You are on page 1of 43

PREEKLAMSIA PADA IBU HAMIL

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS BERFIKIR KRITIS

DOSEN PENGAMPU : DR. MELYANA NURUL W, S.SiT, M.Kes

Disusun Oleh:

KANIA PRIMA PUTRY (04)


ZULFA SEPTI KURNIATI (07)
INDAH SAWIJI (15)
DINA MUTOHAROH (25)
NOVIAN AGUNG WIYANGGARI (29)
INDAH SILVIA (33)
DIAN ARDININGRUM (38)
RIZQA MAULIDA BERUANI (39)

PRODI PROFESI BIDAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN SEMARANG
2018

1
2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, karena dengan karunia-Nya, walaupun berbagai kesulitan dan

hambatan penulis alami, akan tetapi sampailah pada waktunya penulis dapat

menyelesaikan Makalah ini.

Laporan dengan judul “Preeklamsia pada Ibu Hamil “ untuk memenuhi tugas

mata kuliah berfikir kritis Program Studi Profesi Bidan Semarang Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.

Penulis tidak akan mampu menyelesaikan proposal ini tanpa bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Warijan, S.Pd, A.Kep, M.Kes selaku Direktur Polteknik Kementerian

Kesehatan Semarang

2. Sri Rahayu, S.Kep, S.Tr.Keb, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan

Politeknik Kementrian Kesehatan Semarang

3. DR. Melyana Nurul W, S.SiT, M.Kes selaku Dosen Pengampu mata

kuliah berfikir kritis

4. Segenap dosen pengajar Studi Kebidanan Semarang Politeknik

Kementrian Kesehatan Semarang


3

5. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dalam penyusunan di masa

mendatang. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita

semua, serta tidak lupa pula penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan

kesalahan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, Juli 2018

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………….…………………………………. i

KATA PENGANTAR ……………….……………………………………..…. ii

DAFTAR ISI ……………….……………………………………………….... iv

DAFTAR GAMBAR ……………….…………………………….......…….... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................………………………. 1

B. Tujuan................................................................……………………….. 4

C. Manfaat .....................................................…………………………….. 5

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Pre-Eklamsia................................…………….......………. 6

B. Etiologi Pre-Eklamsia...................................……………………......... 6

C. Patofisiologi Pre-Eklamsi ....................……………………….......….. 8

D. Tanda Gejala Pre-Eklamsia .....................................……….….......…. 10

E. Klasifikasi Pre-Eklamsia Berdasarkan Tanda Pre-Eklamsia................. 12

F. Faktor-Faktor Predisposisi..................................................................... 18

G. Penanganan Preeklamsia........................................................................ 18

BAB III KASUS DANPEMBAHASAN

A. Kasus ......................................………......................…….......………. 21
5

B. Pembahasan ...........................………......................……………......... 21

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 26

B. Saran ......................................………......................……………......... 26

DAFTAR PUSTAKA ………………………….……………………..........


6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Pre-Eklamsia...........................................................……. 20


7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wanita merupakan tonggak kesehatan dalam sebuah keluarga. Dalam hal ini

seorang wanita menjadi patokan keberhasilan keluarga, karena ibu yang sehatakan

melahirkan generasi bangsa yang cemerlang. Oleh karena itu, penting untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. Salah satu

indikator derajat kesehatan adalah angka kematian ibu dan bayi. Derajat kesehatan

ini dikatakan tercapai atau baik jika AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka

Kematian Bayi) di suatu negara rendah (Kemenkes RI, 2010).

Angka Kematian Ibu (AKI) masih menjadi salah satu masalah kesehatan ibu

dan anak di Indonesia. Tingginya AKI di Indonesia yakni mencapai 359 per

100.000 Kelahiran Hidup (KH), masih jauh dari target ​Millenium Development

​ DGs) pada tahun 2015 yaitu AKI sampai pada 102 per 100.000 KH atau
Goals (M

1,02 per 1000 KH (SDKI, 2012). Data ​World Health Organization (​ WHO) tahun
8

1998-2008, menyatakan bahwa kematian ibu di dunia mencapai 324.900 kematian

setiap tahunnya dan diiringi sepertiga kematian neonatal.

Laporan kesehatan dunia menyatakan bahwa ada sekitar 287.000 kematian

ibu pada tahun 2010 yang terdiri atas Afrika Sub-Sahara (56%) dan Asia Selatan

(29%) atau sekitar 85 % (245.000 kematian ibu) terjadi di negara berkembang.

Sedangkan di negara – negara Asia tenggara yaitu 150 ibu per 100.000 kelahiran

hidup (Basana, 2017). Indonesia berada pada peringkat ke 14 dari 18 negara di

Association of Southeast Asian Nations ​(ASEAN) dan peringkat ke 5 tertinggi di

South East Asia Region (​ SEARO) (Hukmiah dkk, 2013).

Jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016

sebanyak 602 kasus, mengalami penurunan dibandingkan jumlah kasus kematian

ibu tahun 2015 yang sebanyak 619 kasus. Artinya, angka kematian ibu Provinsi

Jawa Tengah juga mengalami penurunan dari 111,16 per 100.000 kelahiran hidup

pada tahun 2015 menjadi 109,65 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2016.

Kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan kasus kematian ibu tertinggi adalah

Brebes yaitu 52 kasus, diikuti Kota Semarang 35 kasus, dan Tegal 33 kasus.

Penyebab kematian ibu di Brebes antara lain perdarahan 21,26 %, hipertensi

dalam kehamilan 27,08 %, infeksi 4,82 %, gangguan sistem peredaran darah

13,29 %, gangguan metabolisme 0,33 %, dan lain-lain 33,22%.Berdasarkan

laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes tahun 2013, sebesar 33%

preeklampsia merupakan penyebab utama kematian ibu se-kabupaten Brebes.

Proporsi kematian ibu berdasarkan sebab kematian tahun 2013 yaitu preeklampsia
9

sebesar 33%, kemudian di ikuti dengan pendarahan sebesar 23%, ​decomp cordis

sebesar 19%, meningitis sebesar 7%, oedem paru sebesar 5%, infeksi sebesar 3%,

gagal ginjal 3%, kehamilan etopik 3%, dehidrasi (hiperemesis) 2%, asbes hepar

2%, dan lainlain sebesar 2% (Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, 2013).

Menurut penelitian Vata et al pada tahun 2015, sepuluh juta wanita diseluruh

dunia mengalami preeklampsia setiap tahun. Dari kasus tersebut,76.000 wanita

hamil meninggal setiap tahun dari preeklampsia dan gangguanhipertensi terkait.

Selain itu, jumlah bayi yang meninggal karena gangguanini diperkirakan

berjumlah 500.000 bayi per tahun (Vata et al., 2015). Preeklampsia adalah

suatusindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme

dan pengaktifan endotel. Kriteria minimum preeklampsia yaitu tekanan darah ≥

140/90 mmHg yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan proteurinuria

terdapat 300 mg atau lebih protein urine per 24 jam atau 30 mg/dL (1+ pada

dipstick) dalam sampel urine acak (Cunningham et al., 2010). Menurut Mansjoer

dkk, preeklampsia yaitu timbulya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan

(Mansjoer dkk, 2007).

Preeklampsia apabila dibiarkan saja dan tidak ditangani maka akan

menyebabkan gejala nyeri kepala hebat , gangguan visus, muntah-muntah, nyeri

epigastrium dan keneikan tekanan darah yang progresif, kasus tersebut disebut

impending preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani dengan kasus

eklampsia.
10

Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia. Insiden

eklampsia di negara berkembang berkisar daari 1 : 100 sampai 1 : 1700. Karena

itu kejadian kejang ini harus dihindarkan. Dalam suatu studi multisenter,

multinasional untuk membandingkan berbagai cara pengobatan, telah terbukti

bahwa magnesium sulfat merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi

kejang pada eklampsia dibandingkan dengan obat lain misalnya diazepam. Untuk

direkomendasikan menjadi obat terpilih dalam pengobatan eklampsia. Magnesium

sulfat dapat digunakan dengan mudah di negara berkembang, karena obat ini tidak

mahal dan memerlukan teknologi tinggi dalam penerapannya (Methew Warden,

MD, 2005).

Ada banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia,

seperti primigravida, hiperplasentosis, usia ibu yang ekstrem (kurang dari 20

tahun dan lebih dari 35 tahun), riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia,

penyakit ginjal, diabetes mellitus, hipertensi kronik yang sudah diderita sebelum

hamil (preeklampsia superimposed) dan obesitas(Cunningham et al., 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sri yun utama tahun 2008 menyebutkan,

dari kasus preeklamsia pada ibu hamil di RSD Raden Mattaher Jambi 62,4%

terjadi pada multigravida, pada usia kehamilan>28 minggu, dan 86,9 % tidak

memiliki riwayat hipertensi.

Dari latar belakang di atas penyusun tertarik membahas mengenai kasus

preeklamsia pada ibu hamil.

B. Tujuan
11

1. Tujuan Umum

Menerapkan konsep dasar berfikir kritis (meliputi aspek kognitif, afektif,

konatif, dan perilaku) dalam pemecahan kasus asuhan kebidanan (preeklamsi

dalam kehamilan).

2. Tujuan Khusus

a. Apa definisi preeklampsia pada ibu hamil?

b. Apa etiologi dari preeklampsia pada ibu hamil?

c. Bagaimana patofisiologi preeklampsia pada ibu hamil?

d. Apa saja tanda dan gejala preeklampsia pada ibu hamil?

e. Apa saja klasifikasi pre-eklampsi berdasarkan tanda preeklampsia pada

ibu hamil?

f. Apa saja faktor-faktor predisposisi preeklampsia pada ibu hamil?

g. Bagaimana penanganan preeklampsia pada ibu hamil?

h. Bagaimana pathway pre-eklampsi pada ibu hamil?

C. Manfaat

a. Mampu menjelaskan definisi preeklampsia pada ibu hamil.

b. Mampu menjelaskan etiologi dari preeklampsia pada ibu hamil.

c. Mampu menjelaskan patofisiologi preeklampsia pada ibu hamil.

d. Mampu menjelaskan tanda dan gejala preeklampsia pada ibu hamil.

e. Mampu menjelaskan klasifikasi preeklampsia berdasarkan tanda pre-eklampsi

pada ibu hamil.

f. Mampu menjelaskan faktor-faktor predisposisi pre-eklampsi pada ibu hamil.


12

g. Mampu menjelaskan penanganan pre-eklampsi pada ibu hamil.

h. Mampu menjelaskan pathway preeklampsia pada ibu hamil.


13
14

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Pre-Eklamsia

Kata eklamsia berasal dari Yunani yang berarti halilintar karena gejala

eklamsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam

kebidanan. Selain perdarahan dan infeksi, preeklamsia dan eklamsia merupakan

penyebab kematian ibu dan perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang.

( Manuaba, 2012)

B. Etiologi Pre Eklamsia

Penyebab preeklamsia tidak diketahui secara jelas sehingga disebut sebagai

penyakit teoritis. Banyak teori-teori di kemukakan oleh para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya. Teori yang dipakai sekarang sebagai penyebab

preeklamsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat

menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini (Manuaba, 2008).

Faktor yang dapat meningkatkan kejadian preeklamsi adalah hamil pertama

kali (primigravida), kejadiannya akan makin tinggi pada adanya penyakit ibu yang

menyertai kehamilan (penyakit ginjal, penyakit tekanan darah tinggi), kehamilan

dengan regangan rahim makin tinggi seperti hamil dengan kebanyakan air

ketuban, kehamilan ganda dan hamil dengan janin besar (Manuaba, 2008).
15

Adapun teori-teori lain yang dipakai sebagai penyebab preeklampsi tersebut

adalah :

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsi dan eklampsi didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial

plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin

meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul

vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat

perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%,

hipertensi dan penurunan volume plasma.

2. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan

pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta

tidak sempurna. Pada preeklampsi terjadi kompleks imun humoral dan

aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan

proteinuria.

3. Peran Faktor Genetik

Preeklampsi meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsi.

4. Iskemik dari uterus

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.

5. Defisiensi kalsium
16

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah.

6. Disfungsi dan Aktivasi dari Endotelial

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam

patogenesis terjadinya preeklampsi. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel

yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah

wanita hamil dengan preeklampsi. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai

pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat

sesuai dengan kemajuan kehamilan.

C. Patofisiologis Preeklamsia

Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiostensin,

renin, dan aldosterone, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan

metabolism dapat berlangsung. Pada pre-eklamsia dan eklamsia, terjadi

penurunan angiostensin, renin, dan aldosterone, tetapi dijumpai edema, hipertensi,

dan proteinuria.

Berdasarkan teori ischemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap

kedalaam sirkulasi yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiostensin II,

renin dan aldosterone, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan

air. Teori ischemia daerah implantasi plasenta didukung kenyataan sebagai

berikut:

1. Pre-eklamsia dan eklamsia lebih banyak terjadi pada primigravida, hamil

kembar dan mola hidatidosa.


17

2. Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya usia kehamilan.

3. Gejala penyakit berkurang bila terjadi kematian janin

Dengan demikian terjadi teori iskemia daerah implantasi plasenta cukup

menjelaskan berbagai gejala klinik pre-eklamsia dan eklamsia. Terjadinya

spasme pembuluh darah ateriol menuju organ penting dalam tubuh dapat

menimbulkan :

1. Gangguan metabolisme jaringan. Terjadi metabolisme anaerobic lemak

dan protein. Pembakaran yang tidak sempurna menyebabkan badan keton

dan asidosis.

2. Gangguan peredaran darah dapat menimbulkan nekrosis (kematian

jaringan), perdarahan dan edema jaringan

3. Mengecilnya aliran darah menuju retroplasenter sirkulasi menimbulkan

gangguan pertukaran nutrisi CO2 dan O2 yang menyebabkan asfiksia

sampai kematian janin dalam rahim.

Perubahan atologis berbagai organ penting dijabarkan sebagai berikut :

1. Perubahan hati. Perdarahan yang tidak teratur, terjadi nekrosis,

thrombosis pada lobus hati.

2. Rasa nyeri di epigastrum karena pedarahan subkapsuler

3. Retina. Spasme atriol, edema sekitar diskus optikus, ablasioretina

(lepasnya retina) menyebabkan penglihatan kabu.

4. Otak. Spasme pembuluh darah atriol otak menyeabkan anemia jaringan

otak, perdarahan dan nekrosis, meknimbulkan nyekri kepala yang berat.


18

5. Paru-paru. Berbagai tingkat edema,bronkopneunomia sampai abses

menimbulkan sesak nafas sampai sianosis.

6. Jantung, perubahan degenerasi lemak dan edema, perdarahan

subendokardial, menimbulkan dekompensasi kordis sampai terhentinya

fungsi jantung.

7. Aliran darah ke plasenta. Spasme atriol yang mendadak menyebabkan

asfiksia berat sampai kematian janin. Spasme yang berlangsung lama,

mengganggu pertumbuhan janin.

8. Perubahan ginjal. Spasme atriol menyebabkan aliran darah ke ginjal

menurun sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Penyerapan air dan

garam tubulus tetap, terjadi retensi air dan garam, edema pada tungkai

dan tangan, paru dan organ lain.

9. Perubahan pembuluh darah. Peremeabilitasnya terhadap protein makin

tinggi sehingga terjadi vasasi protein kejaringan, protein ekstravaskuler

menarik air dan garam menimbulkan edema,hemokonsekntrasi darah

ykang menyebabkan gangguan fungsi metabolisme tubuh dan trombosis

(Manuaba 2012).

D. Tanda Gejala Pre-Eklamsi

Preeklampsi ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah yang

mendadak (sebelum hamil tekanan darah normal) ≥140/90 mmHg dan adanya

protein urine (diketahui dari pemeriksaan laboratorium urine) +1/+2 dan terjadi

pada usia kehamilan di atas 20 minggu (Wibisono dan Dewi, 2009). Tanda dan
19

gejala preeklampsi ringan dalam kehamilan, antara lain edema (pembengkakan)

terutama tampak pada tungkai, muka disebabkan ada penumpukan cairan yang

berlebihan di sela-sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi dan dalam air seni

terdapat zat putih telur (pemeriksaan urine dari laboratorium). Preeklampsi berat

terjadi bila ibu dengan preeklampsi ringan tidak dirawat, ditangani dan diobati

dengan benar. Preeklampsi berat bila tidak ditangani dengan benar akan terjadi

kejang-kejang menjadi eklampsi (Bandiyah, 2009).

Menurut Holmes (2011) gejala-gejala yang terjadi pada penderita preeklamsia

yaitu :

1. Sakit kepala

2. Gangguan penglihatan

3. Nyeri epigastrik dan nyeri abdomen

4. Oedema

5. Asimtomatik

Semakin nyata tanda dan gejala, semakin sulit untuk menghambat perburukan

penyakit dan semakin mungkin diperlukan kelahiran segera (Cuningham, 2005).

Preeklampsi terjadinya karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks dan

aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya suplai zat makanan yang

dibutuhkan janin berkurang. Makanya, preeklampsi semakin parah atau

berlangsung lama bisa menghambat pertumbuhan janin. Preeklampsi dapat

menyebabkan bahaya pada ibu dan janin. Gejalanya adalah pembengkakan pada

beberapa bagian tubuh, terutama muka dan tangan. Lebih gawat lagi apabila
20

disertai peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba serta kadar protein yang tinggi

pada urin (Indiarti, 2009).

Preeklampsi harus segera diatasi, bila tidak akan berlanjut menjadi eklampsi

yang ditandai dengan kejang, bahkan sampai koma, karena dalam darah ibu hamil

yang mengalami preeklampsi ditemukan adanya zat yang bisa menghancurkan sel

endotel yang melapisi pembuluh darah. Kondisi ini sangat berbahaya bagi ibu

hamil dan janin, jika tidak segera ditangani akan terjadi kerusakan menetap pada

syaraf, pembuluh darah atau ginjal ibu. Sementara itu, bayi akan mengalami

keterbelakangan mental sebab kurangnya aliran darah melalui plasenta dan

oksigen di otak (Indiarti, 2009).

E. Klasifikasi Pre-Eklamsi Berdasarkan Tanda Pre-Eklamsi

Menurut Wiknjosastro dalam Ilmu Kebidanan klasifikasi pre-eklamsi dibagi

menjadi:

1. Pre-eklampsia Ringan

Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan

edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan.

Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit

trofoblas. Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas, penyakit

ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general

dengan segala akibatnya (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

a. Gejala klinis preeklamsia ringan.


21

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi

berbaring terlentang, kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau

kenaikan sistolik 30 Universitas Sumatera Utara mmHg atau lebih.

Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan

dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

2) Oedema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat

badan 1 kg atau lebih perminggu.

3) Proteinuria kuantittif 0,3gr atau lebih per liter, kualitatif 1+ atau 2+

pada urin kateter atau midstream.

b. Penanganan Preeklamsia Ringan

Penanganan pada penderita pre-eklamsia ringan adalah dengan

istirahat yang cukup, tirah baring, pengkajian protein urine, pengkajian

tekanan darah dan berikan edukasi ketika timbul tanda gejala

pemburukan pre-eklamsia (Mochtar, 2011).

Pengobatan dan perawatan pre-eklamsia dengan berobat jalan,

pantang garam dan diberikan obat penenang serta diuretik

(meningkatkan produksi urine). Kontrol setiap minggu, anjurkan segera

kembali periksa bila gejalanya makin berat (Manuaba, 2008).

2. Pre-eklampsia Berat

a. Definisi
22

Pre-eklampsia berat adalah pre-eklampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai

proteinuria lebih 5 g/24 jam.

b. Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasar kriteria preeklamisa berat sebagaimana

tercantum dibawah ini.

Preeklamsia digolongkan preeklamsia berat bila ditemukan satu atau

lebih gejala sebagai berikut :

1) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik >

110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil

udah dirawat dirumah sakit dan menjalani tirah baring.

2) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif

3) Oliguria < 400 ml per 24 jam

4) Edema paru, nafas pendek, sianosis, ronkhi +

5) Nyeri daerah epigastrik atau kuadran atas kanan

6) Gangguan penglihatan, skotoma atau penglihatan berkabut

7) Nyeri kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesic biasa

8) Hiperrefleksia

9) Mata, spasme arteriolar, edema, ablasio retina

10) Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminate, sindrom HELLP

11) Pertumbuhan janin terhambat


23

12) Otak:edema serebri

13) Jantung: gagal jantung (Saifuddin,2009:209)

c. Pembagian pre-eklampsia berat

1) Pre-eklampsia berat tanpa ​impending eclampsia

2) Pre-eklampsia berat dengan ​impending eclampsia

Impending eclampsia y​ aitu bila pre-eklampsia berat disertai gejala-gejala

subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah,

nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

d. Perawatan dan pengobatan

Pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan,

pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang

tepat untuk persalinan.

e. Monitoring selama di rumah sakit

Observasi harian berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri

epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan, pengukuran proteinuria,

pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

USG dan NST.

f. Pengobatan medikamentosa

Penderita pre-eklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk

rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

Perawatan yang penting pada preeklamsi berat adalah pengelolaan

cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai resiko


24

tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua

keadaan tersebut belum jelas, tetapi factor yang sangat menentukan

terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme,

kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkolitik

koloid/​pulmonary capillary wedge pressure.

1) Monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan

(melalui urin). Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa

jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila

terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.

Cairan yang diberikan dapat berupa :

a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali, jumlah tetesan < 125

cc/jam

b) Infus Dekstrose 5 % yang setiap 1 liternya diselingi dengan infus

Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.

Dipasang ​Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria

terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500

cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung

sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi

asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah

karbohidrat, lemak, dan garam.

2) Pemberian obat antikejang:


25

Pemberian magnesium sulfat (MgSO​4​) sebagai antikejang lebih

efektif menurun penelitian Cochrane Review. Cara pemberian :

a) Loading dose

4 gram MgSO​4 intravena


​ (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.

b) Maintenance dose

Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer / 6 jam, atau diberikan 4 atau

5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m.

tiap 4-6 jam.

Syarat pemberian:

a) Harus tersedia antidotum MgSO​4 bila


​ terjadi intoksikasi yaitu

kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v. 3

menit.

b) Refleks patella (+) kuat.

c) Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda

distress nafas. Dihentikan bila:

(1) Ada tanda-tanda intoksikasi.

(2) Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang

terakhir.

d) Dosis terapeutik dan toksis MgSO​4

Dosis terapeutik 4-7 mEq/l 4,8-8,4 mg/dl


26

Hilangnya refleks tendon 10 mEq/l 12 mg/dl

Terhentinya pernafasan 15 mEq/l 18 mg/dl

Terhentinya jantung >30 mEq/l >36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko

kematian ibu dan didapatkan dari pemberiannya menimbulkan efek

flushes ​(rasa panas).

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian magnesium sulfat,

maka diberikan salah satu obat berikut : tiopental sodium, sodium

amobarbital, diazepam, atau fenitoin.

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada

edema paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum

yang dipakai adalah Furosemida. (Saifuddin,2009:544-547)

F. Faktor-Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya pre-eklamsi meliputi:
1) Pre-eklamsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara
2) Faktor genetik
3) Lingkungan
4) Sosioekonomi
5) Musim (Lawlor 2005, palmer 1999k, spancer 2009 dkk dalam Cuningham)
6) Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak
sama sekali dan nutrisi yang buruk, terutama dengan diet kurang protein.
7) Mempunyai riwayat preeklamsi dan eklamsi dalam keluarga.
8) Mempunyai penyakit vaskular hypertensi sebelumya.
9) Kehamilan-kehamilan dengan tropoblast yang berlebihan ditambah vili
korion.
27

a) Kahamilan ganda
b) Mola hidatidosa
c) Diabetes Mellitus
d) Hidrops fetalis (Taber, 1994: 239)
G. Penanganan Pre-Eklamsi
1. Penanganan Pre-eklamsi Ringan
a) Rawat jalan
1) Banyak istirahat (berbaring tidur miring)
2) Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
3) Sedativa ringan (jika tidak bisa istirahat) tablet fenobarbital 3x30 mg
peroral selama 2 hari
4) Roboransia
5) Kunjungan ulang tiap 1 minggu

b) Jika di rawat di puskesmas atau di rumah sakit


1) Pada kehamilan preterm ( kurang dari 37 minggu)
(1) Jika tekanan darah mencapai normotensif selama perawatan,
persalinan ditunggu sampai aterm.
(2) Bila tekanan darah turun tetapi belum mencapai normotensif
selama perawatan maka kehamilanya dapat diakhiri pada
kehamilan lebih dari 37 minggu.
2) Pada kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3) Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kala II.
2. Penanganan Pre-eklamsi berat di rumah sakit
Penanganan aktif
28

Indikasi : indikasi perawatan aktif ialah bila di dapatkan satu atau lebih keadaan ini
pada ibu:
a) Kehamilan lebih dari 37 minggu
b) Adanya tanda-tanda impending
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
Pada janin:
a) Adanya tanda-tanda fetal distres
b) Adanya tanda-tanda IUFD (Marmi,dkk, 2001 : 69-70)
29

PATHWAY
30

BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus

Ny. P seorang IRT usia 37 tahun G3P2A0 hamil 32 minggu dengan

pendidikan terakhir SMP. Suami (Tn.Y) usia 40 tahun bekerja sebagai buruh

harian lepas. Beralamat tempat tinggal di Dusun Tanduran RT 02 RW 03

Kecamatan Parakan Temanggung. Datang pada tanggal 20 Juli 2018 . Ibu

mengeluhkan pusing sejak seminggu yang lalu dan kaki bengkak. Ibu tidak pernah

memeriksakan kehamilannya selama hamil ini, karena ibu malu hamil lagi. Ibu

mengatakan tidak pernah menderita penyakit jantung, DM, hepatitis, HIV/AIDS

tetapi dari keluarga ada riwayat hipertensi. Tidak ada riwayat alergi obat, ibu

mengatakan HPHT 8 Desember 2017. Ibu mengatakan mengurus anaknya sendiri

dan kadang dibantu oleh ibu mertua. Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu,

anak pertama ibu laki-laki berumur 17 tahun dan yang kedua perempuan berumur

5 tahun. Riwayat persalinan yang lalu kedua persalinanya ditolong oleh bidan,

riwayat KB ibu menggunakan KB pil selama 2 tahun. Keadaan umum Ny.P

terlihat kurang baik, kesadaran kompos mentis, Tekanan darah ibu saat datang

150/90 mmHg. Nai 80x/menit. Respirasi 23x/menit, Suhu 36,7 C. BB ibu

sekarang 58 kg dan bb sebelum hamil 50 kg, TB 155cm, pada pemeriksaan fisik

ibu dalam batas normal kecuali pada bagian tungkai bawah ibu mengalami edema.

Pada palpasi leopold : Leopold 1 : 28cm, teraba bagian kurang bulat, lunak, dan

kurang melenting, Leopold II kanan : ada tahanan besar teraba satu bagia keras
31

memanjang seperti papan. Leopold II kiri : teraba bagian kecil. Leopold III :

teraba bagian bulat, keras, melenting, mudah digerakkan. Leopold IV : konvergen,

his blm ada, DJJ puntum maksimum tempat kanan bawah pusat, frekuensi 142x/

menit regular, Hb : 11,5 gram, Urin : protein + 1

B. Pembahasan

1. Berdasarkan keluhan

Ny.P mengatakan pusing dan kaki bengkak. Berdasarkan keluhan tersebut

Ny.P menunjukan ciri/ tanda-tanda Pre eklampsi dalam kehamilan. Menurut

Holmes (2011) gejala-gejala yang terjadi pada penderita preeklamsia yaitu :

a. Sakit kepala

b. Gangguan penglihatan

c. Nyeri epigastrik dan nyeri abdomen

d. Oedema

e. Asimtomatik

2. Riwayat antenatal

Ny.P mengatakan tidak pernah memeriksakan kehamilannya. Menurut penelitian Saraswati

(2016), menyatakan bahwa ibu yang tidak pernah memeriksakan kehamilannya

berisiko tinggi terkena pre eklampsi dalam kehamilannya. Hasil penelitian ini

diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuryani dkk (2013), yang

menyatakan bahwa ada hubungan pemeriksaan antenatal dengan kejadian

preeklampsia. Dalam kasus di atas status antenatal Ny.P merupakan faktor

pendukung terjadinya pre eklampsi pada ibu hamil tersebut.

3. Riwayat penyakit
32

Ny.P ​Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit jantung, DM, tetapi dari

keluarga ada riwayat hipertensi. Menurut penelitian Saraswati (2016),

mengatakan bahwa riwayat hipertensi keluarga merupakan faktor pendukung

kejadian pre eklampsi ​pada ibu hamil. Tetapi DM bukan merupakan faktor

pendukung terjadinya Pre eklampsi pada ibu hamil. Sehingga riwayat penyakit DM

pada Ny. P tidak menjadi faktor risiko pre eklampsi ibu hamil, tetapi riwayat

keluarga dengan hipertensi dapat menjadi faktor risiko terjadinya Pre eklampsi.
33

4. Pekerjaan

Ny.P adalah seorang IRT. Menurut penelitian oleh saraswati (2014), menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dan kejadian pre eklampsi pada

ibu hamil. Tetapi berbanding terbalik dengan pernyataan Indriyani (dalam

Astuti, 2015) yang menyatakan bahwa ​Pekerjaan ibu dapat mempengaruhi

terjadinya preeklampsia atau eklampsia, dimana ibu yang bekerja di luar

memiliki risiko lebih tinggi mengalami preeklampsia dibandingkan dengan

ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga​. Dari hasil penelitian tersebut

dapat di tarik kesimpualan bahwa pekerjaan Ny.P bukan merupakan faktor

pendukung pre eklampsi pada ibu hamil.

5. Usia

Ny.P berusia 37 tahun. Usia Ny.P merupakan usia dengan faktor risiko tinggi pre-eklampsi.

Menurut Prawirohardjo (2010), faktor yang berhubungan dengan terjadinya

preeklampsia salah satunya yaitu faktor usia, Insiden tertinggi pada kasus

preeklampsia pada usia remaja atau awal usia 20 tahun, tetapi prevalensinya

meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Bagi wanita yang berusia diatas 35 tahun,

selain fisik mulai melemah, juga kemungkinan munculnya berbagai risiko gangguan

kesehatan, seperti darah tinggi, diabetes, dan berbagai penyakit lainnya termasuk

preeklampsia (Gunawan, 2010). Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian oleh

Yogi (2014), yang menyimpulkan bahwa preeklamsia sering terjadi pada usia tua

atau diatas 35 tahun karena pada usia tersebut terjadi kelemahan fisik. Pada usia

tersebut cenderung didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu salah satunya

hipertensi, hal ini dikarenakan tekanan darah tinggi yang meningkat seiring dengan
34

penambahan usia. Berdasarkan kasus di atas usia Ny.P merupakan faktor pendukung

terjadinya pre eklampsia.

6. Graviditas

Ny.P G3P2A0 merupakan kehamilan multigravida. Menurut Angsar (2009) tentang teori

imunologik antara ibu dan janin yang menyatakan bahwa primigravida mempunyai

risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) jika

dibandingkan dengan multigravida. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Gafur dkk (2011), yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara status gravida dengan kejadian preeklampsia. Dalam kasus diatas

graviditas Ny.P bukan merupakan faktor pendukung terjadinya pre eklampsi.

7. Usia kehamilan

Menurut (Royston, 1994) dalam (Dollar, 2008) preeklampsia biasanya muncul setelah usia

kehamilan 20 minggu. Gejalanya adalah kenaikan tekanan darah. Jika terjadi di

bawah 20 minggu, masih dikategorikan hipertensi kronis. Sebagian besar kasus

preeklampsia terjadi pada usia kehamilan >37 minggu dan makin tua kehamilan

makin berisiko untuk terjadinya preeklampsia. Pada Ny.P Usia kehamilan memasuki

minggu ke 32. Sehingga usia kehamilan Ny.P merupakan faktor risiko terjadinya pre

eklampsi.

8. Pendidikan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saraswati (2016) menyatakan bahwa ibu hamil

dengan pendidikan rendah belum tentu memiliki pengetahuan yang rendah pula, hal

ini dikarenakan mereka mendapat pengetahuan dari penyuluhan yang dilakukan oleh

bidan desa dalam acara PKK desa atau arisan desa yang biasa dilakukan setiap

sebulan sekali sehingga mereka cenderung memperhatikan kesehatannya dengan


35

melakukan pemeriksaan antenatal secara lengkap sehingga tidak ada hubungan

antara tingkat pendidikan dengan kejadian preeklampsia​.

Berdasarkan kasus diatas hipotesa awal diagnosa Ny.P dicurigai pre

eklampsi dalam kehamilan, tetapi perlu dilakukan pemantauan dan

pemeriksaan berkala meliputi TD, protein urine, dan pemeriksaan fisik secara

general untuk menegakan diagnosa yang tepat sesuai tanda dan gejala dari pre

eklampsi.Tenaga kesehatan harus memotivasi ibu agar rutin memeriksakan

kehamilannya dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai preeklamsia

dengan jelas agar ibu lebih waspada. Sebagai tenaga kesehatan harus

melakukan deteksi dini dan penanganan secara cepat-tepat.

Dalam kasus Ny.P tekanan darah 150/110 mmHg maka dapat

dilakukan dengan istirahat yang cukup, tirah baring, pengkajian protein urine,

pengkajian tekanan darah secara berkala dan berikan edukasi ketika timbul

tanda gejala pemburukan pre-eklamsia (Mochtar, 2011).

Pengobatan dan perawatan pre-eklamsia dengan berobat jalan,

pantang garam dan diberikan obat penenang serta diuretik (meningkatkan

produksi urine). Kontrol setiap minggu, anjurkan segera kembali periksa bila

gejalanya makin berat (Manuaba, 2008).

9. Berat badan

Dalam kasus berat badan ibu adalah 58 Kg dari berat badan sebelum hamil

50 Kg di usia kehamilan 32 minggu berarti kenaikan berat badan rata-rata ibu

dalam 1 minggu adalah 0,25 dimana dalam Sarwono (2010) perlu


36

dipertimbankan factor resiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila

didapatkan kenaikan berat badan > 0,57 Kg/minggu.


37

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi

organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel.Preeklampsi terjadinya

karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks dan aliran darah ke

plasenta berkurang. Akibatnya suplai zat makanan yang dibutuhkan janin

berkurang. Makanya, preeklampsi semakin parah atau berlangsung lama bisa

menghambat pertumbuhan janin. Preeklampsi dapat menyebabkan bahaya

pada ibu dan janin. Gejalanya adalah pembengkakan pada beberapa bagian

tubuh, terutama muka dan tangan. Lebih gawat lagi apabila disertai

peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba serta kadar protein yang tinggi

pada urin

2. Magnesium Sulfat merupakan obat untuk mencegah dan mengatasi

preeklamsia

B. Saran

Bagi masyarakat khususnya ibu hamil, dianjurkan untuk tetap waspada

terhadap kehamilannya, rutin untuk memeriksakan kehamilannya di pelayanan

kesehatan.

Bagi tenaga kesehatan perlu adanya deteksi dini dan penanganan cepat-tepat.

Kasus preeklampsia harus ditindak lanjuti secara berkala dan klien diberi

pendidikan kesehatan yang jelas bilamana harus kembali kontrol ke pelayanan


38

kesehatan. Dalam rencana pendidikan, (suami, orangtua, mertua, dll) harus

dilibatkan sejak awal kehamilan.


39

DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. ​Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita​.
Jakarta : Trans Info Medika.

Angsar. 2009. ​Ilmu Kebidanan​, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,


Jakarta.

Angsar. 2010. Hipertensi dalam Kehamilan Ilmu dalam Kebidanan.​Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Astuti,S.F. 2015​. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Preeklamsia Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014-2015​. Skripsi. Jakarta: Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatulloh.

Badan Pusat Statistik. 2013. ​Survei Demografi Kesehatan Indonesia


(SDKI)​.2012. BPS-BKKBN-Depkes-ORC Marco Calverton (USA).
Jakarta: SDKI 2012.

Bandiyah. 2009. ​Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik.​ Yogyakarta : Nuha


Medika.

Basana, Lely Desi Uli, Mynawati Ch, Rinawati Sembiring. 2017. ​Faktor–Faktor
Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Kehamilan Studicase
Controldi Wilayah Kerja Puskesmas Poriaha Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2017​. Jurnal Ilmiah Kohesi. ISSN : 2579-5872. Vol (1)
No. 3.

Cunningham FG, Leveno KJ, Hauth JC, Bloom SL, Rouse DJ, Spong CY. 2010.
Williams obstetric23rd Edition.​ New York: McGraw-hill Companies.

Cunningham FG Methew, warden, MD 2005. ​Hypertensive Disorder in


Pregnancy. Dalam C. F. al, William Obstetrics 23rd Ed​. New York:
McGraw-Hill Companies Inc.

Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes. 2013. ​Profil kesehatan ​Kabupaten Brebes


Tahun 2013. ​Brebes: Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2016. ​Profil kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2016. ​Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
40

Dollar.2008.​Hubungan Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kejadian Preeklampsi/


Eklampsia di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2006-2007​.Skripsi.
Medan: Universitas Sumetera Utara.

Gunawan, S. (2010). ​Reproduksi Kehamilan dan Persalinan.​ Jakarta: CV Graha.

Gafur, Abdul dkk, 2011, ​Hubungan antara Primigravida dengan Preeklampsia


yang dilaksanakan di beberapa Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Selatan
yaitu RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Makassar, RSKD Ibu dan Anak Siti
Fatimah, RSU Haji Makassar,​ Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Makasar.

Hukmiah, dkk. 2013. ​Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan


Antenatal Care Wilayah Pesisir Kecamatan Mandalle.​ Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin.

Holmes, dkk. 2011. ​Buku Ajar Ilmu Kebidanan​. Jakarta: EGC.

Indiarti. 2009. ​Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan,dan Perawatan Bayi​.


Yogyakarta: Diglossia Media.

Keman, Kusnarman. 2014. Patomekanisme Preeklampsia Terkini. Surabaya:


Universitas Brawijaya Press.

Kemenkes RI. 2010. ​Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010.​ Jakarta:


Kemenkes RI.

Manuaba, C. 2012. ​Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.​


Jakarta : EGC.

Manuaba, C. 2008. ​Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri- Ginekologi


Sosial untuk Profesi Bidan.​ Jakarta : EGC.

Marmi,dkk. 2001. ​Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka


Belajar.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2007. ​Kapita


Selekta Kedokteran.​ Edisi Ke-3. Jakarta: FKUI.

Mochtar, Rustam. 2011. ​Sinopsis Obstetri​. Jakarta: EGC.

Nuryani, Ade dkk, 2013, ​Hubungan Pola Makan, Sosial Ekonomi, Antenatal
Care dan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kasus Preeklampsia di Kota
41

Makassar,​ (Online), Volume II, No. 2, hal 104- 112, diakses 23 Mei
2014, (http://450-684-1- SM(2).pdf).

Prawirohardjo, S., 2010. ​Ilmu kebidanan.​ Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. ​Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.​ Jakarta :
Trans Info Medika

Saifuddin AB​. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.​


Jakarta: EGC. 2009.

Saraswati, nuning. 2014​. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Preeklampsia Pada Ibu Hamil (Studi Kasus Di Rsud Kabupaten Brebes
Tahun 2014​). Unnes Journal of Public Health UJPH 5 (2) (2016).

Taber, Ben-Zoin. 1994. ​Kedaruratan Obsetetri dan Gonekologi,​ Penerbit EGC,


Jakarta.

Vata PK, Chauhan NM, Nallathambi A, Hussein F. 2015. ​Assessment of


Prevalence Of Preeclampsia From Dilla Region of Ethiopia.​ BMC
Research Notes.

Wang, Sarosh Rana, et al. 2009. ​Preeclampsia: The Role of Angiogenic Factors
in Its Pathogenesis. ​American Physiological Journal Vol 24.

Wibisono H dan Dewi ABFK. 2009. ​Solusi Sehat Seputar Kehamilan.​ Jakarta:
PT Agro Media Pustaka.

WHO, UNICEF, UNFPA, and The World Bank Estimates. Trends in Maternal
Mortality: 1990-2010.Geneva: WHO; 2012.

Yogi, Etika Desi. 2014. ​Hubungan Antara Usia Dengan Preeklampsia Pada Ibu
Hamil Di POLI KIA RSUD Kefamenanukabupaten Timor Tengah Utara.
Jurnal Delima Harapan, Vol 3, No.2.
42

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN

Pertanyaan 1

Mengapa disfungsi endotelik menyebabkan peningkatan fibronektin selama

kehailan.

Jawaban :

Fribronektin merupakan glikoprotein dalam matrik ekstraseluler dan permukaan

sel, yang memainkan peran penting dalam perbaikan dan rekontruksi jaringan.

Pada ibu hamil dengan Pre Eklamsia mengalami disfungsi endotel karena ada

perubahan klinis dalam kehamilan yaitu adanya perlukaan pembuluh darah yang

mengakibatkan terjadinya koagulasi trombosit yang dipermudah oleh fibroektin

(perekatan trombosit) timbunan fibrin mengikuti. Dengan diikuti fibrinolisis

fibrinektin yang semakin meningkat sebagai fibroprotein yang dapat melekatkan

trombosit pada tempat perlukaan pembuluh darah.

Cara mengetahui adanya fibronektin yaitu dengan tes fetal fibronektin ( sumber :

pengantar kuliah obstetri Manuaba 2007 : EGC )

Pertanyaan 2

Mengapa Pre Eklamsia dapat meningkat pada ibu hamil primigravida?

Jawaban :

Ibu hamil primigravida rentan terhadap stress sehingga memicu peningkatan

Corticotropic Releasing Hormon (CRH) oleh hipotalamus sehingga tubuh


43

merespon untuk meningkatan hormon kortisol sehingga tubuh memberikan respon

dengan meningkatkan curah jantung maka akan meningkatkan tekanan darah

sehingga terjadi hipertensi.

You might also like