You are on page 1of 11

Jurnal Penginderaan Jauh Vol.

5, 2008 :64-74

ANALISIS PERUBAHAN HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN


DATA PENGINDERAAN JAUH DI PANTAI BAHAGIA,
MUARA GEMBONG, BEKASI
Nana Suwargana
Peneliti Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan jauh, LAPAN
e-mail:nana.suwargana@gmail.com

ABSTRACT

Mangrove forests grow near the big river estuary where the river delta gives a lot
of sediment (sand and mud). Mangrove roots collect sediments and slow the water flow
to protect the coastline and prevent the erosion. Along the time, the roots can collect
mud to extend the edge of the coastline. The purpose of this study was to analyze the
changes of mangrove forests, coastline, and its effect on the income of fishermen on the
Bahagia coast, Muara Gembong, Bekasi, West Java Province during 17 years between
1990 and 2007. Observations were made by using two series of multitemporal (Landsat-
TM 1990 and SPOT-4 2007) data. Information about the distribution, extent and land
cover changes to analyze the value was obtained by the spectral based (RGB 453
Landsat-TM and RGB 143 SPOT-4) color composite image, image classification, and
field data. While information on the coastline change based on the 2007 classified
images was overlayed with the classified images in 1990. Multitemporal data analysis
results show that: 1). mangrove forest changes during the 17 years (1990-2007) has
decreased from 34.89 hectares to 33.23 hectares and the results of overlaying the image
of the coastline of classification image in 2007 with the coastline of classification
image in 1990 found that there coastline abrasion occurs and accretion; 2). conditions
of the existence of mangrove forests in coast Bahagia with a dwindling population have
affected the income of fishermen nearby.
Keywords:Multitemporal, Color composite, Image classification, Mangroves, Coastline,
Abrasion, and accretion

ABSTRAK

Hutan mangrove tumbuh di dekat muara sungai besar di mana delta sungai
memberikan banyak sedimen (pasir dan lumpur). Akar mangrove mengumpulkan
sedimen dan memperlambat aliran air, membantu melindungi garis pantai dan
mencegah erosi. Seiring waktu, akar-akarnya dapat mengumpulkan lumpur untuk
memperluas tepi garis pantai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
perubahan hutan mangrove, garis pantai dan pengaruhnya terhadap pendapatan
nelayan di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi, Provinsi Jawa Barat selama 17
tahun antara tahun 1990 dan 2007. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan 2
seri data multitemporal (Landsat-TM 1990 dan SPOT-4 2007). Informasi tentang
sebaran, luasan dan perubahan tutupan lahan diperoleh dengan menganalisis nilai
spektral berdasarkan citra komposit warna ( RGB 453 Landsat-TM dan RGB 143 SPOT-4),
citra klasifikasi dan data lapangan. Sedangkan informasi tentang perubahan garis
pantai berdasarkan citra terklasifikasi tahun 2007 di tumpang susun dengan citra
terklasifikasi tahun 1990. Hasil analisis data multitemporal menunjukkan bahwa:
1). perubahan hutan mangrove selama 17 tahun (1990-2007) mengalami penurunan
dari 34,89 hektar menjadi 33,23 hektar dan hasil tumpang susun garis pantai citra
terklasifikasi tahun 2007 dengan garis pantai citra terklasifikasi tahun 1990
ditemukan terjadi abrasi dan akresi; 2). kondisi keberadaan hutan mangrove di Pantai
Bahagia dengan populasi yang makin berkurang telah berpengaruh terhadap
pendapatan nelayan di sekitarnya.
Kata kunci: Multitemporal, Kombinasi warna, Citra klasifikasi, Mangrove, Garis pantai,
Pengikisan, dan penabahan daratan
64
Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan.....(Nana Suwargana)

1 PENDAHULUAN Pemanfaatan data penginderaan jauh


Hutan mangrove merupakan dalam kaitannya dengan penelitian di
ekosistem utama pendukung aktivitas antaranya banyak dilakukan untuk
kehidupan di wilayah pantai dan penelitian tentang model pengembangan
memegang peranan penting dalam wilayah pesisir dan lautan. Penelitian
menjaga keseimbangan siklus biologis di dilakukan mulai dari pengembangan
lingkungannya. Di samping itu, hutan model parameter fisik perairan (suhu
mangrove mempunyai nilai ekonomis permukaan laut, Klorofil, Muatan Padat
yang tinggi. Indonesia memiliki sumber- Tersuspensi, Kecerahan perairan dan
daya hutan mangrove yang sangat luas lain lain) wilayah pesisir sampai dengan
yang tersebar di wilayah pesisir di kegiatan yang bersifat aplikasi seperti
berbagai provinsi. Potensi kekayaan monitoring dan penentuan zona potensi
alam tersebut perlu dikelola dan pengembangan dan pemanfaatan
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk wilayah pesisir, seperti penelitian oleh:
mendukung pelaksanaan pembangunan Ratih Dewanti, dkk 1998 mengkaji
nasional dan untuk meningkatkan Degradasi Tingkat Kerapatan Kanopi
kesejahteraan masyarakat. Untuk mem- Mangrove di Delta Brantas, Jawa Timur
peroleh informasi keberadaan hutan Menggunakan Analisis NDVI Data Landsat
mangrove yang aktual, faktual serta Multitemporal. Beberapa contoh
mudah dan cepat dapat diperoleh penelitian lainnya yang berkaitan
melalui data penginderaan jauh. dengan pengembangan model untuk
Penginderaan jauh dapat diartikan penentuan distribusi parameter fisik
sebagai teknologi untuk mengidentifikasi perairan adalah sebagai berikut:
suatu obyek di permukaan bumi tanpa Pembangunan model algoritma suhu
melalui kontak langsung dengan obyek permukaan laut dan klorofil (indikasi
tersebut. Saat ini teknologi penginderaan kesuburan perairan) untuk berbagai
jauh berbasis satelit menjadi sangat wilayah perairan menggunakan data
populer dan digunakan untuk berbagai satelit resolusi moderat dan resolusi
tujuan kegiatan, salah satunya untuk tinggi, seperti: satelit NOAA, SeaWiFS,
mengidentifikasi potensi sumber daya dan Modis. Penelitian yang dilakukan
wilayah pesisir dan lautan. Hal ini dengan kegiatan suhu permukaan laut
disebabkan teknologi ini memiliki dan klorofil ini di antaranya adalah: J.
beberapa kelebihan, seperti: harganya W. Chipman et. al. (2004), menurunkan
yang relatif murah dan mudah didapat, algoritma kecerahan perairan dengan
adanya resolusi temporal (perulangan) model Seichi Disk Transparency (DSP)
sehingga dapat digunakan untuk menggunakan data satelit Landsat multi
keperluan monitoring, cakupannya yang temporal untuk sebagian besar danau
luas dan mampu menjangkau daerah wilayah Amerika Serikat.
yang terpencil, bentuk datanya digital Selain penelitian yang berkaitan
sehingga dapat digunakan untuk dengan pengembangan model tentang
berbagai keperluan dan ditampilkan suhu permukaan laut dan klorofil,
sesuai keinginan. banyak peneliti lainnya yang mengem-
Banyak penelitian tentang bangkan penelitian yang berkaitan
penginderaan jauh yang dilakukan oleh dengan kegiatan monitoring dan
para peneliti baik dari dalam negeri pengembangan wilayah pesisir (mangrove),
ataupun luar negeri yang pemakaiannya di antaranya adalah: Ratnasermpong
tergantung pada segi pemanfaatannya. (1996) mengkaji peranan penginderaan

65
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 5, 2008 :64-74

jauh untuk pemantauan hutan mangrove kegelapan merupakan reflektansi tanah


dan tambak udang di Thailand; Ramesh berair yang terlihat jelas pada citra
dan Rajkumar (1996) mengkaji kanal merah.
penggunaan data penginderaan jauh Berdasarkan referensi di atas,
dan SIG untuk perencanaan penentuan menunjukkan bahwa analisis hutan
lokasi budidaya perikanan pantai di mangrove menggunakan data peng-
Tamil Nadu, India; Niendyawati (1999) inderaan jauh akan mudah diidentifikasi
memanfaatkan data penginderaan jauh dan relatif mudah dikenali terutama
dan SIG untuk penentuan lokasi dengan cara membangun citra gabungan
tambak udang di pantai Lampung; Riqqi warna (color composite). Maka melalui
dan Nganro (2002) memanfaatkan SIG proses pengolahan, analisis dan
untuk menentukan prototipe pemanfaatan interpretasi data dapat diperoleh
dan pengelolaan kawasan Tambak di informasi tentang sebaran, luasan,
Serang (Banten); Winarso et al. (1999) perubahan lahan mangrove serta
melakukan analisis geomorfologi untuk perubahan lingkungan (garis pantai)
studi kesesuaian lahan tambak udang di yang akan menjadi obyek pengamatan
Ketapang, Sulawesi Selatan. di lokasi kajian ini. Tujuan dari
Dalam kaitannya dengan penulisan ini adalah untuk memaparkan
identifikasi dan karakteristik mangrove tentang analisis perubahan hutan
di wilayah pesisir, deteksi hutan mangrove dan garis pantai serta
mangrove dapat dilakukan melalui pengaruhnya terhadap pendapatan
identifikasi jenis obyek yang diinderanya nelayan di Pantai Bahagia, Muara
yaitu berdasarkan nilai spektral yang Gembong, Bekasi, Provinsi Jawa Barat
dimiliki oleh citra satelit tersebut. Nilai dengan menggunakan 2 seri data
spektral pada citra satelit dapat multitemporal Landsat-TM 1990 dan
mengekstraksi informasi obyek jenis data SPOT-4 2007. Pengolahan dilakukan
tutupan lahan (mangrove) pada kisaran dengan membangun citra komposit RGB
spektrum tampak dan inframerah- 453 (Landsat-TM) dan citra komposit
dekat. Penelitian yang dilakukan oleh RGB 143 (SPOT-4) serta melakukan
Ratih Dewanti dkk, (1998) mengkaji klasifikasi kedua citra secara digital
tentang karakteristik profil mangrove yang ditumpangsusunkan antara citra
lewat data penginderaan jauh, menjelas- klasifikasi tahun 2007 dengan citra
kan bahwa mangrove di kawasan klasifikasi 1990. Berdasarkan model
sepanjang pantai dan pertambakan analisis tersebut dapat diperoleh informasi
dapat terlihat jelas dari citra FCC (False yang terpadu antara perubahan lahan
Color Composit). Citra yang dibuat dari mangrove dengan lingkungan. Informasi
kombinasi tiga kanal yakni dua kanal selanjutnya dapat digunakan untuk
dari spektral tampak dan satu kanal berbagai pemanfaatan dan pertim-
inframerah. Kombinasi tersebut masing- bangan dalam pengelolaan hutan
masing adalah 4,5, dan 7 untuk mangrove baik untuk pemantauan
Landsat-MSS, atau 2,3 dan 4 untuk maupun inventarisasi.
Landsat-TM; masing-masing dengan
filter Blue, Green dan Red. Mangrove 2 KONDISI UMUM DAERAH
terlihat dengan warna merah kegelapan PENELITIAN
pada citra FCC. Warna merah merupakan Pantai Bahagia termasuk
reflektansi vegetasi yang terlihat jelas Kecamatan Muara Gembong, berada di
pada citra kanal inframerah, sedangkan Pesisir Pantai Utara dan masuk dalam

66
Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan.....(Nana Suwargana)

wilayah Kabupaten Bekasi. Berada berada pada posisi: 5º 54’ 25,83”– 5º 57’
sangat jauh dari hiruk pikuk kota 22,52” LS dan 106º 58’ 52,45” – 107º
Bekasi, tak kurang dari empat jam 02’59,72” BT. Data sekunder yang
waktu yang diperlukan untuk menempuh digunakan adalah Peta Rupa Bumi
perjalanan dari Kota Jakarta dan sekitar Indonesia skala 1:25.000 lembar Muara
dua jam dari Kota Bekasi. Sebagian Gembong, Kabupaten Bekasi.
besar penduduk Muara Gembong
3.2 Metode
bermata-pencaharian sebagai nelayan,
menangkap ikan, kepiting dan juga Metode yang dilakukan dalam
udang untuk dijual ke Jakarta. penelitian ini adalah menentukan
Luas Desa Pantai Bahagia sebaran, luasan dan perubahan tutupan
menurut data Kecamatan Muara lahan yang diperoleh dengan menganalis
Gembong (Pemda Bekasi, 2010) berkisar nilai spektral berdasarkan citra komposit
265 hektar dengan jenis tutupan warna (RGB 453 Landsat-TM dan citra
lahannya didominasi oleh lahan RGB 143 SPOT-4) dan citra klasifikasi
pertambakan sedangkan permukiman serta data lapangan. Sedangkan informasi
menempati sepanjang pinggir sungai tentang perubahan garis pantai ber-
Citarum berbaur dengan lahan pohon
dasarkan citra klasifikasi tahun 2007
campuran (tegalan/ladang). Pantai
ditumpangsusun (superimposition) dengan
Bahagia memiliki bentuk lahan seperti
citra klasifikasi tahun1990.
paruh burung dengan moncongnya
Data set citra Landsat-TM
menghadap arah Teluk Jakarta, Tanjung
(daerah kajian) tersusun oleh kanal-
Priuk dan di depan moncongnya
kanal 1, 2, 3,4, 5 ,dan 7 dengan resolusi
merupakan muara Sungai Citarum.
spasial 30 m. Data set SPOT-4 (daerah
Bentuk topografinya datar dan elevasinya
kajian) tersusun oleh kanal-kanal 1, 2,
berkisar 0-2 mdpal. Jenis tanahnya
3,dan 4 dengan resolusi spasial 20 m.
alluvial, material lahannya dominan
Pengolahan digital untuk setiap data set
lumpur dan dijumpai sedimentasi di
meliputi seleksi fusi multispektral,
sekitar muara Sungai Citarum. Lokasi
penajaman, dan pemfilteran. Penentuan
Pantai Bahagia merupakan daerah yang
citra subset (cropping) dilakukan untuk
sangat rentan terhadap perubahan fisik
mengakomodasikan ukuran citra dari
lahan, di antaranya mudah dipengaruhi
objek penelitian. Citra dicropping sesuai
oleh pergerakan dinamika aliran Sungai
dengan ukuran lokasi penelitian.
Citarum dan gelombang pasang
Gabungan (komposit) kanal dilakukan
sehingga sering terjadi perubahan
untuk mendapatkan ketajaman objek
(pergeseran) lahan.
dan menghasilkan warna komposit yang
optimum. Fusi multispektral digunakan
3 METODOLOGI
untuk memperoleh informasi citra yang
3.1 Bahan optimal. Proses fusi multispektral diawali
Data primer sebagai bahan dengan memilih 3 (tiga) kanal yang
penelitian adalah citra Landsat-TM digunakan untuk membuat citra warna
path/row:162/064 akuisisi tanggal 09 komposit dengan memasukkan setiap
Oktober 1990 dan citra SPOT-4 path/ kanal ke dalam filter merah, hijau, dan
row:248/362 akuisisi tanggal 11 biru (RGB) sehingga diperoleh citra warna
Januari 2007 mencakup di dalamnya komposit RGB 134 untuk citra SPOT-4
daerah Muara Gembong, Kabupaten dan RGB 435 untuk citra Landsat-TM.
Bekasi. Secara geografis lokasi kajian Penajaman dilakukan menggunakan
67
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 5, 2008 :64-74

software ER MAPPER 6.4, yaitu 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


histogram equalize. Pemfilteran adalah Hasil pengolahan data
proses modifikasi nilai piksel berupa penginderaan jauh adalah : citra warna
pengurangan atau penambahan nilai komposit RGB 453 Landsat-TM tahun
spektral. Proses tersebut menghasilkan 1990, RGB 143 SPOT-4 tahun 2007, citra
citra yang lebih tajam. terklasifikasi Landsat-TM tahun 1990,
Klasifikasi citra satelit yang citra terklasifikasi SPOT-4 tahun 2007,
digunakan dalam penelitian ini adalah dan citra hasil overlay dari citra
klasifikasi secara digital. Klasifikasi ini klasifikasi tahun 2007 dengan citra
merupakan suatu proses mendapatkan klasifikasi tahun 1990. Pembuatan citra
nilai reflektansi spektral tiap-tiap objek, warna komposit dengan memasukkan
sehingga mudah dikenal serta mem- kanal-kanal tertentu ke dalam filter
permudah dalam pengecekan di lapangan. merah, hijau, dan biru (RGB) didapatkan
Pada penelitian ini dilakukan klasifikasi bahwa komposit RGB 453 Landsat-TM
dengan metode klasifikasi tidak dan komposit RGB 143 SPOT-4
terbimbing (unsupervised classification). merupakan komposit dengan nilai
Metode ini memerlukan sedikit campur kekontrasan tinggi. Dari citra komposit
tangan analis, karena operasi numerik tersebut kemudian dilakukan uji
dilakukan secara otomatis dengan penajaman dan pemfilteran untuk
mencari grup secara alamiah berdasarkan memperjelas kenampakan pada citra,
sifat-sifat spektral piksel yang ber- terutama pada objek hutan mangrove.
sangkutan. Di sini analis memerintah- Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4-1
kan komputer untuk mencari rata-rata dan Gambar 4-2. Hasil dari penajaman
kelas dan matrik ragam-peragamnya citra memperlihatkan bahwa jenis
yang akan digunakan dalam klasifikasi. tutupan lahan di pinggiran pantai adalah
Data lapangan dilakukan untuk jenis vegetasi (warna merah kegelapan )
memperoleh uraian umum dari lokasi yang menunjukkan lahan tersebut
yang dipilih. Mencari/mendapatkan adalah objek mangrove. Identifikasi lahan
penutup lahan dan meningkatkan tambak menggambarkan bentuk
informasi yang tidak diperoleh dari pematang dan berkotak-kotak dengan
interpretasi pertama citra satelit dan warna hitam hingga biru tua. Objek
test (ceking) serta verifikasi tentang warna tersebut menunjukkan bahwa
kebenaran interpretasi serta hasil lahan tersebut digenangi air dan
klasifikasi. Dari data lapangan diperoleh berlumpur (tanah basah) atau lahannya
dokumentasi/foto tentang kondisi di tidak tergenang air (kering) yang nampak
lapangan. seperti lahan tanah terbuka.

Gambar 4-1: Citra komposit RGB 453 Gambar 4-2: Citra komposit RGB 143
Landsat-TM tahun 1990 SPOT-4 tahun 2007
68
Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan.....(Nana Suwargana)

Hasil pengolahan klasifikasi dengan Citra klasifikasi Gambar 4-3 dan


cara digital memberikan gambaran 4-4 menunjukkan perbedaan kehalusan
distribusi hutan mangrove di sekitar dan kejelasan dari kenampakan citra
objek penelitian yang lebih jelas dan tersebut, hal tersebut disebabkan
lebih banyak logika dengan kondisi riil karena perbedaan resolusi spasialnya.
di lapangan. Informasi objek yang Bila objek seukuran 1 piksel dikorelasi-
dihasilkan juga lebih detail dan rinci, kan dengan di lapangan akan sama
dimana nilai spektral dari citra mampu dengan luas 30 x 30 meter untuk citra
membedakan objek lahan mangrove dan Landsat-TM dan luas 20 x 20 meter
lahan bukan mangrove. Selain itu untuk citra SPOT-4, maka kenampakan
mampu membedakan gambaran objek citra klasifikasi SPOT-4 akan lebih jelas
lahan basah dengan lahan kering, dari pada citra klasifikasi Landsat-TM.
dimana spektral pantulannya dapat Oleh karena itu, pemisahan objek
membedakan antara lahan tambak liputan lahan seperti lahan tambak
dalam fase berair dan fase kering. Oleh dengan lahan tambak lainnya akan
karena itu, klasifikasi dengan cara nampak dalam SPOT-4 yang meng-
digital dapat menghasilkan klasifikasi gambarkan polanya berbentuk kotak-
yang lebih baik dan mampu kotak dan memanjang secara teratur.
menentukan lebih banyak kelas-kelas Kemudian objek hutan mangrove yang
untuk meng-ekstraks objek yang tumbuh berjauhan antara kelompok
diinginkan. Untuk mendapatkan hasil pohon mangrove yang satu dengan
yang optimum dalam klasifikasi kelompok pohon mangrove yang
unsupervised, pengkelasan proses awal lainnya tak kurang dari luasan 20 x
dibuat 20 kelas. Hasil klasifikasi 20 meter akan nampak dalam citra
tersebut selanjutnya dilakukan editing SPOT-4 ini. Dengan cara perhitungan
untuk mengecek kebenaran dengan data statistik yang dikerjakan oleh komputer
lapangan. Hasil akhir editing kemudian (jumlah pixel dikalikan resolusi
dilakukan reklasifikasi, hasilnya spasialnya) pendistribusian hutan
dikelaskan menjadi 6 kelas tutupan/ mangrove dan objek lahan lainnya akan
penggunaan lahan yaitu: mangrove, terhitung luasannya. Penghitungan luas
tambak, sawah, tanah terbuka, pohon masing-masing kelas ditampilkan pada
campuran, dan permukiman. Hasilnya Tabel 4-1 dan grafik perbedaan luas
ditunjukkan pada Gambar 4-3 dan 4-4. tutupan ditampilkan pada Gambar 4-7.

Gambar 4-3: Citra klasifikasi Landsat-TM Gambar 4-4: Citra klasifikasi SPOT-4
tahun 1990 tahun 2007

69
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 5, 2008 :64-74

Berdasarkan perhitungan data perubahan dari lahan mangrove tahun


statistik yang dilakukan oleh per- 1990 ke tahun 2007 perubahannya
hitungan tabulator komputer diketahui sedilit sekali yaitu berkisar 1,66 hektar.
telah terjadi perubahan penutup lahan Dengan pemisahan kelas
selama tahun 1990 hingga 2007, di mangrove dari kelas kelompak lahan
antaranya adalah penurunan lahan lainnya akan memberikan kenampakan
mangrove dan lahan sawah diikuti oleh secara individu yang lebih jelas,
meningkatnya lahan tambak. Lahan ditampilkan pada Gambar 4-5 dan
mangrove turun dari seluas 34,89 Gambar 4-6. Pada kedua gambar
hektar (17,92 %) menjadi seluas 33,23 nampak tumbuhan mangrove tumbuh
hektar (16,33 %) dan lahan sawah turun berdekatan memanjang dan saling
dari seluas 8,45 hektar (3,73 %) menjadi berjauhan, nampak terdistribusi di
seluas 1,85 hektar (0,91 %) sedangkan sekitar pinggiran garis pantai (tumbuh
lahan tambak naik dari seluas 148,67 lebat) dan sungai serta tumbuh di
hektar (72,34 %) menjadi seluas 149,67 sekitar lahan tambak yang terdistribusi
hektar (73,57 %). Perubahan lahan dengan kerapatan jarang-jarang. Citra
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel terklasifikasi ini telah dilakukan
4-1 dan gambar grafik pada Gambar 4-7. dengan pengeditan yang berulang-ulang
Perubahan lahan yang paling banyak hingga diperoleh ketelitian cukup
menjadi lahan mangrove adalah lahan optimal, dengan referensi menggunakan
sawah, dimana perubahannya adalah citra kombinasi Landsat-TM dan citra
berkisar 6,6 hektar. Sedangkan kombinasi SPOT-4 serta data lapangan.

Tabel 4-1: LUAS PENUTUP LAHAN PANTAI BAHAGIA MUARA GEMBONG


Tahun 1990 Tahun 2007
No. Penggunaan Lahan
Ha % Ha %
1. mangrove 34,89 17,92 33,23 16,33
2. tambak 148,67 72,34 149,67 73,57
3. sawah 8,45 4,35 1,85 0,91
4. tanah terbuka 4,67 2,29 11,56 5,68
5. pohon campuran 4,41 2,16 4,41 2,16
6. permukiman 2,62 1,29 2,73 1,34
Jumlah 203,71 100 203,45 100

Gambar 4-5: Lahan mangrove tahun 1990 Gambar 4-6:Lahan Mangrove tahun 2007

70
Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan.....(Nana Suwargana)

Hasil tumpang tindih (super- terjadi di mulut muara sungai Citarum,


imposition) antara hasil klasifikasi tahun disebabkan karena lumpur-lumpur yang
2007 dengan tahun 1990 dapat dibawa dari hulu Sungai Citarum tidak
memperlihatkan perubahan-perubahan mampu terbuang ke laut lepas, karena
yang terjadi pada kondisi mangrove dan dipengaruhi oleh arus air laut yang
garis pantainya, ditampilkan pada datang dari tengah laut (lokasi 1).
Gambar 4-8. Perubahan yang terjadi Akresi pada lokasi 2 disebabkan karena
dijumpai adanya pengikisan (abrasi) arus laut dengan gelombang pasang-
dan penambahan daratan (akresi), dari surut tinggi datang dari arah barat
fenomena ini dapat diamati pertum- (musim barat) mendorong lumpur-
buhan dari pada hutan mangrove lumpur yang ada di mulut Sungai
selama kurun waktu 17 tahun. Di Citarum dan mengendap di pesisir
wilayah yang terjadi abrasi pohon pantai di lokasi 2, namun pada saat
mangrove nampak sebagian banyak tertentu saat datang musim timur,
yang hilang, namun sebaliknya di gelombang pasang air laut datang dari
wilayah yang terjadi akresi tumbuhan timur mendorong sambil membawa
mangrove tumbuh dengan subur. lumpur dan berkumpul di lokasi 2.
Sehingga populasi hutan mangrove Fenomena tersebut berjalan bertahun-
nampaknya sedikit berubah, tahun hingga daratan bertambah maju
diperlihatkan pada Gambar 4-8. ke arah laut dan menjadi tanah timbul.
Abrasi ataupun akresi meng- Sedangkan pada lokasi 3 terjadi abrasi
akibatkan terjadi pergeseran garis karena pengaruh arus air dan
pantai. Proses pengikisan pantai di gelombang yang cukup kuat datang dari
lokasi penelitian, karena disebabkan arah utara dalam posisi tegak lurus
oleh arus laut yang cukup deras, dan dengan pantai menyebabkan terjadi
gelombang pasang surut yang tinggi. Di penggerusan tanah, akibatnya tanah
samping itu karena kurangnya garis pantai menjadi rusak/hancur
keberadaan hutan mangrove di lokasi tergerus. Proses tersebut berjalan
tersebut. Perubahan garis pantai nampak bertahun-tahun sehingga daratan
terjadi di lokasi 1 (tanah timbul), lokasi bertambah mundur ke arah darat dan
2 (akresi), dan lokasi 3 (abrasi) diper- lahan tersebut menjadi laut.
lihatkan pada Gambar 4-8. Pengendapan

160

140
Luas penutup lahan (ha)

120

100
1990
80
2007
60

40

20

0
e k h a r
ov ba wa uk pu uk
im
gr m sa te
rb m
an ta _ ca m
m t p_

Gambar 4-7: Luas perubahan penutup Gambar 4-8:Lahan mangrove overlay


lahan dari tahun 1990 hingga tahun 2007 dengan
2007 1990

71
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 5, 2008 :64-74

Sungai Citarum yang bermuara menunjukkan bentuk lahan tanahnya


ke arah Laut Teluk Jakarta secara tidak datar, elevasinya antara 0-2 mdpl dan
langsung sangat berpengaruh terhadap jenis tanahnya alluvial dominan
lingkungan di sekitarnya. Sungai tersebut berlumpur. Bentuk lahan yang datar
banyak ragam fungsinya yang dapat menunjukkan bahwa lahan tersebut
dimanfaatkan untuk menyokong merupakan tempat yang berpotensi
kehidupan manusia di sekitarnya. Salah untuk pertumbuhan hutan mangrove,
satu fungsinya adalah sebagai penyuplai sehingga hasil penajaman citra komposit
air tawar dan sebagai pengatur mutu air warna nampak jelas bahwa obyek
(salinitas) bagi kehidupan ikan bandeng vegetasi digaris pantai dengan warna
dan udang di lahan pertambakan. merah kegelapan dan bentuk rona halus,
Namun kondisi di di sekitarnya tidak bergerombol dan banyak tumbuh lebat di
lepas dari keberadaan hutan mangrove sekitar pinggiran sungai-sungai kecil,
yang berfungsi sebagai penyanggga data lapangan (foto) ditunjukkan pada
pesisir pantai. Sejak tahun 1990 Gambar 4-9. Selain sebaran hutan
berdasarkan pengamatan citra Landsat- mangrove, nampak pula lahan pertambak
TM 1990 kondisi hutan mangrove yang lebih luas, dimana di area lahan
pertumbuhannya relatif cukup baik, tambak sedikit sekali (jarang) tumbuh
tetapi sejak tahun 1990 ini pun mangrove. Dengan demikian kondisi
keberadaan hutan mangrove sudah penggunaan lahan di Pantai Bahagia,
berkurang karena sebagian telah Muara Gembong menunjukkan bahwa
ditebang dijadikan lahan pertambakan. mangrove sudah terdegradasi karena
Dilihat dari citra komposit warna tumbuhan mangrove yang dijumpai di
baik citra Landsat-TM 1990 maupun lapangan sudah sangat sedikit (jarang)
SPOT-4 tahun 2007 menunjukkan jika dibandingkan dengan lahan
bahwa jenis tutupan lahan yang tumbuh pertambakan yang jauh lebih luas,
di pinggiran pantai dominan adalah data lapangan (foto) ditunjukkan pada
hutan mangrove. Data lapangan Gambar 4-10.

Gambar 4-9:Mangrove lebat di sekitar Gambar 4-10:Mangrove jarang di sekitar


pinggir sungai lahan tambak

72
Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan.....(Nana Suwargana)

Laju perkembangan perekonomian terdistribusi di sekitar pinggiran garis


nasional dalam sektor perikanan pantai dan sedikit menyebar ke arah
khususnya perkembangan pertambakan daratan dengan populasi jarang-jarang.
yang disertai dengan rendahnya laju Distribusi hutan mangrove mengalami
pertumbuhan hutan mangrove perubahan dari 34,89 hektar dan
menimbulkan pengaruh nyata terhadap selama 17 tahun kemudian turun
kualitas lingkungan secara umum dan menjadi 33,23 hektar. Hasil tumpang
berkelanjutan. Secara tidak langsung tindih antara garis pantai citra
pengaruh nyata adalah laju pendapatan terklasifikasi tahun 2007 dengan citra
para nelayan tangkap. Semakin terklasifikasi tahun 1990 dapat
berkurangnya hutan mangrove dan memperlihatkan perubahan-perubahan
semakin meningkatnya lahan tambak yang terjadi pada kondisi hutan
menyebabkan ikan-ikan yang ber- mangrove dan kondisi garis pantainya,
kembang biak di sekitar hutan mangrove dimana dijumpai adanya pengikisan
Muara Gembong akan semakin ber- (abrasi) pengrusakan terhadap hutan
kurang. Karena fungsinya hutan mangrove dan pendangkalan yang
mangrove sebagai perlindungan hewan menyebabkan terjadi penambahan
yang didiami oleh berbagai jenis hewan daratan (akresi).
dan sebagai tempat perlindungan bagi Potensi hutan mangrove di Muara
ikan kecil, udang dan kepiting dari Gembong sudah berkurang karena
pemangsa-pemangsanya sudah tidak pengembangan lahan tambak sudah
berdaya lagi. Selain itu lahan hutan meluas, hutan mangrove nyaris habis
mangrove sebagai tempat perkembang- berubah fungsi selain menjadi lahan
biakan ikan jenis-jenis ikan tertentu, pertambakan banyak hutan mangrove
udang, dan kepiting bertelur di dalam rusak karena abrasi. Hal tersebut
lahan hutan mangrove sudah tidak bisa menyebabkan fungsi hutan mangrove
memperkembang biakan lagi. Hal sebagai perlindungan hewan sudah tidak
tersebut akan menyebabkan pendapatan berdaya lagi, sehingga menyebabkan
para nelayan di sekitar Muara Gembong penurunan hasil penangkapan ikan bagi
akan berkurang. Hasil pengamatan di nelayan tangkap. Maka kondisi
lapangan menunjukkan bahwa nelayan keberadaan hutan mangrove di Pantai
di Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong Bahagia dengan populasi yang semakin
mengeluhkan pendapatan mereka yang berkurang telah berpengaruh terhadap
menurun, karena ikan-ikan di sekitar pendapatan nelayan di sekitarmya.
Pantai Utara Bekasi menghilang. Oleh
karena itu, kondisi keberadaan hutan DAFTAR RUJUKAN
mangrove di Pantai Bahagia dengan
http://www.pemda bekasi.go.id.
populasi yang semakin berkurang
Chipman, J.W., Leale,J.E., Lillesand, T.
berpengaruh terhadap pendapatan
M., Nordheim,M.J., Schmaltz,J.E.,
nelayan di sekitarmya.
2004. Mapping Lake Water Clarity
with Landsat Image in Wisconsin,
5 KESIMPULAN
USA.
Untuk memperjelas tampilan Dahuri R., Rais J., Ginting S.P dan
obyek hutan mangrove dapat diperoleh Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan
melalui proses penajaman pada citra Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan
komposit warna RGB 453 (Landsat-TM) Lautan Secara Terpadu, PT
dan RGB 143 (SPOT-4). Hasil klasifikasi Pradnya Paramita, Jakarta.
citra Landsat-TM dan citra SPOT-4 Dirjen RRL, 1997. Pedoman Penentuan
memberikan gambaran bahwa pola Tingkat Kerusakan Kawasan
pertumbuhan hutan mangrove nampak Bakau Yang Rusak, Departemen

73
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 5, 2008 :64-74

Kehutanan, Direktorat Reboisasi Ratih Dewanti, Muchlisin Arief, dan


dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta. Taufik Maulana, 1998. Degradasi
Niendyawati, 1999. Aplikasi Inderaja/ Tingkat Kerapatan Kanopi
SIG Untuk Penentuan Lokasi Mangrove di Delta Brantas
Tambak Udang (Studi Kasus di Menggunakan Analisis NDVI Data
Pantai Timur Lampung). Prosiding Landsat Multitemporal. Warta
Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-8 Inderaja. MAPIN /ISRS. Volume XI
MAPIN, Jakarta 6-7 April 1999. No. 2 Desenber 1998.
Jakarta. Riqqi, A., dan Nganro, N.R., 2002.
Nontji, A., 1986. Laut Nusantara. Prototipe Pemanfaatan SIG Untuk
Penerbit Djambatan. Jakarta. Pengelolaan Kawasan Tambak
Noor, Y.R., 1994. Mangrove Indonesia, (Studi Kasus: Kabupaten Serang).
Pelabuhan Bagi Keanekeragaman ITB. Bandung (makalah).
Hayati; Evaluasi Keberadaan Saat Sub Bidang Pengendalian Kerusakan
Ini. Makalah Seminar Nasional Sumber Daya Air Pesisir dan Laut
Ekosistem Mangrove, Universitas Badan Lingkungan Hidup Daerah,
Jember, Jawa Timur, 03-06 2007.
Agustus 1994. Asian Wetland Willhauck G., 2000. Comparison of
Bureau – Indonesia. Bogor. 18 hal. Object Oriented Classification
Ramesh, R., and Rajkumar, R., 1996. Techniques and Standard Image
Coastal Aquaculture Site Selection Analysis for the Use of Change
and Planning in Tamil Nadu Using Detection between SPOT
Remote Sensing and GIS. ASIAN- Multispectral Satellite Images and
PASIFIC Remote Sensing and GIS Aerial Photos. Technical University
Journal. Vol. 9, Number 1. ESCAP Munich, Faculty of Forestry.
Regional Space Applications Germany.
Programme. Bangkok. Winarso, G., Carolita, I., Asriningrum,
Ratanasermpong, S., 1996. The Role of W., dan Sariwulan, B., 1999.
Remote Sensing in the Monitoring Analisis Geomorfologi untuk Studi
and Planning of Thailand's Kesesuaian Lahan Tambak Udang
Mangrove Forets and Shrimp di Ketapang dan Sekitarnya
Farms. Proceedings of the Regional Menggunakan Data Landsat-TM.
Remote Sensing Seminar on Prosiding Pertemuan Ilmiah
Tropical Ecosystem Management, Tahunan ke-8 MAPIN, Jakarta 6-7
Fiji, 26-31 August 1996. April 1999. Jakarta.

74

You might also like