You are on page 1of 8

1.

PERADABAN MESIR
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika.
Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil. Peradaban ini dimulai dengan
unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM, dan selanjutnya berkembang
selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir melalui periode
kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode
ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai
puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai
mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada
periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31
SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir
Ptolemeus sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah
pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi
menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah
sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban
merdeka Mesir.

A. Periode Pradinasti
Pada masa pra dan awal dinasti, iklim Mesir
lebih subur daripada saat ini. Sebagian wilayah Mesir
ditutupi oleh sabana berhutan dan dilalui oleh
ungulata yang merumput. Flora dan fauna lebih
produktif dan sungai Nil menopang kehidupan
unggas-unggas air. Perburuan merupakan salah satu
mata pencaharian utama orang Mesir. Selain itu, pada
periode ini, banyak hewan yang didomestikasi
Guci pada periode pradinasti.
Sekitar tahun 5500 SM, suku-suku kecil yang menetap di lembah sungai
Nil telah berkembang menjadi peradaban yang menguasai pertanian
dan peternakan. Peradaban mereka juga dapat dikenal melalui tembikar
dan barang-barang pribadi, seperti sisir, gelang tangan, dan manik.
Peradaban yang terbesar di antara peradaban-peradaban awal adalah Badari di
Mesir Hulu, yang dikenal akan keramik, peralatan batu, dan penggunaan tembaga.
Di Mesir Utara, Badari diikuti oleh peradaban Amratia dan Gerzia. Yang
menunjukkan beberapa pengembangan teknologi. Bukti awal menunjukkan
adanya hubungan antara Gerzia dengan Kanaan dan pantai Byblos.
Sementara itu, di Mesir Selatan, peradaban Naqada, mirip dengan Badari,
mulai memperluas kekuasaannya di sepanjang sungai Nil sekitar tahun 4000 SM.
Sejak masa Naqada I, orang Mesir pra dinasti mengimpor obsidian dari Ethiopia,
untuk membentuk pedang dan benda lain yang terbuat dari flake. Setelah sekitar
1000 tahun, peradaban Naqada berkembang dari masyarakat pertanian yang kecil
menjadi peradaban yang kuat. Pemimpin mereka berkuasa penuh atas rakyat dan
sumber daya alam lembah sungai Nil. Setelah mendirikan pusat kekuatan di
Hierakonpolis, dan lalu di Abydos, penguasa-penguasa Naqada III memperluas
kekuasaan mereka ke utara.
Budaya Naqada membuat berbagai macam barang-barang material - yang
menunjukkan peningkatan kekuasaan dan kekayaan dari para penguasanya -
seperti tembikar yang dicat, vas batu dekoratif yang berkualitas tinggi, pelat
kosmetik, dan perhiasan yang terbuat dari emas, lapis, dan gading. Mereka juga
mengembangkan glasir keramik yang dikenal dengan nama tembikar glasir
bening. Pada fase akhir masa pra dinasti, peradaban Naqada mulai menggunakan
simbol-simbol tulisan yang akan berkembang menjadi sistem hieroglif untuk
menulis bahasa Mesir kuno.

B. Periode Dinasti Awal

Pelat Narmer menggambarkan penyatuan Mesir Hulu dan Hilir.


Pendeta Mesir pada abad ke-3 SM, Manetho, mengelompokan garis
keturunan firaun yang panjang dari Menes ke masanya menjadi 30 dinasti. Sistem
ini masih digunakan hingga hari ini. Ia memilih untuk memulai sejarah resminya
melalui raja yang bernama "Meni" (atau Menes dalam bahasa Yunani), yang
dipercaya telah menyatukan kerajaan Mesir Hulu dan Hilir (sekitar 3200 SM).
Transisi menuju negara kesatuan sejatinya berlangsung lebih bertahap, berbeda
dengan apa yang ditulis oleh penulis-penulis Mesir Kuno, dan tidak ada catatan
kontemporer mengenai Menes. Beberapa ahli kini meyakini bahwa figur "Menes"
mungkin merupakan Narmer, yang digambarkan mengenakan tanda kebesaran
kerajaan pada pelat Narmer yang merupakan simbol unifikasi.
Pada Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat
kekuasaan mereka terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibukota di Memphis.
Dengan ini, firaun dapat mengawasi pekerja, pertanian, dan jalur perdagangan ke
Levant yang penting dan menguntungkan.. Peningkatan kekuasaan dan kekayaan
firaun pada periode dinasti awal dilambangkan melalui mastaba (makam) yang
rumit dan struktur-struktur kultus kamar mayat di Abydos, yang digunakan untuk
merayakan didewakannya firaun setelah kematiannya.[22] Institusi kerajaan yang
kuat dikembangkan oleh firaun untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah,
pekerja, dan sumber daya alam, yang penting bagi pertumbuhan peradaban Mesir
kuno.

C. Kerajaan Lama
Kemajuan dalam bidang arsitektur, seni, dan teknologi dibuat pada masa
Kerajaan Lama. Kemajuan ini didorong oleh meningkatnya produktivitas
pertanian, yang dimungkinkan karena pemerintahan pusat dibina dengan baik.
Dibawah pengarahan wazir, pejabat-pejabat negara mengumpulkan pajak,
mengatur proyek irigasi untuk meningkatkan hasil panen, mengumpulkan petani
untuk bekerja di proyek-proyek pembangunan, dan menetapkan sistem keadilan
untuk menjaga keamanan.
Dengan sumber daya surplus yang ada karena
ekonomi yang produktif dan stabil, negara
mampu membiayai pembangunan proyek-proyek
kolosal dan menugaskan pembuatan karya-karya
seni istimewa. Piramida yang dibangun oleh
Djoser, Khufu, dan keturunan mereka,
merupakan simbol peradaban Mesir Kuno yang
paling diingat.
Seiring dengan meningkatnya kepentingan
pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis
(sesh) dan pejabat berpendidikan, yang diberikan
tanah oleh firaun sebagai bayaran atas jasa
mereka. Firaun juga memberikan tanah kepada
struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-
kuil lokal untuk memastikan bahwa institusi-
institusi tersebut memiliki sumber daya yang
cukup untuk memuja firaun setelah
kematiannya. Pada akhir periode Kerajaan
Lama, lima abad berlangsungnya praktik-praktik
feudal pelan-pelan mengikis kekuatan
Patung firaun Menkaura di Boston
Museum of Fine Arts. ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu
membiayai pemerintahan terpusat yang besar. Dengan berkurangnya kekuatan
firaun, gubernur regional yang disebut nomark mulai menantang kekuatan firaun.
Hal ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan besar antara tahun 2200 hingga
2150 SM, sehingga Mesir Kuno memasuki periode kelaparan dan perselisihan
selama 140 tahun yang dikenal sebagai Periode Menengah Pertama Mesir.
D. Kerajaan Pertengahan

Amenemhat III, penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan.


Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan
kestabilan negara, sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek
pembangunan monumen. Mentuhotep II dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa
dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum memperoleh kekuasaan pada
awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM), memindahkan ibukota ke Itjtawy di
Oasis Faiyum. Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12 melakukan reklamasi tanah dan
irigasi untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil
merebut kembali wilayah yang kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-
pekerja membangun struktur pertahanan di Delta Timur, yang disebut "tembok-
tembok penguasa", sebagai perlindungan dari serangan asing.
Maka populasi, seni, dan agama negara mengalami perkembangan.
Berbeda dengan pandangan elitis Kerajaan Lama terhadap dewa-dewa, Kerajaan
Pertengahan mengalami peningkatan ungkapan kesalehan pribadi. Selain itu,
muncul sesuatu yang dapat dikatakan sebagai demokratisasi setelah akhirat; setiap
orang memiliki arwah dan dapat diterima oleh dewa-dewa di akhirat. Sastra
Kerajaan Pertengahan menampilkan tema dan karakter yang canggih, yang ditulis
menggunakan gaya percaya diri dan elok, sementara relief dan pahatan potret
pada periode ini menampilkan ciri-ciri kepribadian yang lembut, yang mencapai
tingkat baru dalam kesempurnaan teknis.
Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III,
memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di wilayah delta untuk memenuhi
kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan pembangunan.
Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya
sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa
dinasti ke-13 dan ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai
menguasai wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir sebagai
Hyksos.

E. Kerajaan Baru
Firaun-firaun Kerajaan Baru berhasil membawa kesejahteraan yang tak
tertandingi sebelumnya. Perbatasan diamankan dan hubungan diplomatik dengan
tetangga-tetangga diperkuat. Kampanye militer yang dikobarkan oleh Tuthmosis I
dan cucunya Tuthmosis III memperluas pengaruh firaun ke Suriah dan Nubia,
memperkuat kesetiaan, dan membuka jalur impor komoditas yang penting seperti
perunggu dan kayu. Firaun-firaun Kerajaan juga memulai pembangunan besar
untuk mengangkat dewa Amun, yang kultusnya berbasis di Karnak. Para firaun
juga membangun monumen untuk memuliakan pencapaian mereka sendiri, baik
nyata maupun imajiner. Firaun perempuan Hatshepsut menggunakan propaganda
semacam itu untuk mengesahkan kekuasaannya. Masa kekuasaannya yang
berhasil dibuktikan oleh ekspedisi perdagangan ke Punt, kuil kamar mayat yang
elegan, pasangan obelisk kolosal, dan kapel di Karnak.

Patung Ramses II di pintu masuk kuil Abu


Simbel.
Sekitar tahun 1350 SM, stabilitas Kerajaan
Baru terancam ketika Amenhotep IV naik tahta dan
melakukan reformasi yang radikal dan kacau. Ia
mengubah namanya menjadi Akhenaten. Akhenaten
memuja dewa matahari Aten sebagai dewa tertinggi.
Ia lalu menekan pemujaan dewa-dewa lain.

Akhetaten juga memindahkan ibu kota ke kota baru yang bernama Akhetaten
(kini Amarna). Ia tidak memperdulikan masalah luar negeri dan terlalu asyik
dengan gaya religius dan artistiknya yang baru. Setelah kematiannya, kultus Aten
segera ditinggalkan, dan firaun-firaun selanjutnya, yaitu Tutankhamun, Ay, dan
Horemheb, menghapus semua penyebutan mengenai bidaah Akhenaten.
Ramses II naik tahta pada tahun 1279 SM. Ia membangun lebih banyak
kuil, mendirikan patung-patung dan obelisk, serta dikaruniai anak yang lebih
banyak daripada firaun-firaun lain dalam sejarah. Sebagai seorang pemimpin
militer yang berani, Ramses II memimpin tentaranya melawan bangsa Hittite
dalam pertempuran Kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai kebuntuan
(stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama yang tercatat sekitar
1258 SM.
Kekayaan menjadikan Mesir sebagai target serangan, terutama oleh orang-
orang Laut dan Libya. Tentara Mesir mampu mengusir serangan-serangan itu,
namun Mesir akan kehilangan kekuasaan atas Suriah dan Palestina. Pengaruh dari
ancaman luar diperburuk dengan masalah internal seperti korupsi, penjarahan
makam, dan kerusuhan. Pendeta-pendeta agung di kuil Amun, Thebes,
mengumpulkan tanah dan kekayaan yang besar, dan kekuatan mereka
memecahkan negara.

F. Arsitektur

Kuil Edfu adalah salah satu hasil karya arsitektur bangsa Mesir Kuno.
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain:
Piramida Giza dan kuil di Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh
pemerintah untuk tujuan religius, sebagai bentuk peringatan,
maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu
membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan
tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun masyarakat biasa dibuat dari
bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan kayu, karenanya tidak ada satu
pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di rumah sederhana, di sisi lain, rumah
kaum elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan Baru yang
tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan
lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan yang indah. Struktur
penting seperti kuil atau makam dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang
tersisa, seperti yang terletak di
Giza, terdiri dari ruang tunggal
tertutup dengan lembaran atap
yang didukung oleh pilar. Pada
Kerajaan Baru, arsitek
menambahkan pilon, halaman
terbuka, dan ruangan hypostyle;
gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur makam tertua yang
berhasil ditemukan adalah mastaba, struktur persegi panjang dengan atap datar
yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya dibangun untuk menutupi
ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.

You might also like