You are on page 1of 16

HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM

DIAJUKAN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Daftar Anggota Kelompok 4:

1) Mohammad Rafi Al Farizy (1807101009)


2) Bian Gilang Alfatha (1807101069)
3) Annisha Rahma Zhafira (180710101143)
4) Abdurrahman Rizqi (180710101169) (Ketua Kelompok)

Kelas PAI 29
Tahun Akademik 2018/2019
Universitas Jember
KATA PENGANTAR

Rasa syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hak
Asasi Manusia dalam Islam”. Makalah ini penulis tulis dalam rangka untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Dalam makalah ini akan membahas mengenai kontribusi umat Islam dalam
perumusan dan penegakan hukum di Indonesia serta bagaimana agama Islam
memandang hak asasi manusia yang akan dibahas lebih lanjut dan komprehensif di
dalam pembahasan. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengambil referensi dari
beberapa buku dan jurnal yang berkaitan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Muhammad Khotimil


Ashori, M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah PAI kami, semoga seluruh ilmu
yang disampaikan oleh beliau dapat bermanfaat bagi kami dan menjadi ladang amal
jariyah. Penulis juga berharap semoga makalah singkat ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, kami sangat menyadari bahwasanya


makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu, dikarenakan penulis
menilai banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini, penulis menerima
berbagai macam kritik dan saran dari para pembaca supaya penulis dapat berproses
lebih baik lagi di lingkungan kampus serta dapat bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarkat sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Jember, 11 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar ....................................................................................................... ..............i
Daftar Isi................................................................................................................ ..............ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. .............1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... .............2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ .............2
1.4 Manfaat.......................................................................................................................2
Bab II Pembahasan
2.1 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum di Indonesia.......3
2.2 HAM Menurut Ajaran Islam…...................................................................................7
Kesimpulan ............................................................................................................ .............11
Saran...................................................................................................................... .............12
Daftar Pustaka........................................................................................................ .............13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Menurut Bustanul Ariffin, setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, kita
belum berhasil memiliki sistem hukum nasional sendiri1. Jika dilihat dari sumbernya,
salah satu sumber hukum nasional di Indonesia adalah hukum Islam2, sebagian besar juga
berasal dari hukum Belanda dan sebagian kecilnya lagi berasal dari hukum adat yang
berkembang dalam masyarakat yang majemuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa
meskipun hukum Islam berpengaruh dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia,
lantas tidak menjadikan negara ini menjadi religious state – seperti yang terjadi di negara
Jazirah Arab – atau pun negara sekuler, karena tidak ada yang namanya agama negara
atau dalam bernegar tidak memisahkan secara ekstrim antara agama dengan kehidupan
bernegara seperti Amerika Serikat. Berlakunya hukum Islam diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang dominan dalam rangka pengembangan dan pembaharuan
hukum nasional yang mencerminkan kesadaran hukum masyarakat Indonesia,
dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam3.
Sebagai negara hukum, Indonesia tentunya sangat menghargai keberadaan dan
melindungi hak asasi manusia warga negaranya. Hak asasi manusia, adalah prinsip-prinsip
norma yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara
teratur sebagai hak-hak hukum dalam kota dan internasional4. Konstitusi di Indonesia
telah jelas mengamanahkan para penyelenggara negara untuk menjamin adanya dan
berlangsungnya HAM seperti yang telah tercantum pada konstitusi pasal 28 huruf A
sampai J. Berbicara mengenai HAM dalam Islam, jika ditelisik dari sejarah yang telah
berlangsung, pasti sangat erat kaitannya dengan Piagam Madinah dibawah kepemimpinan
Nabi Muhammad SAW yang menjunjung tinggi HAM sekaligus pencetus konsep HAM
pertama di dunia secara yuridis formal5. Konstitusi Madinah dapat diterima oleh semua
golongan dan lapisan masyarakat, didalamnya mengatur pola hidup bersama antara kaum
muslim dengan orang non-muslim6.

1
SYARI’AT ISLAM DAN UPAYA PEMBENTUKAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA, oleh M. Sularno.
2
Ibid.
3
Ibid.
4
ALSA Law Study Book, oleh ALSA local chapter Universitas Sriwijaya dan Universitas Jember.
5
PIAGAM MADINAH DAN RESOLUSI KONFLIK, oleh Bukhori Abdul Somad.
6
Ibid.

1
Berangkat dari penjelasan-penjelasan singkat yang dipaparkan penulis sebelumnya,
penulis ingin membahas secara lebih lanjut dan komprehensif mengenai keberlakuan
hukum Islam di Indonesia serta relevansi dan implementasinya terhadap HAM di tanah
air. Melalui makalah ini, diharapkan mampu mengedukasi kita sebagai warga negara
Indonesia untuk menghormati HAM yang dimiliki seseorang baik jika ditinjau dari aspek
yuridis formal mau pun syariat Islam.

1. 2. Rumusan Masalah
1. 2. 1. Apa saja peran umat Islam dalam pembangunan hukum di Indonesia?
1. 2. 2. Bagaimana perkembangan hukum Islam di Indonesia?
1. 2. 3. Bagaimana Islam memandang HAM?
1 2. 4. Bagaimana implementasi nilai-nilai HAM di tanah air?
1. 3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini dibuat adalah agar penulis dan juga pembaca mengerti dan
memahami terkait HAM dari segi normatif-yuridis serta sosiologis-empiris.
1. 4. Manfaat
Manfaat dari makalah ini dibuat adalah agar mampu melahirkan generasi-generasi
yang mampu berpikir kritis terhadap permasalahan HAM di negeri ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum di Indonesia
Muhammad Muslehuddin berpendapat bahwa hukum adalah sekumpulan aturan, baik
yang berasal dari aturan formal mau pun adat, yang diakui oleh masyarakat dan bangsa
tertentu sebagai mengikat bagi anggotanya7. Terkait dengan hal tersebut, sudah sepatutnya
seluruh umat Islam mengikuti syariat-syariat Islam yang mengatur tidak hanya terbatas
pada hubungan manusia dengan Allah saja, melainkan juga mengatur hubungan manusia
dengan manusia yang lain.
Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, umat Islam ikut turut serta dalam
pembangunan hukum di Indonesia. Di Indonesia, masyarakat Islam terbagi menjadi tiga
golongan, yaitu golongan priyayi, golongan abangan, dan golongan putihan/santri8.
Golongan-golongan tersebut lahir tidak lepas dari kajian historis masuknya Islam ke
Nusantara dan hal tersebut menunjukkan bahwa Islam di Indonesia telah ada sejak
sebelum Belanda masuk dan menjajah Indonesia. Terdapat 7 periodisasi masuknya Islam
di tanah air, diantaranya adalah sebagai berikut9:
Periode Kerajaan Islam
Islam masuk ke Nusantara dengan cara damai sehingga dapat diterima dalam
kehidupan bermasyarakat saat itu. Proses penerimaan tersebut tidak lepas juga dengan
adanya proses akulturasi budaya-budaya antara budaya Islam dan Hindu yang menjadi
agama mayoritas saat itu. Banyak kerajaan-kerajaan Islam yang menggunakan syariat
Islam sebagai hukum postif bagi kerajaannya, seperti kerjaan Samudra Pasai yang menjadi
rujukan hukum Islam Kerajaan Malaka yang pada akhirnya mengantarkan kerajaan
tersebut menjadi rujukan hukum Islam di Nusantara dengan nama kitab yang berjudul
“Shirathal Mustaqim”, Kerajaan Mataram yang mempunyai pengadilan di Serambi Masjid
Agung, dan Kerajaan Cirebon yang mempunyai penghulu di masing-masing daerah yang
menegakkan hukum Islam10. Hal-hal tersebut menunjukkan berlakunya teori receptie in
complexiu, dimana hukum Islam dapat diterima dan berkembang ditengah berlakunya
hukum adat.

7
Bambang Subendi, Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011) hlm. 44 dalam buku Hukum
Islam Sejarah dan Perkembangannya karya Dr. Dyah Octhorina Susanti, S.H., M.Hum. hlm. 3.
8
M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200 (Basingstoke: Palgrave Macmillan, 2008) hlm. 189
dalam jurnal Lahirnya Ide Kemerdekaan dan Perumusan Dasar Negara Indonesia karya Muhammad Bahrul
Ulum.
9
Dr. Dyah Octhorina Susanti, S.H., M.Hum. dalam buku Hukum Islam Sejarah dan Perkembangannya, (Jember:
Pustaka Amma Amalia, 2018).
10
Ibid. Hlm. 118.

3
Periode Penjajahan Belanda
Pemberlakuan hukum Islam pada masa penjajahan Belanda masih tetap berlanjut
meskipun terdapat dinamika yang terjadi dalam bidang sosial-politik pemerintahan
Belanda kala itu. Dalam pasal 778 ayat 2 Reegeringsreglement, dasar hukum berlakunya
hukum Islam pada masa kekeuasaan VOC menegaskan bahwa dalam perkara perkara
perdata antara sesama orang bumi putera atau dengan mereka yang disamakan dengan
mereka maka mereka tunduk pada putusan hakim agama atau kepala masyarakat yang
menyelesaikan perkara itu menurut undang-undang agama atau ketentuan lama mereka11.
Periode Penjajahan Jepang
Segala peraturan-peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Belanda masih tetap
diberlakukan sepanjang tidak bertentangan, begitu pun dengan Peradilan Agama yang
masih tetap dipertahankan seoanjang tidak bertentangan dengan kepentingan pemerintah
Jepang pada saat itu12. Kebijakan kebijakan pemerintah Jepang guna menarik simpati
umat Islam diantaranya adalah melindungi dan memajukan Islam sebagai agama
mayoritas penduduk pulau Jawa, mendirikan Kantor Urusan Agama Islam, mengizinkan
berdirinya ormas Islam, memberikan persetujuan terhadao berdirinya Majelis Syura
Muslimin Indonesia (Masyumi), memberikan persetujuan terhadap Hizbullah,
mengembalikan kewenangan Pengadilan Agama
Periode Kemerdekaan Indonesia
Dalam periode ini, terdapat perbedaan pandangan antara tokoh kaum nasionalis dan
tokoh religi (dalam hal ini Islam) karena menurut Muhammad Yamin, Indonesia merdeka
bukan sebagai negara sekuler dan bukan juga sebagai negara Islam13. Pada satu sisi,
adanya desakan Indonesia untuk menjadi sebuah negara yang mengakomodasi keragaman
karena beragamnya komposisi masyarakat Indonesia14. Pada sisi lain, terdapat justifikasi
bahwa penduduk Indonesia merupakan mayoritas Muslim dan adanya keinginan bahwa
Islam mendapatkan posisi utama karena Islam juga memiliki kontribusi yang
signifikanalam perjuangan melawan penjajahan15. Kaum agamis (yang dalam hal ini
diwakilkan oleh Agus Salim dan Wachid Hasyim) serta kaum nasionalis-sekuler
(Muhammad Yamin dan Soepomo) bahu membahu membangun sebuah bakal konstitusi
Indonesia saat ini, yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Dalam perdebatan

11
Ibid. Hlm. 123.
12
Ibid. Hlm. 124.
13
Ibid. Hlm. 127.
14
Muhammad Bahrul Ulum, Lahirnya Ide Kemerdekaan dan Perumusan Dasar Negara Indonesia, Op. Cit.
15
Ibid.

4
mengenai pemisahan antar agama dan negara, Hatta sepakat untuk memisahkan ruang
privat (agama) dengan ruang publik. Sedangkan Supomo mengkritisi usulan dari
kelompok Islam mengenai ide negara Islam dengan menggarisbawahi pentingnya model
kesatuan untuk negara Indonesia yang hendak lahir16. Bagi Supomo, ada perbedaan antara
negara Islam dan negara yang dibangun dnegan cita-cita Islam17. Negara Islam dimaknai
dengan sebuah negara yang tidak dapat dipisahkan dari agama, di mana negara dan agama
adalah satu dan keseluruhan18. Untuk negara Islam, menurut Supomo, berarti tidak
membentuk sebuah negara yang kesatuan, namun negara yang akan identik dengan
kelompok terbesar, yaitu kelompok Islam19. Pada akhirnya, telah ditetapkan Piagam
Jakarta yang dikenal sekarang yang sekaligus juga menjadi mukkadimah UUD 1945.
Pada masa kemerdekaan, hukum Islam semakin terlihat perkembangannya melalui
kebijakan-kebijakan terkait Pengadilan Agama, dimana bila sebelumnya pegawai-
pegawainya tidak menerima gaji tetap, setelah kemerdekaan pemerintah menyediakan
anggaran belanja Pengadilan Agama. Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25
Maret 1946 mengamanahkan Mahkamah Islam Tinggi diserahkan kepada Kementerian
Agama, bukan Kementerian Kehakiman20. Hal tersebut menunjukkan bahwa umat
Muslim turut aktif dan eksis dalam pembangunan hukum positif di Indonesia.
Periode Orde Lama
Pada saat Indonesia berubah bentuk menjadi negara serikat yang menghasilkan sebuah
konstitusi yang bernama Konstitusi RIS sama sekali tidak menegaskan posisi hukum
Islam, baik dalam mukkadimah mau pun batang tubuh UUDS 1950, kecuali pasal 34 yang
rumusannya sama dengan pasal 29 UUD 1945. Dalam periodisasi ini, kaum Muslim pelu
sedikit merunduk dalam memperjuangkan cita-citanya, karena Partai Masyumi
dibubarkan oleh Soekarno.

Periode Order Baru

Upaya untuk mempertegas kedudukan hukum Islam ditunjukkan oleh seorang menteri
agama dari kalangan NU bernama K.H. Muhammad Dahlan, yang mengajukan RUU
Perkawinan Umat Islam di DPR Gotong Royong (DPR-GR)21. Meskipun pengajuan
tersebut pada akhirnya gagal, namun pemerintah berhasil mengeluarkan produk Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman yang mengakui adanya

16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum., Op.Cit. hlm. 127
21
Ibid. hlm. 130

5
Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah
Agung22.
Diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama merupakan
kemajuan hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional. Peradilan agama
merupakan suatu badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang mandiri dalam menegakkan
hukum berdasarkan hukum Islam berkenaan dengan perkara-perkara perdata seperti di
bidang perkawinan (UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf, dan sadaqah23.
Periode Reformasi
Setelah bergulingnya orde baru, pada periode reformasi ini pengembangan hukum
Islam di tanah air kian massif, tidak hanya terpaku pada enam bidang yang telah
dipaparkan sebelumnya. Beberapa diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Qanun (peraturan) Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam dan juga dalam
bidang perbankan syariah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
Berkaitan dengan UU Perbankan Syariah, semenjak berlakunya UU Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan dan Perbankan Syariah (yang selanjutnya diatur secara tersendiri
dalam UU yang berbeda), pada tahun 2005 jumlah Bank Syariah di Indonesia bertambah
menjadi 20 unit, bank umum syariah dan unit usaha syariah menjadi 17 unit 24. Bertambah
banyaknya bank syariah tersebut dilengkapi dasar hukum tang dijadikan pedoman dlaam
pemberlakuan perbankan syariah di Indonesia, seperti Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijtihad
ulama25

22
Ibid.
23
Ibid. Hlm. 132.
24
Ibid. Hlm. 134.
25
Ibid. Hlm. 135.

6
2. 2. HAM Menurut Ajaran Islam
Doktrin tentang HAM sekarang ini sudah diterima secara universal sebagai a moral,
political, and legal framework and as a guideline dalam membangun dunia yang lebih
damai dan bebas dari ketakutan dan penindasan serta perlakuan yang tidak adil26. Maka
dari itu, apabila kita ingin membangun sebuah negara menjadi negara yang maju, yang
terlebih dahulu perlu untuk dibenahi adalah hukumnya guna menjamin terlindungnya hak-
hak sipil warga negaranya.
John Locke, seorang filsuf politik dari Inggris, mengatakan bahwa hak asasi adalah
hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
Sedangkan, menurut A. Mansur Efendi memberikan definisi hak manusia adalah hak
milik bersama umat manusia yang diberikan oleh Tuhan untuk selama hidupnya27.
Dalam praktik implementasi nilai-nilai HAM di seluruh dunia, terdapat negara di
dunia yang menerapkan hukum untuk menjamin HAM berdasarkan hukum agama
(religious state) ada juga yang memisahkan antara hukum negara dengan hukum
(secularism state). Dalam praktik ketatanegaraan Indonesia justru lebih menarik, karena
meskipun hukum Islam masuk sebagai salah satu sumber hukum nasional tidak
menjadikan negara Indonesia menjadi negara Islam seperti di negara-negara Jazirah Arab
serta tidak menjadikan Indonesia sebagai negara yang sekuler. Dalam tataran kehidupan,
Hak Asasi Manusia terdiri dari hak ekonomi, sosial, dan budaya serta hak sipil dan politik.
Oleh karena itu nilai-nilai HAM yang terdapat dalam setiap bidang kehidupan harus
mendapat perlindungan oleh hukum, melalui penegakan hukum itu sendiri28
Dalam totalitas Islam kewajiban manusia kepada Allah mencakup juga kewajibannya
kepada setiap individu yang lain29. Dalam syariat Islam, dikenal habluminallah (hubungan
makhluk dengan sang pencipta) dan habluminannas (hubungan makhluk dengan
sesamanya). Maka secara paradoks hak-hak setiap individu itu di lindungi oleh segala
kewajiban di bawah hukum Ilahi, sebagaimana suatu negara secara bersama-sama dengan
rakyat harus tunduk pada hukum, yang berarti negara juga harus melindungi hak-hak
individu30. Hal demikian telah tercantum pada QS. Al-Hujurat (49) yang artinya:
"Hai sekalian manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu

26
Buku Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, oleh Prof. Jimmly Assshidiqie, S.H. hlm. 343
27
HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM ISLAM, oleh Dahlia H. Mo'u
28
Ibid.
29
Ibid.
30
Ibid.

7
disisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Untuk tegaknya suatu sistem yang teratur, diperlukan suatu peraturan atau undang-
undang atau dalam bentuk yang lebih tinggi yang disepakati semua pihak yang dinamakan
konstitusi. Berbicara mengenai hak asasi manusia dalam Islam, jika ditelusuri dari kajian
historis, tentu tidak pernah terlepas dari piagam Madinah, sebuah konstitusi yang digagas
oleh Nabi Muhammad SAW untuk diberlakukan di Madinah yang pada saat itu terdiri dari
beberapa etnis, suku, dan golongan. Piagam Madinah berisi tentang peraturan-peraturan
yang mengatur kehidupan antara kaum Anshar, Muhajjirin, dan Yahudi Yatsrib supaya
tidak ada pelanggaran-pelanggaran hak seperti perampasan dan perbudakan. Perjanjian
dengan komunitas Yahudi, yang katakanlah dapat disebut sebagai contract social pertama
di dalam sejarah umat manusia, adalah untuk membina kesatuan hidup berbagai golongan
warga Madinah31.
Dalam Piagam tersebut dirumuskan kebebasan beragama, hubungan antar kelompok,
kewajiban mempertahankan kesatuan hidup dengan membangun tatanan hidup bersama
yang mantap dan riil dengan mengikutsertakan semua golongan sekali pun berbeda ras,
keturunan, golongan dan agama32. Munawir Syazali menyimpulkan prinsip dasar Piagam
ini sebagai berikut33:
1. Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu
komunitas.
2. Hubungan antara anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas yang lain
didasarkan atas prinsip-prinsip;
- Bertentangga baik
- Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
- Membela mereka yang teraniaya
- Saling menasehati, dan
- Menghormati kebebasan beragama.

Ada pun menurut Al-Quran dan konvensi HAM PBB telah mengatur mengenai
prinsip-prinsip ham adalah prinsip martabat manusia (Q.S at-Tiin: 3 dan dalam HAM PPB
Pasal 1 dan 3), prinsip persamaan (Q.S Al-Hujurat: 13 dan dalam HAM PBB Pasal 6 dan
7), prinsip kebebasan berpendapat (HAM PBB Ps. 19), prinsip kebebasan beragama (Q.S.

31
Ibid.
32
Piagam Madinah dan UUD 1945, oleh Ahmad Sukardja, h.121
33
Islam dan Tata Negara, oleh Munawir Syazali, (Jakarta: UI Press, 1990) h. 15 dalam jurnal HAK ASASI
MANUSIA (HAM) DALAM ISLAM, Op. Cit.

8
Al-Imron: 256 dan dalam HAM PBB Pasal 18), prinsip hak atas jaminan sosial (Q.S Al –
Imron: 273), dan hak atas harta benda (HAM PBB Ps. 17).

Dalam perspektif Islam, dilihat dari pemaparan-pemaparan sebelumnya, dapat


diketahui bahwa ajaran Islam adalah ajaran rahmatanlil’alamiin, membawa keselamatan
bagi seluruh umat dan sangat menghargai hak-hak individu dan saling tolong menolong
dalam urusan muamalah. Maka dari itu, apabila suatu individu/kelompok mendapatkan
kesusahan maka suatu individu/kelompok lainnya harus membantu supaya mereka keluar
dari kesusahan, karena mereka mendapatkan hak untuk ditolong dan menolong.
Implementasi penegakan HAM di Indonesia tidak terlepas dari pemberlakuan hukum
positif di Indonesia. Pancasila menjadi bukti bahwa negara ini meskipun mayoritas Islam
namun tetap menghargai dan mengakui agam selain Islam seperti yang tercantum pada
sila pertama. Terbukti dalam konstitusi Pancasila terdapat 7 ketentuan yang mempertegas
bahwa Pancasila mengakomodir agama, yaitu :
1. Alinea ketiga Pembukaan UUD yang menyebut “Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa” sebagai basis pernyataan kemerdekaan Indonesia;
2. Pasal 9 yang mewajibkan Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama dihadapan MPR dan/atau DPR dan/atau MA;
3. Pasal 24 Ayat (2) yang menjelaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan
oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya yang salah satunya
adalah Peradilan Agama.
4. Pasal 28J bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dan setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nila agama, kemanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis;
5. Pasal 29 ayat 1 bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”
6. Pasal 31 ayat 3 yakni “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur undang-undang;
7. Pasal 31 ayat 5 UUD bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

9
Pancasila merupakan sumber hukum materiil dari segala sumber hukum positif yang
ada di Indonesia, Pancasila juga merupakan hasil dari perundingan antara kaum nasionalis
yang tidak ingin menjadikan Indonesia menjadi negara Islam karena keberagaman yang
dimiliki dan kaum religuis yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam serta
berasaskan hukum Islam sebagai satu kesatuan hukum nasional.

10
BAB III
PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
Dalam membicarakan diskursus mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) terntu tidak
dpat lepas dengan upaya penegakan hukum di negara yang bersangkutan, karena hanya
melalui instrumen-insrumen hukum lah HAM dapat dijamin eksistensinya. Dalam konteks
pembangunan jaminan HAM di Indonesia, umat Islam turut andil didalamnya dengan
berkontribusi secara penuh dalam membangun bangunan hukum nasional di tanah air,
diantaranya adalah diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. Seringkali undang-undang tersebut diubah, karena sifat
hukum adalah dinamis, maka dari itu undang-undang yang mengatur segala aspek
kehidupan yang dirasa tidak sesuai dengan perkembangan zaman akan diganti dengan
undang-undang yang baru. Ada pula dari yang semula belum diatur, menjadi telah diatur
dikarenakan tuntutan zaman, seperti pada undang-undang perbankan syariah.
Islam memandang bahwa relasi dengan Allah (habluminallah) harus diseimbangi pula
dengan relasi dengan sesama manusia (habluminannas) karena Islam tidak hanya
mengajarkan mengenai syariat tapi juga dalam bidang muamalah. Maka dari itu, individu
atau sekelompok individu yang sedang mengalami kesusahan haruslah ditolong karena hal
tersebut merupakan hak dari individu/sekelompok individu tersebut untuk mendapatkan
bantuan.
Implementasi penegakan HAM di Indonesia tidak terlepas dari pemberlakuan hukum
positif di Indonesia. Pancasila menjadi bukti bahwa negara ini meskipun mayoritas Islam
namun tetap menghargai dan mengakui agam selain Islam seperti yang tercantum pada
sila pertama. Pancasila merupakan sumber hukum materiil dari segala sumber hukum
positif yang ada di Indonesia, Pancasila juga merupakan hasil dari perundingan antara
kaum nasionalis yang tidak ingin menjadikan Indonesia menjadi negara Islam karena
keberagaman yang dimiliki dan kaum religis yang menginginkan Indonesia menjadi
negara Islam serta berasaskan hukum Islam sebagai satu kesatuan hukum nasional.

11
3. 2. Kritik dan Saran
Penulis bukan lah makhluk yang sempurna, dalam makalah ini masih terdapat
kekurangan kekurangan yang dialami penulis dalam pembuatan makalah ini. Maka dari
itu, kami penulis membuka kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan
kemampuan (skill) menulis para penyusun makalah.

12
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Asshidiqie, Jimly. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Depok: RajaGrafindo
Persada
2. Susanti, Octhorina Dyah. 2018. Hukum Islam Sejarah dan Perkembangannya di
Indonesia. Bogor: Pustaka Amma Alamia.

Jurnal

1. Shomad, Abdul Bukhori. 2013. Piagam Madinah dan Revolusi Konflik. VIII(20) : 53 –
66.
2. Sularno, M. 2006. Syari’at Islam dan Uppaya Pembentukan Hukum Positif di
Indonesia. XVI : 211 – 219.

13

You might also like