Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang banyak diantaranya cacing-cacing yang hidup
sebagai parasit. Cacing-cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan hospes
parasit. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus.
Dewasa ini masih sering terdengar berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan
masyarakat di Indonesia yang di sebabkan oleh nematoda parasit usus tersebut. Nematoda parasit usus
ini mempunyai beberapa jenis cacing, cacing-cacing itu mempunyai karakteristik masing-masing.
Seperti hospes dan penyakit yang berbeda, distribusi geografik, morfologi, daur hidup, diagnosis,
pengobatan, prognosis sampai epidemiologi yang berbeda. Pada dasarnya nematoda parasit usus
banyak di temukan di daerah tropis seperti Indonesia. Infeksi parasit usus terdiri dari Soil Transmitted
Helminths (STH) dan protozoa usus. Bahkan masih banyak pasien yang menderita penyakit akibat
nematoda parasit usus, karena parasit usus dapat menginfeksi berbagai usia, dan dampak terbesar
dialami oleh anak. Penyakit tersebut antara lain anemia defisiensi besi, diare, malabsorbsi, malnutrisi,
obstruksi usus, dan lebih lanjut gangguan tumbuh kembang dan kognitif serta respons imun terhadap
infeksi bakteri, virus, protozoa. Pada golongan dewasa infeksi cacing dapat menurunkan produktivitas
kerja. (Agnes Kurniawan,2011)
Salah satu spesies dari nematoda parasit usus tersebut adalah Ascaris lumbricoides (cacing
perut), penyebab penyakit askariasis ini paling banyak di temukan dan diperkirakan sekitar 1 milyar
penduduk dunia terinfeksi, sedangkan Giardia duodenalis adalah protozoa usus yang sering
ditemukan, menginfeksi sekitar 200 juta penduduk dunia. Selain itu masih banyak spesies dari
nematoda lainnya yang dapat merugikan. (Agnes Kurniawan,2011)
Cacing dapat menyebabkan kekurangan gizi, karena mereka menyerap nutrisi tubuh melalui
hilangnya nafsu makan sehingga anak-anak makan lebih sedikit, atau melalui menghentikan makanan
yang diserap dengan baik setelah telah dimakan. Anak-anak dengan infeksi cacing kronis dan sejumlah
besar cacing dapat terhambat dan kurus. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk
menyusun makalah tentang Nematoda Parasit Usus.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk:
a. Mengetahui bagaimana Pengertian Nematoda
b. Mengetahui apa itu Jenis Nematoda Usus
c. Mengetahui tentang Epidemiologi Infeksi Namatoda Usus
d. Mengetahui tentang Faktor Resiko Infeksi Nematoda Usus
e. Mengetahui Jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil Transmitted
Helminth)
f. Mengetahui apa itu Pemeriksaan Tinja pada Infeksi Nematoda Usus
g. Mengetahui Dampak Infeksi Kecacingan pada Orang Dewasa
h. Mengetahui Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan
i. Mengetahui Pengendalian Infeksi Nematoda Usus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang
bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini
mulai dari 2 mm sampai 1 m. Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus,
jaringan dan sistem peredaran darah, keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang
berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi.
Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering ditemukan pada tubuh
manusia. Nematoda yang hidup dalam usus manusia disebut dengan nematoda usus. Ciri-ciri umum
dari parasit ini diantara lain simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages, memiliki
coelom yang disebut pseudocoelomata, alat pencernaan lengkap alat ekskresi dengan selrenette atau
sistem havers, belum memiliki organ peredaran darah, respirasi dengan permukaan tubuh, cincin saraf
yang mengellingi esophagus merupakan pusat system saraf berumah dua, fertilisasi internal, tidak
dapat melakukan reproduksi aseksual, dan hidup bebas.
Nematoda usus terdiri dari beberapa spesies, spesies tersebut diantaranya Ascaris lumbricoides,
Strongyloides stercoralis, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Enterobius vermicularis,
Trichinella spiralis dan lain-lain.
Di antara nematoda usus ini yang paling sering menginfeksi manusia adalah yang ditularkan
melalui tanah atau disebut ”soil transmitted helminths ”. Empat jenis Soil Transmitted Helminths
(STH) yang paling sering menginfeksi adalah roundworm (Ascaris lumbricoides), whipworm
(Trichuris trichiura), dan hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sedangkan
Strongyloides stercoralis jarang ditemukan terutama pada daerah yang beriklim dingin (Srisari G.,
2006). Namun STH yang hanya dapat dibantu transmisinya oleh pedagang makanan (food handler)
melalui kontaminasi tangan adalah Ascaris lumbricoides dan Trichiuris trichiura.
Data WHO menyebutkan lebih dari 2 milyar orang di seluruh dunia menderita kecacingan.
Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang memiliki prevalensi tinggi infeksi cacing di dunia
(de Silva et.al., 2003). Di Indonesia, infeksi cacing masih merupakan masalah besar dalam kesehatan
masyarakat karena prevalensinya masih tinggi yaitu kurang lebih 45– 65%, bahkan di wilayah-wilayah
tertentu yang memiliki sanitasi lingkungan buruk, panas, dan kelembaban tinggi prevalensi infeksi
cacing bisa mencapai 80%.
Sumber : Bethony dkk, 2006 Tabel 2.1. Jenis Cacing Penyebab Utama Infeksi Nematoda
Usus di Seluruh Dunia
E. Jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil Transmitted Helminth)
1. Ascaris lumbricoides
a. Siklus Hidup Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 2.2. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides Dikutip dari : Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2009. Ascariasis: Biology,
Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html
Keterangan :
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus. Seekor cacing betina mampu menghasilkan telur sampai
240.000 per hari, yang akan keluar bersama feses.
2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infektif setelah 18 hari sampai beberapa
minggu di tanah.
3. Perkembangan telur tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum: lembab, hangat, tempat
teduh).
4. Telur infektif tertelan.
5. Telur masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian menembus mukosa
usus, masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru.
6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10-14 hari), menembus dinding alveoli, naik ke
saluran pernafasan dan akhirnya tertelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi
cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai dari tertelan telur infektif sampai menjadi cacing dewasa
sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun di dalam tubuh (Albert, 2006).
b. Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan
karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil
pada dinding alveolus dan timbul gangguan paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia.
Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Keadaan ini disebut
Sindrom Loffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita
mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat
keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga
terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu, cacing dewasa mengembara ke saluran empedu,
apendiks, atau bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu
tindakan operatif
c.Diagnosa
Diagnosa dengan menemukan telur di dalam tinja. Selain itu, diagnosis dapat pula dibuat apabila
cacing dewasa yang keluar sendiri baik melalui mulut, hidung, maupun tinja.
2. Trichuris trichiura
a. Siklus Hidup Gambaran umum siklus hidup cacing Trichuris trichiura dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambaran umum siklus hidup cacing Trichuris trichiura dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.3. Siklus Hidup Trichuris trichiura Dikutip dari :
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Trichuriasis: Biology, Atlanta:
Centers for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/biology.html
Keterangan :
1. Manusia merupakan hospes perantara cacing ini. Telur yang telah dibuahi keluar bersama tinja.
2.Awalnya telur mengandung dua sel selanjutnya membelah menjadi multiseluler, kemudian menjadi
embrio.
3. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada
tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan
bentuk infektif.
4. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang.
5. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.
6. Sesudah menjadi dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama
sekum. Cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari sebanyak 3000-20.000 butir. Cacing
ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing
dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. Jangka hidup (life span) selama 4-6 tahun, bahkan
dapat juga menginfeksi sampai 8 tahun (Srisari G, 2006).
b. Gejala Klinis
Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh
kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat
mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa
usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat
perlekatannnya dapat terjadi perdarahan. Selain itu, cacing ini mengisap darah hospesnya, sehingga
dapat menyebabkan anemia. Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris trichuira yang berat dan
menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri,
anemia, berat badan turun, dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum. Infeksi berat Trichuris
trichuira sering disertai infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak
memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala (Sutanto, 2008).
j. Diagnosa parasit ini dengan ditemukannya telur pada pemeriksaan tinja.
3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (hookworm)
a. Siklus Hidup Gambaran umum siklus hidup cacing hookworm dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
Keterangan :
1. Telur dikeluarkan oleh hospes bersama tinja
2. Setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari keluarlah larva rhabditiform.
3. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rhabditiform tumbuh menjadi larva filariform.
4. Larva filariform dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Larva filarform dapat menembus kulit
menginfeksi manusia.
Daur hidupnya sebagai berikut :
Telur → larva rhabditiform → larva filariform → menembus kulit → kapiler darah → jantung kanan
→ paru → bronkus → trakea → laring → usus halus.
b. Gejala Klinis
1) Stadium Larva Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
2) Stadium Dewasa Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing, serta keadaan gizi
penderita (Ferum dan Protein). Tiap cacing Ancylostoma duodenale menyebabkan kehilangan
darah 0,08-0,34 cc sehari, sedangkan Necator americanus 0,005-0,1 cc sehari. Biasanya
terjadi anemia hipokrom mikrositer pada infeksi berat. Disamping itu juga terdapat
eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak
menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
c. Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Untuk membedakan spesies
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat dilakukan biakan tinja dengan cara
Harada-Mori.