You are on page 1of 25

ABSTRAK

Makalah ini dilatarbelakangi oleh kepentingan pembelajaran Pendidikan


Kewarganegaraan khususnya Pancasila sebagai Paradigma dalam Pembangunan
Kehidupan Beragama. Melalui kajian ini penulis diharapkan dapat mengetahui definisi
Pancasila sebagai paradigma pembangunan kehidupan beragama di SMA Negeri 6
Yogyakarta, mengetahui keadaan pluralisme agama di SMA Negeri 6 Yogyakarta,
mengetahui keadaan kerukunan umat beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta,
mengetahui berbagai konflik antar umat beragama di SMS Negeri 6 Yogyakarta serta
mengetahui solusi dari konflik antar umat beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta.
Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dalam bentuk
kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini yaitu siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta.
Data dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan dalam bentuk kuisioner.Alat pengumpul
data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Pancasila sebagai Paradigma dalam
pembangunan kehidupan beragama dapat ditarik kesimpulan bahwa Paradigma
Pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan sistem berfikir sebagai
upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan cita-cita kehidupan
masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar Pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Paradigma pembangunan
kehidupan beragama berkaitan erat dengan Pancasila sila pertama yaitu “Ketuhanan
Yang Maha Esa”, dan diwujudkan dalam Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, Pasal
29 UUD 1945 dan Pasal 28E UUD 1945. Pluralisme agama adalah mengakui adanya
kemajemukan, keragaman dan keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang
meliputi keberbedaan keyakinan atau agama. Pluralitas merupakan realitas hidup
manusia dan keberadaannya tidak bisa dianulir. Untuk membangun perdamaian
adanya kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang mutlak. Pancasila sebagai
paradigma dalam pembangunan kehidupan beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta
sudah diterapkan dengan baik . Hal ini dibuktikan dengan mayoritas siswa SMA
Negeri 6 Yogyakarta memiliki teman untuk pergi beribadah , setuju bahwa fasilitas
keagamaan untuk menunjang pembelajaran sudah memadai ,tidak termasuk pribadi
yang memilih teman menurut agama serta akan membantu teman yang mengalami
kesulitan walaupun berbeda agama . Akan tetapi masih terjadi kasus dimana siswa
SMA Negeri 6 Yogyakarta pernah mengalami diskriminasi agama di sekolah.
Setelah dilakukan evaluasi atas penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat
diberikan peneliti, antara lain menjadikan Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan
Yang Maha Esa, sebagai pondasi dalam paradigma pembangunan kehidupan
beragama. Memahami dan mengamalkan butir-butir Pancasila terutama sila pertama,
sehingga pembangunan kehidupan beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta dapat
berjalan dengan lancar.

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara majemuk yang memiliki berbagai macam suku,
agama, ras dan juga kebudayaan. Kemajemukan ini harus diikat oleh suatu prinsip
atau paham yang masing-masing suku, agama, ras, dan juga kebudayaan dapat
menerima dan dapat menjadi alat pemersatu diantara perbedaan itu. Oleh dasar
tersebut maka para founding fathers negara Indonesia memilih dan merumuskan
suatu dasar filosofi yaitu pancasila sebagai alat pemersatu. Keberadaan pancasila
di negara Indonesia merupakan suatu yang fundamental sebagai negara yang
menganut paham demokrasi. Dalam perkembangannya, Indonesia tidak akan
terlepas dari segala permasalahan hukum, sosial dan politik sehingga dibutuhkan
sebuah dasar yang menjadi acuan dalam menghadapi permasalahan itu.
Pancasila merupakan sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Artinya seluruh tatanan
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai
dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk, benar salahnya sikap,
perbuatan dan tingkah laku warga masyarakat bangsa Indonesia.
Selain sebagai sumber nilai, pancasila berperan pula sebagai kerangka acuan
pembangunan. Ada dua fungsi dari pancasila sebagai kerangka acuan: pertama,
Pancasila menjadi dasar visi yang memberi inspirasi untuk membangun suatu
corak tatanan sosial-budaya yang akan datang, membangun visi masyarakat
Indonesia di masa yang akan datang; kedua, Pancasila sebagai nilai-nilai dasar
menjadi referensi kritik sosial-budaya.
Peranan dari Pancasila yang jauh lebih besar adalah pancasila sebagai
paradigma pembangunan bangsa, mulai dari pembangunan pendidikan, ideologi,
politik, ekonomi, sosial-budaya, ketahanan nasional, hukum, ilmu dan teknologi,
hingga kehidupan beragama.
Telah kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
plural, baik dari segi etnis, bahasa, agama, suku, ras, adat, dan lain
sebagainya. Namun, tak semua masyarakat menyadari akan perbedaan tersebut

2
dan kemajemukan Bangsa Indonesia, sehingga yang terjadi adalah timbulnya
berbagai konflik di berbagai daerah yang disebabkan oleh SARA. Selain itu,
penyebab utama timbulnya konflik yang berbau SARA, khususnya pada agama
adalah minimnya pemahaman dan pengamalan akan sila pertama Pancasila oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Minimnya rasa toleransi pun menjadi
salah satu unsur penyebab konflik agama.
Untuk menghidupkan kembali dan membangun paradigma kehidupan
masyarakat yang beragama dan kerukunan antar umat beragama maka dalam
pelaksanaannya di dalam masyarakat nilai-nilai Pancasila harus ada dalam proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan maupun dalam
evaluasinya.
Untuk mengetahui lebih mendalam, maka penulis tertarik untuk mengkaji
mengenai pancasila sebagai paradigma pembangunan kehidupan beragama di
Indonesia dan mengangkatnya menjadi sebuah makalah yang berjudul “Pancasila
sebagai Paradigma dalam Pembangunan Kehidupan Beragama di SMA
Negeri 6 Yogyakarta”.
Semoga makalah ini dapat menjadi salah satu referensi mengenai pancasila
sebagai paradigma pembangunan kehidupan beragama di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan
Beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta?
2. Bagaimana keadaan pluralisme agama di SMA Negeri 6 Yogyakarta?
3. Bagaimana keadaan kerukunan umat beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta
sekolah?
4. Adakah konflik antar umat beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta?
5. Bagaimana solusi dari konflik antar umat beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta
tersebut?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui definisi Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan
Beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta.
2. Mengetahui keadaan pluralisme agama di SMA Negeri 6 Yogyakarta.

3
3. Mengetahui keadaan kerukunan umat beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta.
4. Mengetahui berbagai konflik antar umat beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta.
5. Mengetahui solusi dari konflik antar umat beragama di SMA Negeri 6
Yogyakarta.

D. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini mencakup bidang keagamaan yang ada di SMA Negeri 6
Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keagamaan di SMA
Negeri 6 Yogyakarta.
2. Bagi pihak-pihak yang memerlukan
Memberi informasi dan referensi terhadap pihak-pihak yang memerlukan
tentang bagaimana cara menyikapi perbedaan agama di lingkungan SMA N 6
Yogyakarta.
3. Bagi peneliti
Menambah pemahaman mengenai Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Kehidupan Beragama di SMA Negeri 6 Yogyakarta.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama


1. Agama
Oxford Student dictionary (dalam Azra, 2000) mendefenisikan bahwa agama
adalah suatu kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur
supranatural yang menciptakan dan mengendalikan alam semesta. Dalam
bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din, kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, dan kebiasaan. Nasution (1986) menyatakan
bahwa agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah satu kekuatan yang lebih
tinggi daripada manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap
dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap
kehidupan manusia sehari-hari. Michel Meyer (dalam Rousydiy, 1986)
berpendapat bahwa agama adalah sekumpulan kepercayaan dan pengajaran-
pengajaran yang mengarahkan kita dalam tingkah laku kita terhadap Allah
SWT, terhadap sesama manusia dan terhadap diri kita sendiri. Menurut Uyun
(1998) agama sangat mendorong pemeluknya untuk berperilaku baik dan
bertanggung jawab atas segala perbuatannya serta giat berusaha untuk
memperbaiki diri agar menjadi lebih baik. Berdasarkan beberapa defenisi di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa agama adalah segenap kepercayaan
yang disertai dengan ajaran kebaktian untuk menghubungkan manusia dengan
Tuhan yang berguna dalam mengontrol dorongan yang membawa masalah dan
untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik.
2. Pancasila
Sila-sila dalam Pancasila bermuatan nilai-nilai antara lain: nilai-nilai
religius (sila 1), nilai-nilai kemanusiaan (sila 2), nilai-nilai kebangsaan (sila 3),
nilai-nilai demokrasi (sila 4), nilai-nilai keadilan (sila 5). Untuk paradigma
pembangunan kehidupan beragama, sangat berkaitan erat dengan Pancasila,
sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. (Dwi Siswoyo, 2008: 131)

Uraian atau penjelasan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:

5
a. Merupakan bentuk keyakinan sebagai hak yang paling asasi yang
berpangkal dari kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan.
b. Negara menjamin kebebasan setiap penduduk untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaan masing-masing.
c. Tidak boleh melakukan perbuatan yang anti ketuhanan dan anti kehidupan
beragama.
d. Mengembangkan kehidupan toleransi baik intern umat beragama, antara
umat beragama maupun kerukunan antara umat beragama dengan
pemerintah.

Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat


dijabarkan dalam beberapa poin penting atau biasa disebut dengan butir-butir
Pancasila, yaitu:

a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada


Tuhan Yang Maha Esa.
b. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia
wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling
toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara

6
menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk
beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya
terkandung dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 Aliniea Ketiga
Yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa .... “
Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak
menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler.
Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan
negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama tertentu,
melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau
negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD 1945
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada
pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau
perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama.
Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini
hendaknya diwujudkan dan diterapkan kerukunan hidup beragama,
kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau
menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan
kesejukan di dalam kehidupan beragama. Untuk senantiasa memelihra dan
mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi :
1. Kerukunan hidup antar umat seagama
2. Kerukunan hidup antar umat beragama
3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat
kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa,
hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam
menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk menaati
norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya.
7
3. Pasal 28E 1945
Pasal 28E berbunyi:
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Sebuah agama atau kepercayaan bagi setiap individu merupakan
panggilan hati dan jiwa dari dalam yang tidak dapat dipaksakan oleh pihak
manapun, oleh karena itu pasal ini mengatur tentang hak individu untuk
bebas memeluk agama dan menjalankan ibadahnya. Selain itu, dalam pasal
ini juga diatur tentang hak individu untuk bebas memilih pendidikan yang
akan diambil, pekerjaan nya, kewarganegaraan juga masih masuk dalam
pasal ini, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya
tetapi berhak kembali lagi. Intinya dalam pasal ini mengatur secara
keseluruhan tentang kebebasan individu untuk memilih pilihan hidupnya.
Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilaksanakan menuju ke
arah dan gerak pembangunan, yaitu mencakup tanggung jawab bersama dari
semua golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
untuk secara terus-menerus dan bersama-sama meletakkan landasan spiritual,
moral dan etik yang kukuh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila.
3. Paradigma Pembangunan
Kata paradigma (paradigm) mengandung arti model, pola atau contoh.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia paradigma diartikan sebagai
seperangkat unsur bahasa yang sebagian bersifat konstan (tetap) dan
sebagian berubah-ubah. Paradigma dapat juga diartikan sebagai suatu
gagasan sistem pemikiran (kerangka berfikir). Menurut Thomas S. Kuhn,
paradigma adalah asumsi-asumsi teoritis (suatu sumber nilai), yang
merupakan sumber hukum, metode, tata cara penerapan dalam ilmu tersebut.
Sedangkan menurut Drs. Kaelan, MS. Paradigma berkembang menjadi
terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai kerangka
berfikir, orientasi dasar, sumber, asas, serta arah dan tujuan dari suatu

8
perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk
dalam bidang pembangunan, reformasi, maupun dalam pendidikan.
Sedangkan kata pembangunan (development) menunjukkan adanya
pertumbuhan, perluasan ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus
digali dan harus dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang.
Atas dasar arti kata pembangunan, dapat dipahami bahwa dalam
pembangunan terdapat proses perubahan yang terus menerus diupayakan
untuk meraih kemajuan dan perbaikan untuk mewujudkan tujuan yang dicita-
citakan. Pembangunan adalah usaha manusia untuk memerangi kemiskinan,
kebodohan dan keterbelakangan untuk menuju masyarakat uang sejahtera
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Paradigma pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan
sistem berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan
sesuai dengan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. (Inuk Inggit Merdekawati, 2008: 26)
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai
konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar
negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan
hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan
tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan
pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat
manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis.
Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.

Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya


meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,

9
pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional
sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.

Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan


martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan
dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia. Pembangunan, meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-
budaya, ketahanan nasional, hukum, ilmu dan teknologi, hingga kehidupan
beragama.

B. Pluralisme Agama
Pluralisme agama adalah mengakui adanya kemajemukan, keragaman
dan keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi keberbedaan
keyakinan atau agama. Konsekuensi dari pluralitas agama adalah kewajiban
untuk mengakui sekaligus menghormati agama lain, sehingga sikap
keagamaan yang perlu dibangun dalam menghadapi pluralitas agama adalah
prinsip kebebasan dalam memeluk suatu agama.
Pluralitas merupakan realitas hidup manusia dan keberadaannya tidak
bisa dianulir. Untuk membangun perdamaian adanya kesadaran pluralisme
agama merupakan hal yang mutlak.
Hal yang harus dilakukan untuk menebarkan kesadaran
pluralisme agama di masyarakat adalah:
1. Sosialisasi kesadaran pluralisme agama harus ditebarkan pada berbagai
elemen yang ada di masyarakat. Karena persoalan kurangnya kesadaran
pluralisme agama bisa terdapat pada siapa saja, maka tidak salah ketika
masyarakat umum mudah terprovokasi isu-isu yang bernuansa
primordialisme
2. Melakukan penguatan kesadaran pluralisme agama tidak hanya dalam
bentuk formal yang dilembagakan seperti atas nama Lembaga Kajian,
Forum Dialog dan semacamnya, karena akan menyebabkan tidak longgar
bahkan terbatas dalam ruang-ruang tertutup. Tapi perlu membumi yang
bersifat longgar dan dapat berakses ke mana saja.
3. Membuat tema dan program pluralisme agama yang akrab dengan
kehidupan masyarakat dimana kita tinggal jangan bersifat melangit seperti

10
seminar, diskusi yang dikonsumsi oleh kalangan terbatas, masyarakat luas
tidak ikut mengakses. (Hamdan Farchan, 2005:1)

C. Kerukunan Umat Beragama di Indonesia


Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai
dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Kerukunan umat beragama
bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama
agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang
sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini.
Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu sebagai berikut:
1. Kerukunan intern umat beragama.
a. Pertentangan di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan
mengakibatkan perpecahan di antara pengikutnya.
b. Persoalan intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat
kerukunan atau tenggang rasa dan kekeluargaan
2. Kerukunan antar umat beragama
a. Keputusan Menteri Agama No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama
sebagai rule of game bagi pensyiaran dan pengembangan agama untuk
menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama.
b. Pemerintah memberi perintah pedoman dan melindungi kebebasan
memeluk agama dan melakukan ibadah menurut agamanya masing-
masing.
c. Keputusan Bersama Mendagri dan Menag No.l tahun 1979 tentang tata
cara pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri bagi
lembaga keagamaan di Indonesia.
3. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
a. Semua pihak menyadari kedudukannya masing-masing sebagai
komponen orde baru dalam menegakkan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
b. Antara pemerintah dengan umat beragama ditemukan apa yang saling
diharapkan untuk dilaksanakan.
c. Pemerintah mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan
partisipasi aktif dan positif dalam:
a) Pemantapan ideologi Pancasila;
11
b) Pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional;
c) Suksesnya pembangunan nasional

Sebab timbulnya ketegangan intern umat beragama, antar umat


beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah dapat bersumber
dari berbagai aspek antara lain:

1. Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau


misi.
2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan
agama pihak lain.
3. Minimnya rasa menghargai para pemeluk agama lain, sehingga kurang
menghormati bahkan memandang rendah agama lain
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan
toleransi dalam kehidupan masyarakat
5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, maupun antara umat
beragama dengan pemerintah, dan
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan
pendapat (Ajat Sudrajat, 2008:151)
Warga Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi
yaitu Pancasila, hal tersebut sebagai titik tolak pembangunan. Perbedaan
suku, adat dan agama bukanlah menjadi tombak permusuhan melainkan untuk
memperkokoh persatuan. Kerukunan umat beragama dapat menjamin
stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan. Selain itu kerukunan
juga dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
Ketidakrukunan menimbulkan bentrok dan perang agama serta
mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara. Kehidupan keagamaan
dan kepercayaan harus dikembangkan sehingga terbina hidup rukun diantara
sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa
dalam membangun masyarakat. Selain itu, kebebasan beragama merupakan
beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.

12
D. Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia
Konflik yang disebabkan oleh agama memang kerap terjadi. Berikut ini,
beberapa contoh konflik yang terjadi di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh
agama:
1. Tanggal 10 Oktober 1996 terjadi pembakaran terhadap 24 gedung gereja
17 umat Kristen dan Katolik di daerah Situbondo dan sekitarnya
2. Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA)
dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat
kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang mahasiswa
SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan
bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator yang melempari
masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan bisa ditebak,
akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan
kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
3. Perbedaan pendapat antar kelompok–kelompok Islam seperti FPI (Front
Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
4. Konflik di Ambon yang dalam waktu 2 tahun memakan korban mencapai
5.000 orang. Konflik di Poso, jumlah korban yang meninggal dalam 2 tahun
mencapai 2.000 orang.
5. Di Temanggung, penyebaran buku dan selebaran yang dianggap
menistakan agama Islam yang dilakukan terdakwa Antonius Richmord
Bawengan diTemanggung, Jawa Tengah, diduga sengaja dilakukan untuk
menyulut konflik.
6. Pada awal Juni 1995 telah terjadi pengrusakan gedung-gedung gereja di
Surabaya.
7. Tanggal 26 Desember 1996 di Jawa Barat, yaitu kota Tasikmalaya, massa
mengamuk dan menghancurkan berbagai fasilitas umum, kantor polisi, dan
gedung-gedung gereja 15 gereja dirusak dan dibakar serta dua sekolah
Kristen dan Katolik dibakar.
8. Pertikaian di Maluku yang sarat dengan nuansa SARA, bahkan cenderung
konfrontasi antara penduduk yang beragama Islam dengan penduduk yang
beragama Kristen.
9. Pada tanggal 2 November 1999, sebagian besar massa dari luar kota
merusak dan membakar gedung GPIB "Shalom" di Depok.
13
10. Pada bulan April 1996, Cikampek sebuah kota di sebelah timur ibu kota
DKI Jakarta mengalami kerusuhan yang menjurus pada huru-hara SARA,
dimana berapa gedung gereja dan SD Kristen dilempari batu oleh massa
yang marah.
11. Pada 14 April 1996, di daerah Cileungsi, Bogor beberapa Gereja
Pantekosta dirusak dan dihancurkan massa, bahkan ada anggota jemaat
yang dipukuli oleh massa yang marah dan brutal.
12. Pada 30 Januari 1997, kembali terjadi kerusuhan di daerah Jawa Barat,
yaitu kota Rengasdengklok. Dan, kembali gedung gereja dan Sekolah
Kristen dihancurkan dan sebagian dibakar massa.
Pada tahun 2009, terdapat 35 kasus pelanggaran kebebasan beragama
yang dilakukan aparat negara. Dilihat dari aktor yang terlibat dalam
pelanggaran tersebut, 45% atau 18 kasus melibatkan kepolisian, 20% atau
delapan kasus melibatkan pemerintah daerah, 15% atau enam kasus
melibatkan pemerintah desa dan kecamatan dan 10% atau empat kasus
melibatkan kejaksaan dan Bakorpakem. Selain itu, 5% atau dua kasus
melibatkan pengadilan, serta sisanya 5% atau dua kasus melibatkan aktor
lainnya.
Ditinjau dari segi bentuk pelanggaran, sembilan kasus berkaitan dengan
pelarangan keyakinan, tujuh kasus pembiaran, tujuh kasus kriminalisasi
keyakinan, lima kasus pembatasan aktifitas keagamaan, lima kasus
pelarangan tempat ibadah dan dua kasus pemaksaan keyakinan.
Terjadinya konflik tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 1945 yang selama ini
menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya
Amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi
agama tertentu.
2. Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang
lainnya ataupun sesama pemeluk agama.
3. Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi
antar pemeluk agama.
4. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi
penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam
masyarakat.
14
Konflik antaragama lebih sulit diatasi dibandingkan dengan konflik yang
lain hal ini dikarenakan konflik agama yang sangat sulit diatasi tanpa kesadaran
yang timbul dari hati nurani kita para pemeluk agama. Konflik antaragama
dapat meninggalkan bekas yang mendalam, dan tidak seorang pun dapat
bersikap netral dalam mengatasi konflik tersebut. Sedangkan konflik suku
dapat didamaikan secara adat, dan konflik karena kepentingan politik bisa
diatasi dengan memberi konsesi. Kedua konflik ini bisa selesai dengan cepat
dan tidak menimbulkan bekas yang mendalam.

E. Solusi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia


Solusi dari konflik antar umat beragama yang terjadi di Indonesia, antara
lain:
1. Meningkatkan pemahaman dan pengalaman sila Ketuhanan Yang Maha
Esa
Prinsip tata cara Pengamalan Sila Pertama Pancasila berikut ini:
a. Bangsa Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut
kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Dalam batang tubuh UUD 1945 (Pasal 29 UUD 1945) tersirat
mengenai pengaturan dan ketentuan kehidupan agama bagi penduduk
Indonesia, Negara menjamin kemerdekaan kepada penduduk untuk
memeluk agama yang diyakininya.
Kebebasan memeluk agama adalah salah satu hak yang paling asasi
diantara hak-hak asasi manusia, sebab kebebasan agama itu langsung
bersumberkan kepada martabat manusia sebagai mahluk Tuhan. Manusia
selain merupakan mahluk ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk sosial,
yang berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia
lainnya. Setiap manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat
lainnya. Bangsa Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya
15
masing-masing dimana pemeluk melaksanakan ajaranNya sesuai dengan
norma agamanya. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama
yang berbeda, maka hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama.
2. Dialog antar umat beragama
Untuk mencairkan kebekuan yang terjadi antar umat beragama,
alternatif yang bisa dikemukakan adalah dengan mekanisme dialog
keagamaan atau yang dikenal pula dengan istilah dialog antar iman. Dialog
antar umat beragama ini diperkirakan bisa mengantarkan para pemeluk
agama pada satu corak kehidupan yang inklusif dan terbuka.
Ada beberapa model yang bisa dilakukan untuk melaksanakan dialog
antar umat beragama atau antar iman yang di kemukakan oleh Kimball
sebagai berikut.
a. Dialog Parlementer. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh
umat beragama di tingkat dunia.
b. Dialog Kelembagaan. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan Organisasi-
organisasi keagamaa.
c. Dialog Teologi. Tujuannya adalah untuk membahas persoalan-persoalan
teologis –filosofi.
d. Dialog dalam Masyarakat. Dialog ini dilakukan dalam bentuk kerjasama
dari komunitas agama yang plural yang menggarap dan menyelesaikan
masalah-masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
e. Dialog Kerohanian. Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan
memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama. ( Ajat
Sudrajat, 2009:158 ) .
3. Meningkatkan rasa toleransi
Toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati setiap orang yang
berbeda-beda baik secara etnis, ras, bahasa, budaya, politik, pendirian,
kepercayaan maupun tingkah laku. Toleransi beragama adalah sikap
hormat menghormati sesama pemeluk agama yang berbeda, sikap
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai ajaran agama masing-
masing, dan tidak boleh memaksakan suatu agama kepada orang lain.
Toleransi beragama tidak berarti bahwa ajaran agama yang satu bercampur
aduk dengan ajaran agama lainnya.

16
4. Menumbuhkan kesadaran bahwa masyarakat terdiri dari berbagai pemeluk
agama yang berbeda dan kebersamaan merupakan hal yang tidak dapat
dihindarkan utnuk menjaga kententraman kehidupan
5. Menjalin kontak dengan agama lain, walaupun mungkin tidak sampai pada
belajar tentang ajaran agama lain. Sehingga, menjalin interaksi sosial
dengan agama lain.
6. Informasi yang adil tentang agama lain. Mungkin ini merupakan kelanjutan
kontak diatas, namun bisa juga terjadi karena banyaknya media massa yang
tidak mengenal batas kelompok
7. Sikap pemerintah, seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan
umat-umat beragama degan berat sebelah
8. Pendidikan yang tidak hanya mempertemukan beberapa anak pemeluk
agama yang berbeda-beda namun juga mencerahkan pikiran dan
memungkinkannya untuk membuka diri terhadap orang lain. (Hamdan
Farchan, 1999:5)
9. Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan
atau dibuat seminim mungkin.
10. Saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan
dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran
bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
11. Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya
kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari
pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
12. Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan
sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.

17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah ada tidaknya toleransi dalam umat beragama
di SMA Negeri 6 Yogyakarta.

B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, yaitu dilakukan dengan
menggambarkan dan meringkas kondisi dan fenomena yang diolah dari data
kuisioner.

C. Metode Pengumpulan Data


1. Metode kuisioner, yaitu dilakukan dengan cara membagikan kuisioner kepada
beberapa sampel untuk mendapatkan sejumlah data.
2. Metode dokumentasi, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang
bersumber dari berbagai dokumen, baik dokumen primer maupun sekunder.
3. Metode studi pustaka (library research), yaitu dengan melakukan kajian
terhadap berbagai literatur atau pustaka yang ada sesuai dengan penelitian ini.

D. Metode Analisis Data


Metode analisis data yaitu data dan fakta yang diperoleh kemudian diolah
dengan cara naratif.

E. Jadwal Kegiatan Penelitian


Penelitian dilaksanakan Bulan Agustus 2015. Lokasi penelitian dilaksanakan di
SMA Negeri 6 Yogyakarta.

18
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN

Uraian data penelitian ini meliputi tentang penjabaran data penelitian yang
didapatkan dari hasil kuesioner penelitian yang diberikan kepada 24 orang siswa SMA
Negeri 6 Yogyakarta , uraian data penelitian yang akan diuraikan ini, dalam bentuk
tabel tunggal atau tabel frekuensi, yang berisi tentang frekuensi jawaban responden
yang selanjutnya akan dipersentasekan hingga menunjukkan besarnya persentase
jawaban responden.

Untuk lebih jelasnya, uraian data penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1
DISTIBUSI RESPONDEN MENURUT AGAMA

No Uraian Frekuensi Persentase

1 Islam 17 70,83
2 Kristen 4 16,67
3 Katolik 3 12,5
Jumlah 24 100,00
Sumber: Angket Hasil Penelitian Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas, terbukti bahwa siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta


yang diteliti, responden yang beragama Islam sebanyak 17 orang (70,83%),
responden yang beragama Kristen sebanyak 4 orang (16,67%), dan responden yang
beragama Katolik sebanyak 3 orang (12,5%) dan yang berdominasi adalah siswa
yang beragama Islam.

19
Tabel 4.2
DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN BAHWA RESPONDEN MEMILIKI TEMAN
UNTUK PERGI BERIBADAH

No Uraian Frekuensi Persentase

1 Ya 24 100,00
3 Tidak 0 0
Jumlah 24 100,00
Sumber: Angket Hasil Penelitian Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas, mayoritas siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta memiliki


teman untuk pergi beribadah . Data ini ditunjukkan dengan jawaban responden, yakni
sebanyak 24 siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta (100%) menyatakan dalam jawaban
mereka (Ya).Tidak ada responden yang menyatakan dalam jawaban mereka (Tidak).

Tabel 4.3
DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN BAHWA RESPONDEN PERNAH
MENGALAMI DISKRIMINASI AGAMA DI SEKOLAH

No Uraian Frekuensi Persentase

1 Ya 21 87,5
3 Tidak 3 12,5
Jumlah 24 100,00
Sumber: Angket Hasil Penelitian Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas, mayoritas siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta pernah


mengalami diskriminasi agama di sekolah . Data ini ditunjukkan dengan jawaban
responden, yakni sebanyak 21 siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta (87,5%) menyatakan
dalam jawaban mereka (Ya) dan sebanyak 3 siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta (12,5%)
menyatakan dalam jawaban mereka (Tidak).

20
Tabel 4.4
DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN BAHWA FASILITAS KEAGAMAAN UNTUK
MENUNJANG PEMBELAJARAN SUDAH MEMADAI

No Uraian Frekuensi Persentase

1 Ya 21 87,5
3 Tidak 3 12,5
Jumlah 24 100,00
Sumber: Angket Hasil Penelitian Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas, mayoritas siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta setuju


bahwa fasilitas keagamaan untuk menunjang pembelajaran sudah memadai,data ini
ditunjukkan dengan jawaban responden, yakni sebanyak 21 siswa SMA Negeri 6
Yogyakarta (87,5%) menyatakan dalam jawaban mereka (Ya) dan sebanyak 3 siswa
SMA Negeri 6 Yogyakarta (12,5%) menyatakan dalam jawaban mereka (Tidak).

Tabel 4.5
DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN BAHWA RESPONDEN TERMASUK
PRIBADI YANG MEMILIH TEMAN MENURUT AGAMA

No Uraian Frekuensi Persentase

1 Ya 2 8,33
3 Tidak 22 91,67
Jumlah 24 100,00
Sumber: Angket Hasil Penelitian Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas, mayoritas siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta tidak


termasuk pribadi yang memilih teman menurut agama . Data ini ditunjukkan dengan
jawaban responden, yakni sebanyak 2 siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta (8,33%)
menyatakan dalam jawaban mereka (Ya) dan sebanyak 22 siswa SMA Negeri 6
Yogyakarta (91,67%) menyatakan dalam jawaban mereka (Tidak).

21
Tabel 4.6
DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN BAHWA RESPONDEN AKAN MEMBANTU
TEMAN YANG MENGALAMI KESULITAN WALAUPUN BERBEDA AGAMA
No Uraian Frekuensi Persentase

1 Ya 24 100,00
3 Tidak 0 0
Jumlah 24 100,00
Sumber: Angket Hasil Penelitian Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas, mayoritas siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta akan
membantu teman yang mengalami kesulitan walaupun berbeda agama .Data ini
ditunjukkan dengan jawaban responden, yakni sebanyak 24 siswa SMA Negeri 6
Yogyakarta (100%) menyatakan dalam jawaban mereka (Ya).Tidak ada responden
yang menyatakan dalam jawaban mereka (Tidak).

22
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Makalah dengan Judul “Pancasila sebagai Paradigma dalam
Pembangunan Kehidupan Beragama di Sekolah SMA Negeri 6 Yogyakarta”
dapat diambil kesimpulan bahwa Paradigma Pembangunan adalah suatu model,
pola yang merupakan sistem berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang
direncanakan sesuai dengan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok
yang lebih baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar Pancasila secara normatif
menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan
nasional yang dijalankan di Indonesia. Paradigma pembangunan kehidupan
beragama berkaitan erat dengan Pancasila sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang
Maha Esa”, dan diwujudkan dalam Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, Pasal 29
UUD 1945 dan Pasal 28E UUD 1945
Pluralisme agama adalah mengakui adanya kemajemukan, keragaman dan
keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi keberbedaan
keyakinan atau agama. Pluralitas merupakan realitas hidup manusia dan
keberadaannya tidak bisa dianulir. Untuk membangun perdamaian adanya
kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang mutlak.
Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan kehidupan beragama di
SMA Negeri 6 Yogyakarta sudah diterapkan dengan baik . Hal ini dibuktikan dengan
mayoritas siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta memiliki teman untuk pergi beribadah ,
setuju bahwa fasilitas keagamaan untuk menunjang pembelajaran sudah memadai
,tidak termasuk pribadi yang memilih teman menurut agama serta akan membantu
teman yang mengalami kesulitan walaupun berbeda agama . Akan tetapi masih
terjadi kasus dimana siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta pernah mengalami
diskriminasi agama di sekolah.

A. Saran
Setelah dilakukan evaluasi atas penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat
diberikan peneliti, antara lain menjadikan Pancasila terutama sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai pondasi dalam paradigma pembangunan
kehidupan beragama. Memahami dan mengamalkan butir-butir Pancasila
terutama sila pertama, sehingga pembangunan kehidupan beragama di SMA
Negeri 6 Yogyakarta dapat berjalan dengan lancar.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ajat Sudrajat, Din Al Islam, Yogyakarta: UNY Press, 2008

Dwi Siswoyo, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: UNY Press, 2008

Hamdan Farchan, “Pluralitas dan Potensi Konflik” (Makalah Workshop Mediasi


Konflik Tingkat Wilayah Jateng, Pati, 2005).

Anonim. 2010. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Sabtu, 15 Agustus 2015
pukul 14.32
http://agusyantono.wordpress.com/2010/09/03/pancasila-sebagai-
paradigma-kehidupan-dalam-masyarakat-berbangsa-dan-bernegara/

Anonim. 2008. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Sabtu, 15 Agustus 2015
pukul 14.45
http://ayya3.blogspot.com/2008/12/bab-i-pendahuluan-1.html

Anonim. 2009. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Sabtu, 15 Agustus 2015
pukul 15.03
http://denaizzkakakecil.wordpress.com/2009/11/10/konflik-agama/

Anonim. 2007. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Minggu, 16 Agustus 2015
pukul 09.35
http://pormadi.wordpress.com/2007/10/01/konflik-di Indonesia.html /

Anonim. 2010. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Minggu, 16 Agustus 2015
pukul 09.51
http://ruwaidah.wordpress.com/2010/01/24/pancasila-sebagai-ideologi-
dalam-berbagai-bidang-kehidupan-bermasyarakatberbangsa-dan-
bernegara/

Anonim. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Minggu, 16 Agustus 2015
pukul 10.07
http://sadewa.blog.uns.ac.id/motivasi/

24
Anonim. 2009. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat
Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Minggu, 16 Agustus 2015
pukul 10.18
http://verkay11-ricky.blogspot.com/2009/12/arti-dari-sila-pertama-
pancasila.html

Anonim. 2007. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat


Berbangsa dan Bernegara. Diakses pada hari Minggu, 16 Agustus 2015
pukul 10.24
www.ealerning.gunadarma.ac.id.2007:17

25

You might also like