Professional Documents
Culture Documents
ID Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Keberhas PDF
ID Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Keberhas PDF
Abstract
Pulmonary tuberculosis (PT) is one of between two diseases (tuberculosis extrapulmonary) which includes 80% of the
overall disease events PT. Control efforts TB nationally by implement strategies DOTS. DOTS strategy recommended
WHO globally because result in the case finding and successful of high treatment.The purpose of this study was to
determine the factors influence successful treatment of pulmonary tuberculosis in Puskesmas Harapan Raya 2013. The
research is descriptive with cross sectional approach. The number of sample were 43 respondents taken by total
sampling with data collected tool was patientsregisters TB data retrieval using with retrospective. The data collection
was analyzed by univariate and bivariate using with Fisher's Exact test. The univariat results showed that the agesof
majority respondents was age of productive (83,7%), male (69,8%), compliance of treatment (69,8%), smear-negative
for tuberculosis (76,7%) and used drug of cathegory I (95,3%). The bivariate analyzed showed that significant
relationship between compliance level and smear-negative for tuberculosisand age with type of treatment (ρ value
0,000 < 0,05 and ρ value 0,023 < 0,05). The results showed there was not significant relationship between age and
smear-negative for tuberculosis, sex and smear-negative for tuberculosis, sex and type of treatment, and compliance
level with type of treatment (ρ value 0,656 > 0,05, ρ value 0,237 > 0,05, ρ value 0,086 > 0,05, dan ρ value 1,000 >
0,05). Based on results of this study, it is suggest to people who have awareness, willingness, and ability to improve the
knowledge and compliance in completing treatment of pulmonary tuberculosis.
Keyword: age, level of compliance, pulmonary tuberculosis, sex,smear for tuberculosismicroscopic examination after
treatment, type of treatment
729
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
penduduk tahun 2012, dengan hasil yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
sama tahun 2011 (WHO, 2011; WHO, 2013). pengobatan pasien dan kinerja keseluruhan
Penyakit TB merupakan penyebab program (Kemenkes Republik Indonesia,
kematian nomor tiga setelah penyakit 2013).
kardiovaskular dan penyakit saluran napas Strategi ini direkomendasikan WHO
pada semua kelompok usia, dan nomor satu secara global dalam pengendalian TB karena
dari golongan penyakit infeksi (Kemenkes menghasilkan angka kesembuhan yang tinggi
Republik Indonesia, 2013). Hasil Riset yaitu mencapai 85% (Kemenkes Republik
Kesehatan Dasar (Riskesda, 2013) pada bulan Indonesia, 2013). Angka penemuan kasus
Mei-Juni 2013 melaporkan bahwa prevalensi menunjukkan peningkatan yang signifikan
nasional TB paru tidak berbeda dengan tahun yaitu dari 21% pada tahun 2001 menjadi
2007 yaitu 0,4% dari seluruh penyakit di 82,38% pada tahun 2012. Angka keberhasilan
Indonesia (Balitbangkes Kemenkes Republik juga menunjukkan peningkatan yaitu dari
Indonesia, 2013). 87% pada tahun 2001 menjadi 90,2% pada
TB menjadi salah satu penyakit menular tahun 2012. Angka penemuan kasus dan
selain Human Immunodeficiency keberhasilan pengobatan merupakan indikator
Virus/AcquiredImmunodeficiency Virus yang digunakan untuk mengetahui
(HIV/AIDS) dan malaria yang upaya keberhasilan upaya pendeteksian kasus TB
pengendaliannya dinilai pada komitmen (Kemenkes Republik Indonesia, 2013).
global Millenium Development Goal’s Pengembangan strategi DOTS telah
(MDG’s). MDG’s menetapkan TB sebagai dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia
bagian dari tujuan di bidang kesehatan yang pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK);
terdiri dari; 1) menurunkan insidensi TB paru Puskesmas (96%) dan Rumah Sakit (RS)
pada tahun 2015; 2) menurunkan prevalensi (30%), baik Rumah Sakit Pemerintah, Swasta,
TB paru dan angka kematian akibat TB paru BUMN, dan TNI/Polri (Kemenkes Republik
menjadi setengahnya pada tahun 2015 Indonesia, 2013). Tiga FPK utama yang
dibandingkan tahun 1990; 3) sedikitnya 70% digunakan oleh pasien yang pernah menjalani
kasus TB paru dengan hasil Basil Tahan pengobatan TB antara lain Puskesmas,
Asam (BTA) positif terdeteksi dan diobati Rumah Sakit dan Praktik dokter swasta
melalui program Directly Observed (Dirjen P2PL Kemenkes Republik Indonesia,
Treatment Shortcourse (DOTS) atau 2011).
pengobatan TB paru dengan pengawasan Survei nasional tahun 2004
langsung oleh Pengawas Minum Obat menunjukkan bahwa pola pencarian
(PMO); dan 4) sedikitnya 85% tercapai pelayanan kesehatan pada anggota keluarga
Success Rate (SR) (Kemenkes Republik yang mempunyai gejala TB; 66% akan
Indonesia, 2013). memilih berkunjung ke Puskesmas, 49% ke
Upaya pengendalian TB secara nasional dokter praktik swasta, 42% ke Rumah Sakit
dilakukan dengan menerapkan strategi DOTS Pemerintah, 14% ke Rumah Sakit Swasta dan
mulai tahun 1995, yaitu strategi sebesar 11% ke bidan atau perawat praktik
penatalaksanaan TB yang menekankan swasta. Analisis lebih lanjut di tingkat
pentingnya pengawasan untuk memastikan regional menunjukkan bahwa Puskesmas
pasien menyelesaikan pengobatan sesuai merupakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi (FPK) utama di Kawasan Timur Indonesia
DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu; (KTI) (Dirjen P2PL Kemenkes Republik
1) komitmen politis yang berkesinambungan; Indonesia, 2011).
2) penemuan kasus melalui pemeriksaan Ketidakpatuhan pasien TB untuk
dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) menjalani pengobatan pada Fasilitas
pengobatan yang standar, dengan supervisi Pelayanan Kesehatan (FPK) secara teratur
dan dukungan bagi pasien; 4) keteraturan tetap menjadi hambatan dalam mencapai
penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; angka kesembuhan yang tinggi (Kemenkes
dan 5) sistem pencatatan dan pelaporan yang Republik Indonesia, 2013). Hasil penelitian
730
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
Simamora (2004) menyatakan kebanyakan yang yang cara ekonomis sangat efektif dan
pasien tidak teratur dalam berobat selama fase efisien dalam menemukan kasus TB
intensif karena tidak adekuatnya motivasi (Aditama, 2005). Penemuan dan
terhadap kepatuhan berobat dan pasien penyembuhan pasien TB menular bertujuan
merasa enak pada akhir fase intensif sehingga untuk menurunkan kesakitan dan kematian
tidak perlu kembali untuk pengobatan akibat TB, penularan TB di masyarakat, dan
(Dermawanti, 2014). merupakan kegiatan pencegahan penularan
Ketidakpatuhan terhadap obat yang TB yang paling efektif di masyarakat (Dirjen
diberikan dokter juga dapat meningkatkan P2PL Kemenkes Republik Indonesia, 2011).
risiko morbiditas, mortalitas, dan resistensi Berdasarkan permasalahan tersebut maka
obat baik pada pasien TB maupun pada peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
masyarakat luas. Diagnosa yang tepat, “faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan obat serta pemberian obat yang keberhasilan pengobatan TB paru”.
benar dari tenaga kesehatan ternyata belum
cukup untuk menjamin keberhasilan suatu TUJUAN PENELITIAN
terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan Untuk mengetahui faktor-faktor yang
pasien TB dalam mengkonsumsi obatnya mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB
(Dermawanti, 2014). paru (umur, jenis kelamin, tingkat kepatuhan,
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Riau didapatkan bahwa Kota Pekanbaru setelah pengobatan dan jenis pengobatan).
menempati urutan pertama dengan jumlah
penemuan pasien TB paru baru BTA positif MANFAAT PENELITIAN
sebesar 599 orang pada tahun 2013. Kota Manfaat penelitian ini diharapkan dapat
Pekanbaru mempunyai jumlah Puskesmas memberikan informasi dan dimanfaatkan
sebanyak 20 Puskesmas (termasuk 5 sebagai acuan ilmiah untuk melakukan
Puskesmas Rawat Inap). Data dari Dinas penelitian selanjutnya.
Kesehatan Kota Pekanbaru didapatkan bahwa
Puskesmas Harapan Raya menempati urutan METODOLOGI PENELITIAN
pertama dengan jumlah penemuan pasien TB Penelitian ini menggunakan desain
paru dan melakukan pengobatan sebanyak 43 penelitian cross sectionalanalitik. Sampel
orang pada tahun 2013. Setelah diobati pada penelitian ini adalah 43 orang pasien
didapatkan hasil pemeriksaan ulang BTA baru TB paru BTA positif yang berobat.
tetap positif pada akhir fase awal/intensif Pengambilan sampel menggunakan total
sebanyak 13 orang. samplingdengan pengambilan data secara
Keberhasilan pengobatan TB paru retrospektif berdasarkan register pasien TB.
ditentukan oleh kepatuhan pasien TB dalam Analisa data pada penelitian melalui dua
minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tahapan yaitu dengan menggunakan analisa
(Kemenkes Republik Indonesia, 2013). univariat dan bivariat.
Kepatuhan menyangkut aspek jumlah dan Analisa univariat untuk mengetahui
jenis OAT yang diminum, serta keteraturan karakteristik responden (umur, jenis kelamin,
waktu minum obat (Nainggolan, 2013). tingkat kepatuhan, hasil pemeriksaan dahak
Tingginya angka putus obat mengakibatkan secara mikroskopis setelah pengobatan, dan
tingginya kasus resistensi kuman terhadap jenis pengobatan) dan dijelaskan dalam
OAT yang membutuhkan biaya yang lebih bentuk tabel. Analisa bivariat untuk
besar dan bertambah lamanya pengobatan mengetahui hubungan antara umur, jenis
(Kemenkes Republik Indonesia, 2013). kelamin dan tingkat kepatuhan dengan
Keberhasilan pengobatan juga keberhasilan pengobatan (hasil pemeriksaan
ditentukan oleh penemuan kasus secara dahak secara mikroskopis setelah pengobatan
mikroskopis (Kemenkes Republik Indonesia, dan jenis pengobatan) menggunakan uji
2013). Hal ini dipilih mengingat secara umum Fisher’s Exact.
pemeriksaan mikroskopis merupakan cara HASIL
731
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
Penelitian yang telah dilakukan mulai negatif sebanyak 33 orang (76,7%). Jenis
bulan Agustus 2014 sampai Januari 2015 pengobatan TB paru responden mayoritas
didapatkan hasil sebagai berikut: menggunakan paduan OAT kategori I
sebanyak 41 orang (95,3%).
A. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk B. Analisa Bivariat
mendapatkan data mengenai umur, jenis Analisa bivariat digunakan untuk
kelamin, tingkat kepatuhan, hasil pemeriksaan melihat hubungan antara satu variabel
dahak secara mikroskopis setelah pengobatan independen (umur, jenis kelamin, dan tingkat
dan jenis pengobatan. kepatuhan) dengan satu variabel dependen
(hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Tabel 1 setelah pengobatan dan jenis pengobatan).
Distribusi frekuensi responden berdasarkan Adapun dalam analisa ini menggunakan
umur, jenis kelamin, tingkat kepatuhan, hasil Fisher’s Exact.
pemeriksaan dahak secara mikroskopis
setelah pengobatan dan jenis pengobatan Tabel 2
Hubungan umur dengan hasil pemeriksaan
No Karakteristik Frekuensi Persentase dahak secara mikroskopis setelah pengobatan
1 Umur
Produktif (15- 36 83,7 Sputum BTA OR
Nila
50 tahun) BTA BTA Total (95%
Umur iρ
Tidak produktif 7 16,3 negatif positif CI)
(> 50 tahun) N % N % N %
Total 43 100 Produkt 28 77 8 22,2 36 100
1,400
2 Jenis kelamin if ,8
(0,22
Laki-laki 30 69,8 Tidak 5 71 2 28,6 7 100 0,65
7-
Perempuan 13 30,2 produkt ,4 6
8,626
Total 43 100 if
)
Total 33 76 10 23,3 43 100
3 Tingkat ,7
kepatuhan
Patuh 30 69,8
Tidak patuh 13 30,2 Pada tabel 2 diketahui mayoritas
Total 43 100 responden berada pada masa umur produktif
4 Sputum BTA dengan hasil pemeriksaan dahak secara
BTA negatif 33 76,7 mikroskopis setelah pengobatan adalah BTA
BTA positif 10 23,3 negatif sebanyak 28 orang (77,8%),
Total 43 100 sedangkan BTA positif sebanyak 8 orang
5 Jenis
(22,2%). Responden dengan umur tidak
pengobatan
Kategori I 41 95,3 produktif didapatkan hasil pemeriksaan dahak
Kombipak 2 4,7 secara mikroskopis setelah pengobatan adalah
Total 43 100 BTA negatif sebanyak 5 orang (71,4%),
sedangkan BTA positif sebanyak 2 orang
Pada tabel 1 diketahui data umur (28,6%).
responden berdasarkan klasifikasi Kemenkes Hasil analisa diperoleh nilai ρ 0,656 > α
Republik Indonesia (2011) mayoritas pada (0,05) yang berarti Ho gagal ditolak dan dapat
kelompok umur produktif secara ekonomis disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
sebanyak 36 orang (83,7%). Pada jenis umur dengan hasil pemeriksaan dahak secara
kelamin responden mayoritas laki-laki mikroskopis setelah pengobatan. Hasil analisa
sebanyak 30 orang (69,8%). Pada tingkat diperoleh nilai OR sebesar 1,400 (95%
kepatuhan responden mayoritas patuh CI=0,227-8,626) artinya responden dengan
sebanyak 30 orang (69,8%). Pada hasil kelompok umur produktif mempunyai
pemeriksaan dahak secara mikroskopis peluang 1,4 kali untuk mendapatkan hasil
setelah pengobatan responden mayoritas BTA
732
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
BTA negatif dibandingkan dengan kelompok Total 33 76,7 10 23,3 43 100 11,6
umur tidak produktif. 91)
733
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
perubahan fisiologis terkait usia dan kekuatan infeksi (termasuk gaya hidup seperti merokok
untuk melawan infeksi (Puspasari, 2014). dan pekerjaan yang berasal dari polutan dari
Pada awal kelahiran pertahanan tubuh dalam atau luar ruangan) dan progresivitas
sangat lemah dan akan meningkat secara penyakit. Faktor yang mempengaruhi
perlahan sampai umur 10 tahun, setelah masa keberhasilan pengobatan adalah akibat
pubertas pertahanan tubuh lebih baik dalam sulitnya akses ke fasilitas pelayanan
mencegah penyebaran infeksi melalui darah, kesehatan, perilaku mencari sarana pelayanan
tetapi lemah dalam mencegah penyebaran kesehatan, dan stigma (Puspasari, 2014).
infeksi di paru. Tingkat umur pasien tidak Keterbatasan informasi, transportasi,
produktif dapat mempengaruhi kerja efek dan kesehatan dan ketergantungan finansial
obat, karena metabolisme obat dan fungsi (biaya pengobatan) dapat menyebabkan
organ tubuh kurang efisien pada bayi yang kesulitan pada perempuan pasien TB untuk
sangat mudah dan pada orang tua, sehingga mencari pengobatan akibat kekhawatiran
dapat menimbulkan efek yang lebih kuat dan terhadap efek dari diagnosis TB yang
panjang pada kedua kelompok umur diterimanya (Puspasari, 2014).
(Amaliah, 2012). Selanjutnya, tingkat kepatuhan
Secara sosial ekonomi pada kelompok responden diketahui mayoritas patuh terhadap
umur produktif mempunyai mobilitas yang pengobatan sebanyak 30 orang (69,8%).
tinggi serta interaksi sosial yang tinggi Kepatuhan terhadap keberhasilan pengobatan
sehingga memudahkan untuk menerima sangat penting. Strategi Directly Observed
informasi dan intervensi sosial yang diterima Treatment Shortcourse (DOTS) selama
oleh pasien TB paru untuk melakukan bertahun-tahun terus dikembangkan untuk
pengobatan. Intervensi sosial dapat meliputi menjaga pengawasan langsung terhadap
kunjungan rumh oleh tenaga kesehatan untuk kepatuhan pasien dalam minum OAT
memberikan informasi dan edukasi tentang (Puspasari, 2014).
TB terhadap pasien TB dan keluarga. Pentingnya pengawasan langsung
Hal ini didukung oleh pelayanan adalah untuk memastikan pasien
kesehatan di Puskesmas Harapan Raya yang menyelesaikan pengobatan sesuai ketentuan
mempunyai Poli DOTS yang menangani sampai dinyatakan sembuh (Kemenkes RI,
pengobatan pasien TB paru dan petugas 2013). Hal ini didukung oleh pelayanan
kesehatan memberikan informasi dan edukasi kesehatan yang diberikan petugas Poli DOTS
kepada pasien TB paru untuk menyelesaikan Puskesmas Harapan Raya telah menerapkan
pengobatan dan melakukan memeriksakan strategi DOTS dalam memberikan
dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan. pengobatan kepada pasien TB paru.
Selanjutnya, untuk jenis kelamin Pada hasil pemeriksaan dahak secara
diketahui bahwa mayoritas berjenis kelamin mikroskopis setelah pengobatan mayoritas
laki-laki (69,8%). Hasil Riskeda tahun 2013 responden didapatkan BTA negatif sebanyak
menunjukkan bahwa diagnosis TB paru yang 33 orang (76,7%). Pemeriksaan dahak penting
ditemukan berdasarkan jenis kelamin yaitu dilakukan karena diagnosis TB paru dapat
laki-laki (0,4%) dibandingkan perempuan ditegakkan apabila didapatkan hasil BTA
(0,3%). Profil kesehatan Indonesia 2012 positif, disamping itu pemeriksaan dahak juga
sebelumnya juga menunjukkan kasus BTA memberikan evaluasi terhadap keberhasilan
positif pada laki-laki hampir 1,5 kali pengobatan yang sudah diberikan.
dibandingkan kasus BTA positif pada Pemeriksaan dahak mudah dan murah
perempuan. Sebesar 59,4% kasus BTA positif sehingga dapat dikerjakan di Puskesmas, akan
yang ditemukan berjenis kelamin laki-laki dan tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk
40,6% kasus berjenis kelamin perempuan mendapatkan dahak terutama pasien yang
(Kemenkes Republik Indonesia, 2013). tidak batuk atau batuk non produktif (Amin &
Angka penemuan kasus TB lebih tinggi Bahar, 2010).
pada laki-laki dibandingkan perempuan dapat Hasil dahak didapatkan negatif
mencerminkan dari pajanan pada risiko dimungkinkan masih sensitif bakteri
735
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
736
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
737
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
ρ sebesar 0,023 dimana nilai ρ < 0,05 Terjadinya efek samping obat baik ringan
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat maupun berat dapat menyebabkan pasien
hubungan yang signifikan antara umur dengan tidak teratur minum obat dan berhenti
jenis pengobatan. sebagian atau seluruhnya minum obat bila
Hal ini dimungkinkan bahwa sistem kejadian efek samping tidak dilaporkan dan
imunologis pada umur tidak produktif segera ditatalaksana oleh petugas puskesmas.
(>50 tahun) pada umumnya menurun Tatalaksana kejadian efes samping obat perlu
sehingga sangat rentan terhadap berbagai ditangani secara tepat baik oleh petugas
penyakit, termasuk TB paru. Semakin tua puskesmas. Berhentinya pasien minum obat
umur akan terjadi perubahan fungsi secara harus segera ditangani secara tepat karena
fisiologik, patologik dan penurunan sistem akan membentuk perilaku yang menetap yaitu
pertahanan tubuh dan ini akan mempengaruhi pasien tidak mau melanjutkan minum obat
kemampuan tubuh menangani OAT yang (Amaliah, 2012).
diberikan (Nainggolan, 2013). Hasil analisa statistik hubungan jenis
Tingkat umur pasien dapat kelamin dengan jenis pengobatan diketahui
mempengaruhi kerja efek obat, karena bahwa sebanyak 30 orang (100%) responden
metabolisme obat dan fungsi organ kurang laki-laki mendapatkan OAT kategori I.
efisien pada umur tidak produktif seperti pada Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai
bayi yang sangat mudah dan pada orang tua, ρ sebesar 0,086 dimana nilai ρ > 0,05
sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
kuat dan panjang pada kedua kelompok umur hubungan antara jenis kelamin dengan jenis
ini (Amaliah, 2012). pengobatan. Hal ini dikarenakan paduan OAT
Terapi TB pada umur tidak produktif (> yang digunakan adalah kategori I untuk
50 tahun) tidak mudah karena populasi lanjut pasien TB paru di Unit Pelayanan Kesehatan
usia tidak dapat diandalkan untuk minum obat (UPK) seperti Puskemas, tanpa melihat
secara teratur, pada waktu yang tepat atau perbandingan antara laki-laki dan perempuan.
dalam dosis yang tepat, terutama jika Hal ini didukung oleh penelitian
beberapa obat harus diminum secara Suharmiati dan Maryani (2011) bahwa
bersamaan. Hal ini dimungkinkan karena fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan oleh
memori yang buruk, penglihatan yang buruk pasien TB paru untuk mendapatkan
dan kebingungan mental. pengobatan yaitu Puskesmas, dibandingkan
Pasien lanjut usia sering menjadi apatis pelayanan kesehatan lainnya. Puskesmas
tentang pengobatan mereka dan sering menerapkan paduan OAT sesuai dengan
didapatkan kurangnya tekad atau keinginan tatalaksana pengobatan TB yaitu OAT-KDT.
untuk menyelesaikan program pengobatan Prinsip pengobatan menurut Dirjen
enam bulan. Suatu studi retrospektif P2PL Kemenkes Republik Indonesia (2011)
menunjukkan bahwa pasien TB paru lanjut bahwa OAT harus diberikan dalam bentuk
usia hampir tiga kali lipat lebih mungkin kombinasi beberapa jenis obat (OAT-KDT),
untuk bereaksi terhadap OAT dibandingkan dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan pasien-pasien umur produktif. dengan kategori pengobatan karena lebih
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa menguntungkan dan sangat dianjurkan untuk
lanjut usia merupakan prediktor penting mencegah kekambuhan dan mencegah
hepatotoksisitas akibat INH dan rifampisin. terjadinya resistensi kuman terhadap OAT
Manfaat terapi etambutol dan streptomisin akibat monoterapi. OAT-KDT membuat
harus dipertimbangkan terhadap risiko dalam pasien tidak dapat memilih obat yang
pengelolaan pasien lanjut usia dan dosisnya diminum dan jumlah butir obat yang harus
juga harus disesuaikan mengingat efek diminum lebih sedikit sehingga dapat
samping yang sering terjadi pada pasien lanjut meningkatkan ketaatan pasien dan
usia (Kemenkes Republik Indonesia, 2013). memperkecil kesalahan resep oleh dokter
Efek samping obat juga mempengaruhi karena berdasarkan berat badan. OAT-KDT
keteraturan pasien dalam minum obat. terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid), 3
738
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
739
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
740
JOM Vol 2 No 1, Februari 2015
741