang Bergerak di Bidang Keuangan tempat
Bank melakukan Penyertaan Modal.
7. Perusahaan Anak adalah perusahaan anak sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi dan publikasi laporan
Bank.
8. Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha yang selanjutnya disebut BUKU adalah
pengelompokan Bank berdasarkan kegiatan usaha yang disesuaikan dengan
modal inti yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti Bank.
9. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya disingkat BMPK adalah
persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap Modal Bank
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai batas
maksimum pemberian kredit Bank.

BAB II Ruang Lingkup dan Persyaratan Penyertaan Modal


107 Pasal 2 Kegiatan Penyertaan Modal wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-
15/11/PBI/2013 hatian.

108 Pasal 3 (1) Bank hanya dapat melakukan Penyertaan Modal pada Perusahaan yang
15/11/PBI/2013 Bergerak di Bidang Keuangan.
(2) Bank Umum Syariah hanya dapat melakukan Penyertaan Modal pada
Perusahaan yang Bergerak di Bidang Keuangan berdasarkan prinsip syariah.
(3) Unit Usaha Syariah dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri hanya dapat melakukan kegiatan Penyertaan Modal Sementara.

Unit Usaha Syariah adalah unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai persyaratan dan tata cara
pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari bank
yang berkedudukan di luar negeri.

109
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


109 Pasal 4 (1) Bank wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk
15/11/PBI/2013 setiap kali melakukan Penyertaan Modal.
(2) Persetujuan sebagaim ana dimaksud pada ayat ( 1) wajib pula
diperoleh untuk setiap Penyertaan Modal lanjutan pada Investee yang
sama (subsequent investment).

Contoh Penyertaan Modal lanjutan:


B a n k A m e m i l i k i P e n y e r t a a n M o d a l b e r u p a s a h a m pada PT.
XYZ sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kemudian Bank A berencana untuk membeli mandatory
convertible bonds yang diterbitkan oleh PT. XYZ sebesar Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dengan demikian pembelian
tersebut merupakan Penyertaan Modal lanjutan sehingga
Penyertaan Modal Bank A pada PT. XYZ menjadi sebesar Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(3) Penyertaan Modal yang berasal dari dividen saham tidak memerlukan
persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dividen saham adalah bagian laba yang dibagikan kepada pemegang


saham dalam bentuk saham.

110 Pasal 5 (1) Penyertaan Modal dapat dilakukan secara langsung atau melalui
15/11/PBI/2013 pasar modal.
(2) Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan untuk investasi jangka panjang dan tidak dimaksudkan
untuk jual beli saham.

111 Pasal 6 (1) Jumlah seluruh portofolio Penyertaan Modal ditetapkan paling tinggi
15/11/PBI/2013 sebesar Penyertaan Modal sesuai pengelompokan Bank berdasarkan
BUKU.
(2) Jumlah seluruh portofolio Penyertaan Modal sebagaimana pada
ayat (1) termasuk peningkatan Penyertaan Modal dan dividen saham.

"Peningkatan Penyertaan Modal" terjadi karena akumulasi laba dan/atau


perubahan nilai tukar dan/atau nilai wajar sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

112 Pasal 7 Bank dilarang melakukan Penyertaan Modal melebihi batas penyediaan dana
15/11/PBI/2013 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai BMPK.

113 Pasal 8 (1) Dalam hal Bank telah menerapkan manajemen risiko secara
15/11/PBI/2013 konsolidasi dengan Perusahaan Anak maka:
a. Penyertaan Modal pada Perusahaan Anak tidak diperhitungkan
sebagai penyediaan dana dalam perhitungan BMPK.
b. peningkatan Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal yang berasal
dari dividen saham pada Perusahaan Anak yang sama
dikecualikan dari batas Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 (Paragraf 111 dan 112 Kodifikasi ini).

110
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(2) Peningkatan Penyertaan Modal yang berasal dari akumulasi laba
pada Investee yang menggunakan metode ekuitas dikecualikan dari
batas Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 (Paragraf 111 dan 112 Kodifikasi ini), sepanjang
tidak melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun sejak akhir tahun buku
Investee.

Investee dalam ayat ini dapat berupa Perusahaan Anak yang belum
menerapkan manajemen risiko secara konsolidasi dengan Bank atau bukan
Perusahaan Anak.

114 Pasal 9 (1) Kegiatan Penyertaan Modal pada Investee di luar negeri hanya dapat
15/11/PBI/2013 dilakukan oleh Bank sesuai pengelompokan Bank berdasarkan BUKU.
(2) Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus
dilakukan dalam valuta asing.

115 Pasal 10 (1) Bank yang akan melakukan Penyertaan Modal paling kurang harus
15/11/PBI/2013 memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. rencana Penyertaan Modal telah dicantumkan dalam Rencana Bisnis
Bank (RBB);

Rencana Penyertaan Modal dalam RBB paling kurang


memuat mengenai bidang usaha, perkiraan jumlah dana
yang akan ditanamkan dan persentase kepemilikan
termasuk aspek pengendalian.

b. memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)


sesuai profil risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum
Bank;

Rasio KPMM adalah rasio KPMM periode bulan tera khir


sebelum pengajuan permohonan persetujuan Penyertaan
Modal maupun sebelum realisasi Penyertaan Modal.

c. memiliki tingkat kesehatan dengan peringkat komposit 1 (satu)


atau 2 (dua) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank, selama:

Penilaian tingkat kesehatan yang digunakan adalah


penilaian tingkat kesehatan yang dilakukan oleh Bank
Indonesia.

1. 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut; atau

Yang dimaksud dengan periode penilaian


adalah penilaian yang dilakukan secara
b e r k a l a s e t i a p semester sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat
kesehatan Bank.

111
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


2. 4 (empat) periode penilaian berturut-turut apabila calon
Investee merupakan perusahaan baru dan/atau
perusahaan di luar negeri;

Yang dimaksud "perusahaan baru" adalah perusahaan yang sedang


dalam proses pendirian atau telah berjalan kurang dari 1 (satu)
tahun.

d. tidak mengganggu kelangsungan usaha Bank dan tidak


meningkatkan profil risiko Bank secara signifikan;

Yang dimaksud dengan "mengganggu kelangsungan usaha Bank" adalah


penurunan kondisi keuangan Bank secar signifikan antara lain dari aspek
likuiditas dan solvabilitas.

Profil risiko Bank tercermin dari risiko yang melekat (inherent


risk) pada seluruh bidang usaha Bank dan kualitas penerapan
manajemen risiko.
Profil risiko Bank meningkat secara signifikan apabila peningkatannya
menyebabkan perubahan peringkat profil risiko.

e. memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang dibua t oleh


Direksi Bank dan disetujui oleh Dewan Komisaris Bank; dan

Kebijakan dimaksud antara lain meliputi kebijakan dalam pengelolaan


risiko dan pengendalian intern dalam kegiatan Penyertaan Modal.

Prosedur tertulis memuat antara lain:


1. evaluasi secara berkala;
2. laporan berkala dari Investee; dan
3. tindakan Bank apabila terjadi penurunan nilai
Penyertaan Modal (contigency plan).

f. m em i l ik i s is tem pen g en d al ia n i nte r n ya n g m em ad ai


u n t uk kegiatan Penyertaan Modal, paling kurang untuk
memastikan bahwa terdapat:
1. analisis yang dilakukan secara komprehensif;
2. p r o s e d u r p e l ak s a n a an y a n g s e s u a i de n g a n p r i n s i p
manajemen risiko;
3. dokumentasi dan pemantauan secara periodik; dan

Dokumentasi dapat berupa hardcopy maupun secara elektronik, dengan


tujuan untuk memudahkan dilakukannyajejak audit (audit trail).

4. prosedur akuntansi dan valuasi yang tepat.


(2) Dalam hal belum terdapat ketentuan yang mengatur mengenai KPMM
sesuai profil risiko bagi bank umum syariah maka rasio KPMM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan paling
kurang sebesar 10% (sepuluh persen).

112
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


BAB III Tata Cara Pengajuan dan Persetujuan Penyertaan Modal
116 Pasal 11 (1) Bank wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh persetujuan
15/11/PBI/2013 Penyertaan Modal kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sebelum Penyertaan Modal dilakukan, dengan melampirkan
paling kurang:
a. hasil analisis kondisi dan proyeksi keuangan Bank, termasuk proyeksi
kecukupan permodalan sebelum dan sesudah Penyertaan Modal;
b. hasil analisis profil risiko Bank, sebelum dan sesudah Penyertaan Modal,
baik secara individual maupun konsolidasi;
c. sistem pengelolaan risiko Penyertaan Modal;
d. sumber pendanaan Bank untuk melakukan Penyertaan Modal;
e. surat pernyataan dari Direksi Bank yang menyatakan bahwa Penyertaan
Modal yang dilakukan adalah dalam rangka investasi jangka panjang dan tidak
dimaksudkan untuk jual beli saham;
f. sistem pengendalian internal dan sistem informasi akuntansi;
g. Penyertaan Modal dan/atau rencana Penyertaan Modal yang dilakukan oleh
pihak terkait dengan Bank pada Investee yang sama;

Yang dimaksud dengan pihak terkait dengan Bank adalah


pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai BMPK.

h. hasil analisis mengenai profil usaha Investee, termasuk dukungan dan


manfaat usaha Investee terhadap perkembangan usaha Bank;

D a l a m me l a k u k a n an a l i s i s , B a n k me m pe r t im b a n g k a n
faktor-faktor antara lain:
1. karakteristik usaha Investee;
2. Penyertaan Modal yang telah dan/atau akan dilakukan oleh Investee;
dan
3. kesesuaian kegiatan usaha Investee dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.

i. laporan keuangan tahun terakhir dan laporan keuangan interim triwulan


terakhir, serta proyeksi keuangan Investee;
j. struktur kepemilikan dan kepengurusan terakhir Investee;

Dalam hal Investee adalah perusahaan baru persyaratan dalam hur uf ini
dapat berupa rancangan str uktur kepemilikan dan
kepengurusan.

k. identitas dari pemegang saham mayoritas atau pihak yang melakukan


pengendalian terhadap Investee atau pihak lain yang akan melakukan
Penyertaan Modal bersama-sama dengan Bank;

Dalam hal Investee adalah perusahaan baru persyaratan dalam huruf ini
dapat berupa identitas dari calon.

l. perjanjian dan/atau konsep perjanjian yang ada:


1. antar pemegang saham Investee; dan/atau
2. antara Bank dengan pemegang saham Investee yang menjual
saham kepada Bank; dan

113
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Termasuk perjanjian atau konsep perjanjian adalah perjanjian jual beli
saham atau konsep perjanjian lain yang merujuk pada Anggaran Dasar
Investee.

m. fotokopi akta pendirian badan hukum dan anggaran dasar


Investee.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i tidak
berlaku bagi Investee berupa perusahaan baru.
(3) Dalam hal Investee merupakan perusahaan baru sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Bank wajib menyampaikan dokumen mengenai:
a. tujuan pendirian perusahaan;
b. studi kelayakan mengenai perkiraan usaha (business forecasting) dan
peluang pasar Investee; dan

Yang dimaksud "perkiraan usaha" adalah perkiraan usaha dari aspek


keuangan termasuk proyeksi laporan keuangan, dan aspek non keuangan
dari Investee, sedangkan "peluang pasar" adalah peluang dalam
industri/pasar lembaga keuangan.

c. dokumentasi pengajuan pendirian kepada atau persetujuan pendirian


perusahaan baru dari otoritas yang berwenang.
(4) Bagi Bank yang melakukan Penyertaan Modal sebesar 20% (dua puluh persen)
atau lebih dari modal Investee atau memenuhi kriteria pengendalian, selain
menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyampaikan dokumen berupa:

Yang dimaksud dengan "modal Investee" adalah modal disetor Investee.

Kriteria pengendalian mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai


transparansi dan publikasi laporan Bank.

a. studi kelayakan mengenai perkiraan usaha (business forecasting) dan


peluang pasar Investee;

Yang dimaksud "perkiraan usaha" adalah perkiraan usaha dari aspek


keuangan termasuk proyeksi laporan keuangan, dan aspek non keuangan
dari Investee, sedangkan peluang pasar adalah peluang dalam
industri/pasar lembaga keuangan.

b. informasi mengenai kompetensi dan integritas dari anggota Dewan


Komisaris, anggota Direksi dan pejabat eksekutif serta integritas pemegang
saham mayoritas dari Investee;
c. rencana penerapan manajemen risiko secara konsolidasi; dan

Manajemen risiko konsolidasi diperlukan dalam hal Investee


merupakan Perusahaan Anak.

d. surat keterangan dari otoritas yang berwenang yang mengawasi kegiatan usaha
Investee beserta pernyataan tidak keberatan bahwa Bank Indonesia dapat
melakukan pemeriksaan kepada Investee.

114
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


Surat keterangan dari otoritas yang berwenang antara lain menjelaskan kinerja
dan/atau kondisi keuangan dan non keuangan dari Investee.

Surat pernyataan tidak keberatan untuk melakukan pemeriksaan


diperlukan dalam hal Investee berkedudukan di luar negeri dan belum
terdapat nota kesepahaman terkait dengan cross border supervision.

(5) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan/atau ayat
(4), Bank menyampaikan hasil due dilligence terhadap Investee dan/atau dokumen
pendukung lainnya, apabila diminta oleh Bank Indonesia.

117 Pasal 12 Bank wajib menyampaikan surat pernyataan yang menjamin kebenaran dokumen
15/11/PBI/2013 dan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (3) dan/atau ayat
(4) (Paragraf 116 Kodifikasi ini) yang disampaikan dalam rangka permohonan
persetujuan Penyertaan Modal kepada Bank Indonesia.

118 Pasal 13 (1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan Penyertaan Modal
15/11/PBI/2013 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 116 Kodifikasi ini) akan
diberikan setelah mempertimbangkan kelengkapan dokumen dan
analisis kemampuan Bank serta kelayakan dan kesesuaian kegiatan
Penyertaan Modal yang akan dilakukan oleh Bank.
(2) Dalam rangka memberikan persetujuan, Bank Indonesi a dapat
meminta Bank dan/atau Investee untuk memberikan
komitmen tertulis.

Komitmen tertulis antara lain dapat berupa komitmen Bank bahwa


Investee tidak akan melakukan kegiatan tertentu yang diperkirakan
berdampak negatif terhadap kondisi keuangan dan non keuangan Bank.

119 Pasal 14 Dalam hal terdapat pelanggaran terhadap komitmen sebagaimana dimaksud
15/11/PBI/2013 dalam Pasal 13 ayat (2) (Paragraf 118 Kodifikasi ini), Bank Indonesia akan
memerintahkan Bank untuk melakukan tindakan tertentu.

Termasuk dalam tindakan tertentu antara lain berupa perintah divestasi.

120 Pasal 15 (1) Bank harus merealisasikan rencana Penyertaan Modal paling lama 6
15/11/PBI/2013 (enam) bulan sejak persetujuan Penyertaan Modal diberikan oleh Bank
Indonesia.
(2) Apabila dalam jangka waktu 6 ( enam) bulan sejak tanggal
persetujuan diberikan oleh Bank Indonesia, Bank tidak
merealisasikan Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
maka persetujuan Bank Indonesia menjadi tidak berlaku.
(3) Bank Indonesia berdasarkan permohonan Bank, dapat
memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dengan mempertimbangkan faktor tertentu.

Faktor tertentu antara lain penyebab terlampauinya jangka waktu seperti


faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh Bank, dan/atau
hambatan yang timbul untuk memenuhi kebijakan atau ketentuan otoritas
Investee.

115
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(4) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi Penyertaan Modal paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah Penyertaan Modal efektif dilakukan.

Yang dimaksud dengan "efektif" adalah:


a. pada saat memperoleh persetujuan dari otoritas yang terkait, untuk
perusahaan yang perubahan kepemilikannya harus memperoleh
persetujuan otoritas;
b. pada saat terjadi perubahan kepemilikan saham di
kustodian, untuk saham yang diperdagangkan di pasar modal dan
perubahan kepemilikan atas Investee tidak perlu mendapatkan
persetujuan dari otoritas; atau
c. pada saat menyampaikan laporan kepada Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia, untuk perusahaan yang tidak perlu
mendapatkan persetujuan dari otoritas dan saham tidak
diperdagangkan di pasar modal.

BAB IV Pelampauan Batasan Penyertaan Modal Sesuai BUKU


121 Pasal 16 (1) Bank wajib menyampaikan rencana tindak dalam hal jumlah seluruh
15/11/PBI/2013 portofolio Penyertaan Modal melampaui batasan Penyertaan Modal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) (Paragraf 111 Kodifikasi ini)
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, yang disebabkan oleh:
a. penurunan modal inti;

Penurunan modal inti yang mengakibat kan perubahan


kategori BUKU sehingga menurunkan batasan Penyertaan
Modal yang diperbolehkan.

b. peningkatan Penyertaan Modal pada Investee; dan/atau


c. penurunan Modal Bank.

Penyebab penurunan Modal Bank antara lain karena bank mengalami


kerugian.

(2) Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa rencana
tindak dalam rangka:
a. pemenuhan persyaratan modal inti dan/atau Modal Bank; atau
b. penyesuaian jumlah Penyertaan Modal.

Contoh penyesuaian jumlah Penyertaan Modal dilakukan


melalui divestasi saham pada Investee.

(3) Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Bank Indonesia paling lambat pada akhir bulan keempat sejak
terjadinya pelampauan batasan Penyertaan Modal.

Contoh batas waktu penyampaian rencana tindak adalah sebagai


berikut:
Bank X dengan modal inti sebesar Rp 5.050.000.000.000,00 (lima triliun lima
puluh miliar rupiah) (BUKU 3) dan Modal Bank Rp 8.500.000.000.000,00
(delapan triliun lima ratus miliar rupiah) pada bulan Januari 2014,

116
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


mempunyai total Penyertaan Modal pada Bank Y dan Lembaga Keuangan Z sebesar
Rp 1.700.000.000.000,00 (satu triliun tujuh ratus miliar rupiah) setara
dengan 20% (dua puluh persen) dari Modal Bank.

Pada posisi bulan Februari, Maret dan April 2014, modal inti Bank X
mengalami penurunan menjadi:

Bulan Modal Inti


Februari Rp 4.950.000.000.000,00
Maret Rp 4.9 10.000.000.000,00
April Rp 4.880.000.000.000,00

Dengan demikian Bank X berubah menjadi BUKU 2 dan harus menyampaikan rencana
tindak kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan Mei 2014.

Rencana tindak tersebut dapat berupa:


a. rencana peningkatan modal inti untuk pemenuhan
persyaratan modal inti dari BUKU 2 menjadi BUKU 3, atau
b. rencana penurunan Penyertaan Modal dari 20% ldua puluh persen) dari
Modal Bank menjadi paling tinggi 15% llima belas persen) dari
Modal Bank.

(4) Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan
persetujuan dari Bank Indonesia dan penyelesaian rencana tindak
dimaksud paling lama 1 ( satu) tahun sejak persetujuan dari Bank
Indonesia.

BAB V Divestasi Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal Sementara


122 Pasal 17 (1) Bank wajib melakukan divestasi Penyertaan Modal apabila:
15/11/PBI/2013
Yang dimaksud dengan "divestasi" adalah pelepasan atau pengur angan
Penyertaan Modal pada Investee, baik yang dilakukan secara
langsung maupun melalui pasar modal.

a. Penyertaan Modal yang dilakukan mengakibatkan atau


diperkirakan mengakibatkan penurunan permodalan Bank dan/atau
peningkatan profil risiko Bank secara signifikan; atau

Y a n g d i m a k s u d d e ng a n " p e n u r u n a n p e r m o d a l a n B a n k
secara signifikan" adalah apabila penurunan permodalan dimaksud
mengakibatkan jumlah Modal Bank lebih rendah dari
kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank.

Profil risiko Bank meningkat secara signifikan apabila peningkatannya


menyebabkan perubahan peringkat profil risiko. Peningkatan ini dapat

117
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


disebabkan antara lain oleh meningkatnya risiko reputasi dan/atau
risiko hukum yang mempengaruhi kelangsungan usaha Investee.

b. atas rekomendasi dari otoritas Perusahaan Anak dan/atau


perintah dari Bank Indonesia.
(2) Bank wajib menyampaikan rencana divestasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sebelum divestasi Penyertaan Modal dilakukan.

123 Pasal 18 (1) Bank dapat melakukan divestasi Penyertaan Modal atas inisiatif
15/11/PBI/2013 sendiri dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. divestasi ditujukan untuk menyesuaikan dengan strategi bisnis
Bank;
b. Penyertaan Modal telah dilakukan paling singkat selama 5 (lima) tahun;
c. dicantumkan dalam RBB untuk tahun yang sama dengan tahun
pengajuan permohonan;
d. divestasi dilakukan paling kurang sebesar 50% (lima puluh
persen) dari saham yang dimiliki;
e. divestasi dilakukan melalui suatu transaksi yang wajar (arm's
length transaction);
f. divestasi tidak semata -mata ditujukan untuk memperoleh
keuntungan (capital gain); dan
g. telah mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk divestasi pada Investee yang dinyatakan pailit atau dalam
proses likuidasi.
(3) Bank wajib mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk
memperoleh persetujuan divestasi atas inisiatif sendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
divestasi dilakukan dengan melampirkan informasi dan dokumen
paling kurang:
a. latar belakang dan tujuan divestasi;
b. analisis dampak divestasi terhadap kinerja Bank; dan
c. informasi mengenai calon pemegang saham baru dan analisis dampak
divestasi pada Investee dalam hal divestasi dilakukan atas sebagian
Penyertaan Modal pada Investee dimaksud.
(4) Dalam hal batas waktu pengajuan permohonan persetujuan divestasi atas
inisiatif sendiri jatuh pada hari libur maka pengajuan
permohonan persetujuan divestasi atas inisiatif sendiri disampaikan
pada hari kerja berikutnya.
(5) Dalam hal divestasi atas inisiatif sendiri dilakukan pada Perusahaan
Anak, selain persyaratan informasi dan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Bank wajib menyampaikan hasil keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Persetujuan Dewan Komisaris
yang memuat rencana divestasi Penyertaan Modal Bank pada
Perusahaan Anak.
(6) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta dokumen
pendukung selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau ayat
(5).

118
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


124 Pasal 19 (1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan divestasi Penyertaan Modal
15/11/PBI/2013 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) (Paragraf 123
Kodifikasi ini) diberikan setelah mempertimbangkan
kelengkapan dokumen, analisis kewajaran dan kesesuaian rencana
divestasi atas insiatif sendiri.
(2) Bank harus merealisasikan rencana divestasi Penyertaan Modal atas inisiatif
sendiri paling lama 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan oleh
Bank Indonesia.
(3) Apabila dalam jangka waktu 6 ( enam) bulan sejak tanggal
persetujuan diberikan oleh Bank Indonesia, Bank tidak
merealisasikan divestasi Penyertaan Modal atas inisiatif sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka persetujuan Bank
Indonesia menjadi tidak berlaku.

125 Pasal 20 (1) Divestasi atas Penyertaan Modal Sementara wajib dilakukan apabila Penyertaan
15/11/PBI/2013 Modal Sementara telah melebihi jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun atau perusahaan debitur tempat Penyertaan Modal Sementara
telah memperoleh laba kumulatif.

Yang dimaksud dengan "laba kumulatif" adalah laba perusahaan setelah


diperhitungkan dengan kerugian tahun-tahun sebelumnya.

(2) Dalam hal jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) akan berakhir dan perusahaan debitur tempat Penyertaan Modal
Sementara belum memperoleh laba, dalam rangka persiapan divestasi, Bank
wajib menyampaikan rencana pelaksanaan divestasi kepada Bank Indonesia
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu tersebut berakhir.
(3) Dalam hal batas waktu penyampaian rencana pelaksanaan divestasi Penyertaan
Modal Sementara jatuh pada hari libur maka rencana pelaksanaan
divestasi Penyertaan Modal Sementara disampaikan pada hari kerja
berikutnya.

126 Pasal 21 Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan divestasi Penyertaan Modal dan
15/11/PBI/2013 Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 19 dan
Pasal 20 (Paragraf 122, Paragraf 124, dan Paragraf 125 Kodifikasi ini) paling lama 7 (tujuh)
hari kerja setelah pelaksanaan divestasi.

Divestasi Penyertaan Modal mencakup divestasi wajib atau divestasi atas inisiatif
sendiri.

BAB VI Penyertaan Modal oleh Perusahaan Anak


127 Pasal 22 (1) Dalam hal Perusahaan Anak melakukan penyertaan modal, Bank harus
15/11/PBI/2013 memastikan hal-hal sebagai berikut:
a. penyertaan modal hanya dapat dilakukan pada Perusahaan yang Bergerak
di Bidang Keuangan dan/atau di perusahaan penunjang jasa
keuangan dan dalam bentuk saham;

Termasuk dalam bentuk saham adalah penanaman dalam


bentuk surat utang konversi wajib (mandatory convertible bonds).

119
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


b. Perusahaan Anak menerapkan prinsip kehati -hatian dan
manajemen risiko yang memadai atas penyertaan modal yang akan
dilakukan; dan

Yang dimaksud dengan "prinsip kehati -hatian dan


manajemen risiko" adalah penerapan manajemen risiko
sebagaimana diatur dalam ketentuan bagi Perusahaan Anak,
antara lain:
1. k e t e n t u a n B a n k I n d o n e s i a m e n g e n a i p e n e r a p a n
manajemen risiko bagi bank umum, apabila P erusahaan
Anak berupa bank umum; atau
2. k e t e n t u a n B a n k I n d o n e s i a m e n g e n a i p e n e r a p a n
manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit
u s ah a sy ar i ah , a pa b ila P er us a h aa n A n ak ber u p a ba nk
umum syariah.

c. penyertaan modal dilakukan dengan memperhatikan ketentuan


yang dikeluarkan oleh otoritas Perusahaan Anak.
(2) Bank wajib melakukan pemantauan perhitungan kecukupan modal
secara konsolidasi sampai dengan perusahaan yang dikendalikan oleh
Perusahaan Anak.
(3) Perusahaan Anak yang melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
syariah hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan yang
kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

128 Pasal 23 (1) Perusahaan penunjang jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15/11/PBI/2013 22 ayat (1) huruf (a) (Paragraf 127 Kodifikasi ini) merupakan
perusahaan yang didirikan atau kegiatan usahanya ditujukan hanya
untuk menunjang kegiatan usaha Bank melalui sistem pembayaran,
meliputi perusahaan yang melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
a. prinsipal alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) atau
uang elektronik;
b. penerbit APMK atau uang elektronik;
c. acquirer APMK atau uang elektronik;
d. penyelenggara kliring APMK atau uang elektronik;
e. penyelenggara penyelesaian akhir APMK atau uang elektronik;
f. penyelenggara transfer dana;
g. penyelenggara switching;
h. pelaksanaan sertifikasi sistem pembayaran;
i. penyedia jaringan sistem pembayaran;
j. pengelola standar APMK atau uang elektronik;
k. penyedia perangkat pembayaran; dan/atau
l. pelaksana personalisasi.

Kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l


mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai:
a. alat pembayaran menggunakan kartu;
b. uang elektronik;
c. transfer dana; dan/atau
d. ketentuan Bank Indonesia terkait lainnya di bidang sistem
pembayaran.

120
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(2) Pelaksanaan kegiatan usaha perusahaan penunjang jasa keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mematuhi ketentuan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.

Ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa


Keuangan yang dimaksud dalam ayat ini antara lain ketentuan mengenai
perizinan dan kegiatan usaha perusahaan penunjang jasa keuangan.

BAB VII Alamat Pelaporan


129 Pasal 24 Permohonan persetujuan Penyertaan Modal dan pelaporan terkait dengan
15/11/PBI/2013 pelaksanaan Penyertaan Modal dalam Peraturan Bank Indonesia ini
disampaikan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Bank
I n d o n e s i a , Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank
Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah yang berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b . Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat bagi Bank y ang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.

Perlakuan Akuntansi dan Kualitas Penyertaan Modal dan


BAB VIII
Penyertaan Modal Sementara
130 Pasal 25 Perlakuan akuntansi atas Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal Sementara
15/11/PBI/2013 mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

Perlakuan akuntansi mencakup pengakuan, pengukuran, penyajian dan


pengungkapan.

131 Pasal 26 Kualitas dan penyisihan penghapusan aset atas Penyertaan Modal dan
15/11/PBI/2013 Penyertaan Modal Sementara mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
mengenai penilaian kualitas aset Bank.

Transparansi dan Pengelolaan Penyertaan Modal dan Penyertaan


BAB IX
Modal Sementara
132 Pasal 27 Bank wajib mengungkapkan kegiatan Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal
15/11/PBI/2013 Sementara dalam Laporan Tahunan sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai transparansi dan publikasi laporan Bank.

133 Pasal 28 (1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko dalam mengelola kegiatan
15/11/PBI/2013 Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal Sementara dengan mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko bagi
bank umum atau penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah
dan unit usaha syariah.
(2) Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling kurang mencakup:
a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;
b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
manajemen risiko;
c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan
d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

121
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(3) Bank wajib memantau jumlah seluruh portofolio Penyertaan Modal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) (Paragraf 111 Kodifikasi ini)
termasuk peningkatan Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal yang
berasal dari dividen saham pada Perusahaan Anak yang sudah dikecualikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b (Paragraf 113
Kodifikasi ini).
(4) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan tertentu dalam rangka mengendalikan risiko
Penyertaan Modal berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).

BAB X Lain-Lain
134 Pasal 29 Bank dilarang:
15/11/PBI/2013 a. menerima penyertaan saham dari Investee atau melakukan
Penyertaan Modal pada perusahaan pemegang saham Bank, baik secara
langsung maupun tidak langsung; dan
b. melakukan Penyertaan Modal yang mengakibatkan Bank memiliki
kewajiban yang tidak terbatas pada Investee.

Larangan ini dimaksudkan agar bank terhindar dari eksposur Penyertaan


Modal pada perusahaan yang memiliki open-ended liability, seperti adanya
letter of undertaking yang mengikat Investee secara akuntansi
maupun secara hukum kepada pihak lain sedemikian rupa sehingga bank
memiliki tanggung jawab yang tidak terbatas.

135 Pasal 30 Penyertaan Modal pada Investee berupa Bank, selain tunduk pada
15/11/PBI/2013 ketentuan ini juga mengacu pada ketentuan antara lain mengenai
pembelian saham Bank, kepemilikan saham Bank, dan kepemilikan
tunggal pada perbankan Indonesia, serta merger, konsolidasi dan akuisisi Bank.

136 Pasal 31 (1) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk mengambil langkah-
15/11/PBI/2013 langkah perbaikan (corrective actions) dan/atau merekomendasikan
kepada otoritas yang berwenang untuk melakukan tindakan perbaikan atau
pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan Investee.

Termasuk dalam tindakan perbaikan (corrective actions) antara lain


perbaikan good corporate governance dan/atau manajemen risiko
Perusahaan Anak, dan/atau divestasi seluruh atau sebagian Penyertaan
Modal.

(2) Perintah dan/atau rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia kegiatan Investee:
a. mencerminkan kondisi keuangan dan non keuangan yang tidak
sehat; dan/atau
b. mengganggu kondisi keuangan dan non keuangan Bank.

137 Pasal 32 (1) Bank Indonesia berdasarkan pertimbangan tertentu dapat memerintahkan
15/11/PBI/2013 Bank untuk melakukan divestasi Penyertaan Modal atau menolak
permohonan Penyertaan Modal atau divestasi atas inisiatif sendiri.

122
Aset BMPK dan Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal

Paragraf Sumber Regulasi Ketentuan


(2) Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
sebagai berikut:
a. Penyertaan Modal atau divestasi atas inisiatif sendiri dapat berdampak
negatif terhadap kondisi perekonomian nasional atau tidak sejalan dengan
kepentingan nasional;

Penyertaan Modal dimaksud adalah Penyertaan Modal yang sudah berjalan


atau Penyertaan Modal yang sedang diajukan permohonannya.

b. Penyertaan Modal atau divestasi atas inisiatif sendiri tidak sejalan


dengan arah kebijakan pengembangan perbankan di Indonesia; dan/atau
c. Penyertaan Modal atau rencana Penyertaan Modal Bank pada
perusahaan yang berlokasi di dalam maupun di luar negeri menyebabkan
atau diindikasikan akan menyebabkan kesulitan pengawasan yang dilakukan
Bank Indonesia.

Indikasi kesulitan pengawasan antara lain:


1. kesulitan otoritas pengawas dalam akses terhadap data dan informasi
Investee;
2. kesulitan dalam pelaksanaan pemeriksaan terhadap Investee;
3. kurang efektifnya atau tidak adanya otoritas pengawas Investee di
tempat kedudukan Investee; dan/atau
4. Investee digunakan sebagai media untuk melakukan rekayasa
keuangan.

BAB XI Sanksi
138 Pasal 33 Bank yang melanggar ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 ayat (1) dan ayat
15/11/PBI/2013 (2), Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal
21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan/atau Pasal 29
(Paragraf 107, Paragraf 108, Paragraf 109, Paragraf 110, Paragraf 111, Paragraf
112, Paragraf 113, Paragraf 114, Paragraf 115, Paragraf 116, Paragraf 117,
Paragraf 120, Paragraf 121, Paragraf 122, Paragraf 123, Paragraf 124, Paragraf
125, Paragraf 126, Paragraf 127, Paragraf 128, Paragraf 130, Paragraf 131,
Paragraf 132, Paragraf 133, dan/atau Paragraf 134 Kodifikasi ini) dikenakan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 atau Pasal 58 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

BAB XII Ketentuan Peralihan


139 Pasal 34 Permohonan persetujuan Penyertaan Modal yang telah diajukan sebelum
15/11/PBI/2013 Peraturan Bank Indonesia ini berlaku, wajib disesuaikan dengan
persyaratan dalam Peraturan Bank Indonesia ini kecuali persyaratan
tentang tingkat kesehatan Bank.

123

You might also like